BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Simalungun sebagian besar wilayahnya merupakan kawasan
perkebunan yang memiliki banyak potensi ekonomi yang dapat dikembangkan.
Salah satunya adalah usaha peternakan sapi yang digeluti oleh masyarakat yang
berada di pedesaan. Seperti halnya warga Desa Purwosari Atas yang hampir
setiap kepala rumah tangga memiliki sapi untuk dikembangkan baik secara
modern maupun secara tradisional.
Usaha peternakan sapi yang dilakukan oleh warga desa merupakan salah
satu usaha sampingan keluarga, yang sering dilakukan oleh masyarakat Desa
Purwosari Atas. Sebagai salah satu usaha yang dapat menopang perekonomian
keluarga jika mengalami masa – masa sulit. Dengan meningkatnya minat warga
dalam memelihara ternak sapi berdampak pada meningkatnya jumlah populasi
ternak yang cukup tinggi di Kabupaten Simalungun, yaitu mencapai 103, 068
ekor, yang terdiri dari 97,576 ekor sapi potong atau sapi peliharaan, 40 ekor sapi
perah dan 5,453 ekor kerbau (berdasarkan data dari Dinas Peternakan tahun
2014).
Sementara itu Kecamatan Dolok Batu Nanggar merupakan salah satu
Kecamatan yang berada pada posisi ke tiga dengan jumlah populasi ternak sapi
terbanyak di Kabupaten Simalungun, yaitu mencapai 11,584 ekor sapi yang
terdiri dari 2,428 sapi jantan, 8,996 sapi betina. Sedangkan Desa Purwosari Atas
Simalungun memiliki jumlah populasi ternak sapi yang lumayan banyak dan
sangat beragam seperti tabel dibawah ini:
No Jumlah peternak Jenis ternak Jumlah ternak dipelihara
1 584 Sapi 3.000
Sumber Data :kantor kelurahan Desa Purwosari Atas (2013).
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah populasi ternak sapi yang paling
tinggi dan mendominasi. Bila dibandingkan dengan ternak lainnya yang
dipelihara oleh warga desa. Munculnya minat masyarakat Desa Purwosari Atas
dalam beternakan sapi dikarenakan, usaha ini tidak terlalu banyak memakan biaya
dan sedikit menanggung resiko dalam proses pemeliharaanya tetapi memiliki hasil
yang besar.
Factor pendukung lainnya dalam memelihara sapi adalah letak Desa
Purwosari Atas yang strategis, yaitu berada disekeliling perkebunan BUMN
PTPN IV Dolok Ilir sebagai tempat gembalakan sapi (angonan). Sehingga Sapi
yang dipelihara oleh warga desa rata – rata hanya diliarkan saja di perkebunan
BUMN PTPN IV Dolok Ilir tersebut. Dengan luas perkebunan yang di jadikan
tempat untuk mengembalakan sapi mencapai 878 hektar yang berada di kawasan
PTPN IV Dolok Ilir ( Menurut data statistik kelurahan Desa Purwosari Atas tahun
2013). Pada dasarnya perkebunan ini tidak memberikan izin kepada masyarakat
untuk mengembalakan sapi-sapi mereka. Dengan alasan lahan akan rusak dan
tandus, namun kebanyakan masyarakat masih saja tidak menghiraukan larangan
Harga sapi yang lumayan tinggi dipasaran juga sebagai salah satu dasar
daya tarik yang dapat meningkatkan minat warga desa dalam memelihara sapi.
seperti saat ini saja harga sapi jantan yang kisaran harganya mencapai delapan juta
sampai dua belas juta setiap ekornya. Sementara itu sapi betina mulai dari enam
juta sampai sepuluh juta untuk setiap ekornya. Namun terkadang harga sapi yang
berada dipasaran juga tergantung kepada besar kecilnya sapi dan gemuk tidaknya
sapi yang akan dijual. Sebab jika sapi yang dijual memiliki bobot yang fantastis
bisa melebihi dari harga yang ditentukan.
Melihat kondisi perusahaan yang memberikan izin maka semakin banyak
pula masyarakat yang terus menambah jumlah ternaknya mulai dari satu ekor
sampai puluhan ekor. Namun hanya beberapa peternak saja yang memiliki sapi
milik sendiri, ada juga beberapa peternak lainnya yang memelihara ternak sapi
milik orang lain. Peternak yang memelihara ternak milik orang lain hanya
diberikan amanah dengan imbalan yaitu, keuntungan dari pemeliharaan berupa
anakan sapi dibagi dua antara pemilik dan penggaduh sapi. Biasanya masyarakat
setempat menyebutkan sistem ini dengan istilah “gaduh atau maro”.
“ menurut (Humans, 2002) Gaduh secara sederhana dapat kita artikan sebagai seseorang yang memberikan sapi yang dimilikinya untuk dikembangbiakkan dengan orang lain, dan keuntungan dari hasil sapi yang dipelihara berupa anak sapi dibagi dua antara pemilik sapi dan pemelihara sapi, atau selisih harga dari sapi yang dibesarkan keuntungannya dibagi dua”.
Sistem bagi hasil ini dikerjakan mulai dari proses pra-produksi,
produksi, hingga pemasaran, yang saling membutuhkan dan menguntungkan
antara pemilik modal dan peternak itu sendiri. Selain itu gaduh juga sering
dilakukan pada masyarakat peternak baik sapi, kambing, maupun kerbau, dengan
telah terbukti dikalangan peternak yang kurang modal sangat membantu karena
dapat menopang kebutuhan ekonomi keluarga tanpa harus keluar modal usaha
yang besar.
Seperti hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, oleh Dyah
Mardiningsih, dkk ( 2005 ) dikabupaten Grobokan menyatakan:
“ pola kemitraan dengan gadu ternak sapi sudah mendapat hasil yang optimal. Dengan pola pembagian hasil adalah 50% kepada peternak sapi dan 50% kepada pemilik sapi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan para peternak dan pemilik sapi. Hal ini dapat dilakukan karena kedua belah pihak dalam melakukan proses pemeliharaan menggunakan inseminasi buatan, tujuannya untuk meningkatkan hasil produksi daging yang tinggi”.
Namun penulisan skripsi terdahulu mengacu pada tingkat ekonomisnya
dan peningkatan jumlah produksi daging yang diharapkan untuk memenuhi
kebutuhan konsumen. Sedangkan penelitian yang peneliti lakukan lebih mengarah
pada penerapan modal sosial dan pemanfaatan jaringan sosisal dalam sistem
gaduh sapi di Desa Purwosari Atas. Maka dari itu berdasarkan uraian di atas
peneliti tertarik dalam menganalisis dan ingin mengadakan penelitian tentang
Modal Sosial Sistem Bagi Hasil dalam Beternak Sapi pada Masyarakat Desa
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagimana penerapan modal sosial dalam sistem gaduh sapi?
2. Bagaimana jaringan sosial dalam sistem gaduh sapi?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang
bertujuan untuk lebih mendalami segala aspek kehidupan, di samping itu juga
merupakan sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dalam segi
teoritis maupun dalam segi praktis. Adapun tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan penerapan modal sosial dalam
sistem gaduh sapi
2. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan jaringan sosial dalam
melakukan gaduh sapi
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa Sosiologi
khususnya pada mata kuliah Sosiologi Pedesaan dan Sosiologi Ekonomi.
Berupa kontribusi yang dapat dijadikan rujukan dalam mengembangkan
sumbangsih pemikiran kepada pihak-pihak yang membutuhkan untuk
dijadikan sebagai perbandingan penelitian selanjutnya.
2. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi
tambahan guna menambah rujukan bagi mahasiswa, khususnya mengenai
sistem bagi hasil ternak sapi (gaduh sapi) di kalangan masyarakat desa.
1.4.2. Manfaat Praktis .
1. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan untuk bisa menerapkan sistem
bagi hasil dalam beternak sapi, guna meningkatkan pendapatan ekonomi
masyarakat lemah yang bermata pencaharian sebagai peternakan. Dengan
memanfaatkan modal sosial ekonomi yang telah ada dalam lingkungan
atau struktur masyarakat.
2. Bisa menjadi model dalam pengembangan usaha peternakan sapi bagi
pengembang usaha atau pelaku bisnis lainnya.
1.5. Defenisi Konsep
1.5.1. Institusi Lokal
Institusi yaitu seperangkat aturan yang terinstitusionalisasi dalam suatu
lembaga masyarakat (Harry M.Johnson 1960). Maka dari itu bagi hasil dalam
beternak sapi ini merupakan suatu institusi lokal yang muncul dengan sendirinya
di dalam masyarakat, dengan segala aturan dan memiliki sangsih yang tegas bagi
setiap pelanggarnya jika tidak menepati perjanjian yang telah disepakati.
1.5.2. Pemilik Sapi
Pemilik sapi adalah seseorang yang memiliki sapi namun tidak
dipelihara sendiri melainkan diamanahkan kepada orang lain yang ingin
harus susah payah dalam proses pemeliharaan sapi yang dimiliki dan keuntungan
dibagi dua.
1.5.3. Penggaduh Sapi ( pemelihara sapi )
Merupakan seseorang yang memelihara sapi milik orang lain yang
kemudian mempercayakan sapi tersebut untuk dipelihara kepadanya dan apabila
sapi tersebut berkembang biak maka anak-anak dari hasil pemeliharaan akan di
bagi dua atau selisih harga dari sapi tersebut dibagi dua.
1.5.4. Gaduh Sapi ( bagi hasil )
Gaduh secara sederhana dapat kita artikan sebagai seseorang yang
memberikan sapi yang dimilikinya untuk dikembangkan dengan orang lain.
Keuntungan dari hasil sapi yang dipelihara berupa anaknya dibagi dua antara
pemilik sapi dan pemelihara sapi, atau selisih harga dari sapi yang dibesarkan
keuntungannya dibagi dua ( Humans, 2002 ). Ada dua cara sistem gaduh sapi,
pertama adalah seseorang yang memiliki sapi kemudian sapi tersebut diberikan
untuk dipelihara kepada orang lain dan hasil dari sapi yang dipelihara tersebut
dibagi dua antara pemilik sapi dan pemelihara sapi, dengan catatan bahwa orang
pertama menaggung modal dan orang kedua hanya menggunakan tenaganya saja
dalam gaduh sapi. Kedua yaitu dengan cara kedua belah pihak sama-sama
mengumpulkan modal usaha untuk membeli sapi dan sama-sama memelihara sapi
tersebut kemudian setela memiliki hasil atau keuntungannya dibagi sama rata.
Dengan catatan sama-sama menanggung beban usaha mulai dari proses pra-
1.5.5. Kepercayaan
Kepercayaan dalam gaduh sapi merupakan faktor utama dalam
melakukan hubungan kerjasama ternak sapi. Yang mana kedua belah pihak harus
sama-sama saling mengerti sifat karakter dari keduanya. Kepercayaan biasannya
berfungsi untuk mereduksi atau meminimalisasi bahaya yang berasal dari aktivitas
tertentu dalam hal ini dimana risiko telah di institusionalisasikan dalam kerangka
kerja kepercayaan menurut Giddens ( 2005: 46-47) .
1.5. 6. Jaringan Sosial
Jaringan sosial merupakan salah satu sumber informasi dalam proses
gaduhan sapi itu berlangsung. Selain itu jaringan sosial juga yang dapat
menemukan siapa orang yang pantas untuk menerima gaduhan sapi, sebab
seseorang yang melakukan gaduh sapi bukanlah seseorang yang tidak saling
mengenal mereka memiliki hubungan yang sangat erat antara pemeilik sapi dan
pemelihara sapi bisa kerabat, tetangga, bahkan saudara dekat yang saling
mengenal karakter dan tingkah laku keduanya. Hal ini ditujukan karena dapat
menekan hal-hal yang tidak diinginkan misalnya kematian, dijual secara diam-
diam, dan pencurian karena kabanyakan sapi yang dimiliki diliarkan di