• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

23

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep, Konstruk Variabel Penelitian 2.1.1 Audit Internal

Audit internal merupakan suatu fungsi penilaian independen dalam suatu organisasi, yang bertujuan untuk mengevaluasi kegiatan organisasi melalui pemberian saran untuk memperbaiki kinerja organisasi secara keseluruhan dan membantu manajemen dalam melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan yang maksimal dari organisasi tersebut, serta berguna juga dalam memperbaiki kinerja tingkatan manajer. Ketika melaksanakan kegiatannya, auditor internal harus bersifat objektif dan kedudukannya dalam perusahaan adalah independen Menurut Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal SPAI (2004) menyatakan bahwa “ Tujuan, kewenangan dan tanggung jawab fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam Charter

Audit Internal, konsisten dengan SPAI dan mendapat persetujuan dari pimpinan dan

tanggung jawab Dewan Pengawas Organisasi.” Sedangkan tujuan audit menurut Agoes (2004:6) adalah “Audit internal bertujuan untuk membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen) dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya”.

Adapun pengertian audit internal menurut Sawyer (2003) adalah sebagai berikut :

(2)

24

“Audit internal is a systematic, objective appraisal by auditor internal of the

operation and control within organization by determine whether : 1. Financial and operating information is accurate and reliable 2. Risk to the enterprise are identified and minimized

3. External regulation and acceptable internal policies and procedure are followed

4. Satisfactory operating criteria are met

5. Resources are used effectively archieved all for the purpose of as sitting members of the organization in the effective discharge of their responsibilities”

Dari pengertian tersebut, dapat diartikan bahwa audit internal adalah suatu fungsi penilaian yang objektif dan sistematis dalam menilai pengendalian dan kegiatan operasi dalam suatu organisasi yang dilakukan oleh auditor internal untuk meyakinkan bahwa :

1. Informasi keuangan dan operasi harus akurat dan reliabel. 2. Risiko bisnis dapat diidentifikasi dan diminimalisasi 3. Peraturan, kebijakan dan prosedur telah ditaati 4. Tercapainya kriteria kegiatan operasional organisasi

5. Meyakinkan bahwa sumber daya telah digunakan secara efektif serta penempatan para anggota organisasi berjalan secara efektif sesuai dengan tanggung jawabnya.

2.1.2 Kompetensi

Berdasarkan pada arti estimologi, kompetensi diartikan sebagai kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan atau melaksanakan pekerjaan yang dilandasi oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sehingga dapat dirumuskan bahwa kompetensi diartikan sebagai kemampuan seseorang yang dapat terobservasi

(3)

25

mencakup atas pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja dalam menyelesaikan suatu pekerjaan atau tugas sesuai dengan standar performa yang ditetapkan.

Konsep kompetensi telah lama menjadi kajian, bahkan telah menjadi bahan perdebatan dalam berbagai jurnal, majalah, dan buku teks. Namun, konsep kompetensi mulai populer pada tahun 1990-an bahkan tahun 2000-an khususnya di Indonesia.

Definisi kompetensi di tempat kerja merujuk pada pengertian kecocokan seseorang dengan pekerjaannya. Namun dalam kontek pekerjaan, menurut R. Palan, (2005) dalam Sudarmanto (2009) nmengemukakan bahwa ada dua istilah yang muncul dari dua aliran pemikiran yang berbeda tentang konsep kesesuaian dalam pekerjaan, 1) competency atau kompetensi, yaitu deskripsi mengenai perilaku dan 2)

competency atau kecakapan yang merupakan deskripsi tugas atau hasil.

Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyebutkan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Pengertian lain menyebutkan kompetensi adalah karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar yang memiliki hubungan kasual atau sebagai sebab akibat dengan kriteria yang dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau pada situasi tertentu.

(4)

26

Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary (dalam Sri Lastanti 2005) mendefinisikan kompetensi sebagai keterampilan dari seorang ahli. Dimana ahli didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.

Menurut Spencer (1993), ada lima tipe karakteristik kompetensi, yaitu:

1. Motif-motif, adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. Spencer (1993) menambahkan bahwa “motives” adalah “drive, direct and select behavior toward certain actions or goals and away from others “. Misalnya seseorang yang memiliki motivasi berprestasi secara konsisten mengembangkan tujuan – tujuan yang memberi suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam “ feedback “ untuk memperbaiki dirinya.

2. Ciri-ciri, adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol diri, ketabahan atau daya tahan.

3. Konsep diri, adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang. Sikap dan nilai diukur melalui tes kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.

(5)

27

4. Pengetahuan, adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan merupakan kompetensi yang kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan peserta untuk memilih jawaban yang paling benar tetapi tidak bias melihat apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

5. Keterampilan, adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu baik secara fisik maupun mental. Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya manusia akan lebih baik hasilnya.

2.1.2.1 Kategori kompetensi

Kompetensi dapat dibagi atas dua kategori, yaitu “threshold” dan “differentiating” (spencer and spencer 1993) menurut kriteria yang digunakan untuk memprediksi kinerja suatu pekerjaan. “Threshold competencies adalah karakteristik utama, yang biasanya berupa pengetahuan atau keahlian dasar seperti kemampuan untuk membaca yang harus dimiliki seseorang agar dapat melaksanakan pekerjaannya. Tetapi kategori ini tidak untuk menentukan apakah seseorang tersebut berkinerja tinggi atau tidak. Sedangkan differentiating competencies adalah faktor-faktor yang membedakan individu yang berkinerja tinggi dan rendah.

Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui efektivitas tingkat kerja yang diharapkan. Keterampilan, pengetahuan, dan sikap merupakan faktor yang menentukan penilaian terhadap kompetensi sumber daya manusia dalam menghasilkan tingkat kinerja pada suatu perusahaan.

(6)

28

Menurut Hutapea dan Thoha (2008) dalam Sudarmanto (2009) mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama pembentukan kompetensi yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, kemampuan, dan perilaku individu. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki seseorang karyawan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai bidang yang digelutinya (tertentu). Pengetahuan karyawan turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi perusahaan.

Keterampilan merupakan suatu upaya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan perusahaan kepada seseorang karyawan dengan baik dan maksimal. Disamping pengetahuan dan kemampuan karyawan, hal yang paling perlu diperhatikan adalah sikap perilaku karyawan. Sikap merupakan pola tingkah laku seseorang karyawan didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan perusahaan. Apabila karyawan mempunyai sikap mendukung pencapaian organisasi, maka secara otomatis segala tugas yang dibebankan kepadanya akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Berkaitan dengan audit internal, Tugiman (2006) menyebutkan, Kompetensi auditor intern adalah kemampuan, pengetahuan, dan disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas. Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal SPAI (2004) mengenai kompetensi menyatakan “penugasan harus dilaksanakan dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan professional.”

(7)

29

Kompetensi auditor intern dapat tercapai apabila dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor intern memiliki keahlian, menerapkan kecermatan professional, serta meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan.

Auditor internal dikatakan memiliki kemampuan professional apabila dapat memberikan jaminan atau kepastian bahwa teknis dan latar belakang pendidikan para auditor internal tersebut telah sesuai dengan pemeriksaan yang akan dilaksanakan, juga haruslah memiliki atau mendapatkan pengetahuan, kecakapan dari berbagai disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan. Auditor internal harus mencerminkan keahlian dan ketelitian professional, seperti yang dikemukakan Tugiman (2006), adalah sebagai berikut :

“Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap audit internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan dari berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas”

Pernyataan standar umum pertama dalam SPKN adalah “pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Dengan Pernyataan Standar Pemeriksaan ini semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanaka oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu

(8)

30

organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai.

2.1.3 Independensi

Banyak definisi mengenai independensi telah dikemukakan oleh para pakar akuntansi. Umumnya definisi-definisi tersebut berbeda satu dengan yang lain dan perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan sudut pandang masing-masing pakar yang pada gilirannya mengakibatkan pebedaan cakupan makna independensi.

Kata independensi merupakan terjemahan dari kata “independence” yang berasal dari bahasa inggris. Independence berarti “dalam keadaan independen”. Adapun arti kata “independent” adalah “tidak tergantung atau dikendalikan oleh (orang lain atau benda); tidak mendasarkan diri pada orang lain; bertindak atau berfikir sesuai dengan kehendak hati; bebas dari pengendalian orang lain”. Makna independensi dalam pengertian umum ini tidak jauh berbeda dengan makna independensi yang dipergunakan secara khusus dalam literatur pengauditan.

Aren’s, et.al.(2012) mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai “Penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit.

Selain itu, independensi auditor intern menurut Tugiman (2006) adalah suatu kemandirian yang dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, yang sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya

(9)

31

Auditor internal dikatakan independen apabila dapat secara bebas melakukan pekerjaan pemeriksaannya. Dengan independensi, auditor internal memilki pertimbangan-pertimbangan yang tidak bias dan tidak memihak sehingga pelaksanaan pekerjaannya menjadi layak. Auditor internal harus independen terhadap aktivitas bagian-bagian yang diperiksanya pada perusahaan. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, maka auditor internal tidak bertanggung jawab dalam fungsi eksekutif maupun operasi. Bagian ini harus mempunyai wewenang dalam mengkaji dan menilai setiap bagian dalam perusahaan sehingga dalam melakukan kegiatannya, auditor internal dapat bertindak objektif dan seefisien mungkin. Oleh karena itu, sebaiknya auditor internal tidak mempunyai wewenang langsung atas setiap bagian yang akan diaudit sehingga dapat mempertahankan independensinya dalam organisasi. Tugiman (2006) menyatakan bahwa “Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektivitas para auditor internal”.

Independensi menurut The Institute of Internal Auditors (IIA) adalah “Seorang auditor dikatakan independen apabila secara status organisasi memliki keleluasaan dalam menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan dan memiliki sikap objektifitas, dalam arti bahwa internal audit memiliki sikap mental, jujur, dan sungguh-sungguh yakin akan hasil pekerjaannya serta tidak akan membuat penilaian yang kualitasnya merupakan hasil kesepakatan atau diragukan”. Status yang dikehendaki adalah bahwa kegiatan audit internal harus bertanggung jawab kepada pimpinan yang memiliki wewenang yang cukup untuk menjamin jangkauan atas temuan dan perbaikan melalui saran-saran

(10)

32

Independensi secara esensial merupakan sikap pikiran seseorang yang dicirikan oleh pendekatan integritas dan obyektivitas tugas profesionalnya. Integritas merupakan prinsip moral yang tidak memihak, jujur, memandang dan mengemukakan fakta seperti apa adanya.

Di lain pihak, obyektivitas merupakan sikap tidak memihak dalam mempertimbangkan fakta, kepentingan pribadi tidak terdapat dalam fakta yang dihadapi (Mulyadi, 1998).

Independensi menurut Mulyadi (2002) dapat diartikan sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.

Namun dalam kenyatannya, auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Keadaan yang seringkali mengganggu sikap mental independen auditor salah satunya adalah karena auditor internal mendapatkan penghasilan dari organisasi dimana dia bekerja, hal ini berarti auditor internal sangat bergantung kepada organisasinya sebagai pemberi kerja. Disini auditor internal menghadapi “ketergantungan” hasil kerja dan kariernya dengan hasil auditnya. Auditor internal sebagai pekerja di dalam organisasi yang diauditnya akan menghadapi dilema ketika harus melaporkan temuan-temuan yang mungkin mempengaruhi atau tidak menguntungkan kinerja dan karirnya. Independensi auditor

(11)

33

internal akan dipengaruhi oleh pertimbangan sejauh mana hasil pemeriksaan akan berdampak terhadap kelangsungan kerjanya sebagai karyawan/pekerja.

Independensi auditor internal akan terjaga jika mendapatkan status organisasi yang terhindar dari tekanan manajemen serta senantiasa menjaga sikap objektivitas setiap menjalankan tugasnya.

2.1.4 Kualitas Hasil Pemeriksaan

Menurut American Society for Quality Control (dalam Lupiyoadi, 2008), kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu barang atau jasa, dalam hal kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang telah ditentukan atau bersifat laten.

Kualitas audit itu sendiri didefinisikan sebagai probabilitas bahwa auditor akan baik dan benar menemukan laporan kesalahan material, keliru, atau kelalaian dalam laporan materi keuangan klien (De Angelo, 1981, dalam Kusharyanti, 2009)

Dalam sudut pandang audit internal, kualitas audit disebut juga dengan kualitas hasil pemeriksaan yang dapat didefinisikan sebagai suatu pelaporan dari kegiatan pemeriksaan yang menggambarkan kondisi yang sebenarnya serta mengungkapkan segala bentuk tindakan baik tindakan menyimpang maupun tindakan yang semestinya.

Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaan tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang

(12)

34

berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk masyarakat (Ermayanti, 2009 dalam Sari, 2011).

Untuk dapat memenuhi kualitas pemeriksaan yang baik, maka auditor dalam menjalankan profesinya sebagai pemeriksa harus berpedoman pada kode etik profesi yang berlaku di Indonesia.

Kode etik profesi auditor internal terdapat pada Standar Perilaku Auditor Internal (2005), yaitu :

1. Auditor internal harus menunjukan kejujuran, objektivitas, dan kesungguhan dalam melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya

2. Auditor internal harus menunjukan loyalist terhadap organisasinya atau terhadap pihak yang dilayani. Namun demikian, auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang menyimpang atau melanggar hukum.

3. Auditor internal tidak boleh secara sadar terlibat dalam tindakan atau kegiatan yang dapat mendiskreditkan profesi audit internal atau mendiskreditkan organisasinya.

4. Auditor internal harus menahan diri dari kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan konflik dengan kepentingan organisasinya; atau kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka, yang meragukan kemampuannya untuk dapat melaksanakan tugas dan memenuhi tanggung jawab profesinya secara objektif.

5. Auditor internal tidak boleh menerima imbalan dalam bentuk apapun dari karyawan, klien, pelanggan, pemasok, ataupun mitra bisnis organisasinya, sehingga dapat mempengaruhi pertimbangan profesionalnya.

6. Auditor internal hanya melakukan jasa-jasa yang dapat diselesaikan dengan menggunakan kompetensi profesional yang dimilikinya.

7. Auditor internal harus mengusahakan berbagai upaya agar senantiasa memenuhi standar profesi audit internal

8. Auditor internal harus bersikap hati-hati dan bijaksana dalam menggunakan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan tugasnya. Auditor internal tidak boleh menggunakan informasi rahasia (i) untuk mendapatkan keuntungan pribadi, (ii) secara melanggar hukum, atau (iii) yang dapat menimbulkan kerugian terhadap organisasinya.

9. Dalam melaporkan hasil pekerjaannya, auditor internal harus mengungkapkan semua fakta-fakta penting yang diketahuinya, yaitu fakta-fakta yang jika tidak

(13)

35

diungkap dapat (i) mendistorsi kinerja kegiatan yang direviu, atau (ii) menutupi adanya praktikpraktik yang melanggar hukum.

10. Auditor internal harus senantiasa meningkatkan keahlian serta efektivitas dan kualitas pelaksanaan tugasnya. Auditor internal wajib mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan

Hal serupa juga disebutkan sebelumnya oleh Khomsiyah dan Indriantoro (dalam Siti, 2010) yaitu setiap audit harus mempertahankan integritas dan objektivitas dalam melaksanakan tugasnya dengan bertindak jujur, tegas, tanpa pretense sehingga dia dapat bertindak adil, tanpa dipengaruhi atau permintaan pihak tertentu untuk memenuhi kepentingan pribadinya.

2.1.5 Penelitian Terdahulu

2.1.5.1 Penelitian Mengenai Kompetensi

Menurut Gibbins (1984) dalam Hernandito (2002) pengalaman menciptakan standar pengetahuan, terdiri atas suatu sistem dari pengetahuan yang sistematis dan abstrak. Pengetahuan ini tersimpan dalam memori jangka panjang dan dibentuk dari lingkungan pengetahuan langsung masa lalu. Teori ini menjelaskan bahwa melalui pengalaman, auditor bisa memperoleh pengetahuan dan mengembangkan struktur pengetahuannya. Auditor yang berpengalaman akan memiliki banyak pengetahuan dan struktur memori yang lebih baik dibanding auditor yang belum berpengalaman.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Murtanto (1998) dalam Mayangsari (2003) menunjukan bahwa komponen kompetensi untuk auditor di Indonesia terdiri atas :

(14)

36

1. Komponen pengetahuan. Komponen ini meliputi pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur-prosedur dan pengalaman.

2. Ciri-ciri psikologis, seperti kemampuan berkomunikasi, kreativitas, kemampuan bekerjasama dengan orang lain.

Libby (1991) dalam Hernandito (2002) mengatakan bahwa seorang auditor menjadi ahli terutama diperoleh melalui pelatihan dan pengalaman. Seorang auditor lebih berpengalaman akan memiliki skema lebih baik dalam mengidentifikasi kekeliruan-kekeliruan daripada auditor yang kurang berpengalaman. Sehingga pengungkapan informasi tidak lazim oleh auditor yang berpengalaman juga lebih baik dibandingkan pengungkapan oleh auditor yang kurang berpengalaman.

2.1.5.2 Penelitian Mengenai Independensi

Mayangsari (2003) yang melakukan penelitian tentang hubungan antara independensi dengan pendapat audit menyimpulkan bahwa auditor yang independen memberikan pendapat lebih tepat dibandingkan auditor yang tidak independen.

Tsui dan Gui (1996) dalam Harhinto (2004) melakukan penelitian tentang perilaku auditor pada situasi konflik audit. Penelitian ini mempelajari karakteristik auditor yang berhubungan dengan kemampuan auditor untuk mengatasi tekanan dari manajemen pada situasi konflik. Hasil penelitian ini menunjukan penalaran etika memoderasi hubungan antara locus of control dengan kemampuan auditor untuk mengatasi tekanan dari manajemen pada situasi klien dan auditor.

(15)

37

2.1.5.3 Penelitian Mengenai Kualitas Hasil Pemeriksaan

Tri Yusnita (2009) melakukan penelitian untuk mengetahui adanya pengaruh dari kompetensi dan independensi auditor internal terhadap kualitas hasil pemeriksaan. Hasil penelitian tersebut menunjukan adanya pengaruh positif kompetensi dan independensi auditor internal terhadap kualitas hasil pemeriksaan baik secara simultan maupun parsial.

2.2 Kerangka Pemikiran

Institute of Internal Auditor menyebutkan “Internal auditing is an

independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve ab organization’s operations. It helps an organization accomplish its objective by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control and governance process”

(Internal audit adalah aktivitas independen, keyakinan obyektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan risiko, kecukupan pengendalian dan proses tata kelola. Adapun pengertian lain menurut Sawyer, “internal auditing is an independent

appraisal function established within an organization to examine and evaluate its activities as a service to organization”. (Internal audit adalah suatu fungsi penilaian

independen yang dibentuk dalam suatu organisasi untuk mengkaji dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai bentuk jasa yang diberikan bagi organisasi)

(16)

38

Dalam perkembangannya, pengertian audit internal tidak pernah terlepas dari kata independen, sikap independen menjadikan auditor internal dapat bersikap obyektif.

Auditor internal harus memiliki sikap independensi dalam melakukan audit dan mengungkapkan pandangan serta pemikiran sesuai dengan profesinya dan standar audit yang berlaku. Independensi tersebut sangat penting agar produk yang dihasilkan memiliki manfaat yang optimal bagi seluruh stakeholder. Dalam hubungan ini auditor harus independen dari kegiatan yang diperiksa. Independensi merupakan bagian dari kode etik profesi Auditor internal terhadap profesinya dan terhadap masyarakan secara luas.

Dalam standar internal audit yang berlaku internasional yaitu International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, independensi dijelaskan dalam standard 1100-Independence and Objectivity: The internal audit activity must

be independent, and internal auditors must be objective in performing their work

(Kegiatan audit internal harus independen, dan auditor internal harus bersikap objektif dalam melakukan pekerjaan mereka). Standar ini diinterprestasikan sebagai berikut:

Independence is the freedom from conditions that threaten the ability of the internal audit activity or the chief audit executive to carry out internal audit responsibilities in an unbiased manner. To achieve the degree of independence necessary to effectively carry out the responsibilities of the internal audit activity, the chief audit executive has direct and unrestricted access to senior management and the board. This can be achieved through a dual-reporting relationship. Threats to independence must be managed at the individual auditor, engagement, functional, and organizational levels.

(17)

39

(Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam kemampuan kegiatan audit internal atau eksekutif kepala audit untuk melaksanakan tanggung jawab audit internal secara objektif. Untuk mencapai tingkat independensi yang diperlukan agar melaksanakan tanggung jawab aktivitas audit internal secara efektif, eksekutif kepala audit memiliki akses langsung dan tak terbatas kepada manajemen senior dan dewan direksi. Hal ini dapat dicapai melalui hubungan dual-pelaporan. Ancaman terhadap independensi harus dikelola pada auditor individu, keterlibatan, fungsional, dan tingkat organisasi).

Fungsi audit intern seringkali dilakukan oleh auditor intern, salah satu pertimbangannya adalah mengingat auditor intern lebih mengenal dan menguasai situasi dan kondisi dari perusahaan tersebut dibandingkan dilakukan oleh auditor eksternal. (Arens dan Loebbecke: 2003: 438).

Auditor intern itu sendiri menurut Mulyadi (2002) adalah auditor yang bekerja dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

Bagian audit di suatu perusahaan bisa beranggotakan lebih dari seratus orang dan biasanya bertanggung jawab langsung kepada presiden direktur, direktur eksekutif, atau kepada komite audit dari dewan atau komisaris. Pada BUMN, auditor internal berada dibawah SPI (Satuan Pengawas Intern).

(18)

40

Menurut Asikin (2006), Untuk menjalankan tugas dengan baik, auditor internal harus berada diluar fungsi lini suatu organisasi, tetap tidak terlepas dari hubungan atasan-bawahan seperti lainnya. Auditor internal wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen untuk pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi perusahaan.

Manajemen puncak mengandalkan pemeriksaan intern sebagai alat penyaji hasil analisis yang objektif, penilaian-penilaian, rekomendasi-rekomendasi, saran, dan informasi dalam pengendalian serta pelaksanaan kegiatan organisasi (Tugiman; 2006). Dari hasil pemeriksaan, auditor intern menarik sebuah kesimpulan dan menyampaikan kesimpulan tersebut kepada pemakai yang berkepentingan, yaitu manajemen puncak. Manajemen puncak mendasarkan keputusannya kepada hasil pemeriksaan auditor intern. Ini berarti bahwa kualitas hasil pemeriksaan auditor intern akan mempengaruhi kesimpulan akhir auditor yang selanjutnya akan mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh manajemen puncak.

Hasil pemeriksaan dapat berupa berbagai temuan, kesimpulan, pendapat, dan rekomendasi (Tugiman 2006). Temuan audit adalah hal-hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta. Temuan audit dihasilkan dari proses perbandingan antara apa yang seharusnya terdapat dengan apa yang ternyata terdapat. Dari hasil perbandingan tersebut auditor intern memiliki dasar untuk menyusun kesimpulan dan memberikan rekomendasi atas temuan yang diperoleh. Kesimpulan merupakan hasil penilaian menyeluruh yang dilakukan auditor intern yang didasarkan pada temuan-temuan audit yang diperoleh. Sedangkan rekomendasi menggambarkan tindakan yang

(19)

41

mungkin dipertimbangkan manajemen untuk memperbaiki kondisi-kondisi yang salah. (Tri Yusnita: 2009).

Untuk menghasilkan hasil pemeriksaan yang berkualitas, diperlukan kompetensi dan independensi auditor intern dalam melaksanakan pemeriksaan intern. Sikap kompeten dan independen akan memungkinkan para auditor internal melaksanakan pemeriksaan dengan suatu cara, sehingga mereka akan sungguh-sungguh yakin atas hasil pemeriksaannya dan tidak akan membuat penilaian yang kualitasnya merupakan hasil kesepakatan atau diragukan, (Tugiman : 1997).

Kompetensi auditor intern dapat tercapai apabila dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor intern memiliki keahlian, menerapkan kecermatan professional, serta meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan.

Kompetensi diperlukan dalam melaksanakan pemeriksaan agar auditor intern mengetahui tipe dan banyaknya bukti audit yang harus dikumpulkan untuk mencapai kesimpulan yang tepat setelah bukti-bukti audit tersebut selesai diuji. Ini berarti hasil pemeriksaan ditentukan oleh kompetensi yang dimiliki auditor intern. Selain harus memiliki kompetensi, seorang auditor pun harus memiliki sikap mental yang independen (Arens et al: 2003).

Independensi dapat dicapai melalui status organisasi dan objektivitas auditor intern. Lebih lanjut Hiro Tugiman mengatakan bahwa untuk mencapai status organisasi yang tinggi, auditor intern harus bertanggung jawab kepada individu yang memiliki kewenangan yang cukup, yaitu manajemen puncak. Ini dimaksudkan untuk menjamin jangkauan pemeriksaan yang memadai, pertimbangan yang layak terhadap

(20)

42

temuan-temuan pemeriksaan dan rekomendasi yang diajukan auditor intern. Objektivitas diperlukan untuk menghasilkan penilaian yang tidak bias, tidak memihak, dan bukan merupakan hasil kompromi. Dengan status organisasi dan objektivitas auditor intern yang tinggi, maka akan tercapai independensi yang tinggi. Tanpa independensi, hasil pemeriksaan yang diharapkan tidak akan dapat diwujudkan secara optimal.

Demikian pula yang dinyatakan oleh Kusharyanti (2003: 25), bahwa kemungkinan dimana auditor akan menemukan penyimpangan, kecurangan, dan salah saji tergantung pada kualitas pemahaman (kompetensi) auditor. Sedangkan independensi auditor intern dapat memberikan penilaian yang jujur, tidak memihak dan tanpa prasangka. Dengan demikian, kompetensi dan independensi dari seorang auditor intern dapat mempengaruhi kualitas hasil pemeriksaannya.

Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa kompetensi dan independensi berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap kualitas hasil pemeriksaan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Rita Tri Yusnita pada tahun 2009 dengan objek yang diteliti adalah kompetensi, independensi, dan kualitas hasil pemeriksaan auditor intern. Sedangkan yang menjadi subjek penelitian adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Kota Tasikmalaya.

Dari uraian kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis, maka untuk menggambarkkan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen

(21)

43

dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoristis, yaitu mengenai pengaruh kompetensi dan independensi terhadap kualitas audit dapat dilihat pada gambar 2.1

Kompetensi Gambar 2.1 Paradigma Penelitian Keterangan :

: Pengaruh parsial : Pengaruh simultan 2.3 Hipotesis Penelitian

Pemeriksaan yang dilakukan diharapkan akan memberikan nilai tambah bagi perusahaan, oleh karena itu kualitas hasil pemeriksaan akan sangat berpengaruh terhadap keputusan yang akan diambil oleh manajemen. Kompetensi dan independensi auditor internal menjadi faktor yang diharapkan akan menjadikan hasil pemeriksaan menjadi berkualitas, berdasarkan uraian tersebut, hipotesis dari penelitian ini adalah :

Kualitas Hasil Pemeriksaan

(22)

44

H1 : Kompetensi dan Independensi auditor internal berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan

H2 : Kompetensi auditor internal berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan

H3 : Independensi auditor internal berpengaruh positif terhadap kualitas hasil pemeriksaan

Referensi

Dokumen terkait

menulis bahasa Inggris siswa yang mengikuti model pembelajaran kontekstual lebih baik dari keterampilan menulis bahasa Inggris siswa yang mengikuti model pembelajaran

Pengaruh menonton tayangan My Trip My Adventure TransTV terhadap minat berpetualang mahasiswa program studi Ilmu Komunikasi terjadi karena adanya perhatian

Pada penelitian ini, faktor faktor yang mempengaruhi kadar LDL serum ditiadakan dengan pengadaan kelompok kontrol yang disamakan aktivitas, dan pola makannya

dari hasil interpretasi dan interpolasi (Gambar 4.6) dapat diketahui jika di interpolasikan antara kedua lintasan tersebut pada kedalam 0,3-3,6 meter pada lintasan 3 dengan jarak

Dari uraian diatas tertarik untuk membangun suatu sistem yang nantinya bisa membantu masyarakat dalam mendapatkan informasi mengenai suatu wilayah dengan judul “ Sistem

Setelah operasi berjalan pada minggu ke dua waktu tinggal di dalam reaktor diubah menjadi dua hari, dan setelah satu minggu berjalan yakni pada minggu ke tiga konsentrasi ammonia

Sejalan dengan Schaie, menurut Sternberg (dalam Papalia, Olds & Feldman, 2007) perkembangan kognitif pada dewasa muda dapat dilihat dari aspek kecerdasannya.. Menurut