• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN LKPJ-AMJ

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN LKPJ-AMJ"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. DASAR HUKUM PENYUSUNAN LKPJ-AMJ

Laporan Keterangan Pertanggungjawaban - Akhir Masa Jabatan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut LKPJ-AMJ, penyusunannya dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Masyarakat.

Adapun substansi LKPJ-AMJ merupakan merupakan ringkasan laporan tahun-tahun sebelumnya ditambah dengan LKPJ sisa masa jabatan yang belum dilaporkan, disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan, yakni Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 71 ayat (2) dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Pasal 17 ayat (1) diamanatkan bahwa LKPJ-AMJ disampaikan kepada DPRD paling lambat paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan DPRD perihal berakhir masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyusun Laporan Keterangan Pertanggungjawaban – Akhir Masa Jabatan Gubernur Tahun 2013-2017, yang selanjutnya akan disampaikan kepada DPRD Provinsi DKI Jakarta untuk dibahas secara internal oleh DPRD. Hasil pembahasan tersebut diharapkan dapat ditetapkan menjadi keputusan DPRD Provinsi DKI Jakarta, yang dijadikan sebagai rekomendasi untuk dasar perbaikan penyelenggaraan pemerintahan di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

(2)

BAB I

PENDAHULUAN

Adapun ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman dalam penyusunan LKPJ-AMJ Gubernur Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan

Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

7. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah 9. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi

Pemerintahan

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

12. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

13. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

14. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat

(3)

BAB I PENDAHULUAN

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

18. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan

19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 yang selanjutnya diubah lagi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011

20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksaaan Rencana Pembangunan Daerah

21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah Dan

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah

25. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007, tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah

26. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah

27. Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Terpadu

28. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030

29. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005 - 2025

30. Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013;

31. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2013 – 2017

32. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013;

33. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;

34. Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Organisasi Perangkat Daerah

35. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2014 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014;

36. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016

37. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2016

38. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta

39. Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2017

(5)

BAB I PENDAHULUAN

40. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 54 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2013.

41. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 45 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 54 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2013.

42. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014;

43. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 79 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 47 Tahun 2013 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014

44. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 84 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015

45. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 220 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 46. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 160 Tahun 2015 tentang

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2015

47. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 181 Tahun 2015 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2016;

48. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 206 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nonor 84 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015

49. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 229 Tahun 2015 tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2015

50. Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017

51. Peraturan Gubernur Nomor 153 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 181 Tahun 2015 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2016

52. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 253 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(6)

BAB I

PENDAHULUAN

53. Peraturan Gubernur Nomor 99 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 121 Tahun 2016 Tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2017

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007, sistematika LKPJ-AMJ Gubernur Tahun 2013-2017 adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

BAB II Kebijakan Pemerintahan Daerah

BAB III Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah BAB IV Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

BAB V Penyelenggaraan Tugas Pembantuan dan Dekonsentrasi BAB VI Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan

BAB VII Penutup

B. DASAR HUKUM PEMBENTUKAN PROVINSI DKI JAKARTA

1. SEJARAH KOTA JAKARTA

Sejarah Kota Jakarta diawali dengan berdirinya Kerajaan Padjadjaran yang terletak di daerah Jawa Barat tepatnya di dekat sekitar Kota Bogor, yang diperintah oleh Sri Baduga Maharaja. Di sebelah utara Kerajaan ini berbatasan dengan Muara Kali Ciliwung yang menjadi letak sebuah bandar bernama Sunda Kelapa yang pada waktu itu berfungsi sebagai kota perdagangan. Sebagian besar perdagangan di Semenanjung Malaka pada masa itu dikuasai oleh Bangsa Portugis, yang selalu berusaha mengembangkan kegiatannya di Asia Tenggara.

Utusan Portugis tiba di Sunda Kelapa pada tahun 1522 dengan maksud untuk mengadakan persahabatan dengan Raja Padjadjaran. Raja Padjadjaran menyambut baik maksud perutusan Portugis karena mengharapkan bantuan apabila ada bahaya dari kerajaan-kerajaan lain yang sedang berkembang di Jawa bagian timur pada waktu itu, sehingga Kerajaan Padjadjaran memberikan persetujuan kepada Portugis untuk mendirikan benteng pertahanan.

Kemunculan tentara Portugis untuk merealisasi pembangunan benteng menimbulkan perang terbuka dengan tentara Islam Demak yang cukup

(7)

BAB I PENDAHULUAN

dikenal dengan kekuatan Islamnya, dan sedang mengadakan perluasan kekuasaan dan penyebaran pengaruhnya ke sebelah barat. Kerajaan Demak ini merupakan musuh Kerajaan Padjadjaran. Meskipun telah bekerjasama dengan Kerajaan Padjadjaran pada akhirnya pihak Portugis dikalahkan oleh Falatehan, seorang guru agama terkenal dari Kerajaan Demak, yang dapat merebut Banten dan Sunda Kelapa dari tangan Padjadjaran

Dalam menghadapi kondisi tersebut, Falatehan yang kemudian lebih dikenal dengan nama Fatahillah, segera menunjuk pembantunya untuk memerintah kota dan mengganti nama Bandar Sunda Kelapa dengan Fathan Mubina atau Jayakarta, yang berarti “Kemenangan Akhir” pada tanggal 22 Juni 1527. Selanjutnya tanggal tersebut dinyatakan sebagai tanggal dikuasainya Jayakarta oleh Falatehan yang pada akhirnya Jayakarta disingkat menjadi “Jakarta “.

Selanjutnya untuk pertama kalinya pada tahun 1596 Bandar Jakarta didatangi oleh 4 (empat) buah kapal Belanda, yang akan memulai melakukan perdagangan dengan Bangsa Indonesia. Pada saat itu, Jayakarta merupakan kota pelabuhan yang menarik banyak pendatang asing dari Eropa, Cina dan Arab terutama pedagang dari negeri Belanda (VOC), yang menetap di Jayakarta. Namun, maksud Belanda ini mendapat hambatan dari Hasanuddin, putra Fatahillah selaku raja Kerajaan Islam Banten yang terletak di sebelah barat Bandar Jakarta.

Pihak Belanda pada tanggal 20 Maret 1602 berhasil secara paksa mendirikan sebuah Benteng di sekitar Teluk Jakarta yang diberi nama 'Batavia'. Benteng tersebut didirikan oleh Van Raay dan menjadi pusat persekutuan dagang VOC untuk wilayah Hindia bagian timur. Sejak saat itu Belanda memulai penjajahannya di seluruh Kepulauan Nusantara yang berjalan selama kurang lebih 350 tahun. VOC mendapat izin untuk membangun kompleks perkantoran, gudang, dan tempat tinggal orang Belanda yang berlokasi di dekat muara tepi bagian timur Sungai Ciliwung pada tahun 1611. Di lokasi ini dibangun pula benteng sebagai pusat perdagangan VOC. Kemudian nama Jayakarta diubah menjadi Batavia.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

Nama “Batavia” hanya dikenal di dunia internasional, sedangkan penduduk aslinya mengenalnya dengan nama Betawi.

Selanjutnya Pemerintah Belanda membentuk Stad Batavia dan VOC pada tanggal 4 Maret 1621 diberi kewenangan oleh Pemerintah Belanda untuk melaksanakan pemerintahan Stad Batavia tersebut. Pada tahun 1799 Pemerintah Belanda membubarkan VOC karena alasan merugi serta mengambil alih kembali pemerintahan daerah yang selama itu dikuasai VOC. Sejak saat itu Pemerintah Belanda menjadikan daerah-daerah bekas VOC sebagai daerah otonomi yang dinamakan Hindia Belanda dibawah pimpinan seorang Gubernur Jenderal.

Pada tanggal 1 April 1905 Stad Batavia berubah dan berkembang menjadi Gemeente Batavia dan diberikan kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri sebagai bagian dari Pemerintah Hindia Belanda.

Gemeente Batavia merupakan Pemerintah Daerah yang pertama kali

dibentuk di Hindia Belanda. Luas wilayah Gemeente Batavia kurang lebih 125 km², tidak termasuk pulau-pulau di Teluk Jakarta (Kepulauan Seribu).

Stad Batavia secara teritorial terbagi atas 5 (lima) wilayah karesidenan

yang lebih kecil, yang disebut “afdeling” (kabupaten/kota), yaitu (1) Afdeling Batavia (kota dan pinggiran kota Batavia), (2) Afdeling Meester Cornelis (sekarang Jatinegara), (3) Afdeling Tanggerang (4) Afdeling Buitenzorg (Bogor) dan (5) Afdeling Karawang.

Pada tahun 1908 wilayah Afdeling Batavia dibagi menjadi 2 distrik, yakni Distrik Batavia dan Weltevreden yang dibagi lagi menjadi 6 sub distrik (Onderdistrik). Distrik Batavia terdiri dari Sub Distrik Mangga Besar, Penjaringan dan Tanjung Priuk sedangkan Distrik Weltevreden terdiri dari Sub Distrik Gambir, Senen, dan Tanah Abang.

Selanjutnya pada tahun 1922 diterbitkan Undang-Undang (UU) tentang Pembaharuan Pemerintahan, diikuti dengan terbitnya UU Propinsi, UU Kabupaten (Regentschap, 1924) dan UU Kota (Stadsgemeente, 1926). Kemudian “Gemeente Batavia” ditetapkan menjadi Pemerintahan Kota (Stadsgemeente Batavia).

Pada tahun 1926, UU Pemerintahan Kota (Stadsgemeente) menetapkan sistem pemerintahan kota (Stadsgemeente) yang terdiri dari:

(9)

BAB I PENDAHULUAN

(1) DPRD (Raad); (2) DPD (College van Burgemeester en Wethouders) dan (3) Walikota (Burgemeester).

Ketika Kota Batavia jatuh ke tangan balatentara Jepang pada tanggal 5 Maret 1942 dan tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Pemerintah Jepang mengeluarkan UU Nomor 42 Tahun 1942 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi satuan-satuan daerah yang disebut pemerintahan karesidenan (Syuu). Karesidenan (Syuu) dibagi lagi menjadi beberapa kabupaten (Ken) dan kota (Shi).

Jika pada awalnya Stadsgemeente hanya merupakan badan yang

mengurus rumah tangganya saja tanpa melaksanakan urusan

kepamongprajaan, maka menurut UU Tata Pemerintahan Daerah pada masa Pemerintahan Jepang, “Shi” (Stadsgemeente) mengerjakan semua urusan pemerintahan, termasuk kepamongprajaan dalam lingkup

wilayahnya. Urusan pemerintahan (pamongpraja) di dalam

‘Stadsgemeente’ yang sebelumnya diurus oleh Regent (Bupati), Wedana, Asisten-Wedana, Kepala Kampung atau Wijkmeester, sekarang diurus dan merupakan kewenangan “Shichoo” (Walikota). Mereka itu mejadi pegawai

Shi dan menjalankan urusan pemerintahan Shi dibawah pemerintahan dan

pimpinan “Shichoo”.

Selanjutnya menurut undang-undang tersebut, “Gunseikan” (Kepala Pemerintahan Militer Jepang) dapat membentuk pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi). Beda pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi) dengan pemerintahan kota (Shi) adalah bahwa pemerintahan kota khusus

(Tokubetsu Shi) tidak dibawah karesidenan (Syuu), melainkan langsung

dibawah Pemerintahan Militer Jepang (Gunseikan). Jakarta merupakan pemerintahan kota khusus (Jakarta Tokubetsu Shi) yang dipimpin oleh walikota khusus (Tokubetsu Shi), yang berarti kedudukan Jakarta meningkat dari kota (Shi) menjadi kota khusus (Tokubetsu Shi). Walikota Khusus Jakarta (Tokubetsu Shichoo) dibantu oleh beberapa pegawai tinggi (Zyoyaku). Walikota dan pegawai tinggi diangkat oleh Pemerintahan Militer Jepang (Gunseikan).

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Selama pemerintahan militer Jepang, Jakarta adalah satu-satunya pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi) di Indonesia. Tsukamoto menjadi Walikota pertama Kota Khusus Jakarta dan yang terakhir adalah Hasegawa. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950, setelah kemerdekaan kedudukan kota Djakarta ditetapkan sebagai daerah Swatantra yang disebut “Kotapradja Djakarta Raya” dengan Walikotanya adalah Soewirjo (1945-1951), Sjamsuridjal (1951-1953), dan Sudiro (1953-1960).

Selanjutnya Kota Djakarta ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I dengan Kepala Daerah yang berpangkat Gubernur pada tanggal 15 Januari 1960. Pada periode Gubernur Soemarno Sosroatmodjo (1960-1964) terbit UU Nomor 2 Tahun 1961 tentang pembentukan “Pemerintahan Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raya”. Sejak itu disebut Pemerintah DCI Djakarta Raya. Pada periode Gubernur Henk Ngantung (1964-1966) terbit UU Nomor 10 Tahun 1964 tentang Djakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia dengan nama “Djakarta”. Sejak itu Pemerintah DCI Djakarta Raya berubah menjadi Pemerintah DCI Djakarta.

Pemerintah DCI Djakarta berubah menjadi Pemerintah Daerah DKI Djakarta pada periode Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Adapun gubernur selanjutnya berturut-turut yaitu Tjokropranolo (1977-1982), R. Soeprapto (1982-1987), Wiyogo Atmodarminto (1987-1992), Soerjadi Soedirdja (1992-1997), Sutiyoso (1997-2007), Fauzi Bowo (2007-2012), Joko Widodo (2012-2014), Basuki Tjahaja Purnama (2014-2017) dan Djarot Saiful Hidayat (2017).

Pada periode Gubernur Wiyogo Atmodarminto terbit Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak saat itu sebutan Pemerintah Daerah DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai dengan periode Gubernur Surjadi Soedirdja (1992 – 1997).

Pada periode Gubernur Sutiyoso (1997-2007) terbit Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Pada akhir masa jabatan Gubernur Sutiyoso terbit Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang

(11)

BAB I PENDAHULUAN

Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejak saat itu sebutan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Selanjutnya pada periode Gubernur Fauzi Bowo (2007-2012),

implementasi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang

Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan pembentukan Deputi selaku pejabat yang membantu Gubernur dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah Provinsi DKI Jakarta yang karena kedudukannya sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

uraikan?

2. DASAR HUKUM PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA

Peraturan perundangan sebagai dasar hukum yang melandasi penyelenggaraan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.

d. Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

C. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

1. KONDISI GEOGRAFIS

Informasi mengenai kondisi geografis Provinsi DKI Jakarta disajikan berupa batas administrasi daerah dan luas wilayah, iklim, dan geologi sebagai berikut :

a. Batas Adminis tras i Daerah dan Luas Wila yah

DKI Jakarta merupakan dataran rendah yang terletak pada posisi 5o 19’ 12” Lintang Selatan - 6o 23’ 54” Lintang Selatan dan 106o 22’ 42”

Bujur Timur - 106o 58’ 18” Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata + 7

meter di atas permukaan laut. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007 tentang Penataan, Penetapan dan Luas Wilayah Kelurahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, secara geografis luas wilayah DKI Jakarta adalah sebesar 7.660 km², dengan luas daratan sebesar 662 km² (termasuk 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu) dan luas lautan sebesar 6.998 km².

Adapun Peta Pembagian Wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar I.1 di bawah ini.

(13)

BAB I PENDAHULUAN

Batas sebelah utara Jakarta terbentang pantai sepanjang ±32 km yang menjadi tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2 flood way. Sebagian besar karakteristik wilayahnya berada di bawah permukaan air laut pasang, mengakibatkan rawan genangan, baik karena curah hujan maupun karena semakin tingginya air laut pasang (rob). Sebelah Barat Jakarta berbatasan dengan Provinsi Banten, dan di sebelah Selatan dan Timur Jakarta berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Barat.

Adapun Peta Aliran Sungai, Kanal dan Flood Way yang melalui Wilayah DKI Jakarta, dapat dilihat pada Gambar I.2 berikut.

Sumber : Perda No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jak arta 2030 Gambar I.1

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta selain mengacu pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, mengacu pula pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Provinsi DKI Jakarta merupakan pemerintahan daerah yang diberi status khusus, yang didukung dengan perangkat kekhususan antara lain berupa status otonomi tunggal di tingkat provinsi serta adanya empat orang Deputi Gubernur setingkat eselon I.

Pada tahun 2001, berdasarkan struktur wilayah administrasi, Jakarta mengalami pemekaran wilayah yakni dari 5 kotamadya menjadi 1 kabupaten administrasi dan 5 kota administrasi. Secara paralel jumlah wilayah administrasi dibawahnya juga mengalami penambahan, yang semula 43 kecamatan menjadi 44 kecamatan, dan dari 265 kelurahan menjadi 267 kelurahan.

Sumber : RPJMD Provinsi DKI Jak arta 2013-2017 Gambar I.2

(15)

BAB I PENDAHULUAN

Untuk memudahkan koordinasi pelayanan pemerintah terhadap masyarakat, struktur administrasi wilayah DKI Jakarta dibagi menjadi Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Pada awal RPJMD, diseluruh DKI Jakarta terdapat 2.707 RW dan 30.300 RT dan terus dimekarkan hingga menjadi 2.728 RW dan 30.337 RT pada tahun 2016.

b. Iklim

Di wilayah Indonesia pada umumnya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Wilayah Jakarta memiliki iklim tropis dengan karakteristik musim penghujan rata-rata pada Bulan November-April dan musim kemarau pada Bulan Mei-Oktober. Selama tahun 2013-2016, rata-rata curah hujan Jakarta sebesar 184,11 mm2 dengan rata-rata banyak hari hujan sebanyak 12,63 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi pada tahun 2015 sebesar 242,33 mm2 dan rata-rata banyak hari hujan terjadi pada tahun 2014 sebanyak 15,5 hari.

Secara rinci data curah hujan dan hari hujan selama tahun 2013-2016 di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel I.2 berikut.

Kecamatan Kelurahan RW RT

1 2013 662 44 267 2.707 30.300

2 2014 662 44 267 2.720 30.442

3 2015 662 44 267 2.726 30.535

4 2016 662 44 267 2.728 30.337

Sumber : Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jak arta Tabel I.1

Luas Daerah dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kabupaten/Kota Administrasi

Tahun

Jumlah

No Luas Area

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

Selama tahun 2013-2016, rata-rata suhu udara di Jakarta sebesar 28,55 ºC dengan rata-rata suhu maksimum dan minimum sebesar 35,23 ºC dan 22,68 ºC. Tahun 2015 merupakan tahun dengan suhu udara terpanas dengan rata-rata suhu sebesar 29,33 ºC.

Suhu maksimum, minimum dan rata-rata di berbagai lokasi di Jakarta dapat dilihat pada grafik I.1 berikut.

No Bulan Curah Hujan

(mm2)

Banyaknya Hari Hujan (hari) 2013 Rata-Rata 130,87 11,60 Jan (Max) 275,10 24,50 Agustus (Min) 2,40 1,00 2014 Rata-Rata 210,68 15,50 Jan (Max) 621,90 23,00 September (Min) 49,50 5,00 2015 Rata-Rata 242,33 13,08 Jan (Max) 1075,00 26,00 September (Min) 0,00 1,00 2016 Rata-Rata 152,58 10,33 Jan (Max) 23,00 Feb (Max) 639,00 Juli (Min) 1,00 1,00

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017 Tabel I.2

Curah Hujan dan Hari Hujan di Jakarta

Indikator 2013 2014 2015 2016

Maksimum 32,68 35,60 36,63 36,00 Minimum 24,90 21,85 22,03 21,93

Rata-rata 28,79 27,98 29,33 28,13

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.1

Suhu M aksimum, Suhu M inimum dan Suhu Rata-Rata di DKI Jakarta

5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 2013 2014 2015 2016

(17)

BAB I PENDAHULUAN

c. Geologi

Dari profil potongan melintang selatan-utara Jakarta menunjukkan adanya endapan vulkanik kuarter yang terdiri dari Formasi Citalang, Formasi Kaliwangu, dan Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki kedalaman hingga kira-kira 80 m dengan bagian atasnya merupakan batu lempung yang didominasi oleh batu pasir pada bagian bawahnya dan pada beberapa tempat terdapat breksi/konglomerat, terutama di sekitar Blok M dan Dukuh Atas.

Dapat dilihat bahwa formasi Kaliwangu memiliki kedalaman sangat bervariasi dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 m. Sedangkan Formasi Parigi di sekitar Babakan mendesak ke atas hingga kedalaman 80 m. Formasi ini didominasi oleh batu lempung diselang-selingi oleh batu pasir.

Sumber : Nask ah Ak ademis RTRW Provinsi DKI Jak arta 2030

Gambar I.3

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Dapat diketahui bahwa pada seluruh daerah strukturnya terdiri dari endapan pleistocene terdapat ± 50 m di bawah permukaan tanah. Di bawah bagian utara, permukaan keras baru terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal pada kedalaman 8-15 m. Pada bagian kota tertentu, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat pada kedalaman 40 m.

Sementara itu, di bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawah terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena timbunan seluruhnya oleh endapan alluvium.

Sumber : Nask ah Ak ademis RTRW Provinsi DKI Jak arta 2030

Gambar I.4

(19)

BAB I PENDAHULUAN

Secara rinci dapat dijelaskan bahwa wilayah Jakarta memiliki lithologi sebagai berikut :

1) Pasir lempungan dan lempung pasiran, merupakan endapan aluvial sungai dan pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lanau lempungan, lanau pasiran dan lempung pasiran. Semakin ke arah utara mendekati pantai berupa lanau pasiran dengan sisipan lempung organik dan pecahan cangkang kerang, tebal endapan antara perselang-seling lapisannya berkisar antara 3-12 m dengan ketebalan secara keseluruhan diperkirankan mencapai 300 m.

2) Satuan Pasir Lempungan, merupakan endapan pematang pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari perselang-selangan lanau pasiran dan pasir lempungan. Tebal endapan antara 4,5-13 m.

3) Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan endapan limpah banjir sungai. Satuan ini tersusun berselang-selang antara lempung pasiran dan pasir lempungan.

4) Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran, merupakan endapan kipas aluvial vulkanik (tanah tufa dan konglomerat), berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lempung lanauan dan lanau pasiran dengan tebal lapisan antara 3-13,5 m.

Dengan kondisi geografis seperti itu disadari bahwa, Jakarta termasuk wilayah rawan banjir. Dalam siklus 5-6 tahunan, Jakarta memiliki potensi banjir cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada kejadian banjir pada tahun 2002 dan 2007. Siklus lima tahunan berikutnya masih terjadi yakni pada tahun 2013 dan 2014 namun dengan jumlah pengungsi dan lama genangan yang semakin berkurang, sebagaimana tabel I.3 berikut.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

Mengingat Jakarta merupakan kota yang terbentuk secara alami, maka diprioritaskan pembangunan dan pemeliharaan yang memadai terhadap sistem tata air/ drainase kota, sehingga dapat meminimalisir terjadinya bencana banjir.

No Tahun Jumlah Kejadian Jumlah Pengungsi

(orang) 1 1994 0 - 2 1996 0 - 3 2002 1 154.270 4 2003 10 13.936 5 2004 10 26.682 6 2005 4 14.233 7 2006 3 1.308 8 2007 3 522.569 9 2008 21 79.169 10 2009 9 4.403 11 2010 12 1.319 12 2011 8 131 13 2012 8 5.024 14 2013 25 86.651 15 2014 18 95.997 16 2015 3 1.762 17 2016 37 3.587

Sumber : Badan Nasional Penanggulangan Bencana 2017 Tabel I.3

(21)

BAB I PENDAHULUAN

Sumber : Perda No. 1 Tahun 2012 tentang RTRW Provinsi DKI Jak arta 2030 Gambar I.5

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

2. KONDISI DEMOGRAFIS

Selama tahun 2013-2016 jumlah penduduk Jakarta terus meningkat dari 9,9 juta jiwa pada tahun 2013 menjadi 10,2 juta jiwa pada tahun 2016. Dengan kata lain, tingkat pertumbuhan penduduk Jakarta berkisar 0,98 % hingga 1,09 % per tahunnya. Dengan pertumbuhan penduduk Jakarta yang sebesar itu, Jakarta dihadapkan dengan permasalahan tingkat kepadatan penduduk yang selalu meningkat setiap tahunnya dari 15.050 jiwa/km2 pada tahun 2013 menjadi 15.520 jiwa/km2 pada tahun 2016.

No Uraian Satuan SP2010 2013 2014 2015 2016

1 Jumlah Jiwa 9.607.787 9.969.900 10.075.300 10.177.924 10.277.628 2 Laki – Laki Jiwa 4.870.938 5.023.400 5.069.900 5.115.357 5.159.683 3 Perempuan Jiwa 4.736.849 4.946.500 5.005.400 5.062.567 5.117.945

4 Pertumbuhan % 1,42 1,09 1,06 1,09 0,98 5 Densitas Jiwa/Km2 14,47 15,05 15,23 15,37 15,52

6 Sex Ratio % 103,00 101,60 101,70 101,04 100,82 Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Tabel I.4

Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2016

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2017

Grafik I.2

Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013

600000 400000 200000 0 200000 400000 600000 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 KE LO M PO K U M U R ( TA H U N ) Laki-laki Perempuan

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.3

Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

600000 400000 200000 0 200000 400000 600000 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 KE LO M PO K U M U R ( TA H U N ) Laki-laki Perempuan

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 Grafik I.4 600000 400000 200000 0 200000 400000 600000 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 K EL O M PO K U M U R ( TA H U N ) Laki-laki Perempuan

(23)

BAB I PENDAHULUAN

Dari piramida penduduk di atas dapat dilihat bahwa komposisi penduduk DKI Jakarta, didominasi oleh penduduk usia produktif yakni usia 15-64 tahun sebesar 7.324.391 jiwa atau sebesar 71,27 persen. Persentase penduduk yang belum produktif yakni usia 0-14 tahun sebesar 2.553.935 jiwa atau 24,85 persen, sedangkan penduduk yang tidak produktif lagi/ melewati masa pensiun berjumlah 399.302 atau 3,89 persen. Dengan demikian dependency ratio (DR) pada tahun 2016 sebesar 28,73 persen yang berarti dari 100 penduduk usia produktif DKI Jakarta akan menanggung secara ekonomi sebesar 28,73 penduduk usia tidak produktif.

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.5

Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016

600000 400000 200000 0 200000 400000 600000 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-75 75+ KE LO M PO K U M U R ( TA H U N ) Laki-laki Perempuan

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

3. KONDISI EKONOMI

a. Potens i Unggulan Daerah

1) Ekspor Melalui DKI Jakarta

Nilai ekspor melalui DKI Jakarta sepanjang tahun 2013-2016 mencapai 183.585,90 juta US $. Dengan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2014 sebesar 48.079,48 juta US$ dan terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 42.072,84 juta US$.

2) Ekspor Produk DKI Jakarta

Nilai ekspor produk-produk DKI Jakarta sepanjang tahun 2013-2016 mencapai 44.272,44 juta US$. Dengan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2014 sebesar 11.546,19 juta US$ dan nilai ekspor terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 10.317,96 juta US$. Ekspor ini mempunyai pengaruh langsung terhadap perekonomian Jakarta karena dihasilkan oleh unit usaha yang berdomisili di wilayah DKI Jakarta.

Uraian 2013 2014 2015 2016

Ekspor Produk DKI Jakarta 11.375,24 11.546,19 10.317,96 11.033,05 Ekspor Melalui DKI Jakarta 47.401,88 48.079,48 42.072,84 46.031,70

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.6

Nilai Ekspor Melalui DKI Jakarta dan Ekspor Produk DKI Jakarta

5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00 35.000,00 40.000,00 45.000,00 50.000,00 2013 2014 2015 2016

(25)

BAB I PENDAHULUAN

Berdasarkan negara tujuan, selama tahun 2013-2016 produk DKI Jakarta paling banyak diekspor ke negara Singapura sebesar 5.805,99 juta US$, diikuti Amerika Serikat dan Filipina sebesar 4.184,10 juta US$ dan 4.052,82 juta US$.

Adapun ekspor produk-produk DKI Jakarta berdasarkan negara tujuan dapat dilihat pada Tabel 1.5

Sedangkan berdasarkan golongan barang, selama tahun 2013-2016 DKI Jakarta paling banyak mengekspor komoditas Kendaraan dan bagiannya sebesar 11.863,83 juta US$, diikuti Perhiasan/Permata sebesar 6.532,82 juta US$ dan Mesin-mesin/ Pesawat Mekanik sebesar 3.521,31 juta US$. Adapun ekspor produk-produk DKI Jakarta berdasarkan golongan barang dapat dilihat pada Tabel I.6 berikut.

2013 2014 2015 2016 ASEAN 3.985,59 3.959,64 4.498,54 5.117,02 1 Philippines 727,95 953,22 900,78 1.470,87 2 Singapore 1.298,09 1.139,26 1.726,22 1.642,42 3 Thailand 845,39 666,91 695,68 772,41 4 Malaysia 666,39 710,30 654,65 641,41 5 Vietnam 349,07 360,69 413,65 486,53 Asean Lainnya 98,70 129,26 107,56 103,38 ASIA 4.095,07 4.457,19 4.170,97 3.166,67 6 Hongkong 743,61 826,66 404,78 506,84 7 Saudi Arabia 697,82 838,56 949,18 422,49 8 Tiongkok 694,24 585,11 580,68 654,49 9 Japan 579,93 551,77 469,50 448,13 10 United Arab Emirates 382,64 464,20 213,48 Asia Lainnya 996,83 1.190,89 1.766,83 921,24 Australia dan Oceania - - 310,29 298,33

11 Australia 254,23 232,82

Australia dan Oceania lainnya 56,06 65,51 Amerika 1.435,15 1.543,29 1.412,30 1.418,09 12 United States 1.105,06 1.108,39 1.011,23 959,42 Amerika Lainnya 330,09 434,90 401,07 458,67 Total 12 Negara 8.090,19 8.205,07 8.060,58 8.451,31 Lainnya 3.285,05 3.341,12 3.483,57 2.581,74 Total 11.375,24 11.546,19 11.544,15 11.033,05

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Tabel I.5

Ekspor Produk-produk DKI Jakarta menurut Negara Tujuan

(26)

BAB I

PENDAHULUAN

3) Impor

Nilai impor melalui DKI Jakarta sepanjang tahun 2013-2016 mencapai 317.335,42 juta US $. Dengan nilai impor tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 90.108,00 juta US$ dan terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 71.154,56 juta US$.

Adapun impor yang dilakukan melalui DKI Jakarta dapat dilihat pada Grafik I.7 berikut.

2013 2014 2015 2016

1 Kendaraan dan Bagiannya 2636,08 3019,09 3179,15 3.029,51 2 Perhiasan/Permata 1356,08 1481,21 1860,28 1.835,25 3 Mesin-mesin/ Pesawat Mekanik 861,92 903,27 891,82 864,30 4 Pakaian Jadi Bukan Rajutan 666,06 680,63 638,3 498,95 5 Ikan dan Udang 714,26 682,48 618,35 759,07 6 Mesin/Peralatan Listrik 664,21 527,2 560,43 460,55 7 Barang-barang Rajutan 567,73 492,92 411,75 386,85

8 Berbagai Produk Kimia 248,20

9 Plastik dan Barang dari Plastik 272,25 284,71 244,01 220,94

10 Tembaga 279,9 247,58 244,56

Total 10 Komoditi 7.738,59 8.351,41 8.651,67 8.548,18

Lainnya 3.636,65 3.194,78 2.892,48 2.484,87

Total Ekspor Produk DKI Jakarta 11.375,24 11.546,19 11.544,15 11.033,05 Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Tabel I.6

Nilai Ekspor Produk DKI Jakarta Menurut Golongan Barang HS 2 Dijit

NILAI CIF (JUTA US$) GOLONGAN BARANG

Uraian 2013 2014 2015 2016

Impor melalui DKI Jakarta 90.108,00 84.628,51 71.154,56 71.444,35

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.7

Impor Melalui DKI Jakarta 2013-2016 (Juta US$)

10.000,00 20.000,00 30.000,00 40.000,00 50.000,00 60.000,00 70.000,00 80.000,00 90.000,00 100.000,00 2013 2014 2015 2016

(27)

BAB I PENDAHULUAN

Berdasarkan golongan penggunaan barang atau Broad

Economic Category selama tahun 2013-2016, dari seluruh nilai

impor DKI Jakarta sebanyak 67,40 persennya didominasi oleh impor golongan penggunaan barang bahan baku dan penolong, disusul impor golongan penggunaan barang modal sebanyak 23,99 persen dan 8,61 persen golongan penggunaan barang konsumsi.

Selanjutnya impor melalui DKI Jakarta menurut golongan penggunaan barang dapat dilihat pada Grafik I.8 berikut.

Sedangkan nilai impor melalui DKI Jakarta menurut golongan barang harmonized system (HS) selama tahun 2013-2016, Mesin-mesin/Pesawat Mekanik mendominasi impor DKI Jakarta sebesar 60.338,19 juta US$, diikuti Mesin/Peralatan Listrik sebesar 48.195,28 juta US$ dan Kendaraan dan Bagiannya sebesar 21.982,84 juta US$ sebagaimana dapat dilihat pada Tabel I.7 berikut.

Uraian 2013 2014 2015 2016

Barang Konsumsi 6.829 7.109 6.139,53 7.191,00 Bahan Baku & Penolong 59.456 56.311 48.381,26 49.416,00 Barang Modal 23.822 21.184 16.633,77 14.387,00

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.8

Impor Melalui DKI Jakarta Menurut Golongan Penggunaan Barang

10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 2013 2014 2015 2016

(28)

BAB I

PENDAHULUAN

Sedangkan nilai impor melalui DKI Jakarta menurut negara asal selama tahun 2013-2016, negara Tiongkok mendominasi produk impor yang masuk melalui DKI Jakarta sebesar 72.993,08 juta US$, diikuti Jepang dan Thailand sebesar 50.767,67 juta US$ dan 27.294,96 juta US$ sebagaimana dapat dilihat pada Tabel I.8 berikut.

2013 2014 2015 2016

1 Mesin-mesin/Pesawat Mekanik 17.926,11 16.501,69 13.169,04 12.741,35 2 Mesin/Peralatan Listrik 13.524,28 12.503,64 11.090,61 11.076,75 3 Plastik dan Barang dari Plastik 5.169,69 5.264,54 4.444,29 4.488,94 4 Kendaraan dan Bagiannya 7.025,33 5.620,69 4.682,01 4.654,81 5 Besi dan Baja 5.222,25 4.619,84 3.578,94 3.670,61 6 Bahan Kimia Organik 2.556,49 2.356,92 2.002,22 1.999,52 7 Bahan Bakar Mineral 3.999,14 3.941,41 2.409,41 1.712,81 8 Perangkat Optik 1.791,86 1.603,67 1.567,84 1.845,54 9 Kapas 1.931,75 1.743,46 1.472,93 1.465,31

10 Kain Rajutan 1.083,47

Total 10 Komoditi 59.146,90 54.155,86 44.417,29 44.739,11 Lainnya 30.960,53 30.484,95 26.737,27 26.705,24 Total Impor Melalui DKI Jakarta 90.107,43 84.640,81 71.154,56 71.444,35

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Tabel I.7

Nilai Impor Melalui DKI Jakarta menurut Golongan Barang HS 2 Dijit

NILAI CIF (JUTA US$) GOLONGAN BARANG

(29)

BAB I PENDAHULUAN

rubah negara pengimpornya? Produk apa yg berubah?

Selain ekspor dan impor, potensi daerah juga dapat dilihat dari gambaran tingkat kunjungan pariwisata. Sebagai kota tujuan wisata, DKI Jakarta memiliki fasilitas yang cukup memadai seperti hotel, tempat perbelanjaan dan objek wisata yang beragam. Disamping itu, inisiatif dan upaya berbagai kalangan untuk menyelengarakan event tetap berskala internasional, seperti Jakarta International Java Jazz, Indonesia Fashion Week, Jakarta Fashion and Food Festival dan event internasional lainnya menjadi alasan wisatawan mancanegara (wisman) untuk berkunjung ke Jakarta.

Jumlah wisman yang berkunjung ke DKI Jakarta selama tahun 2013-2016 sebesar 9,52 juta kunjungan. Secara grafis kunjungan wisatawan mancanegara yang berkunjung ke DKI Jakarta selama 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Grafik I.9 berikut.

2013 2014 2015 2016 ASEAN 20.968,04 20.071,03 17.254,99 16.880,06 1 Singapore 6389,19 5887,84 5216,71 4.499,93 2 Thailand 8164,13 7351,82 5717,84 6.061,17 3 Malaysia 3552,22 3553,43 2707,2 2.548,61 4 Vietnam 2123,9 2491,16 2314,3 2.451,77 Asean Lainnya 738,6 786,78 1298,94 1.318,58 ASIA 48.996,51 65.788,68 38.381,74 39.093,38 5 Tiongkok 19182,43 18574 17063,49 18.173,16 6 Japan 15770,1 14057,26 10540,44 10.399,87 7 Korea, Republic Of 6669,47 6527,66 5005,14 4.735,33

8 Taiwan, Province Of China 2819,37 2480,44 2107,39 2.015,18

9 Hongkong 1352,45 1.248,29

Asia Lainnya 4555,14 24149,32 2312,83 2.521,55

AUSTRALIA dan OCEANIA 2.819,84 3.029,74 2.292,97 2.351,55

10 Australia 2284,48 2431,2 1855,24 1.876,11

Australia dan Oceania Lainnya 535,36 598,54 437,73 475,44 AMERIKA 7.001,42 6.393,75 5.706,10 5.552,99 11 United States 4902,42 4433,92 4115,88 3.968,56 Amerika Lainnya 2099 1959,83 1590,22 1.584,43 EROPA 9.595,08 8.601,63 7.619,66 7.596,82 12 Germany 2472,19 2499,98 2180,35 2.080,13 Eropa Lainnya 7122,89 6101,65 5439,31 5.516,69 Total 12 Negara 74.329,90 70.288,71 60.176,43 60.058,11 Lainnya 15777,53 14316,1 10978,13 11.386,24 Total 90.107,43 84.604,81 71.154,56 71.444,35

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

NEGARA ASAL

Impor Melalui DKI Jakarta menurut Negara Asal

Tabel I.8

(30)

BAB I

PENDAHULUAN

b. Pertumbuhan Ek onomi

Perekonomian DKI Jakarta selama tahun 2013-2016 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (tahun dasar 2010) mencapai 7.468,99 triliun rupiah dan PDRB perkapita per tahun mencapai 207,99 juta rupiah pada tahun 2016, meningkat sebesar 69,13 juta rupiah dari kondisi awal RPJMD sebesar 138,86 juta rupiah pada tahun 2012. Ekonomi DKI Jakarta sepanjang tahun 2013-2016 rata-rata telah tumbuh sebesar 5,95 persen per tahunnya atau diatas rata-rata nasional yang tumbuh sebesar 5,15 persen. Pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha. Pengangkutan dan Komunikasi merupakan lapangan usaha yang mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 10,54 persen dan diikuti oleh Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan sebesar 5.56 persen.

Struktur perekonomian DKI Jakarta menurut lapangan usaha sepanjang tahun 2013-2016 didominasi oleh empat lapangan usaha utama yaitu Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan (28,97

Uraian 2013 2014 2015 2016

Kunjungan Wisatawan

Mancanegara (Juta Kunjungan) 2,31 2,32 2,38 2,51

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.9

Jumlah Wisatawan Mancanegara Yang Berkunjung ke DKI Jakarta

2,20 2,25 2,30 2,35 2,40 2,45 2,50 2,55 2013 2014 2015 2016

(31)

BAB I PENDAHULUAN

persen); Perdagangan, Hotel dan Restoran (21,16 persen); Industri Pengolahan (14,54 persen); Konstruksi (12,05 persen) dan Pengangkutan dan Komunikasi (10,54 persen).

c. Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat harga.

Inflasi di DKI Jakarta selama tahun 2013-2016 bergerak fluktuatif dengan kecenderungan tren menurun. Titik terendah inflasi terjadi pada tahun 2016 sebesar 2,37 persen, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi tahun 2013 sebesar 8,00 persen, maupun inflasi tahun

Uraian 2013 2014 2015 2016

DKI Jakarta 6,11 5,95 5,88 5,85 Nasional 5,78 5,01 4,79 5,02

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.10

Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta dan Nasional (Persen)

4,50 4,70 4,90 5,10 5,30 5,50 5,70 5,90 6,10 6,30 6,50 2013 2014 2015 2016

(32)

BAB I

PENDAHULUAN

2014 sebesar 8,95 persen. Pencapaian penurunan inflasi ini terutama dipengaruhi oleh perkembangan harga energi internasional yang masih terjaga, dan diikuti oleh penurunan harga-harga komoditas energi dan transportasi di Jakarta. Selain itu pencapaian penurunan inflasi ini juga dipengaruhi oleh harga pangan yang terkendali, sebagai hasil dari kebijakan pemerintah dalam hal perbaikan manajemen stok dan efisiensi rantai pasokan pangan.

Uraian 2012 2013 2014 2015 2016

DKI Jakarta 4,52 8,00 8,95 3,30 2,37 Nasional 4,30 8,38 8,36 3,35 3,02

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.11

Inflasi DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2012 - 2016 (%)

2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 2012 2013 2014 2015 2016

(33)

BAB I PENDAHULUAN

Kenapa bagian transportasi deflasi???

4. KONDISI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM)

Dalam melakukan pengukuran keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan ekonominya saja, tetapi juga mencakup kualitas manusianya. Oleh karena itu, konsep pengukuran keberhasilan pembangunan harus berorientasi kepada pelakunya (manusia atau masyarakatnya), yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas masyarakat sebagai manusia. Pembangunan manusia yang mencakup tiga dimensi pokok yaitu kesehatan (umur panjang), pendidikan (pengetahuan) dan daya beli (standar kehidupan layak) dapat dilihat dari perkembangan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di suatu wilayah. Mulai tahun 2014, IPM dihitung menggunakan metode baru, mengikuti rekomendasi dari United Nations Development Programme (UNDP). Perubahan metode tersebut adalah pada penggunaan variabel rata-rata

Uraian 2013 2014 2015 2016

Umum 8,00 8,95 3,30 2,37

Bahan Makanan 11,57 12,77 4,86 5,31 Makanan Jadi, Minuman, Rokok &Tembakau 9,74 11,92 7,01 4,02 Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 5,70 8,54 3,52 2,42

Sandang 1,05 2,92 4,92 4,17

Kesehatan 3,65 4,78 4,75 3,96 Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 1,39 3,08 4,01 0,86 Transp, Kom, dan Jasa Keuangan 14,86 10,53 (1,30) (1,28)

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.12

Laju Inflasi DKI Jakarta menurut Kelompok Pengeluaran

8,00 8,95 3,30 2,37 11,57 12,77 4,86 5,31 9,74 11,92 7,01 4,02 5,70 8,54 3,52 2,42 1,05 2,92 4,92 4,17 3,65 4,78 4,75 3,96 1,39 3,08 4,01 0,86 14,86 10,53 (1,30) (1,28) (4,00) (2,00) 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 2013 2014 2015 2016 Umum Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok &Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga Transp, Kom, dan Jasa Keuangan

(34)

BAB I

PENDAHULUAN

lama sekolah serta indeksnya dihitung dengan rata-rata geometrik sehingga untuk IPM tahun 2013 telah direkalkulasi dengan metode baru tersebut.

Nilai IPM DKI Jakarta selama tahun 2013-2016 terus meningkat setiap tahunnya sekaligus menjadi Provinsi dengan nilai IPM tertinggi se-Indonesia. Pada tahun 2013 IPM DKI Jakarta sebesar 78,08 dan terus meningkat hingga pada tahun 2016 IPM DKI Jakarta menjadi sebesar 79,60. Secara grafis nilai IPM DKI Jakarta selama 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Grafik I.13 berikut.

Diantara Kota/ Kab Administrasi di Provinsi DKI Jakarta, angka IPM Kota Jakarta Selatan adalah yang paling tinggi diantara wilayah lainnya di Jakarta. Sementara untuk indeks pendidikan, yang diwakili oleh indikator HLS dan RLS, Kota Jakarta Timur menempati posisi yang paling tinggi se-DKI Jakarta. Secara grafis nilai IPM Kota/ Kab Administrasi se-se-DKI Jakarta selama 4 tahun terakhir dapat dilihat pada Grafik I.14 berikut.

Indikator Satuan 2013 2014 2015 2016

IPM 0-100 78,08 78,39 78,99 79,60

Angka harapan hidup saat lahir (AHH) Tahun 72,19 72,27 72,43 72,49

Harapan lama sekolah (HLS) Tahun 12,24 12,38 12,59 12,73

Rata-rata lama sekolah (RLS) Tahun 10,47 10,54 10,70 10,88

Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Ribu Rupiah 16.828,00 16.898,00 17.075,00 17.468,00

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.13

Indeks Pembangunan Manusia DKI Jakarta Tahun 2013 - 2016

78,08 78,39 78,99 79,60 78,00 78,50 79,00 79,50 80,00 2013 2014 2015 2016 IPM

(35)

BAB I PENDAHULUAN Indikator 2013 2014 2015 2016 Jakarta Pusat 78,81 79,03 79,69 80,22 Jakarta Utara 77,16 77,29 78,30 78,78 Jakarta Barat 78,79 79,38 79,72 80,34 Jakarta Selatan 82,72 82,94 83,37 83,94 Jakarta Timur 79,88 80,40 80,73 81,28 Kepulauan Seribu 67,62 68,48 68,84 69,52 DKI Jakarta 78,08 78,39 78,99 79,60

Sumber : BPS Provinsi DKI Jak arta 2014-2017

Grafik I.14

Indeks Pembangunan Manusia Provinsi dan Wilayah Kota/KabTahun 2013-2016

78,81 79,03 79,69 80,22 77,16 77,29 78,30 78,78 78,79 79,38 79,72 80,34 82,72 82,94 83,37 83,94 79,88 80,40 80,73 81,28 67,62 68,48 68,84 69,52 78,08 78,39 78,99 79,60 65,00 67,00 69,00 71,00 73,00 75,00 77,00 79,00 81,00 83,00 85,00 2013 2014 2015 2016 Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu DKI Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Penelitian dilakukan dengan mengambil siswa/i remaja SMA di SMA Negeri 1 Kota Medan sebagai sampel penelitian guna melihat adakah pengaruh antara penggunaan media sosial

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang telah terdiagnosis lepra BL/LL dengan ENL dan kriteria eksklusia dalah pasien lepra BL/LL dengan pengobatan MDT yang

Sedangkan untuk jenis perpustakaan khusus biasanya memiliki pustakawan ahli dan petugas lapangan dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, mengingat yang menjadi pengguna pada jenis

Hasil ini menunjukkan bahwa dugaan yang diperoleh dengan algoritma cepat penduga GS untuk data dengan pencilan mempunyai efisiensi yang lebih baik dari pada yang diperoleh

dapat merubah urutan integrasi dengan mengacu pada sketsa daerah integrasi

Untuk mengetahui tingkat kualitas warna yang lebih baik lagi, sebaiknya dilakukan lagi penelitian tentang pengaruh konsentrasi tepung wortel pada pakan terhadap

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Investment Opportunity Set (IOS) mempunyai pengaruh