• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Langsat Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2017"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA KELAS X-6 SMA NEGERI 2 TANJUNG PADA KONSEP JAMUR DENGAN MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE JIGSAW

H. Hidayat

Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Tanjung Tabalong Kalimantan Selatan

ABSTRAK

Rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran boleh jadi cara mengajar guru kurang menarik dan monoton sehingga kebanyakan siswa di kelas kurang tertarik mengikuti pembelajaran Di antara upaya meningkatkan pemahaman siswa, maka guru bisa menerapkan strategi ataupun model pembelajaran yang bisa membantu memotivasi siswa dalam memahami bahan ajar. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami bahan ajar diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung pada konsep Jamur dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang terdiri atas 2 siklus. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas. Data hasil penelitian berupa data kuantitatif diperoleh dari hasil pretes dan postes serta kemampuan mengerjakan LKS. Selanjutnya data kualitatif diperoleh dari hasil observasi aktivitas guru dan siswa. Objek penelitian adalah siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung Tahun Pelajaran 2009/2010 dengan jumlah siswa 35 orang, yang terdiri dari 24 orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari 80,00% pada siklus I menjadi 97,14% pada siklus II. Pemahanan siswa meningkat dari 73,71% menjadi 86,00% dengan ditandai adanya penurunan aktivitas melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak semestinya dilakukan siswa dari 6,88% menjadi 3,71%. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran meningkat dari 3,00 menjadi 3,47 dengan kategori baik serta pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat diterima dan mendapat respon positif dari 35 orang siswa yang ada di kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung.

Kata Kunci: Pemahaman, hasil belajar, aktivitas, Jamur, Jigsaw PENDAHULUAN

Seringkali di dalam kegiatan pembelajaran di kelas, guru mengalami permasalahan, seperti rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pada pokok bahasan tertentu, tetapi seringkali juga tidak ada upaya dari guru tersebut untuk mengatasi permasalahannya. Rendahnya pemahaman siswa terhadap materi pelajaran boleh jadi cara mengajar guru mengajar kurang menarik dan monoton sehingga kebanyakan siswa di kelas kurang tertarik mengikuti pembelajaran.

Kemampuan profesional guru amatlah penting dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara bahwa titik berat pembangunan pendidikan diletakkan pada peningkatan mutu setiap jenjang dan jenis pendidikan. Tetapi hal ini tidak mungkin tercapai apabila tidak disertai dengan usaha guru itu sendiri untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar (Usman & Setiawati, 2000).

Selain kemampuan profesional guru, maka perlu diperhatikan bagaimana cara

membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam belajar, sehingga siswa dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa. Menurut Biggs dan Telfer diantara motivasi belajar siswa ada yang dapat diperkuat dengan cara-cara pembelajaran. Motivasi instrumental, motivasi sosial dan motivasi berprestasi rendah misalnya dapat dikondisikan secara bersyarat agar terjadi peran belajar siswa. Adapun cara-cara pembelajaran yang berpengaruh pada proses belajar dapat ditentukan oleh guru. Kondisi eksternal yang berpengaruh pada hasil belajar adalah bahan belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, media dan sumber belajar serta subyek pembelajar itu sendiri (Dimyati & Mudjiono, 2002).

Secara umum pembelajaran Biologi di SMA Negeri 2 Tanjung cukup baik. Berdasarkan data pada buku nilai Biologi tahun pelajaran 2004/2005 rata-rata nilai akhir sebesar 6,46 (enam koma empat enam) dan tahun pelajaran 2005/2006 nilai rata-ratanya sebesar 6,52 (enam koma lima dua). Namun hasil belajar dua tahun terakhir ini belum

(2)

memenuhi ketuntasan belajar yang sudah ditetapkan di SMA Negeri 2 Tanjung sebesar 6,5. Berdasarkan pengalaman pengajar sendiri, selama ini seringkali mendapat permasalahan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-6 pada konsep tertentu. Pada konsep jamur hasil belajar dalam dua tahun terakhir yaitu masih ada beberapa siswa yang belum tuntas pada ulangan hariannya hingga mencapai 20,48% dari seluruh jumlah siswa kelas X-6. Pada tahun pelajaran 2004/2005 dari 210 siswa 39 siswa (18,57%) tidak tuntas belajar dan pada tahun pelajaran 2005/2006 dari 222 siswa 49 siswa (22,07% ) tidak tuntas belajar. Masih banyaknya siswa yang belum tuntas belajar tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar siswa pada konsep jamur masih belum maksimal, padahal konsep jamur sebenarnya termasuk konsep yang tidak terlalu sulit untuk bisa dipahami siswa.

Di samping hal tersebut di atas, pelaksanaan pembelajaran konsep jamur juga tidak banyak memerlukan media dan sarana penunjang karena konsep ini sangat erat kaitannya dengan benda dan makhluk hidup yang sudah ada di lingkungan sekitar, cuma permasalahannya dalam penyampaiannya selama ini guru cenderung sekadar menyampaikan materi yang ada di buku, dan siswa jarang dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran menjadi tidak menarik dan membosankan bagi siswa. Berdasarkan atas permasalahan-permasalahan tersebut maka guru berkeinginan untuk dapat memperbaiki proses belajar mengajar yang ada, sehingga diharapkan guru dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung.

Dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa, maka guru dapat menerapkan strategi ataupun model pembelajaran yang bisa membantu memotivasi siswa dalam memahami bahan ajar. Model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami bahan ajar diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen, setiap anggota tim bertanggung jawab untuk menentukan materi pembelajaran yang ditugaskan kepadanya, kemudian mengajarkan materi tersebut kepada teman sekelompoknya yang lain (Ibrahim, dkk. 2000:22).

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar siswa sudah banyak dilakukan orang, diantaranya adalah Lestari (2006) dalam penelitiannya pada konsep struktur dan fungsi sel sub konsep struktur sel maupun sub konsep fungsi sel, melaporkan bahwa hasil pretes menunjukkan

tingkat pemahaman siswa sebesar 57,6% dengan kategori kurang Kemudian Persentasi hasil belajar siswa (postes siklus I) pada sub konsep struktur sel telah meningkat dengan baik menjadi 78% dengan kategori baik. Selanjutnya pada siklus II, hasil belajar siswa pada sub konsep fungsi sel kembali meningkat yang sangat berarti menjadi 88% dengan kategori amat baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bekerjasama dengan guru biologi lainnya sebagai mitra kerja terdorong untuk melakukan sebuah penelitian tindakan kelas (PTK) dalam upaya meningkatkan pemahaman siswa kelas X umumnya dan kelas X-6 khususnya terhadap konsep Jamur dengan menerapkan “Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”.

Rumusan dan Batasan Masalah

Sehubungan dengan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti, yaitu:

a. Bagaimana meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung pada konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ?

b. Bagaimana meningkatkan aktivitas siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung dalam pembelajaran konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ?

c. Bagaimana aktivitas guru di kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung dalam pembelajaran konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ?

d. Bagaimana respon siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung terhadap pelaksanaan pembelajaran konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ?

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hasil belajar siswa ditentukan dari adanya peningkatan nilai pretes dan postes siklus I dan siklus II yang mengacu pada ketuntasan belajar.

b. Aktivitas siswa diukur dari adanya penurunan tidak terlibatnya siswa pada proses belajar mengajar.

c. Aktivitas guru dilihat dari adanya penurunan dominasinya dalam pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran dapat lebih berpusat pada siswa.

d. Respon siswa dilihat dari pendapat siswa tentang pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan angket respon siswa.

Tujuan dan Manfaat

(3)

a. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung pada konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

b. Untuk meningkatkan aktivitas siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung dalam pembelajaran konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

c. Untuk mengetahui aktivitas guru di kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung dalam pembelajaran konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

d. Untuk mengetahui respon siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung terhadap pelaksanaan pembelajaran konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Manfaat Penelitian ini adalah:

a. Bagi Siswa, yaitu dapat meningkatkan pemahamannnya terhadap materi pelajaran khususnya konsep jamur.

b. Bagi Guru, yaitu sebagai bahan informasi dan kajian untuk dapat meningkatkan kemampuan mengajarnya.

c. Bagi Peneliti, merupakan pengalaman berharga dalam pengembangan keilmuan dan selanjutnya dapat digunakan dalam pembelajaran sebagai upaya untuk peningkatan profesional kerja guru.

d. Bagi Sekolah, sebagai bahan referensi sehingga dapat dipelajari oleh guru-guru maupun pihak lain di kemudian hari.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Konstruktivis dalam Pembelajaran

Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokan dalam teori pembelajaran konstruktivis (Constructivist theories of learning). Menurut Nur dan Wikandari (2000) dalam Depdiknas (2004:9) teori konstruktivis ini lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks. Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekadar memberikan pengetahuan pada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan pada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus

memanjat anak tangga tersebut.

Pendekatan konstruktivis dalam pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara luas, berdasarkan teori bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah kompleks.

Pembelajaran Sains (IPA)

Sains berkaitan dengan cara mencari tahu dan proses penemuan tentang alam secara sistematis, selain memahami kumpulan pengetahuan ilmiah temuan saintis yang berupa fakta-fakta konsep-konsep, dan prinsip-prinsip sains. Ini berarti bahwa belajar sains tidak sekadar belajar informasi sains tentang fakta konsep prinsip hukum dalam wujud pengetahuan deklaratif (declarative

knowledge). Namun, belajar sains juga belajar tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi (terapan sains) bekerja dalam wujud pengetahuan prosedural (procedural

knowledge), termasuk kebiasaan bekerja ilmiah dengan menerapkan metode dan sikap ilmiah. Belajar sains seharusnya memfokuskan pada pemberian pengalaman secara langsung (lunds on

actiaity) dengan memanfaatkan dan menerapkan konsep, prinsip serta fakta sains temuan saintis. Dalam konteks ini, siswa perlu dilatih untuk mengembangkan sejumlah keterampilan ilmiah, yang disebut juga sebagai keterampilan proses sains, untuk memahami perilaku/gejala alam. Keterampilan itu antara lain, keterampilan mengamati, menggunakan alat dan bahan, mengajukan pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan percobaan, melaksanakan percobaan, menyimpulkan hasil percobaan, dan mengkomunikasikan temuan. Selain itu, selama kegiatan pembelajaran, siswa perlu dilatih untuk membiasakan beberapa sikap ilmiah seperti sikap ingin tahu, kerja sama/terbuka, tekun, dan peduli lingkungan (Sudibyo, 2003:1).

Sains ternyata tidak mudah untuk didefinisikan. Hal ini nampak dari banyaknya definisi tentang sains itu sendiri. Carin (1993) dalam Sudibyo (2003:3) mendefinisikan sains sebagai “Suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, yang dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gelaja-gejala alam”. Sedangkan Nokes dalam Sudibyo (2003:3) di dalam bukunya ‘Science in Education, menyatakan bahwa “sains merupakan pengetahuan teoritis yang diperoleh dengan metode khusus”. Tentunya masih banyak perumusan lain yang berusaha untuk menjelaskan tentang sains. Kedua pendapat di atas sebenarnya tidak berbeda. Memang benar bahwa sains merupakan suatu ilmu

(4)

teoritis, namun teori tersebut didasarkan atas pengamatan, percobaan-percobaan terhadap gejala-gejala alam.

Berdasarkan beberapa definisi tentang sains di atas sebenarnnya juga dapat kita amati adanya kesepakatan dari tiap-tiap definisi, yaitu bahwa pada dasarnya sains merupakan produk dan proses yang tak terpisahkan. Produk berupa kumpulan pengetahuan, dan proses berupa langkah langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh pengetahuan atau mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Dengan demikian, sains sebagai proses pada dasamya merupakan langkah-langkah yang biasa ditempuh oleh para ilmuwan (sainstis) untuk melakukan penyelidikan dalam rangka memburu penjelasan tentang gejala-gejala alam. Di samping melakukan proses (langkah-langkah tertentu), dalam mempelajari gejala alam, saintis juga harus mempunyai sikap ilmiah. proses itu misalnya, pengamatan, percobaan, dan analisis rasional. sedangkan sikap ilmiah tersebut misalnya obyektif dan jujur pada saat sedang nengumpulkan dan menganalisis data. Dengan menggunakan proses dan sikap ilmiah itu sainstis memperoleh penemuan-penemuan yang merupakan produk ilmiah atau produk sains. Produk ilmiah itu dapat berupa fakta, konsep, prinsip atau hukum, dan teori. Dengan demikian, pada hakikatnya sains terdiri atas tiga komponen, yaitu: sikap ilmiah, proses ilmiah, dan produk ilmiah. Jadi sains tidak hanya terdiri atas kumpulan pengetahuan atau berbagai macam fakta yang dihafal namun sains juga merupakan kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam yang belum dapat diterangkan. Sebagian besar sains terdiri atas penyelidikan dan studi sistematis terhardap hakikat alam. Kumpulan pengetahuan tumbuh setiap saat penyelidikan memperoleh informasi baru. sains menggunakan apa yang telah diketahui sebagai batu loncatan untuk memahami apa yang belum diketahui. Suatu masalah dalam sains yang telah dirumuskan dan kemudian berhasil dipecahkan akan memungkinkan terbukanya masalah baru yang meminta pemecahan lagi. Demikian seterusnya sehingga memungkinkan sains berkembang secara dinamis. Akibatnya kumpulan pengetahuan sebagai produk sains juga bertambah (Sudibyo, 2003:4-5).

Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)

Perkembangan model pembelajaran kooperatif didasari oleh beberapa teori pembelajaran seperti teori Piaget oleh Jean Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa besar anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan

lingkungannya (Wasis dkk, 2002: 8). Selanjutnya Slavin (1994) dalam Wasis dkk. (2002:8-9) memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam kemajuan perkembangan intelektual. Teori Piaget mengansumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan intelektual yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu, guru harus melakukan upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-individu dan kelompok kecil siswa daripada dalam bentuk kelas utuh (klasikal).

Teori lain yang juga mendasari perkembangan model pembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning menurut Slavin (2000) dalam Wasis dkk. (2002:18-19) adalah teori pembelajaran konstruktivis. Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan untuk menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya adalah penekanan pada hakikat sosial dan pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Berdasarkan teori ini dikembangkan pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok (Corebima, dkk. 2002: 4).

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif menurut Corebima dkk. (2002:5) adalah:

1. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “ sehidup sepenanggungan bersama “.

2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri.

3. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4. Siswa haruslah membagi semua tugas dan tanggung jawab yang sama di antara anggota

(5)

kelompok.

5. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model kooperatif, menurut Corebima dkk. (2002:5-6) dapat memiliki ciri-ciri: 1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok dari ras, budaya, suku jenis kelamin yang berbeda. 4. Penghargaan lebih berorentasi kelompok

ketimbang individu.

Menurut Corebima dkk. (2002:7) terdapat 6 langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan motivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru saat siswa bekerjasama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Enam tahap pembelajaran kooperatif itu dirangkum pada Tabel 1 berikut

Tabel 1. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase -2

Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstarsi atau lewat bahan bacaan.

Fase -3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar

Guru menejelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efesien

Fase -4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase -5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresantasikan hasil kerjanya.

Fase -6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai usaha dan hasil belajar individu dan kelompok. (Sumber: Corebima, dkk. 2002:8)

Ada lima (5) tipe/variasi dalam model pembelajaran kooperatif ini, yaitu : 1) Student

Teams-Achievement Division (STAD), 2) Teams

Games-Tournaments (TGT), 3) Jigsaw, 4)

Think-Pair-Share (TPS) dan 5) Numbered -Head and

Together (NHT). Dari 5 tipe pembelajaran kooperatif tersebut, penelitian tindakan ini menerapkan tipe jigsaw.

Pembelajaran Koperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw telah dikembangkan dan diujicoba oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slaven dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Dalam penerapan Jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan 5 atau 6 anggota kelompok belajar heterogen. Dalam setiap anggota kelompok heterogen diupayakan pemerataan tingkat kemampuan belajar siswa, jenis kelamin dan suku bangsa (anggota kelompok terdiri atas laki-laki-perempuan, siswa pandai-sedang-cukup dan berbagai suku bangsa jika ada). Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap anggota bertanggungjawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan itu. Sebagai contoh, jika materi yang diajarkan itu adalah alat ekskresi, seorang siswa mempelajari tentang ginjal, siswa lain mempelajari tentang hati, siswa lainnya lagi mempelajari tentang kulit dan yang terakhir belajar tentang paru-paru. Anggota kelompok lain yang mendapat tugas dengan topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Dengan demikian terdapat kelompok ahli ginjal, hati, kulit dan paru-paru. Selanjutnya anggota tim ahli ini kembali ke kelompok asal mengajar kan apa yang telah dipelajarinya di kelompok ahli kepada teman-teman di kelompok nya sendiri.

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, disusun langkah-langkah pokok (1) pembagian tugas, (2) pemberian lembar ahli, (3) mengadakan diskusi, dan (4) mengadakan kuis.

Rencana pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menurut Slavin (1995) ini diatur secara instruksional sebagai berikut:

1. Membaca: siswa memperoleh topik-topik ahli dan membaca materi tersebut untuk mendapatkan informasi.

2. Diskusi kelompok ahli: siswa dengan topik-topik ahli yang sama bertemu untuk mendiskusikan topik tersebut.

3. Diskusi kelompok: ahli kembali ke kelompok asalnya untuk menjelaskan topik pada

(6)

kelompoknya.

4. Kuis: siswa memperoleh kuis individu yang mencakup semua topic

5. Penghargaan kelompok: perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok.

Materi Pembelajaran

Divisi Zygomycotina

Termasuk organisma eukariotik, tidak berklorofil (bersifat heterotrof), dinding sel dari kitin, struktur tubuh terdiri atas hifa tidak bersekat yang disebut senositik, berinti banyak, pembiakan aseksual dengan membentuk sporangiospora dan seksual dengan konjugasi. Hidup saprofit dengan cara menguraikan bahan organik yang sudah mati.

Sebagai parasit, mendapatkan makanan dengan menyerap bahan organik yang masih menjadi bagian dari inang yang hidup. Jenis-jenis jamur anggota Zygomycotina adalah Mucor

mucedo, Rhizopus nigricans, Rhizopus oryzae, Rhizopus nodusus, Rhizopus stolonifer, Rhizopus oligosporus, Phytophtora infestans, Phytophtora nicotianae, Phytophtora palmifora, Plasmapora viticola, Saprolegnia parasitica dan Pilobolus.

Proses reproduksi secara aseksual dengan membentuk sporangiospora yang dihasilkan oleh sporangium pada miselium yang tegak. reproduksi seksual pada zygomycota dimulai dengan bertemunya hifa + dan hifa -. Kedua hifa tersebut akan membentuk gametangia yang didalamnya mengandung banyak inti. Gametangia akan terpisah dari hifa melalui pembentukan septa. Sel gametangia akan melebur melalui plasmogami yang menyebabkan bersatunya plasma kedua gametangia. Peristiwa ini diikuti dengan peleburan inti-inti haploid yang bersesuaian (kariogami) sehingga terbentuk zigot berinti dipoid. Zigot akan membentuk zigospora di dalam suatu kantung yang disebut zigosporangium. Kantung tersebut dapat berisi zigospora lebih dari satu. Meiosis terjadi saat zigospora membentuk kecambah

Sebagai saprofit ada yang hidup pada kotoran ternak (Mucor mucedo dan Pilobolus),

menghasilkan asam fumarat, pemasak buah-buahan (Rhizopus nigricans), menghasilkan asam laktat (Rhizopus nodusus) dan untuk membuat tempe (Rhizopus oryzae dan Rhizopus stolonifer), jamur roti (Rhizopus nigricans).

Ada juga yang hidup sebagai parasit, misalnya parasit pada kentang (Phytophtora

infestans), parasit pada tembakau (Phytophtora

nicotianae), parasit pada lada dan coklat

(Phytophtora palmifora), parasit pada anggur

(Plasmapora viticola dan Saprolegnia

Parasitica).

Divisi Ascomycotina

Ascomycotina memiliki ciri-ciri yaitu hifa bersekat dan berinti banyak, struktur tubuh ada yang bersel satu dan ada yang bersel banyak membentuk miselium atau tubuh buah (askokarp), dinding sel kitin, hidup saprofit, parasit atau bersimbiosis, reproduksi aseksual dengan tunas dan secara seksual dengan pembentukan spora di dalam askus. Contoh jamur Ascomycotina di antaranya jenis-jenis Saccharomyces, Penicillium dan Aspergillus.

Cara perkembangbiakan jamur Ascomycotina secara aseksual atau vegetatif adalah :

o dengan spora atau klamidospora (spora yang berdinding tebal),

o dengan fragmentasi, yaitu dengan pemisahan sebagian cabang dari miselium yang selanjutnya tumbuh menjadi individu baru atau o dengan tunas (budding) yaitu pada

Saccharomyces.

Reproduksi seksual dicirikan melalui pembentukan kantung askus yang berisi askospora dan terdapat di dalam tubuh buah

askokarp. Sel vegetatif atau hifa janur ini bersifat heterokariot atau

homokariot. Sel atau hifa yang bersesuaian, ascogonia dan anteridia akan bertemu dan melebur sehingga membentuk kantung askus berisi zigot. Zigot mengalami meiosis dan diikuti dengan mitosis sehingga terbentuk 8 askospora atau kelipatannya

Penelitian Yang Relevan

Rusnawati (2006) dalam penelitian pada siswa kelas X-I SMAN 1 Astambul melaporkan telah terjadi peningkatan pemahaman siswa pada konsep sistem gerak pada manusia. Dilihat dari nilai rata-rata siswa dari 44,58 menjadi 72,5 pada siklus I dan secara klasikal ketuntasan belajar siswa pada siklus I adalah 87,5%, sedangkan pada siklus II hasil penelitian menunjukkan juga terjadi peningkatan pemahaman siswa, dilihat dari nilai rata-rata siswa dari 50,42 naik menjadi 80,42 dan secara klasikal ketuntasan belajar siswa mencapai 100%, artinya semua siswa sudah mencapai/melampaui batas ketuntasan individu.

Lestari (2006) dalam penelitiannya pada siswa kelas XI IPA di MAN I Marabahan Konsep Struktur dan Fungsi Sel dengan menggunakan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw diperoleh hasil penelitian peningkatan pemahaman siswa, hasil Pretes menunjukkan tingkat pemahaman siswa sebesar 57,6% dengan kategori kurang Kemudian Persentasi hasil belajar siswa (postes siklus I) pada sub konsep struktur sel telah meningkat dengan baik menjadi 78% dengan kategori baik. Selanjutnya pada siklus II, hasil

(7)

belajar siswa pada sub konsep fungsi sel kembali meningkat yang sangat berarti menjadi 88% dengan kategori amat baik.

METODOLOGI

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu kajian yang bersifat reflektif untuk meningkatkan kemampuan rasional, memperdalam pengalaman serta mmperbaiki kondisi pembelajaran di kelas. Penelitian Tindakan Kelas ini berlangsung dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II dimana kedua siklus tersebut merupakan rangkaian kegiatan yang berkaitan. Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini merupakan perbaikan berdasarkan hasil refleksi pada siklus sebelumnya (siklus I). Masing-masing siklus memuat langkah-langkah PTK, yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2009 di SMA Negeri 2 Tanjung pada kelas X-6 semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010.

Penelitian tindakan kelas ini dilakukan terhadap siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung Tahun Pelajaran 2009/2010 dengan jumlah siswa 35 orang, yang terdiri dari 24 orang siswa laki-laki dan 11 orang siswa perempuan. Jumlah siswa tersebut masing-masing dibagi dalam 7 kelompok masing-masing terdiri dari 5 anggota kelompok.

Data hasil penelitian dianalisis dengan teknik prosentase dengan indikator keberhasilan siswa dalam belajar, dilihat dari ketuntasan belajar secara individual. Ketuntasan belajar siswa individu tercapai bila siswa tersebut mendapat nilai ≥ 60. Ketuntasan klasikal, tercapai bila 80% siswa memperoleh nilai minimal ≥ 60, dilihat dari nilai postes. Jika terjadi peningkatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung, ditandai dengan terjadinya penurunan aktivitas siswa yang seharusnya tidak dilakukan (off task) selama pembelajaran berlangsung.

Terlaksananya pembelajaran sesuai RPP yang telah disusun, dilihat dari aktivitas guru selama pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw berlangsung.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Belajar Siswa

Hasil penelitian menunjukkan pada siklus I nilai rata-rata pretes siswa adalah 38,29 dengan ketuntasan klasikal 20,00%. Dari 35 siswa yang ada 7 siswa tuntas belajar, 28 siswa tidak tuntas belajar. Banyaknya siswa yang tidak tuntas pada pelaksanaan pretes terjadi karena pengetahuan awal siswa tentang konsep jamur masih sedikit, disebabkan materi pelajaran ini termasuk suatu yang baru bagi sebagian besar siswa kelas X-6. Setelah pelaksanaan kegiatan pembelajaran siklus

I dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, maka hasil postes menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dengan nilai rata-rata siswa 73,71 dan ketuntasan klasikalnya 80,00% dimana siswa yang tuntas belajar mencapai 28 orang, tidak tuntas 7 orang siswa. Peningkatan hasil belajar siswa pada pelaksanaan postes siklus I ini dimungkinkan karena selama pembelajaran berlangsung siswa dilibatkan secara aktif untuk belajar bersama-sama saling memberi dan menyampaikan ide-ide dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Disamping itu penggunaan model pembelajaran ini membuat siswa merasa senang dan termotivasi dalam belajar sehingga hasil belajar mereka dapat meningkat. Pembelajaran pada siklus I ini sudah bisa dikatakan berhasil, karena Persentasi ketuntasan klasikal yang tercapai pada pelaksanaan postes sudah memenuhi batas ketuntasan yang ditetapkan sebesar 80% dan bahkan lebih. Namun demikian untuk mengetahui efektifitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini dalam upaya mengoptimalkan pemahaman siswa dan hasil belajar siswa, maka pembelajaran siklus II tetap dilaksanakan sebagaimana yang sudah dirancang sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata pretes siklus II adalah 45,71 dengan ketuntasan klasikal 34,29%, siswa yang tuntas belajar ada 12 orang sementara tidak tuntas ada 23 siswa. Jika diibanding dengan hasil pretes siklus I maka hasil pretes siklus II mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw menjadikan pembelajaran yang lebih bermakna bagi siswa. Kemudian dari hasil postes dapat diketahui nilai rata-rata postes juga meningkat menjadi 86,00 dengan ketuntasan klasikal mencapai 97,14%, siswa yang tuntas belajar mencapai 34 orang, dan hanya 1 siswa yang tidak tuntas. Pencapaian ketuntasan 97,14% ini dimungkinkan karena pada siklus II siswa sudah beradaptasi dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sehingga mereka merasa lebih mudah dalam dalam memahami bahan ajar yang ada. Persentasi yang dicapai pada siklus II ini, menunjukkan keberhasilan dalam pembelajaran, karena ketuntasan yang dicapai sudah memenuhi batas ketuntasan yang ditetapkan sebesar 80% dan bahkan lebih. Dengan demikian indikator keberhasilan siswa dalam belajar sudah dapat terpenuhi. Dari hasil penelitian siklus I dan siklus II maka dapat diambil kesimpulan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung pada konsep

(8)

jamur.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar siswa sudah banyak dilakukan orang, di antaranya adalah yang dilakukan oleh Fitriyana, (2006) dalam penelitiannya melaporkan bahwa dengan pembelajaran berdasarkan masalah pada sub konsep kegiatan manusia yang mempengaruhi keanekaragaman hayati dapat meningkatkan ketuntasan belajar secara klasikal yakni 90,3%. Kemudian Supramono, (2005) juga melaporkan bahwa berdasarkan hasil uji hipotesis terhadap penerapan model perangkat yang dikembangkan dengan pendekatan pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan tes hasil belajar produk siswa, tes hasil belajar proses berpikir siswa, dan tes hasil belajar kinerja keterampilan berpikir siswa.

Peningkatan Pemahaman Siswa

Peningkatan pemahaman siswa terhadap bahan ajar yang diberikan pada setiap siklus dapat diketahui dari tingkat penguasaan siswa terhadap soal-soal yang diberikan guru melalui pemberian pretes dan postes setiap siklusnya. Hasil penelitian menunjukkan tingkat penguasaan soal pretes dan postes siklus I pada materi jamur. Hasil pretes menunjukkan rata-rata tingkat penguasaan soal adalah 38,29% (sangat kurang). Berdasarkan ketuntasan belajar yang ditetapkan pada KKM sebesar 60, maka ada 3 soal yang telah memenuhi ketuntasan belajar, yaitu soal nomor 2, 5, 7, sedangkan untuk soal lainnya belum memenuhi ketuntasan belajar. Setelah pelaksanaan pembelajaran siklus I dari postes yang diberikan diperoleh hasil hampir semua soal memenuhi ketuntasan belajar, hanya soal nomor 6 yang tidak memenuhi ketuntasan belajar karena tingkat penguasaannya masih sangat kurang (45,71%). Namun rata-rata penguasaan untuk soal postes adalah baik (73,71%). Dari hasil yang dicapai pada pelaksanaan postes siklus I ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa pada materi jamur tentang Zygomycotina, terutama pada soal nomor 1, 3, 4, 8, 9, dan 10 karena soal-soal ini semula pada saat pretes tidak memenuhi ketuntasan belajar kemudian pada postes menjadi memenuhi ketuntasan belajar siswa.

Hasil penelitian menunjukkan tingkat penguasan soal pretes rata-rata adalah 45,71% (sangat kurang) di mana ada 4 soal yang telah memenuhi ketuntasan belajar, yaitu soal nomor 1, 3 5, 7, sedangkan untuk soal lainnya belum memenuhi ketuntasan belajar. Dan untuk hasil postes menunjukkan semua soal sudah berhasil dikuasai siswa dengan rata-rata penguasaan soal postes mencapai 86,00% (sangat baik). Hasil ini

menunjukkan adanya peningkatan pemahaman siswa pada materi jamur, terutama pada soal nomor 2, 4, 6, 8, 9, dan 10 yang semula pada saat pretes tidak memenuhi ketuntasan belajar kemudian pada postes menjadi memenuhi ketuntasan belajar siswa.

Hasil Proses Pembelajaran Koopertif tipe Jigsaw

Hasil penelitian menunjukkan hasil proses pembelajaran siswa siklus I pada pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan diperoleh dari hasil siswa mengerjakan tugas bersama dalam kelompok. Pada siklus I nilai rata-rata kelompok siswa adalah 67,71. Kemudian hasil proses belajar siswa siklus II nilai rata-rata kelompok siswa mengalami peningkatan menjadi 70,29. Peningkatan nilai proses belajar siswa ini disebabkan oleh siswa mampu beradaptasi dengan model pembelajaran yang disajikan guru sehingga siswa dalam kelompok-kelompok belajar lebih mudah dalam memahami konsep jamur dan akhirnya dapat meningkatkan pemahaman dan hasil belajar mereka.

Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Pada siklus I saat pembagian tugas di kelompok asal masih ada beberapa siswa berebutan topik/materi untuk didiskusikan pada kelompok ahli. Dan pada kegiatan di kelompok ahli masih ada beberapa anggota kelompok kurang terlibat dalam tugas, nampaknya diskusi didominasi oleh siswa-siswa tertentu yang kemampuannya lebih baik. Dalam diskusi, siswa masih ragu-ragu dalam berdiskusi, baik pada kelompok ahli maupun pada kelompok asalnya. Dan dari hasil penelitian menunjukkan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran siklus I adalah 83,93%. Pada umumnya siswa sudah melakukan semua kategori yang ada, hanya kategori dalam mengajukan pertanyaan masih sedikit siswa yang melakukannya, bahkan masih di bawah 50%, yaitu hanya 28,57%. Hal ini bisa terjadi dikarenakan siswa masih banyak yang belum terbiasa bertanya karena pola pembelajaran yang selama ini dilaksanakan tidak memungkinkan siswa untuk bisa banyak bertanya, dalam keseharian guru cenderung memberi ceramah kepada siswa, sehingga siswa cenderung pasif.

Kemudian pada siklus II pada saat pembagian tugas di kelompok asal sudah berjalan dengan baik, mereka sudah bisa berbagi materi ahli/topik ahli tanpa berebutan untuk didiskusikan pada kelompok ahli. Aktivitas siswa pada kegiatan diskusi di kelompok ahli juga menunjukkan kemajuan walaupun masih ada beberapa orang

(9)

kurang terlibat dalam tugas. Diskusi berlangsung dengan baik, masing-masing kelompok ahli sudah menunjukkan kebersamaan dalam memecahkan masalah. Aktivitas siswa pada saat sharing informasi di kelompok asal juga berlangsung dengan baik dan lancar sehingga proses penyerapan informasi melalui tutor sebaya dapat dikatakan berhasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada siklus II keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw meningkat menjadi 90,36%. Pada umumnya siswa melakukan kategori yang ada, khususnya dalam mengajukan pertanyaan siswa yang melakukannya semakin bertambah dari 28,57% siswa pada siklus I menjadi 48,57% siswa pada siklus II. Dan untuk kategori yang lain siswa yang melakukannya juga mengalami peningkatan.

Hasil Observasi Kegiatan Yang Tidak

Semestinya Dilakukan Siswa

Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang semestinya tidak dilakukan siswa (off task). Dari hasil penelitian dapat diketahui kegiatan-kegiatan yang semestinya tidak dilakukan siswa mencapai 6,35%. Hasil ini menunjukkan bahwa sebagian siswa masih sering terlihat melakukan kegiatan yang semestinya tidak dilakukan dalam mengikuti pembelajaran, terlihat sebagian siswa masih sering berbicara yang tidak relevan dengan tugas dan mencoba menarik perhatian. Persentasi kegiatan yang tidak relevan tersebut masing-masing 14,29% dan 8,57% siswa. Hasil ini menggambarkan pada siklus I sebagian siswa masih belum terfokus dengan pembelajaran yang disajikan guru, ini terjadi karena siswa belum memahami model pembelajaran yang disajikan guru, dan juga sebagian siswa masih belum beradaptasi dengan kondisi pembelajaran yang diinginkan guru.

Hasil penelitian dapat diketahui kegiatan-kegiatan yang semestinya tidak dilakukan siswa pada pelaksanaan pembelajaran siklus II adalah 3,17%. Di sini sebagian siswa masih terlihat melakukan kegiatan-kegiatan ini, namun sudah tidak tidak sebanyak pada siklus I, artinya pada siklus II terjadi penurunan kegiatan-kegiatan yang semestinya tidak dilakukan siswa. Hasil ini menunjukkan bahwa siswa semakin terfokus dengan kegiatan pembelajaran, hal ini dimungkinkan karena siswa merasa senang dan tertarik dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang digunakan sehingga para siswa dengan mampu beradaptasi. Dengan demikian indikator aktivitas siswa pada penelitian ini dapat terpenuhi yaitu peningkatan keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran ditandai

dengan adanya penurunan kegiatan-kegiatan yang semestinya tidak dilakukan siswa.

Hasil Observasi Aktivitas Guru

Hasil penelitian terlihat bahwa kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siklus I dapat dikategorikan baik dengan penilaian dari observer 3. Pada umunnya guru/peneliti sudah melaksanakan fase-fasenya, Pada fase l, yaitu menyampaikan tujuan pembelajaran, appersepsi dan memotivasi siswa masih kurang maksimal dilakukan, Fase 3,pembagian kelompok jigsaw juga masih kurang maksimal. Pada bagian penutup terutama pelaksanaan test perlu waktu yang cukup, hal ini terjadi karena pengelolaan waktu kurang tepat. Pada suasana kelas, masih terlihat sebagian siswa kurang terlibat dalarn pembelajaran dan guru kurang memperhatikan hal tersebut sehingga tidak ada teguran terhadap kekurangan tersebut. Dari kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I ini guru mengadakan refleksi untuk dijadikan bahan pertimbangan perbaikan pada pelaksanaan pembelajaran siklus II.

Hasil penelitian diketahui kemampuan guru mengelola kegiatan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siklus II dapat dikategorikan baik dan mengalami peningkatan jika dibanding dengan pelaksanaan pembelajaran siklus I, yaitu menjadi 3,47. Peningkatan ini terjadi dikarenakan guru mampu melaksanakan refleksi dari pelaksanaan pembelajaran siklus I.

Respon Siswa Terhadap Pelaksanaan

Pembelajaran

Respon dari 35 siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung terhadap pelaksanaan pembelajaran pada konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah sebagai berikut:

Dari 35 siswa yang dijadikan responden dalam penelitian ini 31 siswa (88,6%) merasa memiliki tanggung jawab dalam kelompok untuk meyelesaikan tugas yang diberikan guru, dan 4 siswa lainnya (11,4%) menjawab tidak tahu apakah mereka memiliki tanggung jawab dalam kelompok untuk meyelesaikan tugas yang diberikan guru atau tidak.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang disajikan guru dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dari 35 siswa (100%) dalam bekerja kelompok untuk menyelesaikan masalah atau tugas yang diberikan oleh guru.

Dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw oleh guru, 28 siswa (80,0%) merasa dapat memudahkan dalam memahami konsep jamur, sehingga pada siklus I sudah tercapai ketuntasan 80,00% yang memenuhi ketuntasan

(10)

belajar siswa secara klasikal sebesar 80%, dan pemahaman siswa meningkat menjadi 97,14% pada silkus II. Namun ada 2 siswa (5,7%) yang merasa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw tidak memudahkan dalam memahami konsep jamur dan 2 siswa (5,7%) lainnya menyatakan tidak tahu, 20 siswa (57,1%) menyatakan strategi mengajar guru dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada konsep jamur memberi kebermaknaan dalam kehidupan sehari-hari, 3 siswa (8,6%) menjawab tidak dan 12 siswa (34,3%) menjawab tidak tahu.

Kemudian 26 siswa (74,3%) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang diterapkan guru memberi arti/pengaruh besar pada perkembangan dan keterampilan proses dalam diri mereka, 1 siswa (2,9%) menyatakan tidak dan 8 siswa (22,9%) menyatakan tidak tahu, 33 siswa (94,3%) menyatakan dalam memecahkan masalah yang diberikan guru, merasa ikut serta memberikan sumbangan pikiran untuk kelompoknya dalam memecahkan masalah tersebut dan 2 siswa (5,7%) menyatakan tidak tahu.

Pembelajaran kooperatif Jigsaw yang diterapkan guru membuat 11 siswa (31,4%) merasa dapat menghubungkan dan mengaplikasikan hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnyadengan kenyataan yang ada di lingkungannya, 3 siswa (8,6%) merasa tidak dan 21 siswa (60,0%) merasa tidak tahu apakah dapat menghubungkan dan mengaplikasikan hasil belajar yang telah diperoleh sebelumnyadengan kenyataan yang ada di lingkungannya atau tidak.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang diterapkan guru dapat menumbuhkan kekompakan dari 35 siswa (100%) dalam kelompok untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, 32 siswa (91,4%) menyatakan dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, guru lebih bersifat sebagai pembimbing dalam pembelajaran, sementara 3 siswa (8,6%) lainnya menyatakan tidak tahu apakah guru lebih bersifat sebagai pembimbing dalam pembelajaran atau tidak.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw membuat 33 siswa (94,3%) merasa termotivasi untuk bekerjasama dengan anggota/ kelompoknya dalam mempelajari konsep jamur dan 2 siswa lainnya (5,7%) menyatakan tidak tahu apakah merasa termotivasi atau tidak.

Secara umum pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat diterima dan mendapat respon positif dari 35 orang siswa yang ada di kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian tentang peningkatan pemahaman siswa kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung pada konsep jamur dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hasil belajar siswa mengalami peningkatan yaitu :

o Ketuntasan klasikal dari 80,00% menjadi 97,14%

o Peningkatan pemahaman siswa melalui penguasaan soal-soal tes dari 73,71% (baik) pada siklus I menjadi 86,00% (sangat baik) pada siklus II.

o Hasil proses pembelajatan kooperatif tipe Jigsaw meningkat dari 67,71 menjadi 70,29, ini menggambarkan bahwa siswa mampu beradaptasi dengan model pembelajaran yang disajikan guru.

2. Aktivitas siswa meningkat dari 83,93% pada siklus I menjadi 90,36% pada siklus II, dengan ditandai adanya penurunan aktivitas siswa melakukan kegiatan-kegiatan yang semestinya tidak dilakukan siswa dari 6,88% menjadi 3,17% pada siklus II.

3. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengalami peningkatan dari 3,00 (baik) pada siklus I menjadi 3,47 (baik) pada siklus II. 4. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat diterima dan mendapat respon positif dari 35 orang siswa yang ada di kelas X-6 SMA Negeri 2 Tanjung.

Beberapa saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut:

1. Mengingat masih banyaknya kekurangan dalam hasil penelitian ini, kiranya perlu dilakukan penelitian sejenis dengan tepat dan dengan karakteristik berbeda serta dalam materi biologi lainnya yang lebih luas.

2. Diharapkan guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai alternarif pada pembelajaran dalam upaya meningkatkan kinerja guru dan hasil belajar siswa pada sekolahnya.

3. Sekolah hendaknya bisa mendukung baik moril maupun materiil terhadap setiap kegiatan penelitian yang bertujuan untuk peningkatan hasil belajar siswa di sekolah.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, S. (1997). Prosedur Penelitian suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006).

(11)

Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran IPA SMP. Jakarta, Ditjen Mandikdasmen Depdiknas.

Ditjend Dikdasmen. (2004). Model-Model Pengajaran Dalam Pembelajaran Sains.

(Materi Pelatihan Terintegrasi Sains).

Jakarta, Depdiknas.

Djamarah S. B., & Zain, A. (2006). Strategi

Belajar Mengajar. Jakarta. Rineka Cipta. Corebima, I. P., Raharjo, R., Indana, S., & Muid,

L. S. (2002). Pelatihan Terintegrasi Berbasis

Kompetensi Guru Mata Pelajaran Biologi (kooperatif). Jakarta: Direktorat SLTP. Dimyati & Mudjiono. (2002). Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta. Rineka Cipta.

Ibrahim, M. H., Rachmadiarti, N., & Ismono. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya, University Press.

Lestari, B. (2006). Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas XI IPA MAN 1 Marabahan Pada Konsep Struktur Dan Fungsi Sel Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw.

STKIP PGRI Banjarmasin.

Sudibyo, E. (2003). Keterampilan Proses Sains. Jakarta: Proyek Peningkatan Mutu SLTP, Dit. PLP. Ditjen Dikdasmen, Depdiknas.

Surya, R. (2009). Meningkatkan Pemahaman

Siswa Kelas VIII B SMAN 1 Astambul Pada Konsep Sistem Gerak Pada Manusia Dengan Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Strategi Peta Konsep. STKIP PGRI Banjarmasin

Soenarto, S. E., Hasan. A., Muliyadi, Abidinsyah, Alimuddin., & Jabar. A. (2008). Pedoman

Penulisan Skripsi. Banjarmasin: Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP-PGRI).

Syamsuri, I., dkk. (2006). IPA Biologi untuk SMP

Kelas VII Jilid 1. Jakarta, Erlangga.

Uzer, U. M., & Setiawati, L (2000). Upaya

Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Uzer, U. M. (2001). Menjadi Guru Profesional. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

Wasis, J., Widodo, Sudibyo, Sudarmaji, Sunarti, Masitah, Prabowo, Sugimin, Rustana. (2002).

Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Direktorat SLTP Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

2 Dokumentasi PT. Bank Riau Syariah.. mayoritas penduduk di kedua provinsi tersebut beragama Islam. Ketiga, aspek syariah, masih banyak kalangan umat Islam yang enggan

Sampel daun puring kelompok warna hijau-kuning dan hijau-merah ( bicolor ) memiliki nilai Na diatas rata-rata, sehingga dapat diartikan bahwa pada penelitian ini

Munculnya pandangan yang berbeda-beda dalam perlakuan akuntansi aset bersejarah menyebabkan organisasi sektor publik sebagai pihak pengelola mengalami kesulitan dalam

Berdasarkan uraian di atas maka pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah dengan implementasi model pembelajaran Problem Posing dengan metode Brainstorming diharapkan dapat

Contohnya seseorang yang memiliki ekonomi cukup untuk makan , lebih mementingan membeli berpakaian yang bermotif mahal dibanding membeli makanan yang beragam kandungan

Building Approvals adalah sebuah indikator yang menghitung pertumbuhan jumlah rumah baru di suatu negara.Contoh : Jika nilai Building Approvals Ausi lebih tinggi dari nil ai

Dari data yang diperoleh ada empat macam kriteria janda menurut masyarakat Osing, akan tetapi dari keempatnya tidak ada seorang janda pun yang berhak mendapatkan harta warisan

Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Prediction, Observation and Explanation (POE) disertai lembar