• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016

PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014

TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016 PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah [Lampiran Angka I huruf A Nomor 1] dan Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah [Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) beserta Lampiran huruf A tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan dalam sub urusan Manajemen Pendidikan] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON PERKARA NOMOR 30/PUU-XIV/2016

1. Muh. Samanhudi Anwar

PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016

1. Bambang Soenarko 2. Enny Ambarsari 3. Radian Jadid, dkk

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Kamis, 31 Maret 2016, Pukul 10.10 – 11.12 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Wahiduddin Adams (Ketua)

2) Aswanto (Anggota)

3) Manahan MP Sitompul (Anggota)

Sunardi Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Pemohon Perkara Nomor 30/PUU-XIV/2016:

1. Muh. Samanhudi Anwar

B. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 30/PUU-XIV/2016:

1. Juari

2. Aan Eko Widiarto 3. Septa Cinthia Imania 4. Haru Permadi

5. Bakti Riza Hidayat

C. Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016:

1. Radian Jadid 2. Enny Ambarsari 3. Widji Lestari

D. Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016:

1. Edward Dewaruci 2. Nonok Suryono

(4)

1. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Sidang Perkara Nomor 30, 31/PUU-XIV/2016 dibuka dan terbuka untuk umum.

Kami persilakan kepada Pemohon atau Kuasa yang hadir dari Perkara Nomor 30.

2. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR

30/PUU-XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO

Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Yang Mulia. Dari Perkara Nomor 30/PUU-XIV/2016 sebagai Pemohon adalah Muhammad Samanhudi Anwar. Berdasarkan surat kuasa pada tanggal 29 Maret 2016 telah menguasakan kepada pertama, Juari, SH., Msi. ada di sebelah kanan saya. Kemudian, Aan Eko Widiarto, saya sendiri, Septa Cinthia Imania ada di sebelah paling kanan. Haru Permadi dan Bakti Reza Hidayat. Untuk Bambang Arjuna belum masuk pada persidangan hari ini. terima kasih, Yang Mulia.

3. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Baik, untuk Pemohon 31, Kuasanya.

4. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR

31/PUU-XIV/2016: EDWARD DEWARUCI

Baik. Assalamualaikum wr. wb. Selamat dan sejahtera untuk kita semua. Izinkan kami memperkenalkan saya Edward Dewaruci, Kuasa Hukum dan Pak Nonok Suryono juga Kuasa Hukum. Hadir bersama pemberi kuasa Bapak Drs. Bambang Sunarko. Kemudian, ada di belakang itu ada Pak Radian Jadid, Ibu Enny Ambarsari, dan Ibu Widji. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Baik. Acara kita hari ini pemeriksaan pendahuluan. Oleh sebab itu, permohonan tertulisnya sudah kita terima.

Kami persilakan kepada Pemohon dan Kuasa dari Perkara Nomor 30, Pemohon Nomor 30 untuk menyampaikan pokok-pokok permohonannya. Jadi, pokok-pokoknya saja, ya, saya kira ini apa …

SIDANG DIBUKA PUKUL 10.10 WIB

(5)

sudah sering berperkara di sini, sudah dapat menyampaikan hal-hal yang menyangkut pokok-pokoknya.

Kami persilakan.

6. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR

30/PUU-XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO

Terima kasih, Yang Mulia. Dalam perkara PUU ini pada intinya Pemohon mengajukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai Pemohon, Prinsipal adalah Muhammad Samanhudi Anwar. Beliau adalah Walikota Blitar masa jabatan 2016-2021 berdasarkan Kemendagri Nomor 131.35490 tanggal 19 Februari 2016. Dalam hal ini mewakili Pemerintah Kota Blitar.

Yang Mulia. Sebagaimana kita ketahui Mahkamah Konstitusi berwenang untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagaimana dikukuhkan Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan dalam hal ini karena Pemohon menguji … mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka Pemohon yakin bahwa Mahkamah mempunyai wewenang untuk menguji … melakukan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Kedudukan hukum Pemohon. Pemohon berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 ayat (1), maaf … Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang-Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dalam hal ini kriteria Pemohon adalah sebagai badan hukum publik dan sekaligus lembaga negara. Sebagai lembaga hukum publik karena Pemohon adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kecil di Lingkungan Provinsi Jawa Timur dalam hal ini adalah Kota Blitar dan sebagai lembaga negara karena pemerintah Kota Blitar dibentuk oleh negara dibiayai oleh keuangan negara dan menjalankan akitivitas pemerintahan negara sebagaimana ketentuan Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan walikota mewakili Pemerintah Kota Blitar di pengadilan berdasarkan Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah.

Untuk memperkuat argumentasi legal standing Pemohon, kami telah mengutip beberapa jurisprudence Putusan Mahkamah yang mengabulkan kedudukan hukum kepala daerah dalam hal ini adalah walikota untuk … untuk mengajukan permohonan di Mahkamah Konstitusi.

Yang Mulia, kerugian yang diderita Pemohon dalam rangka memperkuat legal standing ini, yang pertama adalah dengan adanya ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintah Daerah yang di sana pada intinya mengalihkan wewenang untuk menyelenggarakan pendidikan

(6)

menengah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan sebelum adanya Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang saat ini berlaku, itu ada di pemerintah kabupaten/kota saat ini beralih kepada pemerintah provinsi. Dengan demikian, kerugian yang diderita oleh Pemohon adalah yang pertama tidak dapat menetapkan kebijakan pendidikan menengah sebagai salah satu kebijakan pendidikan menengah gratis kepada masyarakat Kota Blitar.

Jadi, di Kota Blitar berdasarkan peraturan walikota sejak tahun 2011 sudah gratis. Nah, apabila wewenang itu nanti berada di pemerintah provinsi, hal ini dikhawatirkan tidak dapat lagi terjadi ada kebijakan pendidikan menengah gratis karena yang diperintahkan undang-undang adalah hanya sampai pendidikan dasar saja yang ditanggung oleh negara, sementara menengah adalah sesuai dengan kemampuan daerah.

Kemudian yang kedua, kerugian konstitusional bagi Pemohon adalah ketidakpastian hukum. Sebagaimana kita ketahui sebelum tahun … tahun 2000 dan waktu itu ada Undang-Undang Tahun 1999 … Nomor 22 Tahun 1999 pengelolaan pendidikan menengah itu ada di pemerintah pusat. Setelah otonomi daerah bergulir Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 ada di pemerintah kabupaten/kota. Nah, pemerintah kabupaten/kota selama menyelenggarakan otonomi di bidang pendidikan menengah sudah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki kualitas pelayanannya sampai akhirnya 2011, pemerintah Kota Blitar mampu untuk menggratiskan pendidikan bagi mereka.

Tatkala berlaku Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengalihkan wewenang itu kepada pemerintah provinsi, serta-merta tidak ada kepastian hukum bagi daerah untuk lagi mengelola pendidikan menengah. Jadi, adanya ketidakpastian hukum itulah yang kemudian merugikan Pemohon untuk menyelenggarakan wewenang di bidang pendidikan menengah.

Kemudian juga pemerintah Kota Blitar dirugikan hak konstitusional karena tidak mendapatkan hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah yang memperhatikan keragaman daerah. Kemampuan keuangan daerah tidak diperhatikan lagi oleh pusat dalam hal ini dengan membentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, maka dari itu pemerintah Kota Blitar merasa sekali lagi dirugikan.

Kemudian juga untuk masalah kurikulum, Yang Mulia. Dengan adanya wewenang itu ada di pemerintah provinsi, maka kekhasan daerah Kota Blitar itu menjadi hilang dan ini tentunya akan mengancam adat istiadat serta kebiasaan yang ada di … sebagai kearifan lokal yang ada di Kota Blitar.

Yang Mulia, itu adalah argumentasi-argumentasi kami untuk memperkuat legal standing bahwa ini adalah sebuah kerugian yang nanti akan nyata-nyata terjadi apabila Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 berlaku untuk memindahkan wewenang pemerintahan di bidang

(7)

pendidikan dari pemerintah kota menjadi ke pemerintah provinsi dalam hal pendidikan menengah.

Lebih lanjut, Yang Mulia untuk posita sebagai dasar argumentasi kami mengatakan bahwa ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. Yang pertama adalah bahwa ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terutama di dalam lampirannya, itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Bagaimana pertentangannya? Jadi di dalam konteks negara hukum sebagaimana dikukuhkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, di sana ditentukan bahwa negara Indonesia adalah negara berdasar atas hukum. Nah, dalam konteks itulah maka ada dua substansi yang harus dipegang. Yang pertama adalah substansi kepastian hukum dan yang kedua adalah substansi keadilan.

Untuk kepastian hukum, ketentuan dalam Undang-Undang Pemda yang telah memindahkan wewenang untuk mengelola pendidikan menengah dari kota menjadi ke provinsi itu berubah-ubah. Seperti yang sudah kami jelaskan tadi sebelum adanya otonomi daerah tahun 1999, itu ada di pusat kemudian setelah otonomi daerah ada di kabupaten/kota dan sekarang dialihkan kepada provinsi. Nah, perubahan-perubahan inilah yang kemudian kami menyitir pendapat dari Lon Fuller yang mengatakan bahwa seharusnya ada keajekan dalam hukum. Avoid, jadi harus ada avoidance harus ada penghindaran a frequency dari suatu perubahan yang berulang-ulang yang akhirnya di situ akan sangat merugikan daerah karena sudah merencanakan, membiayai, sudah meningkatkan SDM para guru tenaga pendidikan, dan sarana prasarana yang ada di sekolah. Dengan demikian akan sia-sia apa yang sudah dilakukan oleh daerah dalam hal ini adalah kabupaten/kota.

Kemudian yang kedua seharusnya kalau memang dipahami ini adalah legal … maaf, open legal policy atau kebijakan hukum terbuka. Open legal policy tidak bisa dipahami hanya karena semata-mata dasar kepentingan sementara. Seharusnya kepentingan yang lebih besar, yang lebih ideal, yang di situ lebih bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat, itulah yang kemudian diutamakan.

Yang kedua, dalam open legal policy seharusnya kebijakan yang ajeg ini yang harus dipertahankan, jangan kemudian hanya dalam evaluasi yang sangat singkat dan belum jelas itu dilakukan, tiba-tiba kebijakannya diganti atau diubah, ini jelas-jelas bertentangan.

Kemudian yang kedua, Yang Mulia, dalam konteks kepastian hukum, di sini juga tidak ada kepastian hukum karena ada pertentangan

norma. Dalam Undang-Undang Sisdiknas,ditentukan bahwa kewenangan

atas pendidikan menengah itu ada di pemerintah kebupaten/kota, sedangkan di dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah itu ditentukan ada di provinsi. Kalau dari sisi asas lex generalis derogat legi specialis jelas bahwa di sana Undang-Undang Sisdiknas yang seharusnya

(8)

berlaku karena lebih spesial, lebih khusus mengatur tentang pendidikan. Tetapi kalau dipandang dari asas peraturan yang baru, menyampingkan peraturan yang lama, nah ini yang akan terjadi adalah sebagai lex priori-nya adalah Undang-Undang Sisdiknassebagai undang-undang yang lebih lama, maka dari itu akan terjadi ketidakpastian hukum karena ada ketentuan dua undang-undang yang bertabrakan tersebut.

Yang selanjutnya, Yang Mulia, kami mengargumentasikan bahwa ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Pemda itu bertentangan dengan asas otonomi daerah sebagaimana ditentukan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, itu menetapkan ... mendasarkan pada empat prinsip. Prinsip pertama adalah prinsip akuntabilitas, efisiensi, eksternalitas, dan kepentingan strategi. Nah, dalam hal inilah kami tidak melihat, Yang Mulia, prinsip akuntabilitas itu terjadi ketika pengelolaannya ada di pemerintah provinsi. Seharusnya pemerintah kabupaten/kota itu lebih dekat dengan masyarakat sehingga dalam memberikan layanan pendidikan dasar itu seharusnya lebih kepada memperhatikan siapa yang bisa menyelenggarakan lebih dekat apakah provinsi ataukah kabupaten/kota. Apalagi usia pendidikan yang ada di pendidikan menengah itu sekitar usia 15 atau 17 tahun, mereka masih remaja yang tidak jauh dari pendidikan dasar. Maka dari itu agar ada kesinambungan kebijakan dan akuntabilitas publiknya jelas, mulai dari pendidikan dasar seharusnya yang menyelenggarakan pendidikan dasar, pendidikan menengah itu adalah satu pemerintahan, yaitu pemerintahan kabupaten/kota. Inilah yang menjadi dasar argumentasi yang kedua.

Untuk berikutnya, Yang Mulia. Ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah itu juga bertentangan dengan Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Di dalam Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 intinya adalah harus dalam hubungan kewenangan antara pusat dan daerah dan daerah dengan daerah, itu harus memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Jadi, salah satu hal kami menyinggung bahwa kemampuan keuangan daerah itu berbeda-beda. Kalau di provinsi, maka menjadi seragam. Yang di Jawa Timur saja ada 33 atau 34 daerah kabupaten/kota, itu akan menjadi sangat seragam. Nah, padahal bagi daerah yang mampu membiayai gratis, tentunya seharusnya dipersilakan, tetapi bagi yang tidak mampu tentunya juga masih dipungut biaya untuk pendidikan yang menengah.

Nah, kalau nanti dikelola oleh provinsi, jaminan atas pendidikan gratis bagi masyarakat Kota Blitar menjadi hilang, inilah yang kami lihat tidak memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. Lebih lanjut kami memandang juga atau Pemohon memandang juga bahwa ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah itu juga bertentangan dengan prinsip hubungan kewenangan yang harus

(9)

memperhatikan keadilan dan keselarasan sebagaimana diatur Pasal 18 ayat ... Pasal 18A ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Dalam hal ini, Yang Mulia, keadilan itu seharusnya diukur tidak dengan menyamaratakan semua kondisi yang ada di daerah. Ciri khas kekhususan daerah itu harus juda dipandang. Budaya masyarakat Blitar terutama Kota Blitar itu sangat berbeda dengan budaya atau masyarakat di daerah lain itu walaupun dalam scope provinsi misalnya Jawa Timur. Jawa Timur dari sisi budaya ada yang dari Mataraman, di daerah Blitar dan sekitarnya ada yang budaya Madura, dan beberapa budaya campuran. Nah, ketika sistem pendidikannya dipersamakan, tentunya ciri khas itu menjadi akan hilang dan terancam hilang.

Selanjutnya juga kami memandang bahwa ini bertentangan dengan hak memajukan diri secara kolektif sebagaimana dijamin dalam Pasal 28C ayat (2). Walikota sebagai pimpinan daerah punya tanggung jawab untuk memajukan daerahnya. Ketika wewenang yang ada pada daerah itu diambilalih oleh provinsi, maka hak atau kewenangan itu menjadi hilang dengan ... jaminan yang ada dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga akan menjadi hilang.

Ketentuan dalam Undang-Undang Pemda juga bertentangan dengan hak untuk mendapatkan pendidikan sebagaimana dijamin dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jaminan atas hak mendapatkan pendidikan itu kan merupakan bagian dari hak sosial yang pemenuhannya membutuhkan peran aktif negara dengan pengerahan sumber daya yang dimiliki. Nah, apabila pemenuhan hak ini ditentukan oleh tempat kemudian pembiayaan, kemudian layanan dan seterusnya, yang itu jauh dari eksternalitas atau dampak yang ada pada masyarakat itu sendiri, maka masyarakat akan hilang akses untuk mendapat pendidikan itu sendiri.

Jadi, kami memandang (…)

7. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Baik, saya kira mungkin sudah bisa ke petitum, ya. Silakan, Pak.

8. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR

30/PUU-XIV/2016: AAN EKO WIDIARTO

Baik, Yang Mulia, terakhir sebagai petitum.

Pertama, kami mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

Yang kedua, menyatakan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah angka 1, huruf a, Nomor 1 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang

(10)

tidak dimaknai kewenangan pengelolaan pendidikan menengah adalah kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Tiga, menyatakan Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah angka 1, huruf a, Nomor 1 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai kewenangan pengelolaan pendidikan menengah adalah kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota.

Empat, memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya atau apabila Mahkamah berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Terima kasih, Yang Mulia.

9. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Terima kasih, Pak Eko, sudah disampaikan pokok-pokok dari permohonan.

Selanjutnya, kita lanjutkan dengan Pemohon untuk Perkara Nomor 31. Silakan untuk disampaikan pokok-pokok dari permohonannya.

10. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDWARD DEWARUCI

Terima kasih, Yang Mulia. Para Pemohon dalam hal ini berkedudukan selaku perseorangan Warga Negara Indonesia yang memiliki kepentingan yang sama untuk melakukan pengujian terhadap Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) beserta lampiran huruf a tentang Pembagian Urusan Pemerintah Bidang Pendidikan dalam Sub Urusan Manajemen Pendidikan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Bahwa Para Pemohon berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, memandang bahwa Pasal 14 Undang-Undang Pendidikan Nasional itu mengatur tentang jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Bahwa kemudian kewenangan pengelolaan pendidikan pada tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah, tidak dapat dilepaskan dari hak anak untuk memperoleh pendidikan. Hal ini berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 juncto Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bahwa Para Pemohon adalah orang tua yang memiliki anak usia sekolah sebagaimana dimaksud dalam Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Perlindungan Anak yang merupakan anak-anak usia sekolah, baik tingkat dasar dan/atau pendidikan menengah.

(11)

Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas, cukup alasan Para Pemohon dapat dinyatakan memiliki legal standing untuk memperjuangkan dan merupakan hak kolektif setiap warga negara dalam hal ini menyangkut pendidikan dari anak-anak mereka. Bahwa Para Pemohon adalah perseorangan yang melakukan uji Pasal 15 ayat (1) yang menyebutkan, “Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi, serta daerah kabupaten/kota tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini.

Pasal 15 ayat (2) yang menyebutkan, “Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam lampiran undang-undang ini menjadi kewenangan tiap tingkatan dan susunan pemerintahan yang penentuannya menggunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.” Lampiran huruf a, “Pembagian urusan pemerintahan bidang pendidikan sub urusan manajemen pendidikan, pemerintah pusat penetapan standar nasional pendidikan dan pengelolaan pendidikan tinggi, pemerintah provinsi pengelolaan pendidikan menengah dan pengelolaan pendidikan khusus, daerah kabupaten/kota pengelolaan pendidikan dasar, pengelolaan pendidikan anak usia dini, dan pendidikan formal.

Bahwa Para Pemohon adalah warga negara yang berdomisili di Kota Surabaya dengan berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 16 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pendidikan telah mengatur tentang pengelolaan pendidikan di Kota Surabaya pada pendidikan tingkat dasar dan pendidikan tingkat menengah yang wewenangnya berada pada Pemerintah Kota Surabaya. Bahwa pada Perda Nomor 16 Tahun 2012 itu telah memberikan jaminan pendidikan anak-anak usia sekolah sebagaimana yang tercantum dalam Ketentuan Pasal 16 huruf d yang menyatakan, “Pemerintah daerah Kota Surabaya menyediakan dana guna menuntaskan wajib belajar 12 tahun.” Sehingga dengan berdasarkan ketentuan ini telah dijamin hak konstitusi warga negara Indonesia, khususnya anak-anak usia sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah oleh Pemerintah Kota Surabaya. Termasuk bagi mereka yang berasal dari keluarga tidak mampu agar mendapatkan pendidikan, serta memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi dan seterusnya, sebagaimana yang diatur Pasal 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Bahwa berdasarkan perda tersebut, dalam ketentuan mengingatnya telah mencantumkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juncto Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar dan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan sehingga dalam hal ini harus diartikan bahwa norma tentang pendidikan wajib yaitu pendidikan dasar 9 tahun, serta norma pendanaan

(12)

pendidikan nasional tidak memiliki pertentangan dengan perda Kota Surabaya pada tingkat implementasinya.

Bahwa dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di Kota Surabaya, maka Pemerintah Kota Surabaya sudah mengeluarkan kebijakan dan program-program yang sudah dirasakan langsung hasilnya oleh Para Pemohon. Bukan hanya program jaminan pendidikan sampai tingkat menengah wajib belajar 12 tahun, tetapi juga program-program pendukung lainnya berupa program pembinaan tenaga pendidik yang dilakukan secara rutin dalam kurun waktu tertentu bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik sehingga bagus untuk meningkatkan kualitas anak didik.

Program sekolah anak inklusi atau anak berkebutuhan khusus di Kota Surabaya, anak inklusi bisa bersekolah di sekolah biasa, bukan pada sekolah luar biasa. Hal ini ditunjukkan agar anak inklusi juga harus bersosialisasi dengan siapa pun. Hal ini juga sudah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Kota Surabaya, terutama untuk anak-anak inklusi.

Bahwa beberapa waktu lalu, Pemerintah Kota Surabaya juga telah menganggarkan anggaran sebesar Rp762.121.468.013,00 untuk pelaksanaan kebijakan program dan kegiatan, dan Rp1.410.259.086.616,00 untuk belanja tidak langsung, untuk belanja pegawai dan hibah, biaya operasiona (suara tidak terdengar jelas). Sehingga total keseluruhannya adalah Rp2.172.380.554.627,00.

11. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Untuk di … lebih dipersingkat ya mengenai apa … kerugian atau potensi dari kerugian dari dengan berlakunya undang-undang ini.

12. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDWARD DEWARUCI

Ya. Ditambah juga bentuk-bentuk program yang lain, pendidikan anak usia dini, perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu pendidikan, dan karakter perlindungan anak dan sebagainya.

Bahwa sebagaimana yang sudah disampaikan di atas, maka bagi Para Pemohon hal itu merupakan suatu keuntungan secara konstitusional sebagai warga negara yang berdomisili di Surabaya terutama dalam hal ini anak-anak usia sekolah sebagaimana amanat dari pemenuhan Pasal 28C ayat (1) serta Pasal 31 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang justru dengan adanya Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta lampiran huruf a Undang-Undang Pemerintahan Daerah, telah terjadi pemindahan wewenang pengelolaan pendidikan itu kepada pemerintah provinsi.

(13)

Ternyata dengan berlakunya ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2) serta lampiran huruf a tersebut, maka Para Pemohon menganggap akan ada kerugian konstitusional sebagai akibat penafsiran yang sempit atas pasal tersebut tentang pembagian urusan tersebut. Sebab jika kita melihat kepada hak dari warga negara, maka Undang-Undang Pemda ini pengalihan kewenangan dari pendidikan menengah dan khususnya yang diberikan kepada pemerintah provinsi, pembagian urusan tersebut akan menimbulkan kerugian di antaranya yang pertama jaminan perlindungan dan kepastian hukum. Para Pemohon menilai bahwa kewenangan yang diatur berdasarkan undang-undang nomor … Undang-Undang Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 itu masih memberikan kewenangan kepada pemerintah kabupaten/kota. Dengan adanya penafsiran sempit dari Pasal 15 ini yang seolah-olah mengalihkan seluruh urusan pendidikan SMA dan SMK itu kepada provinsi, maka kewenangan itu menjadi seolah-olah adanya pelarangan untuk kabupaten/kota melakukan pengelolaan.

13. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Ya, saya kira bisa langsung ke bentuk kerugian yang lain.

14. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDWARD DEWARUCI

Ya.

15. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Misalnya di pasal … halaman 21 atau bisa lebih dipersingkat, ya, karena nanti kita akan memberikan nasihat dan juga perbaikan, dan juga ini secara tertulis juga sudah disampaikan. Ya, silakan. Mungkin bisa (...)

16. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDWARD DEWARUCI

Langsung ke kerugian yang lain adalah merugikan selain tadi bertentangan apa ... menimbulkan ketidakpastian hukum, yang kedua mungkin kerugian karena bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan itu. Bahwa kemudian akibat pengambilan kewenangan pemerintah dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintahan provinsi ini ada ketidakjelasan, dan ini bertentangan dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dari undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Kerugian konstitusional yang lain adalah kualitas pendidikan di Surabaya yang selama ini dirasa sudah memberikan manfaat yang cukup, itu dikhawatirkan oleh Para

(14)

Pemohon akan menurun karena terhadap penganggaran tadi yang jumlahnya tadi sudah lebih dari 20% itu bisa berkurang akibat adanya penafsiran sempit dari Undang-Undang Nomor 23 ini. Kemudian (...)

17. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Saya pikir hal-hal yang disampaikan itu sudah ada di halaman 23 kesimpulan, ya, meskipun tidak lazim ini kesimpulan tapi sebetulnya ini kesimpulan dari atau pokok-pokok dari positanya, ya. Saya kira langsung saja ke petitum, ya.

18. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 31/PUU-XIV/2016: EDWARD DEWARUCI

Petitum, ya. Berdasarkan hal yang diuraikan di atas tersebut mohon kepada Mahkamah untuk menerima dan mengabulkan seluruhnya permohonan pengujian Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), serta lampiran huruf a tentang pembagian urusan pemerintahan dalam sub urusan manajemen pendidikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Menyatakan Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), serta lampiran huruf a tentang pembagian urusan pemerintahan dalam sub urusan manajemen pendidikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 bertentangan dengan Pasal 28C ayat (1), ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 31 ayat (1), ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 sepanjang tidak ditafsirkan bahwa kewenangan pengelolaan pendidikan menengah dapat dilakukan oleh kabupaten/kota yang secara mandiri sudah melaksanakan jaminan pendidikan sampai pendidikan tingkat menengah terkhusus di daerah tersebut.

Menyatakan Pasal 15 beserta lampiran huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya, sepanjang tidak ditafsirkan bahwa kewenangan pengelolaan pendidikan menengah dapat dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara mandiri sudah mampu melaksanakan jaminan pendidikan sampai tingkat menengah khusus di daerahnya, atau apabila Majelis Hakim Konstitusi berpendapat dan menganggap Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), serta lampiran huruf a Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini tetap mempunyai kekuatan hukum mengikat dan berlaku mohon agar Majelis Hakim Konstitusi dapat memberikan tafsir konstitusional terhadap Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), serta lampiran huruf a tentang pembagian urusan pemerintahan itu dengan menyatakan konstitusional bersyarat. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimanamestinya atau Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

(15)

19. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Terima kasih, untuk selanjutnya dari Majelis akan menyampaikan saran dan nasihat untuk kedua perkara ini, dan memang secara substansi kedua substansinya hampir sama, yakni intinya adalah mengenai pengalihan kewenangan terkait dengan pendidikan menengah baik pengelolaanya dan juga kewenangannya yang di undang-undang lama ketika Nomor 2 Tahun 2004 itu menjadi kewenangan apa ... kabupaten/kota sekarang dialihkan istilahnya, ya, tidak dipindahkan tapi dialihkan menjadi kewenangan pemerintah provinsi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ini. Kami persilakan Prof. Aswanto untuk menyampaikan saran, pendapatnya.

20. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Terima kasih, Yang Mulia. Saudara Pemohon, ya. Secara keseluruhan kami bisa memahami apa yang Pemohon inginkan dan baru saja disampaikan oleh, Yang Mulia Ketua Panel bahwa persoalan utama adalah karena adanya pemindahan kewenangan dari daerah ke provinsi, gitu ya. Untuk pengurusan pendidikan pada tingkat sekolah menengah atas.

Pada permohonan ini untuk yang Nomor 30 dulu ya. Pada permohonan dengan registrasi Nomor 30, tadi saya kira uraian secara verbal bisa kita tangkap dengan baik. Namun di dalam permohonan yang secara tertulis mungkin karena keinginan untuk menyampaikan banyak hal agar Majelis bisa lebih yakin. Sehingga uraiannya menjadi lebih panjang, gitu. Padahal sebenarnya kalau yang diuraikan secara lisan tadi, itu lebih mudah kita tangkap, gitu ya. Dibanding dengan yang ada di dalam naskah.

Nah, yang ingin saya sampaikan adalah bahwa perlu apa … mengelaborasi kembali agar fokus pada apa kerugian konstitusional yang dialami oleh daerah Kabupaten Blitar, gitu ya. Di dalam permohonan Saudara sebenarnya Saudara sudah mencoba membangun jembatan bahwa ada hak konstitusional daerah atau Kabupaten Blitar yang kemudian menjadi apa … menjadi dirugikan karena adanya pengalihan kewenangan pengurusan tadi.

Nah, ini yang menurut saya, jembatannya ini yang perlu, jembatannya ini yang perlu di apa … dielaborasi agar lebih nampak bahwa memang kewenangan itu adalah kewenangan konstitusional. Saya menangkap uraian Saudara bahwa ini adalah jembatan sebenarnya yang Saudara bangun, di halaman 12, ya. Di halaman 12 saya kira itu adalah apa … jembatan yang Saudara bangun bahwa sebenarnya kewenangan untuk mengurus pendidikan pada tingkat menengah atas, itu adalah kewenangan konstitusional.

(16)

Nah, tapi itu kan tidak bisa serta merta Saudara harus membangun landasan teori yang tadi saya katakan jembatan mulai di halaman 12 sampai halaman … sampai halaman 13. Itu menurut saya adalah sebuah argumen untuk meyakinkan Mahkamah bahwa memang daerah kabupaten/kota itu punya kewenangan konstitusional untuk mengatur pendidikan pada tingkat menengah atas. Karena Saudara juga sudah menjelaskan di dalam permohonan bahwa dan di dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi sudah sangat jelas bahwa untuk mengajukan permohonan judicial review, Pemohon harus punya legal standing yang antara lain harus meyakinkan kepada Mahkamah bahwa memang ada kewenangan konstitusional, ada hak konstitusional yang dimiliki oleh Pemohon. Dan dengan adanya norma yang baru yang diminta untuk diuji itu, kewenangan itu menjadi terganggu.

Ini saya kira uraian Saudara sebenarnya sudah dijawab dengan uraian yang ada pada halaman 12 poin 10 bahwa Pemohon mempunyai kewenangan konstitusional yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar. Nah, ini yang masih perlu di apa … dielaborasi sehingga betul. Jangan-jangan itu hanya kewenangan pemerintah? Pemerintah dalam arti pemerintah pusat, atau bagaimana kita menerjemahkan sehingga kewenangan pemerintah dimaksud itu adalah juga merupakan kewenangan pada tingkat kabupaten/kota. Sehingga kami yakin bahwa memang Kabupaten Blitar … Kota Blitar, Kota Blitar, Pemerintah Kota Blitar itu punya hak konstitusional untuk mengelola atau mengatur pendidikan di kotanya, tidak hanya tingkat SD atau … apa namanya … taman kanak-kanak. Tetapi juga sampai kepada tingkat sekolah lanjutan atas, gitu. Nah, itu yang perlu saya kira dielaborasi lebih konkret sehingga apa yang Saudara uraikan tadi secara lisan bahwa ada kerugian Pemohon.

Yang pertama itu adalah tidak dapat menetapkan kebijakan pendidikan ya, tadi. Tidak dapat menetapkan pendidikan secara gratis ya karena kemudian itu diambilalih oleh … atau dialihkan ke provinsi. Sehingga, wah ini secara konstitusional kita rugi, gitu. Nanti bisa kita menggunakan konsep … apa namanya … a contrario, mestinya tidak rugi karena bukan anggaran daerah lagi yang dipakai, bukan anggaran kabupaten yang dipakai nanti. Itu justru anggaran provinsi yang dipakai.

Nah, ini yang Saudara perlu klirkan, sehingga kita yakin bahwa betul ini mestinya di daerah. Dan tentu diperkuat dengan argumen bahwa Pasal 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 juga Saudara sudah mengutip bahwa harus memperhatikan kekhususan daerah, gitu.

Nah, mungkin di tingkat Kota Blitar itu, pada tingkat pendidikan menengah, ada hal-hal yang sifatnya apa … mungkin lokal atau muatan-muatan lokal dari kurikulum misalnya, itu menjadi tidak bisa terakomodasi karena ke … pindah ke provinsi.

Nah, itu yang perlu dielaborasi, termasuk ada tiga tadi kerugian yang Saudara uraikan dengan bagus menurut saya, tinggal itu

(17)

disinkronkan dengan apa yang ada di halaman 12 tadi. Bahwa itu memang adalah hak konstitusional kota … pemerintah kota. Ini tadi Saudara sudah menyinggung, tidak memperhatikan (suara tidak terdengar jelas) daerah atau kekhususan daerah. Ini menurut saya yang perlu dielaborasi pada bagian legal standing, termasuk diperkuat di bagian posita.

Kemudian, pada bagian … ya, ada beberapa kasus yang tadi Saudara sudah mengutip juga soal legal standing. Ada beberapa kasus yang kemudian kita tidak atau kita menganggap tidak punya legal standing. Karena apakah benar bahwa walikota atau bupati tanpa bersama-sama dengan DPRD dapat mewakili daerahnya? Saudara sudah jawab itu sebenarnya di halaman 7, ya? Di halaman 7, Saudara mengutip Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Pemerintahan Daerah, di bagian e. Itu bisa mewakili daerahnya, gitu. Tapi, saya ingat ada beberapa kasus yang kemudian kita menganggap bahwa oh, ini tidak punya legal standing karena mestinya, tidak hanya bupati. Mestinya, bupati bersama-sama karena dia satu kotak dengan DPRD, gitu. Nah, ini mungkin perlu nanti Saudara … apa … Saudara cermati kembali, gitu. Saya membaca uraian Saudara di pasal … halaman 7 … memang di situ pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas. Nah, ini pemerintah daerah itu siapa sebenarnya? Apakah pure hanya kepala daerah? Atau pemerintah daerah juga masuk DPRD, gitu? Nah, ini perlu perdebatan. Tapi, sebagai informasi, ada beberapa kasus yang hanya walikota atau bupatinya, kemudian kita menganggap tidak punya legal standing karena tidak masuk DPR, gitu. Itu perlu Saudara pikirkan nanti. Namun, kalau kita lihat Pasal 65, bisa saja ditafsirkan. Karena Pasal 65 butir e itu mewakili daerahnya … pemerintah daerah, kepala daerah mempunyai tugas mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, ya, dan seterusnya. Tapi, perlu Saudara pikirkan kembali, gitu.

Yang terakhir, ini soal petitum. Saya kira, benang merah antara posita dan petitum sudah bisa kita temukan. Cuma di … ada catatan untuk petitum nomor 3. Di petitum nomor 3 itu menyatakan, “Lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang … “ ada kata tidak di tengahnya itu, “sepanjang tidak dimaknai kewenangan pengelolaan pendidikan menengah adalah kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota ya, sepanjang tidak dimaknai,” ya. Betul itu, ya? Jadi, kan di undang-undangnya kan kewenangan pendidikan menengah itu kewenangannya provinsi? Nah, Saudara minta supaya dimaknai, itu mestinya kewenangannya kabupaten/kota, ya? Nah, jadi, mempunyai kekuatan hukum mengikat, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai … mestinya tidak ada kata tidak, gitu ya? Coba nanti Saudara … kalau ini kan sepanjang tidak dimaknai. Mestinya, sepanjang dimaknai kewenangan pendidikan menengah adalah kewenangan pemerintah daerah. Kan di undang-undangnya kewenangan

(18)

provinsi? Mestinya, harus dimaknai itu bukan provinsi, tapi kabupaten/kota. Nah, kalau seperti itu, mestinya ada persoalan di kata tidak, gitu ya? Nanti Saudara coba … Saudara … mungkin kalau lebih kon … anu … lebih fokus, lebih konsentrasi, bisa melihat mana yang sebenarnya. Karena di dua dan tiga juga, ya, ini didua dan tiga juga, begitu, ya, ya, ini.

Ini coba lihat menyatakan ini, coba di petitum nomor 2, petitum nomor 2, ya. Menyatakan lampiran undang-undang dan seterusnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai kewenangan pengelolaan pendidikan menengah adalah kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Nah, yang di bawah juga ada kata sepanjang tidak dimaknai kewenangan pengelolaan … coba Saudara nanti anu … Saudara lebih apa … mungkin kalau lebih tenang lebih konsentrasi bisa fokus. Tetapi kita bisa nangkap sebenarnya. Yang Saudara maksud yang Saudara inginkan adalah bahwa apa yang ada di dalam undang-undang atau lampiran ini mestinya dimaknai itu adalah kewenangannya kota, ya, harus dimaknai. Nah, nanti tidak dimaknai nanti ada kata tidak, nanti kalau petitumnya positanya bagus tapi petitumnya keliru, nanti yang kita kabulkan petitum, gitu.

Dari saya cukup, Yang Mulia.

21. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Terima kasih.

Dr. Manahan Sitompul.

22. HAKIM ANGGOTA: MANAHAN MP SITOMPUL

Baik. Terima kasih, Yang Mulia Ketua.

Kepada Pemohon tadi sudah dijelaskan lebih terperinci seharusnya bagaimana, ya, permohonan ini. Saya melihat memang dari segi formatnya, dari kewenangan Mahkamah, legal standing. Kemudian, alasan-alasan permohonan sampai dengan petitum formatnya, saya sudah bisa menerima atau mengatakan tidak ada masalah. Hanya barangkali di halaman … di dalam permohonan ini menunjuk ke lampiran, ya, lampiran. Nah, apakah memang sebelum melihat ke lampiran, apakah di dalam pasal-pasal atau pun pasal induk dari undang-undang ini, apakah tidak ada yang perlu dielaborasi atau dihubungkan dengan lampiran ini. Sehingga nanti jelas atau memang tidak ada masalah di dalam pasal tersendiri yang ada hubungan dengan ini. itu juga mungkin perlu dipikirkan kalau memang ada pasal lain … pasal-pasal khusus di dalam undang-undang ini yang ada hubungannya dengan lampiran ini, sehingga itu nanti bisa lebih komperhensif nanti untuk kita melihatnya.

(19)

Kemudian, tadi sudah diuraikan adanya sepertinya pertentangan antara undang-undang ini dengan Undang-Undang Sisdiknas, ya, Sistem Pendidikan Nasional itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Di sini kewenangan yang dimiliki secara serta-merta dicabut begitu saja oleh undang-undang ini. Apa-apa mungkin perlu diuraikan, ya, apa dulu yang diatur dalam Undang-Undang Sisdiknas itu, kewenangan itu yang jelas ada di kabupaten/kota dengan adanya undang-undang baru ini, akhirnya itu menjadi tidak jelas. Mungkin masih bisa lebih jelas diuraikan kewenangan yang menurut undang-Undang Sisdiknas tadi, ya.

Kemudian, ada hubungannya dengan apa yang sudah saya uraikan tadi, kadang-kadang kalau kita melihat suatu lampiran atau penjelasan pasal, memang menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012, ya, hierarki perundang-undangan itu memang lampiran atau penjelasan itu tidak boleh mengandung norma baru, seperti itu. Sehingga memang apa latar belakang dari pada lampiran ini yang menjadi norma jadinya. Nah, itu yang menjadi pemikiran kita. Barangkali … makanya perlu tadi dilihat norma induknya, apa kira-kira di norma induk itu ada masalahnya sehingga terus di lampiran ini kita harus perlu.

Kemudian saya lihat di sini, apakah dengan managerial itu dipindahkan, dipindahkan, ya, ke provinsi khususnya untuk mengelola pendidikan menengah tadi, ya, pendidikan menengah itu bisa menengah pertama, bisa menengah atas, ya, apakah memang ada … pertama dari segi tadi … apa namanya … kerugian konstitusional itu, itu satu dulu. Kemudian, dari segi yang lain supaya lebih menguatkan kerugian konstitusional tadi itu apa ada kendala, kendala teknis yang dihadapi baik dari segi anggarannya, dari segi yang lain karena memang mungkin kabupaten/kota itu kan lebih … apa namanya … kearifan lokal itu diserap, begitu, ya. Nah, apakah dengan adanya undang-undang ini sehingga itu diberikan ke provinsi karena ini sudah tingkat menengah, coba dihubungkan dengan apakah itu masih dalam koridornya Undang-Undang Sisdiknas tadi apa tidak? Kalau itu wah itu sudah melanggar karena kebijakan-kebijakan daerah itu masih mungkin mempengaruhi pendidikan menengah, misalnya seperti itu. Menguatkan tadi argumentasi dari Pemohon ini.

Kemudian di bagian … apa tadi, Pasal 18 tadi itu ya. Memang diberikan 18 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tadi itu ya. Kalau itu menjadi batu uji, ya coba lagi nanti dilihat, bagaimana memang itu menjadi satu-satunya alasan atau batu uji yang memberi hak kepada Para Pemohon ini memperoleh kewenangan konstitusi ya dengan … apakah ada pasal-pasal lain yang mungkin bisa dilihat untuk menentukan bahwa ada kerugian konstitusional yang dialami oleh Para Pemohon?

(20)

23. KETUA: WAHIDUDDIN ADAMS

Terima kasih. Saya hanya sedikit. Untuk Perkara 30, ya memang yang diuji ini adalah lampirannya, ya. Pak Eko supaya dikontekskan betul dengan … apakah lampiran ini saja tidak lalu terkait dengan pasalnya. Sementara di Perkara 31 ini Pasal 15 ayat (1) dan (suara tidak terdengar jelas) ayat (2) yang menyebutkan ada lampirannya.

Nah, di Perkara 30 ini memang perlu … coba dilihat dasar pengalihan kewenangan yang ada. Kalau dulu di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dengan … dulu kan sistematikanya tidak langsung lampiran kan, Pak Eko, PP dulu, peraturan pemerintah mengenai kewenangan pusat, provinsi, dan kabupaten. Nah, sekarang polanya kan beda. Nomor 23 Tahun 2014 undang-undang … kewenangan itu langsung lampiran. Nah, ini kan beda juga, ya. Tapi intinya memang kewenangan pengelolaan apa … pendidikan menengah yang di Undang-Undang 32 Tahun 2004 dan PP tentang kewenangan itu tadinya kewenangan kabupaten/kota sekarang jadi kewenangan provinsi. Nah, ini tentu nanti apabila kita lanjut perkara ini akan kita mendengarkan dari pembentuk undang-undang, mengapa dialihkan? Apakah karena … ya, tidak semua kabupaten/kota itu sudah mampu melaksanakan itu sehingga kalau itu jadi kewenangan lalu menjadi beban, sementara masih terbatas pemda kabupaten/kota yang mampu melakukan itu sehingga dialihkan ke provinsi. Nah, ini perlu coba dilihat, nanti kita akan dengarkan. Tapi tolong Pak Eko dipertajam. Tadi memang terkait dengan kemampuan dari kabupaten … Kota Blitar itu sudah dimasukkan di anggaran, lalu sudah akan mampu melaksanakan wajib belajar 12 tahun bahkan ya. Karena waktu … baru tahun lalu juga sudah ada putusan kita terkait … apa … pendidikan 12 tahun itu karena ada yang menginginkan langsung ke … apa … kewenangan kabupaten/kota tapi ternyata kan DPP-nya tentang wajib belajar itu bagi kabupaten/kota yang sudah dapat melaksanakan, dapat melaksanakan 12 tahun sehingga keluarlah perda-perda yang pendidikan gratis dari SD sampai SMA. Ada yang baru provinsi, ada yang kabupaten/kota. Nah, ini coba dilihat, dibandingkan, nanti sehingga memungkinkan kita melihat terkait petitum itu, ya.

Kemudian yang 31, ini juga coba dipertajam. Alasan Saudara mengatakan bahwa pengalihan kewenangan ini menghalangi akses anak terhadap pendidikan. Apa ya? Menghalangi akses anak terhadap pendidikan. Ini coba dipertajam.

Dan yang kedua untuk diarahkan betul bahwa pengujian ini terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ya, tidak terlalu apa … membenturkan mengenai kewenangan yang ada di Undang-Undang

Pemda Nomkor 32 Tahun 2004 dulu dengan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014. Tapi diarahkan untuk bahwa pengujian konstitusional undang-undang ini terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ya.

(21)

Saya kira hal-hal itu saja, saya yakin ini sudah sering berperkara di permohonan di Mahkamah Konstitusi sudah dapat menangkap apa yang kita maksudkan. Saya kira itu saja yang dapat kita sampaikan pada agenda pemeriksaan pendahuluan untuk nasihat dan perbaikan. Saya kira tidak ada lagi hal yang disampaikan, Pak Eko? Kemudian dari 31, cukup, ya?

Ya, baik kalau begitu karena juga kita akan ada sidang lanjutan. Untuk perbaikan jika memang saran, pertimbangan, atau nasihat kita akan dijadikan pertimbangan atau bahan masukan diberikan waktu 14 hari. Jadi, penyerahan perbaikan permohonan itu Rabu, 13 April 2016 pukul 09.00 WIB.

Baik, saya kira sidang hari ini cukup, dan sidang hari ini selesai, dan sidang dinyatakan di tutup.

Jakarta, 31 Maret 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 11.12 WIB KETUK PALU 3X

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar HDL pada mencit setelah diberi pakan diet tinggi lemak selama 28 hari, kemudian diberi perlakuan selama

kursi pakai tangan, sandaran tinggi, sandaran dan dudukan beralas karet atau busa dibungkus imitalisir atau kain bludru warna coklat atau wam a lain yang

Berdasarkan lembar angket yang diberikan kepada MIS. MIS memberikan skor jarang pada permasalahan tentang belajar dia di luar sekolah. dan jika dilihat dari

Pada siklus I pertemuan ke 2 guru mulai mencoba menerapkan metode Tanya jawab pada siswa, dengan penggunaan metode Tanya jawab ini siswa terlihat sudah mulai

(2006), pasir harus diganti dua kali selama 10 bulan dalam proses dewatering untuk skala batch, sedangkan HPCIDBC (2011), memperkirakan periode penggantian pasir selama

Tugas umum adalah tugas yang diberikan secara bertahap oleh Panitia OKK IM FKM UI 2018 selama rangkaian kegiatan magang OKK IM FKM UI 2018 untuk seluruh Peserta

Judul ini diambil dan diteliti karena dilatar belakanggi maraknya remaja sekarang yang kesulitan dan bahkan belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Jika dilihat dari

Tentunya identifikasi dan analisis risiko-risiko bahaya yang mungkin terjadi perlu dilakukan agar risiko-risiko bahaya terhadap aspek keselamatan yang mungkin