BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Internet
2.1.1 Definisi Internet
Internet adalah jaringan komputer luas dan besar serta mendunia yang menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai sumber daya informasi dari mulai yang statis hingga yang dinamis dan interaktif (Eddy Purwanto).
2.1.2 Sejarah Internet
Sejarah internet dimulai pada tahun 1969 ketika Departemen Pertahanan Amerika, U.S. Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), memutuskan untuk mengadakan penelitian mengenai cara untuk menghubungkan sejumlah komputer sehingga membentuk jaringan organik. Program penelitian ini dikenal dengan ARPANET. Pada tahun 1970, ARPANET berhasil menghubungkan lebih dari 10 komputer sehingga mereka dapat saling berkomunikasi dan membentuk sebuah jaringan.
Pada tahun 1972, Roy Tomlinson berhasil menyempurnakan program e-mail yang diciptakannya tahun 1971 untuk ARPANET. Program e-mail ini sangat mudah sehingga langsung populer pada saat itu. Pada tahun yang sama, icon “@” juga diperkenalkan sebagai lambang penting yang menunjukkan "at" atau "pada".
Tahun 1973, jaringan komputer ARPANET mulai dikembangkan ke luar Amerika Serikat. Komputer pertama yang ada di luar Amerika yang menjadi anggota jaringan ARPANET adalah milik University College di London. Pada tahun yang sama, dua orang ahli komputer yakni Vinton Cerf dan Bob Kahn mempresentasikan sebuah gagasan yang lebih besar dimana gagasan tersebut menjadi cikal bakal pemikiran internet. Gagasan ini dipresentasikan untuk pertama kalinya di Universitas Sussex.
Ratu Inggris berhasil mengirimkan email dari Royal Signals and Radar
Establishment di Malvern pada 26 Maret 1976. Setahun kemudian, terdapat lebih dari
100 komputer yang bergabung di ARPANET membentuk sebuah jaringan atau
network.
Pada tahun 1979, Tom Truscott, Jim Ellis dan Steve Bellovin, menciptakan
newsgroups pertama yang diberi nama USENET. Dan pada tahun 1981, France Telecom meluncurkan telepon televisi pertama, dimana orang bisa saling menelepon
sambil berhubungan dengan video link.
Akibat semakin banyaknya komputer yang membentuk jaringan maka dibutuhkan sebuah protokol resmi yang diakui oleh semua jaringan. Pada tahun 1982, dibentuk Transmission Control Protocol (TCP) dan Internet Protokol (IP). Sementara itu di Eropa, muncul jaringan komputer saingan yang dikenal dengan Eunet yang menyediakan jasa jaringan komputer di negara-negara Belanda, Inggris, Denmark, dan Swedia. Jaringan Eunet menyediakan jasa e-mail dan newsgroup USENET.
Tahun 1984, diperkenalkan sistem nama domain, yang kini kita kenal dengan DNS atau Domain Name System untuk menyeragamkan alamat di jaringan komputer yang ada. Komputer yang tersambung dengan jaringan yang ada sudah melebihi 1000 komputer lebih. Kemudian tahun 1987, jumlah komputer yang tersambung ke jaringan melonjak naik 10 kali lipat menjadi 10.000 lebih.
Jarko Oikarinen dari Finland menemukan dan memperkenalkan IRC (Internet
Relay Chat) pada tahun 1988. Setahun kemudian, jumlah komputer yang saling
berhubungan kembali melonjak 10 kali lipat dalam setahun. Tidak kurang dari 100.000 komputer kini membentuk sebuah jaringan. Pada tahun 1990, tahun yang paling bersejarah, Tim Berners Lee menemukan program editor dan browser yang bisa menjelajah antara satu komputer dengan komputer yang lainnya, yang membentuk jaringan itu. Program inilah yang disebut World Wide Web (WWW).
Pada tahun 1992, komputer yang saling tersambung membentuk jaringan sudah melampaui sejuta komputer. Pada tahun yang sama muncul istilah surfing the
internet. Kemudian tahun 1994, situs internet telah tumbuh menjadi 3000 alamat
halaman dan untuk pertama kalinya virtual-shopping atau e-retail muncul di internet. Di tahun yang sama Yahoo! didirikan, yang juga bersamaan dengan kelahiran
Netscape Navigator 1.0.
2.1.3 Manfaat Internet
Quarterman dan Mithchell (1996) dalam Herring (1996) membagi manfaat internet dalam empat kategori, yaitu :
a. Internet sebagai media komunikasi, merupakan manfaat internet yang paling banyak digunakan, dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia.
b. Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, FTP (File
Transfer Protocol - untuk mengunduh file dari server) dan WWW, para pengguna
internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah. c. Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat
d. Manfaat komunitas, internet membentuk masyarakat baru yang beranggotakan para pengguna internet dari seluruh dunia dimana dalam komunitas ini, pengguna internet dapat berkomunikasi, mencari informasi, berbelanja, melakukan transaksi bisnis, dsb. Karena sifat internet yang mirip dengan dunia kita sehari – hari, maka internet sering disebut sebagai cyberspace atau virtual world (dunia maya).
Adapun manfaat internet dalam bidang kedokteran adalah sebagai berikut: (1) menyediakan akses informasi mengenai kedokteran, (2) dapat digunakan sebagai alat komunikasi elektronik dalam bidang kedokteran, (3) memudahkan publikasi karya ilmiah maupun artikel mengenai kedokteran, (4) mempermudah mendapatkan jurnal kedokteran disamping sebagai media promosi jurnal kedokteran, (5) sebagai media penelusuran kepustakaan bagi dokter, (6) sebagai media untuk meningkatkan profesionalisme dalam kerjasama institusi, (7) sebagai media untuk konsultasi kasus, (8) sebagai media untuk berpartisipasi dalam forum diskusi, (9) mempermudah dokter dalam mengumpulkan hingga mengolah data individu (Septiana et al, BSI, 2009).
2.1.4 Perkembangan Internet
Internet sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat pada umumnya karena dengan internet, mereka bisa mengakses dan menemukan segala informasi di seluruh dunia dengan cepat dan mudah. Kebutuhan internet yang sangat penting sehingga peningkatan jumlah pemakai internet setiap tahun yang selalu meningkat di seluruh dunia. Populasi pengguna internet di dunia berdasarkan data terakhir, 30 september 2009, dari Internet World Stats adalah 1.733.993.741. Angka ini meningkat dari 360.985.492 pada 31 Desember 2000.
Berdasarkan data yang ada, pengguna internet di dunia yang paling banyak adalah di benua Asia yaitu 56,3 % jumlah seluruh pengguna internet di dunia.
Jumlah pengguna internet di Asia adalah sebesar 738.257.230. Adapun 10 negara di Asia pengguna internet yang paling banyak adalah Cina, Jepang, India, Korea Selatan, Indonesia, Filipina, Vietnam, Pakistan, Malaysia, dan Taiwan.
Berdasarkan data terakhir tanggal 30 september 2009 dari Internet World
Stats, Indonesia berada di peringkat ketigabelas dunia dan berada di peringkat kelima
di Asia sebagai negara pengguna internet terbanyak. Dengan jumlah pengguna internet di Indonesia adalah 30.000.000. Angka ini meningkat dari 20.000.000 pada 31 Desember 2000. Sedangkan, berdasarkan data dari APJII kita dapat melihat adanya peningkatan pengguna internet dari 512.000 pada tahun 1998 menjadi 25.000.000 pada tahun 2007.
Berdasarkan penelitian oleh Alexa, situs yang paling banyak dikunjungi di dunia adalah google.com, facebook.com, dan youtube.com, sedangkan di Indonesia situs yang paling banyak dikunjungi adalah facebook.com, google.co.id, google.com,
yahoo.com, blogger.com, kaskus.us, wordpress.com, youtube.com, detik.com, dan 4shared.com. Hal ini menunjukkan pengguna internet di Indonesia lebih cenderung
menggunakan facebook.com dibandingkan dengan google.co.id.
2.2 Addiction
2.2.1 Definisi Addiction
Addiction berasal dari bahasa Latin yaitu addicere, yang berarti untuk
menjatuhkan atau memvonis (Carlson, 2005). Seseorang dikatakan memiliki gangguan addictive apabila orang tersebut tergantung pada obat-obatan psikoaktif dan pengunaan obat tersebut menyebabkan gangguan hubungan interpersonal (Wortman et al, 1981).
Dahulu addiction hanya terbatas pada penggunaan obat-obatan. Pada tahun 1996, Young mengemukakan bahwa addiction juga terdapat pada pengguna internet, dimana internet addiction memiliki kesamaan dengan substance addiction sehingga dia mengambil beberapa kriteria untuk substance addiction dari DSM IV untuk merancang kriteria internet addiction. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan internet berlebihan (internet addiction) dapat menyebabkan gangguan akademi, hubungan interpersonal, keuangan, pekerjaan, dan kesehatan tubuh.
2.2.2 Teori Addiction
Psikiater dan psikologis telah mengemukakan teori untuk menjelaskan gangguan addiction. Teori yang telah dikemukakan adalah teori psikodinamik dan kepribadian, teori sosiokultural, teori perilaku, dan teori biomedis. Teori psikodinamik dan kepribadian mengemukakan bahwa addiction berkaitan dengan trauma pada masa kecil dan gangguan kepribadian (Sue, 1994).
Teori sosiokultural mengemukakan bahwa addiction bervariasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status ekonomi, etnis, agama, dan negara. Beberapa addiction lebih sering dijumpai pada orang dengan berbagai kategori. Sebagai contoh, ketergantungan alkohol lebih sering pada orang dengan status ekonomi menengah, penduduk asli Amerika, dan beragama katolik. Orang kulit putih cenderung menggunakan halusinogen, sedangkan orang kulit hitam cenderung menggunakan heroin (Sue, 1994).
Menurut teori perilaku berdasarkan penelitian Skinner dalam Sue (1994) pada
operant conditioning, setiap seorang memiliki perilaku dan mendapat penghargaan
ataupun hukuman akibat kelakuan tersebut. Suatu ilustrasi yang menggambarkan hal ini adalah seorang anak yang malu dan takut untuk bertemu dengan orang lain yang baru dijumpainya. Ketika jam istirahat tiba, dia memilih untuk menyendiri dan tidak
bermain dengan anak-anak lainnya. Anak tersebut menghindari kecemasan dengan cara menyendiri karena dengan menyendiri membuat dirinya nyaman (penghargaan). Oleh karena itu, dia akan memilih menyendiri di kemudian hari. Hal ini berkaitan dengan addiction, dimana obat- obatan, alkohol, internet memberikan cinta, kesenangan, kenyamanan fisik maupun psikologis. Jika seseorang mendapatkan kenyamanan dengan obat-obatan, alkohol, dan internet, maka dia akan menggunakan obat-obatan, alkohol, dan internet di kemudian hari.
Teori biomedis, teori ini memfokuskan pada faktor genetik dan herediter serta ketidakseimbangan neurotransmiter di otak. Teori ini mengemukakan bahwa kemungkinan adanya kelainan kromosom, hormon, dan neurotransmiter yang mengatur aktivitas pada otak dan sistem saraf lainnya. Adanya kelainan tersebut dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan menjadi addiction (Sue, 1994).
2.2.3 Diagnosis Addiction
Kriteria diagnostik DSM IV untuk ketergantungan zat (substance addiction) adalah suatu pola pemakaian zat maladaptif, yang menyebabkan gangguan atau penderitaan yang bermakna secara klinis, seperti yang dimanifestasikan oleh tiga atau lebih hal berikut, terjadi pada tiap saat dalam periode 12 bulan yang sama: (1) Toleransi, seperti yang didefinisikan oleh berikut:
(a) Kebutuhan untuk meningkatkan jumlah zat secara jelas untuk mencapai intoksikasi atau efek yang diinginkan.
(b) Penurunan efek yang bermakna pada pemakaian berlanjut dengan jumlah zat yang sama.
(2) Putus, seperti yang dimanifestasikan oleh berikut:
(a) Sindroma putus yang karakteristik bagi zat (lihat kriteria A dan B dari kumpulan kriteria untuk putus zat spesifik).
(b) Zat yang sama (atau yang berhubungan erat) digunakan untuk menghilangkan atau menghindari gejala putus.
(3) Zat seringkali digunakan dalam jumlah yang lebih besar atau selama periode yang lebih lama dari yang diinginkan.
(4) Terdapat keinginan terus menerus atau usaha yang gagal untuk menghentikan atau mengendalikan penggunaan zat.
(5) Dihabiskan banyak waktu dalam aktivitas untuk mendapatkan zat (misalnya, mengunjungi banyak dokter atau pergi jarak jauh), menggunakan zat (misalnya,
chain-smoking), atau pulih dari efeknya.
(6) Aktivitas sosial, pekerjaan, atau rekreasional yang penting dihentikan atau dikurangi karena penggunaan zat.
(7) Pemakaian zat dilanjutkan walaupun mengetahui memiliki masalah fisik atau psikologis yang menetap atau rekuren yang kemungkinan telah disebabkan atau dieksarsebasi oleh zat (misalnya, baru saja menggunakan kokain walaupun menyadari adanya depresi akibat kokain, atau terus minum walaupun mengetahui bahwa ulkus memburuk oleh konsumsi alkohol).
Sebutkan jika, dengan ketergantungan fisiologis : tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, terdapat butir 1 maupun 2). Jika tanpa ketergantungan fisiologis : tidak ada tanda-tanda toleransi atau putus (yaitu, tidak terdapat butir 1 maupun 2).
2.3 Internet Addiction
2.3.1 Definisi Internet Addiction
Internet addiction, dapat disebut sebagai Pathological Internet Use (PIU),
merupakan ketidakmampuan individu untuk mengontrol penggunaan internetnya, yang dapat menyebabkan terjadinya masalah psikologis, sosial, dan pekerjaan pada kehidupan individu tersebut (Young and Roger 1998; Davis 2001).
Kandell (1998) menyatakan bahwa internet addiction adalah ketergantungan psikologis terhadap internet yang dikarakteristikkan dengan meningkatnya aktivitas penggunaan internet, perasaan yang tidak nyaman apabila offline, meningkatnya toleransi, dan penyangkalan terhadap adanya problem kelakuan.
Lebih lanjut, Widyanto dan Griffith (2006) menekankan bahwa internet
addiction adalah technology addiction, dimana hal ini merupakan behavioral addiction yang melibatkan hubungan antara manusia dan komputer.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa internet addiction adalah penggunaan internet yang berlebihan yang melibatkan manusia dan komputer, dan dikarakteristikkan dengan meningkatnya aktivitas penggunaan internet, perasaan yang tidak nyaman apabila offline, meningkatnya toleransi, serta penyangkalan terhadap adanya problem kelakuan, dimana penggunaan internet yang berlebihan tersebut dapat mengakibatkan masalah psikologis, sosial, dan pekerjaan pada kehidupan individu tersebut.
2.3.2 Etiologi Internet Addiction
Davis (2000) mengemukakan Cognitive-Behavioral Model of Pathological
Internet Use (PIU) dengan asumsi bahwa PIU merupakan hasil dari kegagalan cognition bersamaan dengan perilaku. Dalam model ini, penyebab PIU diletakkan
dalam rantai etiologi dari proksimal ke distal. Penyebab pada distal dekat dengan awal timbulnya masalah, sedangkan penyebab pada bagian proksimal dekat dengan akhir dari rantai etiologi (lihat gambar 2.1).
Davis (2000) menggunakan teori diathesis-stress untuk menjelaskan penyebab bagian distal dari PIU. Berdasarkan teori ini, disfungsi perilaku merupakan akibat dari kerentanan yang telah ada sebelumnya (diathesis) dan pengalaman hidup (stress). Kerentanan yang telah ada sebelumnya (diathesis) adalah
gangguan psikopatologi seperti depresi, ansietas, atau penyalahgunaan zat, penting sebagai penyebab distal dari terjadinya gejala PIU. Gangguan tersebut tidak secara langsung menyebabkan terjadinya gejala PIU tetapi sebagai komponen dasar pada etiologi PIU. Situational cues (reinforcement) Internet stress Psychopathology (e.g.,depression, social anxiety, substance dependence) diathesis Proximal Distal Maladaptive Cognitions Social Isolation And/or Lack of social support Specific Pathological Internet Use (SPIU) Generalized Pathological Internet Use (GPIU) Behavioral Symptoms of PIU
Gambar 2.1 Cognitive- Behavioral Model of Pathological (PIU) menjelaskan etiologi PIU (Davis, 2000).
Berdasarkan teori Cognitive-Behavioral Model of Pathological Internet Use, adanya psikopatologi menyebabkan seorang individu menjadi lebih rentan terhadap gejala PIU. Paparan pertama terhadap internet atau teknologi online baru dinyatakan sebagai stressor pada teori diathesis-stress. Paparan pertama tersebut merupakan penyebab distal dari gangguan PIU. Ketika seseorang mendapatkan pengalaman
positif terhadap teknologi baru tersebut, dia akan terdorong untuk terus menggunakan teknologi itu dan untuk mendapatkan pengalaman positif yang sama seperti sebelumnya (reinforcement).
Selain itu, beberapa stimulus dapat berkaitan dengan stimulus kondisi utama dan menjadi pendorong sekunder. Kejadian dan objek yang berkaitan dengan online seperti suara modem, perasaan mengetik di komputer, dan layar komputer dapat menjadi pendorong sekunder dan menyebabkan respon yang telah dikondisikan. Pendorong sekunder ini dapat mendorong perkembangan gejala PIU dan membantu mempertahankan gejala- gejala yang berhubungan.
Bedasarkan Davis (2000), hal yang paling penting adalah terjadinya
maladaptive cognition. Maladaptif ini merupakan penyebab proksimal dari
gangguan PIU dan cukup untuk menyebabkan gejala PIU. Davis (2000) membagi maladaptif ini menjadi dua yaitu memikirkan tentang diri sendiri dan memikirkan tentang dunia. Maladaptif yang memikirkan diri sendiri dikarakteristikkan dengan merenungkan masa lampau. Seseorang yang merenungkan masa lampau akan selalu berpikir kegiatan online dibandingkan dengan isu kehidupan lain. Seseorang yang merenungkan masa lampau diasumsikan akan mengalami PIU dengan periode waktu yang lama dan dengan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan orang yang tidak memikirkan masa lalu. Beberapa hal maladaptif lainnya adalah keraguan diri, ketidakpercayaan diri, dan pandangan negatif terhadap diri sendiri. Individu dengan hal ini akan memiliki konsep negatif terhadap dirinya dan menggunakan internet untuk mendapatkan feedback positif pada lingkungan yang tidak berbahaya.
Maladaptif yang memikirkan tentang dunia akan mengeneralisasikan kejadian spesifik pada internet menjadi kejadian global di dunia nyata. Davis (2000) mengemukakan beberapa contoh penyimpangan global tersebut seperti “Internet merupakan satu –satunya yang dapat saya hormati,” “Tidak ada orang yang menyukai saya offline,” ”Internet merupakan satu-satunya teman saya,” atau “Orang
lain memperlakukan saya buruk saat saya offline.” Pemikiran all or nothing ini merupakan maladaptive cognition yang dapat memperparah ketergantungan internet pada individu (Davis, 2000).
2.3.3 Prevalensi Internet Addiction
Prevalensi internet addiction bervariasi berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan. Berdasarkan penelitian oleh Young (1996) di Toronto, Kanada yang diikuti partisipan sebanyak 496 orang, prevalensi internet addiction adalah 80%. Berdasarkan penelitian oleh Min, et al (2003) di Seoul, Korea yang diikuti partisipan sebanyak 13.588 orang, prevalensi internet addiction adalah 3,5%. Berdasarkan penelitian oleh Cao dan Su (2006) di Hunan, China yang diikuti partisipan sebanyak 2.620 orang, prevalensi internet addiction adalah 2,4%. Berdasarkan penelitian oleh Aboujaoude (2006) dalam Busko (2007) di 50 negara yang diikuti partisipan sebanyak 2.531 orang, prevalensi internet addiction adalah 0,7%. Berdasarkan penelitian oleh Ko, et al (2009) di Taiwan Selatan yang diikuti partisipan sebanyak 2.293 orang, prevalensi internet addiction adalah 10,8%.
2.3.4 Faktor Risiko Internet Addiction
Faktor risiko internet addiction adalah sebagai berikut:
(1) Seseorang menderita ansietas. Seseorang yang menderita ansietas akan menggunakan internet untuk menghindari kekhawatiran dan ketakutannya. Gangguan ansietas seperti obsesif kompulsif berkontribusi terhadap pengecekan
(2) Seseorang menderita depresi. Internet dapat digunakan untuk lari dari perasaan depresi, tetapi penggunaan internet berlebihan dapat menyebabkan masalah yang lebih buruk, internet addiction berkontribusi pada isolasi dan kesepian.
(3) Seseorang yang mengalami addiction lain. Banyak penderita internet addiction mengalami addiction lain seperti seks, alkohol, obat- obatan, dan perjudian. (4) Seseorang dengan kurangnya dukungan sosial. Seseorang dengan internet
addiction sering menggunakan chatrooms, instant messaging, atau online game
sebagai cara yang aman untuk membentuk hubungan baru dan lebih percaya diri untuk berhubungan dengan orang lain.
(5) Remaja. Seorang remaja dapat merasakan bahwa persahabatan di internet lebih nyaman daripada di dunia nyata.
(6) Seseorang dengan aktivitas sosial yang rendah. Sebagai contoh, penjagaan berlebihan terhadap anak akan menyebabkan anak tersebut sulit untuk keluar rumah atau berhubungan dengan temannya sehingga ia cenderung menggunakan internet di rumah.
Faktor risiko internet addiction pada mahasiswa adalah sebagai berikut: (1) Tersedianya internet gratis dan tidak terbatas, (2) Banyaknya waktu luang, (3) Pengalaman pertama bebas dari pengaruh orang tua, (4) Tidak adanya pengawasan atau pensensoran tentang apa yang mereka lakukan ataupun katakan saat online, (5) Adanya dorongan dari fakultas dan administrasi, (6) Adanya pelatihan remaja pada aktivitas yang sama, (7) Adanya keinginan untuk lepas dari stress belajar, (8) Adanya intimidasi sosial, (9) Umur yang cukup untuk mengkonsumsi alkohol.
Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Anderson (2001) ditemukan bahwa pelajar ilmu alam dan teknologi lebih sering menggunakan internet dan lebih memiliki gejala Pathological Internet Use (PIU).
2.3.5 Klasifikasi Internet Addiction
Davis (2000) mengemukakan klasifikasi internet addiction (PIU) adalah spesifik PIU dan general PIU. Spesifik PIU adalah orang yang menjadi tergantung pada salah satu fasilitas internet. Orang yang mengunakan internet secara berlebihan untuk mengakses materi seksual, perjudian, layanan pelelangan, dan perdagangan juga termasuk pada spesifik PIU. Pada orang dengan spesifik PIU diasumsikan bahwa dependen akan timbul pada konteks lain walaupun orang tersebut tidak memiliki akses terhadap internet. Spesifik PIU hanya berhubungan dengan satu segi dari internet dan tidak berhubungan dengan penggunaan internet lainnya. General PIU adalah penggunaan internet berlebihan yang general dan multidimensional. Seseorang dengan general PIU akan sering menghabiskan waktu saat online tanpa memiliki tujuan tertentu. Beberapa contoh dari general PIU adalah penggunaan berlebihan chat room, instant messaging, online games, dan email. Ada asumsi bahwa general PIU berhubungan dengan aspek sosial dari internet.
Internet addiction juga dapat dibagi menjadi lima yaitu sebagai berikut:
(1) Cybersexual addiction – ketergantungan pada cyberporn dan chatroom dewasa (2) Cyber-relationship addiction – persahabatan online pada chatroom dan
newsgroups yang menggantikan sahabat dan keluarga di dunia nyata
(3) Net compulsions – kompulsi pada perjudian online, pelelangan, dan obsesif dalam belanja online
(4) Information overload – kompulsi untuk mencari sumber-sumber informasi (5) Computer addiction – obsesif bermain game di komputer atau memprogram
aspek ilmu komputer, kebanyakan pada pria, anak-anak, dan remaja.
2.3.6 Patogenesis Internet Addiction
Grohol (1999) mengemukakan bahwa PIU memiliki tiga tahap pada pengguna internet yang baru ataupun lama. (lihat gambar 2.2). Pada tahap pertama, pengguna
internet tertarik dengan adanya teknologi baru atau aplikasi baru di internet. Ketertarikan ini atau obsesi dengan aktivitas baru menghasilkan penggunaan berlebihan dari teknologi internet sampai orang tersebut mencapai tahap kedua. Pada tahap kedua, pengguna internet menjadi bosan terhadap teknologi tersebut dan mulai mencegah penggunaan berlebihan dari internet tersebut. Pencegahan ini akan berakhir sampai orang tersebut mencapai tahap ketiga. Pada tahap ketiga, pengguna internet menemukan keseimbangan dan mulai menggunakan teknologi baru tersebut dalam level normal yang tidak mengganggu kehidupan orang tersebut.
Stage I
Stage II
Stage III
Gambar 2.2 Grohol’s model of Pathological Internet Use yang menunjukkan perkembangan tiga tahap dari PIU (Grohol, 1999).
Grohol (1999) juga mengemukakan beberapa asumsi yaitu model ini mengasumsikan beberapa orang terhenti pada tahap pertama ketika mereka
New online users Existing users
New online activity
Enchanment (obsession)
Disillusionment (avoidance)
menemukan teknologi baru di internet. Mereka harus dibina agar dapat melanjutkan ke tahap berikutnya. Diasumsikan bahwa pengguna internet yang telah berpengalaman akan lebih mudah untuk melewati ketiga tahap tersebut dibandingkan dengan pengguna internet yang kurang berpengalaman ataupun pengguna internet baru.
2.3.7 Efek Internet Addiction
Efek dari internet addiction dapat diklasifikasikan menjadi lima kategori yaitu akademik, hubungan interpersonal, finansial, pekerjaan, dan fisik (Young,1996). Akademik, pelajar menjadi sulit untuk menyelesaikan tugas, belajar untuk menghadapi ujian, dan kurang tidur akibat penggunaan internet yang berlebihan di malam hari. Selain itu, penggunaan internet berlebihan pada pelajar menyebabkan menurunnya prestasi bahkan dikeluarkan dari sekolah.
Hubungan interpersonal seperti pernikahan, hubungan orang tua dengan anak, dan hubungan yang sangat dekat juga dapat terganggu akibat penggunaan internet berlebihan. Seseorang dengan internet addiction secara bertahap akan mengurangi waktu untuk bersosialisasi di dunia nyata. Pada ibu rumah tangga dijumpai adanya kelalaian dalam menjaga anaknya.
Finansial, masalah finansial dijumpai akibat biaya penggunaan internet yang berlebihan tetapi sekarang dengan adanya penurunan tarif online menyebabkan pengguna dapat bebas menggunakan internet tanpa harus memikirkan biaya yang dikeluarkan.
Pekerjaan, pekerja cenderung menggunakan jasa internet perusahaan untuk mengakses kebutuhan pribadi pada saat jam kerja. Hal ini menyebabkan para pekerja tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Fisik, pengguna internet cenderung menjadi kurang tidur sehingga menyebabkan keletihan yang berlebihan dan menurunkan imun pengguna internet. Penggunaan internet berlebihan juga meningkatkan risiko terjadinya keletihan mata, nyeri pinggang, dan carpal tunnel syndrome.
Universitas Texas di Dallas mengemukakan beberapa akibat dari internet
addiction – akibat dari penggunaan internet yang berlebihan, pada mahasiswa adalah
sebagai berikut (1) Menyebabkan kurang tidur dan rasa letih yang berlebihan, (2) Semakin menurunnya prestasi, (3) Berkurangnya interaksi dengan lawan jenis, (4) Penurunan aktivitas sosial di kampus, (5) Menimbulkan kegelisahan dan apatis pada saat offline, (5) Mengingkari kondisi addictive pada si pengguna, (6) Membentuk opini bahwa apa yang mereka temukan di internet lebih tinggi kedudukannya dibandingkan kemampuannya, (7) Menghindari pertanyaan mengenai waktu penggunaan internet mereka serta apa-apa saja yang mereka lakukan dalam berinternet.
2.3.8 Diagnosa Internet Addiction
Berdasarkan pada YDQ ( Young Diagnostic Questionnaire ) yang merupakan modifikasi dari kriteria DSM IV maka terdapat delapan kriteria, yaitu :
1. Pikiran pecandu internet terus-menerus tertuju pada aktivitas berinternet dan sulit untuk dibelokkan ke arah lain
2. Adanya kecenderungan penggunaan waktu berinternet yang terus-menerus bertambah demi meraih tingkat kepuasan yang sama dengan yang pernah dirasakan sebelumnya
3. Yang bersangkutan secara berulang gagal untuk mengontrol atau menghentikan penggunaan internet
4. Adanya perasaan tidak nyaman, murung, atau cepat tersinggung ketika yang bersangkutan berusaha menghentikan penggunaan internet
5. Adanya kecenderungan untuk tetap online melebihi dari waktu yang ditargetkan 6. Penggunaan internet itu telah membawa risiko hilangnya relasi yang berarti,
pekerjaan, kesempatan studi, dan karier
7. Penggunaan internet menyebabkan pengguna membohongi keluarga atau terapis, dan orang lain untuk menyembunyikan keterlibatannya yang berlebihan dengan internet
8. Internet digunakan untuk melarikan diri dari masalah atau untuk meredakan perasaan-perasaan negatif seperti rasa bersalah, kecemasan, depresi, dan sebagainya.
Seseorang dapat digolongkan sebagai pecandu internet bila ia memenuhi sedikitnya lima dari delapan kriteria yang disebutkan Young. Beard (2001) memodifikasi kriteria Young dengan menyatakan bahwa seseorang dapat digolongkan sebagai pecandu internet bila ia memenuhi lima kriteria pertama dan salah satu dari tiga kriteria berikutnya. Beard menyatakan bahwa modifikasi dapat memperkuat kriteria Young.