• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Effect of Moon Cycle on Dynamics of Ecdysteroid Hormone Related to Molting Activity of Mangrove Crab (Scylla olivacea) in Soft Shell Crab Farming

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "The Effect of Moon Cycle on Dynamics of Ecdysteroid Hormone Related to Molting Activity of Mangrove Crab (Scylla olivacea) in Soft Shell Crab Farming"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Siklus Bulan Terhadap Dinamika Hormon Ecdysteroid Kaitannya dengan Aktivitas Molting Kepiting Bakau (Scylla olivacea) pada Budidaya Kepiting Cangkang Lunak

The Effect of Moon Cycle on Dynamics of Ecdysteroid Hormone Related to Molting Activity of Mangrove Crab (Scylla olivacea) in Soft Shell Crab Farming

Y. Fujaya1, DD Trijuno1, Hasnidar2

1

Faculty of Marine Science and Fisheries, Hasanuddin University Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10, Makassar, Indonesia 2

Faculty of Fisheries and Marine Sciences, Indonesia Moslem University Jl. Perintis Kemerdekaan Makassar, Indonesia

Email: fyushinta@yahoo.com

Abstrak

Produksi kepiting cangkang lunak pada industry budidaya berfluktuasi berdasarkan fase bulan. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa bulan mempengaruhi siklus molting melalui pengaruhnya terhadap pelepasan hormon ekdisteroid. Penelitian dilakukan di lokasi budidaya kepiting cangkang lunak yang terletak di desa Bojo, Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan. Lima puluh kepiting bakau (Scylla olivacea Herbst, 1979) dengan berat masing-masing sekitar 90-100 g digunakan untuk mempelajari kandungan hormon ekdisteroid dalam cairan tubuh (hemolimph) kepiting. Kepiting dipelihara secara individu dalam kolam air payau. Koleksi Hemolimph dilakukan pada delapan fase bulan (bulan baru, sabit baru, kuartal pertama, cembung pertama, bulan purnama, cembung akhir, kuartal terakhir, sabit tua). Pengukuran kandungan ekdisteroid dilakukan menggunakan Ultra Fast Liquid Chromatography (UFLC). Pada saat yang sama, pengamatan aktivitas molting dilakukan di kolam budidaya kepiting cangkang lunak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hormon ekdisteroid tertinggi dicapai pada fase bulan baru dan bulan purnama. Puncak molting tidak terjadi pada saat kandungan hormone ekdisteroid mencapai puncak, melainkan saat kandungan hormone ekdisteroid menurun setelah mencapai puncak, yakni, pada fase bulan sabit dan cembung.

Abstract

Soft shell crab production in the aquaculture industry fluctuates based on phases of the moon. This study was conducted to prove that the moon affects the molting cycle through its influence on ecdysteroid hormone releases. The study was conducted at the soft shell crab farming, located in Bojo village, Mallusetasi District, Barru Regency, South Sulawesi Province. Fifty mangrove crabs (Scylla olivacea Herbs, 1979) with individual weight about 90-100 g were used to study the content of ecdysteroid hormones in the body fluids (hemolimph) of the crab. Individual crabs were reared in

(2)

crab box placed in the brackish water ponds. Hemolimph collection was conducted in eight phases of the moon (new moon, new crescent, first quarter, first convex, full moon, convex end, last quarter, and old crescent). Ecdysteroid content measurement was performed by Ultra Fast Liquid Chromatography (UFLC). At the same time, observations of molting activity were carried-out in the soft shell crab farming pond. The results showed that the highest ecdysteroid hormone level was achieved in the new moon and the full moon phases. However, the peak of molting activity did not occur at the time of ecdysteroid hormone content on the highest level. The peak of molting activity occurred when the content of the ecdysteroid hormone decreased after reaching the peak at the crescent and convex phases.

Keywords : aquaculture, crabs, hormones, molting, moon  

PENDAHULUAN 

Kepiting  lunak  (Soft  shell  crab)  adalah  salah  satu  makanan  laut  (Seafood)  di  dunia  yang  terkenal karena kelezatannya.  Kepiting ini bukanlah spesies baru, melainkan kepiting bakau (Scylla 

spp.) yang dipanen sesaat setelah mereka melepaskan cangkang lamanya yang keras (molting) dan 

cangkang  baru  masih  dalam  keadaan  lunak.    Komoditas  ini  diekspor  ke  Amerika,  Cina,  Jepang,  Hongkong, Korea Selatan, Taiwan, Malaysia, dan sejumlah negara di kawasan Eropa.   

Molting  adalah  fenomena  umum  pada  semua  crustacea  dan  esensial  untuk  pertumbuhan,  metamorphosis,  dan  reproduksi.    Molting  adalah  proses  yang  kompleks  dan  event  yang  bersiklus,  puncaknya  adalah  ecdysis  atau  pelepasan  eksoskeleton  (Chang  dan  Mykles,  2011).    Sesungguhnya  siklus  molting  itu  sendiri  terdiri  atas  molt,  postmolt,  intermolt,  dan  premolt  (Kuballa  dan  Elizur,  2007).  Fase molt merujuk ke proses ecdysis, yakni pelepasan eksoskeleton yang keras.  Fase setelah  ecdysis  disebut  post  molt,  yakni  fase  dimana  eksoskeleton  masih  lunak,  penyerapan  air  merentangkan  eksoskeleton  yang  baru  sehingga  ukuran  hewan  menjadi  lebih  besar.    Selanjutnya  terjadi mineralisasi dan pengerasan eksoskeleton.  Periode intermolt atau anecdysis adalah periode  non aktif dan merupakan periode terlama dari siklus molting.  Selama waktu ini, terjadi regenerasi  otot,  penyimpanan  energi  dalam  bentuk  glycogen  dan  lipid  diakumulasikan  dalam  hemolimph  dan  midgut  untuk  mensukseskan  ecdysis  berikutnya.    Premolt,  atau  proecdysis  adalah  fase  dimana  terjadi  atrophy  otot  somatic,  resorption  eksoskeleton  lama  dan  pembentukan  eksoskeleton  baru  sebagai persiapan untuk dimulainya ecdysis. 

Lockwood,  1967  dan  Welsh,  1961  mengemukakan  bahwa  ada  beberapa  faktor  yang  mengontrol  molting,  yaitu:  informasi  eksternal  dari  lingkungan  seperti  cahaya,  temperatur,  dan  ketersediaan  makanan.    Selain  itu,  informasi  internal  juga  sangat  berperan,  seperti  ukuran  tubuh  yang  membutuhkan  tempat  yang  lebih  luas.    Kedua  faktor  ini  akan  mempengaruhi  otak  dan  menstimulasi organ‐Y untuk menghasilkan hormon molting.   

(3)

Menurut Huberman (2000), ada dua hormone utama yang bertanggungjawab pada proses  molting  crustasea  termasuk  kepiting,  yakni  molting  stimulating  hormone  (MSH)  dan  molting  inhibiting  hormone  (MIH).    Molting  stimulating  hormone  disebut  juga  ekdisteroid  diproduksi  oleh  organ  Y  sedangkan  MIH  diproduksi  oleh  organ  X.    Bila  MSH  tinggi  dalam  sirkulasi  maka  akan  merangsang  terjadinya  molting,  sebaliknya  bila  konsentrasi  MIH  yang  tinggi  maka  molting  akan  terhambat.   Dalam beberapa tahun terakhir, endokrinologi crustacea berpatokan pada model yang  sederhana  tersebut,  yakni  pada  fase  intermolt  dan  post  molt,  MIH  tinggi  dan  fase  pemolt  MIH  rendah,  sebaliknya  MSH  tinggi  pada  fase  premolt  dan  rendah  pada  fase  intermolt  dan  post  molt.   Namun,  menurut  Chung  dan  Webster  (2005)  selama  intermolt  MIH  level  tidak  selalu  tinggi  dan  selama  pertengahan  hingga  akhir  premolt  MIH  level  dapat  lebih  tinggi  dibanding  intermolt.   Ecdysteroid  dapat  menghambat  sekresi  ekdisteroid  Y  organ,  yang  selanjutnya  berkontribusi  pada  penurunan tajam kandungan ekdisteroid hemolimph pada akhir fase premolt (Dell et al., 1999).  Hal  ini mengindikasikan bahwa control hormonal terhadap molting adalah proses yang lebih kompleks.   Jalur  biosintesis  ecdysteroid  pada  organ  Y  crustacean  lebih  kompleks  disbanding  pada  insekta  (Mykles, 2011).  Karenanya, pendekatan biosistem dibutuhkan untuk lebih memahami regulasi dari Y  Organ dan bagaimana interaksinya dengan signal lingkungan (Chang dan Myckles, 2011).    

Fenomena  molting  dapat  dijadikan  salah  satu  entri  poin  untuk  pengembangan  teknologi  budidaya  pada  kepiting  bakau.    Induksi  molting  dapat  dilakukan  bila  memahami  dengan  baik  mekanisme  hormonal  yang  mengontrol  molting  serta  faktor‐faktor  lingkungan  yang  mempengaruhinya.    Belum  banyak  informasi  tentang  pengaruh  fase  bulan  dalam  mempengaruhi  sekresi  ekdisteroid  kepiting,  meskipun  dilapangan  ditemukan  bahwa  produksi  kepiting  lunak  mengalami  fluktuasi  berdasarkan  fase  bulan  dimana  terjadi  peningkatan  kepiting  lunak  beberapa  hari sebelum dan setelah bulan purnama.  Fenomena ini relevan dengan pernyataan Zimecki (2006),  bahwa  siklus bulan memiliki pengaruh terhadap perubahan  hormonal pada  insekta  dan  vertebrata  tingkat  rendah.    Pelepasan  neurohormone  diduga  ditrigger  oleh  radiasi  elektromagnetik  dan  atau  tarikan gravitasi dari bulan.  Faktor eksternal seperti tarikan gravitasi diduga mempengaruhi fungsi  fisiologis tubuh melalui koordinasi sistem saraf dan hormonal.  Oleh karena itu faktor eksternal ini  diduga kuat mempengaruhi dinamika hormonal yang mengatur molting pada kepiting.  

Penelitian  ini  dilakukan  untuk  membuktikan  bahwa  siklus  bulan  mempengaruhi  molting  melalui  pengaruhnya  terhadap  pelepasan  hormone  ekdisteroid.    Informasi  ini  penting  dalam  menentukan  strategi  guna  perlakuan  manipulasi  untuk  menyerentakkan  molting  pada  budidaya  kepiting lunak. 

   

(4)

MATERI DAN METODE 

Penelitian  dilaksanakan  di  Pusat  Penelitian  dan  Pengembangan  Budidaya  Air  Payau  Fakultas  Ilmu  Kelautan  dan  Perikanan  Universitas  Hasanuddin  yang  terletak  di  Desa  Bojo,  Kecamatan  Mallusetasi, Kabupaten Barru,  Propinsi Sulawesi Selatan. 

Hewan Uji.  Kepiting bakau (Scylla olivacea  Herbst, 1979),  sebanyak 50 ekor berukuran lebar 

karapas  70–80  cm  dan  berat  90–100  g,  diperoleh  dari  penangkap  kepiting  setempat,    Kepiting  ditransport secara kering ke lokasi penelitian menggunakan keranjang setelah terlebih dahulu diikat  satu persatu.  Setelah tiba dilokasi penelitian, kepiting dilepaskan ikatannya dan diletakkan di dalam  crab box, diapungkan di atas permukaan air kolam sebagaimana prosedur budidaya kepiting lunak.   Selama pemeliharaan kepiting diberi pakan ikan rucah sebanyak 10% bb per hari.  Kepiting dipelihara  hingga molting. 

Koleksi  dan  Ekstraksi  Hemolimph.    Koleksi  hemolimph  dilakukan  pada  delapan  fase  bulan 

(Tabel 1), masing‐masing terhadap tiga sampel kepiting.  Hemolimph kepiting  diambil dari pangkal  kaki jalan kelima menggunakan syringe 1‐mL dengan jarum suntik berukuran 27‐gauge. Hemolimph  sebanyak 1 ml disimpan dalam eppendoft dan dicampur dengan antikuagulan dengan perbandingan  1:1, selanjutnya sampel disimpan di lemari pendingin (freezer) dengan suhu ‐200C, hingga siap untuk  diekstraksi. Prosedur ekstraksi mengikuti petunjuk Fujaya dan Trijuno (2007), yakni 3mL dietil ether  ditambahkan  ke  dalam  1mL  hemolimph,  dihomogenkan  menggunakan  vortex  selama  30  detik,  lau  didiamkan  selama  2  menit.    Lapisan  bagian  atas  merupakan  fase  ether  yang  mengandung  steroid.   Residu  yang  tertinggal  diekstraksi  kembali  sebanyak  3  kali  kemudian  dikumpulkan  dan  dikisatkan  hingga kering pada suhu 400C.   Tabel 1. Waktu pengambilan sampel hemolimph    No.    Kode    Fase Bulan  Waktu  Kalender Hijriah  Kalender Komariah 

1  A  bulan gelap  10 Pebruari 2013  1 Rabiulakhir 1413 

2  B  bulan sabit baru  14 Pebruari 2013 5 Rabiulakhir 1413

3  C  bulan separuh 1  17 Pebruari 2013  8 Rabiulakhir 1413 

4  D  bulan cembung  1  21 Pebruari 2013  12  Rabiulakhir 1413 

5  E  bulan purnama  25 Pebruari 2013 16  Rabiulakhir 1413

6  F  bulan cembung 2  1 Maret 2013  20  Rabiulakhir 1413 

7  G  bulan separuh 2  4 Maret 2013  24  Rabiulakhir 1413 

(5)

Pengukuran  Kandungan  Ekdisteroid.    Pengukuran  kandungan  ecdysteroid  dilakukan  di  Lab. 

Biofarmaka  Fakultas  Farmasi  UNHAS  menggunakan  Ultra  Fast  Liquid  Chromatography  (UFLC).   Kuantifikasi ekdisteroid menggunakan seri standar 20‐hydroxyecdyson (Sigma). 

Kepiting  Molting.    Pengamatan  aktivitas  molting  kepiting  berdasarkan  fase  bulan  dilakukan 

pada  dua  petak  tambak  produksi  kepiting  cangkang  lunak  di  kabupaten  Barru  Propinsi  Sulawesi  Selatan.   

Analisis  Data:  Pada  penelitian  ini,  semua  hasil  di  tampilkan  dalam  nilai  rata‐rata.    Data 

dianalisis secara deskriptif menggunakan tabel dan grafik.   

 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Profil  ekdisteroid  hemolimph  kepiting  bakau  berfluktuasi  berdasarkan  fase  bulan.    Pada  Gambar  1.  Terlihat  bahwa  kadar  ekdisteroid  mencapai  puncak  pada  fase  bulan  separuh  dan  mencapai  titik  terendah  pada  fase  bulan  gelap  dan  bulan  purnama.    Hasil  penelitian  ini  relevan  dengan  pernyataan  Zimecki  (2006)  bahwa  siklus  bulan  memiliki  pengaruh  terhadap  perubahan  hormonal  pada  phylogenesis  (seperti  insekta  dan  vertebrata  tingkat  rendah).    Radiasi  elektromagnetik dan  atau  tarikan gravitasi  dari  bulan  diduga  mentrigger  pelepasan neurohormone  pada hewan tersebut.   

 

  Gambar 1.  Profil ekdisteroid hemolimph kepiting bakau berdasarkan fase bulan   

(6)

Hasil penelitian ini dapat menjelaskan mengapa puncak kepiting molting terjadi pada saat  pasang surut terendah dan aktivitas molting mengalami penurunan yang signifikan pada saat pasang  naik  tertinggi  (Gambar  2  dan  3).    Fenomena  pasang  surut  dipengaruhi  oleh  siklus  bulan.    Periode  bulan gelap dan bulan purnama diikuti oleh pasang naik tertinggi.  Pada kedua fase tersebut posisi  bumi‐bulan‐matahari  berada  pada  satu  garis  sehingga  kekuatan  gaya  tarik  bulan  dan  matahari  berkumpul  menjadi  satu  menarik  permukaan  bumi.    Akibat  dari  gaya  tarik  bulan  dan  matahari  menyebabkan  permukaan  bumi  yang  menghadap  ke  bulan  mengalami  pasang  naik  tertinggi  sehingga  disebut  juga  pasang  purnama.    Pasang  naik  tertinggi  terjadi  pada  tanggal  1  berdasarkan  kalender  bulan  (saat  bulan  gelap)  dan  pada  tanggal  14  (saat  bulan  purnama).    Sebaliknya  pasang  perbani adalah peristiwa terjadinya pasang surut terendah biasa juga disebut pasang kecil.  Pasang  kecil ini terjadi pada tanggal 7 dan 21 kalender bulan.  Pada kedua tanggal tersebut posisi matahari‐ bulan‐bumi  membentuk  sudut  90o.    Gaya  tarik  bulan  dan  matahari  yang  berlawanan  arah  menyebabkan kekuatannya berkurang (saling melemahkan) dan terjadilah pasang terendah. 

 

 

Gambar  2.    Jumlah  kepiting  bakau  yang  molting  pada  petak  1  tambak  kepiting  soka  di  kabupaten  Barru Sulawesi Selatan 

 

Interaksi gaya tarik bulan dan matahari tidak saja memengaruhi pasang surut tetapi diduga  juga memengaruhi fisiologi hormonal dan tingkah laku hewan termasuk kepiting.  Ditemukan bahwa,  fase bulan purnama dan bulan gelap adalah fase dimana kandungan ekdisteroid hemolimph paling  rendah  dan  diikuti  oleh  menurunnya  jumlah  kepiting  yang  molting.    Puncak  molting  terjadi  ketika 

(7)

sabit tua.  Menurut Fujaya dan Trijuno (2007), peningkatan level hormon molting dalam hemolimph  merupakan  sinyal  bagi  tubuh  untuk  memulai  proses  molting,  namun  ecdysis  terjadi  ketika  level  hormone  molting  menurun  secara  tiba‐tiba.    Level  ekdisteroid  kepiting  bakau  berfluktuasi  selama  siklus molting, konsentrasi tertinggi ditemukan pada stadia premolt dan menurun drastis pada stadia  postmolt.    Pola  level  ekdisteroid  ini  juga  ditemukan  pada  Metopograpsus  messor  (Suganthi  and  Anilkumar, 1999 dan Cancer magister (Tamone et al., 2007).   

 

 

Gambar  3.    Jumlah  kepiting  bakau  yang  molting  pada  petak  2  tambak  kepiting  soka  di  kabupaten  Barru Sulawesi Selatan 

 

Konsentrasi  ecdysteroid  dalam  sirkulasi  hemolimph  ditentukan  oleh  keseimbangan  antara  sintesis  dan  ekskresi.    Secara  alami,  sintesis  ecdysteroid  terjadi  pada  organ  Y  yang  selanjutnya  dikonversi  menjadi  bentuk  aktif  (20  hydroxyecdysone  dan  Ponasterone  A)  pada  jaringan  tepi  dan  dieksresi  melalui  antennal  gland.    Peningkatan  titer  ecdysteroid  dalam  hemolimph  sangat  dipengaruhi  oleh  peningkatan  biosintesis  dan  koversi  menjadi  ecdysteroid  aktif  (Mykles,  2011).   Belum banyak diketahui bagaimana level dan komposisi ecdysteroid dalam sirkulasi berperan dalam  regulasi  dan  koordinasi  berbagai  proses  fisiologi  terkait  dengan  molting.    Namun,  data  yang  didapatkan dalam penelitian ini memberikan indikasi bahwa kuat lemahnya gravitasi bulan terhadap  bumi  kemungkinan  besar  mentrigger  sintesis  ecdysteroid  oleh  organ  Y  dan  ekskresi  ekcdysteroid  oleh anntenal gland kepiting sehingga mempengaruhi aktivitas molting. 

   

(8)

KESIMPULAN 

Kandungan ekdisteroid tertinggi terjadi pada fase bulan separuh dan terendah pada fase bulan  purnama.    Pada  saat  bulan  separuh,  gaya  tarik  bulan  dan  matahari  yang  berlawanan  arah  menyebabkan  kekuatannya  berkurang  (saling  melemahkan).    Sebaliknya  pada  saat  bulan  purnama  dan  bulan  gelap,  bumi‐bulan‐matahari  berada  pada  satu  garis  sehingga  kekuatan  gaya  tarik  bulan  dan matahari berkumpul menjadi  satu menarik  permukaan bumi.  Dengan demikian, dapat diduga  bahwa lemahnya gravitasi bulan terhadap bumi kemungkinan besar mentrigger sintesis ecdysteroid  oleh  organ  Y  dan  ekskresi  ekcdysteroid  oleh  anntenal  gland  kepiting  sehingga  mempengaruhi  aktivitas molting.     UCAPAN TERIMAKASIH  Terimakasih kepada Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia atas bantuan dana  penelitian melalui program SINAS 2013.    DAFTAR PUSTAKA    Chang E S., D L Mykles.  2011.  Regulation of cruatacean molting: A review and our perspectives.   Gen. Comp. Endocrinol., 172: 323‐330  Chung J S., S G Webster.  2005.  Dynamics of in vivo release of molt‐inhibiting hormone and  crustacean hyperglycemic hormone in the shore crab, Carcinus maenas, Edocrinology,  146:5545‐5551  Dell S., D Sedlmeler, D BÖcking, C Dauphin‐Villemant.  1999.  Ecdysteroid biosynthesis in crayfish Y‐ organ: feedback regulation by circulating ecdysteroids.  Arch. Insect Biochem. Physiol. A  41:148‐155  Fujaya, Y., DD Trijuno.  2007.  Haemolymph ecdysteroid profile of mud crab during molt and  reproductive cycles.  Torani 17(5): 415‐421.  Huberman.  2000.  Shrimp endocrinology: a review.  Aquaculture, 191, 191‐208 

Kuballa A.,  A Elizur.  2007.   Novel  molecular approach to study moulting  in crustaceans.   Bull. Fish.  Res. Agen.  20:53‐57  Lockwood APM.  1967.  Aspects of the Physiology of Crustacea.  San Fransisco: WH Freeman and  Company  Mykles D L.  2011.  Ecdysteroid metabolism in crustaceans.  Journal of steroid biochemistry and  molecular biology. 127:196‐203  Suganthi AS, G Anilkumar.  1999.  Moult‐related fluctuation in ecdysteroid titre and spermatogenesis  in the crab, Metopograpsus messor (Brachyura: Decapoda).  Zool  Studies, 38(3): 314‐321 

(9)

Tamone SL, SJ Taggart, AG Andrews, J Mondragon, JK Nielson.  2007.  Ecdysteroid levels in Glacier  Bay Tanner Crab: Evidence for a terminal molt in Piatt, JF dan SM Gende, eds., Proceedings  of the fourth Glacier Bay Science Symposium, Oktober 26‐28, 2004; US Geological Survey  Scientific Investigations Report 2007‐5047, p.93‐96.  Welsh JH.  1961.  Neurohumors and neurosecretion. Di dalam Waterman TH, editor.  The Physiology  of Crustacea.  Volume II.  Sense Organ, Integration and Behaviour.  New York: Academic  Press.  Zimecki M.  2006.  The lunar cycle: effects on human and animal behavior and physiology.  Postepy  Hig Med Dosw. (online), 60: 1‐7   

Gambar

Gambar  2.    Jumlah  kepiting  bakau  yang  molting  pada  petak  1  tambak  kepiting  soka  di  kabupaten  Barru Sulawesi Selatan 
Gambar  3.    Jumlah  kepiting  bakau  yang  molting  pada  petak  2  tambak  kepiting  soka  di  kabupaten  Barru Sulawesi Selatan 

Referensi

Dokumen terkait

Nilai moral tentang kearifan dalam Syair Guntur antara lain (1) bekerja dan berusaha penuh dengan rasa kasih sayang, (2) hidup penuh dengan kejujuran dalam menjalin silarurahmi,

Penilaian ICDE yang menyatakan bahwa UT merupakan LO sejalan dengan Peraturan Presiden No 81 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa salah satu program reformasi adalah mentransform

Peneliti juga mengajak anak untuk melakukan pembelajaran bermain alat musik perkusi secara bersama-sama, karena kecerdasan interpersonal dapat ditumbuhkan hanya

Desain Halaman Penugasan Desain Halaman Penugasan adalah bagian dari aplikasi monitoring penugasan petugas lapangan, dimana halaman ini hanya dapat diakses oleh bagian PDO di

dengan menggunakan analisis Metode Economic Order Quantity,Periods Order Quantity dan Silver Meal sebagai pilihan penerapan metode perhitungan, sehingga perusahaan dapat

melalui percobaan langsung.Sejalan dengan pendapat Abdullah (2013) yang mengatakan model induktif adalah model pembelajaran yang bersifat langsung tapi efektif

〔商法三七九〕 いわゆる小会社の監査役に第三者に対する責任を認めた事例 東京地裁平成四年一一月二七日判決 鈴木, 千佳子Suzuki,