• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

16

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil Penelitian Pendahuluan di Lapangan (Jenis Gorengan Berlapis

Tepung Terlaris, Jenis Tepung, serta Merek dan Jumlah Rokok

Terbanyak Dikonsumsi)

Penelitian pendahuluan di lapangan dilakukan pada bulan April 2011. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner dan metode wawancara. Responden adalah penjual gorengan pada lima kecamatan di Kota Bogor yaitu Kecamatan Bogor Barat, Bogor, Tengah, Bogor Timur, Bogor Utara, dan Bogor Selatan, serta di Kabupaten Bogor yaitu wilayah Darmaga. Diperoleh data hasil wawancara dari 41 penjual gorengan di wilayah Bogor.

Jenis pertanyaan pada kuesioner terbagi menjadi dua, yaitu mengenai gorengan dan perilaku merokok penjual gorengan. Rekapitulasi data mengenai gorengan dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut.

Gambar 4. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis gorengan terlaris

Gambar 5. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis tepung yang digunakan untuk membuat gorengan

Dari Gambar 4, diketahui bahwa 13 dari 41 responden menyatakan jenis gorengan yang terlaris adalah tempe. Jenis gorengan lainnya yang juga laris menurut responden adalah tahu isi dan bakwan, dengan penjawab 12 dan 8 responden. Jawaban responden bervariasi, ada yang menjawab hanya satu jenis dan ada pula yang menjawab dua jenis gorengan terlaris. Sebanyak 5 responden menyatakan pisang adalah gorengan terlaris. Ubi dipilih oleh 4 responden sebagai gorengan terlaris. Sementara

(2)

17 sebanyak 8 responden menyatakan bahwa yang terlaris adalah jenis lain seperti cireng, tahu slawi, buras, kroket, dan lontong yang juga dijual tetapi tidak mengalami pengolahan dengan dilapisi adonan tepung.

Terdapat beberapa jenis tepung yang digunakan responden untuk adonan pelapis gorengan. Menurut Brown (2008), tepung terigu yang cocok digunakan untuk pengolahan pangan secara luas adalah tepung terigu dengan kadar protein 10%, sementara tepung terigu dengan kadar protein 11% sudah tergolong lebih keras sifat fisiknya. Berdasarkan komposisi nilai gizinya, tepung terigu protein sedang mempunyai kadar protein 11.5-12.5% dan tepung terigu protein rendah mempunyai kadar protein 10.0-12.5%. Jenis tepung yang lebih cocok digunakan untuk pengolahan gorengan adalah tepung terigu protein rendah, namun rupanya tepung terigu protein sedang lebih banyak digunakan oleh penjual gorengan untuk membuat adonan (61%). Responden lainnya menggunakan tepung terigu protein rendah (15%), tepung terigu curah (12%), tepung beras (10%), ataupun tepung lainnya (2%) untuk membuat adonan.

Data mengenai perilaku merokok penjual gorengan disajikan pada Gambar 6 berikut.

Gambar 6. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai perilaku merokok penjual gorengan di wilayah Bogor

Sebanyak 30 dari 41 responden (73%) terbiasa merokok. Sebanyak 68% responden menyatakan merokok ketika berjualan, sementara 5% responden tidak merokok ketika berjualan. Seluruh responden yang merokok ketika berjualan menjawab bahwa mereka merokok ketika menunggu pembeli dan berada di dekat tempat gorengan diletakkan. Sementara 11 responden (27%) menyatakan tidak merokok karena sudah mengidap penyakit, tidak mampu membeli rokok, sudah berhenti merokok, ataupun memang tidak merokok.

Peraturan Menteri Keuangan No. 43/PMK.04/2005 tentang Penetapan Harga Dasar dan Tarif Cukai Hasil Tembakau menyebutkan bahwa terdapat sembilan jenis hasil olahan tembakau. Dua jenis yang umum dikenal sebagai jenis rokok adalah sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret kretek tangan (SKT). Sigaret kretek mesin adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur cengkeh, dan proses pembuatannya (pelintingan, pemasangan filter, pengemasan, hingga pelekatan pita cukai) seluruhnya atau sebagian menggunakan mesin. Sedangkan sigaret kretek tangan adalah sigaret yang dalam pembuatannya dicampur cengkeh, dan proses pembuatannya seluruhnya tanpa menggunakan mesin (Sekretariat Negara Republik Indonesia 2005). Meski kedua jenis rokok tersebut tergolong rokok kretek (rokok yang pembuatannya dicampur dengan cengkeh), sigaret kretek mesin umum dikenal di masyarakat dengan sebutan rokok filter, sedangkan sigaret kretek tangan umum dikenal dengan sebutan rokok kretek.

(3)

18 Kepada 30 responden yang terbiasa merokok ditanyakan pula mengenai merek rokok yang dikonsumsi dan jumlah rokok yang dikonsumsi selama berjualan. Hasil yang diperoleh disajikan pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Gambar 7. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai merek rokok yang dikonsumsi penjual gorengan di wilayah Bogor

Gambar 8. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jumlah rokok yang dikonsumsi penjual gorengan saat berjualan

Gambar 7 memperlihatkan bahwa sebanyak 11 dari 30 responden (36.67%) mengonsumsi sigaret kretek mesin merek A. Rokok lain yang juga banyak dikonsumsi adalah sigaret kretek tangan merek X dan sigaret kretek mesin merek B, masing-masing dikonsumsi oleh 6 responden (20%). Rokok yang dikonsumsi responden lainnya adalah sigaret kretek tangan merek Y, sigaret kretek mesin mild, serta sigaret kretek tangan merek lainnya.

Data lain yang dibutuhkan dari penelitian pendahuluan adalah jumlah rokok yang biasa dikonsumsi penjual gorengan saat berjualan. Dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa terdapat variasi jumlah rokok yang dikonsumsi responden selama berjualan, dari 2 batang hingga 24 batang. Sebanyak 4 responden mengonsumsi 3 batang rokok saat berjualan, 3 responden mengonsumsi 12 batang rokok selama berjualan, bahkan ada pula 1 responden yang mengonsumsi hingga 24 batang rokok selama berjualan. Mayoritas responden (12 orang) mengonsumsi 6 batang rokok saat berjualan.

Dari penelitian pendahuluan di lapang, diperoleh hasil yaitu: (1) jenis gorengan terlaris adalah tempe, (2) jenis tepung yang mayoritas digunakan adalah tepung terigu protein sedang, (3) merek rokok terbanyak dikonsumsi adalah sigaret kretek mesin (SKM) merek A, dan (4) mayoritas

(4)

19 responden mengonsumsi 6 batang rokok saat berjualan. Hasil tersebut digunakan untuk tahap penelitian selanjutnya. Gorengan yang diolah adalah tempe dengan menggunakan tepung terigu protein sedang untuk adonan pelapisnya. Pemajanan asap rokok dilakukan menggunakan sigaret kretek mesin merek A, dengan jumlah 1 batang (jumlah minimum), 6 batang (jumlah mayoritas yang dikonsumsi penjual gorengan), dan 12 batang (jumlah rata-rata rokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap hari).

B.

Hasil Penelitian Pendahuluan di Laboratorium (Kadar Logam Berat

Terdeteksi pada Rokok)

Analisis kadar logam berat terhadap tembakau dari sigaret kretek mesin merek A dilakukan pada logam cadmium (Cd), timbal (Pb), arsen (As), cobalt (Co), dan chromium (Cr). Tujuan analisis adalah memperoleh data kualitatif mengenai keberadaan logam-logam berat tersebut pada sigaret kretek mesin A. Jika logam-logam tersebut terdeteksi pada sigaret kretek mesin merek A, maka pengukuran kadar logam-logam tersebut juga dilakukan pada gorengan berlapis tepung yang telah mengalami pemajanan asap rokok. Preparasi sampel dilakukan dengan metode pengabuan basah menggunakan HNO3 pekat dan H2SO4 pekat.

Mekanisme dasar pengabuan basah meliputi oksidasi awal yang ringan oleh HNO3 pekat, dilanjutkan dengan reaksi yang lebih kuat oleh H2SO4 pekat (Subramanian 1995). Material organik pada sampel akan didestruksi oleh HNO3 pekat menghasilkan karbondioksida, nitrogen dioksida, dan air, seperti pada persamaan (2) berikut:

C(s) + 4 HNO3(l)  CO2(g) + 4 NO2(g) + 2 H2O(aq) (2)

Keterangan:

C = karbon (material organik) HNO3 = asam nitrat pekat

CO2 = karbondioksida NO2 = nitrogen dioksida H2O = air

Destruksi oleh HNO3 pekat berlangsung hingga terbentuk asap putih, menandakan H2SO4 pekat terdekomposisi. Residu berupa mineral akan terlarut pada H2SO4. Hasil akhir yang masih berwarna menandakan masih terdapat material organik, namun hal tersebut tidak menimbulkan masalah selama tidak mengubah tegangan permukaan dan warna larutan bening. Larutan yang diperoleh diencerkan kembali sehingga volume total sampel 50 ml.

Pengukuran kadar logam berat pada sampel larutan abu dilakukan dengan dua kali ulangan, masing-masing tiga kali pembacaan pada alat Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), kemudian dirata-rata. Diperlukan pula kurva standar yang dibuat dari seri larutan mineral standar. Dengan memasukkan nilai absorbansi ke persamaan garis larutan standar, kadar logam berat dapat diketahui. Kurva standar disajikan pada Lampiran 2.

Hasil pengukuran logam berat berupa absorbansi kemudian diolah dengan perhitungan lebih lanjut. Absorbansi sampel yang terukur dikurangi terlebih dahulu dengan blanko sebagai faktor koreksi. Hasil yang positif diplotkan ke dalam kurva standar logam masing-masing sehingga diperoleh kadar logam berat terukur. Kadar logam berat aktual (pada sampel) diperoleh dengan mengalikan kadar logam berat terukur dengan volume larutan abu total dan dibagi dengan berat sampel yang diabukan.

(5)

20 Hasil pengukuran kadar logam berat pada sigaret kretek mesin merek A disajikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kadar logam berat pada sigaret kretek mesin merek A No Jenis Logam Berat Kadar Logam Berat (mg/kg)

1 Cadmium (Cd) 0.3037

2 Timbal (Pb) 2.4241

3 Arsen (As) 0.1697

4 Cobalt (Co) 0.3680

5 Chromium (Cr) 2.1033

Hasil analisis kadar logam berat pada sigaret kretek mesin merek A menunjukkan bahwa logam berat yang terdeteksi dengan kadar tinggi yaitu timbal (Pb) dan chromium (Cr). Kadar timbal pada sigaret kretek mesin merek A adalah 2.4241 mg/kg, sedangkan kadar chromium pada sigaret kretek mesin merek A adalah 2.1033 mg/kg. Logam cobalt (Co) dan cadmium (Cd) memiliki kadar yang cukup rendah, berturut-turut 0.3680 mg/kg dan 0.3037 mg/kg. Kadar logam berat terendah yang dianalisis pada sigaret kretek mesin merek A adalah arsen (As) yaitu 0.1697 mg/kg.

Kadar logam berat yang terdeteksi pada sigaret kretek mesin A cukup jauh jika dibandingkan dengan data hasil analisis logam berat pada rokok Indonesia. Sebagai contoh, hasil penelitian Taftazani dan Widodo (2008) menunjukkan bahwa kadar logam chromium pada rokok mencapai 11.2746 mg/kg, sedangkan hasil analisis yang diperoleh dari penelitian hanya 2.1033 mg/kg. Rendahnya kadar logam berat pada rokok yang terdeteksi di penelitian dapat disebabkan jumlah sampel yang kurang berimbang dengan jumlah pereaksi yang digunakan. Pereaksi yang digunakan tidak cukup banyak untuk dapat mendestruksi komponen organik serta melarutkan mineral. Hal tersebut ditunjukkan pada tahap persiapan analisis logam berat. Terdapat banyak endapan yang tertinggal di kertas saring Whatman 41 ketika dilakukan penyaringan terhadap sampel yang telah ditera hingga 50 ml. Dengan demikian kadar logam berat rokok yang diperoleh dari hasil penelitian belum cukup representatif untuk disertakan dalam pengolahan data secara kuantitatif.

Rokok (sigaret) tersusun dari berbagai bahan baku. Bahan utama adalah tembakau, sedangkan bahan lainnya yaitu cengkeh dan saus rempah-rempah. Tembakau dapat mengandung komponen mineral dan unsur anorganik lain yang diduga berasal dari tanah, pemberian pupuk, atau pemberian pembasmi hama. Mellawati (1991) diacu dalam Taftazani dan Widodo (2008) menyatakan bahwa bahan-bahan seperti pupuk, obat pembasmi hama, maupun anti-jamur biasanya mengandung unsur anorganik Hg, As, dan sebagainya.

Hanusz (2000) menyebutkan bahwa terdapat berbagai campuran komponen untuk flavor dalam rokok, seperti coklat, kopi, dan buah-buahan kering. Proporsi campuran komponen untuk flavor tersebut dapat mencapai total 5.5% dari tembakau. Tanah tempat penanaman bahan baku (terutama tembakau) dapat pula menjadi sumber logam berat. Dengan demikian, logam berat dalam rokok dapat berasal dari bahan baku pembuatan rokok tersebut.

Walaupun kadar logam berat rokok yang diperoleh dari hasil penelitian belum cukup representatif untuk disertakan dalam pengolahan data secara kuantitatif, semua logam yang dianalisis pada sigaret kretek mesin merek A terdeteksi memiliki kadar tertentu. Dengan demikian semua logam berat tersebut (Cd, Pb, As, Co, dan Cr) akan dianalisis kadarnya pada gorengan berlapis tepung yang telah mengalami pemajanan asap rokok.

(6)

21

C.

Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Berat pada

Gorengan Berlapis Tepung Berdasarkan Jumlah Rokok yang Digunakan

Penentuan pengaruh pemajanan asap rokok terhadap keberadaan logam berat pada gorengan berlapis tepung dilakukan dengan menganalisis adanya logam berat pada gorengan yang telah dipajankan asap rokok. Sebagai pembanding, dilakukan analisis kadar logam berat terhadap gorengan berlapis tepung yang diolah dan dianalisis dengan cara yang sama, namun tidak mengalami pemajanan dengan asap rokok (gorengan kontrol).

Tabel 6 berikut menunjukkan hasil analisis mengenai kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung yang tidak mengalami perlakuan (kontrol) serta mengalami perlakuan (pemajanan asap 1, 6, dan 12 rokok).

Tabel 6. Hasil analisis kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung No Jenis Logam

Berat

Kadar Logam Berat Setelah Diberi Pajanan Asap (mg/kg) 0 Rokok (Kontrol) 1 Rokok 6 Rokok 12 Rokok

1 Cadmium (Cd) ttd 0.0490 0.0752 0.0794

2 Timbal (Pb) ttd 0.0805 0.9233 1.1932

3 Arsen (As) ttd 0.0098 0.0158 0.0225

4 Cobalt (Co) ttd 0.0816 0.1669 0.3035

5 Chromium (Cr) ttd 0.3532 0.7098 2.8784

Keterangan: ttd = tidak terdeteksi

Pembahasan mengenai hasil analisis tersebut serta perbandingannya dengan batas maksimum cemaran logam berat pada pangan menurut BSN (2009) dijelaskan lebih lanjut berikut ini.

1.

Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Tidak

Dipajankan Asap Rokok (Kontrol)

Hasil analisis dengan AAS pada Tabel 6 menunjukkan bahwa gorengan berlapis tepung yang tidak diberi pajanan asap rokok (gorengan kontrol) tidak terdeteksi memiliki kadar logam berat. Jika terdapat logam berat pada gorengan tersebut, kadarnya masih berada di bawah batas maksimum cemaran logam pada makanan menurut BSN (2009).

Marbun (2010) dalam studinya mengenai kadar timbal pada gorengan di pinggir jalan Pasar I Padang Bulan Medan tahun 2009 menyebutkan bahwa rata-rata kadar timbal gorengan sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu 0.4287 mg/kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan dan proses penggorengan dapat mempengaruhi jumlah cemaran logam berat pada gorengan. Namun untuk penelitian ini, hasil analisis menunjukkan bahwa gorengan kontrol memiliki kadar logam berat yang minimum dari keenam logam berat yang dianalisis. Dengan demikian keberadaan logam berat yang berasal dari bahan baku pada gorengan tersebut dapat diminimalisir.

2.

Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan

Asap 1 Rokok

Perlakuan pertama terhadap sampel gorengan berlapis tepung adalah memberikan pajanan asap dari satu batang rokok. Tabel 6 menunjukkan bahwa gorengan yang telah mengalami pemajanan dengan asap dari sebatang rokok ternyata mengalami peningkatan kadar logam berat jika dibandingkan dengan kontrol. Logam berat dengan kadar tertinggi pada gorengan yang diberi pajanan

(7)

22 asap sebatang rokok adalah logam chromium, yaitu 0.3532 mg/kg. Badan Standardisasi Nasional (2009) belum mengatur mengenai batas maksimum cemaran logam chromium pada bahan pangan. Jika dikonversi, sebuah gorengan dengan berat 20 g dan kadar 0.3532 mg/kg memiliki kandungan chromium 0.0071 mg. Jumlah tersebut memang masih jauh jika dibandingkan dengan batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk chromium menurut FAO/WHO (1997b), yaitu 0.32 mg/hari, namun pengaruh akumulasinya dalam tubuh tetap harus diwaspadai.

Kadar logam cobalt dan timbal pada gorengan yang telah diberi pajanan asap 1 rokok hampir sama besar, yaitu 0.0816 mg/kg dan 0.0805 mg/kg. Logam cobalt juga belum ditentukan batas maksimum cemarannya dalam SNI 7387:2009 (BSN 2009). International Agency for Research on

Cancer (1997a) menyebutkan bahwa batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk cobalt menurut

FAO/WHO adalah 1 mg/hari. Gorengan dengan kadar logam cobalt tersebut memiliki kandungan cobalt 0.0016 mg, masih jauh dibandingkan batas ambang konsumsi harian. Menurut BSN (2009) batas maksimum cemaran logam timbal dalam pangan adalah 0.25 mg/kg, maka kadar timbal pada gorengan yang terpajan asap 1 rokok masih berada di bawah batas maksimum yang diizinkan.

Logam cadmium dalam gorengan yang terpajan asap 1 rokok memiliki kadar 0.0490 mg/kg. Jumlah tersebut masih berada di bawah batas maksimum cemaran pangan menurut BSN (2009), yaitu 0.2 mg/kg. Begitu pula dengan logam arsen, kadarnya dalam gorengan (0.0098 mg/kg) masih berada di bawah batas maksimum yang diizinkan (0.25 mg/kg) berdasarkan SNI 7387:2009.

Hasil analisis tersebut di atas menunjukkan bahwa gorengan yang terpajan asap rokok, meski hanya dari sebatang rokok saja, mengalami peningkatan kadar logam berat yang dapat teramati. Semula (pada kontrol) semua logam berat yang dianalisis berada di bawah ambang deteksi, namun setelah mengalami pemajanan dengan asap rokok terjadi peningkatan kadar semua logam berat.

3.

Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan

Asap 6 Rokok

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, terdapat 12 dari 28 penjual gorengan di wilayah Bogor yang mengonsumsi 6 batang rokok setiap harinya selama berjualan. Sementara penjual lainnya merokok dengan jumlah bervariasi mulai dari 2 batang hingga 24 batang rokok setiap harinya. Oleh karena itu dilakukan pula pemajanan terhadap gorengan dengan asap dari 6 rokok untuk dianalisis kadar logam beratnya, dengan hasil seperti ditunjukkan pada Tabel 6.

Gorengan yang diberi pajanan asap 6 rokok memiliki kadar logam berat tertinggi pada timbal yaitu 0.9233 mg/kg. Kadar tersebut melebihi batas maksimum cemaran timbal pada pangan yang diizinkan. Menurut BSN (2009) batas maksimum cemaran timbal pada pangan adalah 0.25 mg/kg. Gorengan yang telah dipajankan asap 6 rokok memiliki kadar cadmium 0.0752 mg/kg dan kadar arsen 0.0158 mg/kg. Kedua jenis logam tersebut kadarnya masih berada di bawah batas maksimum cemaran yang diizinkan menurut BSN (2009), yaitu 0.2 mg/kg untuk cadmium dan 0.25 mg/kg untuk arsen.

Kadar logam cobalt yang diperoleh dari gorengan yang diberi pajanan asap 6 rokok adalah 0.1669 mg/kg, sementara kadar chromium 0.7098 mg/kg. Kedua logam tersebut belum ditentukan batas maksimum cemarannya dalam pangan berdasarkan SNI 7387:2009 (BSN 2009). Dalam 1 gorengan (asumsi berat 20 g) yang telah dipajankan asap 6 rokok, kandungan cobalt adalah 0.0033 mg, sedangkan kandungan chromium adalah 0.0142 mg. Jika ketiga jenis logam lainnya juga dikuantifikasi, maka dalam 1 gorengan yang telah dipajankan asap 6 rokok terkandung timbal 0.0185 mg, cadmium 0.0015 mg, dan arsen 0.0003 mg. Kandungan logam berat dalam jumlah besar seperti demikian patut diwaspadai efeknya terhadap kesehatan.

(8)

23

4.

Kadar Logam Berat pada Gorengan Berlapis Tepung yang Dipajankan

Asap 12 Rokok

Perlakuan lainnya yang diujikan pada gorengan berlapis tepung adalah pemajanan dengan asap dari 12 batang rokok. Menurut penelitian DEPKES RI (2004) rata-rata jumlah rokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah 11.2 batang setiap harinya. Jumlah tersebut dibulatkan ke atas menjadi 12 batang rokok. Hasil analisis kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung yang telah diberi pajanan asap dari 12 batang rokok ditunjukkan pada Tabel 6.

Setelah mengalami pemajanan asap 12 rokok, gorengan berlapis tepung memiliki kadar timbal 1.1932 mg/kg. Kadar tersebut telah jauh melampaui batas maksimum cemaran logam berat menurut SNI 7387:2009 yaitu 0.25 mg/kg. Logam lainnya yaitu cadmium dan arsen berturut-turut memiliki kadar 0.0794 mg/kg dan 0.0225 mg/kg, keduanya masih berada di bawah batas maksimum cemaran logam berat pada pangan yaitu 0.2 mg/kg untuk cadmium dan 0.25 mg/kg untuk arsen (BSN 2009).

Gorengan berlapis tepung yang telah mengalami pemajanan asap 12 rokok memiliki kadar cobalt 0.3035 mg/kg dan chromium 2.8784 mg/kg. Jika dikuantifikasikan ke dalam 1 gorengan, gorengan tersebut memiliki kandungan 0.0061 mg cobalt dan 0.0576 g chromium. Batas aman konsumsi harian cobalt menurut FAO/WHO adalah 1 mg, sedangkan chromium 0.32 mg (IARC 1997a). Hal ini patut diwaspadai, karena batas aman konsumsi harian chromium tersebut akan terlewati jika telah mengonsumsi 6 gorengan yang terpajan asap 12 rokok.

D.

Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Berat Tertentu

pada Gorengan Berlapis Tepung

Analisis logam berat yang dilakukan terhadap gorengan berlapis tepung yang diberi pajanan asap rokok menunjukkan bahwa asap rokok menyebabkan adanya cemaran logam berat pada gorengan tersebut. Cemaran logam berat dapat teradsorpsi pada permukaan gorengan (bagian lapisan tepungnya) atau terabsorpsi ke lapisan yang lebih dalam. Selain mempelajari ada tidaknya pengaruh asap rokok terhadap kadar logam berat gorengan berlapis tepung, hal lain yang juga dipelajari adalah hubungan antara jumlah pajanan asap rokok (banyaknya rokok yang dibakar) dengan kadar logam berat pada gorengan berlapis tepung. Pembahasan berikut menjelaskan mengenai pengaruh banyaknya pajanan asap rokok terhadap kadar masing-masing logam berat pada gorengan berlapis tepung.

1.

Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Cadmium (Cd)

Hasil analisis mengenai kadar logam cadmium pada gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap dari 1, 6, dan 12 batang rokok ditunjukkan pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam cadmium pada gorengan berlapis tepung

(9)

24 Grafik tersebut menunjukkan bahwa peningkatan jumlah pajanan asap rokok mengakibatkan peningkatan kadar logam cadmium pada gorengan berlapis tepung. Gorengan berlapis tepung yang tidak diberi pajanan asap rokok tidak terdeteksi memiliki kadar cadmium. Terjadi peningkatan kadar cadmium cukup besar dari kontrol ke gorengan yang diberi pajanan asap 1 rokok, menjadi 0.0490 mg/kg. Tetapi peningkatan yang terjadi dari gorengan yang diberi pajanan asap 1 rokok ke 6 rokok dan 6 rokok ke 12 rokok tidak cukup besar. Gorengan yang diberi pajanan asap 6 rokok memiliki kadar cadmium 0.0752 mg/kg, sedangkan gorengan yang diberi pajanan asap 12 rokok memiliki kadar cadmium 0.0794 mg/kg.

Gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok memiliki kadar cadmium 0.0794 mg/kg. Jumlah tersebut masih berada di bawah batas maksimum cemaran cadmium dalam pangan menurut BSN (2009) yaitu 0.2 mg/kg. Meski demikian, cadmium yang masuk ke dalam tubuh dapat terakumulasi di ginjal hingga usia 50-60 tahun (WHO 1990). Akumulasi cadmium dapat mengakibatkan penyakit seperti anemia, kanker prostat, dan kanker paru-paru. Penurunan fungsi ginjal dapat terjadi hingga mengalami gagal ginjal. Perubahan komposisi mineral pada tulang disebabkan penghambatan kerja enzim oleh cadmium, sehingga metabolisme terganggu (IOCCC 1996).

2.

Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Timbal (Pb)

Kadar logam berat timbal yang dideteksi dari gorengan yang telah diberi perlakuan pemajanan asap rokok (1, 6, dan 12) ditunjukkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam timbal pada gorengan berlapis tepung

Dari grafik diketahui bahwa jumlah pajanan asap rokok yang meningkat menyebabkan kadar logam timbal pada gorengan berlapis tepung juga meningkat. Peningkatan kadar logam dari gorengan yang dipajankan 1 rokok ke 6 rokok lebih besar daripada peningkatan kadar logam dari gorengan yang dipajankan 6 rokok ke 12 rokok. Linearitas dari grafik tersebut cukup baik (R2 = 0.8879), sehingga diperkirakan jika asap rokok yang dipajankan meningkat jumlahnya, kadar logam timbal pada gorengan berlapis tepung juga akan meningkat.

Batas maksimum cemaran logam timbal pada pangan menurut BSN (2009) adalah 0.25 mg/kg. Hasil analisis menunjukkan bahwa gorengan yang diberi pajanan asap 1 rokok masih memiliki kadar timbal di bawah batas maksimum. Namun gorengan yang diberi pajanan asap 6 dan 12 rokok telah melampaui batas maksimum, serta dapat dinyatakan tidak aman untuk dikonsumsi.

Konsumsi timbal dalam jumlah banyak secara langsung dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan saraf (BSN 2009). Timbal juga merupakan jenis logam yang kumulatif. IOCCC (1996)

(10)

25 menyebutkan bahwa timbal memiliki afinitas tinggi terhadap protein, sehingga dapat membentuk ikatan dengan hemoglobin dan protein plasma darah. Hal tersebut menyebabkan penghambatan sintesis sel darah merah yang sangat diperlukan untuk transportasi oksigen. Jika kapasitas pembentukan ikatan terlampaui, timbal dapat tertransportasikan ke sumsum tulang, hati, dan ginjal serta menyebabkan gangguan fungsional organ-organ tubuh tersebut.

3.

Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Arsen (As)

Gambar 11 berikut menunjukkan hubungan antara jumlah asap rokok yang dipajankan dengan kadar logam arsen pada gorengan berlapis tepung.

Gambar 11. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam arsen pada gorengan berlapis tepung

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa peningkatan jumlah pajanan asap rokok mengakibatkan peningkatan kadar logam arsen. Gorengan yang tidak mengalami pemajanan asap rokok tidak terdeteksi memiliki kadar arsen. Gorengan yang dipajankan asap 1 rokok meningkat kadar arsennya menjadi 0.0098 mg/kg. Peningkatan kadar arsen selanjutnya dari gorengan yang dipajankan 1 rokok ke 6 rokok dan gorengan yang dipajankan 6 rokok ke 12 rokok memiliki linearitas yang sangat baik, membentuk garis lurus (R2 = 0.9996). Karena itu, peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan diperkirakan masih akan meningkatkan kadar logam arsen pada gorengan berlapis tepung.

Gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok memiliki kadar arsen 0.0225 mg/kg, masih berada di bawah batas maksimum cemaran arsen dalam pangan menurut BSN (2009) yaitu 0.25 mg/kg. Meski demikian, arsen yang masuk ke dalam tubuh dapat terakumulasi. Efek kronis dari arsen adalah kerusakan pada tulang, darah, hati, saluran pernafasan, dan sistem saraf pusat.

4.

Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Cobalt (Co)

Hubungan antara jumlah asap rokok yang dipajankan dengan kadar logam cobalt pada gorengan berlapis tepung ditunjukkan pada Gambar 12. Peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan berbanding lurus dengan peningkatan kadar logam cobalt. Hal tersebut dapat diketahui dari bentuk grafik yang linear dengan R2 0.9936. Hasil penelitian Mulyaningsih (2009) mengenai distribusi komponen logam dalam rokok menyebutkan bahwa logam cobalt pada rokok filter terdistribusi ke asap (terbawa asap) sebanyak 10.17%. Karena itu, peningkatan jumlah rokok yang

(11)

26 asapnya dipajankan diperkirakan masih akan meningkatkan kadar logam cobalt pada gorengan berlapis tepung.

Gambar 12. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam cobalt pada gorengan berlapis tepung

Badan Standardisasi Nasional (2009) belum mengatur mengenai batas maksimum cemaran cobalt pada pangan. International Agency for Research on Cancer (1997a) menyebutkan bahwa batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk cobalt menurut FAO/WHO adalah 1 mg/hari. Gorengan berlapis tepung yang telah dipajankan asap 12 rokok memiliki kandungan cobalt 0.0061 mg, masih jauh di bawah batas ambang konsumsi harian. Namun efek akumulatif cobalt dalam tubuh menjadi perhatian penting karena jumlah cobalt yang tinggi dalam tubuh manusia dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru dan penyakit jantung (IARC 1997a).

5.

Pengaruh Pemajanan Asap Rokok terhadap Kadar Logam Chromium

(Cr)

Gambar 13 berikut menunjukkan hubungan antara jumlah asap rokok yang dipajankan dengan kadar logam chromium pada gorengan berlapis tepung.

Gambar 13. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam chromium pada gorengan berlapis tepung

Dari grafik diketahui bahwa peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan berbanding lurus dengan peningkatan kadar logam chromium. Linearitas grafik cukup baik (R2 = 0.8886). Selain itu, peningkatan signifikan tampak pada hasil analisis kadar gorengan yang diberi pajanan asap 6

(12)

27 rokok ke 12 rokok, sehingga diperkirakan peningkatan jumlah rokok yang asapnya dipajankan akan meningkatkan kadar logam chromium pada gorengan berlapis tepung.

Badan Standardisasi Nasional (2009) belum mengatur mengenai batas maksimum cemaran chromium pada pangan. International Agency for Research on Cancer (1997b) menyebutkan bahwa batas ambang konsumsi harian (ADI) untuk chromium menurut FAO/WHO adalah 0.32 mg/hari. Gorengan berlapis tepung yang telah dipajankan asap 1, 6, dan rokok memiliki kandungan chromium berturut-turut 0.0071 mg, 0.0142 mg, dan 0.0576 mg. Kandungan chromium gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap 1 dan 6 rokok memang masih jauh di bawah batas ambang konsumsi harian. Namun besarnya kandungan chromium pada gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok patut diwaspadai, sebab mengonsumsi 6 buah saja dari gorengan tersebut akan melebihi batas maksimum konsumsi harian. Selain itu, chromium dalam tubuh dapat meningkatkan resiko kanker paru-paru dan bersifat toksik pada sel (IARC 1997b).

E.

Perkiraan Konsumsi Logam Berat dari Gorengan Berlapis Tepung yang

Dipajankan Asap Rokok

Hasil perkiraan konsumsi logam berat dari gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap rokok ditunjukkan pada Tabel 7 berikut. Asumsi yang digunakan yaitu gorengan berlapis tepung yang dikonsumsi berjumlah empat buah dengan berat masing-masing 20 g.

Tabel 7. Perkiraan konsumsi logam berat dari gorengan berlapis tepung yang dipajankan asap rokok No Jenis

Logam Berat

Konsumsi Logam Berat dari Gorengan yang Dipajankan Asap

(mg)

ADI menurut FAO/WHO

(mg)

Proporsi Konsumsi Logam Berat Dibandingkan dengan ADI (%) 1 Rokok 6 Rokok 12 Rokok 1 Rokok 6 Rokok 12 Rokok

1 Cadmium 0.0039 0.0060 0.0064 0.0600 6.50 10.00 10.67

2 Timbal 0.0064 0.0739 0.0955 0.2140 2.99 34.53 44.63

3 Arsen 0.0008 0.0013 0.0018 0.1280 0.63 1.02 1.41

4 Cobalt 0.0065 0.0134 0.0243 1.0000 0.65 1.34 2.43

5 Chromium 0.0283 0.0568 0.2303 0.3200 8.84 17.75 71.97

Konsumsi logam berat dari gorengan yang telah dipajankan asap 1 rokok masih cukup jauh dari batas maksimum konsumsi harian. Proporsi konsumsi keenam logam berat jika dibandingkan dengan ADI masih berada di bawah 10.00%. Logam berat dari gorengan yang telah dipajankan asap 6 rokok masih berada di bawah batas maksimum konsumsi harian, namun proporsi untuk timbal dan chromium cukup besar yaitu 34.53% dan 17.75%. Proporsi konsumsi chromium dari gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok sangat besar yaitu 71.97%. Logam berat lain yang juga besar proporsi konsumsinya dari gorengan yang telah dipajankan asap 12 rokok adalah timbal, yaitu 44.63%.

Secara keseluruhan, konsumsi logam berat dari empat potong gorengan yang telah mengalami pemajanan asap rokok, baik 1, 6, maupun 12 rokok, masih berada di bawah batas maksimum konsumsi harian menurut FAO/WHO untuk keenam logam tersebut. Namun perlu diperhatikan bahwa konsumsi logam berat tersebut baru berasal dari makanan, belum memperhitungkan sumber cemaran lain yang lebih signifikan seperti udara. Efek akumulatif dari logam-logam berat tersebut perlu diwaspadai, karena berbahaya bagi kesehatan manusia.

Studi oleh International Programme on Chemical Safety mengenai logam cadmium menyatakan bahwa penyerapan cadmium melalui saluran pencernaan dapat mencapai 2-8% jika paparan dalam jumlah kronis. Tingkat penyerapan cadmium dipengaruhi oleh kondisi fisik dan nutrisi.

(13)

28 Seseorang dengan simpanan zat besi rendah akan menyerap cadmium lebih besar dibandingkan seseorang dengan simpanan zat besi normal (IPCS 1990). Cadmium yang terserap tubuh tersebut dapat terakumulasi dalam hati dan ginjal. Akumulasi cadmium di ginjal dapat berlanjut hingga usia 50-60 tahun, sementara ekskresi senyawa tersebut berlangsung sangat lama, diperkirakan antara 10-33 tahun (WHO 1990).

Studi lain oleh International Programme on Chemical Safety mengenai logam timbal menyatakan bahwa sistem metabolisme timbal dalam tubuh menyerupai metabolisme kalsium. Sebanyak 5-15% timbal yang terkonsumsi akan terserap melalui saluran pencernaan, sedangkan sisanya tidak diserap tubuh dan akan dikeluarkan melalui feses. Penyerapan timbal meningkat 45% dalam kondisi berpuasa (IPCS 1994). Dalam tubuh, logam timbal dapat tertransportasikan ke sumsum tulang, hati, dan ginjal.

Arsen adalah logam berat yang sumber paparan utamanya pada manusia berasal dari air atau makanan. Tingkat penyerapan arsen dalam tubuh beragam tergantung jenis dan valensi logam arsen tersebut. Setelah terserap tubuh, arsen terikat pada hemoglobin, leukosit, dan protein plasma, kemudian terakumulasi di hati dan ginjal. Sebanyak 60% komponen arsen dalam tubuh diekskresikan melalui urin setiap harinya (IPCS 1996).

WHO (2006) menyebutkan bahwa tingkat penyerapan logam cobalt melalui saluran pencernaan bervariasi antara 18-97% dari jumlah yang dikonsumsi, tergantung jenis senyawa dan kondisi nutrisi individu tersebut. Cobalt yang diserap tubuh terakumulasi pada berbagai organ, terbanyak pada hati. Logam berat lainnya yaitu chromium juga merupakan logam yang tingkat penyerapannya bergantung pada jenis senyawa dan valensinya. Studi menunjukkan bahwa tingkat penyerapan tujuh jenis senyawa chromium melalui saluran pencernaan bervariasi antara 0.7 hingga 2% (WHO 2009).

F.

Perkiraan Deviasi Hasil Penelitian

Penelitian yang dilakukan masih berupa permodelan, belum sesuai dengan kondisi di lapangan. Terdapat beberapa faktor yang bisa mempengaruhi (menurunkan atau meningkatkan) kadar logam berat pada gorengan. Faktor-faktor berikut dapat menurunkan kadar logam berat pada gorengan jika dibandingkan dengan hasil penelitian, yaitu:

1) Volume udara pendispersi asap rokok

Model pemajanan dibuat menggunakan smoking chamber berupa wadah kaca bertutup dengan volume 1594 cm3. Asap utama dari rokok yang dibakar terdispersi ke udara dalam wadah kaca bertutup tersebut, kemudian logam berat dalam asap rokok terjerap atau terserap oleh gorengan berlapis tepung. Di lapangan, tempat menjajakan gorengan pada gerobak memiliki ukuran 97 cm x 70 cm x 87 cm. Volume udara dalam tempat tersebut adalah 590730 cm3, jauh lebih besar dibandingkan dengan volume udara pada model pemajanan yang dilakukan. Asap rokok dari penjual gorengan terdispersi dalam udara yang bervolume besar, sehingga menurunkan kemungkinan logam berat pada asap terjerap atau terserap oleh gorengan dalam kadar yang sama dengan model pemajanan yang dilakukan.

2) Jumlah gorengan

Jumlah gorengan yang digunakan pada model pemajanan adalah empat potong. Logam berat dari asap rokok dalam smoking chamber terjerap atau terserap pada keempat potong gorengan tersebut, sehingga kemungkinan kadar logam berat lebih tinggi (lebih terkonsentrasi). Di lapangan, jumlah gorengan yang dijajakan jauh lebih banyak sehingga

(14)

29 kemungkinan logam berat yang terjerap atau terserap gorengan akibat perilaku merokok penjual gorengan akan lebih sedikit.

3) Permukaan yang terpajan asap rokok

Pada model pemajanan yang dilakukan, gorengan di dalam smoking chamber diletakkan dalam posisi berdiri. Hal tersebut menyebabkan permukaan gorengan yang terpajan asap rokok lebih banyak (bagian atas dan bawah gorengan terpajan asap rokok). Di lapangan, selain jumlah gorengan lebih banyak, penataan gorengan yang bertumpuk menyebabkan permukaan yang terpajan asap rokok hanya sedikit, misalnya bagian atas atau bagian samping gorengan saja. Kondisi tersebut menyebabkan logam berat yang terjerap atau terserap oleh gorengan mungkin berkurang.

4) Pergantian gorengan dan kontinuitas konsumsi rokok

Model pemajanan untuk asap 6 rokok dilakukan dengan empat potong gorengan yang sama. Gorengan tersebut mengalami tahap persiapan untuk dianalisis logam beratnya setelah dipajankan asap 6 rokok secara kontinu. Begitu pula dengan gorengan yang dipajankan asap 1 rokok dan 12 rokok. Di lapangan, sebagian besar penjual gorengan memang merokok 6 batang selama berjualan, namun rokok tersebut tidak dikonsumsi secara terus-menerus. Karena itu terdapat kemungkinan, ketika rokok berikutnya dikonsumsi, gorengan yang terpajan asap dari rokok yang dikonsumsi sebelumnya telah terjual. Pergantian gorengan yang terpajan asap rokok tersebut menurunkan jerapan atau serapan logam berat oleh gorengan jika dibandingkan dengan kondisi model pemajanan. Selain itu, terdapat pula beberapa faktor yang dapat meningkatkan kadar logam berat pada gorengan di lapangan jika dibandingkan dengan hasil penelitian, yaitu:

1) Asap samping dan abu rokok

Pemajanan asap rokok pada penelitian dilakukan dengan asap utama, yaitu asap yang dihisap dan dihembuskan kembali. Ketika dilakukan pengambilan data perilaku merokok penjual gorengan di lapangan, terdapat beberapa perilaku merokok yang teramati. Selain menghembuskan asap rokok ke gorengan yang dijajakan, penjual gorengan juga meletakkan rokok yang masih menyala di dekat gorengan yang dijajakan. Rokok yang tidak dihisap tetap mengeluarkan asap hasil pembakaran rokok itu sendiri, yang disebut asap samping. Hasil pembakaran berupa abu juga tertinggal di dekat gorengan yang dijajakan. Oleh karena itu, asap samping dan abu rokok kemungkinan dapat meningkatkan kadar cemaran logam berat pada gorengan.

2) Minyak goreng dan proses penggorengan

Sampel yang digunakan pada penelitian diolah dengan minyak goreng yang baru untuk setiap ulangan. Di lapangan, penjual gorengan umumnya menggunakan minyak goreng yang sama untuk beberapa kali proses penggorengan. Minyak yang telah berkali-kali dipakai menggoreng memiliki kemungkinan mengandung cemaran logam berat. Penelitian Marbun (2010) menyebutkan bahwa rata-rata kadar timbal pada gorengan sesaat setelah diangkat dari kuali penggorengan yaitu 0.4287 mg/kg. Hal tersebut menunjukkan bahwa bahan baku yang digunakan (salah satunya adalah minyak goreng) dapat menambah cemaran logam berat pada gorengan. Minyak goreng yang telah mengandung cemaran logam berat tersebut akan berdifusi ke dalam pangan akibat proses penggorengan. Dengan demikian cemaran logam berat pada gorengan akan meningkat.

(15)

30 3) Udara sekitar

Gorengan yang dijajakan di pinggir jalan memiliki kemungkinan yang besar untuk terkontaminasi logam berat dari udara bebas di sekitar lokasi penjualan. Cemaran tersebut terutama berasal dari asap kendaraan bermotor. Kadar cemaran logam berat pada gorengan akan meningkat dengan semakin lamanya waktu pemajanan (Marbun 2010). Gorengan yang terpajan tiga jam setelah diangkat dari kuali memiliki kadar timbal 0.8398 mg/kg, sedangkan gorengan yang telah terpajan enam jam memiliki kadar timbal 1.1197 mg/kg. Kadar cemaran tersebut mendekati cemaran timbal pada gorengan setelah dipajankan asap 6 rokok (0.9233 mg/kg) dan 12 rokok (1.1932 mg/kg). Cemaran logam berat juga dapat berasal dari perokok yang berada di sekitar lokasi penjualan gorengan. Oleh karena itu, udara sekitar yang mengandung cemaran logam berat dapat meningkatkan kadar cemaran logam berat pada gorengan.

Gambar

Gambar 4. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai jenis gorengan terlaris
Gambar 7. Diagram hasil penelitian pendahuluan mengenai merek rokok yang dikonsumsi       penjual gorengan di wilayah Bogor
Tabel  6  berikut  menunjukkan  hasil  analisis  mengenai  kadar  logam  berat  pada  gorengan  berlapis  tepung  yang  tidak  mengalami  perlakuan  (kontrol)  serta  mengalami  perlakuan  (pemajanan  asap 1, 6, dan 12 rokok)
Gambar 9. Grafik pengaruh jumlah pajanan asap rokok terhadap kadar logam cadmium   pada gorengan berlapis tepung
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa, pada masyarakat di ke tiga desa yaitu (desa Bebesen, desa Kemili, desa Belang gele) kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh, awalnya masih

Pendidikan Karakter Melalui Dolanan Anak - Ki Priyo Dwiarso Halaman 13 Duh Gusti Yang Maha Agung yang nitahkan bumi langit, Hanya Tuhan Yang Maha Kua- 2. sa, Hanya Tuhan Yang

(3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari

[r]

terdekat dari lokasi yang terpilih sebelumnya dan jumlah permintaan tidak me lebihi kapasitas muat kendaraan. Apabila semua pelanggan telah dikunjungi satu kali ma ka

Setelah peneliti mengolah dan membahas hasil penelitian mengenai penelitian mengenai evaluasi kebijakan tentang penertiban gelandangan dan pengemis ( peraturan

Beliau mengatakan bahwa dalam sebuah praktik pelaksanaan kewenangan Komisi Informasi dalam satu upaya dalam menyelesaikan sengketa informasi, pada saat itu

Sellainen liikkeen kannattajien välinen viestintä, joka on suhteellisen helposti myös ul- kopuolisten löydettävissä (esimerkiksi avoimissa sosiaalisen median profiileissa käy-