• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perumusan Masalah. Tujuan Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perumusan Masalah. Tujuan Penelitian"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

2

Perumusan Masalah

Diperlukan penelitian untuk melihat besarnya perubahan dalam tubuh pasien sebagai bentuk respon terhadap proses autotransfusi. Respon tubuh pasien diantaranya berupa kemampuan dalam melakukan hematopoiesis kembali serta kemampuan untuk mengembalikan kondisi homeostasis darah setelah dilakukan autotransfusi. Dengan demikian, diharapkan dapat diketahui efektifitas autotransfusi untuk diaplikasikan pada pasien yang mengalami perdarahan dan membutuhkan darah dalam jumlah banyak pada waktu singkat.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa indeks eritrosit sebagai respon tubuh pasien terhadap proses autotransfusi darah preoperatif, intraoperatif sederhana, dan intraoperatif pencucian cell saver.

Manfaat Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini akan menyumbangkan pengetahuan mengenai respon tubuh terhadap proses autotransfusi yang menggunakan darah simpan, darah penyaringan sederhana, dan darah pencucian cell saver, melalui pembacaan indeks eritrosit. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam menggunakan autotransfusi untuk mengatasi kasus pendarahan pada hewan terutama pada saat dilakukan tindak operasi.

TINJAUAN PUSTAKA

Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit merupakan suatu nilai yang diperoleh setelah jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, serta nilai hematokrit diketahui (Reece 2006). Indeks eritrosit menunjukkan ukuran rata – rata dan kandungan hemoglobin dalam sel darah merah (Weiss & Tvedten 2004). Terdapat tiga indeks yang menunjukkan nilai tiap sel darah merah, yaitu volume eritrosit rata – rata/VER, konsentrasi hemoglobin eritrosit rata – rata/KHER, dan hemoglobin eritrosit rata-rata/HER.

Penentuan nilai VER, HER, dan KHER dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut,

• Volume eritrosit rata-rata (VER) atau Mean Corpuscular Volume (MCV)

VER (fL)= Hematokrit x 10 Jumlah eritrosit (106)

(2)

3 • Hemoglobin eritrosit rata-rata (HER) atau Mean Cell Hemoglobin

Content (MCH)

HER (pg)= Hemoglobin x 10 Jumlah eritrosit (106)

• Konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata (KHER) atau Mean Cellular Hemoglobin Concentration (MCHC)

KHER / Hemoglobin x 100 Hematokrit

Pendekatan paling tepat untuk mengklasifikasikan anemia yaitu dengan melihat ada tidaknya respon sumsum tulang pada gambaran darah (Harvey 2001). Weiss dan Tvedten (2004) mengklasifikasikan anemia berdasarkan morfologi sel darah merah yaitu,

a) Anemia normositik normokromik, merupakan anemia nonregeneratif dengan jumlah retikulosit terlalu sedikit untuk meningkatkan nilai VER atau menurunkan KHER (tidak ada perubahan nilai VER maupun KHER).

b) Anemia makrositik hipokromik, merupakan anemia regeneratif yang ditandai dengan peningkatan jumlah retikulosit yang relatif tinggi (VER naik) dibandingkan sel darah merah dewasa. Retikulosit tersebut tidak mengalami sintesis hemoglobin secara lengkap (KHER turun).

c) Anemia makrositik normokromik, merupakan anemia dengan jumlah makrosit tinggi (makrositosis) dengan KHER normal.

d) Anemia mikrositik hipokromik, merupakan anemia yang ditandai dengan rendahnya nilai VER dan KHER. Anemia jenis ini biasanya diakibatkan oleh defisiensi zat besi sehingga menghambat produksi hemoglobin. Sel darah merah yang diperoduksi berukuran kecil (VER rendah) dan mengandung sedikit hemoglobin (KHER rendah).

Babi sebagai Hewan Model untuk Manusia

Hewan coba merupakan komponen penting dalam melakukan penyidikan terhadap patogenesis penyakit pada manusia dan pengembangan upaya strategis dalam penanganan penyakit. Penggunaan babi lokal (Sus domestica) dalam riset biomedis telah banyak dilakukan, terutama dalam riset terkait pembedahan dan fisiologi (Svendensen 2007, Holden & Ensminger 2006, Patterson et al. 2008). Babi merupakan hewan coba primer yang sering digunakan dalam studi biomedis terkait penyakit pada manusia karena kemiripan ukuran, anatomi, dan fisiologi antara babi dengan manusia (Swenson et al. 2004, Swindle & Smith 2000). Respon imunitas babi lebih mirip dengan respon imun pada manusia (lebih dari 80%) dibandingkan dengan kemiripan respon imun tikus terhadap manusia (kurang dari 10%) (Dawson et al. 2008 dalam Kuzmuk & Schook 2011).

Secara fisologis, babi memiliki suhu rektal 39,2 0C (38,7 0 – 39,8 0C), denyut jantung 70 – 120 kali per menit, dan respirasi 32 – 58 kali per menit

(3)

4

(Holden & Ensminger 2006). Secara taksonomi, babi lokal diklasifikasikan sebagai berikut, Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Artiodactyla Famili : Suidae Upfamili : Suinae Genus : Sus Spesies : scrofa Subspesies : domestica

Gambar 1 Babi lokal Indonesia (Patria 2012)

Proses pembentukan sel darah merah (eritopoiesis) hewan dan manusia dalam beberapa pustaka memperlihatkan adanya kesamaan dalam stadium pembentukannya. Perbedaan yang terlihat dan kadang membingungkan yaitu perbedaaan dalam penggunaan istilah (nomenklatur) di beberapa stadium perubahan sel darah merah antara penelitian manusia (human/mouse/reasearch terminology) dan hewan secara umum (veterinary terminology) seperti yang dijabarkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Terminologi stadium sel darah merah (Olver 2010)

Veterinary Terminology Human/Mouse/Research

Terminology

Rubriblast Proerythroblast

Prorubicyte Basophilic erythroblast

Basophilic rubricyte Basophilic erythroblast Polychromatophilic rubicyte Polychromatophilic erythroblast

Metarubicyte Orthocrhromatic erythroblast

Reticulocyte Reticulocyte

Erythrocyte Erythrocyte

Sel Darah Merah Babi

Sel darah merah merupakan sel darah terbanyak yang beredar dalam sistem sirkulasi, yaitu sekitar 6 – 8 juta per mililiter kubik darah (Aspinall & O’Reilly 2004). Sel darah merah babi memiliki diameter sekitar 4 – 8 mikrometer dengan rata – rata 6.0 mikrometer (Lahey et al. 1952 dalam Thorn 2010), memiliki bentuk

(4)

5 menyerupai cakram atau bikonkaf dan tidak mempunyai inti seperti sel darah merah mamalia lain.

Gambar 2 Sel darah merah normal (Anonim 2012)

Mamalia memiliki sel darah merah dewasa yang tidak berinti dan memiliki sedikit organel sel termasuk mitokondria. Oleh karena itu, sel darah merah memproduksi ATP secara anaerob (Shier et al. 2002). Minimnya nukleus dan organel sel lain yang dimiliki menyebabkan sel darah merah tidak dapat mengganti struktur yang rusak.

Sel darah merah dewasa merupakan kantung membran yang terdiri dari 65% air dan 35% padatan (terutama protein) yang terdiri dari 95% hemoglobin (Colville & Bassert 2002). Karakteristik sel darah merah dewasa pada mamalia yaitu berbentuk bulat bikonkaf, tidak memiliki inti, dan berwarna merah akibat adanya hemoglobin (Tortora & Derrickson 2006). Sel darah merah yang belum dewasa akan memiliki inti hingga fase akhir sebelum berkembang menjadi sel dewasa. Sel ini normalnya tetap berada pada sumsum tulang merah hingga mencapai dewasa dan tidak ditemukan pada peredaran darah tepi.

Senescence merupakan istilah yang digunakan untuk proses penuaan. Ketika sel darah merah mengalami senescence, terjadi penurunan aktivitas enzim (terutama enzim glikolisis yang memecah glukosa) dan kehilangan kemampuan berubah bentuk. Masa hidup sel darah merah berbeda pada setiap spesies hewan domestik. Sel darah merah babi memiliki masa hidup 86±11.5 hari (Lahey et al. 1952 dalam Thorn 2010).

Sel darah merah dapat mengalami krenasi dan pada kondisi sehat sel cenderung membentuk rouleaux. Sel darah merah anisocytosis terlihat pada babi dewasa, tapi lebih jelas pada babi muda. Darah pada babi muda terdiri dari banyak sel darah merah polikromatik, sel darah merah berinti, dan Howel-Jolly bodies. Sel darah merah babi dewasa dan babi masa fetus lebih tahan lisis dibandingkan sel darah merah babi lepas sapih. Daya tahan osmotis tergantung pada temperatur, pH, dan waktu, namun tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dan breed. Tingkat laju endap darah babi lebih cepat dibandingkan hewan domestik lain.

Babi dewasa memiliki volume darah berkisar 61 – 68 ml/kg dengan sistem pembekuan darah babi serupa dengan manusia (Swindle 2007). Sel darah babi memiliki jumlah yang bervariasi. Variasi ini dipengaruhi oleh usia; masa kebuntingan, kelahiran, dan laktasi; stres; dan penyakit.

(5)

6

Tabel 2 Interval sel darah merah babi domestik

Kisaran Rata – rata Sel darah merah (x106 /uL) 5,0 – 8,0 6,5

Hemoglobin (g/dL) 10,0 – 16,0 13,0 PCV (%) 32 – 50 42,0 MCV (fL) 50 – 68 60 MCH (pg) 17,0 – 21 19 MCHC (%) 30,0 – 34,0 32 Retikulosit (%) 0,0 – 1,0 0,4 ESR (mm in 1 h) Variable

Diameter sel darah merah (mm) 4,0 – 8,0 6,0 Lama hidup SDM (hari) 86±11,5

Resistensi thdp larutan hipokromik (%)

Min 0,75

Max 0,45

Rasio myeloerithtroid 1,77±0,52:1 (Lahey et al. 1952 dalam Thorn 2010)

Gambaran darah berubah seiring dengan kebuntingan, kelahiran, dan menyusui. Sel darah merah pada babi betina mengalami penurunan sekitar 2 minggu sebelum kelahiran terus berlanjut hingga akhir masa laktasi. Selama periode tersebut dapat ditemukan adanya retikulosit. Pemberian recombinant porcine somatotropin, growth hormone-releasing factor, dan thyrotropin-releasing factor selama masa laktasi diketahui mempengaruhi gambaran darah babi betina (Thorn 2010).

Sel darah merah berinti dapat ditemukan pada sirkulasi darah fetus setelah 30 hari kebuntingan. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin meningkat sementara sel darah merah berinti menurun seiring bertambahnya usia. Ukuran sel darah merah berkurang selama kebuntingan. Retikulosit berada pada jumlah maksimal (6,5%) pada pertengahan masa kebuntingan dan menurun sekitar 1% saat kelahiran.

Perubahan sel darah merah juga banyak terjadi setelah kelahiran. Jumlah sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin akan mengalami penurunan 30-38% karena pembesaran volume plasma beberapa hari setelah kelahiran. Ukuran sel akan meningkat segera setelah kelahiran, berkurang menjadi ukuran terkecilnya pada usia 3-6 bulan, dan meningkat kembali menjadi ukuran dewasa. Babi menyusui umumnya memiliki retikulosit sebanyak 3-8% dan sel darah merah berinti sebanyak 5%. Jumlah ini selanjutnya akan berkurang seiring bertambahnya usia babi. Pada babi muda, bentuk polikromasia, Howel-Jolly bodies, krenasi, badan rouleaux, dan polikilocyte merupakan bentuk – bentuk sel darah merah yang sering terlihat. Jumlah sel darah merah dan konsentrasi hemoglobin meningkat mencapai tingkat dewasa sekitar usia 5 bulan (Thorn 2010).

Pertumbuhan yang cepat pada anak babi menyebabkan meningkatnya kebutuhan zat besi. Susu yang diperoleh anak babi tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen tambahan untuk dapat memenuhinya. Hingga kebutuhan tersebut terpenuhi, anak babi akan mengalami

(6)

7 anemia mikrositik, normokromik, hingga hipokromik. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya serum ferritin dan kapasitas pengikatan besi total. Pemulihan secara spontan dapat timbul sekitar usia 5 minggu, yaitu ketika anak babi mulai memperoeh nutrien dari sumber lain.

Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat besi) dan rantai polipeptida globin (alfa, beta, gama, dan delta), berada di dalam eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen (Martini 1992). Heme merupakan bagian pigmen yang dihasilkan oleh mitokondria sementara globin merupakan bagian protein yang diproduksi oleh ribosom. Setiap kelompok heme dapat mengikat sebuah molekul oksigen. Empat kelompok heme akan menempel pada setiap molekul globin. Dengan demikian, setiap molekul hemoglobin dapat membawa empat molekul oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asama amino pada rantai alfa, dan 146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta (Colville & Bassert 2002).

Fungsi utama hemoglobin yaitu untuk transpor oksigen ke jaringan (Brown 1980). Fungsi ini terdiri dari dua tahap fisiologis yaitu terbentuknya oksihemoglobin dan deoksihemoglobin. Oksihemoglobin yaitu hemoglobin yang sedang membawa oksigen, satu molekul oksigen berikatan dengan setiap molekul besi. Hemoglobin bergabung dengan oksigen di dalam paru-paru membentuk oksihaemoglobin yang selanjutnya melepaskan oksigen ke sel-sel jaringan didalam tubuh (Frandson 1992). Deoksihemoglobin yaitu hemoglobin yang telah melepaskan oksigen dan dikenal pula dengan sebutan hemoglobin kosong (Colville & Bassert 2002).

Pemeriksaan hemoglobin merupakan pemeriksaan yang penting dan cukup akurat untuk menentukan keadaan anemia. Hemoglobin dapat bekerja secara efisien ketika berikatan dengan sel darah merah (Martini 1992), maka anemia akibat gangguan pada sel darah merah (baik jumlah maupun bentuk ) akan mempengaruhi kadar hemoglobin. Namun meski hemoglobin terkandung dalam sel darah merah, jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin tidak selalu meningkat atau menurun bersamaan. Kadar hemoglobin akan berada dibawah kadar normal pada kondisi anemia dan leukemia, sedangkan pada kondisi polisitemia vera dan dehidrasi kadar hemoglobin akan meningkat diatas kadar normal (Brown 1980).

Hematokrit

Hematokrit atau volume eritrosit yang dimampatkan (Packed Cell Volume/PCV) adalah persentase volume eritrosit dalam darah setelah disentrifugasi. Hampir semua spesies hewan lokal memiliki nilai hematokrit 38 – 45% dengan rata – rata 40. Kuda tarik umumnya memiliki nilai hematokrit 35 – 38%, sapi perah dalam masa laktasi memiliki nilai hematokrit 32 – 35%, ayam 30

(7)

8

– 33%, dan ayam jantan dewasa memiliki nilai hematokrit mencapai 35 – 40% (Swenson 1984).

Babi lokal memiliki nilai hematokrit antara 32 – 50% dengan rata – rata 42% (Lahey et al. 1952 dalam Thorn 2010). Nilai hematokrit babi neonatal rendah secara fisiologi sehingga dibutuhkan injeksi iron dextran (100 mg IM) saat masa perawatan (Swindle 2007). Saat hewan beraktivitas, limpa dapat menambah kadar sel darah merah ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan hematokrit hingga 25% (Akers & Denbow 2008). Nilai hematokrit juga dipengaruhi oleh hormon testosteron. Hormon testosteron menstimulasi sintesis eritropoietin yang berperan dalam produksi sel darah merah (Tortora & Derrickson 2006).

Kecepatan penurunan hematokrit dapat membantu dalam penilaian mekanisme terjadinya anemia. Pada penghentian total produksi sumsum tulang tanpa adanya hemolisis akan meyebabkan penurunan hematokrit tidak lebih dari 3 – 4 angka per minggu. Penurunan hematokrit yang lebih cepat tanpa adanya perubahan volume plasma yang nyata mengindikasikan adanya hemolisis (Waterbury 2000). Nilai hematokrit berhubungan erat dengan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah merah (Brown 1980).

Transfusi dan Autotransfusi

Transfusi sel darah merah merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk pengobatan anemia akibat hemoragi, hemolisis, atau eritropoiesis yang tidak efektif. Transfusi sel darah merah dapat meningkatkan kapasitas angkut oksigen pada pasien anemia dan mencegah pengiriman oksigen yang tidak sesuai ke jaringan yang dapat menyebabkan jaringan hipoksia (Callan 2010). Transfusi darah umumnya menggunakan darah pengganti yang berasal dari darah homolog. Adapun yang dimaksud dengan darah homolog adalah darah yang berasal dari donor dan bukan berasal dari individu itu sendiri.

Sel darah merah memiliki antigen (glikoprotein atau glikolipid) pada permukaan membran sehingga dapat diklasifikasi dalam kelompok darah. Karakteristik antigen – antigen ini yaitu dapat memicu reaksi antibodi pada inang atau donor yang berlawanan. Interaksi antigen antibodi dapat menyebabkan penghancuran sel darah merah. Sebagai contoh, kucing dengan tipe darah B yang menerima darah tipe A menyebabkan penghancuran sel darah merah yang diperantarai IgM dan komplemen sehingga melepaskan komponen vasoaktif yang poten. Hal ini dapat menyebabkan shock (Lanevschi & Wardrop 2001).

Salah satu cara untuk mengatasi masalah ketersediaan darah serta meminimalisir reaksi akibat ketidakcocokan darah antara donor dengan resipien yaitu dengan menggunakan darah yang berasal dari pasien sendiri (autolog). Transfusi autolog adalah transfusi darah yang berasal dari individu yang sama atau disebut juga autotransfusi (Pfiedler Enterprices 2012). Kelebihan dari autotransfusi adalah ketersediaan darah autolog dalam waktu yang relatif singkat, terutama untuk kondisi pendarahan hebat seperti pada trauma abdomen.

Terdapat beberapa macam autotransfusi, diantaranya autotransfusi preoperatif dan autotransfusi intraoperatif. Pada autotransfusi preoperatif dilakukan pengambilan darah sebelum dilakukan operasi, sedangkan pada autotransfusi intraoperatif sumber darah untuk autotransfusi berasal dari

(8)

9 perdarahan sewaktu tindakan operasi (Capraro 2001). Contoh autotransfusi preoperatif adalah autotransfusi dengan menggunakan darah simpan (stored), yaitu darah pasien yang telah diambil sebelum operasi dan disimpan dalam suhu yang dapat menjaga kestabilan sel darah. Callan (2010) mendefinisikan darah simpan (stored whole blood/SWB) sebagai darah yang disimpan selama lebih dari 8 jam, lama penyimpanan tergantung antikoagulan atau bahan pengawet (preservative solution) yang digunakan dan bervariasi dari 48 jam untuk sodium sitrat 3,8% (tanpa preservatif) hingga 4 minggu untuk penggunaan CPD-A1 (citrate, phosphate, dextrose, adenin). Darah simpan terdiri dari plasma protein dan sel darah merah, namun tidak ada platelet fungsional dan faktor antikoagulan.

Autotransfusi intraoperatif merupakan autotransfusi menggunakan darah yang bersumber dari hasil pendarahan pasien pada saat operasi berlangsung. Perlakuan terhadap darah diantaranya dengan melakukan penyaringan atau pencucian. Autotransfusi Intraoperatif Sederhana (AIS) yaitu autotransfusi menggunakan darah intraoperatif yang telah disaring secara sederhana. Metode yang dilakukan berupa pengambilan darah dengan suction, penampungan dalam botol yang diberi natrium sitrat, penyaringan dengan kain kassa buikgaas, serta transfusi kembali (Widjanarko 2002).

Autotransfusi pencucian dilakukan dengan menggunakan alat cell saver. Dengan menggunakan cell saver, darah hasil perdarahan pasien akan mengalami pemisahan komponen darah (sel darah merah, plasma, dan leukosit serta debris) sebelum ditansfusikan kembali ke dalam tubuh pasien. Pemisahan ini dianggap perlu karena pengambilan darah dari lapangan operasi merupakan tindakan yang traumatis yang akan menimbulkan pengaktifan lekosit pada tingkatan yang lebih besar sehingga akan timbul reaksi inflamasi yang besar pula (Rubens et al. 2008).

Keunggulan lain dari penggunaan darah autolog yaitu adanya kadar 2,3 difosfogliserat yang lebih tinggi. Keberadaan 2,3 difosfogliserat yang juga dikenal sebagai 2,3 bifosfogliserat dibutuhkan untuk pengikatan oksigen di paru dan pelepasannya di jaringan karena dapat mengubah dan menurunkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin (Pfiedler Enterprises 2012). Perbedaan suhu yang tidak terlalu signifikan antara darah auotransfusi dengan suhu tubuh pasien merupakan keuntungan lain dari proses autotransfusi intraoperatif. Pasien dengan kondisi kehilangan darah yang cukup banyak rentan mengalami kondisi hipotermi sehingga penggunaan darah dengan perbedaan suhu darah transfusi yang cukup signifikan dapat memperparah kondisi tersebut. Faktor koagulopati dalam darah autotransfusi juga masih memiliki fungsi yang lebih baik untuk proses pembekuan darah dibandingkan transfusi menggunakan darah simpan.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, yaitu pada bulan Mei hingga Juni 2011. Penelitian dilaksanakan di Bagian Bedah dan Radiologi Hewan Kecil, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Analisa sampel darah dilakukan di Laboratorium Yasa, Bogor.

Gambar

Gambar 1 Babi lokal Indonesia (Patria 2012)

Referensi

Dokumen terkait

Sesuatu yang dibolehkan dan dihalalkan Allah Swt adalah jelas. Sebagaimana, jelasnya terhadap sesuatu yang dilarang atau diharamkan. Di antara halal dan haram, ada

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan Pendamping PKH di Kecamatan Indrapuri telah mendapatkan fasilitas yaitu memiliki komputer yang di berikan dinas

Program Public Relations seperti mensosialisasikan program SIM online ini merupakan komunikasi antara Satlantas Polrestabes Surabaya dengan masyarakat Surabaya yang

Forum for East Asia – Latin America Cooperation (FEALAC) dibentuk pada tahun 2001 atas prakarsa dari PM Singapura Goh Chok Tong yang dilatarbelakangi oleh peningkatan perhatian

Terdapat kondisi-kondisi tertentu dalam lingkunan perusahaan yang menguntungkan bagi strategi perusahaan yang terkonsentrasi. Pertama , di mana

Alasan digunakan wawancara untuk mengumpulkan data atau informasi adalah, dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak hanya apa yang diketahui dan dialami informan, tetapi

karena akan menentukan terhadap bagian warisan apabila hibah tersebut tidak ada persetujuan ahli waris atau setidak-tidaknya ada ahli waris yang keberatan dengan adanya hibah

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas didalam penelitian ini yaitu gaya hihup yang ditinjau dari variabel pembelian produk bermanfaat, kesukaan, gaya hidup mewah, dan hasrat