7 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pola Interaksi Sosial
Pola Interaksi Sosial yang terjadi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok bersifat dinamis dan mempunyai pola tertentu. Apabila interaksi sosial tersebut diulang menurut pola yang sama dan bertahan untuk jangka waktu yang lama, akan terwujud hubungan sosial yang relatif mapan. Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling memengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Seperti kita ketahui, bahwa manusia dalam kehidupan sehari-hari tidaklah lepas dari hubungan satu dengan yang lain. (Grath dalam Santoso, 2010).
Menurut Santoso, (2010) interaksi sosial adalah suatu proses yang berhubungan dengan keseluruhan tingkah laku anggota-anggota kelompok kegiatan dalam hubungan dengan yang lain dan dalam hubungan dengan aspek-aspek keadaan lingkungan, selama kelompok tersebut dalam kegiatan. Sargent (dalam Santoso, 2010) menyatakan bahwa interaksi sosial dapat diterangkan sebagai suatu fungsi individu yang ikut berpartisipasi / ikut serta dalam situasi sosial yang mereka setujui.
Dari dua pendapat di atas, maka dapat dilihat bahwa interaksi sosial diamati dari segi proses, dimana interaksi sosial merupakan hubungan yang terjadi dalam situasi sosial serta adanya aksi dan reaksi yang saling timbal balik dari individu yang ikut berpartisipasi dalam situasi sosial itu sehingga menimbulkan pengaruh dalam suatu kegiatan kelompok tersebut. Di dalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Pengertian penyesuaian di sini dalam arti yang luas, yaitu bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu, sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan.
Seseorang atau kelompok sebenarnya tengah berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial orang lain atau kelompok lain ketika berinteraksi. Sebuah interaksi sosial akan kacau bila antara pihak-pihak yang berinteraksi tidak saling
8
memahami motivasi dan makna tindakan sosial yang mereka lakukan. Menurut Fer Bas (2013) ada beberapa aspek interaksi sosial yaitu:
1. Adanya hubungan
Setiap interaksi terjadi karena adanya hubungan antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Hubungan individu dengan individu ditandai antara lain dengan tegur sapa, berjabat tangan atau bahkan bertengkar. Contoh: hubungan antar individu di lingkungan sekolah seperti interaksi antara kepala sekolah dengan guru, hubungan individu dengan kelompok dapat dilihat interaksinya saat guru dengan siswa di dalam kelas, sedangkan hubungan kelompok dengan kelompok dapat dilihat interaksinya saat organisasi dalam lingkungan di sekolah.
2. Ada individu
Setiap interaksi sosial menuntut adanya individu-individu yang berhubungan, hubungan sosial itu terjadi karena adanya peran serta dari individu satu dengan yang lain secara individu atau kelompok.
3. Ada tujuan
Setiap individu dalam berinteraksi memiliki tujuan seperti mempengaruhi individu lain, misalnya saat guru mempengaruhi siswa di dalam kelas.
4. Adanya hubungan dengan struktur dan fungsi kelompok.
Dalam interaksi social terdapat hubungan struktur dan fungsi kelompok. Individu di dalam kehidupannya tidak terlepas dari individu lain, oleh karena itu individu dikatakan sebagai makhluk sosial yang memiliki fungsi dalam kelompoknya. Misalnya, untuk menciptakan suasana belajar yang baik dan lancar maka semua warga sekolah berpartisipasi aktif dalam meningkatkan interaksi sosial dalam lingkungan sekolah,
Karena setiap individu pada dasarnya mempunyai hubungan dengan struktur fungsional. Dampak orang yang tidak melakukan interaksi sosial bisa berdampak pada diri sendiri atau kepada orang lain. Kalau dari diri sendiri akan dikucilkan atau dijauhi karena orang yang tidak melakukan interaksi sosial akan tidak memiliki hubungan siapapun atau
9
bisa dikatakan sombong sedangkan ke orang lain adalah orang lain tidak akan mengenal kita dan kemungkinan besar tidak akan membantu kita bila terjadi sesuatu. Apabila seseorang tidak melakukan interaksi sosial dia akan dianggap sombong dalam masyarakat. Menjadi pemalu dan sulit mencari teman disekolah. Menurut Jhon (2016) ada beberapa Jenis – Jenis Pola Interaksi:
1) Interaksi sosial antar individu
Apabila dua orang bertemu, walaupun kedua orang tersebut tidak saling berbicara, sebenarnya interaksi sosial telah terjadi karena di antara mereka sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan maupun syaraf kedua orang tersebut, yang disebabkan oleh misalnya, bau keringat, parfum, dan cara berjalan. Kesemuanya menimbulkan kesan dalam pikiran seseorang sehingga menentukan tindakan yang akan dilakukannya.
2) Interaksi sosial antar kelompok sosial
Interaksi sosial antara satu kelompok dengan kelompok lainnya terjadi sebagai suatu kesatuan dan bukan menyangkut pribadi-pribadi sebagai anggota dari kelompok yang bersangkutan. Misalnya, pertemuan antara perwakilan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan perwakilan Republik Indonesia dalam perjanjian antara GAM dan RI di Jenewa, Swiss. Perjanjian tersebut merupakan interaksi antara GAM dan RI. Contoh lain, pertandingan antar tim kesebelasan sepak bola. Para pemain bertanding untuk kepentingan tim kesebelasannya (kelompok).
3) Interaksi sosial antara individu dengan kelompok sosial
Interaksi sosial antara individu dengan kelompok berbeda-beda sesuai dengan keadaan setiap hubungan itu. Misalnya, interaksi antara seorang guru dan siswa siswanya di kelas. Guru yang menghadapi siswa-siswa di kelas pada awalnya akan berusaha menguasai para siswanya agar interaksi sosial bisa berlangsung dan seimbang. Contoh lain, interaksi antara seorang wasit sepak bola dan para pemain sepak bola yang bertanding. Wasit tersebut akan menghadapi para pemain sesuai tata cara atau peraturan permainan yang berlaku.
10 2.1.1 Ciri-ciri Pola interaksi sosial
a. Berdasarkan kedudukan sosial (status) dan peranannya. Contohnya, seorang guru yang berhubungan dengan muridnya harus mencerminkan perilaku seorang guru. Sebaliknya, siswa harus menaati gurunya.
b. Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang merupakan hasil dari kegiatan tadi. Contohnya, dari adanya interaksi, seseorang melakukan penyesuaian, pembauran, terjalin kerja sama, adanya per-saingan, muncul suatu pertentangan, dan seterusnya.
c. Mengandung dinamika. Artinya, dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran. Contohnya, penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan masyarakat dapat menciptakan keteraturan sosial.
d. Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu. Berarti interaksi sosial dapat terjadi kapan dan di manapun, dan dapat berakibat positif atau negatif terhadap kehidupan masyarakat. Contohnya, sebuah sekolah yang terkenal memiliki disiplin dan tata tertib yang ketat dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, pada suatu ketika menjadi tercemar karena ada siswanya yang melakukan tindakan amoral.
2.1.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial
Interaksi sosial, sebuah reaksi atau timbal balik dan digerakan oleh faktor-faktor dari luar individu. Menurut Soekanto (2017) terdapat enam faktor-faktor sebagai berikut: a. Imitasi
Faktor imitasi mempunyai peran yang sangat penting dalam proses interaksi, Imitasi adalah proses meniru perilaku atau gaya seseorang yang menjadi panutannya. Tindakan meniru dilakukan dengan belajar dan mengikuti sikap dari orang lain yang menarik perhatiannya. Contohnya cara berpakaian, gaya rambut, gaya berbicara, cara bertingkah laku, dan sebagainya. Imitasi bersifat positif mendorong seseorang untuk mempertahankan, melestarikan, serta menaati norma dan nilai yang berlaku.
11 b. Sugesti
Sugesti adalah pandangan atau sikap seseorang yang diterima dan diikuti orang lain. Pihak memberi sugesti biasanya adalah orang yang beribawa dan dihormati, seperti dokter dan psikiater. Berlangsungnya sugesti dapat terjadi karena pihak penerima sugesti yang sedang berada didalam keadaan emosi yang tidak stabil sehingga menghambat daya pikirnya. Sugesti akan mudah terjadi apabila dipengaruhi factor-faktor sebagai berikut 1. Kemampuan berpikir seseorang terhambat dalam proses sugesti sehingga orang ini akan menerima pengaruh orang lain tanpa pikir panjang.
2. Keadaan pikiran yang terpecah belah. Keadaan ini membuat orang bingung atau bimbang sehingga akan mudah tersugesti.
3. Otoritas. Proses sugesti akan lebih mudah apabila pemberi sugesti mempunyai keahlian atau otoritas di sidangnya.
4. Mayoritas. Proses sugesti akan lebih mudah jika pendapat tersebut telah diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat.
c. Identifikasi
Identifikasi adalah keinginan seseorang untuk sama seperti orang lain. Sifat ini lebih mendalam daripada imitasi karena didalam proses ini kepribadian seseorang turut terbentuk. Proses identifikasi dapat berlangsung tanpa sengaja atau dengan sengaja. Melalui identifikasi, diri seseorang seolah-olah menjadi pihak lain atau identic dengan tokoh idolanya. Proses identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang.
d. Simpati
Simpati adalah proses ketika seseorang merasa tertarik dengan pihak lain. Simpati akan dapat berkembang jika terdapat saling pengertian dari kedua belah pihak. Simpati disampaikan kepada seseorang pada saat-saat tertentu, bisa saat bergembira bisa disaat bersedih. Contohnya saat seseorang tertimpa musibah
e. Motivasi
Motivasi adalah dorongan yang diberikan kepada seseorang individu kepada individu lain. Motivasi bertujuan agar orang yang diberi motivasi tersebut menuruti atau
12
melaksanakan apa yang dimotivasikan. Selain diberikan kepada individu kepada kelompok, kelompok kepada kelompok, dan kelompok kepada individu.
f. Empati
Empati adalah keaadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengindentifikasi dirinya dalam keaadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain. Misalnya, jika melihat seseorang mengalami kecelakaan luka berat, kita berempati seolah-olah juga ikut merasakan sakit orang tersebut. Dengan kata lain, kita memposisikan diri kita pada orang lain.
2.2 Otaku
2.2.1 Pengertian Otaku
Menurut Tamaki Saito (2000) menyebut sebuah sindrom yang mengarah pada penarikan diri total di kalangan remaja Jepang disebut Hikikomori. Hikikomori sebagai seseorang yang menolak untuk keluar dari rumah kedua orangtuanya dan mengisolasi diri mereka dari lingkungan sekitarnya sedikitnya selama enam bulan. Masa hikikomori bervariasi tergantung individu bersangkutan, Hikikomori lebih sering ditemukan pada keluarga menengah ke atas, biasanya menimpa anak laki-laki tertua, mereka menolak untuk keluar dari rumah orangtuanya setelah mengalami banyak traumatik dalam hidupnya atau mengalami kegagalan akademik. Menurut pendapat Sadatsugu Kudo (2001), hikikomori sudah ada sejak dua puluh tahun yang lalu dan dikenal dengan nama tokokyohi, yang mengarah pada perilaku dropout dari sekolah dan penolakan untuk bersekolah. Otaku adalah istilah dari bahasa Jepang yang digunakan untuk mengacu kepada orang orang yang memiliki minat yang obsesif, biasanya dalam hal anime, manga dan video games. Dalam bahasa aslinya otaku artinya rumah Istilah Otaku kemungkinan besar berasal dari percakapan antara penggemar anime yang selalu menyapa lawan bicaranya dengan sebutan otaku yang merupakan bentuk paling sopan untuk kata ganti orang ke dua dalam bahasa Jepang baku, atau dalam bahasa Indonesia disebut 'anda'. Dengan berlalunya waktu, arti dari kata ini bergeser kepada pengertian di atas. Kalau menurut persepsi orang Inggris, otaku itu mengandung makna freak atau geek yang berarti sebuah pandangan negative
13
orang yang sulit bergaul dengan orang lain. Tapi menurut orang Jepang, otaku itu orang penyendiri yang aneh dan jarang keluar rumah karena hobinya itu. Sekarang otaku bisa diartikan sebagai 'orang yang tergila-gila pada suatu tema, topik, atau hobi tertentu.
Dengan kata lain, arti dari otaku itu sebetulnya sangat luas penggunaannya.(Rukira.chun, 2010)
Ada 9 ciri ciri untuk mengetahui bahwa orang itu Otaku atau tidak (iBridge Research diupload pada April 3, 2015)
1. Mereka akan terdiam kalau ditanyai tentang Manga favorit mereka (10.6%)
2. Banyak tahu tentang tempat-tempat diselanggarakannya berbagai event anime (11.4%)
3. Banyak tahu tentang hal yang sedang banyak dibicarakan di Twitter (11.6%) 4. Mereka tidak memperbolehkan siapapun memasuki kamarnya (12.6%) 5. Jika ditanya nama Tamura, mereka akan jawab Yukari Tamura (13.8%) 6. Bisa mengetik dengan cepat (16.6%)
7. Sangat pintar tentang computer/handphone (23.8%)
8. Cara berbicaranya cepat ketika membicarakan hal kesukaan mereka (27.2%) 9. Mereka selalu membawa game dan bermain game bersama (32.4%)
Yang dihadapi anak-anak otaku adalah bahwa mereka di sekolah selalu diejek maupun dibully di dalam keseharian di sekolahnya dan membuat mereka susah berinteraksi karena mereka takut untuk berinteraksi kepada masyarakat.
14 2.2.2 Jenis jenis Otaku
Menurut Tamaki Saito (2000) ada 5 jenis otaku dan ada 12 jenis otaku positif a.Newbie Otaku
Pada tingkat ini orang tersebut masih melihat anime dari acara televisi, baca manga sekedarnya, dan melihat beberapa anime yang sudah terkenal didunia saja. Ini adalah tingkatan otaku yang paling rendah.
b. Anime Lovers
Tingkat ini lebih tinggi dari Newbie Otaku, karena orang tersebut sudah cukup mengenali banyak manga dan anime. Bahkan mereka bisa menyebutkan sedikitnya 30 macam judul anime atau manga di luar anime-anime yang sudah terkenal. Anime Lovers juga hafal chara utama atau chara yang sering muncul di anime tersebut.
c. Otaku
Otaku bisa juga disebut dengan Anime Addict. Dalam tingkat ini, orang tersebut sudah hafal ratusan judul anime, manga, Visual novel, light novel bahkan sampai nama karakter dalam anime tersebut.
d. Nijicon
Sebutan bagi mereka orang-orang yang suka pada suatu anime hingga mereka berani mengklaim karakter yang dia cintai sebagai istrinya. Soal wawasan nijicon jangan ditanya, pengetahuan mereka tentang bidang ini sangatlah luas dan tidak bisa diremehkan.
e. Hikikomori
Sebutan bagi mereka yang seluruh otaknya hanya berisi anime, manga, Visual novel, light novel, tokusatsu, dan lainnya. Untuk soal wawasan para hikikomori jangan ditanya lagi, mereka dapat tau nama chara hanya dengan melihat dari kaki, mata, atau bahkan pakaian mereka saja. Dan biasanya para hikikomori mengetahui ribuan judul anime, manga, Visual Novel ,light novel, dan lainnya bahkan yang sudah sangat lama pun mereka masih mengingatnya. Namun, karena sikap mereka itulah kebanyakan dari mereka jarang bersosialisasi, mereka cenderung menghabiskan waktu mereka di dalam rumah.
15 1. Otaku Anime / Manga
Bukan hal yang aneh bila warga Jepang dari semua kalangan menggemari anime / manga, bahkan mereka akan menonton anime atau membaca manga di tempat umum sekalipun.
2. Otaku Cosplay
Cosplay identik dengan memakai kostum bahkan menduplikasikan karakter idolanya pada diri cosplayer. Otaku cosplay biasanya sudah tidak peduli berapa banyak uang yang sudah mereka keluarkan demi kesempurnaan kostumnya, bahkan tidak sedikit dari mereka yang membuat kostum itu sendiri.
3. Otaku Game
Otaku tipe ini adalah tipe otaku yang menghabiskan sebagian waktunya hanya untuk duduk di depan monitor.
4. Otaku Idol & J-Pop (Wota)
Adalah seseorang yang terobsesi dengan idol wanita atau idol pria (J-Pop idol). saking terobsesinya pada idol mereka rela menghabiskan waktu dan uangnya hanya untuk menonton sang idola atau bahkan sekedar mengoleksi segala hal yang berhubungan dengan sang idola.
5. Otaku Figure
Istilah ini ditujukan untuk para kolektor action figure anime/manga tertentu. 6. Otaku Kereta
Mungkin ini sedikit aneh, karena ada sebagian orang yang mempunyai obsesi pada kereta. Mereka terobsesi untuk naik kereta, model dari kereta bahkan sekedar untuk memotret kereta
7. Otaku Robot
Sudah tak terhitung berapa banyak jumlah robot yang telah diciptakan Jepang. Karena hal itulah awal munculnya orang-orang yang sangat terobsesi oleh robot, yang sering disebut robot otaku.
16 8. Otaku Pasocon
Otaku Pasocon adalah orang yang terobsesi oleh teknologi komputer, mereka akan mempelajari hardware sampai software dengan detail. Mereka mungkin akan menghabiskan banyak waktu untuk mengkonfigurasi komputernya sesuai keinginannya. Dalam beberapa kasus, otaku ini sangat berguna karena akan ahli di bidang programming komputer dan sejenisnya.
9. Wapanese
Wapanese berasal dari bahasa Inggris yang berarti “Want to be Japanese“. Mereka adalah orang-orang non-Jepang yang sangat terobsesi akan budaya Jepang. Bahkan sebagian besar dari mereka dapat dengan lancar berbahasa Jepang dan mahir berbela diri.
10. Otaku Wanita Penggemar Sejarah
Adalah wanita penggemar sejarah. Reki-jo sering membentuk grup sosial dan mengadakan gathering dengan memakai dress code kostum sesuai periode. Dan tingkah laku serta tutur kata mereka akan menyesuaikan dengan zaman Jepang Pra-Industri.
11. Otaku Voice Actrees (Seiyuu)
Salah satu dari sekian banyak jenis otaku. Otaku ini terobsesi dengan suara aktor dan aktris pengisi suara dari produksi anime itu sendiri.
12. Otaku Militer
Salah satu contoh otaku militer, Gunji Ota sangat terobsesi dengan kostum militer sampai kisah-kisah perang terutama dari serial manga.
2.3 NEET (Not Employment, Education, or Training.)
NEET merupakan kepanjangan dari Not Employment, Education, or Training.
Istilah ini pertama kali muncul di daerah Inggris pada tahun 1990, istilah ini ditujukan pada orang-orang yang tidak memiliki pekerjaan (pengangguran) pada usia berkisar 16 hingga 18 tahun. Istilah ini terus menyebar kenegara-negara maju termasuk Jepang.
17
Istilah NEET berkembang di Jepang kira-kira pada tahun 1997, bertepatan dengan krisis moneter di negara tersebut. Di Jepang NEET dikenal dengan istilah Mugyousha (orang tidak memiliki pekerjaan atau pengangguran), orang-orang yang dikatakan dengan istilah ini yaitu orang yang tidak memiliki pekerjaan, tidak terikat dengan pendidikan dan rumah tangga. Orang-orang Mugyousha pada umumnya merupakan orang-orang penggangguran pada usia produktif yaitu 15-35 tahun. Kaitannya dengan otaku bahwa neet adalah tinggat paling tinggi yang sudah begitu berbahaya sedangkan otaku masih bentuk hamper proses mengarah ke neet yang biasa tekena diserang adalah anak laki-laki yang sudah pada sesi bekerja kalau otaku pada masa-masa pelajar SMP sampai SMA.
2.3.1 Jenis NEET
Di Jepang, NEET/Mugyousha kebanyakan dari keluarga kaya, namun pada negara lain NEET muncul dari keluarga kurang mampu. Menurut penelitian Tamaki Saito (2000), di Jepang Mugyousha dibagi menjadi 4 jenis yaitu :
1. Yankee Kata (tipe Yankee)
NEET tipe yankee ini biasanya lebih suka bersenang-senang daripada bekerja, tipe yankee ini sangat bergantung pada orang tua. Tipe ini pada umumnya berasal dari keluarga kaya raya. Oleh karena itu tipe ini biasa disebut juga parasite freeter. Yankee
2. Hikikomori Kata (tipe penyendiri)
NEET tipe ini biasanya lebih suka mengurung diri dikamar daripada bersosialisasi dengan lingkungan, atau bisa dikatakan tidak suka bersosialisasi dengan lingkungan luar. Biasanya para pengidap NEET tipe ini menghabiskan waktunya dengan bermain game atau internet didalam kamar. Banyak NEET tipe ini mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri/jisatsu karena merasa bosan dengnan kehidupannya.
3. Tachisukumu Kata (tipe ragu-ragu)
NEET ini merupakan tipe yang memiliki rasa ragu-ragu sangat tinggi terhadap kehidupan masa depannya. NEET tipe ini kebanyakan diidap oleh orang-orang yang telah lulus dari perguruan tinggi. Mereka merasa ragu-ragu akan kehidupan masa depan mereka. 4. Tsumazuki Kata (tipe gagal)
18
NEET satu ini dikarenakan oleh kegagalan yang telah dialami. Pada umumnya diidap oleh orang-orang tidak pernah memiliki pengalaman bekerja/membuka usaha, tetapi saat bekerja/membuka usaha mereka mengalami kegagalan. Kegagalan inilah yang menyebabkan mereka takut untuk mencoba kembali dan tidak mau untuk bangkit kembali.
2.4.2 Faktor yang membuat seorang menjadi NEET
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi seseorang menjadi seorang NEET, dari lingkungan dimana mereka bekerja, lingkungan mereka tinggal bahkan orang tua. Tahun 2003, jumlah populasi NEET di Jepang sudah mencapai 520 ribu orang dan diperkirakan jumlah itu akan mengalami kelipatan pada tahun 2010, dan pastinya tahun 2013 juga sudah mengalami kelipatan. Untuk mengantisipasi bertambahnya NEET pemerintah Jepang berupaya mengadakam program pelatihan khusus untuk para NEET yang bekerja sama dengan perusahaan pemerintah maupun swasta. Lewat program tersebut para NEET diberikan pengarahan, konseling, dan pengenalan dunia kerja, bahkan mereka juga ditawarkan job training yang diharapkan bisa menumbuhkan rasa percaya diri mereka untuk terjun ke dunia kerja.
2.5 Dampak positif dan negatif tentang Otaku
2.4.1 Dampak positif anak Otaku sebagai berikut:
1. Mengenal budaya negeri luar khususnya negeri sakura negara yang telah melahirkan anime & manga tersebut.
2. Menerapkan budaya/adat istiadat yang dinilai positif dari negeri disiplin dan pekerja keras itu dalam kehidupan sehari-hari misalnya budaya mengucapkan maaf dan berterima kasih, ramah dll
3. Meningkatkan imajinasi seseorang
4. Sudah banyak ditemukan orang-orang kreatif karena kesukaannya pada anime & manga.
19
5. Menjadikan seseorang mempunyai keinginan (cita-cita) untuk menjadi sukses di masa depan tapi dalam hal apa-apa yang berhubungan dengan jepang dan anime. Dan hal itu akan membuat seseorang tersebut termotivasi untuk terus berusaha. 6. Karena faktor negatif yang membuat seseorang sulit 'bersosialisasi' dengan orang
yang tak punya hobi yang sama maka orang tersebut lebih memilih sering di rumah, namun hal tersebut akan membuat seseorang tak akan terjerat yang namanya pergaulan bebas maupun berhubungan dengan orang-orang yang terlalu bebas bergaul.
7. Bila ada 2 orang sama-sama punya ketertarikan yang sama terhadap anime & manga maka akan membuat 2 orang tersebut akan sangat mudah bersosialisasi.
( Rendy, 2015)
2.4.2Dampak negative anak Otaku sebagai berikut:
1. Ketergantungan, seakan menjadikan manga & anime itu sebagai suatu kebutuhan dalam hidup yang harus dipenuhi.
2. Seseorang yg menyukai anime & manga menyebabkan seseorang tersebut sering berkhayal, menganggap bahwa tokoh-tokoh yang ada didalamnya hidup dan membayangkan dirinya berada dalam cerita dan menjadi salah satu tokoh disana. 3. Bagi sebagian orang membuat malas melakukan segala aktivitas.
4. Sangat berpengaruh dalam hal bersosialisasi, biasanya orang yang sangat menggemari anime dan manga (otaku) akan sulit bersosialisasi kecuali dengan orang-orang yang sama-sama mempunyai hobi yg sama dengannya, yaitu menonton anime dan manga.
5. Orang yang sudah menjadi otaku lebih senang diam di rumah menonton anime atau baca manga, dan menolak bepergian karena tak suka keramaian dan faktor sulit bersosialisasi.
6. Karena mengenal kebudayaan atau adat isiadat Jepang dari anime & manga maka mereka sebagian besar lebih mencintai budaya Jepang daerah asal anime & manga tersebut, daripada indonesia negaranya sendiri. Budaya dari luar tentu ada yang tak
20
sesuai dengan budaya di negara kita, ada yang baik dan malah ada yang buruk, karena mengenal dari anime & manga mengenai budaya Jepang maka tidak menutup kemungkinan budaya nya ditiru bahkan sampai yang dinilai di negara kita buruk (ini hanya bagi orang-orang yang tak mampu menyaring seharusnya apa-apa yang perlu diserap)
7. Bagi orang yang sudah menjadi otaku, sebagian apatis terhadap keadaan sekitar bahkan masa depannya yg selalu memenuhi fikirannya hanya kesenangannya saat menonton anime & manga.
8. Hanya tertarik pada apa-apa yg berbau anime dan Jepang. (Sumber: Rendy, 21015) 2.5 Faktor-faktor cara menghindari Menjadi Hikikomori.
Menurut J-CUL (2015 ) faktor-faktor cara menghindari menjadi hikikomori sebagai berikut:
a. Interaksi secara langsung
Interaksi secara langsung adalah interaksi yang dilakukan langsung antar individu yang berinteraksi. Interaksi secara langsung dilakukan tanpa pihak ketiga. Contohnya, berbicara dengan orang luar secara tatap mata
b. Interaksi secara tidak langsung
Interaksi secara tidak langsung adalah interaksi yang dilakukan melalui perantara atau menggunakan bantuan sarana komunikasi, seperti telepon, surat, dan e-mail. 2. Pola-pola interaksi sosial
Didalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari terdapat tiga pola interaksi sosial. Pola-pola interaksi sosial itu adalah interaksi antar individu, interaksi antara individu dan kelompok, serta interkasi antara kelompok dengan kelompok (antar kelompok)
a. Interaksi antar individu
Interaksi itu terjadi apabila individu memberi pengaruh, rangsangan dan stimulus. Sementara itu individu yang terkena pengaruh akan memberikan reaksi, tanggapan
21
ataupun sebuah respons. Jadi, walupun kedua individu yang bertemu itu tidak saling melakukan kegiatan, interaksi sosial di antara mereka tetap terjadi karena masing-masing pihak menyadari kehadiran pihak lain.
b. Interaksi antara individu dan kelompok.
Pada interaksi ini seorang individu dapat berperan sebagi inspirator dan motivator. Di sini seorang individu akan dihadapkan pada sekelompok orang dalam berbagai macam situasi, kondisi dan kepentingan. Contohnya, seorang pembicara event jepang membuat anak otaku tertarin dan pasti mengunjunginya
c. Interaksi antara kelompok dan kelompok (antar kelompok)
Contohnya, seperti anatara kelompok otaku dengan kelompok interaksi normal walaupun akan bertolak belakang anak otaku biasanya memperhatikan interaksi normal itu seperti apa. Tetapi biasanya anak otaku ketika melihat orang baru biasanya tidak bisa langsung dekat karena anak otaku pasti melihat dari sikap karakteristik dan kesehariannya seperti apa dan anak otaku biasanya berpikir apa dia diterima atau tidak, biasanya anak otaku selalu ragu saat didekati anak otaku baru merespon dan mulai mau berinteraksi (J-CUL, 2015)
2.6 Penelitian yang relevan
Penelitian Raditya Titis Indriya (2013) menyatakan bahwa dari analisis kepribadian seorang otaku dengan teori Carl Rogers tentang Teory of Personality seorang otaku bisa berubah dikarenakan minder akan penampilannya membuat anak otaku di bully dan diejek. Dari tayangan film “DENSHA OTOKO” awal mula terjadinya keinginan anak otaku ingin kembali menjadi masyarakat normal demi lawan jenis agar dilihat tertarik oleh wanita yang disukainya seperti laki-laki normal pada umumnya dan ingin melakukan perubahan terhadap dirinya.
Penelitian Helmy Agustina (2015) menyatakan bahwa anak-anak otaku agak sulit terbuka dengan masyarakat karena pandangan masyarakat masih kurang akan otaku, cosplay, manga. Masyarakat menganggap kurang baik karena dipandang bahwa
22
berdampak akan takutnya kurang interaksi padahal kalau diperhatikan anak-anak otaku masih mau berinteraksi dan juga perjuangan anak-anak otaku seperti membeli figure mungkin bagi masyarakat itu buang-buang uang. Tapi bagi anak-anak otaku kita bisa melihat perjuangan mereka mengumpulkan uang untuk hobbynya diliat dari sisi positif anak sudah bisa menabung sendiri dan membeli barang tanpa meminta orang tua sepenuhnya mereka sisihkan dari uang jajan mereka dan jika costume mereka membuat dengan kreatif dengan bahan yang mereka punya ke kreatifan mereka diliat dari sisi postif mereka kreatif akan membuat sesuatu baju atau barang.