5
KAJIAN PUSTAKA
A. Kuda
1. Asal-Usul Kuda
Kuda dalam bahasa latin disebut Equus caballus, termasuk Famili Equidae, yaitu berkuku satu yang mulanya berasal dari jari tiga. Kuda yang saat ini tersebar di seluruh dunia sejatinya berasal dari binatang kecil yang oleh beberapa ilmuwan disebut sebagai eohippus atau dawn horse. Binatang kecil tersebut telah mengalami proses evolusi sekitar 60 juta tahun yang lalu. Tahun 1867, kerangka lengkap dari fosil Eohippus telah ditemukan di bentukan Tebing Eocene. Kemudian pada tahun 1931, kerangkanya disusun kerangka disusun kembali di Big Horn Basin, Wyoming USA oleh palaeontologi dari Institute teknologi California (Maswarni dan Nofiar Rachman, 2014: 6).
Proses evolusi kuda terjadi melalui beberapa tahapan yang dimulai dari: 1) eohippus, perkembangannya dimulai pada zaman Eocene dengan tinggi 25 cm; 2) mesohippus, perkembangannya dimulai pada zaman Ologocene dengan tinggi mencapai 60 cm dan mempunyai tiga jari; 3) merychippus, berkembang pada pertengahan dan akhir zaman Miocene dengan tinggi yang sudah mencapai 100 cm dan jari tengah mulai memendek; 4) phiohippus, berkembang pada petengahan zaman Pleistocene sekitar 6 juta tahun yang lalu, tingginya mencapai 125 cm. Kuku juga mulai berkembang menjadi kuku satu dan seterusnya disebut equus, yang tinggi dan ukurannya sudah bervariasi serta bentuk kuku makin bagus (Maswarni dan Nofiar Rachman, 2014: 6).
2. Bentuk Tubuh Kuda
Gambar 2. Bentuk dan Bagian-Bagian Tubuh Kuda. (Sumber: Maswarni dan Nofiar Rachman, 2014: 10)
Gambar 3. Bentuk dan Bagian-Bagian Tubuh Kuda. (Sumber: Maswarni dan Nofiar Rachman, 2014: 11)
3. Klasifikasi Kuda
Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mammalia Ordo : Perissodactyla Family : Equidae Genus : EquusSpesies : Equus caballus
Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) adalah salah satu dari sepuluh spesies modern mamalia dari genus Equus. Hewan ini telah lama merupakan salah satu hewan peliharaan yang penting secara ekonomis dan historis, dan telah memegang peranan penting dalam pengangkutan orang dan barang selama ribuan tahun (http://yusufsila-binatang.blogspot.com/2011/11/ beberapa-informasi-tentang-kuda.html diunduh pada 14-7-2015 pukul 3.20).
Kuda dapat ditunggangi oleh manusia dengan menggunakan sadel dan dapat pula digunakan untuk menarik sesuatu, seperti kendaraan beroda atau bajak. Pada beberapa daerah, kuda juga digunakan sebagai sumber makanan. Walaupun peternakan kuda diperkirakan telah dimulai sejak tahun 4500 SM, bukti-bukti penggunaan kuda untuk keperluan manusia baru ditemukan sejak 2000 SM. Dalam bahasa jawa disebut jaran, bahasa Makassar disebut jarang (http://yusufsila-binatang.blogspot.com/2011/11/beberapa-informasi-tentang-kuda .html diunduh pada 14-7-2015 pukul 3.20).
4. Evolusi Kuda
Kuda mampu beradaptasi untuk hidup di kawasan lapangan terbuka dengan tumbuh-tumbuhan yang jarang, bahkan di sebuah ekosistem yang sulit didiami oleh hewan-hewan pemamah biak lainnya. Kuda dan hewan-hewan sejenisnya merupakan bagian dari order perissidactyla, yaitu sekumpulan mamalia yang pernah dominan pada zaman Tertier. Pada masa itu, order ini memiliki 14 famili, namun hanya tiga famili yang mampu bertahan hingga masa sekarang, yaitu equidae (keluarga kuda), cipan, dan badak sumbu (http://ms. wikipedia.org/wiki/Kuda, diunduh pada 01-12-2014 pukul 09.52).
Keluarga equidae yang tertua adalah hyracotherium yang hidup pada 45-55 juta tahun yang lalu pada masa Eosen. Dia mempunyai empat batang jari pada kaki depan dan tiga jari pada kaki belakang. Pada masa Mesohippus yang hidup pada 32-37 juta tahun yang lalu, jari tambahan yang dimiliki kuda gugur. Sekitar 5 juta tahun yang lalu, lahirlah equus yang modern. Dia mampu berlari dengan sangat baik karena memiliki kaki-kaki yang panjang, jari-jarinya juga telah lenyap. Gigi kuda turut berevolusi, dari gigi yang berfungsi untuk mengunyah daun-daun tropika yang lembut menjadi gigi yang mampu mengunyah daun yang lebih kering (http://ms.wikipedia. org/wiki/Kuda, diunduh pada 01-12-2014 pukul 09.52).
Gambar 4. Evolusi Kuda
(sumber: http/ms.wikipedia.org/wiki/fail:equine_evolution.jpg diunduh pada01/12/2014 pukul 09.59 WIB)
Sekitar 15.000 tahun yang lalu, equus ferus telah menjadi spesies holartik yang tersebar luas. Tulang kuda pada masa pleistosen dijumpai di Eropa, Eurasia, dan Amerika Utara (http://ms.wikipedia.org/wiki/Kuda, diunduh pada 01-12-2014 pukul 09.52).
B. Referensi Karya
Penulis dalam mengangkat viualisasi kuda ke dalam karya seni grafis banyak terinspirasi oleh karya-karya kuda yang dibuat para seniman baik nasional maupun internasional. Salah satu karya seniman nasional yang menginspirasi penulis dalam mengangkat visualisasi kuda adalah “Keluarga/berencana” karya pelukis Basuki Abdullah yang berukuran 200 x 90 cm, dan dibuat tahun 1975.
Gambar 5. Contoh Karya Basuki Abdullah “Keluarga Berencana”, 1975, 200 x 90 cm
(Sumber: https://senirupasmasa.files.wordpress.com/2012/09/basuki-abdullah-keluarga-berencana.jpg diunduh pada 14/7/2015 pukul 00.23 WIB)
Sumber acuan penulis selanjutnya adalah karya dari pelukis Indonesia Affandi yang lahir di Cirebon Jawa Barat yang berjudul “Kepala Kuda” yang dibuat pada tahun 1959.
Gambar 6. Contoh Karya Affandi “kepala kuda”, 1959, oil on canvas
(Sumber: http://zirakarisma.blogspot.com/2014/01/artikelseni-lukisan-karya-affandi.html diunduh pada 14/7/2015 pukul 17.07 )
Sumber acuan penulis selanjutnya karya dari pelukis Internasional Vincent van Gogh asal Belanda. Salah satu karya yang menginspirasi yang berjudul “Dr
Paul Gachet”, dibuat pada tahun 1890. Didalam karya ini penulis terinpirasi pada goresan-goresan pada belakang objek dr. Paul Gachet.
Gambar 7. Contoh Karya Vincent van Gogh “Dr Paul Gachet”, 1890, 68 x 57 cm
(Sumber: http://www.vggallery.com/painting/f_0753.jpg diunduh pada 14/7/2015 pukul 17.30)
Penulis ingin memunculkan gaya realis pada karya. Realisme di dalam seni rupa berusaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana apa adanya yang tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan embel-embel atau interpretasi tertentu (sumber: https://5enibudaya.wordpress.com/2014/02/01/alira n-realisme/ diunduh pada tanggal 8-7-2015 pukul 14.53 WIB).
Nooryan Bahari mengungkapkan bahwa Belinsky menunjukkan cara bagaimana orang dapat melukis realitas dengan cara mencari subyek seni lukis di sekeliling kehidupan sehari-hari, dan jangan dibagus-baguskan atau diperindah, tetapi ditangkap sebagaimana adanya (Nooryan Bahari, 2008: 119).
C. Pengertian Seni
Berbicara tentang seni, hingga saat ini para pakar di bidang seni rupa pun belum mampu memiliki satu kesepakatan khusus tentang definisi seni. Tidak sedikit para filsuf seni, ahli estetika dan seniman memiliki definisi tersendiri
tentang seni, hal ini dapat kita lihat dari beberapa literatur yang dijabarkan Mikke Susanto dalam bukunya yang berjudul “Diksi Rupa”.
Pengertian mengenai seni, salah satunya adalah karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-pengalaman batinnya, pengalaman batin itu disajikan secara indah atau menarik. Sehingga merangsang timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang menghayatinya. Kelahirannya tidak didorong hasrat memenuhi kebutuhan pokok, melainkan merupakan usaha untuk melengkapi dan menyempurnakan derajat kemanusiaan memenuhi kebutuhan yang sifatnya spiritual (Mikke Susanto, 2003:102).
Menurut Ki Hajar Dewantara, “Seni yaitu segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah hingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia”. Dalam hal ini seni juga merupakan produk keindahan yang dapat menggerakkan perasaan indah orang lain yang melihatnya. Berbeda dengan definisi terdahulu, yang dikemukan oleh Ahdiat K. Miharja yaitu bahwa “Seni adalah kegiatan rohani manusia yang merefleksikan kenyataan dalam karya yang berkat bentuk maupun isinya mempunyai daya untuk membangkitkan pengalaman tertentu dalam alam rohani si penerimanya”. Dalam definisi ini dengan tegas dinyatakan bahwa seni adalah kegiatan rohani, bukan semata-mata kegiatan jasmani (sumber: http://joeloesmant.blogspot.com/2012/04/pengertian-seni.html diunduh pada 8-7-2015 pukul 10.03 WIB).
Nooryan Bahari dalam bukunya yang berjudul “Kritik Seni, wacana, apresiasi dan kreasi” menjelaskan bahwa seni adalah suatu bentuk keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman, belajar, atau pengamatan-pengamatan (Nooryan Bahari, 2008: 61).
Dari sekian definisi dapat disimpulkan bahwa seni adalah hasil karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman batinnya yang disajikan secara indah dan menarik sehingga merangsang munculnya pengalaman batin penikmat yang menghayatinya.
D. Komponen Karya Seni
a. Subject matterSubject matter atau tema pada umumnya dimaksudkan juga sebagai tema
atau juga bisa disebut pokok soal; yaitu pokok persoalan yang selalu dijumpai dalam suatu karya seni.
Subject Matter atau tema pada umunya merupakan suatu pokok persoalan yang melatarbelakangi seniman dalam menciptakan sebuah karya seni. Adapun defenisi subject matter adalah objek-objek atau ide-ide yang dipakai dalam berkarya atau ada dalam sebuah karya seni (Mikke Susanto, 2011: 383).
Ketertarikan penulis terhadap kuda menginspirasi dalam pembuatan karya, karena itulah bentuk serta struktur tubuh kuda dipilih penulis sebagai tema. Ide yang dimiliki akan diwujudkan ke dalam seni grafis dengan menggunakan teknik cetak tinggi.
b. Bentuk (Form)
Bentuk adalah keseluruhan totalitas dari sebuah karya dan merupakan organisasi dari segenap unsur yang mewujudkan suatu karya seni.
….. Bentuk dalam suatu karya seni adalah aspek visualnya, atau yang terlihat itu, yaitu karya seni itu sendiri. Bentuk dikenal pula sebagai “totalitas karya” yang merupakan organisasi unsur-unsur rupa seperti garis, bidang, gelap terang warna sehingga terwujud apa yang disebut karya. Ini berarti bahwa bentuk adalah suatu yang dapat ditangkap oleh panca indera yaitu dilihat dan diraba (P.Mulyadi, 1998:16)
Benda apa saja di alam ini, juga karya seni/desain, tentu mempunyai bentuk (form). Bentuk apa saja yang ada di alam dapat disederhanakan menjadi titik, garis, bidang, gempal. Kerikil, pasir, kelereng, dan semacamnya yang relatif kecil, dan “tidak berdimensi” dapat dikategorikan sebagai titik. Kawat, tali, galah, dan semacamnya yang hanya berdimensi memanjang, dapat disederhanakan menjadi garis. Selembar kertas, karton, papan triplek, dan semacamnya yang memiliki dimensi panjang dan lebar dapat disederhanakan sebagai bidang. Kotak, tangki minyak, rumah, dan semacamnya yang memiliki dimensi panjang, lebar, dan tinggi, dapat disederhanakan menjadi gempal/volume (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009 : 83).
Pengungkapan bentuk dalam karya tugas akhir penulis adalah dua dimensi, dengan ukuran 40 x 60 cm, dengan berbagai komposisi dan beragam warna yang ditimbulkan,
c. Isi atau Makna
Jika ditinjau dari aspek isi seni, nilai-nilai di dalamnya juga dapat kontekstual dan universal. Struktur jiwa manusia dari dulu sampai sekarang tetap sama, punya perasaan, intuisi, pikiran, kemauan, kesadaran dan bawah sadar.
Setiap seniman selalu memiliki tujuan tersendiri yang ingin diungkapkan dalam setiap karya yang diciptakannya, namun nilai yang ditangkap penikmat dari setiap karya yang diciptakan selalu berbeda sesuai dengan kemampuan tafsir dari masing-masing penikmat. Isi atau arti dapat diartikan sebagai berikut:
….. Isi disebut kualitas atau arti, yang ada dalam suatu karya seni. Isi juga dimaksudkan sebagai final statement,mood (suasana hati), atau pengalaman penghayat, isi merupakan arti yang esensial daripada bentuk, dan seringkali dinyatakan sebagai bentuk sejenis emosi, aktivitas itelektual, atau asosiasi yang kita lakukan terhadap suatu karya seni.
Apabila ada suatu usaha untuk menganalisa mengapa bentuk dari suatu karya menimbulkan emosi atau ekspresi terhadap kita, atau menstimulasi aktivitas intelektual penghayatnya, sebenarnya kita sedang berhadapan dengan isi atau arti (P. Mulyadi, 1998: 16).
Bagi penulis isi atau makna dalam setiap karya, penulis berusaha menggambarkan keunikan, dan keindahan bentuk tubuh kuda.
E. Elemen Seni Rupa
Disamping komponen seni, dalam suatu karya juga harus memperhatikan unsur yang ada di dalam karya seni. Berikut pengertian masing-masing dari unsur rupa tersebut:
a. Garis
Garis terbentuk melalui goresan atau tarikan dari titik yang satu ke titik yang lain. Bermacam bentuk garis, yaitu garis lurus, garis lengkung, garis putus-putus, garis tak beraturan, dan lain-lain. Setiap garis tersebut dapat menimbulkan kesan yang beragam yang dinamakan sifat garis. Misalnya, garis lurus mengesankan kaku, tegas, dan keras.
Raut adalah ciri khas suatu bentuk dari sebuah garis. Raut garis adalah ciri khas bentuk garis. Raut garis secara garis besar hanya terdiri dari dua macam, yaitu garis lurus dan bengkok atau lengkung. Namun, jika dirinci terdapat empat macam jenis garis sebagai berikut: Garis lurus yang meliputi garis horizontal, diagonal dan vertikal. Garis lengkung meliputi garis lengkung kubah, garis lengkung busur, dan lengkung mengapung. Garis majemuk yang meliputi garis zig-zag dan garis berombak. Garis gabungan meliputi kombinasi antara garis lurus, lengkung dan majemuk (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:98).
Gambar 8. Raut Garis
(Sumber: Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Elemen-elemen Seni dan Desain”. 2009 : 90) Setiap garis menimbulkan kesan yang berbeda beda, dari garis melengkung, garis lurus, garis majemuk, maupun garis gabungan. Penulis menggunakan garis-garis tersebut ingin mendeskripsikan bentuk kuda.
b. Bidang (Shape)
Jika suatu garis (garis geometrik ataupun garis ekspresif) bersentuhan (bersatu) dengan garis itu sendiri (tetapi bukan berimpit) maka garis itu kan meliputi suatu area (daerah) atau bentuk. Kalau kita menggunting selembar kertas hitam dengan suatu bentuk tertentu lalu bentuk guntingn yang telah mendapat bentuknya tersebut kita letakkan di atas kertas putih (atau sebaliknya, putih di atas kertas hitam) maka kita akan mendapatkan suatu area pula. Demikian juga jika kita gunting tersebut merupakan kertas berwarna, maka hal yang sama akan kita dapatkan.
Nooryan Bahari dalam bukunya yang berjudul “Kritik Seni Wacana, Apresiasi dan Kreasi” menjelaskan bahwa bidang adalah:
… Bidang (shape) adalah suatu bentuk yang sekelilingnya dibatasi oleh garis. Secara umum garis dikenal dalam dua jenis, bidang yaitu bidang geometris dan organis. Bidang geometris seperti lingkaran atau bulatan, segi empat, segi tiga dan segi-segi lainnya, sementara bidang organis dengan bentuk bebas yang terdiri dari aneka bentuk yang tidak terbatas (Nooryan Bahari, 2008: 100).
Shape dapat dibedakan atas shape geometri dan shape biomorphic. Shape
geometrik merupakan bentuk yang standar (ukuran, aturan, dan batasan) dalam
sifat dan berasal dari ilmu ukur, seperti lingkaran, empat persegi, segitiga. Shape
biomorphic merupakan bentuk yang tidak beraturan (bebas dan organik) (Arfial
Arsad Hakim, 1997:54-55)
Gambar 9. Macam-Macam Raut Bidang
(Sumber: Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Elemen-elemen Seni dan Desain”. 2009 : 105)
Penulis ingin menyampaikan imajinasinya melalui garis-garis yang digabungkan sehingga menimbulkan suatu bentuk yang diinginkan penulis.
c. Tekstur
Tekstur adalah sifat suatu permukaan dari suatu benda atau bidang, yang memberi karakter atas suatu benda atau bidang/permukaan tersebut, apakah halus, sedang atau kasar.
Setiap bentuk atau benda apa saja di alam ini termasuk karya seni mesti memiliki permukaan atau raut. Setiap permukaan atau raut tentu memiliki nilai atau ciri khas. Nilai atau ciri khas permukaan tersebut dapat kasar, lunak, halus, polos, bermotif/bercorak, mengkilat, buram, licin, keras, lunak, dan sebagainya. Itulah tekstur atau ada yang menyebut barik. Tekstur adalah nilai atau ciri khas suatu permukaan atau raut.
Pada umumnya orang menyebut tekstur itu dihubungkan dengan sifat permukaan yang kasar. Padahal sesungguhnya permukaan yang halus pun merupakan tekstur, di mana nilai, sifat, atau ciri khas permukaannya atau teksturnya halus. Sifat-sifat permukaan kasar-halus, kasap-licin, keras-lunak, bermotif-polos, cemerlang-suram, dan lain-lain (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009 : 120).
Gambar 10. Tesktur Hias/Semu dan Interval Tangga Tekstur
(Sumber: Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Elemen-elemen Seni dan Desain”. 2009 : 126)
Implementasi tekstur dalam karya penulis beragam ada tekstur halus yang cenderung datar yaitu permukaan media itu sendiri (kertas). Ada juga yang kasar dari efek tekanan sendok waktu manggosok hardboard yang sudah di cukil dengan kertas.
d. Warna
Melalui beberapa teori warna seperti teori Brewster, kita dapat mengenal warna primer, sekunder, dan warna komplementer. Warna dapat dianalisis malalui sudut pandang estetika maupun tinjauan berdasarkan kadar intensitas warna yang dimiliki. Warna mampu menimbukan kesan positif dan negatif serta mampu menciptakan berbagai suasana sesuai intepretasi masing-masing orang. Warna dapat mengajak kita seolah-olah berada dalam suasana periode dimana karya tersebut diciptakan (Triss Neddy S, dkk, 2012:88).
Warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan benda-benda yang dikenainya; corak rupa seperti merah, biru, hijau, dan lain-lain. Peranan warna sangat dominan pada karya seni rupa, hal ini dapat dikaitkan dengan upaya menyatakan gerak, jarak, tegangan (tension), deskripsi alam (naturalisme), ruang, bentuk, ekspresi atau makna simbolik dan justru dalam kaitan yang beraneka ragam ini kita akan melihat betapa kedudukan warna dalam seni rupa. Zat warna didapatkan dari perpaduan pigmen yang berupa bubuk halus, kemudian disatukan dengan binder (zat pengikat) atau paint vehicle (pembawa pigmen) (Mikke Susanto, 2002 : 113).
Gambar 11. Lingkaran Warna (The Color Whell)
(Sumber: Sadjiman Ebdi Sanyoto, “Elemen-elemen Seni dan Desain”. 2009 : 31) Warna yang digunakan setiap seniman tentunya berbeda-beda hal ini dikarenakan setiap seniman memilik intepretasi sendiri terhadap sebuah warna yang mereka gunakan. Biasanya warna mampu membrikan ciri tersendiri dari
masing-masing seniman. Nooryan Bahari dalam bukunya yang berjudul “Ktirk Seni Wacana, Apresiasi dan Kreasi” menjelaskan bahwa warna adalah: gelombang cahaya dengan frekuensi yang dapat mempengaruhi penglihatan kita. Warna memiliki tiga dimensi dasar yaitu hue, nilai (Value), dan intensitas (intensity). Hue adalah gelombang khusus dalam spectrum dan warna tertentu. Misalnya spectrum warna merah disebut hue merah. Nilai (value) adalah nuansa yang terdapat pada warna, seperti nuansa cerah atau gelap, sedangakan intensitas adalah kemurnian dari hue warna (Nooryan Bahari, 2008: 100).
F. Prinsip Seni Rupa / Desain
Untuk menciptakan sebuah karya seni selalu berpegang pada prinsip keorganisasian biasanya disebut prinsip organisasi, prinsip desain, atau asas-asas desain, antara lain rhytm (irama), unity (kesatuan), balance (keseimbangan), domination (penekanan) dan kesepadanan (proportion). Komposisi perlu diperhatikan adanya unsur yang saling berintegrasi dan saling mendukung, tidak perlu bahwa tiap-tiap unsur memiliki kekuatan yang sama (P. Mulyadi, 1998:22).
a. Irama ( Rhytm )
Irama atau ritme adalah gerak perulangan atau gerak mengalir/aliran yang ajeg, runtut, teratur, terus-menerus(Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2010:161).
b. Kesatuan ( Unity )
Kesatuan dapat juga disebut dengan keutuhan. Sebuah karya seni harus menyatu dan unsur-unsur yang tersusun di dalamnya tidak dapat dipisah-pisah. Tanpa kesatuan, karya seni akan terlihat kacau balau dan mengakibatkan karya tersebut tidak enak dilihat (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:233).
c. Keseimbangan ( Balance )
Keseimbangan yaitu suatu kondisi atau kesan berat, tekanan atau tegangan, sehingga memberi kesan stabil (Arfial Arsad, 1987:6). Dalam keseimbangan terdapat symmetrical balance, radial balance, obvious balance, dan asymmetrical balance. Keseimbangan simetris atau symmetrical balance yaitu keseimbangan antara ruang sebelah kiri dan kanan memiliki kedudukan yang sama persis baik dalam bentuk raut, besaran ukuran, arah, warna maupun teksturnya. Keseimbangan memancar atau radial balance yaitu keseimbangan yang sama seperti keseimbangan simetris, tetapi tidak hanya pada sisi kanan maupun kiri tetapi sebelah atas atau bawah (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:260).
Keseimbangan sederajat atau obvious balance yaitu keseimbangan komposisi antara ruang sebelah kiri dan ruang sebelah kanan tanpa memperdulikan bentuk yang ada di masing-masing ruang, sedangkan keseimbangan asimetris atau asymmetrical balance adalah kebalikan dari keseimbangan simetris yaitu keseimbangan yang sebelah kiri dan kanannya tidak sama (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:263).
d. Penekanan (domination)
Dominasi dalam karya seni itu yang dimaksud menguasai, bisa juga disebut keunggulan, keunikan, keistimewaan, keganjilan atau penyimpangan. Di dalam karya seni harus ada dominasi agar menarik, karena dominasi digunakan sebagai daya tarik (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:225).
e. Kesepadanan (Proportion)
Proporsi atau perbandingan merupakan salah satu prinsip dasar seni rupa untuk memperoleh keserasian. Proporsi bisa juga disebut kesepadanan (Sadjiman Ebdi Sanyoto, 2009:273).
G. Perubahan Wujud Dalam Karya Seni
Di dalam pembuatan karya terjadi perubahan wujud, perubahan wujud itu meliputi; Distorsi yaitu perubahan bentuk atau penyimpangan keadaan yang dibengkokkan (Mikke Susanto, 2011:107). Adapun cara pengubahan bentuk antara lain dengan cara simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), distruksi (perusakan) stilasi (penggayaan) atau kombinasi diantara semua susunan bentuk tersebut (Mikke Susanto, 2011: 98).
H. Komposisi Dalam Karya Seni
Komposisi adalah kombinasi dari berbagai elemen seni rupa atau karya seni untuk mencapai kesesuaian atau integrasi antara warna, garis, bidang dan unsur-unsur karya seni yang lain untuk mencapai susunan yang dinamis, termasuk tercapainya proporsi yang menarik serta indah (Mikke Susanto, 2011: 226-227).
Komposisi dalam sebuah karya seni terbagi menjadi 4 tipe yaitu, komposisi terbuka, komposisi tertutup, komposisi piramida, dan komposisi piramida terbalik.
Komposisi terbuka adalah suatu komposisi dalam suatu bidang atau ruang komposisi yang dimana objek gambar terkesan menerus, tersebar, meluas dari pusat bidang tersebut. Sedangkan jika objek gambar tersebut seakan-akan terpusat di dalam suatu ikatan, mengumpul, menyempit, sehingga terlihat adanya pengelompokan objek gambar ke dalam pusat bidang atau ruang komposisi, maka
komposisi yang demikian itu dikatakan komposisi tertutup (Arfial Arsad Hakim, 1997: 37).
Selain komposisi terbuka dan tertutup masih ada tipe lain dari komposisi yaitu komposisi piramida dan piramida terbalik. Komposisi piramida terbalik merupakan komposisi yang meletakan objek gambar dalam suatu bidang komposisi yang membentuk susunan segitiga, dimana puncak segitiga berada pada bagian atas dan alasnya di bagian bawah. Sedangkan komposisi piramida terbalik merupakan kebalikan dari piramida, dimana puncak segitiga berada dibagian bawah dan alasnya dibagian sisi atas dalam sebuah bidang komposisi (Arfial Arsad Hakim, 1997: 37).
I. Pengertian Seni Grafis
Dalam mengekspresikan ide imajinasi seni, media merupakan faktor penting dalam proses pencitraan visual karya seni yang memiliki sebuah pesan yang ingin di sampaikan kepada publik seni. Seni grafis sebagai salah satu media pencitraan dari sebuah karya seni sangat mendukung secara maksimal dalam proses media ekspresi.
Grafis berasal dari bahasa Yunani, graphein, yang berarti menulis atau menggambar. Seni grafis merupakan penggubahan gambar bebas karya perupa menjadi cetakan, yang melalui proses manual dan menggunakan material tertentu, dengan tujuan membuat perbanyakan karya dalam jumlah tertentu (Mikke Susanto, 2002:47).
Grafi atau grafis juga bisa diartikan gambaran nyata. Seni grafis adalah karya seni rupa dua dimensi yang proses pembuatannya melalui teknik cetak. Seni grafis adalah ungkapan seni rupa dua dimensional yang dalam visualisasinya
melalui proses cetak, cetak tinggi (Woodcut, Linnocut, relief print), cetak dalam (Etsa), cetak datar (Lithography), dan cetak saring (Serigrafi, Screen Printing). Karenanya di cetak maka dimungkinkan adanya proses pengulangan, sehinga cetakan-cetakan (hasilnya) dapat berjumlah lebih dari satu (jamak).
Seni grafis secara sederhana merupakan bentuk ungkapan seni rupa dua dimensi yang memanfaatkan proses cetak. Karya grafis memungkinkan diperoleh jumlah lebih dari satu. Proses cetak dalam seni grafis cenderung terbatas pada proses manual atau semi mekanis, yaitu suatu proses langsung yang melibatkan keterampilan tangan sang seniman. Jumlah edisi suatu karya grafis biasanya terbatas. Walaupun karya seni grafis berjumlah banyak (lebih dari satu), secara konvensi tiap lembar edisinya diakui sebagai karya original, bukan reproduktif.
Seniman memberikan catatan di bagian bawah di luar gambar, berupa tanda tangan, tahun pembuatan, judul karya, dan nomor urut cetak serta jumah edisinya untuk mempertegas keaslian karya. Misalnya, 10/25 berarti cetakan ke-10 dengan seluruh jumlah edisinya 25 (Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 6, 1989:221).
Seni grafis merupakan salah satu cabang seni rupa yang memiliki komponen yang sama dengan cabang seni rupa lainnya. Menciptakan sebuah karya tidak lepas dari komponen-komponen yang menjadi kerangka karya seni, yaitu komponen seni, karena antara satu dengan yang lain saling mendukung, komponen seni yang dimaksud antara lain subject matter / tema, bentuk dan isi.
J. Cetak Tinggi / Relief Print
Cetak tinggi disebut demikian karena permukaan acuan cetak atau klise yang akan menerima tinta berada paling tinggi. Pencetakan pada umunnya dilakukan dengan gosokan. Cetak Tinggi adalah proses cetak di mana bagian yang menjadi image berada pada permukaan yang tidak ditoreh atau dicukil. Sementara bagian yang ditoreh tidak terkena tinta. Teknik dalam cetak tinggi ini antara lain: cukilan kayu (woodcut), cukilan lino (linocut), torehan kayu (wood engraving) dan cukilan logam (metalcut). Ciri khas ungkapan rupa karya cukilan kayu terletak pada pemanfaatan efek serat kayu (tekstur), kesederhanaan rupa gambar (bentuk) dan kesan kontras antara gambar (bidang positif) dan dasar gambar (bidang negatif), khususnya pada karya hitam putih.
Cetak tinggi adalah proses cetak dimana permukaan cetak yang terkena tinta adalah bagian yang menonjol/menjorok ke atas atau yang tidak kena cukil. Pada proses cukil kayu ini menggunakan pahat atau alat cukil khusus (M. Dwi Marianto, 1988:15).
Pada cetak relief, bagian dari suatu permukaan cetak yang terkena tinta adalah bagian yang menonjol. Bagian permukaan yang menonjol itu dapat dicapai karena adanya tempelan atau hasil percukilan bagian yang tidak mencetak. Pada cetak cukil kayu bagian yang tidak mencetak dicukil menggunakan pisau cukil atau pahat (M. Dwi Marianto, 1988:15).
1 2 3 4
Gambar 12. Visual Cetak Tinggi
(Sumber: Buku M. Dwi Marianto, “Seni Cetak Cukil Kayu”. Tahun 1988, halaman 16)
Keterangan :
1. Cukilan yang dihasilkan oleh alat cukil bentuk U 2. Cukilan yang dihasilkan oleh alat cukil bentuk V 3. Bagian yang terkena tinta cetak
4. Hardboard
Gambar 13. Contoh Karya Woodcut, 2015, 40 x 60 cm (Sumber: Karya Penulis)
1. Alat dan Bahan Cetak Tinggi
Terdapat beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam proses ceta tinggi. Alat dan bahan tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Viner
Secara tradisional viner dipakai sebagai alat cukil cetak kayu. Terdapat dua tipe viner yang digunakan di beberapa Negara Barat dan Jepang, yang digunakan di Barat mata pisaunya tidak dapat dilepas dan diatur disesuaikan dengan bentuk tangan si pencukil sedangkan di Jepang mata pisaunya dapat distel kedudukannya, disesuaikan panjang pendeknya (M. Dwi Marianto, 1988:25).
1. Viner Bentuk „V‟
Alat ini terdiri dari berbagai ukuran yang berfungsi membetuk garis dan biasa digunakan pada media kayu, hardboard, linoleum. Menggunakan pahat bentuk ini dapat dihasilkan bermacam-macam bentuk cukilan (M. Dwi Marianto, 1988: 26).
Gambar 14. Viner bentuk “V” (Sumber: Dokumentasi Penulis) 2. Gauge Viner Bentuk “U”
Gauge Viner bentuk U juga memiliki beberapa ukuran, dan ada gauge viner “U” yang bergagang besar panjang yang dapat dipukul dengan palu untuk mencukil area yang lebar. Tidak ada ketentuan untuk proses pencukilannya karena
setiap alat yang diciptakan memiliki karakteristik cukil yang berbeda dan karakteristik cukil tersebut dapat dikembangkan sesuai eksperimen si pencukilnya (M. Dwi Marianto, 1988: 26).
Gambar 15. Gouge Viner bentuk “U” besar dan “U” kecil (Sumber: Dokumentasi Penulis)
3. Knife dan Chisel
Alat cukil juga memiliki beberapa bentuk, ada yang bermata miring (Knife) dan lurus (Chisel). Untuk fungsinya adalah mencukil bagian-bagian yang berukuran lebar dan biasanya digunakan untuk menghilangkan bagian yang kurang penting pada bidang kayu, hardboard dan linoleum.
Gambar 16. Knife (Sumber: Dokumentasi Penulis)
Gambar 17. Chisel (Sumber: Dokumentasi Penulis)
b. Baren
Baren adalah alat gosok yang biasa digunakan di Jepang untuk melekatkan tinta dengan kertas. Baren ini berbentuk lingkaran berdiameter 12 cm yang merupakan kumparan tambang yang di kait sedemikian rupa kemudian kumparan tersebut ditutup oleh lembar kertas dan „clumpring‟ bambu yang bagian luarnya kemudian di vernis.
Gambar 18. Baren Tradisional Jepang
(Sumber: http://www.barenforum.org/mall/product_images/sosaku_baren.jpg diunduh pada 15/06/2015 pukul 22.12 WIB).
Hingga saat ini baren masih digunakan di Jepang untuk melestarikan seni tradisional cukil kayu. Walaupun telah muncul alat penggantinya yang lebih mudah dan murah seperti sendok dan kantong kulit berisi kain bekas (M. Dwi Marianto, 1988: 30).
c. Rol
Rol atau biasa disebut juga brayer di gunakan untuk mentrasfer tinta dari bantalan adukan tinta kepermukaan blok cetak. Rol di gunakan untuk cat berbasis minyak dengan beberapa ukuran mulai dari 2 sampai 6 inci denga diameter mulai dari 1,5 sampai 6 inci.
Rol yang baik adalah rol yang rata dan terbuat dari karet atau gelatin yang mudah tergores jadi dalam penggunaannya haruslah berhati-hati. Singkat kata rol memiliki fungsi yang sama dengan kuas (M. Dwi Marianto, 1988: 32).
Gambar 19. Rol Karet (Sumber: Dokumentasi Penulis)
d. Tinta Cetak
Grafis sebagai seni cetak-mencetak tentunya akan membutuhkan tinta cetak sebagai salah satu bahan untuk mewujudkan visual cukilan atau goresan
yang terbentuk pada plat kayu, hardboard, lino, tembaga dan almunium pada bidang kertas.
Gambar 20. Contoh Tinta Cetak Berbasis Minyak Produk PT. Cemani Toka
(Sumber: Dokumentasi Penulis)
2. Cara Membuat Cetakan Dengan Cetak Tinggi.
Cara membuat cetakan dengan cetak tinggi dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut: Papan diusahakan rata, buat sketsa gambar terlebih dulu pada papan atau acuan cetak. Cukil dan pahatlah dengan pahat grafis atau pahat coret di atas papan tersebut. Artinya, bagian yang tidak boleh terkena tinta dibuang dengan alat-alat cukil seperti : Viner Bentuk „V‟, Gauge Viner Bentuk “U”, Knife dan Chisel, dan lain sebagainya. Ratakan tinta di atas kaca dengan menggunakan rol (brayer). Beri tinta pada permukaan acuan dengan menggunakan rol. Letakkan acuan cetak di atas kertas (posisi cetakan menghadap ke bawah menempel kertas). Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tekan permukaan kertas dengan menggunakan rol. Angkat kertas perlahan-lahan dari permukaan acuan cetak. Hasil karya yang dibuat sudah selesai. Agar tampil menarik, tempatkan karya tersebut pada pigura.