• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Gero 3 Oke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Gero 3 Oke"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang

Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia serta peningkatn usia harapan Bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia serta peningkatn usia harapan hidup, akan diikuti pula dengan peningkatan jumlah lansia. Badan Pusat Statistik  hidup, akan diikuti pula dengan peningkatan jumlah lansia. Badan Pusat Statistik  (BPS) mencatat jumlah penduduk lansia di Indonesia tahun 2000 mencapai lebih (BPS) mencatat jumlah penduduk lansia di Indonesia tahun 2000 mencapai lebih dari 14 juta orang atau sekitar 7% dari total jumlah penduduk. Jumlah tersebut dari 14 juta orang atau sekitar 7% dari total jumlah penduduk. Jumlah tersebut diperkirakan akan mencapai 30 hingga 40 juta pada tahun 2020 (Lestari S, 2011). diperkirakan akan mencapai 30 hingga 40 juta pada tahun 2020 (Lestari S, 2011). Dampak proses penuaan terhadap kesehatan gigi dan mulut ditandai Dampak proses penuaan terhadap kesehatan gigi dan mulut ditandai dengan meningkatnya hilangnya gigi, kebersihan mulut yang buruk, penyakit dengan meningkatnya hilangnya gigi, kebersihan mulut yang buruk, penyakit periodontal, karies akar gigi, erosi, abrasi, dan kanker mulut (Lestari S, 2011). periodontal, karies akar gigi, erosi, abrasi, dan kanker mulut (Lestari S, 2011).

Meskipun gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan Meskipun gigi-gigi biasanya menunjukkan tanda-tanda perubahan dengan bertambahnya usia, perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia, tetapi bertambahnya usia, perubahan ini bukanlah sebagai akibat dari usia, tetapi refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan kebiasaan (Barnes IE & Walls refleks, keausan, penyakit, kebersihan mulut, dan kebiasaan (Barnes IE & Walls A, 2004).

A, 2004).

Kerusakan pada struktur gigi dapat berupa karies maupun non-karies. Kerusakan pada struktur gigi dapat berupa karies maupun non-karies. Karies merupakan suatu penyakit yang mengenai struktur keras gigi yang Karies merupakan suatu penyakit yang mengenai struktur keras gigi yang ditandai dengan kerusakan pada email, dentin, serta sementum sehingga ditandai dengan kerusakan pada email, dentin, serta sementum sehingga terbentuk kavitas. Sedangkan lesi non-karies merupakan suatu kerusakan terbentuk kavitas. Sedangkan lesi non-karies merupakan suatu kerusakan (keausan) yang mengenai jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, (keausan) yang mengenai jaringan keras gigi, yaitu email, dentin, dan sementum, yang berhubungan dengan kesalahan dalam hal penyikatan gigi dan kebiasaan yang berhubungan dengan kesalahan dalam hal penyikatan gigi dan kebiasaan buruk pasien iu sendiri (Natamiharja L & Hayana NB, 2009).

buruk pasien iu sendiri (Natamiharja L & Hayana NB, 2009).

Karies gigi umumnya dianggap sebagai penyakit pada anak-anak dan Karies gigi umumnya dianggap sebagai penyakit pada anak-anak dan remaja. Meskipun demikian, karies semakin banyak ditemukan selama perawatan remaja. Meskipun demikian, karies semakin banyak ditemukan selama perawatan pada lansia yang masih bergigi. Lesi karies terutama ditemukan pada akar gigi pada lansia yang masih bergigi. Lesi karies terutama ditemukan pada akar gigi dibandingkan pada mahkota. Lesi ini semakin besar prevalensinya dengan dibandingkan pada mahkota. Lesi ini semakin besar prevalensinya dengan

(2)
(3)

bertambahnya retensi dari gigi-geligi asli pada individu dewasa dan adanya bertambahnya retensi dari gigi-geligi asli pada individu dewasa dan adanya pergeseran usia rata-rata dari populasi (Barnes IE & Walls A, 2004).

pergeseran usia rata-rata dari populasi (Barnes IE & Walls A, 2004).

Faktor lokal yang mengarah pada perkembangan karies permukaan akar Faktor lokal yang mengarah pada perkembangan karies permukaan akar mencakup meningkatnya permukaan akar yan terpajan lingkungan mulut akibat mencakup meningkatnya permukaan akar yan terpajan lingkungan mulut akibat penyakit periodontal. Dewasa ini, pola karies tersebut mendapat cukup banyak  penyakit periodontal. Dewasa ini, pola karies tersebut mendapat cukup banyak  perhatian dari kalangan praktisi dan peneliti, serta diperkirakan akan menjadi perhatian dari kalangan praktisi dan peneliti, serta diperkirakan akan menjadi masalah karies utama, khususnya di masa mendatang. Namun, di luar perhatian masalah karies utama, khususnya di masa mendatang. Namun, di luar perhatian dan pentingnya subjek ini, masih ada perbedaan pengertian tentang penyakit ini dan pentingnya subjek ini, masih ada perbedaan pengertian tentang penyakit ini (Barnes IE & Walls A, 2004).

(Barnes IE & Walls A, 2004).

Keausan gigi, terutama pada lansia, biasanya merupakan kombinasi Keausan gigi, terutama pada lansia, biasanya merupakan kombinasi berbagai penyebab yang rumit. Pada keadaan tersebut, sulit menyebutkan berbagai penyebab yang rumit. Pada keadaan tersebut, sulit menyebutkan etiologinya adalah faktor tunggal, jadi kurang tepat jika kita memakai istilah etiologinya adalah faktor tunggal, jadi kurang tepat jika kita memakai istilah khusus yang memberi kesan mengenai penyebab dan efek. Pemakaian istilah khusus yang memberi kesan mengenai penyebab dan efek. Pemakaian istilah seperti ini dapat mengarah pada penatalaksanaan dan perawatan yang tidak tepat. seperti ini dapat mengarah pada penatalaksanaan dan perawatan yang tidak tepat. Istilah sederhana „keausan gigi‟ mudah dimengerti pasien, dan membantu Istilah sederhana „keausan gigi‟ mudah dimengerti pasien, dan membantu membangun komunikasi yang baik antara pasien dan dokter gigi. Hal ini pelu membangun komunikasi yang baik antara pasien dan dokter gigi. Hal ini pelu untuk dapat menentukan etiologi keausan, cara mencegah keausan lebih lanjut untuk dapat menentukan etiologi keausan, cara mencegah keausan lebih lanjut dan penatalaksanaannya. Istilah „hilangnya permukaan gigi‟ juga telah dan penatalaksanaannya. Istilah „hilangnya permukaan gigi‟ juga telah diperkenalkan, berdasarkan ide bahwa keausan terjadi pada permukaan gigi diperkenalkan, berdasarkan ide bahwa keausan terjadi pada permukaan gigi alih-alih di bawah permukaan, seperti karies email. Perbedaan yang samar ini tidak  alih di bawah permukaan, seperti karies email. Perbedaan yang samar ini tidak  membantu dalam mendiagnosa atau merawat kondisi dan dengan menyebut kalau membantu dalam mendiagnosa atau merawat kondisi dan dengan menyebut kalau hanya permukaan gigi yang hilang, istilah ini cenderung menyederhanakan nilai hanya permukaan gigi yang hilang, istilah ini cenderung menyederhanakan nilai dari kondisi yang dapat sangat bermakna bagi gigi-geligi (Barnes IE & Walls A, dari kondisi yang dapat sangat bermakna bagi gigi-geligi (Barnes IE & Walls A, 2004).

2004).

Pada makalah ini akan dibahas mengenai penyakit jaringan keras gigi pada Pada makalah ini akan dibahas mengenai penyakit jaringan keras gigi pada lansia, baik diagnosis dan perawatannya.

(4)

1.2 Tujuan Instruksional Umum 1.2 Tujuan Instruksional Umum

Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan epidemiologi dan kelainan jaringan menjelaskan hal-hal yang berkenaan dengan epidemiologi dan kelainan jaringan keras gigi pada lansia pencegahan dan perawatannya.

keras gigi pada lansia pencegahan dan perawatannya.

1.3 Tujuan Instruksional Khusus 1.3 Tujuan Instruksional Khusus

Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu : Setelah menyelesaikan modul ini, mahasiswa diharapkan mampu : 1.

1. Menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan epidemiologi penyakitMenjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan epidemiologi penyakit karies gigi dan kelainan jaringan keras gigi pada lansia.

karies gigi dan kelainan jaringan keras gigi pada lansia. 2.

2. Menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan perubahan jaringan kerasMenjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan perubahan jaringan keras gigi pada lansia.

gigi pada lansia. 3.

3. Menjelaskan tentang cara mendiagnosis penyakit karies gigi dan keainanMenjelaskan tentang cara mendiagnosis penyakit karies gigi dan keainan  jaringan k

 jaringan keras gigeras gigi pada lansiai pada lansia.. 4.

4. Menjelaskan tentang cara pencegahan dan perawatan penyakit karies gigi danMenjelaskan tentang cara pencegahan dan perawatan penyakit karies gigi dan kelainan jaringan keras gigi pada lansia.

kelainan jaringan keras gigi pada lansia. 5.

5. Menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perawatan saluran akar padaMenjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan perawatan saluran akar pada lansia.

lansia.

1.4 Skenario 1.4 Skenario

Seorang ibu berusia 65 tahun berkunjung ke klinik gigi untuk control rutin Seorang ibu berusia 65 tahun berkunjung ke klinik gigi untuk control rutin kesehatan giginya. Dalam pemeriksaan klinis, ditemukan protesa gigitiruan kesehatan giginya. Dalam pemeriksaan klinis, ditemukan protesa gigitiruan lepasan sebagian pada 36 dan 46. Pada gigi 45 ditemukan defek servikal lepasan sebagian pada 36 dan 46. Pada gigi 45 ditemukan defek servikal berwarna kecoklatan dan lunak pada gigi 14 ditemukan defek servikal yang berwarna kecoklatan dan lunak pada gigi 14 ditemukan defek servikal yang dangkal. Orang tua ini menginginkan optimalisasi kesehatan giginya. Berikan dangkal. Orang tua ini menginginkan optimalisasi kesehatan giginya. Berikan saran dan penanganan yang saudara bisa lakukan pada orang tua ini. Sebagai saran dan penanganan yang saudara bisa lakukan pada orang tua ini. Sebagai informasi tambahan, orang tua ini memiliki kelainan sistemik, penyakit tekanan informasi tambahan, orang tua ini memiliki kelainan sistemik, penyakit tekanan darah tinggi terkontrol.

(5)

1.5 Rumusan Masalah 1.5 Rumusan Masalah

1.

1. Bagaimana prevalensi karies gigi pada lansia di Indonesia?Bagaimana prevalensi karies gigi pada lansia di Indonesia? 2.

2. Perubahan-perubahan apa yang terjadi pada jaringan keras gigi dan bagaimanaPerubahan-perubahan apa yang terjadi pada jaringan keras gigi dan bagaimana mekanismenya?

mekanismenya? 3.

3. Apa yang menyebabkan adanya defek servikal berwarna kecoklatan padaApa yang menyebabkan adanya defek servikal berwarna kecoklatan pada pasien tersebut?

pasien tersebut? 4.

4. Jelaskan patomekanisme timbulnya defek pada bagian sevikal gigi!Jelaskan patomekanisme timbulnya defek pada bagian sevikal gigi! 5.

5. Apa yang dimaksud dengan penyakit tekanan darah tinggi terkontrol danApa yang dimaksud dengan penyakit tekanan darah tinggi terkontrol dan dampaknya terhadap perawatan dan keadaan ronga mulut lansia?

dampaknya terhadap perawatan dan keadaan ronga mulut lansia? 6.

6. Bagaimana pengaruh pemakaian gigitiruan lepasan (GTL) terhadapBagaimana pengaruh pemakaian gigitiruan lepasan (GTL) terhadap oraloral hygiene

hygienedan terbentuknya defek servikal pada lansia?dan terbentuknya defek servikal pada lansia? 7.

7. Mengapa hanya gigi 45 yang ditemukan defek servikal sedangkan pasienMengapa hanya gigi 45 yang ditemukan defek servikal sedangkan pasien menggunakan GTL pada gigi 36 dan 46?

menggunakan GTL pada gigi 36 dan 46? 8.

8. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus?Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus? 9.

9. Apa diagnosis pada kasus?Apa diagnosis pada kasus? 10.

10. Apa hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan perawatan pada kasus?Apa hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan perawatan pada kasus? 11.

11. Bagaimana perawatan yang sesuai untuk kasus?Bagaimana perawatan yang sesuai untuk kasus? 12.

12. Bagaimana prognosis pada kasus?Bagaimana prognosis pada kasus? 13.

13. Bagaimana bentuk optimalisasi kesehatan gigi dan mulut pada lansia padaBagaimana bentuk optimalisasi kesehatan gigi dan mulut pada lansia pada kasus?

kasus? 14.

14. Jelaskan cara mencegah kelainan jaringan keras pada gigi!Jelaskan cara mencegah kelainan jaringan keras pada gigi! 15.

(6)

BAB II BAB II

TINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA

2.1

2.1 Prevalensi karies gigi pada lansia di IndonesiaPrevalensi karies gigi pada lansia di Indonesia

 Prevalensi karies gigi di IndonesiaPrevalensi karies gigi di Indonesia

Penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan pada masyarakat adalah Penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan pada masyarakat adalah karies gigi. Karies gigi menurut Nolte dalam Kiswaluyo (1997) adalah penyakitt karies gigi. Karies gigi menurut Nolte dalam Kiswaluyo (1997) adalah penyakitt pada jaringan keras gigi yang terdapat pada bagian tertentu. Karies dapat meluas pada jaringan keras gigi yang terdapat pada bagian tertentu. Karies dapat meluas ke bagian gigi yang lain, yang disebabkan oleh bakteri

ke bagian gigi yang lain, yang disebabkan oleh bakteri streptococcus mutans.streptococcus mutans.

Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 dalam depkes Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 dalam depkes (2000) menunjukkan bahwa 65,7% penduduk Indonesia menderita karies gigi (2000) menunjukkan bahwa 65,7% penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau kerusakan pada gigi yang belum di tangani.

aktif atau kerusakan pada gigi yang belum di tangani.

SKRT 1997 menunjukkan 63% penduduk Indonesia menderita karies gigi SKRT 1997 menunjukkan 63% penduduk Indonesia menderita karies gigi aktif atau belum ditangani. Rerata pengalaman karies perorangan, yang diukur aktif atau belum ditangani. Rerata pengalaman karies perorangan, yang diukur dengan index DMF-T untuk Indonesia adalah 6,44 di mana 4,4 gigi sudah dengan index DMF-T untuk Indonesia adalah 6,44 di mana 4,4 gigi sudah dicabut, 2gigi belum ditangani dan hanya 0,16 gigi yang telah ditumpat atau dicabut, 2gigi belum ditangani dan hanya 0,16 gigi yang telah ditumpat atau ditambal. Data SUSENAS, 1998 menyatakan bahwa 87% masyarakat yang ditambal. Data SUSENAS, 1998 menyatakan bahwa 87% masyarakat yang mengeluh sakit gigi tidak berobat, sedangkan yang berobat ke fasilitas mengeluh sakit gigi tidak berobat, sedangkan yang berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan hanya 12,3 %.

pelayanan kesehatan hanya 12,3 %.

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2007 didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya didapatkan peningkatan jumlah kerusakan gigi seiring dengan bertambahnya usia yaitu pada kelompok usia 35-44 tahun DMF-T rata-rata 4,46 sedangkan usia yaitu pada kelompok usia 35-44 tahun DMF-T rata-rata 4,46 sedangkan kelompok usia >65 tahun sebesar 18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan kelompok usia >65 tahun sebesar 18,33. Keadaan tersebut dapat disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk  karena kebersihan mulut yang buruk. Hal ini dapat dilihat dari penduduk  kelompok usia 55-64 tahun yang menyikat gigi dengan benar (sesudah makan kelompok usia 55-64 tahun yang menyikat gigi dengan benar (sesudah makan

(7)

pagi dan sebelum tidur malam) 5,4 % sedangkan kelompok usia >65tahun hanya 3,5%.

Hasil analisis lanjut Riskedas 2007, diketahui bahwa responden yang mempunyai kebiasaan sering makan manis cenderung untuk mendapat karies di atas rerata (>2) adalah sebesar 1,16 kali disbanding dengan responden yang tidak mempunyai kebiasaan makan manis. Zr. Be Kien Nio (1984) menyatakan bahwa kebiasaan makan manis dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari, maka kemungkinan terjadinya karies jauh lebih besar. Sebaliknya, bila frekuensi makan gula dikurangi 3 kali, maka email mendapat kesempatan untuk  mengadakan remineralisasi. Peningkatan prevalensi karies gigi banyak  dipengaruhi perubahan dari pola makan.

Kesimpulan yang diperoleh dari analisis lanjur Riskesdas 2007 adalah karakteristik seseorang (umur, pendidikan, tempat tinggal, serta social ekonomi) memengaruhi terjadinya karies. (hubungan pola makan dan kebiasaan menyikat gigi dengan kesehatan gigi dan mulut (karies) di Indonesia.

Berdasarkan teori Blum, status kesehatan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor penting yaitu keturunan, lingkungan (fisik maupun social budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan.

Dari keempat faktor tersebut, perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut. Di samping mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut secara langsung, perilaku juga dapat mempengaruhi faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Perilaku menurut Lewin merupakan fungsi hubungan antara individu dan lingkungannya. Menurut Kidd dan Bechal, dalam Roelan dan Sadono, (1997) menyatakan masyarakat yang banyak mengonsumsi makanan yang berserat cenderung mengurangi terjadinya karies daripada masyarakat yang mengonsumsi makanan lunak dan banyak mengandung gula.

(8)

Sehubungan dengan pendapat di atas, maka frekuensi membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan gigi dan mulut, di mana akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit penyangga gigi. Namun jarang sekali dilakukan penelitian mengenai hubungan perilaku dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut.

Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia sangat membutuhkan peranserta masyarakat sendiri terutama perubahan perilaku, melalui program penyuluhan dan pelatihan sikat gigi missal merupakan suatu program yang dilakukan oleh pemerintah melalui puskesmas setiap tahun. Berdasarkan penelitian Hawskins, pendidikan kesehatan yang diberikan beserta dengan pelatihan akan memberikan hasil yang optimal.

Karies gigi juga disebabkan karena perilaku waktu menyikat gigi yang salah karena dilakukan pada saat mandi pagi dan mandi sore dan bukan sesudah makan pagi dan menjelang tidur malam. Padahal menyikat gigi menjelang tidur sangat efektif untuk mengurangi karies gigi. Perilaku menggosok gigi berpengaruh terhadap terjadinya karies. Hal ini berhubungan juga dengan proses terjadinya karies, yaitu sisa makanan yang lama tertinggal dalam mulut dan tidak segera dibersihkan akan menyebabkan terjadinya karies.

Masih tingginya angka karies gigi bisa berhubungan dengan pola kebiasaan makan yang salah dan beberapa perilaku seperti masyarakat lebih meenyukai makanan manis, kurang berserat dan mudah lengket. Adnya persepsi masyarakat bahwa penyakit gigi tidak menyebabkan kematian sehingga masyarakat kurang kepeduliannya untuk menjaga kebersihan mulut dan mendudukkan masalah pada tingkat kebutuhan sekunder yang terakhir. Padahal gigi merupakan fokus infeksi terjadinya penyakit sistemik, antara lain penyakit ginjal dan jantung.

(9)

Menurut SUSENAS 1998, keluhan sakit gigi menduduki urutan keenam dari penyakit-penyakit yang dikeluhkan masyarakat. Adyatmaka (1992) mengemukakan bahwa dengan semakin baiknya tingkat social ekonomi serta pendidikan masyarakat, serta masih tingginya penyakit gigi dan mulut, maka tuntutan terhadap pelayanan kesehatan dasar yang disediakan oleh Puskesmas adalah pelayanan kesehatan gigi dasar.

Pada Negara berkembang di Indonesia, khususnya di perkotaan masyarakat cenderung mengonsumsi makanan lunak. Berbeda dengan Negara maju, misalnya Amerika dan Jepang yang masyarakatnya banyak mengonsumsi makanan berserat, sehingga angka kejadian karies lebih rendah dibandingkan dengan Negara berkembang.pengaturan konsumsi gula perlu diperhatikan, karena gula yang tersisa pada mulut dapat memproduksi asam oleh bakteri.

Penelitian Walker dan Nizel dalam Kiswaluyo (1997) yang dalam penelitiannya menyatakan bahwa status gizi yang jelek akan menimbulkan pengaruh pada tulang dan gigi, yaitu berupa pengaruh pada bentuk dan komposisinya. Keadaan ini dapat menyebabkan gigi mudah karies. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Incab dan Navia dalam Kiswaluyo (1997) di mana didapatkan hasil bahwa anak-anak Amerika mempunyai gigi lebih baik disbanding dengan anak-anak di Honduras yang merupakan daerah dengan gizi kurang memadai. pada beberapa penelitian juga ditemukan bahwa tulang seorang ibu dan anak dari tingkat ekonomi rendah kurang ketebalannya daripada orang dengan status ekonomi tinggi.

 Epidemiologi karies permukaan akar gigi di Indonesia

Di zaman modern kebanyakan penelitian epidemiologi mengenai karies koronal, terutama pada anak sekolah yang mudah disurvai. Sebaliknya, populasi dewasa dan lansia sulit diperoleh dari komunitas tertentu seperti pasien rumah

(10)

sakit jiwa, karyawan perusahaan asuransi, pasien di fakultas kedokteran gigi, anggota militer, penderita penyakit periodontal, dan lansia di rumah jompo.

Menurut Burt dkk (1994) karies gigi merupakan masalah yang signifikan bagi lansia antara lain: karies akar yang menyerang lebih dari 63% penderita pada usia 65-69 thun dan menyerang lebih dari 70% penderita dengan usia 75-79 tahun. Bertambahnya usia, merupakan alasan utama keengganan lansia untuk  dating ke tempat pelayanan kesehatan gigi dan mulut, yang disebabkan berbagai alasan antara lain: tidak adanya keluhan yang berarti, biaya yang mahal, serta merasa sudah waktunya para lansia mengalami suatu kemunduran, sehingga perawatan kesehatan gigi dan mulut dirasa kurang dibutuhkan. Umumnya mereka baru merasa membutuhkan perawatan kesehatan gigi dan mulut bila sudah sangat membantu. Hal tersebut yang menyebabkan usaha pelayanan dan perawatan gigi dan mulut menjadi semakin rumit dan kompleks.

Penelitian DepKes RI tahun 1999, yang didapatkan sebanyak 69,3% menderita karies gigi. Pada penelitian yang dilakukan di wilayah DKI Jakarta pada 30 lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Bina Mulya 05 Jelambar Jakart Barat, didapatkan hasil pada kelompok usia 55-64 tahun sebanyak 40 % dan kelompok usia > 70 tahun sebesar 23,3% salah satunya disebabkan karena kebiasaan mengonsumsi makan dan minum manis, terlihat sebagian besar responden yaitu kelompok usia 55-64 tahun sebanyak 23% dan kelompok usia > 70 tahun sebayak 6,7% senang mengonsumsi makanan cokelat, permen dan makanan manis lainnya, serta 50% dari responden sering minum the manis, sirup, dan susu.

(11)

2.2 Perubahan-perubahan yang terjadi pada jaringan keras gigi lansia dan

mekanismenya

Penuaan merupakan suatu proses yang secara fisiologis alami terjadi pada setiap individu, penuaan juga dapat didefinisikan sebagai suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahakan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap serangan dari agen-agen penyebab jejas dan berkurangnya kemampuan memperbiki kerusakan yang diderita.

Perubahan-perubahan yang mengenai struktur orofasial akibat pertambahan usia mempunyai peran klinis yang penting dalam menentukan sebuah perawatan gigi untuk lansia. Beberapa perubahan yang terjadi pada rongga mulut lansia terutama pada jaringan keras gigi akan berpengaruh dalam prosedur perawatan yang dilakukan. Jaringan keras gigi pada lansia yang mengalami perubahan antara lain adalah sebagai berikut:

 Email

Email mengalami sejumah perubahan yang nyata karena pertambahan usia, termasuk kenaikan konsentrasi nitrogen dan fluoride sejalan dengan usia. Peningkatan kandungan fluoride pada permukaan email sangat penting karena hal ini memodifikasi kerentanan terhadap karies dan mempengaruhi sifat adhesive dari emil pada individu usia lanjut dalam proses etsa dengan asam fosfor.

 Dentin

Perubahan yang terjadi pada kelompok pulpa dentin sangat dikenal baik oleh para dokter gigi sebab efek klinisnya. Pembentukan dentin yang berlanjut sejalan dengan usia menyebabkan reduksi secara bertahap pada ukuran kamar pulpa. Pembentukan dentin sekunder

(12)

terutama terjadi pada atap dan dasar dari kamar pulpa, pembentukan pada dinding agak berkurang. Perubahan lain yang terjadi pada dentin adalah skeloris melalui pembentukan yang berlanjut dari dentin tubular. Perubahan ini akan mengarah pada reduksi kerentanan dentinal pada lansia. Skelrosis selalu ditemukan pada akar gigi yang hamper seperti bentuk gelas.

 Sementum

Sementum juga mengalami perubahan yaitu dengan bertambahnya ketebalan sementum yang progresif sepanjang hidup. Sementum adalah jaringan yang menyerupai tulang yang menutupi akar dan menyediakan perlekatan bagi serabut periodontium utama. Terdapat beberapa tipe sementum:

1. Sementum serabut intrinsik aseluler primer. Ini adalah sementum yang pertama kali terbentuk dan telah ada sebelum serabut periodontal utama terbentuk sempurna. Jaringan ini meluas dari tepi servikal ke sepertiga akar gigi pada beberpa gigi dan mengelilingi seluruh akar pada sejumlah gigi lainnya (insisif dan kaninus). Di daerah permukaan, sementum lebih termineralisasi dibandingkan di daerah dekat dentin dan mengandung kolagen yang awalnya dihasilkan oleh sementoblas dan kemudian oleh fibroblast.

2. Sementum serabut ekstrinsik aseluler primer. Merupakan sementum yang terus menerus terbentuk sekitar serabut periodontium primer setelah keduanya telah digabungkan ke dalam semntum serabut intrinsic aseluler primer.

3. Serabut serabut intrinsic seluler sekunder. Sementum ini memiliki penampilan seperti tulng dan hanya memainkan pran yang kecil

(13)

dalam perlekatan serabut. Sementum ini terjadi lebih sering di bagian apeks akar premolar dan molar.

4. Sementm serabut campuran seluler sekuder. Sementum ini adalah suatu tipe adaptif dari sementum seluler yang melibatkan serabut periodontium sambil terus berkembang. Distribusi dan perluasannya sangat bervariasi dan dapat dikenali oleh adanya inklusi sementosit, tampilannya yang berlapis-lapis, dan keberadaan sementoid di permukaannya.

5. Sementum afibriler aseluler. Merupakan sementum yang terdapat pada email yang tidak berperan dalam perlekatan tersebut.

Walaupun kadang-kadang mengandung sel, sementum tidak memiliki vaskularisasi dan tampaknya lebih tahan terhada resorbsi dibanding tulang. Pembentukan sementum adalah suatu proses berkesinambungan dan dipengaruhi oleh perubahan posisi dan fungsi gigi.

Perubahan pada pulpa gigi pada lansia juga berpengaruh terhadap rencana perawatan yang akan diberikan. Pulpa, seperti halnya jaringan ikat lain, akan berubah sesuai dengan perjalanan usianya. Perubahn tersebut ada yang bersifat alamiah (kronologik), ada pula yang akibat cedera (patofisiologik) seperti akibat karies, penyakit periodontium, truma atau proseur restorative gigi.

Perubahan morfologik

Perubahan morfologik paling nyata dalam proses penuaan kronologik  adalah berkurangnya secara cept volume lemen seluler dalam ruang pulpa. Hal ini terjadi akibat deposisi dentin (dentin sekunder dan tersier) secara berkelanjutan dan adanya pembentukan batu pulpa. Pembentukan dentin sekunder berlangsung secara asimetris. Dalam ruang pulpa molar misalnya, deposisi lebih banyak terjadi didasar atau atap pulpa ketimbang di dinding proksimal, fasial, dan lingual. Saluran akar juga akan mengecil dan ukurannya

(14)

akan seperti benang. Terbentuknya batu pulpa akan lebih memperkecil ruangan di ruang pulpa dan membatasi akses ke foramen apikalis. Volume pulpa juga dapat mengecil secara tidak proporsional akibat deposisi dentin ireguler (dentin reparative) sebagai respon atas cederanya odontoblas. Antara umur 20 dan 70 tahun, kepadatan sel menurun sekitar 50%. Pengurangan sel ini mengenai semua sel, dari odontoblas yang sangat terdeferensiasi. Selain itu, aktifitas formatif yang berkurang akan menyebabkan pengurangan dalam ukuran dn dalam kapasitas sintesis dari odontoblas. Jumlah saraf dan pembuluh darah pun menurun. Selain itu, pembuluh darag sering menunjukkan perubahan arteriosklerotik, dan peningktan insidensi kalsifikasi dalam bundle kolagen yang mengelilingi pembuluh dan saraf yang lebih besar.

Perubahan fisiologik

Proses penuaan kompleks pulpa-dentin mengkibatkan turunnya permeabilitas dentin akibat mengecilnya diameter tubulus dentin dengan cepat (sklerotik dentin) dan akibat berkurangnya potensi tubulus. Hal ini menyediakan perlindungan lebih baik bagi pulpa dan dapat memperkecil efek  cedera dari kondisi seperti karies, atrisi, dan penyakit periodontium.

2.3 Penyebab adanya defek servikal berwarna kecoklatan pada pasien

Ada beberapa faktor diketahui dapat mengakibatkan terjadinya defek servikal bewarna kecoklatan dan lunak, diantaranya adalah faktor langsung dan faktor tidak langsung.

1. Faktor langsung

Faktor langsung adalah faktor utama penyebab terjadinya karies gigi, yaitu :

a. Host/ gigi : Salah satu permukaan gigi yang memudahkan perlekatan plak yang sangat mungkin diserang karies adalah

(15)

permukaan akar gigi yang terbuka yang disebabkan oleh karena resesi gingiva.

b. Mikroorganisme : Streptococcus mutans dan Laktobasilus

merupakan kuman yang paling kariogenik karena mampu segera membuat asam dari karbohidrat yang dapat diragikan. Kuman  –  kuman tersenut dapat tumbuh subur dalam suasana asam dan dapat menempel pada permukaan gigi, karena kempuannya membuat polisakarida ekstra sel yang sangat lengket dari karbohidrat makanan. Polisakarida ini, yang terutama terdiri dari polimer glukosa, menyebabkan matriks plak gigi mempunyai konsistensi seperti gelatin. Akibatnya, bakteri  –  bakteri terbantu untuk melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Dan karena plak makin tebal hali ini akan menghambatnfungsi saliva dalam menentralkan plak tersebut.

c. Makanan/substrat : Beberapa jenis karbohidrat makanan misalnya sukrosa dan glukosa dapat diragikan oleh bakteri tersebut diatas dan membentuk asam sehingga pH plak akan menurun sampai dibawah 5 dalam waktu 1-3 menit.. Dalam waktu minimum tertentu cukup bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada permukaan gigi untuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email. Karbohidrat ini menyediakan subtrat untuk pembuatan asam bagi bakteri dan sintesa polisakarida ekstra sel. Perlu diketahui, tidak semua karbohidrat sama derajat kariogeniknya. Karbohidrat yang kompleks contohnya pati relative tidak berbahaya karena tidak  dicerna secara sempurna di dalam mulut, sedangkan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah seperti gula akan segera meresap kedalam plak dan dimetabolisme dengan cepat oleh

(16)

bakteri. Dengan demikian makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email. Plak  akan tetap bersifat asam dalam bebertapa waktu untuk kembali ke pH normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu komsumsi gula yang sering dan berulang  –  ulang akan tetap menahan pH plak dibawah normal yang menyebabkan demineralisasi email dan proses karies pun dimulai.

d. Saliva : Dalam keadaan normal, gigi geligi selalu dibasahi oleh saliva. Karena kerentanan gigi terhadap karies banyak bergantung kepada lingkungannya, maka saliva sangat berperan penting. Saliva mampu meremineralisasi karies yang masih dini, karena pada saliva banyak sekali mengandung Ion Kalsium dan Fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan remineralisasi meningkat  jika ada Ion Flour. Selain mempengaruhi komposisi

mikroorganisme didalam plak, saliva juga mempengaruhi pH-nya. Oleh sebab itu tersedianya Flour disekitar gigi selama proses pelarutan email akan mempengaruhi proses remineralisasi dan demineralisasi, terutama proses remineralisasi. Oleh karena itu jika aliran saliva berkurang atau menghilang, maka karies mungkin akan tidak terkendali.

e. Waktu : Adanya kemampuan saliva untuk mendepositkan kembali mneral selama berlangsungnya proses karies, menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas priode perusakan dan perbaikan yang silih berganti. Oleh karena itu, bila saliva ada dilingkungan gigi maka karies tidak menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan atau tahun . Dengan

(17)

demikian terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini (Kidd dkk, 1992)

2. Faktor tidak langsung

Faktor tidak langsung yang erat kaitannya dengan terjadinya karies gigi adalah :

a. Usia : Usia lanjut adalah proses penurunan fungsi alamiah, desintegrasi kontrol keseimbangan dan organisasi pada organ atau  jaringan yang mulai terjadi pada usia dewasa muda. Pada masa ini terjadi proses menua/ aging process dari jaringan tubuh yang merupakan keadaan yang wajar terjadi dalam kehidupan manusia. Pada usia lanjut, terjadi perubahan  –  perubahan degeneratif  fisiologis dan biologis yang sangat kompleks pada jaringan tubuh.

Proses menua/ aging process akan mempengaruhi sel  –  sel tubuh, bahan intraselluler dan cairan tubuh. Perubahan jaringan tubuh yang terjadi meliputi:

 Perubahan sel tubuh: Sel tubuh mengalami atropi yang dapat

terjadi di seluruh jaringan tubuh.

 Perubahan cairan tubuh: Cairan tubuh berkurang yang dapat

menimbulkan berkurangnya berat badan dan keriputnya  jaringan.

 Perubahan elastisitas : Serabut kolagen makin bertambah

tebal mengakibatkan kekakuan jaringan, daya fleksibilitas berkurang.

 Perubahan bahan mineral : Pengendapan bahan mineral dan

bahan Ca pada jaringan akan mengurangi fisiologis jaringan. Proses menjadi tua juga dapat dipengaruhi oleh faktor nutrisi, imunologi, penyakit  – penyakit sistemik, lingkungan kerja, ekonomi dan bebrapa faktor dalam tubuh lainnya. Sebagai mana

(18)

halnya pada bagian tubuh lainya keadaan rongga mulut pada usia lanjut akan mengalami beberapa perubahan. Rongga mulut juga mengalami perubahan baik pada jaringan lunak maupun pada  jaringan keras rongga mulut, diantaranya adalah :

 Keadaan mukosa mulut :Dengan bertambahnya usia, lapisan

epitel yang menutupi mukosa mulut cenderung mengalami penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya pembuluh darah kapiler dan suplai darah, serabut kolagen yang terdapat pada lamina propia mengalami penebalan. Akibat dari perubahan  –  perubahan tersebut diatas, secara klinis terlihat mukosa mulut menjadi lebih pucat, tipis dan kering, proses penyembuhan menjadi lebih lambat, mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan atau gesekan. Keadaan ini dapat diperberat oleh berkurangnya aliran saliva (Hasibuan, 1998).

 Keadaan jaringan periodontal :

Perubahan pada jaringan periodontal yang berhunbungan dengan usia lanjut meliputi gingiva, ligament periodontal, tulang alveolar dan sementum. Berkurangnya keratinisasi, jumlah sel jaringan ikat dan komsumsi oksigen gingival merupakan peubahan yang dapat mempengaruhi daya tahan gingiva.

Daya tahan ligament periodontal menurun akibat berkurangnya vaskularisasi dan jumlah serat kolagen serta mukopolisakarida, ruang ligament periodontal berkurang. Tulang alveolar mengalami atropi senilis, osteoporosis, berkurangnya vaskularisasi, menurunnya metabolism dan kapasitas penyembuhan. Permukaan sementum dan tulang

(19)

alveolar yang menghadap ligament periodontal terjadi peningkatan iregular. Deposit sementum terjadi terus  – menrus sesuai pertambahan umur.

Menurut Masler dkk, karies yang sering terjadi pada usia lanjut adalah karies servikal. Terbukanya permukaan akar gigi secara fisiologis atau periodontal yang mengalami atropi, maka karies dengan mudah meyerang permukaan sementum (Hasibuan, 1998). Hal ini tidaklah mengejutkan karena lansia biasa mengalami resesi gingiva (Barnes dkk, 2006). Resesi gingiva dapat terjadi hanya pada satu gigi, sekelompok gigi bahkan pada hampir seluruh gigi yang ada di dalam mulut. Resesi secara fisiologis dapat terjadi oleh karena, terjadi perubahan pada ligamentum periodontal. Pada keadaan ini  jumlah sel fibroblast ligamentum periodontal menurun, menyebabkan struktur ligamen lebih tidak beraturan. Pada saat yang sama terjadi perubahan jaringan ikat gingiva yang sejajar. Secara mikroskopik ditemukan penurunan produk matriks organik dan jumlah sel epitel ( rest cell epithelial ), sedangkan serat – serat elastik jumlahnya meningkat (Mustaqimah, 2008).

 Keadaan gigi :

Perubahan yang nyata pada gigi sehubungan meningkatnya usia adalah hilangnya subtansi gigi akibat atrisi. Warna gigi keliatan lebih gelap disebabkan oleh adanya korosi, pigmentasi dan kebersihan mulut yang jelek. Kamar pulpa dan saluran akar pada orang usia lanjut akan mengalami penyempitan. Hal ini disebabkan deposisi terus  –  menerus  jaringan dentin selama kehidupan pula dan deposisi dentin reparative terhadap stimulus. Jumalah pembuluh darah dan urat

(20)

saraf berkurang, yang memberi kecendrungan pulpa mengalami klasifikasi distrofik 

( Hasibuan, 1998).

 Keadaan kelenjar saliva :

Fungsi utama kelenjar saliva adalah memproduksi saliva, yang berperan sebagai pelumas, buffer dan untuk  mempertahankan kesehatan mulut. Beberapa penelitian melaporkan bahwa umur berhubungan dengan morfologi kelenjar saliva. Seiring dengan meningkatnya usia terjadi perubahan dan kemunduran fungsi saliva. Hilangnya kelenjar parenkim yang digantikan oleh lemak dan jaringan penyambung, lining sel duktus intermedialis mengalami atropi. Keadaan ini dapat mengakibatkan pengurangan jumlah aliran saliva sehingga rongga mulut terasa kering/xerostomia. Kandungan ptyalin berkurang sedangkan kandungan mucin meningkat yang menyebabkan saliva menjadi lebih kental dan lengket. Keadaan ini memperbesar jumlah plak dan memberikan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri kariogenik.

Beberapa penelitian mengenai fungsi saliva, memakai kriteria seleksi yang sangat ketat sehingga tidak termaksud terapi obat, penyakit kronis atau penyebab  – penyebab lainnya dari xerostomia, menunjukkan bahwa kadar akhir dari sekresi saliva total memang berkurang pada lansia.

Meskipun demikian, hal yang penting diperhatikan adalah bahwa pda individu  –  individu ini hanya ada sedikit bukti tentang konsekuensi kekeringan mulut yang berat seperti meningkatnya karies atau kelainan lain yang disebutkan diatas.

(21)

Ringkasan sementara yang dapat disebutkan disini adalah bahwa reduksi pada aliran saliva seperti yang terjadi secara alami pada lansia adalah saliva masih cukup untuk melindungi  jaringan lunak dan keras pada rongga mulut.

Jadi, berdasarkan temuan secara statistik cukup bermakna pada suatu populasi, seperti berkurangnya aliran saliva istirahat pada lansia sebagai satu kelompok. Salah satu alasan yang masuk akal adalah bahwa pada lansia, kecepatan aliran saliva istirahat dari pengosongan kelenjar saliva mulut mungkin juga berkurang sehingga setara dengan penurunan  jumlah sekresi istirahat. Hanya jika ada penurunan tambahan dari aliran saliva, seperti pada terapi obat atau setelah radiasi, keseimbangan antara kecepatan aliran dan pengosongan kelenjar menjadi terganggu dan terjadi kekeringan mulut yang patologis.

Jadi, secara umum dapat dikatakan bahwa saliva nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua sedangkan saliva yang distimulasi tidak berkurang (Barnes dkk, 2006).

b. Kelainan sistemik :

Didalam mulut secara klinis tidak ada manifestasi yang diakibatkan secara langsung oleh kelainan sistemik seperti hipertensi yang diderita pasien pada kasus dalam skenario. Namun obat  –  obatan anti hipertensi seperti ( diuretic ( adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urine. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal ) calcium channel blocking agents, adrenergik neuron blocker, nonselective beta blocker dll)

(22)

yang digunakan kadang  –  kadang menimbulkan efek xerostomia. Kelenjar saliva berada dibawah kontrol sistem saraf otonom, terutama cabang parasimpatetik. Karena persarafan ini, fungsi kelenjar saliva dapat dipengaruhi oleh pemakaian beberapa jenis obat. Jenis terapi obat sitemik tertentu dapat menimbulkan rasa sakit dan pembengkakan pada kelenjar saliva. Mekanisme pembengkakan kelenjar saliva yang ditimbulkan oleh obat belum dapat dipastikan . Pada kasus fenilbutason mungkin merupakan reaksi hipersensitif.

2.4 Patomekanisme timbulnya defek pada bagian sevikal gigi

 Gigi 45

Terpajannya sementum atau dentin terhadap lingkungan mulut adalah syarat bagi berkembangnya karies permukaan akar (Barnes IE & Walls A, 2004). Karies akar dimulai ketika bakteri dan karbohidrat difermentasi menyerang permukaan akar (Shaker RE, 2004).

Dentin dan sementum tersusun dari kandungan anorganik yang lebih sedikit dari email.

Tabel 1 Perbedaan komposisi kimiawi antara enamel, dentin dan sementum.

Di dalam rongga mulut, pH dipertahankan mendekati netral (6,7-7,3) oleh saliva. Saliva mempertahankan pH melalui dua mekanisme. Pertama, aliran saliva mengeliminasi karbohidrat yang dapat dimetabolisme oleh bakteri dan menyingkirkan asam yang diproduksi oleh bakteri. Kedua, asam dari makan

Komposisi Enamel Dentin Sementum

Anorganik (%) 95-98 75 45-50

(23)

atau minuman yang bersifat asam serta asam yang dihasilkan oleh bakteri dinetralisir oleh aktivitas buffer saliva. Bikarbonat adalah komponen utama buffer, demikian juga peptida, protein, dan fosfat. Meningkatnya pH juga disebabkan oleh bakteri yang memetabolisme sialine dan urea menjadi ammonia. Dengan konsumsi gula, pH dapat menurun menjadi pH 5,0.

Berkurangnya aliran saliva pada lansia mempercepat demineralisasi. Pada skenario juga dikatakan bahwa pasien menderita penyakit tekanan darah tinggi terkontrol, artinya pasien mengonsumsi obat-obatan agar tekanan darahnya terkontrol. Obat-obatan tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya aliran saliva, sehingga ada kemungkinan xerostomia pada pasien (Barnes IE & Walls A, 2004).

Komponen mineral dalam enamel, dentin dan sementum yaitu hidroksiapatit, Ca10 (PO4)6(OH)2. Di dalam lingkungan yang netral, kondisi hidroksiapatit seimbang dengan lingkungan aqueous lokal (saliva) yang tersaturasi dengan ion-ion Ca2+dan PO43- pH 6,4 merupakan nilai kritis untuk 

demineralisasi sementum dan dentin. Sedanghka pada enamel adalah 5,5 (Shaker RE, 2004). Pada pH 5,5 dan ke bawah, hidroksiapatit reaktif terhadap ion hidrogen yang terdapat pada asam. H+ bereaksi dengan grup fosfat yang terdapat pada permukaan enamel. Proses ini dapat digambarkan sebagai berubahnya Po43- menjadi HPO42- dengan bertambahnya ion H+. HPO42- tidak 

dapat dikontribusi kepada keseimbangan hidroksiapatit yang normal karena dalam hidroksiapatit yang normal terkandung di dalamnya PO4 dan bukan HPO4. Ini mengakibatkan kristal hidroksiapatit melarut dan dikenali sebagai demineralisasi.

Demineralisasi dapat diubah jika pH netral dan adanya kecukupan Ca 2+ dan PO43-di dalam suatu lingkungan. Ca2+ dan PO43- dapat menghambat proses

pelarutan hidroksiapatit melalui reaksi ion. Ini memungkinkan terbentuknya kembali sebagian kristal apatit yang larut dan ini disebut sebagai remineralisasi. Interaksi demineralisasi-remineralisasi diperhebat dengan adanya ion fluoride.

(24)

Pada dentin, proses yang sama terjadi, namun lebih kompleks. Dengan adanya materi organik yang lebih banyak, difusi agen demineralisasi lebih ke dalam dan pengeluaran mineral gigi dihambat oleh matriks organik dentin. Diperkirakan bahwa matriks organik dentin memiliki kapasitas buffer untuk  menghambat proses demineralisasi yang lebih lanjut, dan menurunnya sifat kemis atau mekanis matriks dentin menunjang kepada proses demineralisasi Tingkat demineralisasi akar lebih cepat dibandingkan dengan enamel dan terjadi pada pH tinggi, karena mineral konten dalam akar jauh lebih sedikit dibandingkan bahwa dalam enamel (Shaker RE, 2004).

Pada skenario, gigi 45 ditemukan defek berwarna kecoklatan dan lunak. Diduga lesi tersebut merupakan karies akar lesi aktif. Karakteristik lesi aktif  berwarna terang seperti kuning dan konsostensinya lunak. Warna pada skenario yang kecoklatan mungkin diakibatkan karena kebiasaan konsumsi teh dan kopi oleh pasien. Awalnya lesi berwarna terang atau kuning, tapi karena pada lesi aktif yang lunak penetrasi ion-ion dapat terjadi dengan mudah, maka zat-zat warna dari teh dan kopi berpenetrasi (Carranza, 2002). Hal tersebut berlangsung lama sehingga lesi berubah warna menjadi kecoklatan.

 Gigi 14

Pada gigi 14, dicurigai telah tejadi abrasi. Abrasi didefinisikan sebagai keausan fisik oleh objek lain selain dengan gigi lainnya. Lesi abrasi paling sering disebabkan oleh penyikatan gigi yang terlalu kuat dengan pasta gigi yang abrasive atau penrikatan dentin yang terbuka pada permukaan labial atau bukal dari gigi yang mengalami resesi gingiva (Barnes IE & Walls A, 2004). Abrasi akibat penyikatan gigi lebih jelas pada gigi-geligi yang letaknya menonjol seperti kaninus atau gigi-gigi di dekat daerah tidak bergigi (Natamiharha L & Hayana NB, 2009).

(25)

Pada skenario, gigi 14 ditemukan defek servikal yang dangkal. Pada gigi 46 terdapat gigitiruan lepasan dan gigi 45 terdapat karies akar yang aktif. Dapat disimpulkan dari skenario bahwa pasien merupakan lansia yang sanghat menginginkan optimalisasi kesehatan gigi dan mulutnya. Dicurigai, karena adanya impaksi makanan pada daerah sekitar 46 dan adanya karies akar, maka di daerah tersebut pasien menyikat giginya dengan tekanan yang berlebihan. Hal tersebut dapat menimbulkan abrasi pada gigi yang berdekatan.

2.5 Devinisi penyakit tekanan darah tinggi terkontrol dan dampaknya

terhadap perawatan dan keadaan ronga mulut lansia

Hipertensi pada orang dewasa umumnya ditandai dengan adanya tekanan darah sistolik melebihi 149 mmHg atau lebih dan tekanan darah astolik 90 mmHg atau ketika seseorang individu telah mengkonsumsi pengobatan anti hipertensi untuk mengontrol tekanan darah.

Tekanan darah meningkat sejalan dengan usia. Penelitian yang dilakukan Danner pada tahun1978 menunjukkan bahwa pada kelompok individu sehat dengan nusia di atas 90 tahun, setengah dari pria dan tiga perempat dari wanita mempunyai tekanan darah sistolik di atas 160 mmHg. Tekanan darah di atas 160/90 pada pria dan wanita lansia dianggap abnormal.

Hipertensi dapat dikelompokkan menjadi hipertensi primer dan sekunder. c. Hipertensi primer

Hipertensi semacam ini dikenal sebagai hipertensi primer (esensial atau idiopatik) yang 90% kasus hipertensi penyebab yang mendasari hal tersebut tidak diketahui. Hipertensi primer memiliki kecenderungan genetic kuat, yang dapat diperparah oleh faktor-faktor kontribusi, misalnya kegemukan, stress, merokok dan ingesti garam

(26)

berlebihan. Hal berikut ini menggambarkan kemungkinan-kemungkinan penyebab hipertensi primer yang sedang diteliti:

 Defek pada penanganan garam. Gangguan fungsi ginjal yang

terlalu ringan untuk menimbulkan gejala-gejala penyakit ginjal, namun secara bertahap dapat menyebabkan akumulasi garam dan air di dalam tubuh, sehingga terjadi peningkatan progresif tekanan arteri.

 Kelainan membran plasma, misalnya gangguan pompa Na+ - K+.

Defek semacam ini, dengan mengubah gradien elektrokimia di kedua sisi membran plasma, dapat mengubah eksitabilitas dan kontraktilitas jantung dan otot polos dinding pembuluh darah sedemikian rupa, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.

 Tekanan fisik pada pusat kontrol kardiovaskular oleh suatu arteri

di atasnya. Seorang ahli bedah saraf, pada sejumlah kecil operasi, berhasil menurunkan tekanan darah tinggi dengan memindahkan sebuah lengkung besar arteri yang berdenyut menekan medulla  jaringan otak.

d. Hipertensi sekunder

Penyebab hipertensi sekunder dapat digolongkan dalam empat kategori

 Hipertensi kardiovaskular biasanya berkaitan dengan peningkatan

kronik resistensi perifer total yang disebabkan oleh aterosklerosis (pengerasan arteri).

 Hipertensi renal (ginjal) dapat terjadi akibat dua defek ginjal yaitu

oklusi parsial arteri atau penyakit jaringan ginjal itu sendiri.

 Hipertensi endokrin terjadi akibat sedikitnya dua gangguan

(27)

Dalam waktu yang lama, hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung, aterosklerosis, baroreseptor yang dihasilkan pada ginjal tidak bersepon untuk  mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal.

Hipertensi terkontrol

Jika hipertensi telah terdeteksi, intervensi terapetik dapat mengurangi perjalanan dan keparahan penyakit tersebut. Hal-hal penting dalam pengobatan adalah pembatasan asupan garam dan pemberian diuretic (obat yang meningkatkan ekskresi urin) untuk mengurangi beban garam dan air dalam tubuh, sehingga volume plasma berkurang. Selain itu, obat-obat antihipertensi lain dapat mengurangi resistensi perifer total dengan memanipulasi sebagian aspek fungsi otonom untuk mendorong vasodilatasi arteriol.

Dampak terhadap perawatan

Resiko terjadinya karies akar pada semua pasien dengan permukaan akar yang terbuka harus ditentukan faktor-faktor penting yang mencakup usia, riwayat medis, riwayat dental, gigi tiruan, xerostomia, kebersihan mulut, diet karogenik dan jumlah mikroba yang tinggi dalam saliva. Penentuan harus termasuk memutuskan apakah lesi tersebut bersifat aktif atau inaktif.

Ada banyak kondisi medis dimana perawatan endodontik dibandingkan pencabutan akan menguntungkan pasien lansia. Sebagai contoh, perawatan saluran akar kelihatannya kurang menimbulkan bakteremia dibandingkan pencabutan gigi, akibatnya pasien dengan riwayat medis tekanan darah tinggi akan mengalami perdarahan cukup hebat setelah pencabutan gigi. Oleh sebab itu tidak ada dampak tekanan darah tinggi terkontrol terhadapat perawatan endodontik yang dilakukan pada gigi 45.

Keadaan rongga mulut pasien hipertensi 1. Xerostomia

Xerostomia merupakan kelaianan pada volume aliran saliva dalam mulut. Pemberian terapi farmakologis pada pasien hipertensi dapat menyebabkan terjadinya mulut kering. Pasien dengan xerostomia

(28)

akibat obat yang sering dikonsumsi sering menimbulkan karies. Akibat keluhan mulut kering dapat berupa:

 Mukosa mulut kering, sehingga mudah teriritasi

 Sukar berbicara

 Sukar menguyah dan menelan

 Persoalan pada penggunaan protesa

 Gangguan pengecapan

 Karies gigi meningkat

 Halitosis

2. Periodontitis dan gingivitis

Angeli (2003) menyatakan bahwa tekanan darah sistolik  meningkat secara progresif seiring dengan keparahan penyakit periodontal. Pada penderita hipertensi, jantung yang hipertrofi dan  jaringan periodontal mempunyai disfungsi mikrosirkulasi yang sama. Tekanan darah yang berlebih akan menginduksi perkembangan hipertrofi ventrikel kiri dan secara umum dapat menyempitkan diameter lumen pembuluh darah mikro. Akibat dari penyempitan pembuluh darah mikro ini adalah iskemia pada jaringan jantung dan periodontal.

Pada suatu penelitian, didapatkan hasil bahwa tekanan darah sistolik meningkat progresif sejalan dengan keparahan penyakit periodontal, sedangkan tekanan darah diastolik tidakn menunjukkan perubahan yang signifikan. Adanya kemungkinan hubungan rasional antara hipertensi dan penyakit periodontal didasarkan pada penemuan yang menujukkan bahwa keduanya merupakan proses peradangan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johansson (2008), kerusakan tulang alveolar lebih banyak terjadi pada pasien dengan keadaan hipertensi yang tidak ditangani dengan tepat. Plak, kedalaman

(29)

poket 4-6 mm, dan bleeding on probing juga lebih banyak ditemukan pada pasien engan penyakit jantung.

2.6 Pengaruh pemakaian gigitiruan lepasan (GTL) terhadap oral hygiene

Hilangnya beberapa gigi dan tulang alveolar, apabila dibuatkan gigi tiruan sebagian resin akrilik konvensional maka daerah undercut tidak tertutup dengan sayap labial atau bukal. Hal ini menyebabkan pasien kurang nyaman dengan gigi tiruannya karena tidak sesuai dengan yang diharapkan yaitu untuk  memperbaiki estetis, disamping itu retensi dan stabilitas juga kurang.

Pada pemakaian gigi tiruan tersebut terdapat celah dan sisa makanan menumpuk pada celah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya karies dan kelainan jaringan periodontal pada gigi penyangga. Tetapi apabila dibuatkan gigi tiruan sebagian resin akrilik dengan sayap labial yang menutup seluruh daerah undercut, maka dapat menimbulkan kesulitan bagi pasien untuk  memasang dan melepas gigi tiruannya.

2.7 Penjelasan mengapa hanya gigi 45 yang ditemukan defek servikal

sedangkan pasien menggunakan GTL pada gigi 36 dan 46

 Edentulous adalah kondisi dimana hilangnya seluruh atau sebagian gigi asli. Kehilangan gigi telah lama dianggap sebagai bagian dari proses penuaan. Kehilangan gigi dapat menyebabkan estetik yang buruk dan proses biomekanis. Hilangnya beberapa gigi disebut edentuloussebagian dan hilangnya seluruh gigi disebut edentulous total. Edentulous total dapat didefinisikan sebagai keadaan fisik dari rahang diikuti hilangnya seluruh gigi dan kondisi dari jaringan pendukung tersedia untuk terapi penggantian atau rekonstruksi.  Edentulous

sebagian didefinisikan sebagai hilangnya beberapa tetapi tidak semua gigi asli pada lengkung rahang. Pada pasien edentulous sebagian, hilangnya gigi dilanjutkan dengan penurunan tulang alveolar, gigi tetangga dan pengaruh

(30)

tingkat kesulitan jaringan pendukung dalam menerima restorasi prostetik yang adekuat.

Adapun Klasifikasi dari Edentulous Sebagian sebagai berikut :

 Klas I

Klas ini ditandai dengan keadaan yang ideal atau sedikit buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous(yang dibatasi lengkung rahang tunggal), kondisi gigi penyangga, karakteristik oklusi dan kondisi residual ridge. Keempat kriteria diagnostik tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

1. Lokasi dan perluasan daerah edentulousyang ideal dan sedikit buruk : a) Daerah edentulousterletak pada 1 lengkung rahang.

b) Daerah edentulous sedikit buruk sebagai dukungan fisiologis gigi penyangga.

c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi insisivus yang hilang, atau beberapa gigi posterior yang tidak melebihi satu premolar dan satu molar.

2. Kondisi gigi penyangga yang ideal atau sedikit buruk, yang tidak  membutuhkan terapi prostetik.

3. Oklusi yang ideal atau sedikit buruk yang tidak membutuhkan terapi prostetik.

(31)

 Klas II

Klas ini ditandai dengan keadaan yang cukup buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi lokal tambahan, karakteristik oklusi yang membutuhkan terapi lokal tambahan dan kondisi residual ridge. 1. Lokasi dan perluasan daerah edentulouscukup buruk :

a) Daerah edentulousterdapat pada satu atau kedua lengkung rahang. b) Daerah edentulous cukup buruk sebagai dukungan fisiologis gigi

penyangga.

c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi anterior rahang atas yang tidak melebihi dua gigi insisivus, beberapa gigi anterior rahang bawah yang tidak melebihi empat gigi insisivus yang hilang atau beberapa gigi posterior (rahang atas atau rahang bawah) yang tidak melebihi dua premolar atau satu premolar dan satu molar atau beberapa gigi kaninus yang hilang (rahang atas atau rahang bawah).

2. Kondisi gigi penyangga cukup buruk :

a) Gigi penyangga pada satu atau dua sisi tidak cukup untuk menahan struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona.

b) Gigi penyangga pada satu atau dua sisi membutuhkan terapi luka tambahan.

3. Oklusi cukup buruk: koreksi oklusi membutuhkan terapi lokal tambahan.

4. Morfologi residual ridgesama dengan kondisi edentuloustotal klas II.

 Klas III

Klas ini ditandai dengan keadaan yang buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous pada kedua lengkung rahang, kondisi gigi penyangga

(32)

yang membutuhkan lebih banyak terapi lokal tambahan, karakteristik  oklusi membutuhkan penyesuaian kembali tanpa mengubah dimensi vertikal dan kondisi residual ridge.

1. Lokasi dan perluasan daerah edentulousburuk :

a) Daerah edentulousterdapat pada satu atau kedua lengkung rahang. b) Daerah edentulous buruk sebagai dukungan fisiologis gigi

penyangga.

c) Daerah edentulous mencakup beberapa gigi posterior rahang atas atau rahang bawah lebih banyak daripada tiga atau dua gigi molar, tiga gigi atau lebih pada daerah edentulousanterior dan posterior. 2. Kondisi gigi penyangga buruk :

a) Gigi penyangga pada tiga sisi tidak cukup untuk menahan struktur gigi atau sebagai dukungan restorasi intrakorona atau ekstrakorona.

b) Gigi penyangga pada tiga sisi membutuhkan lebih banyak terapi lokal tambahan (misalnya prosedur periodontal, endodontik atau ortodontik).

c) Gigi penyangga mempunyai prognosis sedang.

 Klas IV

Klas ini ditandai dengan keadaan yang sangat buruk dari lokasi dan perluasan daerah edentulous dengan prognosis terpimpin, kondisi gigi penyangga yang membutuhkan terapi lokal tambahan yang besar, karakteristik oklusi membutuhkan penyesuaian ulang oklusi dengan mengubah dimansi vertical dan kondisi residual ridge.

Beberapa akibat yang akan timbul pasca pencabutan gigi antara lain : 1. Migrasi dan Rotasi gigi

Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring ataupun berputarnya gigi. Hal ini dikarenakan gigi tidak 

(33)

lagi menempati posisi yang normal untuk menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan struktur periodontal. Gigi yang miring juga akan sulit untuk dibersihkan sehingga memungkinkan timbulnya karies (defek).

2. Terganggunya Kebersihan Gigi

Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya, demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang interproksimal ini, mengakibatkan celah anatara gigi mudah disisipi sisa makanan. Dengan demikian kebersihan mulut akan terganggu dan mudah terjadi penumpukan plak, sehingga memungkinkan terjadinya karies gigi.

Pergerakan gigi sisa :

Pergerakan gigi sisa biasanya terjadi pada arah mesial karena adanya anterior componet of force dan dapat bersamaan dengan tipping atau ekstrusi dari bidang oklusal. Tipping akan menyebabkan perubahan arah gaya yang tidak di inginkan pada beban oklusal dari gigi antagonis ketika oklusi sentrik. Besarnya tipping bergantung pada interkuspasi gigi di sebelah ruang diastem dan antagonisnya . Jika interkuspasi baik, hanya sedikit pergerakan yang akan terjadi. Diungkapkan, molar pada mandibula akan cenderung miring kemesial, sedangkan pada maksila cenderung miring ke mesial dan rotasi palatal. Premolar, terutama pada mandibula cenderung tetap lurus dan bergeser ke ruang diastem.

Selain tipping ekstruksi gigi juga merupakan observasi klinis yang sering kali ditemukan pada kehilangan gigi posterior. Ekstruksi akan mengakibatkan perubahan lengkung oklusal dimana salah satu akibat yang tidak diinginkan adalah penurunan efisiensi mastikasi. Ekstruksi seringkali berhubungan dengan keadaan berikut ini :

1. Kehilangan dukungan tulang setempat, 2. Terpajannya sementum

(34)

3. Karies akar

4. Berkurangnya ruang anatr lengkung atas dan bawah

Kemungkinan yang terjadi pada kasus berkaitan dengan waktu pencabutan gigi, dimana kemungkinan gigi 46 adalah gigi yang lebih dahulu dicabut dibanding gigi 36, sehingga pada gigi 45 terjadi pergerakan ke arah ruang yang kosong (terjadi tipping) dan hal inilah yang kemudian menyebabkan mudahnya terjadinya penumpukan sisa makanan pada gigi 45 dan lebih dulu terpapar oleh bakteri dibanding gigi 35.

2.8 Cara penegakan diagnosis pada kasus

Dalam menegakkan sutua diagnosis, diperlukan beberapa pemeriksaan yang terdiri dari:

1. Anamnesis

Dalam melakukan anamnesis terhadap pasien lansia, perlu diperhatikan bahwa pasien lansia adalah pasien yang berbeda. Pada anamnesis diperoleh informasi-informasi, yaitu ;

- Keluhan pasien

Berupa keluhan yang disampaikan oleh pasien. Beberapa hal yang penting diketahui pada keluhan tersebut meliputi; (Heasmen Peter,2004)

 Lokasi atau bagian yang dikeluhkan oleh pasien, di dalam rongga

mulut atau di tempat lain.

 Rasa sakit yang dirasakan oleh pasien, dapat berupa rasa sakit yang

tajam atau rasa sakit yang tumpul.

 Faktor yang menyebabkan rasa sakit tersebut meningkat, misalnya

oleh karena suhu, atau pada saat pengunyahan.

(35)

 Efek terhadap fungsi, mengganggu saat pengunyahan, atau pada saat

bangun.

- Riwayat dental

Meliputi riwayat kesehatan gigi dan mulut pasien, yaitu;(Heasmen Peter,2004)

 Adanya tanda dari perawatan yang dilakukan sebelumnya.

 Frekwensi kehadiran dalam perawatan.

 Kepeduliannya terhadap perawatan gigi dan mulut.

- Riwayat medis

Semua sistem yang berhubungan atau berkaitan untuk diperiksa, dicatat,diinvestigasi untuk menetapkan suatu perawatan yang tepat. Hal ini berkaitan dengan adanya penyakit sistemik yang diderita oleh pasien, serta perawatan kesehatan umum yang pasien pernah alami. (Heasmen Peter,2004)

Pada lansia anamnesis serupa dengan anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas penderita, tetapi pertanyaan pertanyaan berikutnya lebih terperinci dan terarah, sebagai berikut: (Darmojo R B,2004)

- Identitas penderita; nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin dan berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, dan keadaan social. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia sangat lanjut (>70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru sembuh dari sakit/pulang opname, gengguan mental yang nyata, menderita penyakit progresif, gangguan mobilitas dan lain-lain. (Darmojo R B,2004)

(36)

- Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit atau yang diminum di rumah, baik yang berasal dari resep dokter atau yang dibeli bebas (termasuk jamu- jamuan). (Darmojo R B,2004)

Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan aloanamnesis dari orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari. (Darmojo R B,2004)

-Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, mengunyah tembakau, minum alkohol, dan lain-lain)

-Kepribadian perasaan hati, kesadaran dan afek (alo-anamnesis atau pengamatan) konfusio, curiga/bermusuhan, gangguan tidur atau keluhan malam hari, daya ingat, dan lain-lain.

-Riwayat tentang problema utama geriatric (sindrom geriatric): pernah stroke, hipotensi ortostatik, jatuh, inkontinensia, dementia, dan lain-lain.

2. Pemeriksaan klinis - Ekstraoral

Meliputi asimetri wajah, adanya pembengkakan, tanda dan gejala yang berhubungan dengan sendi temporomandibular. (Heasmen Peter,2004)

- Intraoral

 Jaringan lunak; bercak putih, ulser,pembengkakan, dryness. (Heasmen

Peter,2004)

 Periodonsium; penampakan gingival, deposit dari plak/kalkulus,

periodontal poket, resesi, kegoyangan gigi. (Heasmen Peter,2004)

 Jaringan keras

Menentukan karies; karies harus diperiksa secara visual maupun taktil. (Roberson Theodore,2002) Diagnose karies membutuhkan ketajaman mata, juga probe tumpul dan radiograf sayap gigit berkualitas baik.

(37)

Tanda-tanda visual dari lesi permukaan akar yang terhenti dan aktif  telah dijelaskan, tetapi agar hal ini tidak terlewatkan gigi harus diperiksa dalam keadaan bersih dan kering. Beberapa penulis menganjurkan penggunaan probe yang tajam dalam mendiagnosa karies akar, menunjukkan bahwa kerusakan sebaiknya dipenetrasi oleh eksplorer yang tajam yang kemudian digerakkan untuk melihat apakah lesi itu lengket. Cara yang lebih baik untuk menilai tekstur lesi adalah dengan aplikasi tepi eskavator yang tajam dengan hati-hati. (Barnes E. ,2006)

Restorasi yang ada; meliputi integritas marginal, integritas struktural, hubungannya dengan periodonsium dan kesehatan periodontal,bentuk  anatomi pada bagian oklusal, bentuk anatomi pada bagian interproksimal, adanya karies di sekitar tambalan, serta estetiknya. (Heasmen Peter,2004)

Gigi ; adanya erosi baik oleh karena faktor intinsik maupun ekstrinsik, atrisi dan abrasi yang biasanya disebabkan oleh menyikat gigi yang salah. (Heasmen Peter,2004)

- Pertimbangan prostodontik , yaitu penggunaan gigi tiruan pada pasien. (Heasmen Peter,2004)

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan dengan rontgen photo. Melalui pemeriksaan radiografi dapat menunjang diagnose yang akan ditegakkan. Area interproksimal biasanya sulit dilihat secara langsung dank arena itu diperlukan radiograf sayap gigit. Film ini harus diletakkan dengan hati-hati pada permukaan lesi sehingga sinar X lewat dengan sudut tangensial pada permukaan lesi tanpa tumpang tindih dengan gambaran gigi di sebelahnya. 4

(38)

2.9 Diagnosis pada kasus

Pada kasus, ditemukan defek berwarna kecoklatan dan lunak pada bagian servikal gigi 45 dan 14. Hal ini menunjukkan bahwa adanya lesi aktif pada daerah tersebut. Lesi yang progresif aktif secara klinis terasa lunak dan berwarna kecoklatan atau kuning. Sebaliknya, lesi yang terhenti atau lesi yang berkembang lambat akan berwarna coklat tua dan konsistensinya keras. Secara klinis keadaan seperti ini ditemukan pada akar yang mengalami karies. Karies akar ini banyak diderita oleh lansia karena terbukanya permukaan akar yang disebabkan oleh resesi gingiva. (Kidd Edwina,1992).Karies akar biasanya dangkal dan meluas, berwarna coklat terang hingga kuning (meskipun putih pada awalnya), dan tanpa gejala. (Roberson Theodore,2002)

Oleh karena gigi 45 dan 14 pasien tersebut mengalami karies akar dengan lesi aktif maka pasien didiagnosis mengalami pulpitis reversible. Hal ini disebabkan oleh karena sudah ada lesi namun belum ada gejala dan lesi belum mencapai pulpa karena masih dangkal.

2.10 Hal-hal yang dipertimbangkan dalam penentuan perawatan pada kasus

Mengingat berbagai kekhususan perjalanan dan penampilan penyakit pada usia lanjut, terdapat 2 prinsip utama yang harus dipenuhi guna melaksanakan pelayanan kesehatan pada lansia, yaitu: (Darmojo R B,2004)

a. Prinsip holistik 

Pada pelayanan kesehatan lansia sangat unik karena menyangkut berbagai aspek, yaitu:

 Seorang penderita lanjut usia harus dipandang sebagai manusia

(39)

ekonomi. Hal ini ditunjukkan antara lain bahwa aspek diagnostik  penyakit pada penderita lansia, menggunakan tata cara khusus yang disebut sebagai asesmen geriatric, yang bukan saja meliputi seluruh organ dan sistem, akan tetapi menyangkut aspek kejiwaan dan lingkungan social ekonomi.

 Pelayanan harus mencakup aspek pencegahan ( preventif ), promotif,

penyembuhan (kuratif ), dan pemulihan (rehabilitative). b. Tata kerja dan tata laksana secara tim

Perawatan pada lansia bergantung pada banyak faktor, misalnya sikap dan harapan pasien, perawatan gigi sebelumnya, kesehatan gigi dan mulut, komplikasi medis,, kemampuan gerak pasien, dan dukungan keluarga tau rumah jompo. Lansia dapat diberikan perawatan degan intervensi minimum . (Barnes E. ,2006)

Membuat rencana perawatan untuk lansia tidaklah mudah. Untuk itu, seringkali dibutuhkan perkiraan atau ramalan yang menjadi bahan pertimbangan. Dasar dari rencana perawatan adalah membuat catatan klinis berkualitas pada kunjungan awal yang menentukan. Catatan ini sebaiknya mencakup hasil dari pemeriksaan klinis yang terperinci, termasuk  pemeriksaan periodontal dan oklusal jika perlu. Bila hal ini telah dilakukan, ada tiga faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu: (Barnes E. ,2006)

 Apa yang diinginkan pasien?

Lansia mungkin tidak menyadari keuntungan nyata yang seringkali bisa didapat, relative sederhana, dengan menggunakan teknik modern. Mereka terkadang merasa tidak perlu melakukan perawatan giginya dan cenderung pasrah terhadap keadaan. Pasien lansia memerlukan penjelasan dan beberapa nasehat agar dapat termotivasi menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.

(40)

 Apa yang dapat ditolerir pasien?

Rencana perawatan harus mempertimbangkan kondisi pasien. Perubahan fisiologis dan patologis yang berhubungan dengan lanjut usia harus dipertimbangkan

 Apa yang dapat dicapai?

Apa yang dapat dicapai sebagian bergantung pada toleransi pasien. Namun, lebih bergantung pada kondisi jaringan gigi yang masih ada dan perkembangan penyakit. Kualitas jaringan gigi yang masih ada adalah dasar utama. Hal ini harus dinilai dari tiga sudut pandang yaitu, kondisi periodontal, status karies, dan luas substansi gigi residual.

Selain yang telah dijelaskan di atas, ada hal-hal yang perlu diperhatikan  juga pada saat prosedur penegakan diagnosis dilakukan, diantanya:

 Anamnesis riwayat medis pada pasien lanjut usia

Sebagian besar pasien lanjut usia dapat diandalkan untuk menceritakan riwayat penyakitnya, namun keluhan yang berbagai macam dapat lebih menyulitkan anamnesis untuk memperoleh riwayat medis. Jika pasien tidak  mampu untuk berkomunikasi atau memahami pertanyaan, data tentang pasien dapat diperoleh dari keluarga, teman, dan pemberi perawatan. Riwayat medis yang harus ditanyakan mencakup riwayat pemakaian obat, riwayat diet, gejala sering terjatuh, inkontinensia, dan gejala depresi serta ansietas.

Petunjuk sebelumnya

Semua pasien lanjut usia harus ditanyakan apakah mereka pernah mengikuti program asuransi untuk perawatan kesehatan, dan bila pernah, salinan keterangan mengenai asuransi tersebut harus dilampirkan dalam rekam medis pasien. Petunjuk seperti ini mencakup nama orang yang mewakili pasien

Gambar

Tabel 1 Perbedaan komposisi kimiawi antara enamel, dentin dan sementum.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bah- wa dengan adanya kolam dasar bu- atan pada kolam berpengaruh nya- ta terhadap biomasa lele masamo, Penggunaan 1,5x luas dasar kolam buatan dan 2x

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam thesis yang berjudul “ THE CAUSES AND SIDE EFFECTS OF LANDON C ARTER’S LACK OF NEEDS IN ADAM SHANKMAN’S (2002) A WALK TO

Citra lahan terbangun diklasifikan ke dalam empat kategori yaitu lahan terbuka, lahan terbangun kurang rapat (warna magenta), lahan terbangun rapat (warna ungu), dan

Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik

Pada penelitian ini diketahui tidak ada hubungan antara Inisiasi Menyusui Dini, ASI Eksklusif dan Diare dengan kejadian stunting pada anak usia 12–24 bulan

Dengan meng-klik shape bertuliskan next pada lembar KDB dan KLB, maka selanjutnya akan ditampilkan hasil perhitungan biaya proyek, pendapatan dan pengeluaran

Penelitian yang terkait dalam penelitian ini adalah Rancangan Sistem Informasi Koperasi Simpan Pinjam Guru dan Pegawai Pada Koperasi SMK Manggala Tangerang

Dari hasil korelasi product mo- ment dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara daya ingat jangka pendek dengan kecepatan menghafal, semakin tinggi tingkat