7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Dendrobium antennatum a. Taksonomi dan Penyebaran
Anggrek pertama kali ditemukan oleh Theophrastus tahun 370-285 BC dan dimasukkan ke dalam kelompok tanaman yang dinamakan “orchis”. Kata orchis berarti testis dan mengacu pada pasangan tube pada genus Orchis dan genus lain yang sejenis yang menyerupai testis manusia (Latifa et al., 2016). Sandra (2003) melaporkan sebanyak 20.000 jenis anggrek tersebar di seluruh dunia, 6.000 diantaranya berada di hutan-hutan Indonesia. Dari ribuan jenis anggrek baik spesies maupun hibrida, anggrek bulan dan Dendrobium merupakan anggrek paling populer yang digunakan sebagai tanaman hias dan bunga potong utama (Sutopo, 2009).
Dendrobium termasuk dalam genus atau marga dari suku Orchidaceae yang memiliki lebih dari 1000 jenis, umumnya epifit, berumbi semu dengan batang beruas. Dendrobium antennatum adalah salah satu jenis dari genus Dendrobium yang merupakan anggrek asli Indonesia (Fanfani dan Rossi, 1992: 41). Anggrek ini pertama kali ditemukan di hutan Papua, Papua New Guinea dan Australia pada ranting cabang pohon tinggi (Wibisono, 2010).
8
Gambar 1. Anggrek Dendrobium antennatum (Sumber: Wibisono, 2010)
Menurut Dressler (1990:201-231), klasifikasi Dendrobium
antennatum Lindl. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Liliales Famili : Orchidaceae Subfamili : Epidendreae Genus : Dendrobium
Spesies : Dendrobium antennatum
Dendrobium antennatum memiliki nama lain yaitu anggrek
tanduk rusa (Antelope Orchid) karena bentuk kelopaknya yang berdiri tegak menyerupai tanduk. Penyebaran anggrek ini meliputi daerah
9
Papua, Australia bagian utara dan pulau-pulau sekitarnya (Fanfani dan Rossi, 1992).
Dendrobium anntenatum umumnya tumbuh di dataran rendah
(0-500 m dpl) hutan tropis. Anggrek tersebut tumbuh subur pada daerah bersuhu 16-19 oC pada malam hari dan 24-32 oC pada siang hari dengan kisaran kelembapan antara 50-80% serta derajat keasaman media alami (pH) 7-7,5 (Harisson, 2007:1). Wibisono (2010) melaporkan bahwa Dendrobium antennatum sangat menyukai tempat dengan kondisi sirkulasi udara yang lancar dan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi.
b. Morfologi
Dendrobium antennatum merupakan anggrek epifit yang
memiliki 4 bagian utama yaitu akar, batang, daun dan perbungaan. Anggrek ini mempunyai dua jenis akar, yaitu akar lekat dan akar gantung (Fanfani dan Rossi, 1992: 120). Akar udara (gantung) terdiri atas sumbu utama yang terbungkus jaringan spons. Jaringan ini terdiri dari sel-sel mati yang telah hilang keaktifannya. Pada akar yang kondisinya aktif, sel-sel velamen tersebut berwarna bening sehingga cahaya matahari dapat menembus lapisan-lapisan sel hingga mencapai korteks dan membuat proses fotosintesis dapat berlangsung. Sedangkan pada akar lekat, sel-sel tersebut berwarna putih, berisi udara, dan dapat memantulkan sinar matahari sehingga dapat
10
melindungi sel hidup yang ada di bawahnya dan mencegah sel-sel tersebut kekeringan (Tim Penulis PS, 2009: 10-11).
Bentuk batang anggrek beranekaragam, ada yang ramping, gemuk berdaging seluruhnya atau menebal di bagian tertentu, dengan atau tanpa umbi semu (Prasetyo, 2009). Berdasarkan pertumbuhannya, batang anggrek dibedakan menjadi tipe simpodial dan monopodial. Anggrek tipe simpodial dicirikan dengan adanya umbi semu yang disebut pseudobulb, pertumbuhan baru dilanjutkan oleh anggrek anakan atau tunas yang tumbuh di sampingnya. Anggrek tipe ini antara lain yaitu Cattleya, Oncidium dan Dendrobium. Sedangkan, pada anggrek tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi semu dan tangkai bunga akan keluar diantara 2 ketiak daun. Anggrek tipe ini antara lain Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis
(Fanfani dan Rossi, 1989).
Batang Dendrobium antennatum memiliki nodus-nodus yang terlihat jelas. Sementara itu, internodus-internodus dapat terisi cadangan makanan (pati) sehingga membentuk umbi semu yang dikenal sebagai pseudobulb (Comber, 1994: 212). Daun Dendrobium
antennatum merupakan daun tidak lengkap, karena tidak bertangkai
daun. Daun umumnya berjumlah 4-18 helai setiap batang, bentuk bulat meruncing (Fanfani dan Rossi, 1992: 120).
11
Gunawan (2007) menyatakan bahwa morfologi bunga anggrek terdiri atas lima bagian utama yaitu sepal (kelopak bunga), petal (mahkota bunga), column (tugu), labelum (bibir bunga) dan reseptakel (bakal buah). Bibir bunga merupakan modifikasi dari mahkota bunga, terletak pada bagian bawah dan memiliki modifikasi bentuk dan warna yang sangat beragam. Warna bibir bunga umumnya lebih cerah dari pada warna kelopak bunga dan mahkota bunga. Alat reproduksi jantan (androecium) dan alat reproduksi betina (gynoecium) terdapat pada struktur yang disebut tugu. Pada ujung tugu terdapat anther (kepala sari) yang disebut serbuk sari (polinia) dan terdapat kepala putik (stigma) dengan posisi menghadap labelum (Widiastoety, 2005). Perbungaan pada anggrek Dendrobium antennatum sendiri tumbuh pada ujung batang atau pada nodus batang dengan tipe racemose. Satu perbungaan terdiri dari 9-21 bunga. Bunga memiliki sepal mengeriting ke arah belakang, petal lateral tegak ke atas dan terpilin serta labelum berwarna putih. Labelum memiliki corak garis berwarna ungu. Tangkai bunga mengalami resupinasi (Chan et al., 1994).
Biji Dendrobium antennatum berjumlah jutaan dalam satu buah. Biji anggrek tersebut memiliki struktur yang sederhana, yaitu berupa kumpulan sel-sel homogen yang bersifat embrionik dan diselimuti oleh testa (seed coats). Testa merupakan lapisan sel mati yang strukturnya kaku dan kuat. Ukuran biji anggrek tersebut berkisar
12
antara 0,3 mm sampai 5 mm (Sastrapradja, 1980: 113; Dressler, 1990: 71).
c. Waktu Pembungaan Anggrek
Secara umum, tumbuhan akan berbunga saat fotoperiode dan kondisi lingkungan baik. Transisi dari fase vegetatif ke fase generatif diatur oleh faktor lingkungan dan fotoperiodesitas yang mengaktifkan gen Flowering Locus T (FT). Aktifnya gen FT akan mengubah meristem tunas menjadi meristem bunga, sehingga terjadi inisiasi pembungaan (Tisserat dan Galletta, 1995; Sulistya, 2016: 448).
Kondisi atau faktor tersebut dapat diubah sehingga tanaman dapat distimulasi untuk mengalami fase reproduksi lebih cepat (Tissarat dan Galletta, 1995). Teknik kultur in vitro dapat mempersingkat waktu transisi pembungaan anggrek mencapai setengah atau lebih dari waktu transisi anggrek selama tumbuh di alam. Singkatnya waktu ini dapat diamati dengan adanya ciri fisik pada plantlet dalam botol yang memiliki kuncup bunga, Pembungaan secara in vitro juga menjadi sarana untuk memahami fisiologinya serta memahami tingkat dan interaksi eksogenus dan endogenus fitohormon, gula, mineral dan asam fenol yang berpengaruh dalam pembungaan tersebut (Sim et al., 2007).
d. Sistem Perbanyakan
Anggrek berbeda dari tumbuhan monokotil lainnya dilihat dari organ reproduksinya yaitu benang sari dan putik yang menyatu
13
dibagian tengah bunga membentuk suatu struktur yang disebut kolum. Bunga mengalami penyerbukan dengan berbagai cara, diikuti oleh fertilisasi hingga terbentuk benih. Benih ini tidak memiliki endosperm dan memiliki embrio kecil yang dilapisi oleh lapisan pelindung tipis. Kurangnya cadangan makanan dan perlindungan membuat benih sangat rentan terhadap lingkungan sehingga mortalitas tinggi, kecuali tersedia kondisi optimum yang memungkinkan perkecambahan (Latifa et al., 2016).
Perbanyakan anggrek secara konvensional dapat dilakukan melalui biji, pemisahan anakan dan stek, induksi tunas aksiler maupun keiki (Arditti, 1992). Pada anggrek Dendrobium antennatum, sistem perbanyakan dapat dilakukan secara vegetatif, yaitu dengan memisahkan (memotong) tanaman anakan dari tanaman induknya. Tanaman anakan dapat berupa tunas yang tumbuh dari pangkal batang atau dapat juga berupa keiki. Keiki merupakan tunas yang tumbuh dari nodus batang atau tangkai bunga (Avadhani et al., 1982).
Perbanyakan secara generatif dapat terjadi melalui biji. Biji anggrek Dendrobium antennatum berkecambah secara alami dengan bantuan simbiosis mikorhiza untuk memperoleh nutrisi (Arditti et al., 1982). Biji dapat disemai secara in vitro dengan menggunakan media sebagai penyedia nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan anakan.
14 2. Pseudobulb
Sebagian besar anggrek memiliki organ penyimpanan yang mencolok antara lain corm (struktur yang membengkak di bagian akar), rhizome atau tuberoid yang umumnya ditemukan pada anggrek tanah. Sedangkan pada anggrek epifit, terdapat organ yang merupakan batang yang membesar disebut pseudobulb (Dressler, 1981; Zimmerman, 1990; Arditti, 1992).
Pseudobulb pada anggrek dibagi menjadi dua tipe: heteroblastik
atau homoblastic (Hew et al., 2000 : 166). Pseudoblub heteroblastik terdiri dari hanya satu internode, misalnya pada Oncidium, Cattleya dan
Miltonia. Pseudobulb homoblastik memiliki dua atau lebih internode
dengan panjang yang berbeda atau sama, misalnya pada Eria dan
Dendrobium. Para peneliti yang mempelajari anggrek menyatakan bahwa
struktur spesial yang dikenal secara luas sebagai pseudobulb menjadi bagian utama atau terpenting dalam pertumbuhan dan ketahanan anggrek (Hew et al., 2000 : 166).
Pseudobulb merupakan organ terpenting untuk tempat menyimpan
air. Tanaman epifit dikarakteristikan sebagai tanaman yang sering mengalami kekurangan air. Penelitian pada Stanhopea dan Pleione menunjukkan bahwa pseudobulb terbentuk dari sel penyimpanan air. Banyak pseudobulb anggrek memiliki sebuah kutikula tebal yang mampu menahan air dan gas ((Hew et al., 2000).). Hew et al. (1996),
15
membuktikkan bahwa pseudobulb pada Oncidium mampu mempertahankan kandungan air sebanyak 90-95%.
Anggrek epifit sering dijumpai mengalami kekurangan nutrisi. Anggrek ini toleran dengan substrat yang tingkat kesuburannya rendah sehingga sangat bergantung pada batang untuk nutrisinya. Toleransi pada tingkat kesuburan yang rendah ini berhubungan erat dengan pembentukan
pseudobulb ((Hew et al., 2000).
Pada Oncidium Goldiana diketahui bahwa selama pembentukan
pseudobulb baru banyak menyerap nitrat dalam jumlah besar (Hew,
unpublished dalam Hew et al., 2000: 167). Remobilisasi simpanan mineral dari pseudobulb tua (backbulb) dengan pengambilan nutrisi yang besar adalah indikasi perlunya mineral dalam perkembangan pseudobulb. Akumulasi dari mineral selama periode pembentukan pseudobulb merupakan sumber penting dalam pembungaan dan perkembangan tunas baru (Hew et al., 1996).
Pseudobulb pada anggrek mampu melakukan fotosintesis, tentu ini
berhubungan langsung dengan fungsi pseudobulb sebagai tempat penyimpanan karbohidrat (Hew et al., 2000: 168). Hasil penelitian pada
Catasetum viridiflavum (Zimmerman, 1990) dan Oncidium (Hew et al.,
1996) menunjukkan bahwa cadangan karbohidrat dalam pseudobulb sangat penting untuk inisiasi pertumbuhan baru. Pseudobulb Oncidium mengandung karbohidrat dalam jumlah besar selama perkembangan vegetatif. Cadangan karbohidrat ini selanjutnya dipindahkan
16
(remobilisasi) untuk mendukung pertumbuhan tunas baru dan pembungaan (Hew et al., 1996).
Penyimpanan karbohidrat pada pseudobulb berasal dari asimilasi karbon pada daun (Hew et al., 1996). Ketika daun sebagai sumber utama untuk asimilasi karbon, pseudobulb menjadi sumber pendukung karbohidrat yang dibentuk untuk menambah kandungan dari karbon selama pembungaan dan perkembangan tunas baru. Hew et al. (1996) melaporkan bahwa karbon yang diproduksi di daun ditransport ke
pseudobulb terlebih dahulu sebelum dipindahkan untuk pembungaan.
3. Kultur In Vitro Anggrek
Kultur in vitro tumbuhan adalah teknik perbanyakan tanaman (mikropropagasi) secara aseptik (steril) dengan menggunakan sel, jaringan atau organ tanaman yang dipisahkan dari lingkungan alamnya dan ditumbuhkan pada media buatan yang sesuai (Jeannete, 1989). Kondisi in vitro yang sudah disesuaikan dengan sifat otonomi tumbuhan dapat memudahkan mempercepat masa transisi fase vegetatif (Sulistya, 2016: 449).
Teknik kultur in vitro pada anggrek dilakukan dengan alasan biji tidak mempunyai endosperm (cadangan makanan) dan hanya memiliki embrio kecil yang dilapisi oleh lapisan pelindung tipis. Kurangnya cadangan makanan dan perlindungan membuat biji sangat rentan terhadap lingkungan sehingga mortalitas tinggi. Oleh karena itu, diperlukan suatu
17
kondisi optimum yang memungkinkan terjadinya perkecambahan (Latifa
et al., 2016).
Proses kultur secara in vitro dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah pemilihan eksplan yang baik, pemilihan jenis media kultur yang tepat, penambahan zat organik yang sesuai, cara pemeliharaan kultur yang baik dan benar serta penambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) dengan komposisi dan konsentrasi yang tepat (Chen et al., 2004: 11-15).
Pemilihan jenis media yang digunakan dalam kultur in vitro dapat menentukan keberhasilan perbanyakan secara in vitro. Gunawan (1987) menyatakan media kultur yang baik adalah media yang mengandung nutrien makro dan mikro dalam konsentrasi dan perbandingan tertentu, memenuhi sumber energi (umumnya yang digunakan adalah sukrosa) sebagai pengganti karbon di atmosfer, zat pengatur tumbuh serta pemadat media.
Tiap tanaman membutuhkan 6 elemen makronutrient meliputi nitrogen, kalium, magnesium, kalsium, belerang dan fosfor serta 7 elemen mikronutrient yaitu besi, mangan, seng, tembaga, boron, molibden dan khlor dalam bentuk ikatan kimia dan perbandingan yang sesuai (Jeanette, 1989). Banyak formulasi media yang ada, masing-masing berbeda dalam hal kuantitas maupun kualitas komponennya. Modifikasi dari medium kultur yang telah ada umumnya didasarkan pada trial and error (Smith, 2000).
18
Meesawat dan Kanchanapoom (2002) melaporkan bahwa media yang umum digunakan dalam kultur anggrek ialah media Vacin & Went, Knudson C dan ½ MS yang diberi penambahan vitamin dan air kelapa. Medium lain yang sering juga digunakan dalam kultur Anggrek adalah medium New Phalaenopsis (NP). Medium New Phalaenopsis (NP) adalah suatu formulasi medium yang dikhususkan untuk kultur in vitro anggrek, terutama anggrek Phalaenopsis sp. (Ichihashi et al., 1998). Komposisi medium NP akan ditampilkan dalam Tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Komposisi Medium New Phalaenopsis (NP)
Rumus Kimia Komposisi mg.L-1
KNO3 Kalium nitrat 424.00
NH4NO3 Amonium nitrat 82.00
(NH4)2SO4 Amonium sulfat 303.90
Ca(NO3)2 Kalsium nitrat 443.04
Mg(NO3)2.6H2O Magnesium nitrat 256.40 KH2PO4 Potassium phosphate monobasic 462.70
MnSO4.H2O Mangan sulfat 11.20
H3BO3 Asam borat 3.10
KI Kalium iodida 0.42
Na2Mo4.H2O Asam Molibdat 0.12
ZnSO4.7H2O Zinc sulfat 5.30
CuSO4.5H2O Tembaga sulfat 0.013
COCl2.6H2O Kobalt klorida 0.013
FeSO4.7H2O Besi sulfat 37.30
EDTA-Na2.2H2O EDTA disodium salt 27.80
Myo-Inositol 100.00
19 Piridoksin hidroklorida 0.50 Asam nikotinamida 0.50 Glisin 2.00 Sukrosa 20000.00 TOTAL g/liter 22.16
(Sumber : Ichihashi et al., 1998)
Razdan (2003) melaporkan bahwa beberapa jenis jaringan dapat tumbuh pada medium sederhana yang mengandung nutrien organik dan sumber karbon. Namun, kebanyakan dari jaringan tersebut memerlukan suplemen esensial seperti vitamin, asam amino dan substansi pertumbuhan. Dalam medium NP, potasiium nitrat, amonnium nitrat, kalsium nitrat dan magnesium nitrat merupakan unsur penyedia sumber nitrat. Glisin berfungsi sebagai sumber asam amino dan sukrosa sebagai sumber karbohidrat (Ichihashi et al., 1998).
Menurut Sutarni (1989), unsur-unsur yang ada dalam suatu medium memiliki kegunaan bagi pertumbuhan tanaman atau jaringan tanaman. Kegunaan tiap-tiap unsur tersebut yaitu sebagai berikut :
1. Nitrogen (N), digunakan untuk memacu pertumbuhan tanaman secara umum, pada fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim dan persenyawaan lain.
2. Fosfor (P), dibutuhkan tanaman untuk pembentukan karbohidrat. Fosfor dibutuhkan pada waktu pertumbuhan benih, pembungaan, pemasakan buah dan biji.
20
3. Kalium (K), berfungsi memperkuat tubuh tanaman karena dapat menguatkan serabut-serabut akar. Unsur K juga dapat berfungsi sebagai hidratasi karena membantu pembentukan misel dalam dinding sel sehingga lebih mudah menyerap air. 4. Sulfur (S), sebagai pembentuk beberapa jenis protein seperti
asam amino dan vitamin B1. Selain itu, membantu pembentukan bintil akar dan pertumbuhan tunas baru.
5. Kalsium (Ca), berfungsi merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mengeraskan batang dan merangsang pembentukan biji karena umur unsur Ca bersama Mg akan memproduksi cadangan makanan.
6. Magnesium (Mg), kegunaan fosfat adalah sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein, lemak serta minyak. Dengan menambahkan unsur Mg maka kandungan fosfat dalam tanaman meningkat. Unsur Mg juga berfungsi dalam pembentukan klorofil karena unsur ini merupakan inti dari klorofil.
7. Besi (Fe), berfungsi sebagai penyangga yang penting guna menjaga kestabilan pH media saat digunakan menumbuhkan jaringan tanaman dan pembentukan klorofil.
8. Sukrosa, ditambahkan pada medium kultur in vitro sebagai sumber energi yang diperlukan untuk induksi kalus. Sukrosa dengan konsentrasi 2-5% merupakan sumber karbon.
21
Penggunaan sukrosa di atas konsentrasi 3% menyebabkan terjadinya penebalan dinding sel.
9. Myo-inositol, membantu diferensiasi dan pertumbuhan sejumlah jaringan. Apabila myo-inositol diberikan bersama auksin, kinetin dan vitamin, maka dapat mendorong pertumbuhan jaringan kalus.
10. Vitamin yang digunakan dalam media kultur in vitro antara lain Tiamin, Piridoksin dan Asam nikotonat. Fungsi Tiamin untuk mempercepat pembelahan sel pada meristem akar, juga berperan sebagai koenzim dalam reaksi yang menghasilkan energi. Asam nikotinat penting dalam reaksi-reaksi enzimatik sebagai prekursor dari beberapa alkaloid.
Selain unsur-unsur tesebut, dalam media kultur in vitro juga sering ditambahkan bahan organik untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman atau eksplan seperti air kelapa dan zat pengatur tumbuh. Air kelapa adalah salah satu bahan alami yang mampu menstimulir pembelahan sel epidermis dan mengarah pada pembentukan jaringan supaya beregenerasi lebih lanjut dan cepat (Morel, 1974). Air kelapa mengandung sejumlah hormon atau dikenal dengan sebuatn zat pengatur tumbuh (ZPT) sperti sitokinin 5,8 mg.L-1, auksin 0,07 mg.L-1, giberelin serta senyawa lain yang mampu menstimulasi perkecambahan dan pertumbuhan (Bey et al., 2006). Penggunaan air kelapa tua kurang berdampak positif karena
22
kandungan zat hara dalam air kelapa telah digunakan untuk pembentukan daging buah air kelapa.
4. Peran Sukrosa Dalam Pertumbuhan Tanaman
Gula atau sakarida pada umumnya diketahui berperan sebagai sumber energi, agen osmotik, pelindung stress dan molekul sinyal pada tanaman (Lipavska dan Konradova, 2004). Lebih spesifik lagi, pada spesies tenaman yang sulit diperbanyak secara in vitro, variasi rasio hormon pertumbuhan saja tidak dapat mengendalikan proses perkembangan tanaman secara in vitro tanpa pemberian komponen lain seperti karbohidrat (Ramage dan Williams, 2002). Sumber karbohidrat ini memiliki peran yang mendasar pada proliferasi tunas dan memengaruhi pertumbuhan tunas dan ketahanan hidupnya (Priyakumari et al., 2002).
Dalam kultur secara in vitro diperlukan gula sebagai sumber karbon dalam media untuk induksi dan perkembangan tanaman. Sukrosa adalah disakarida dari glukosa dan fruktosa yang telah banyak diaplikasikan dalam perbanyakan in vitro untuk berbagai tujuan Pada tanaman, sukrosa merupakan produk fotosintesis yang paling utama. (Priyakumari et al., 2002; Ramage dan Williams, 2002; Lipavska dan Konradova, 2004).
Sukrosa merupakan bentuk utama dalam transport gula dari daun ke bagian-bagian lain tanaman melalui sistem vaskuler. Keuntungan sukrosa dibandingkan glukosa sebagai bentuk transport gula mungkin karena atom karbon anomernya berada dalam keadaan terikat sehingga
23
dapat melindungi sukrosa dari serangan oksidatif atau hidrolitik oleh enzim-enzim tanaman sampai molekul ini mencapai tujuan akhirnya di dalam tanaman (Lehninger, 1982).
Dua hingga lima persen (2-5%) merupakan konsentrasi yang paling lazim digunakan dalam kultur jaringan pada berbagai jenis tanaman. Beberapa penelitian melaporkan bahwa konsentrasi sukrosa telah terbukti mempengaruhi pembentukan kalus. Pada kultur antera, bahan ini digunakan pada kisaran antara 2–13% tergantung respons antera yang dikultur di atasnya (Sopory dan Munshi, 1996; Maluszynski et al., 2003) baik untuk tujuan induksi pembentukan kalus, embriogenesis maupun regenerasinya. Hasil penelitian Obsuwan et al. (2015) tentang pengaruh konsentrasi sukrosa pada pertumbuhan biji Dendrobium antennatum ×
Dendrobium bigibbum melaporkan bahwa dari semua perlakuan variasi
konsentrasi sukrosa (0, 20, 30, 40 dan 60 g.L-1), pertumbuhan biji
Dendrobium antennatum × Dendrobium bigibbum yang maksimum
ditemukan pada biji yang dikulturkan pada medium dengan sukrosa 20 g.L-1.
Sukrosa pada media berperan dalam induksi maupun pendewasaan embrio somatik karena (1) sukrosa dihidrolisis enzim inverase dan sukrosa-sintase menjadi glukosa dan fruktosa yang bisa langsung dimanfaatkan tumbuhan, (2) hasil hidrolisis sukrosa meningkatkan konsentrasi osmotik media dan (3) sukrosa berperan sebagai sinyal bagi sintesis protein penyimpan. Dalam kultur in vitro anggrek, kandungan
24
gula pada medium kultur sangat berperan untuk pembungaan. Pentingnya gula (dalam bentuk sukrosa) sebagai sinyal dalam pembungaan diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram di atas menggambarkan faktor sinyal exogenus dan endogenus diduga diperlukan pada trasisi dari meritem apikal tunas (SAM/shoot apical meristem) dan meristem lateral tunas (SLM) menjadi meristem bunga/floral meristem (Sumber: J. A. Teixeira da Silva et al. 2014).
Bernier et al. (1993) menyatakan bahwa induksi pembungaan akan terjadi sebagai konsekuensi dari mekanisme kontrol multifaktorial, utamanya melalui jalur sinyal gula dan hormonal. Tanaman yang dikultur secara in vitro memiliki kemampuan yang sangat kecil untuk fotosintesis guna mendapatkan keseimbangan karbon yang positif (Hew dan Yong, 1977). Medium kultur umumnya mengandung semua faktor utama yang diperlukan dalam pembungaan Anggrek, seperti PGR, gula dan nutrien yang tergolong multifaktorial sesuai dengan hipotesis oleh Barrier et al. (1993). Faktanya, penambahan sukrosa pada media sangat berpengaruh
25
untuk multiplikasi tunas tersebut dan stimulasi in vitro flowering pada
Dendrobium Second Love (Ferreira, 2003).
Akumulasi pati dalam plastida sel-sel eksplan tanaman yang dikultur secara in vitro merupakan prasyarat bagi terjadinya morfogenesis, baik pada pembentukan maupun regenerasi kalus membentuk tunas (George, 1993; Saji dan Sujatha, 1998), dan segera menghilang saat meristimoid dan bakal tunas mulai terbentuk. Pati tersebut dibentuk dari sukrosa dan gula lain yang ditambahkan dalam medium kultur in vitro (Thorpe et al., 1986). Pada penelitian lain didapatkan bahwa sel/jaringan/organ yang membentuk kalus umumnya didahului dengan akumulasi pati sebelum pembentukan tunas dan akar (George, 1993). Peningkatan konsentrasi sukrosa dari 20 g.L-1 menjadi 30 g.L-1 dicatat menjadi konsentrasi yang optimum untuk regenerasi tunas pada kultur antera asparagus (Wolyn dan Nichols, 2003).
Peran sukrosa dalam pembentukan dan regenerasi kalus hingga pembentukan tunas dapat dijelaskan sebagai berikut; (1) Sukrosa dalam media diserap oleh eksplan melalui sel jaringan penghubung atau sel-sel mesofil melalui fenomena “apoplastic loading” (Maynard dan Lucas, 1982), (2) bahan tersebut diubah menjadi piruvat dan malat melalui 2 jalur utama, yaitu: jalur glikolisis dan oksidasi pentose fosfat. Glikolisis menghasilkan energi dalam bentuk ATP, kerangka karbon penting pembentuk asam amino (fosfogliserat (3C) dan asam piruvat (2C)) serta fosfoenolpiruvat (PEP, 3C) sebagai prekursor penting jalur sikimat untuk
26
membentuk asam-asam amino aromatik (Leustek et al., 2000; Kopriva et
al., 2002). Kemudian dari proses glikoslisis, piruvat akan diubah menjadi
asetil KoA melalui mekanisme dekarboksilasi oksidatif di dalam membran mitokondria. Asetil Koa masuk ke dalam siklus Krebss sebagai perkursor yang akan menggerakkan siklus tersebut. Pada siklus ini dihasilkan α-ketoglutarat (5C) dan oksaloasetat (4C) yang nantinya akan mengawali sintesis asam amino. Sedangkan, jalur pentose fosfat memiliki peran utama menyediakan NADPH sebagai sumber energi pada reaksi-reaksi biosintesis, ribose 5-fosfat untuk sintesis nukleotida dan eritrose 4-fosfat untuk sintesis turunan-turunan asam sikimat.
Pada jalur biosintesis yang berbeda, fosfogliserat akan diubah menjadi serine, sistein dan glysin. Piruvat akan diubah menjadi alanin, leusin dan valin. α-ketoglutarat menjadi salah satu kerangka karbon penting dalam siklus sintesis glutamate dan bersama dengan ion NH3, N2, asparagin, urea, asam-asam keton membentuk glutamin, glutamat, dan asam-asam amino (Leustek et al., 2000; Kopriva et al., 2002). Glutamin menjadi prekursor utama pembentukan histidin, asparagin, arginin, ureides, dan asam-asam nukleat. Dari glutamat akan terbentuk prolin, arginin, dan aminolevulinate (bahan penting pembentuk klorofil). Jadi pemberian sukrosa atau karbohidrat jenis yang lain sesungguhnya memacu regenerasi kalus, pembentukan tunas dan akar dalam kultur in
27
(Winarto et al., 2009). Berikut skema mekanisme glikolisis dan siklus krebs yang terjadi saat respirasi sel :
Gambar 3. Glikolisis dan Siklus Krebs yang disederhanakan untuk menunjukkan perannya dalam pembentukan senyawa esensial lainnya (Sumber: Salisbury, 1995).
Pengangkutan air dan mineral pada tumbuhan tingkat tinggi dilakukan melalui dua mekanisme yaitu mekanisme di luar berkas pembuluh (mekanisme ekstravaskuler) dan mekanisme pengangkutan di dalam pembuluh (pengangkutan vaskuler). Pengangkutan air dan mineral dari dalam media di luar berkas pembuluh ini dilakukan melalui 2
28
mekanisme, yaitu apoplas dan simplas (Sasmitamihardja et al., 1996). Pengangkutan apoplas dilakukan sepanjang jalur ekstraseluler yaitu terdiri atas bagian tak hidup dari akar tumbuhan, yaitu dinding sel dan ruang antar sel. Air dan mineral masuk dengan cara difusi. Sedangkan pada pengangkutan simplas, setelah air dan mineral terlarut masuk ke dalam sel epidermis bulu akar, kemudian bergerak dalam sitoplasma dan vakuola terus masuk dari satu sel ke sel lain melalui plasmodesmata hingga mencapai bagian silinder pusat (xilem). Plasmodesmata merupakan struktur berbentuk saluran melalui dinding-dinding sel pada hampir semua sel hidup pada tumbuhan (Sasmitamihardja et al., 1996).
Pada anggrek, induksi pembungaan secara in vitro juga dipengaruhi oleh tingkat dan rasio karbohidrat dan mineral. Konsentrasi nitrogen yang tinggi pada media menghambat pembungaan dan mendorong pertumbuhan vegetatif, sehingga konsentrasinya harus diturunkan (Ziv dan Naor, 2006). Pengaruh konsentrasi sukrosa pada perkembangan tunas bunga telah diteliti pada planlet yang dikultur pada medium MS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa 3 atau 6% mampu menginduksi bunga pada hampir 83-85% dari planlet
Spathiphyllum yang diuji (Dewir et al., 2007: 225).
Respons paling baik pada penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan sukrosa hingga 6% pada medium padat mampu meningkatkan kualitas pembungaan mulai dari tinggi dan diameter spandix Spathiphyllum (Dewir et al., 2007: 227). Pengaruh dari sukrosa
29
terhadap pertumbuhan tunas pembungaan juga telah dilaporkan pada beberapa spesies seperti Ortunella hindsii dan Fagopyrum esculentum (Kachonpadungkitti et al., 2001).
B. Kerangka Pikir
Anggrek merupakan tanaman hias yang berbunga. Pembungaan anggrek dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu faktor endogen atau otonom. Faktor otonom dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman anggrek yaitu dengan meningkatkan pertumbuhan pseudobulb. Peningkatan pertumbuhan dapat ditingkatkan melalui peningkatan konsentrasi sukrosa pada kultur in vitro. Sukrosa merupakan nutrisi yang berperan sebagai sumber energi dalam kultur in vitro. Penambahan sukrosa pada media kultur diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum. Secara skematis, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut :
Gambar 4. Bagan alur kerangka berpikir dalam penelitian. Cetak tebal: fokus penelitian. Otonom/Endogen = pertumbuhan vegetatif Pseudobulb GA3
Pembungaan
Vernalisasi Fotoperiodesasi Nutrisi- Sumber Karbon => Sukrosa - Mineral/Hara - Vitamin - Asam amino Hormon - Auksin - Sitokinin Anggrek
30 C. Hipotesis
Pada penelitian ini hipotesis yang diajukan yaitu sebagai berikut :
1. Penambahan konsentrasi sukrosa pada medium kultur in vitro akan mempengaruhi pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum.
2. Kandungan sukrosa pada konsentrasi tertentu dalam media akan menghasilkan pertumbuhan pseudobulb Dendrobium antennatum terbaik.