UNGKAPAN LARANGAN RAKYAT DI KENAGARIAN LUBUK LAYANG KECAMATAN RAO SELATAN KABUPATEN PASAMAN
Neti Fitreni 1), Yetty Morelent2), Dainur Putri2)
1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
2) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bung Hatta.
E-mail: Neti_Fitreni@yahoo.com ABSTRACT
The background of this research is there are still many people than believe abaout unknown forbidden statement. Teh purpose of this research to know the meaning and the function of forbidden statement in Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman. Theory of this research are Danadjaya (1991)and Amir (2013) about Indonesian Folklor. Kind of this research is qualitative research that used descriptive method. Babatthering data methodh that used in this rehering data methodh that used in this ressearch are interview and note. The data will be transcribed, translate, identifisstion, analysis, and result. The result of data is showed that three functions forbidden statement in Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman are the first forbidden statemen “urang sudah molahir ge ndo buliah disingguang kaki, beko bonten”. The second is “jangen
bopayuang di tongah rumah beko dibuyun lobah” and the first is “Jangen mombaco di waktu magrib beko buto mato wak”.Meaning which there are in expression of is prohibition order
represent symbolic meaning. Pursuant to result of research can be concluded that expression of is prohibition order which is used in general function to arrange someone behaviour in society.
Keyword : Expression of is Prohibition order, Folklor. PENDAHULUAN
Sumatera Barat adalah daerah yang memiliki banyak kebudayaan, salah satu budaya yang terkenal adalah budaya
Minangkabau. Setiap masyarakat
Minangkabau memiliki adat istiadat,
bahasa, suku dan tradisi yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan yang ada pada masyarakat Minangkabau menjadi suatu ciri khas kebudayaan yang menjadi kebanggaan daerah dan berkembang dalam
masyarakat dengan menggunakan tuturan kata secara lisan yaitu ungkapan larangan.
Ungkapan larangan merupakan
bentuk perkataan atau ungkapan yang dipercayai rakyat, tetapi tidak diketahui kebenarannya. Ungkapan dalam bahasa Minangkabau disampaikan sesuai dengan sifat dan tingkah laku masyarakat itu sendiri. Ungkapan larangan ini sering digunakan masyarakat yang berada di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman sebagai alat
pendidik anak supaya mereka tidak melanggar dan dapat mematuhi peraturan tersebut. Akan tetapi didikan yang terdapat dalam keyakinan itu diwujudkan dengan memberi kabar yang menakutkan bagi pendengarnya sehingga kalau dilihat dari proses berfikir normal, keyakinan itu tidak dapat diterima atau tidak masuk akal. Salah satu budaya yang diwariskan secara turun temurun adalah ungkapan larangan.
Ungkapan larangan telah dikenal masyarakat dari generasi ke generasi sehingga tidak dapat diketahui siapa
pencetus utamanya. Sesuatu yang
disampaikan secara turun temurun
dinamakan folklor.
Menurut Amir dalam Danadjaya (2013:162) menyatakan definisi folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun corak disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Sedangkan
media yang digunakan untuk
menyampaikan ungkapan larangan ini adalah bahasa. Bahasa memiliki berbagai macam fungsinya seperti bahasa daerah, dimana bahasa daerah ini memiliki fungsi sebagai alat komunikasi antar etnis,
sebagai sarana menunjukkan keakraban, sebagai sarana menunjukkan identitas daerah dan kebanggaan daerah. Apabila seseorang ingin menyampaikan maksud, keinginan, perasaan, atau pola pikir dapat disampaikan atau diwujudkan melalui bahasa.
Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Minangkabau. Bahasa Minangkabau merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama bagi sebagian besar masyarakat Minangkabau, bahasa Minangkabau juga merupakan salah satu bahasa daerah yang banyak memberi sumbangan terutama kosa kata dan
ungkapan. Ungkapan dalam bahasa
Minangkabau disampaikan sesuai dengan sifat dan tingkah laku masyarakat karena sifat dan tingkah laku seseorang akan terhambat dari bahasa dan tuturan kata
terutama dalam bentuk ungkapan
kepercayaan masyarakat.
Ungkapan larangan sudah melekat, hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat khususnya di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman. Ungkapan larangan ini dipakai dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat sekitar, dengan seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, ungkapan larangan ini tidak hilang begitu
saja, tetapi ada nilai-nilai yang terkandung dalam ungkapan tersebut. Seperti contoh ungkapan larangan yang masih melekat dipakai di masyarakat tersebut:
“urang manganduang ndo buliah duduak di muko pintu, beko payah molahia ge”, maksudnya adalah orang hamil tidak
boleh duduk di pintu, apabila ungkapan tersebut dilanggar maka nanti akan susah melahirkan.
“ anak gadih ndo buliah monoruih
ge korejo urang beko dapek laki urang”,
maksudnya adalah anak gadis tidak boleh melanjutkan pekerjaan seseorang, akibat dari ungkapan tersebut nantinya dapat suami orang. Dan dari sinilah peneliti tertarik untuk megungkapkan bentuk ungkapan larangan apa saja yang sering dipakai oleh masyarakat di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
Sebagian masyarakat merasa yakin dan percaya, terutama orang tua yang ingin mendidik anak-anak dan keluarganya. Penelitian tentang kepercayaan rakyat ini sangat penting untuk diteliti di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao selatan Kabupaten Pasaman, karena merupakan
suatu usaha untuk menggali dan
mengembangkan kembali pemakaian dan fungsi ungkapan larangan. Adapun judul
peneliti adalah Ungkapan Larangan Rakyat di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengggambarkan fungsi sosial ungkapan larangan di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman dan (2) untuk menggambarkan makna ungkapan larangan di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
KERANGKA TEORETIS
Kata folklor adalah
pengindonesiaan, dalam bahasa Inggris, yaitu folklor yang berasal dari folkn dan
lore. Folk sama artinya dengan kata
kolektif, sedangkan lore adalah tradisi Folklor dapat dikategorikan tiga golongan besar, (1) folklor lisan, (2) folklor sebagai lisan, (3) folklor bukan lisan. Amir
(2013:163) dikutip dari pendapat
Danandjaya.
Menurut Amir (2013:162) dikutip dari pendapat Danadjaya menyatakan
definisi folklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif yang tersebar darn diwariskan turun-temurun di antara kolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun corak disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.
Danandjaya mengutip pendapat Cervantes (1991:28) menjelaskan bahwa ungkapan adalah kalimat pendek yang
disarikan dari pengalaman panjang.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ungkapan adalah suatu perkataan yang khusus untuk menyatakan suatu maksud yang memiliki makna khusus yang berkembang di masyarakat dan belum diketahui kebenarannya.
Larangan menurut Kridalaksana (2008:140) adalah” ujaran yang bersifat melarang; diungkapkan dengan berbagai
bentuk, antara lain dengan bentuk
imperatif negatif jangan atau dengan frase ingkar tidak dibenarkan”.
Ungkapan larangan merupakan
bentuk perkataan atau ungkapan yang dipercayai rakyat, tetapi tidak diketahui kebenarannya. Ungkapan dalam bahasa Minangkabau disampaikan sesuai dengan sifat dan tingkah laku masyarakat itu sendiri. Ungkapan kepercayaan rakyat
terbentuk atas susunan kata yang
membentuk bahasa dan memiliki makna. Chaer (2009:43) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, atau bunyi ujaran yang mempunyai makna. Makna ungkapan diberikan langsung oleh informan.
Setiap daerah memiliki ungkapan dan memiliki makna berbeda karena makna yang didapatkan itu berasal dari informan yang berbeda. Masyarakat tidak selalu mempercayai ungkapan larangan karena tidak diketahui kebenarannya dan
masyarakat sering menduga bahwa
ungkapan larangan sebagai takhayul. Bahasa memiliki fungsi sebagai
alat untuk berinteraksi atau alat
berkomunikasi, dalam arti untuk
menyampaikan pikiran, gagasan, atau juga perasaan. Fungsi ini sejalan dengan pendapat Chaer dan Agustina (2010:15) juga mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan.
Ada tiga hal yang dijelaskan oleh para filsuf dan linguis sehubungan dengan usaha menjelaskan istilah makna. Ketiga hal itu, yakni: (1) menjelaskan makna
secara alamiah, (2) mendeskripsikan
kalimat secara ilmiah (3) menjelaskan
makna dalam proses komunikasi
kesopanan (Pateda, 2001: 79). Apabila seseorang mendengar kata tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau sesuatu yang diacu, dan apabila seseorang membayangkan sesuatu , ia segera dapat mengatakan pengertiannya itu. Hubungan
antara nama dengan pengertian itulah yang disebut makna (Pateda, 2001:82).
Chaer (2009:29) dikutip dari
pendapat Saussure menyatakan tanda bahasa (sign) adalah sebuah sistem tanda yang terdiri atas unsur signifie dan
signifiant. Signifie berarti „yang ditandai‟
atau „petanda‟merupakan makna yang ada pada benak kita, sedangkan signifiant berarti „yang menandai‟ atau „penanda‟ adalah bentuk yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Dengan kata lain, signifie itu adalah konsep atau makna suatu tanda bunyi, sedangkan signifiant adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa tersebut.
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Moleong, (2014: 4) mengutip
pendapat Bodgan dan Taylor
mendefinisikan metodologi kualitatif
sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Metode yang dipakai adalah
metode deskriptif. Menurut Moleong (2014: 11) metode deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, bukan gambar, dan bukan angka-angka. Dalam
hal ini adalah untuk mendapatkan
gambaran bentuk dan makna Ungkapan Larangan Rakyat di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
Data penelitian ini adalah
Ungkapan Larangan di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan dibantu oleh format, pedoman wawancara dan catatan yang didapatkan dari informan berupa pertanyaan. Selain itu, peneliti juga menggunakan alat bantu sebagai berikut : (1) tape recorder atau hp, digunakan sebagai alat perekam informasi pada saat wawancara berlangsung, (2) kertas dan pena untuk mencatat hal yang penting dari hasil wawancara serta informasi yang dianggap perlu.
Menurut Reniwati dan Nadra (2009: 36) informan adalah orang yang akan memberi data penelitian. Informan akan memberi informasi kebahasaan yang dicari oleh peneliti. Tanpa informan, penelitian tidak dapat dilakukan. Informan ini merupakan syarat mutlak dalam penelitian kebahasaan yang bersumber pada bahasa lisan.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari 6 orang yaitu : Nurma
(Masyarakat), Nurmala (masyarakat),
Nurhayati (masyarakat), Eliesti
(masyarakat), Salamah (masyarakat),
Radasmi (masyarakat). Penulis membatasi umur informan empat puluh tahun sampai enam puluh tahun, dikarenakan pada umumnya masyarakat yang berada pada usia itulah yang sering mengatakan atau memakai ungkapan larangan tersebut.
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah : (1) Melakukan studi pustaka, yaitu mencari referensi atau teori-teori yang berkaitan dengan peneliti. (2) Melakukan wawancara langsung dengan informan yang telah ditentukan dengan cara memberi beberapa pertanyaan kepada informan sesuai dengan tujuan penelitian. (3) Menanyakan apa saja ungkapan yang ada di daerah tersebut yang
diucapkan oleh informan untuk
memperoleh data yang ilmiah. (4)
Mentranskipkan data hasil rekaman ke dalam bahasa tulis, (5) menterjemahkan hasil rekaman ke dalam bahasa Indonesia.
Teknik analisis data dalam
penelitian ini adalah setelah data-data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan langkah berikut ini, (1) mengelompokkan data berdasarkan fungsi dan makna
ungkapan larangan, (2) menganalisis data yang telah diidentifikasi berdasarkan fungsi, dan makna ungkapan larangan, (3) menarik kesimpulan dan menulis laporan.
Pengaplikasian data ini dilakukan
dengan menanyakan kembali data
ungkapan larangan yang telah sudah diperoleh dari 6 informan yang telah ditunjukkan dan dipercayai masyarakat Nagari Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman. Penelitian tersebut dilakukan 2 Minggu pada bulan Mei tahun 2015. Penelitian dilakukan di Nagari Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten pasaman.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang masyarakat yang mengerti dan paham mengenai ungkapan
larangan. Data yang terkumpul ini
ditanyakan kepada responden yang
mewakili masyarakat melalui angket yang disebar kepada masyarakat di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman. Angket tentang
rasionalisasi ungkapan larangan ini
ditujukan untuk mengetahui apakah
ungkapan larangan tersebut masih
Angket ungkapan larangan dibagikan kepada 5 orang responden.
Berdasarkan ungkapan larangan
yang terkumpul selama penelitian,
ditemukan 61 ungkapan larangan.
Ungkapan larangan yang disampaikan oleh masing-masing informan dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 1 Jumlah Ungkapan Larangan
yang Disampaikan Informan
No Nama Jumlah Ungkapan
Larangan
1 Nurhayati 10 ungkapan
larangan
2 Nurmala 10 ungkapan
larangan
3 Nurma 9 ungkapan larangan
4 Eliesti 12 ungkapan larangan 5 Salamah 11 ungkapan larangan 6 Radasmi 10 ungkapan larangan
Setelah data terkumpul, peneliti mentranskripsikan data dalam bentuk rekaman ke dalam bentuk tulis. Peneliti kemudian mengambil data yang terkumpul
dan dikelompokkan menurut fungsi,
makna dan realisasi ungkapan larangan masyarakat Minangkabau di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.
Berdasarkan ungkapan larangan yang terkumpul selama penelitian, terdapat
61 ungkapan larangan yang disampaikan informan dengan tiga fungsi sosial dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2. Fungsi Sosial Ungkapan Larangan
No Fungsi Ungkapan Jumlah
Ungkapan
1 Melarang 18
2 Mendidik 20
3 Mengingatkan 23
Jumlah 61
Pada tebel 2 ditemukan fungsi sosial ungkapan larangan yaitu fungsi ungkapan larangan melarang terdapat 18 data, ungkapan larangan mendidik 20 data dan ungkapan larangan mengingatkan terdapat 23 data. Dari semua data yang terkumpul, terdapat 61 jumlah ungkapan larangan dengan tiga fungsi sosial.
Berdasarkan hasil penelitian
ditemukan tiga fungsi sosial ungkapan larangan dalam bahasa Minangkabau di Kenagaian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman. Fungsi sosial ungkapan larangan yang ditemukan adalah (1) melarang, (2) mendidik, dan (3) mengingatkan.
4.2.1.1 Fungsi Ungkapan Larangan Melarang
Fungsi ungkapan larangan melarang yang ditemukan adalah sebanyak 18 ungkapan.
Melarang berarti memerintah supaya tidak melakukan sesuatu, tidak memperbolehkan berbuat sesuatu (KBBI). Hal tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini:
Data (01)
Jangen monyegah olang non sodang
bobunyi, beko dapek ponyakik (jangan memanggil burung elang yang sedang berbunyi nanti dapat penyakit).
Data 01 adalah ungkapan larangan
melarang menurut ibu Nurhayati
(Masyarakat) yaitu jangen monyegah. Data yang disampaikan ibu Nurhayati ini ada kelima responden seperti ibu Nurhayati, ibu Nurma, ibu Nurmala, Eli dan Salamah menyetujui ungkapan larangan tersebut karena memang benar berakibat buruk jika ada yang melanggarnya . Ungkapan ini berfungsi melarang seseorang agar tidak menyapa elang yang sedang terbang. Data (04)
Urang monganduang ndo buliah duduak
dimuko pintu, beko payah molahia ge
(orang hamil tidak boleh duduk di depan
pintu nanti susah melahirkan).
Data 04 adalah ungkapan larangan
melarang menurut Ibu Nurhayati
(masyarakat) yaitu ndo buliah. Data yang
disampaikan ibu Nurhayati semua
responden menyetujuinya ungkapan
larangan tersebut karena ibu hamil tidak boleh duduk di depan pintu. Ungkapan ini berfungsi melarang ibu hamil agar tidak duduk di depan pintu.
4.2.1.2 Fungsi Ungkapan Larangan Mendidik
Fungsi ungkapan larangan mendidik yang ditemukan adalah sebanyak 20 ungkapan. Mendidik berarti memelihara dan memberi
latihan (ajaran, tuntutan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (KBBI offline). Hal tersebut dapat dilihat dari contoh berikut ini:
Data (02)
Jangen bopayuang di tongah rumah, beko
dibuyun lobah (jangan pakai payung di
Data 02 adalah ungkapan larangan mendidik yang disampaikan oleh ibu
Nurhayati (masyarakat) yaitu jangen
bopayuang. Data yang disampaikan oleh
ibu Nurhayati ada tiga responden yang menyetujui dan ada dua yang tidak menyetujui ungkapan larangan tersebut.
Responden yang setuju yaitu ibu
Nurhayati, ibu Salamah, dan ibu Eli, sedangkan yang tidak setuju adalah ibu Nurma dan Nurmala.
Ungkapan larangan ini sering digunakan oleh masyarakat Nagari Lubuk Layang. Ungkapan larangan ini berfungsi sebagai ungkapan larangan mendidik karena orang tua melarang anaknya berpayung di dalam rumah.
Data (03)
Jangen boguliang di tompek non indo
boatok, beko dilangkahi setan (Jangan tidur ditempat yang tidak ada atapnya, nanti dilangkahi setan).
Data 03 adalah ungkapan larangan mendidik yang disampaikan oleh ibu
Nurhayati (masyarakat) yaitu jangen
boguliang. Data yang disampaikan oleh
ibu Nurhayati semua responden
menyetujui ungkapan larangan tersebut karena sampai sekarang ungkapan tersebut masih digunakan. Ungkapan ini berfungsi untuk mendidik karena orang tua melarang anaknya untuk tiduran disembarang tempat apalagi di tempat yang tidak ada atapnya. 4.2.1.3 Fungsi Ungkapan Larangan
Mengingatkan
Fungsi ungkapan larangan mengingatkan yang ditemukan adalah sebanyak 23 ungkapan. Mengingatkan berarti memberi ingat, memberi nasehat (teguran) supaya ingat akan kewajibannya (KBBI offline). Hal tersebut dapat dilihat pada contoh berikut ini:
Data (05)
Urang monganduang ndo buliah maken buah non kombar, beko kombar anaknyo (orang hamil tidak boleh makan buah yang kembar, nanti anaknya kembar).
Data 05 ini adalah ungkapan larangan mengingatkan menurut ibu Nurhayati (masyarakat) yaitu ndo buliah. Data yang disampaikan oleh ibu Nurhayati semua responden menyetujui ungkapan larangan tersebut, tidak ada yang mengatakan tidak setuju karena sudah banyak terbukti jika ibu-ibu yang sedang hamil memakan buah-buahan yang kembar maka anaknya juga akan kembar. Ungkapan ini digunakan untuk mengingatkan orang yang lagi hamil agar tidak memakan buah yang kembar jika ia tidak menginginkan anak yang kembar.
Data (14)
Jangen mombaco diwaktu magrib, beko
rabun mato wak (jangan membaca diwaktu magrib nanti mata kita rabun).
Data 14 ini adalah ungkapan larangan mengingatkan yang disampaikan oleh ibu
Nurmala (masyarakat) yaitu jangen
mombaco. Data yang disampaikan oleh ibu
Nurmala kelima responden menyetujui ungkapan larangan tersebut karena cahaya
diwaktu sore kurang bagus untuk kita membaca dan akan bisa membuat mata rusak. Ungkapan ini digunakan untuk
mengingatkan seseorang agar tidak
membaca diwaktu magrib.
Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas hasil analisis data mengenai ungkapan larangan rakyat di Kenagarian Lubuk Layang
kecamatan Rao Selatan Kabupaten
Pasaman dapat dibedakan dalam bentuk Makna Ungkapan Larangan dan Fungsi ungkapan larangan.
Berdasarkan data penelitian
ditemukan fungsi sosial ungkapan larangan melarang terdapat 18 data, ungkapan larangan mendidik 20 data dan ungkapan larangan mengingatkan terdapat 23 data. Dari semua data yang terkumpul, terdapat 61 jumlah ungkapan larangan. Berdasarkan
data yang telah dianalisis dapat
disimpulkan bahwa ungkapan ada 1 responden yang lebih banyak menyetujui mempercayai ungkapan larangan tersebut seperti : Jangen monyegah olang non
sodang bobunyi, beko dapek ponyakik
(Jangan menyapa elang yang sedang berbunyi, nanti dapat penyakit). Ungkapan ini semua responden menyetujui dan
mempercayai dan ungkapan ini tidak hilang, masih dipakai oleh masyarakat Nagari Lubuk Layang. Ungkapan ini juga memiliki fungsi yang terkandung di dalamnya yaitu fungsi melarang kepada seseorang agar tidak menyapa elang yang sedang berbunyi karena elang yang sedang terbang tinggi tidak akan mendengar apabila kita memanggilnya dengan kata lain itu hanya perbuatan yang sia-sia.
Ungkapan yang kedua yang semua responden menyetujui dan mempercayai ungkapan tersebut adalah seperti Jangen
boguliang di tompek non indo boatok, beko dilangkahi setan (Jangan tiduran di tempat
yang tidak ada atapnya, nanti dilangkahi setan), ungkapan ini masih dipercayai dan dipakai oleh masyarakat Lubuk Layang,
ungkapan ini memiliki fungsi
mengingatkan seseorang agar tidak tidur disembarangan tempat karena ungkapan larangan ini masih dipakai dan diyakini oleh masyarakat setempat, dan makna dari ungkapan larangan adalah mengingatkan seseorang agar tidak tidur disembarang tempat, karena tempat tidur itu ada di dalam rumah atau di kamar, sangat tidak baik jika ada orang tidur di luar rumah dan bisa membahayakan dirinya.
Ungkapan Urang monganduang
ndo buliah duduak di muko pintu, beko
payah molahir ge (Orang hamil tidak boleh
duduk di depan pintu, nanti susah melahirkan), ungkapan larangan ini masih dipercayai dan dipakai masyarakat dan
semua responden menyetujui kalau
ungkapan larangan ini tetap dipakai dan tidak ada yang berani untuk melanggarnya
karena takut mendapat akibatnya.
Ungkapan ini memiliki fungsi melarang orang yang sedang hamil agar tidak duduk di pintu, dan ungkapan ini memiliki makna yaitu seorang ibu hamil jangan duduk di pintu karena pintu adalah tempat orang lewat dan itu akan membahayakan kandungannya dan bisa membuat perutnya tersandung.
Ungkapan Urang monganduang
ndo buliah maken buah non kobar, beko anaknyo kombar (Orang hamil tidak boleh
makan buah yang kembar, nanti anaknya kembar), ungkapan larangan ini masih
dipercayai dan semua responden
menyetujui kalau ungkapan ini tetap dipakai dan tidak berani melanggarnya jika seorang ibu hamil itu tidak menginginkan anak yang kembar. Makna ungkapan ini adalah ibu hamil kalau mau makan jangan buah-buahan yang kembar jika ia tidak menginginkan anak yang kembar.
Ungkapan Jangen kolua rumah di
(Jangan keluar rumah di waktu magrib, nanti dilarikan setan), ungkapan ini masih
dipercayai dan semua responden
menyetujui kalau ungkapan ini tetap
dipakai masyarakat Lubuk Layang.
Ungkapan ini memiliki fungsi mendidik seseorang agar tidak keluar pada waktu magrib, dan ungkapan ini memiliki makna mendidik seseorang agar tidak keluar pada waktu magrib karena magrib adalah waktu untuk shalat, jika seseorang keluar maka ia akan meninggalkan shalat magribnya.
Ungkapan Jangen mombaco di
waktu mogorid, beko rabun mato wak
(jangan membaca di waktu magrib, nanti mata kita rabun), ungkapan ini masih
dipakai dan semua respoden
menyetujuinya karena petuah dari orang terdahulu dan tidak ada masyarakat yang
berani melanggarnya. Ungkapan ini
memiliki fungsi mengingatkan seseorang agar tidak membaca pada waktu magrib
dan ungkapan ini memiliki makna
mengingatkan seseorang agar tidak
membaca di waktu magrib karena magrib adalah waktu untuk shalat dan waktu magrib juga kurang bagus untuk membaca karena cahayanya kurang terang.
Ungkapan larangan yang kelima responden tidak menyetujui dan tidak mempercayai karena itu hanya kata
larangan dan tidak ada hubungannya dengan ungkapan tersebut adalah Jangen
moukua tinggi baden pakei jongka tangen, beko copek mati (jangan mengukur tinggi
badan pakai jari tangan, nanti cepat mati), karena tidak masuk akal kalau mengukur tinggi badan pakai jari tangan akan cepat meninggal, fungsi ungkapan larangan ini adalah mengingakan seseorang agar tidak mengukur tinggi badannya pakai jari tangan, dan makna ungkapan larangan ini adalah seseorang jika ingin mengukur tingginya gunakanlah alat yang sudah ada dan yang semestinya digunakan, sangat lucu apabila ada orang yang melihat seseorang mengukur tinggi badannya menggunakan jarinya.
Berdasarkan analisis data dan dari
ungkapan tersebut peneliti telah
menemukan ungkapan larangan yang disetujui dan dipercayai oleh kelima responden dari nagari Lubuk Layang, ungkapan tersebut masih melekat, masih ada dan dipercayai, dari masing-masing ungkapan itu juga memiliki fungsi dan makna ungkapan larangan yang berbeda
dari masing-masing ungkapan, dan
ungkapan yang terakhir juga ada ungkapan yang tidak disetujui kelima responden karena tidak masuk akal dan tidak ada hubungannya.
Hasil penelitian menurut peneliti sebelumnya yaitu Juli Hardani (2014) mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Bung Hatta,
melakukan penelitian dengan judul
“Ungkapan Larangan Rakyat di Pilubung
Kecamatan Sungai limau Kabupaten
Padang Pariaman Sumatera Barat: Suatu Tinjauan Dari Pemakaian, Fungsi dan Nilai-Nilai Edukatif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu: Nilai edukatif yang menyangkut tentang budi pekerti, nilai pendidikan sosial, dan nilai kesejahteraan
keluarga, peneliti sebelumnya
mendapatkan 40 ungkapan larangan
terbagi untuk pemakaian, I data untuk fungsi sebagai penebal emosi 28 data untuk fungsi alat pendidikan anak remaja, untuk nilai budi pekerti 3 data, 6 data
untuk nilai sosial, 6 data untuk
kesejahteraan, sedangkan peneliti sekarang membahas ungkapan larangan mengenai fungsi ungkapan larangan sebanyak 18 data untuk melarang, 20 data mendidik dan 23 data untuk mengingatkan dan makna setiap ungkapan larangan yang ada di daerah tersebut.
Perbedaan penelitian peneliti
dengan penelitian sebelumnya terdapat pada pamakaian, fungsi, dan makna ungkapan larangan. Peneliti sebelumnya
memakai fungsi penebal emosi dan fungsi
alat pendidikan, sedangkan peneliti
sekarang membahas fungsi melarang, mendidik, dan mengingatkan karena dari semua data yang terkumpul peneliti banyak menemukan ungkapan larangan dengan tiga fungsi tersebut. Persamaan peneliti sekarang dengan penelti terdahulu
yaitu sama-sama membahas tentang
ungkapan larangan tetapi terdapat di daerah yang berbeda.
PENUTUP
Pada bagian ini, dikemukakan simpulan penelitian serta beberapa saran yang berhubungan dengan hasil penelitian ini. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dalam
penelitian dapat disimpukan bahwa
ungkapan larangan rakyat di Kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan
Kabupaten Pasaman adalah sebagai
berikut:
Pertama, ungkapan larangan di
kenagarian Lubuk Layang Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman ungkapan yang didapatkan peneliti ada 61 ungkapan
dari semua ungkapan tersebut ada
beberapa responden yang menyetujui dan ada juga responden yang tidak menyetujui.
Ungkapan ini sudah lama melekat dan hidup di tengah-tengah masyarakat dan diwariskan secara turun-temurun, sehingga kita sekarang tidak tahu lagi siapa yang menciptakan ungkapan larangan tersebut. Kedua, setiap ungkapan larangan memiliki
makna dan ungkapan yang telah
didapatkan itu memiliki makna tersendiri yang sesuai dengan kepercayaan dan kebiasaan yang terdapat di kenagarian tersebut. Makna yang terdapat dalam ungkapan larangan tersebut merupakan
makna simbolis.Yang ketiga, setiap
ungkapan larangan memiliki fungsi
tersendiri seperti fungsi ungkapan larangan melarang 18 data, ungkapan larangan mendidik 20 data dan ungkapan larangan mengingatkan 23 data.
Saran
Saran yang dapat peneliti
sampaikan adalah sebagai berikut : yang
Pertama, untuk sebagai pedoman guru
dalam memberi pesan dalam pengajaran, guru dapat memberikan pelajaran dan pesan melalui ungkapan larangan yang diketahuinya. Kedua, sebagai pedoman untuk kaum muda agar lebih menjaga tingkah laku dan adat sopan santun dalam
bertindak karena ungkapan larangan
tersebut harus bisa dilestarikan yang sudah lama melekat dan berkembang di daerah
tersebut agar ungkapan tersebut tidak hilang dan untuk para generasi muda agar bisa mengetahui apa saja larangan yang ada di nagari mereka dan nantinya generasi muda dapat meneruskannya untuk generasi berikutnya supaya ungkapan larangan tidak hilang begitu saja dan di dalam ungkapan dijelaskan bahwa setiap perbuatan manusia akan menyebabkan suatu akibat. Ketiga, bagi peneliti berikutnya agar mendapatkan acuan dalam pembuatan skripsinya.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan
Indonesia. Yogyakarta: Andi
Chaer, Abdul dan Leoni Agustina. 2010.
Sosiolinguistik Perkenalan
Awal.Jakarta: Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar Semantik
Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta
Danandjaya, James. 1991. Folklor
Indonesia. Jakarta : Grafiti
Departemen Pendidikan Nasional. 2001.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Ke Tiga.
Jakarta:Balai Pustaka
Firstiana, Febriadeti. 2015. “Ungkapan
Larangan Dalam Masyarakat
Minangkabau di Kenagarian
Bunuhampu Kabupaten Agam”.
(Skripsi). Padang : Bung Hatta Hardani, Juli. 2014. “Ungkapan Larangan
Rakyat di Pilubang Kecamatan Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman Sumatera Barat : Suatu Tinjauan Dari Pemakaian, Fungsi
Dan Nilai-Nilai Edukatif”.
(Skripsi). Padang. BungHatta Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus
Linguistik. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta : Raja Grafindo Persada Nurdian, Nella. 2015. Ungkapan Larangan
Rakyat di Kenagarian Lubuk
Pandam Kecamatan 2X 11 Enam
Lingkung Kabupaten Padang
Pariaman. (Skripsi). Padang : Bung
Hatta
Pateda, Mansoer. 2001. Semantik
Leksikal.Jakarta : Rineka Cipta
Reniwati dan Nandra. 2009. Dialektologi
Teori Dan Metode. Padang