1
DIKAITKAN DENGAN POJK NO.32/POJK.04/2015 DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM
A. Latar Belakang
Di Indonesia, khususnya dalam era globalisasi, peran pasar modal merupakan hal penting dalam hal mendorong perekonomian negara agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Perkembangan pasar modal di dalam negeri dewasa ini telah
menunjukkan pengaruh positifnya dalam mendorong
perekonomian.1 Salah satu kemajuan dalam perekonomian bangsa
Indonesia yang diakibatkan oleh pasar modal tampak terutama dalam hal proses pembangunan. Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan Indonesia saat ini tentu membutuhkan dana yang tersedia secara berkesinambungan yang nantinya akan digunakan untuk membiayai pembangunan nasional tersebut. Sama halnya suatu perusahaan memerlukan dana secara berkesinambungan untuk membiayai kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan tersebut.
1
Press Release, PR No:014/BEI.SPR/06-2015, “BEI Siap Memacu Langkah Menuju Bursa Berstandar Internasional”, 2015, <http://www.idx.co.id>, [diakses pada tanggal 01/07/2015]
Salah satu sarana yang berperan strategis dalam pembangunan nasional dan sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat adalah melalui Pasar Modal, dimana hal ini dinyatakan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar
Modal (selanjutnya disebut UUPM).2 Pasar Modal merupakan salah
satu alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan dan perusahaan.3
Pasal 1 ayat (13) UUPM memberikan pengertian tentang Pasar Modal, yang menyatakan bahwa:
“Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.”
UUPM dalam memberi arti kepada pasar modal tidak memberi suatu definisi secara menyeluruh melainkan lebih menitikberatkan kepada kegiatan dan para pelaku dari suatu pasar
modal.4 Secara sederhana, pasar modal menjadi sarana investasi
bagi investor, dimana investor yang ingin mengembangkan sektor riil dan tidak memperoleh kecukupan dana, dapat memperolehnya di pasar modal melaui emisi saham. Bagi perusahaan, pasar modal
2
C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil, Pokok-pokok Hukum Pasar Modal, Jakarta: Pustaka Harapan, 2002, hlm. 42.
3
Pandji Anogara, Piji Pakarti, Pengantar Pasar Modal, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2001, hlm.1.
4
Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), cet 2, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 11.
adalah sarana untuk memperoleh sumber dana bagi kegiatan operasional perusahaan.
Alternatif pembiayaan bagi suatu perusahaan berkembang yang ingin melakukan ekspansi usaha berdasarkan prinsip keuangan korporasi, salah satunya adalah melalui Go Public, yakni membagi kepemilikan saham dengan publik dan sebagai kompensasinya, perusahaan memperoleh tambahan modal yang
diperlukan dengan diawali penawaran umum kepada masyarakat.5
Melalui penawaran saham kepada investor, perusahaan dapat memperoleh dana, hal ini dinamakan penawaran umum (Initial Public Offerring), dimana dalam Pasal 1 ayat (15) pada Bab 1 UUPM, dinyatakan bahwa:
“penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya.”
Suatu perusahaan yang sudah Go Public, nilai perusahaan tercermin dari harga saham perusahaan tersebut. Upaya memaksimalkan nilai perusahaan dilakukan melalui berbagai keputusan. Melalui berbagai kegiatan, perusahaan bertujuan
mencapai sasaran tertentu seperti meningkatkan modal
perusahaan, meningkatkan likuiditas perdagangan saham serta sasaran lainnya. Salah satu kegiatan perseroan yang dapat dilakukan oleh emiten adalah right issue.
5
Di beberapa negara di dunia, telah banyak perusahaan yang menggunakan right issue sebagai pilihan utama untuk memperoleh dana. Sama halnya di Indonesia, berdasarkan data yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, sejak tahun 2001 hingga tahun 2014 ada lebih dari 100 perusahaan yang telah melaksanakan penerbitan right issue. Setiap tahunnya tidak banyak perusahaan yang melakukan right issue, namun dilakukannya penawaran umum melalui right issue bertujuan untuk memperoleh tambahan modal bagi perusahaan.
Right issue sendiri atau hak memesan efek terlebih dahulu (selanjutnya disebut HMETD) adalah hak yang diberikan kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh emiten pada saat itu sebelum saham-saham tersebut ditawarkan kepada pihak lain. Dalam pasar modal, mengenai right issue telah diperbaharui dalam POJK Nomor
32/POJK.04/2015 tentang Penambahan Modal Perusahaan
Terbuka dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang telah berlaku secara efektif sejak Januari 2016, menggantikan peraturan lama yang sudah tidak diberlakukan lagi, yaitu Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-26/PM/2003, Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.D.1 tentang HMETD.
Hak yang diperjualbelikan dalam right issue sering disebut dengan pre-emptive rights, yaitu suatu hak untuk menjaga proporsi
presentase kepemilikan saham bagi pemegang saham lama di
suatu perusaahan sehubungan dengan saham baru.6 Pre-emptive
rights sebagai dasar pelaksanaan right issue memberikan kewenangan kepada pemegang saham emiten untuk mengambil bagian dalam penerbitan saham baru tersebut, melalui Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS). Hak ini dapat diperjualbelikan kepada pihak lain, apabila pemegang saham lama tadi tidak menggunakan haknya untuk membeli saham baru, maka ia akan mengalami penurunan persentase atas kepemilikan saham tersebut, yang dikenal dengan istilah dilusi.
Dilusi dapat diartikan sebagai penurunan persentase pemilikan dari pemegang saham suatu perusahaan sebagai akibat
dari bertambahnya jumlah saham yang beredar.7 Keputusan
perusahaan untuk menerbitkan right issue akan berpengaruh terhadap return yang diperoleh oleh pemegang saham, salah satunya terhadap penurunan harga saham yang diikuti oleh penurunan return pemegang saham.
Setiap proses pelepasan saham perusahaan terbuka, salah satunya melalui bentuk penawaran umum melalui penerbitan right issue, emiten wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku di pasar modal khususnya mengenai Penambahan Modal
6
Op.Cit. (Note 3), hlm. 72
7 “Istilah Dalam Saham/Kamus Pasar Modal”, <www.belajarinvestasi.net>
Perusahaan Terbuka dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang diatur dalam POJK Nomor 32/POJK.04/2015.
Pada praktik sebelum berlakunya POJK Nomor
32/POJK.04/2015, dalam rangka penambahan modal dengan right issue, pelaksanaan RUPS untuk menyetujui atau tidaknya pelaksanaan right issue tersebut baru dapat dilakukan setelah pernyataan pendaftaran untuk penawaran umum dalam rangka penambahan modal tersebut telah menjadi efektif. Apabila pernyataan pendaftaran belum menjadi efektif, maka hal ini dapat mengakibatkan mundurnya pelaksanaan RUPS. Mekanisme atau proses ini dianggap kurang fleksibel bagi PT Tbk dikarenakan dianggap menimbulkan ketidakefektifan khususnya bagi para pemegang saham.
Ketidakefektifan proses pelaksanaan penerbitan right issue tersebut diatas menjadi masalah pula karena persetujuan dari pemegang saham yang dilaksanakan melalui RUPS baru bisa dilaksanakan setelah adanya pernyataan efektif dari OJK untuk dapat menerbitkan right issue. Walaupun pada saat RUPS para pemegang saham dapat menggunakan haknya untuk menyetejui atau tidak menyetujui penerbitan right issue yang akan dilaksanakan perusahaan, namun pada saat RUPS, pemegang saham yang tidak setuju akan tetap terdilusi haknya, karena hal
tersebut sudah menjadi resiko seperti yang diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1.
Hal tersebut diatas menjadi alasan dikeluarkannya ketentuan
baru yaitu POJK Nomor 32/POJK.04/2015, sebagai
penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1. Keluarnya peraturan baru tersebut, memberikan perbedaan yang cukup signifikan tentang proses penerbitan right issue yang diatur dalam ketentuan lama dengan ketentuan baru. Tidak hanya itu, terdapat perbedaan dalam hal perlindungan bagi pemegang saham yang sebelumnya tidak diatur dalam peraturan lama, kini diatur lebih jelas dalam peraturan baru.
Menurut data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (selanjutnya disebut BEI), jumlah perusahaan yang melakukan penerbitan saham perdana baru, yaitu right issue di sepanjang tahun 2014 mencapai 22 emiten atau turun dibandingkan di tahun
sebelumnya sebesar 30 emiten.8 Sejalan dengan jumlah
perusahaan yang melakukan right issue tersebut, tidak sedikit pula dengan terdapat pengaduan kepada Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut OJK) terkait dengan adanya penurunan jumlah nilai saham yang dianggap merugikan oleh pemegang saham.
Salah satu perusahaan yang telah melaksanakan
penawaran umum di Indonesia adalah PT BW Plantation Tbk
8
(selanjutnya disebut BWPT), yang merupakan produsen minyak sawit mentah yang berbasis di Kalimantan, pada tahun 2014 lalu melakukan penerbitan saham baru melalui right issue, berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1. Tujuan dilakukannya penawaran umum tersebut adalah untuk mengakuisisi Group Green Eagle dan sisanya akan digunakan untuk modal kerja perusahaan.
Hasil RUPS yang dilaksanakan para pemegang saham PT BWPT akhirnya mengizinkan perusahaan untuk menerbitkan right issue. Setiap pemegang satu saham lama berhak mendapat masing-masing jumlah bagian saham sesuai dengan rasio yang telah ditentukan dalam prospektus. Meskipun begitu, kepemilikan pemegang saham terdilusi sebesar 85,71%. Hal ini sempat memicu protes dari pemegang saham sebab merugikan mereka yang sebelumnya telah memegang saham BWPT sehingga beberapa
pemegang saham sempat mengajukan laporan kepada OJK9, yang
kini sebagai lembaga yang menggantikan peran Bapepam-LK dalam melaksanakan tugas dan pengaturan kegiatan jasa keuangan di Pasar Modal sebagaimana diatur dalam Pasal 6 huruf b UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK. Para pemegang saham
9 “Valuasi BWPT, Pasca Tuntasnya RUPSLB Right Issue Rp. 10,81 Triliun”,
meminta perlindungan terkait dengan adanya kegiatan perusahaan yang dianggap merugikan.
Berdasarkan masalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hak dan kedudukan pemegang saham, dikarenakan dalam pelaksanaannya, masih banyak masyarakat publik sebagai pemegang saham yang masih belum memahami mengenai hak-hak apa saja yang ia miliki dalam rangka menghindari terjadinya dilusi pada praktik pelaksanaan penerbitan right issue, serta apa saja tindakan-tindakan perlindungan yang dapat diambil apabila suatu perusahaan publik (emiten) yang melakukan right issue dalam rangka memperoleh tambahan modal untuk memperkuat struktur modal perusahaan, tidak memperhatikan ketentuan perundang-undangan sebagaimana mestinya sehingga akhirnya berdampak kerugian terhadap para pemegang saham.
Berdasarkan pengamatan dan penelitian yang telah peneliti lakukan di Perpustakaan Mochtar Kumaatmadja Universitas Padjadjaran, terdapat penelitian tentang Perlindungan Hukum Pemegang Saham pada program studi ilmu hukum di Universitas Padjadjaran, diantaranya:
1. Perlindungan Hukum bagi Pemegang Saham Minoritas yang Dirugikan oleh Hasil RUPS Dihubungkan dengan Individual Action Menurut UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
oleh Ricky Gunawan, Tahun 2010. Penelitian ini membahas tentang mekanisme Individual Action atau gugatan individual yang diatur dalam UUPT dalam rangka melindungi pemegang saham minoritas akibat tidak terdapatnya ketidakseimbangan antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang saham minoritas pada Perseroan Terbatas.
2. Perlindungan Investor pada Penawaran Umum Terbatas Dalam Rangka Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu yang Disertai Waran di PT Surabaya Agung Industri Pulp dan Kertas Dihubungkan dengan UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas oleh Ferry Zulkarnaen Syamsudin, Tahun 1997. Penelitian ini membahas tentang perlindungan investor dalam pelaksanaan HMETD yang disertai waran.
Penelitian di atas memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dikaji oleh peneliti. Peneliti membahas dan menganalisis mengenai pelaksanaan penerbitan right issue dikaitkan dengan ketentuan baru yang dikeluarkan oleh OJK serta menganalisis hak dan kedudukan para pemegang saham dalam penerbitan right issue oleh PT Tbk yang dihubungkan dengan perlindungan hukumnya apabila perusahaan melakukan tindakan yang merugikan selama pelaksanaan right issue berlangsung. Bertitik tolak dari permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk Skripsi dengan judul “PRAKTIK PENERBITAN HAK MEMESAN
NO.32/POJK.04/2015 DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang terlah diuraikan diatas, penulis mengidentifikasikan beberapa permasalahan antara lain:
1. Bagaimana pelaksanaan penerbitan Right Issue (HMETD) PT Tbk dalam POJK Nomor 32/POJK.04/2015 dibandingkan dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang HMETD? 2. Bagaimana hak pemegang saham dalam penerbitan Right
Issue dalam rangka perlindungan apabila terjadi kerugian berdasarkan hukum pasar modal?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dengan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk meneliti dan menganalis pelaksanaan penerbitan right issue dalam praktik berdasarkan POJK Nomor 32/POJK.04/2015 dibandingkan dengan Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang HMETD.
2. Untuk mengetahui, memahami, dan menganalisis hak dan kedudukan pemegang saham dalam penerbitan Right Issue
dihubungkan dengan perlindungan hukum apabila terjadi kerugian akibat perbuatan melawan hukum berdasarkan hukum pasar modal
D. Kegunaan Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaaan sebagai berikut:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran dalam usaha untuk mengembangkan ilmu hukum pada umumnya, khususnya hukum perusahaan dan hukum pasar modal.
2. Kegunaan praktis
a. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia serta departemen pemerintahan lainnya yang terkait dalam pengaturan perseroan terbatas dalam upaya menyusun peraturan yang
lebih komprehensif mengenai perseroan terbatas,
khususnya pengaturan mengenai perlindungan bagi investor.
b. Dapat memberikan informasi atau gambaran kepada masyarakat, khususnya pelaku usaha mengenai aspek
yuridis perlindungan yang diberikan oleh UUPT terhadap investor;
c. Dapat memberikan informasi atau gambaran kepada masyarakat khususnya pelaku usaha mengenai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan publik dalam Pasar Modal, khususnya kegiatan perusaahaan dalam rangka memperoleh tambahan modal;
d. Dapat memberikan masukan bagi kalangan akademis atau pihak-pihak lainnya yang tertarik untuk meneliti masalah ini lebih lanjut.
E. Kerangka Pemikiran
Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan tentang hakikat pembangunan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Pernyataan ini menunjukkan bahwa pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
Secara khusus tujuan pembangunan nasional yang telah dituang dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) merupakan amanat yang diberikan Negara kepada pemangku kepentingan untuk mewujudkan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Hal tersebut berarti bahwa pembangunan nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan dari wawasan nusantara serta memperkokoh ketahanan nasional, yang diselenggarakan dengan membangun bidang-bidang pembangunan yang diselaraskan dengan sasaran jangka panjang yang ingin diwujudkan.
Sejak Garis-Garis Besar Haluan Negara tidak lagi digunakan sebagai pedoman pembangunan di era reformasi, Indonesia memerlukan perencanaan pembangunan nasional yang berdimensi waktu jangka panjang. Penggantinya dilanjutkan dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 yang kemudian secara spesifik tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (selanjutnya disebut RPJPN) pengaturannya terdapat di
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.
RPJPN adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional selama jangka 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, yang ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Hal tersebut
dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan yang disepakati bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat sinergis dan koordinatif.
RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJPN, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi
makro yang mencakup gambaran perekonomian secara
menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif.10
10 Ridwan Maulana, “Gambaran dan Analisis Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Indonesia”, 2010-2014, <https://www.academia.edu/7537950/RPJMN_DAN_RPJPN> [diakses pada 11/06/2015]
Pelaksanaan rencana pembangunan jangka panjang yang dilaksanakan secara merata di seluruh tanah air dan seluruh golongan masyarakat pada dasarnya harus memiliki akibat bagi seluruh rakyat khususnya dalam perbaikan tingkat hidup dalam berbagai aspek. Salah satu aspek yang cukup berpengaruh dalam menentukan keberhasilan pembangunan nasional khususnya dalam rangka perbaikan tingkat hidup masyarakat adalah aspek ekonomi.
Aspek ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan yang mutlak oleh suatu Negara dalam menuju kesejahteraan umum. Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 33 UUD 1945 ayat (4) sebagai landasan bagi sistem ekonomi Pancasila, yang berbunyi:
“Perekonomian Nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,
efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan
lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Keberhasilan pertumbuhan ekonomi pada suatu Negara akan terlihat pada gerak laju pertumbuhan pembangunan ekonomi yang lancar dan peningkatan taraf hidup rakyat banyak sesuai dengan tujuan nasional dan baik pada seluruh pihak dari negara tersebut maupun pihak lainnya. Gerak laju dan pertumbuhan ekonomi suatu Negara yang terhambat dan kurang lancar, sebaliknya juga dapat mempengaruhi pembangunan pada negara tersebut sehingga segala sesuatu yang berhubungan dengan
kegiatan-kegiatan dalam perekonomian juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Mochtar Kusumaatmadja mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan kaidah-kaidah serta asas-asas yang mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat yang bertujuan memelihara ketertiban yang meliputi lembaga-lembaga dan proses-proses guna mewujudkan berlakunya kaidah itu sebagai kenyataan dalam masyarakat. Mochtar menegaskan tujuan dari hukum, yaitu untuk mencapai ketertiban demi terciptanya keadilan. Keadilan sebagai tujuan hukum, erat kaitannya dengan kedudukan dan hak yang sama bagi semua orang di dalam hukum. Hal ini berlaku pula dalam dunia usaha sebagai salah satu penunjang penting perekonomian nasional.
Hukum dalam bidang ekonomi memiliki peran penting sebagai penyeimbang dan pengakomodir kepentingan-kepentingan para pihak yang saling bersaing. Terdapat 5 (lima) unsur yang harus dikembangkan supaya tidak menghambat ekonomi dalam
pembangunan dan memiliki peran dalam mendorong
the special development abilities of the lawyer.11 Unsur pertama dan kedua di atas tersebut merupakan persyaratan supaya sistem ekonomi berfungsi. Stabillity berfungsi untuk mengakomodasi dan menghindari kepentingan-kepentingan yang saling bersaing, sedangkan fairness atau aspek keadilan seperti persamaan didepan hukum, standar sikap pemerintah, adalah perlu untuk memelihara mekanisme pasar dan mencegah birokrasi yang
berlebihan.12 Tidak adanya standar tentang apa yang adil dan apa
yang tidak adil adalah masalah besar dihadapi oleh Negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia sehingga dalam mencapai tujuan pembangunan, khususnya di bidang ekonomi, Indonesia perlu didukung oleh suatu undang-undang yang dapat menjamin terselanggaranya iklim dunia usaha yang adil dan kondusif, salah satunya adalah ketentuan-ketentuan di bidang pasar modal yang berperan penting dalam perekonomian.
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara dikarenakan Pasar Modal bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Pasar Modal menurut UUPM didefinisikan sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang
11
Leonard J. Theberg, Law and Economic Development, Journal of the
International Law and Policy, vol. 9:231, 1980, hlm. 232
12
berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Secara sederhana, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar yang memperjualbelikan berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri yang diterbitkan oleh
perusahaan swasta.13
Setiap aktifitas dalam pasar modal pada dasarnya melibatkan dana masyarakat, dalam hal ini pemodal, maka diperlukan suatu aturan khusus guna melindungi kepentingan masyarakat pemodal menyangkut informasi atas efek yang diperdagangkan oleh perusahaan terbuka, karena penentuan harga di Pasar Modal dipengaruhi oleh suatu informasi atau fakta materiil,
suatu informasi mencerminkan suatu harga.14 Pasal 1 angka 7
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 menyebutkan yang dimaksud dengan informasi atau fakta materiil adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Informasi yang harus disampaikan kepada publik adalah informasi yang akurat dan
lengkap sesuai dengan keadaan perusahaan.15 Pemberian
13
Op.Cit (Note 8), hlm.13
14
Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001, hal 1
15
informasi ini berdasarkan pada prinsip keterbukaan, karena prinsip keterbukaan adalah jiwa dari pasar modal. Informasi yang berdasarkan prinsip keterbukaan akan dapat mengantisipasi kemungkinan investor tidak memperoleh informasi atau fakta materiil atau tidak meratanya informasi bagi investor, disebabkan ada informasi yang tidak disampaikan dan bisa juga terjadi informasi yang belum tersedia untuk publik telah disampaikan kepada orang-orang tertentu.
Hadirnya UUPT diharapkan mampu memberikan landasan-landasan yang kokoh bagi dunia usaha khususnya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam Pasar Modal. Kehadiran UUPT ini juga menjadi penting sebagai landasan bagi perusahaan dalam menjalan usahanya, khususnya bagi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT).
Sebelum penulis menguraikan lebih lanjut tentang PT sebagai salah satu bentuk perusahaan, penting untuk diketahui bahwa di Indonesia sendiri terdapat berbagai bentuk perusahaan yang berdiri dan diakui oleh undang-undang. Perusahaan atau dalam arti lain disebut pula sebagai badan usaha, jika dilihat dari bentuk hukumnya maka dapat dibedakan menjadi badan usaha berbadan hukum dan badan usaha yang bukan berbadan hukum. Secara sepintas kedua kelompok badan usaha tersebut tidak ada perbedaan, namun jika dilihat dari prespektif hukum perusahaan
ada perbedaan yang cukup mendasar yakni masalah tanggung jawab. Pada badan usaha yang berbadan hukum terdapat pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas harta yang dimilikinya. Contohnya PT, Yayasan, dan Koperasi. Berbeda halnya dengan badan usaha yang bukan berbadan hukum, pada bentuk badan usaha ini, tidak terdapat pemisahan antara kekayaan badan usaha dengan kekayaan pemiliknya, contohnya Persekutuan Perdata, Firma, Persekutuan Komanditer.
Berbagai bentuk perusahaan yang ada di Indonesia, PT merupakan bentuk yang paling lazim, bahkan sering dikatakan bahwa PT merupakan bentuk perusahaan yang dominan. PT sebagai institusi, berkedudukan sebagai badan hukum, sehingga dalam melaksanakan kepengurusannya, PT mempunyai organ, yang terdiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi (Pengurus), dan Komisaris, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (2) UUPT. PT sebagai badan hukum, dengan kata lain adalah subyek hukum, pelaku ekonomi, yang mempunyai beberapa nilai lebih dibandingkan dengan organisasi ekonomi yang lain sehingga dapat dikatakan bahwa PT mempunyai nilai lebih baik ditinjau dari aspek ekonomi maupun aspek yuridisnya. Kedua aspek tersebut saling mengisi satu dengan lainnya. Aspek hukum memberikan rambu agar keseimbangan kepentingan semua pihak
dapat diterapkan dengan baik dalam menjalankan kegiatan
ekonomi.16
PT menurut UUPT merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT. PT dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu perseroan publik dan perseroan terbuka.
Perseroan publik terdapat pada UUPT pasal 1 ayat (8) yang berbunyi Perseroan Publik adalah perseroan yang telah memenuhi kriteria jumlah pemegang saham dan modal disetor sesuai dengan ketentuan peraturan, sedangkan perseroan terbuka (selanjutnya disebut PT Tbk) terdapat pada pasal 1 angka (7) yang berbunyi perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. PT Tbk menurut pasal 1 ayat (7) UUPT, adalah perseroan publik yang telah memenuhi ketentuan pasal 1 ayat 22 UUPT yakni pemegang saham sekurang-kurangnya 300 (tiga ratus) orang, modal disetor sekurang-kurangnya Rp 3,000,000,000,- (tiga miliar rupah). Ruang lingkup PT Tbk lebih khusus daripada perseroan publik, yaitu hanya mencakup perseroan yang melakukan penawaran umum saham di bursa.
16
Absori, Hukum Ekonomi Beberapa Aspek Pembangunan Pengembangan, Surakarta: Universitas Muhammadiyah, 1998, hlm. 37
Melalui penawaran saham ini, sebuah perusahaan mampu menambah sejumlah modal yang akan dipergunakan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
Saham merupakan instrumen penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam suatu perusahaan. Modal ini terbagi dalam tiga tingkat status yaitu modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Saham sendiri dikeluarkan dalam rangka pendirian perusahaan, pemenuhan modal dasar, atau peningkatan modal dasar suatu perusahaan. Penyetor modal baik itu dalam bentuk uang atau benda lain (inbreng) disebut pula sebagai pemegang saham. Besarnya penyertaan modal pada suatu perusahaan menentukan hak kepemilkan para pemegang saham atas
perseroan.17
Perseroan publik dengan PT Tbk pada intinya adalah sama yaitu suatu badan hukum yang memiliki organ-organ didalamnya dan tunduk pada UUPT dan anggaran dasar PT, mempunyai harta sendiri, melakukan hubungan hukum sendiri, dan mempunyai tujuan tersendiri. Hanya yang membedakan adalah jangkauan modal yang dilakukan, jika PT biasa modalnya hanya berasal dari kalangan tertentu misalnya pemegang sahamnya hanya dari kerabat dan keluarga saja atau kalangan terbatas dan tidak dijual
17
kepada umum, sedangkan PT Tbk menjual sahamnya kepada masyarakat melalui pasar modal (go public).
Melalui pasar modal, perusahaan yang sudah Go Public berupaya memaksimalkan nilai perusahaan dilakukan melalui berbagai keputusan yang dilaksanakan melalui berbagai aksi korporasi. Melalui berbagai aksi korporasi, perusahaan ingin mencapai suatu sasaran tertentu seperti salah satunya bertujuan untuk meningkatkan modal perusahaan. Adapun kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam rangka menambah modal perusahaan yaitu dengan menerbitkan suatu jenis efek tertentu dan melakukan pendistribusian efek itu kepada masyarakat melalui penawaran
umum.18
Pasal 1 UUPM memuat definisi penawaran umum (public offering), yaitu kegiatan penawaran efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dan pelaksanaanya. Penawaran umum ada yang bersifat perdana, terbatas, dan tanpa hak memesan saham terlebih dahulu, oleh karenanya, dalam hal ini right issue merupakan salah satu jenis penawaran saham umum terbatas. Right issue disebut terbatas karena hanya ditawarkan kepada pemegang saham lama dengan harga yang lebih murah dari pasar.
18
Terlebih dahulu perlu diketahui bahwa pemegang saham sebagai salah satu stakeholders dalam suatu PT, juga disebut sebagai sebagai bagholders dikarenakan para pemegang saham dalam suatu PT juga merupakan pihak yang membawa dana ke
dalam perusahaan.19 Terdapat dua kelompok pemegang saham,
yaitu pemegang saham mayoritas dan pemegang saham minoritas. Pemegang saham mayoritas pada prinsipnya perlindungan hukum kepadanya cukup terjamin terutama melalui mekanisme RUPS yang jika diambil keputusan secara musyawarah, maka akan
dipastikan kelompok pemilik saham mayoritas cenderung
mempengaruhi RUPS.20 Menjadi permasalahan jika pengaturan
hukum tentang perlindungan pemegang saham minoritas yang kurang mendapatkan porsi yang cukup dalam peraturan perundang-undangan hukum korporat di Indonesia, dimana hal ini erat kaitannya dalam hal perusahaan melakukan kegiatan di pasar modal.
Right issue sebagai salah satu kegiatan perusahaan untuk menambah modal kerja, dapat dikatakan sebagai kegiatan perusahaan yang cukup berpengaruh dengan pemegang saham. Right issue adalah penawaran umum hak memesan efek terlebih dahulu kepada pemegang saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas (Pasal 82 ayat 1 UUPM). Right issue menurut
19
Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung: CV.Utomo, 2005, hlm. 1
20
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-26/PM/2003 (Peraturan
Bapepam) angka 1, memiliki definisi sebagai berikut:
“Hak Memesan Terlebih Dahulu adalah hak yang melekat pada saham yang memungkinkan para pemegang saham yang ada untuk membeli Efek baru, termasuk saham, Efek yang dapat dikonversikan menjadi saham dan waran, sebelum ditawarkan kepada Pihak lain. Hak tersebut wajib dialihkan.”
Setiap pelaksanaannya, bagi pemegang saham, right issue berdampak positif kalau tidak berpengaruh terhadap harga saham,
dan sebaliknya, berdampak negatif kalau menyebabkan
menurunnya harga. Bahkan tak jarang right issue justru menimbulkan kerugian bagi pemegang saham minoritas. Hal ini dapat mempengaruhi proporsi presentase kepemilikan saham bagi pemegang saham lama, apabila pemegang saham lama tidak menggunakan haknya untuk membeli atau memesan efek sehingga akan mengalami penurunan persentase kepemilikan atau dikenal dengan istilah dilusi.
Dilusi adalah penurunan dalam porsi kepemilikan pemegang
saham yang sudah ada sebagai hasil dari penerbitan saham baru.21
Berdasarkan pengertian tersebut, dilusi terjadi sehubungan dengan adanya pengeluaran saham baru sebagai akibat penambahan modal baru pada suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa pemegang saham yang tidak melaksanakan haknya, tidak akan memperoleh saham baru yang diterbitkan oleh perusahaan sebagai
21
pelaksanaan dari right issue, sehingga presentase kepemilikannya atas seluruh saham-saham perusahaan tersebut akan berkurang.
Berkurangnya presentase kepemilikan atas saham ini
mengakibatkan dilusi kepemilikan pemegang saham lama.
Setiap pelaksanaan kegiatan di pasar modal, termasuk di dalamnya kegiatan right issue, pemerintah telah membentuk lembaga yang secara langsung berhubungan dalam setiap pelaksanaan kegiatan-kegiatan oleh perusahaan. Adapun lembaga-lembaga tersebut yaitu OJK dan BEI.
OJK lahir dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Lembaga Otoritas Jasa Keuangan yang sudah
diberlakukan sejak 01 Januari 2013, menggantikan lembaga dibawah naungan langsung kementerian keuangan yaitu Bapepam. Sebagai lembaga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa
keuangan, termasuk pasar modal.22
BEI merupakan badan yang memiliki wewenang dalam pasar modal yang berada dibawah pengawasan OJK. Menurut
Pasal 1 angka (4) UUPM, bursa adalah pihak yang
menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain
22
dengan tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Sebagai Self Regulatory Organization, BEI wajib menciptakan pasar modal yang wajar, teratur dan efisien, sehingga ia memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi setiap pelaksanaan kegiatan di Bursa.
OJK dan BEI merupakan lembaga yang berbeda dari segi fungsi dan peranannya, namun kedua lembaga ini sama-sama memiliki kewenangan yang erat kaitannya dengan perlindungan terhadap pemegang saham. Keduanya sebagai lembaga yang memiliki peran penting dalam pasar modal, OJK dan BEI menjadi lembaga yang diharapkan mampu untuk mengawasi setiap kegiatan perdagangan dalam pasar modal yang dianggap tidak berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
F. Metode Penelitian
Untuk menunjang pembahasan masalah dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder.23 Pendekatan
yuridis normatif juga merupakan pendekatan atau penelitian
23
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu
hukum dengan menggunakan metode pendekatan, teori, konsep, dan metode analisis yang termasuk dalam disiplin ilmu
hukum yang berupa doktrin.24 Penelitian ini lebih
menitikberatkan pada data sekunder berupa peraturan-peraturan mengenai perseroan terbatas dan pasar modal, yang terdapat dalam UUPT dan UUPM serta didukung dengan data primer berupa wawancara dengan para pakar yang diperoleh melalui kegitaan lapangan.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan, melukiskan keadaan subyek, obyek penelitian saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak
sebagaimana adanya.25 Bertujuan untuk mendapatkan
gambaran secara integral dan sistematis mengenai hak dan kedudukan pemegang saham dan dihubungkan dengan perlindungan hukumnya dalam ruang lingkup pasar modal yang ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perseroan terbatas yang berlaku di Indonesia, yakni UU Nomor 40 Tahun 2007 dan UU Nomor 8 Tahun 1995
24
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990,hlm. 34
25
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997, hlm.134.
tentang Pasar Modal dan kemudian dianalisis terhadp permasalahan yang diteliti.
3. Tahap Penelitian
Adapun tahap penelitian yang dilakukan dalam
mendukung kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Penelitian kepustakaan
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengumpulan data sekunder yaitu bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier.
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mengikat berupa peraturan perundang-undangan.
Bahan-bahan hukum primer tersebut terdiri dari UU Nomor 40 Tahun 2007 dan UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan peraturan-peraturan terkait lainnya.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan bahan hukum primer sehingga dapat membantu memperjelas dan memahami bahan hukum primer, seperti jurnal, makalah-makalah, karya tulis, hasil penelitian para sarjana, dan juga dokrin-doktrin.
3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang dapat lebih menjelaskan bahan hukum primer dan
bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, eksiklopedia, situs internet, dan lain-lain.
b. Penelitian Lapangan
Penelitian dilakukan terhadap instansi atau lembaga yang berkaitan dengan kegiatan pasar modal untuk mendapatkan data dan bahan-bahan yang lebih lengkap, tepat, dan akurat dengan melakukan wawancara. Hal ini dilakukan untuk memperoleh data-data primer sebagai penunjang data-data sekunder.
4. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dan digunakan oleh penulis, maka data sekunder diperoleh: a. Perpustakaan Hukum Mochtar Kusumaatmadja Universitas
Padjadjaran. Alamat Jalan Dipatiukur Nomor 35, Bandung. b. Perpustakaan Cisral (Center Of Information Scienti ic
Resources and Library) Universitas Padjadjaran. Alamat Jalan Dipatiukur Nomor 46, Bandung.
c. Perpustakaan Universitas Maranatha;
d. Kantor OJK Regional II Bandung, Jalan Ir. H. Djuanda No. 152.