• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEMBENTUKAN JAKSA 2019

MODUL

INTEGRITAS

DISUSUN OLEH :

TIM PENYUSUN MODUL

BADAN DIKLAT KEJAKSAAN R.I.

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

2019

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

HalamanJudul ……… i

Tim PenyusunModul ……… ii

Kata Pengantar ……… iii

Daftar Isi ……… iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….. 1 B. Deskripsi Singkat ……….. 2 C. Tujuan Pembelajaran ………... 4 D. Indikator Keberhasilan ………. 4 BAB II INTEGRITAS A Pengertian ...……….... 5 1. Integritas ... 5 2. ManifestasiIntegritasdalamKehidupanberprofesi …... 10 B IntegritasJaksa Indonesia ………. 16

1. Doktrin Tri KramaAdhyaksa ……… 16

2. Jaksa sebagai Aparatur Sipil Negara ………. 22

BAB III ETIKA PROFESI JAKSA A Etika Profesi Jaksa………... 27

1. Pengertian dan Karakteristik Profesi………. 27

2. Sejarah dan Organisasi Profesi Jaksa……….... 38

3. Tugas, Fungsi dan Wewenang Jaksa……….. 42

4. Kode Perilaku Jaksa ………...……… 45

BABIV PENUTUP

DaftarPustaka ………

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Integritas telah menjadi syarat mutlak yang harus dimiliki setiap individu dalam menjalankan tugas dan fungsinya baik dalam kehidupan pribadinya maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Integritas bukanlah sebuah hal konkret yang dapat dilihat dalam sebuah ketentuan-ketentuan tertulis yang kemudian menjadi acuan bagi setiap orang dalam berbuat. Namun demikian, integritas merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang manusia untuk dapat menjadi diri yang paripurna. Integritas membawa seseorang untuk cenderung melakukan hal yang baik dan menolak segala hal yang dianggap buruk. Walaupun kadang pandangan mengenai hal yang baik dan buruk ini dianggap sesuatu yang relatif, namun sense seseorang sebagai manusia tentu dapat merasakan mana hal baik yang dapat dilakukan dan hal buruk yang harusnya dihindari. Dengan adanya integritas di dalam diri seseorang tentu tak hanya mempengaruhi kualitas hidupnya pribadi, namun juga akan meliputi lingkungan tempat ia beraktifitas atau bekerja. Inilah mengapa integritas menjadi hal penting dalam menentukan keberhasilan seseorang maupun sebuah organisasi atau institusi.

Organisasi menjadi wadah bagi para individu untuk mengaktualisasikan integritas dirinya dalam hubungan kerja sama dengan individu lain untuk mewujudkan tujuan tertentu dari sebuah organisasi. Sebuah organisasi dapat terbentuk didasari oleh kesamaan pemikiran, kepentingan, orientasi, ideologi, bahkan kesamaan ciri fisik tertentu. Begitupun untuk organisasi berupa institusi negara pun tentu berdiri dengan semangat dan dasar ideologi yang jelas. Pancasila sebagai dasar ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia harus tercermin dalam arah kebijakan dan penyelenggaraan negara yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan.

Kejaksaan RI sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang

(6)

2

tentu menjadi salah satu pilar penting dalam penegakan hukum di Indonesia. Tentu sebuah lembaga pemerintahan seperti Kejaksaan RI ini berdiri dan berjalan dengan acuan nilai dasar yang wajib dipatuhi dan diresapi oleh setiap individu yang menjadi bagian dari institusi ini. Tri Krama Adhyaksa dipilih sebagai doktrin bagi para insan Adhyaksa. Melalui Keputusan Jaksa Agung RI disusunlah Tri Krama Adhyaksa ini menjadi sebuah kaidah hukum tertulis agar menjadi hukum yang mengikat seluruh personil dalam institusi Kejaksaan RI. Satya, Adhi, dan Wicaksana menjadi nilai fundamenal yang harus diketahui, dipelajari, dan diamalkan dalam kehidupan setiap personil dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya sebagai bagian dari institusi Kejaksaan RI.

Bagi seluruh pegawai di instansi Kejaksaan RI harus senantiasa memahami dan meresapi nilai Tri Krama Adhyaksa tersebut dalam bekerja untuk menopang berdirinya dan kemajuan institusi Kejaksaan RI ini. Nilai dasar dalam Tri Krama Adhyaksa tersebut menjelma menjadi beberapa ketentuan konkret yang kemudian memberikan acuan mengenai perbuatan-perbuatan, baik yang diwajibkan maupun yang dilarang untuk dilakukan. Inilah yang kita kenal dengan Kode Etik Profesi. Kode perilaku yang memuat nilai etika dan moral. Jaksa dituntut untuk profesional dan menjunjung etika profesi. Profesionalisme tanpa etika menjadikannya tanpa kendali dan tanpa pengarahan, sedangkan etika tanpa profesionalisme menjadikan tidak maju bahkan tegak. Kode etik dapat di berlakukan melalui perundang-undangan dan kewenangan pemberian sanksi disiplin pertama-tama diberikan kepada anggota asosiasi profesi yang bersangkutan. Pelanggaran atas suatu kode etik profesi tidak terbatas sebagai masalah Jaksa dan intenal lembaga penegak hukum, tetapi juga merupakan masalah kemasyarakatan.

B. Deskripsi Singkat

Modul “Integritas” ini merupakan kompilasi bahan ajar untuk dipergunakan pada Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) pada Kejaksaan Republik Indonesia, yang menguraikan definisi dan ruang lingkup serta relevansi 2 (dua) bagian utama, yakni Integritas dan Etika Profesi Jaksa. Dua poin pokok tersebut kemudian dijabarkan menjadi beberapa sub-bab sebagai berikut:

(7)

3 INTEGRITAS

A. Pengertian 1. Integritas

Menjelaskan mengenai definisi, ruang lingup beserta urgensi integritas bagi setiap individu.

2. Manifestasi Integritas dalam Kehidupan Berprofesi

Dalam sub-bab ini menjelaskan mengenai bentuk-bentuk perwujudan nilai integritas yang dapat diterapkan oleh setiap individu dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.

B. Integritas Jaksa Indonesia 1. Doktrin Tri Krama Adhyaksa

Memaparkan mengenai sejarah, uraian isi dan makna yang terkandung di dalam Tri Krama Adhyaksa yang harus dihormati, diresapi, dan diamalkan oleh setiap personil Kejaksaan RI dalam bertugas.

2. Jaksa sebagai Aparatur Sipil Negara

Menerangkan mengenai ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat seluruh pegawai yang berada di lingkungan instansi Kejaksaan RI sebagai Aparatur Sipil Negara.

ETIKA PROFESI JAKSA A. Etika Profesi Jaksa

1. Pengertian dan Karakteristik Profesi

Pada sub-bab ini menerangkan mengenai definisi profesi, perbedaan profesi dan pekerjaan, serta krakterisitik suatu pekerjaan dapat dikatakan sebagai profesi.

2. Sejarah dan Organisasi Profesi Jaksa

memaparkan mengenai organisasi profesi jaksa, baik dalam hal sejarah, struktur, dan seputar rekam jejak kinerja organisasi profesi dalam mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang jaksa.

3. Tugas, Fungsi, dan Wewenang Jaksa

Selain memaparkan mengenai semua tugas, fungsi, dan wewenang jaksa yang diatur di dalam undang-undang, pada bagian ini juga dapat menjadi serba-serbi

(8)

4

dalam diskusi mengenai peluang dan tantangan seorang jaksa dalam menjalankan tugas dan karirnya di Kejaksaan RI.

4. Kode Perilaku Jaksa

Memaparkan Keputusan Jaksa Agung mengenai Kode Perilaku Jaksa.

C. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar :

a. Mengetahui makna, arti penting, dan perwujudan integritas dalam menjalankan profesi sebagai seorang Jaksa.

b. Mengetahui dan memahami tentang Doktrin Tri Krama Adhyaksa, Etika dan Perilaku Jaksa, Pedoman Perilaku Jaksa.

c. Mengetahui dan memahami tentang profesi yang meliputi: sejarah profesi jaksa, tugas dan fungsi, dan standar minimum profesi Jaksa.

d. Mengetahui dan memahami profil Jaksa Ideal

2. Indikator Keberhasilan :

Setelah mempelajari modul ini peserta diklat diharapkan :

a. Mampu memahami dan mengaplikasikan doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

b. Memahami, mendalami dan menghayati profesi dan Integritas Jaksa.

c. Mengoptimalisasi nilai-nilai kode etik jaksa dan kode perilaku jaksa dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.

d. Terciptanya kesadaran untuk patuh dan disiplin pada segala macam bentuk aturan bagi para siswa selama masa pembelajaran.

(9)

5

BAB II

INTEGRITAS

A. PENGERTIAN

Dewasa ini, kata integritas menjadi sesuatu yang sering sekali digunakan terutama di lingkungan kerja instansi pemerintah yang sedang gencar-gencarnya menggapai predikat Zona Integritas untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBK/WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Integritas menjadi cenderung abstrak untuk diuraikan sebagai sebuah definisi yang sempurna juga terkait dengan terlalu banyaknya sesuatu sifat atau sikap yang dapat dilabeli sebagai sebuah perwujudan integritas. Integritas dikaitkan dengan karakteristik tertentu yang dimiliki sesuatu apa saja, seperti misalnya integritas jembatan, integritas database, integritas jaringan listrik, integritas tubuh, integritas orang, integritas kesenian, integritas perusahaan, integritas pasar, integritas pemerintahan, integrits negara, dan bahkan integritas ekosistem. Meskipun ada nuansa karakteristik “kompak” atau “utuh” pada setiap sesuatu yang berintegritas, namun petunjuk tentang apa persisnya dan bagaimana mewujudkan kekompakan atau keutuhan itu belum jelas.1

1. Integritas

Istilah Integritas kerap kita dengar saat berbicara mengenai kemampuan pribadi seseorang dalam menjalankan perannya, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam pekerjaannya sehari-hari. Seseorang yang dianggap berintegritas menjadikannya sebagai orang yang terpuji perilaku dan budi pekertinya. Secara harfiah, integritas diartikan sebagai mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang

1 Gunardi Endro, “Menyelisik Makna Integritas dan Pertentangannya dengan Korupsi”, dalam Jurnal Integritas

(10)

6

memancarkan kewibawaan; kejujuran.2 Keberadaan integritas dalam diri seseorang secara langsung berdampak kepada kehormatan atau terangkatnya derajat seseorang tersebut di lingkungannya. Hal ini berarti apabila kita berbicara mengenai integritas maka erat kaitannya dengan kejujuran. Namun, bagaimana menjelaskan kejujuran dalam kaitannya dengan kekompakan/ keutuhan? Meskipun benar bahwa orang tidak mungkin memiliki integritas tanpa mempraktikkan kejujuran, tetapi bukan tidak mungkin seseorang yang selalu jujur memiliki tingkat integritas yang rèndah (Carter 1996, 52). Kejujuran buta tanpa pertimbangan kelayakan konteks malah bisa menunjukkan sifat narsistik dan ketidakpedulian terhadap akibat buruk yang bakal menimpa orang lain (Martin 1996, 121), suatu sifat yang tampaknya bertentangan dengan integritas.3

Secara etimologis, kata integritas (integrity), integrasi (integration) dan integral (integral) memiliki akar kata Latin yang sama, yaitu “integer” yang berarti “seluruh” (“whole or entire”) atau “suatu bilangan bulat” (“a whole number”), bilangan yang bukan bilangan pecahan (Skeat 1888, 297; Black 1825, 215-6). Jadi, sesuatu yang berintegritas merupakan sesuatu yang utuh dalam keseluruhannya, sesuatu yang tidak terbagi, dimana nuansa keutuhan atau kebulatannya tidak dapat dihilangkan. Meskipun sesuatu yang berintegritas terdiri dari banyak elemen, keutuhan atau kebulatannya selalu terjaga sebagai hasil dari hubungan timbal balik yang kuat diantara elemen-elemennya.

Definisi lain dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan seseorang. Lawan dari integritas adalah hipocrisy (hipokrit atau munafik). Seorang dikatakan “mempunyai integritas” apabila tindakannya sesuai dengan nilai, keyakinan, dan prinsip yang dipegangnya (Wikipedia). Mudahnya, ciri seorang yang berintegritas.4 Dengan memiliki karakter ini dalam diri maka kita akan menjadi seorang yang dipercaya karena menjunjung tinggi nilai nilai kebenaran, bertindak bukan karena pamrih

2 Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline 1.5 3 Ibid.

4

Menerapkan Kejujuran Integritas dan Perbaikan berkesinambungan Dalam Diri Kita.. https://habibiezone.wordpress.com. /

(11)

7

tetapi tulus dan ikhlas demi menjunjung tinggi kebenaran. Dengan karakter ini kita akan bertindak adil kepada siapa saja, karena menjunjung kebenaran bukan memandang suatu masalah berdasarkan nafsu atau kekuasaan belaka.

Pengertian integritas adalah suatu kepribadian seseorang yang bertindak secara konsisten dan utuh, baik dalam perkataan maupun perbuatan, sesuai dengan nilai-nilai dan kode etik. Seseorang dianggap berintegritas ketika ia memiliki kepribadian dan karakter berikut:5

 Jujur dan dapat dipercaya

 Memiliki komitmen

 Bertanggung jawab

 Menepati ucapannya

 Setia

 Menghargai waktu

 Memiliki prinsip dan nilai-nilai hidup

Integritas juga tidak dapat dipisahkan dari ketaatan seseorang kepada tuhan yang maha esa. Integritas yang tinggi akan membawa pada keshalehan seseorang, apapun agama yang dianutnya. Ataupun sebaliknya. keshalehan seorang akan membentuk pribadi yang berintegritas. Dalam teologi Islam, kesalehan mencakup hubungan baik dengan Allah (hablumminallah), hubungan baik dengan sesama manusia (hablum minan nas), dan hubungan baik dengan alam (hablum minal alam). Kesalehan tidak hanya dilihat dari ketaatan dan kesungguhan seseorang dalam menjalankan ibadah ritual, karena ini sifatnya hanya individual dan sebatas hubungan dengan Allah tetapi kesalehan juga dilihat dari dampak kongkretnya dalam kehidupan bermasyarakat. Kesalehan sangat tergantung pada tindakan nyata seseorang, dalam hubungannya dengan sesama manusia dan juga sangat tergantung pada sikap serta prilakunya terhadap alam, baik hewan, tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya.

Dari penjelasan sebelumnya bahwa salah satu definisi dari integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai dan prinsip. Kata Konsistensi disini merujuk kepada kedisiplinan seseorang. Disiplin

(12)

8

sendiri mepunyai arti pola perilaku yang diharapkan akan menghasiikan karakter tertentu. khususnya menghasilkan peningkata moral dan mental yang lebih teratur. dispilin adalah kontrol diperoleh dengan menegakkan kepatuhan atau perintah.6 Jadi sulit rasanya mencapai integritas tanpa adanya kedisiplinan itu sendiri.

Ada beberapa hal yang membuat integritas penting yaitu:7 1) Integritas membina kepercayaan

dengan integritas yang ditemukan dalam diri seorang pemimpin yang bukan hanya kata-kata belaka tetapi juga disertai tindakan akan menumbuhkan kepercayaandalam diri pengikutnya (Maxwell.1995:41);

2) Integritas punya nilai pengaruh tinggi

integritas merupakan kualitas manusia yang diperlukan untuk sukses bisnis. Dengan integritas yang dipunyai oleh seoran pemimpin akan memperbesar pengaruhnya. karena pengikut melihat adanya sesuatu yang bisa dipercayai dalam diri pemimpin (Maxwell.1995 :42).

3) Integritas memudahkan standar tinggi

Pemimpin harus hidup dengan standar yang lebih tinggi dari pada pengikutnyaDengan adanya watak yang baik (integritas) memungkinkan pemimpin untukmelaksanakan semua tanggung jawabnya, kalau watak seorang pemimpin rendahMaxwell.1995:43).

4) Integritas menghasilkan reputasi yang kuat, bukan hanya citra.

Citra adalah apa yang dipikirkan orang lain tentang diri seseorang. Integritas adalah apa diri seseorang yang sesungguhnya. Kadang-kadang kehidupan menjepit seseorang pada saat-saat mengalami tekanan seperti itu, apa yang ada di dalamnya akan ketahuan, dengan demikian akan menentukan bagaimana reputasi seseorang (Maxwell.1995:44).

5) Integritas berarti menghayati diri sebelum memimpin orang lain.

Sebelum memimpin orang lain seorang pemimpin harus menghayati dirinya sendiri, karena pemimpin tidak bisa memimpin siapa pun lainnya lebih jauh dari pada tempat pemimpin sendiri berada. Oleh karena itu perlu dipastikan

6 Pengertian Disiplin Menurut Para Ahli. www.pengertianmenurutparaahli.com

7 Damanik. Meylina.”INTEGRITAS DAN DISIPLIN SDM”.www.meylina-damanik.blogspot.com.(diakses 20 Mei

(13)

9 apakah pemimpin sudah memiliki integritas terlebih dahulu sebelum memimpin orang lain karena orang akan cenderung mengikuti pemimpin (Maxwell.1995:45).

6) Integritas membantu seorang pemimpin dipercaya bukan hanya pintar.

Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pemimpin sungguh-sungguh dengan apa yang dikatakannya. Kepemimpinan yang efektif tidak hanya berdasarkan sifat pintar, tetapi juga berdasarkan sikap konsisten (Maxwell.1995:46).

7) Integritas adalah prestasi yang dicapai dengan susah payah.

Integritas bukan sebuah faktor yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah hasil dari disiplin pribadi, kepercayaan batin, dan keputusan untuk jujur sepenuhnya dalam segala situasi dalam kehidupan pemimpin. Untuk memperoleh integritas diperlukan suatu proses yang terus berlangsung (Maxwell.1995:47).

Secara garis besar, ada 3 fungsi dar iintegritas, antara lain : 1. Fungsi Kognitif

Dalam hal ini fungsi kognitif integritas mencakup kecerdasan moral dan wawasan diri (self insight). Dan wawasan diri itu meliputi pengetahuan diri dan refleksi diri. Dari penjelasan tersebut maka dapat dijelaskan bahwa fungsi kognitif integritas adalah untuk memelihara moral seseorang dan mendorong orang tersebut untuk memiliki pengetahuan yang lebih luas.

2. Fungsi Afektif

Fungsi afektif mencakup hati nurani dan harga diri. Sehingga fungsi afektif integritas adalah untuk menjaga nurani manusia agar tetap memiliki „hati‟ dan perasaan sebagai manusia.

Dari penjelasan sebelumnya disebutkan bahwa terdapat dua fungsi integritas, yaitu fungsi kognitif dan afektif. Lalu, apa manfaat integritas bagi seseorang?

1. Manfaat secara fisik, individu yang memiliki integritas cenderung merasakan manfaat pada fisiknya. Misalnya merasa lebih sehat dan bugar dalam melakukan kegiatannya.

(14)

10

2. Manfaat secara intelektual, individu yang berintegritas umumnya lebih mampu mengoptimalkan kemampuannya ketimbang individu yang munafik.

3. Manfaat secara emosional, umumnya seseorang yang memiliki integritas juga memiliki motivasi, sadar diri, solidaritas tinggi, empati, simpati, dan emosi yang stabil.

4. Manfaat secara spiritual, integritas menjadikan seseorang lebih bijaksana dalam memaknai segala pengalaman hidupnya.

5. Manfaat secara sosial, integritas dalam diri seseorang membuatnya lebih mudah dalam menjalin hubungan baik dengan orang lain dan dalam melakukan kerja sama di masyarakat.

2. Manifestasi Integritas dalam Profesi

Integritas hanya menjadi bermakna jika diwujudkan ke dalam sikap dan perbuatan individu tersebut. Integritas bukan lagi sekedar ilmu pengetahuan yang dipelajari di kelas tertentu. Ia harus menjadi acuan yang menuntun seseorang dalam bertindak dan menentukan sikap atas keadaan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, integritas seseorang akan tercermin dalam beberapa perilaku konkret. Pada bagian ini kita akan menguraikan bentuk-bentuk sikap dan perbuatan yang dapat kita internalisasikan pada diri masing-masing untuk menjadi seorang individu yang berintegritas.

Beberapa sikap yang dapat kita wujudkan dalam perilaku kehidupan kita sehari-hari antara lain:

1. Ketaatan kepada Tuhan YME

Tidak ada satupun agama yang mengajarkan keburukan dan membawa manusia kepada kehinaan. Keyakinan yang kuat atas ajaran yang telah ditentukan oleh Tuhan akan membawa manusia kepada kemuliaan akan senantiasa menggiring seseorang untuk bertindak sesuai dengan tuntunan Tuhan. Batasan mengenai baik dan buruk diuraikan dengan lebih konkret dalam ajaran agama. Ajaran mengenai berbuat baik dengan ganjaran pahala

(15)

11

dan kebaikan, di samping itu berbuat keburukan dengan ganjaran dosa dan hukuman sebagai pembalasan bagi pelaku dosa jika ia tidak bertaubat atau memohon ampunan kepada Tuhannya.

Kesadaran yang tinggi dalam menjalankan ajaran agama yang dianut adalah sebuah perwujudan integritas yang akan membawa manusia menjadi sosok individu yang paripurna. Keyakinan bahwa ia akan selalu diawasi oleh Tuhan akan menjadikannya selalu berhati-hati dalam bertindak agar terjauh dari keburukan atau dosa. Dalam ajaran Islam, dikenal istilah Ihsan yang bermakna ”...Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya.

Kalaupun engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR.

Muslim, nomor 8). Kepercayaan dan ketaatan yang kuat mengenai satu poin ini saja cukup kuat menjadikan seseorang untuk cenderung berbuat kebaikan ketimbang memilih jalan keburukan. Tak hanya dalam ajaran Islam, umat Kristiani pun meyakini bahwa “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh

hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yohanes 3:36).

Keyakinan seseorang akan adanya hukuman atau pembalasan atas setiap dosa yang dilakukannya akan menuntunnya untuk senantiasa berbuat baik dan menghindari perbuatan buruk/dosa.

Inilah alasan penting mengapa ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi salah satu bentuk langkah nyata untuk melahirkan integritas di dalam diri kita. Senantiasa belajar untuk meningkatkan pengetahuan agama dan bergaul dengan lingkungan orang-orang yang taat dengan ajaran agama menjadi salah satu langkah awal untuk membangun keaatan diri kepada ajaran agama yang kita anut.

2. Kejujuran

Kejujuran mungkin menjadi hal yang hampir terlihat mustahil untuk ada pada diri setiap orang belakangan ini. Pandangan ini juga tidak terlepas dari fenomena ketidakjujuran tokoh-tokoh yang cukup terpandang di sekitar kita yang kerap mempertontonkan perilaku curang, keji, dan berbohong secara

(16)

12

terbuka di hadapan kita semua. Ini semua setidaknya meruntuhkan pandangan kita mengenai urgensi kejujuran dalam menjalani kehidupan ataupun profesi. Bahkan lebih parahnya lagi, kita seolah menafikan kejujuran oleh siapapun dengan cenderung berburuk sangka dengan kebaikan atau kejujuran yang dilakukan oleh orang lain.

Jujur berarti lurus hati, tidak bohong, tidak curang, dan mengikuti aturan yang berlaku. Kejujuran juga menjadi hal pokok dalam kehidupan seorang individu sebagai makhluk sosial. Kejujuran dapat diukur ketika seorang individu berinteraksi dengan individu lain, karena kejujuran yang paling sederhana terwujud ketika seseorang memilih untuk bersikap lurus, tidak membohongi orang lain, atau mencurangi orang lain yang berinteraksi dengannya. Di balik itu semua, kejujuran yang paling utama ialah kejujuran pada diri sendiri. Pada dasarnya setiap kali seseorang ingin melakukan perbuatan buruk, maka ia akan menghadapi penolakan pada hati nuraninya. Keadaan ini kadang diabaikan hingga mengubah cara pandangnya dalam memandang sesuatu yang pada awalnya buruk, menjadi hal yang wajar untuk dilakukan. Inilah bentuk kejujuran terhadap diri sendiri yang jauh lebih fundamental untuk dilatih secara terus menerus yang akan membersihkan pandagan hati nurani, yang akan menjadikan kita sebagai individu yang jujur sebagai wujud integritas diri.

3. Disiplin

Kata disiplin mengarahkan fikiran kita mengenai pola hidup yang teratur, tertib, taat pada aturan. Disiplin menjadi cerminan utama jati diri yang berintegritas. Displin juga dapat disebut sebagai wujud konkret dan hasil dari sebuah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kejujuran, dan tanggung jawab seseorang terhadap aturan yang ada dalam kehidupannya. Sebagai sebuah contoh sederhana, seorang yang beragama terikat pada waktu-waktu tertentu baik dalam hal ibadah maupun mengenai tata cara kehidupan. Seorang muslim diperintahkan untuk melaksanakan ibadah shalat 5 (lima) kali dalam sehari yang waktunya telah ditetapkan. Indikator ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Esa pada seseorang dalam hal ini dapat dilihat pada bagaimana

(17)

13

seseorang mampu disiplin melaksanakan ibadahnya sesuai waktu dan tata cara yang telah ditetapkan tersebut.

Begitupun disiplin hadir sebagai konsekuensi logis dari adanya kejujuran dan tanggung jawab dalam diri seseorang. Para pembohong bermula dengan pilihan seseorang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Untuk memperoleh keinginannya tersebut ia akan cenderung berbuat curang dan melanggar aturan/ketentuan yang berlaku. Perbuatan yang seperti ini juga dilakukan karena seorang pembohong siap atau bermaksud untuk menghindari tanggung jawab atas apa yang seharusnya ia lakukan, sehingga ia memilih jalan curang untuk meraih keinginannya dan merugikan kepentingan orang lain. Keadaan ini tentu sangat bertentangan dengan nilai disiplin itu sendiri. Disiplin adalah cerminan nyata atas adanya nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang. Inilah alasan mengapa displin menjadi salah satu poin penting perwujudan nilai integritas.

4. Tanggung Jawab

Inilah sebuah sikap yang dalam pergaulan sehari-hari juga dikenal sebagai sikap yang gentle. Tanggung jawab diartikan juga sebagai keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya, atau fungsi menerima pembebanan, sebagai akibat sikap pihak sendiri atau pihak lain.8 Sikap ini menjadi penting sebagai sebuah wujud inegritas, karena adanya sikap tanggung jawab pada diri seseorang akan menuntunnya untuk senantiasa menghindari perbuatan buruk atau tercela yang akan menimbulkan dampak buruk bagi dirinya.

Hilangnya rasa tanggung jawab pada diri seseorang akan menjadikannya berani untuk berbuat sesukanya untuk kepentingan-kepentingan pribadinya tanpa menghiraukan dampak yang akan terjadi. Atas dampak perbuatannya tersebut, seseorang tanpa rasa tanggung jawab akan melanjutkan tindakan buruknya untuk menghindari pembebanan atas dampak dari perbuatannya

(18)

14

tersebut. Keberanian untuk bertanggung jawab tentu muncul ketika seseorang memiliki dan menjunjung tinggi harga dirinya di tengah kehidupan masyarakat. Inilah sebab mengapa sikap yang bertanggung jawab menjadi syarat mutlak bagi seorang pemimpin. Seseorang yang dipilih atau diangkat sebagai pemimpin bagi sekelompok orang pada dasarnya ialah pendelegasian tanggung jawab dari orang-orang yang dipimpin kepada pemimpinnya. Seorang pemimipin artinya menerima dan mengambil alih beban dari orang-orang yang dipimpinnya untuk kemudian dikelola demi mencapai tujuan bersama dari kelompok yang dipimpinnya tersebut. Tentu jiwa kepemimpinan ini harus ada pada setiap diri kita. Setiap kita pada dasarnya telah ditakdirkan sebagai seorang pemimpin. Entah kemudian kita diberi kesempatan untuk memegang jabatan tertentu dalam lingkugan pekerjaan atau organisasi kita, di luar itu semua kita telah menjadi seorang pemimpin. Seorang kakak menjadi pemimpin bagi adik-adiknya, seorang ibu menjadi pemimpin dan contoh bagi anak-anaknya, seorang ayah atau suami menjadi pemimpin dalam keluarganya. Oleh sebab itu, rasa tanggung jawab harus senantiasa ada dalam setiap diri untuk menjadi seorang yang berintegritas.

5. Kesantunan

Santun diartikan dalam KBBI sebagai sebuah sikap yang halus dan baik, sabar, tenang, dan sopan. Tentu tak ada yang mengingkari bahwa bersikap santun adalah baik. Kecermatan menempatkan diri di tengah pergaulan sosial maupun lingkungan keperjaan menjadi langkah awal untuk melahirkan sifat santun. Dalam adat Minangkabau mengenal kato nan ampek (kata yang empat) sebagai pedoman bagi seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain di lingkungan kehidupannya. Adapun kato nan ampek ini terdiri dari:

a. Kato mandaki

Kato mandaki atau kata mendaki adalah tata bicara seseorang kepada orang

yang lebih tua dari kita seperti berbicara kepada orang yang lebih tua. Tentu kita harus memperhatikan setiap kata-kata yang kita gunakan, kita harus tahu kapan saatnya kita bicara serius ataupun bercanda.

(19)

15

b. Kato manurun

Berbeda dengan kato mandaki, kato manurun atau kata menurun digunakan saat kita berbicara kepada orang yang lebih muda daripada kita. Karena lawan berbicara kita adalah orang yang lebih kecil dan belum sedewasa kita, maka bahasa yang digunakan adalah bahasa lemah lembut dan kita boleh bicara dengan keras saat menasihatinya.

c. Kato mandata

Kato mandata atau kata mendatar adalah tata bicara kita kepada teman

sebaya atau kepada orang yang seumuran dengan kita. Bahasa yang digunakan adalah bahasa pergaulan yang baik. Tetap saling menghormati walaupun dalam bercanda dengan cara-cara yang wajar dan dapat diterima oleh lawan bicara tersebut.

d. Kato malereang

Kato malereang atau kata melereng adalah tata bicara kita terhadap orang

yang kita segani. Berbeda dengan kato mandaki, kato malereang digunakan kepada orang yang kita segani seperti orang yang terikat karena hubungan semenda yakni ipar atau keluarga dari suami/istri dan pembicaran antar tokoh adat, agama dan pemimpin. Dalam kato malereang, bahasa yang digunakan adalah bahasa sesuai dengan situasinya. Di Minangkabau jika kita berbicara dengan pemuka adat, biasanya mereka menggunakan kata-kata kiasan dan kata-kata-kata-kata yang penuh makna. Oleh sebab itu kata-kata-kata-kata yang digunakan haruslah memikirkan dahulu apa yang dikatakan, jangan mengatakan apa yang dipikirkan.

Dari hal tersebut di atas kita perlu belajar untuk menempatkan diri dengan benar di tengah lingkungan kehidupan kita dengan menjaga sikap dan tutur kata. Kesantunan akan menghasilkan ciri pribadi yang baik dan dapat diterima oleh masyarakat. Ini menjadi salah satu bentuk perwujudan integritas diri karena kesantunan akan memancarkan kebaikan dan kewibawaan dari diri seseorang.

(20)

16 B. Integritas Jaksa Indonesia

Sebagai sebuah profesi, keberadaan para personil jaksa yang berintegritas sudah menjadi sebuah keniscayaan. Kejaksaan RI sebagai institusi pemerintahan yang menjadi tempat bernaung para jaksa di Indonesia ini pada dasarnya telah jauh hari menyusun sebuah doktrin yang harus menjadi ruh semangat dan pedoman bagi seluruh personil pada institusi ini dalam bekerja dan melaksanakan tugas serta wewenangnya. Doktrin ini disebut dengan Tri Krama Adhyaksa yang merupakan 3 (tiga) nilai utama yang harus selalu ada pada setiap personil Kejaksaan RI. Pada bagian ini, kita akan mempelajari dan mencoba senantiasa menghayati penerapan nilai Tri Krama Adhyaksa ini dalam kehidupan sehari-hari.

1. Doktrin Tri Krama Adhyaksa

Kejaksaan Republik Indonesia sejatinya telah ada sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 silam. Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman. Namun, pada 22 Juli 1960, Kabinet Kerja I memutuskan untuk mengubah status Kejaksaan, dari lembaga non departemen yang berada di bawah Departemen Kehakiman menjadi lembaga yang berdiri sendiri. Keputusan Kabinet Kerja I pada 22 Juli 1960 itu kemudian diperkuat dengan Keputusan Presiden No 204 tahun 1960 tanggal 15 Agustus 1960 yang berlaku surut mulai 22 Juli 1960. Selanjutnya pada 2 Januari 1961 Menteri/Jaksa Agung Mr Gunawan dengan surat keputusan nomor Org/A.51/1 menetapkan 22 Juli sebagai hari kejaksaan.

Hari Kejaksaan 22 Juli 1960 merupakan tonggak sejarah yang mempunyai nilai penting bagi Kejaksaan, sebab tidak hanya secara formal dan material saja Kejaksaan menjadi departemen tersendiri, tetapi lebih jauh juga memiliki dasar-dasar nilai spiritual Kejaksaan bukan hanya departemen yang mengurusi dan mengelola anggaran, personel dan administrasi sendiri tapi 22 Juli mengingatkan setiap warga Kejaksaan akan senantiasa membina semangat korps yakni tegaknya

(21)

17

Kejaksaan sebagai korps yang ikut terjun dalam pengabdian terhadap nusa, bangsa dan negara selaku penuntut umum.

Jaksa Agung Letjen Soegih Arto yang menjabat Jaksa Agung pada April 1966 memberikan pegangan mental para pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugasnya, yaitu jujur, ramah tamah dan bertanggung jawab. Ketiga pegangan mental itu kemudian disempurnakan Jaksa Agung Ali Said SH menjadi Doktrin Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa yaitu Setya, Adi dan Wicaksana. Selain itu juga diciptakan Panji Korps dan Doktrin Korps.9

Sebagai figur yang profesional, berintegritas dan berdisiplin, setiap pegawai Kejaksaan RI harus berpedoman pada doktrin Tri Krama Adhyaksa yaitu: Satya, Adhi dan Wicaksana, sebagaimana diatur dalam KEPJA Nomor: Kep-030/JA/3/1988.

SATYA : Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri sendiri dan keluarga maupun terhadap sesama manusia;

ADHI : Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pemilikan rasa tanggung jawab bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga, dan terhadap sesama manusia;

WICAKSANA: Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku khususnya dalam pengetrapan kekuasaan dan kewenangannya.

Doktrin Tri Krama Adhyaksa merupakan landasan moral bagi Korps Adhyaksa dalam menunaikan tugas dan fungsinya sebagai abdi negara penegak hukum. Sebagai abdi negara penegak hukum, pada hakekatnya jaksa merupakan abdi masyarakat yang berusaha turut berfungsi sebagai pencari kebenaran, pendamba keadilan dan pewujud kepastian hukum dalam rangka memelihara dan mewujudkan keamanan dan ketertiban menuju tercapainya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.

(22)

18

Pengertian dan Pemahaman Unsur dalam Doktrin Tri Krama Adhyaksa

Jabatan penegak hukum bukan sekedar lahan pekerjaan (vocation) namun juga merupakan profesi. Penegak hukum sebagai seorang profesional dituntut untuk mempunyai tiga karakteristik, yaitu: keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility)/pertanggungjawaban sosial (social responsibility), serta rasa kesatuan dan keterikatan (corporateness) dalam menegakkan martabat kompetensi profesinya. Samuel P. Huntington dalam bukunya berjudul ”Prajurit dan Negara. Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil (The Soldier and The State)” menegaskan: “The distinguishing characteristics of a profession as a special type of vocation are its expertise, responsibility and corporateness” (Hal yang membedakan karakteristik sebuah profesi sebagai suatu jenis pekerjaan yang khusus adalah keahlian, tanggung jawab, dan kesatuannya).

Keahlian. Orang yang profesional adalah seorang ahli yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan khusus dalam suatu bidang yang penting, yang merupakan kerja keras manusia. Keahliannya diperoleh hanya dari pendidikan yang tinggi dan pengalaman. Ini menjadi dasar dari standar obyektif kemampuan profesional yang membedakan profesi dengan orang awam dan mengukur kemampuan relatif para anggota profesi tersebut. Standar-standar tersebut bersifat universal. Melekat dalam pengetahuan dan ketrampilan serta dapat diaplikasikan secara umum tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat...

Tanggung jawab. Orang yang profesional adalah seorang yang ahli dalam praktek profesinya, bekerja dalam sebuah konteks sosial, dan melakukan suatu pelayanan, ... yang sifatnya penting bagi fungsi masyarakat. ... Karakter inti dan umum pelayanannya dan sifat monopoli terhadap ketrampilan yang dimilikinya membebani para profesional dengan tanggung jawab untuk memberikan pelayanan pada saat diperlukan oleh masyarakat. Tanggung jawab sosial ini membedakan seorang profesional dengan para ahli lainnya yang hanya memiliki ketrampilan intelektual.

Kesatuan. Para anggota dari suatu profesi saling berbagi rasa persatuan dan kesadaran akan keberadaan mereka sebagai sebuah kelompok yang berbeda dari orang awam. Rasa kebersamaan ini bersumber dari kedisiplinan dan pelatihan

(23)

19

kemampuan profesional, ikatan kerja bersama, dan saling berbagi suatu tanggung jawab sosial yang unik. Rasa kesatuan terwujud dalam suatu organisasi profesional yang membentuk dan menerapkan standar tanggung jawab profesional....

Mengacu pada penegasan di muka, jabatan penegak hukum sebagai jabatan profesi, di samping harus mempunyai tugas dan wewenang sesuai dengan perkembangan zaman serta dinamika masyarakat; juga dituntut memiliki kemampuan kognitif dan afektif dalam penegakan hukum dan keadilan. Kemampuan kognitif berarti kemampuan yang berkaitan dengan pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh seseorang yang bercirikan keilmuan. Sedangkan kemampuan afektif berkenaan dengan perasaan yang tercermin pada sikap seseorang yang ditandai oleh tanggungjawab sosialnya. Contohnya, di kalangan Kejaksaan yang merupakan salah satu dari institusi penegak hukum, sebagai upaya untuk mewujudkan karakteristik profesi Jaksa yang memenuhi tuntutan kognitif dan afektif sesuai misi dan tugas Kejaksaan, sejak lama Kejaksaan telah memiliki Doktrin Tri Krama Adhyaksa yang mengandung 3 (tiga) ajaran fundamental.

Dari berbagai nilai-nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang Jaksa sebagai aparat penegak hukum dan pelayan publik, maka dalam sesi ini Peserta akan mempelajari lima (5) prinsip dasar yang disaring antara lain dari Tri Krama Adhyaksa yang kemudian diturunkan ke dalam Satya, Adhi, Wicaksana serta berbagai prinsip internasional lainnya yaitu dari International Association of

Prosecutor (IAP) dalam Standards of Professional Responsibility and Statement of the Essential Duties and Rights of Prosecutors10 (yang akan secara singkat disebut Standar IAP) dan Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu

10

Guidelines on the Role of Prosecutors disetujui dalam United Nations Congress on the Prevention of Crime and

the Treatment of Offenders di Havana, Cuba. Perhatian atas profesionalisme Jaksa tercermin dalam salah satu butir

pertimbangan yang menyatakan:

“Whereas it is essential to ensure that prosecutors possess the profesional qualifications required for the accomplishment of their functions, through improved methods of requirement and legal and professional training, and through the provision of all necessary means for the proper performance of their role in combating criminality, particularly in its new forms and dimensions.”

(24)

20

Guidelines on the Rule of Prosecutors11, maka ada 5 prinsip dasar yang akan dipelajari dalam sesi ini :

1. Integritas

Nilai integritas itu sendiri merupakan suatu nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang Jaksa, yaitu dimana seorang Jaksa dituntut untuk bersikap dan bertindak secara konsisten sesuai dengan nilai-nilai dan kebijakan lembaga serta kode etik profesi, walaupun dalam keadaan sulit untuk melakukan ini, tidak mudah dipengaruhi oleh siapapun dengan cara apapun.

2. Profesional

Hal ini diatur secara spesifik juga dalam IAP yaitu:

a. Seorang Jaksa harus setiap saat menjaga kehormatan dan martabat profesi mereka, selalu melaksanakan tugas secara profesional sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan serta etika profesi mereka. Senantiasa melaksanakan tugasnya dengan integritas dan perhatian serta ketelitian dengan standar tertinggi.

b. Dalam menjaga perilaku profesional, penting bagi Jaksa untuk mengikuti perkembangan informasi dengan baik, termasuk didalamnya adalah mengikuti perkembangan-perkembangan hukum yang relevan.

c. Jaksa harus berusaha dengan sebaik mungkin untuk menjadi, dilihat sebagai orang yang konsisten, independen dan tidak memihak.

d. Sebagai seorang penuntut umum, Jaksa harus selalu melindungi hak-hak terdakwa agar mendapatkan persidangan yang adil, dan secara khusus memastikan bahwa barang-barang bukti yang dapat meringankan terdakwa tersimpan dengan baik sesuai dengan Undang-Undang atau persyaratan dari persidangan yang adil.

11

Standards of Profesional Responsibility and Statement of the Essential Duties and the Rights of Prosecutors, ditetapkan oleh International Association of Prosecutors (IAP) pada tanggal 23 April 1999. IAP merupakan Asosiasi Jaksa bertaraf Internasional yang didirikan pada bulan Juni 1995 di kantor PBB di Wina dan secara resmi dilantik pada bulan September 1996 di Rapat Umum pertama di Budapest. IAP berkomitmen untuk menetapkan dan meningkatkan standar perilaku profesional dan etika bagi Jaksa di seluruh dunia; mempromosikan supremasi hukum, keadilan, ketidakberpihakan, dan menghormati hak asasi manusia dan meningkatkan kerjasama internasional untuk memerangi kejahatan.

(25)

21

e. Selalu memberikan layanan dan melindungi kepentingan publik; menghormati, melindungi dan menjunjung tinggi konsep martabat dan hak asasi manusia secara universal.

3. Mandiri

Dalam doktrin Tri Krama Adhyaksa dimana salah satu unsurnya adalah “adhi” yang diwujudkan dalam mandiri yang artinya memperluas wawasan. Jaksa harus meningkatkan kompetensi dan kapasitas baik dalam bidang pengetahuan maupun keterampilannya. Jaksa harus memiliki pandangan yang terbuka dan bersifat global. Jaksa harus senantiasa memandang dirinya sendiri dan menyesuaikan dengan dinamika lingkungan yang terjadi disekitarnya. Cara yang paling utama untuk meningkatkan wawasan adalah dengan senantiasa belajar baik dari ilmu pengetahuan maupun dari pengalaman, secara mandiri maupun secara formal.

Sementara prinsip mandiri dalam IAP dalam hal ini lebih menitikberatkan pada hak diskresi yaitu antara lain:

a. Penggunaan hak diskresi harus dilaksanakan secara independen/mandiri dan bebas dari pengaruh politis.

b. Jika otoritas selain dari kalangan Kejaksaan memiliki hak khusus dalam memberi instruksi kepada para Jaksa Penuntut umum, maka instruksi tersebut harus:

I. transparan;

II. konsisten dengan kewenangan yang dimilikinya;

III. tunduk pada acuan yang telah ditentukan untuk menjaga/melindungi aktualitas dan persepsi independensi penuntutan perkara.

c. Hak apapun yang dimiliki pihak di luar Kejaksaan untuk mengarahkan institusi Kejaksaan mengenai prosedur dan penghentian sebuah proses penuntutan yang telah diatur berdasarkan hukum haruslah diperlakukan dengan cara yang sama.

(26)

22 4. Imparsialitas

Menurut IAP maka imparsialitas adalah:

a. Jaksa penuntut umum harus melaksanakan tugasnya tanpa rasa takut, rasa keberpihakan ataupun prasangka.

b. Secara khusus mereka harus:

I. Melaksanakan fungsi mereka dengan tanpa memihak;

II. Tidak terpengaruh oleh kepentingan individu maupun kepentingan segelintir orang lainnya serta tekanan publik maupun media; bertindak dengan obyektifitas;

III. memperhatikan seluruh keadaan yang relevan, mengesampingkan pandangan apakah keadaan-keadaan tersebut menguntungkan atau tidak bagi tersangka;

IV. sesuai dengan Undang-Undang ataupun persyaratan setempat mengenai sebuah persidangan yang adil, berusaha memastikan bahwa seluruh pemeriksaan yang dilakukan wajar dan penting dilakukan dan hasilnya disampaikan, tidak mempedulikan apakah hal tersebut menunjukkan kesalahan atau justru ketidakbersalahan tersangka;

V. selalu mencari kebenaran dan membantu persidangan untuk mendapatkan kebenaran dan melaksanakan keadilan kepada masyarakat, korban serta terdakwa sesuai dengan Undang-Undang dan prinsip keadilan.

5. Disiplin

Disiplin adalah suatu unsur dimana seorang Jaksa dituntut untuk selalu bertindak sesuai dengan aturan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik secara internal Kejaksaan ataupun dalam lingkup nasional dan internasional.

2. Jaksa sebagai Aparatur Sipil Negara

Pengaturan mengenai profesi jaksa utamanya diatur dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan (UU Kejaksaan) serta peraturan-peraturan

(27)

23

turunannya. Dalam Pasal 9 ayat (1) UU Kejaksaan disebutkan bahwa salah satu syarat menjadi jaksa adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pegawai Negeri Sipil termasuk dalam lingkup Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diatur dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Status jaksa sebagai PNS sebagaimana diamanatkan dalam UU Kejaksaan, membuat profesi jaksa harus tunduk pula kepada UU ASN. Hal- hal yang perlu menjadi perhatian oleh jaksa sebagai ASN adalah mengenai Kewajiban dan Larangan sebagaimana diatur dalam PP NO.53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. mengenai kewajiban tercantum di pasal 3 yaitu:

Setiap PNS wajib:

1. mengucapkan sumpah/janji PNS; 2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;

3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah; menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan; 4. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh

pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

5. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS; mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;

6. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;

7. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara; 8. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang

dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;

9. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja; 10. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;

11. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya; memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat; 12. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;

(28)

24

13. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan 14. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.

dan larangan terdapat dalam pasal 4, yang berbunyi: Setiap PNS dilarang:

1. menyalahgunakan wewenang;

2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;

3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;

4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;

5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara; memberi atau menyanggupi akan

7. memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;

8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

10. melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;

(29)

25

12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:

a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;

b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;

c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara

13. memberikan dukunngan kepada calon presiden/wakil presiden dengan cara: a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau

merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap

pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;

14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan 015. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:

a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;

b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;

c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap

(30)

26

sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.

sanksi yang dikenakan dapat dilihat dalam pasal 7 yaitu: 1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:

a. hukuman disiplin ringan; b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat.

2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; dan

c. pernyataan tidak puas secara tertulis.

3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:

a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun; b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan

c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun. 4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri

dari:

a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun; b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah; c. pembebasan dari jabatan;

d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan

(31)

27

BAB III

KODE PERILAKU JAKSA

Pengertian

Sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta tugas-tugas lain berdasarkan peraturan perundang-undangan, Kejaksaan memerlukan adanya satu tata pikir, tata laku dan tata kerja Jaksa dengan mengingat norma-norma agama, susila, kesopanan serta memperhatikan rasa keadilan dan nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, diperlukan sosok Jaksa sebagai abdi hukum yang profesional, memiliki integritas kepribadian, disiplin, etos kerja yang tinggi dan penuh tanggungjawab, senantiasa mengaktualisasikan diri dengan memahami perkembangan global, tanggap dan mampu menyesuaikan diri dalam rangka memelihara citra profesi dan kinerja jaksa serta tidak bermental korup.

Jaksa sebagai pejabat publik senantiasa menunjukkan pengabdiannya melayani publik dengan mengutamakan kepentingan umum, menaati sumpah jabatan, menjunjung tinggi doktrin Tri Krama Adhyaksa, serta membina hubungan kerjasama dengan pejabat publik lainnya. Jaksa sebagai anggota masyarakat selalu menunjukkan keteladanan yang baik, bersikap dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang serta peraturan perundang-undangan.

Jaksa Agung selaku pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan dalam rangka menjaga kehormatan dan martabat profesi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Kejaksaan R.I. menetapkan PERJA No. PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa, yang pada Pasal 1 ayat (3) “Kode Perilaku Jaksa adalah

serangkaian norma penjabaran dari kode etik Jaksa, sebagai pedoman keutamaan mengatur perilaku jaksa baik dalam menjalankan tugas profesinya, menjaga kehormatan dan martabat profesinya, maupun dalam melakukan hubungan kemasyarakatan diluar kedinasan”

(32)

28

Kewajiban-kewajiban Dalam Menjalankan Profesi Jaksa

Dalam PERJA No. PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa, pada Pasal 3 tentang kewajiban jaksa terhadap negara diantaranya:

a. setia dan taat kepada Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bertindak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan yang hidup dalam masyarakat dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan

c. melaporkan dengan segera kepada pimpinannya apabila mengetahui hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara.

Pasal 4

Kewajiban Jaksa kepada Institusi:

a. menerapkan Doktrin Tri Krama Adhyaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya;

b. menjunjung tinggi sumpah dan/atau janji jabatan Jaksa;

c. menjalankan tugas sesuai dengan visi dan misi Kejaksaan Republik Indonesia; d. melaksanakan tugas sesuai peraturan kedinasan dan jenjang kewenangan;

e. menampilkan sikap kepemimpinan melalui ketauladanan, keadilan, ketulusan dan kewibawaan; dan

f. mengembangkan semangat kebersamaan dan soliditas serta saling memotivasi untuk meningkatkan kinerja dengan menghormati hak dan kewajibannya

Pasal 5

Kewajiban Jaksa kepada Profesi Jaksa:

a. menjunjung tinggi kehormatan dan martabat profesi dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya dengan integritas, profesional, mandiri, jujur dan adil; b. mengundurkan diri dari penanganan perkara apabila mempunyai kepentingan

pribadi atau keluarga;

(33)

29

d. meningkatkan ilmu pengetahuan, keahlian, dan teknologi, serta mengikuti perkembangan hukum yang relevan dalam lingkup nasional dan internasional; e. menjaga ketidakberpihakan dan objektifitas saat memberikan petunjuk kepada

Penyidik;

f. menyimpan dan memegang rahasia profesi, terutama terhadap tersangka/terdakwa yang masih anak-anak dan korban tindak pidana kesusilaan kecuali penyampaian informasi kepada media, tersangka/keluarga, korban/keluarga, dan penasihat hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

g. memastikan terdakwa, saksi dan korban mendapatkan informasi dan jaminan atas haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan hak asasi manusia; dan

h. memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan hukum atau tindakan hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien, konsisten, transparan dan menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan tugas bidang lain

Pasal 6

Kewajiban Jaksa kepada masyarakat:

a. memberikan pelayanan prima dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia; dan

b. menerapkan pola hidup sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.

Larangan-larangan dalam Menjalankan Jabatan Profesi Jaksa.

Dalam PERJA No. PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa, pada Pasal 7 tentang Larangan diatur sebagai berikut:

(1) Dalam melaksanakan tugas Profesi Jaksa dilarang:

a. memberikan atau menjanjikan sesuatu yang dapat memberikan keuntungan pribadi secara langsung maupun tidak langsung bagi diri sendiri maupun orang lain dengan menggunakan nama atau cara apapun;

(34)

30

b. meminta dan/atau menerima hadiah dan/atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung;

c. menangani perkara yang mempunyai kepentingan pribadi atau keluarga, atau finansial secara langsung maupun tidak langsung;

d. melakukan permufakatan secara melawan hukum dengan para pihak yang terkait dalam penanganan perkara; e. memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku;

e. merekayasa fakta-fakta hukum dalam penanganan perkara;

f. menggunakan kewenangannya untuk melakukan penekanan secara fisik dan/atau psikis; dan menggunakan barang bukti dan alat bukti yang patut diduga telah direkayasa atau diubah atau dipercaya telah didapatkan melalui cara-cara yang melanggar hukum;

(2) Jaksa wajib melarang keluarganya meminta dan/atau menerima hadiah atau keuntungan dalam bentuk apapun dari siapapun yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan tugas Profesi Jaksa.

Doktrin Tri Krama Adhyaksa merupakan landasan moral bagi Korps Adhyaksa dalam menunaikan tugas dan fungsinya sebagai abdi negara penegak hukum. Sebagai abdi negara penegak hukum, pada hakekatnya jaksa merupakan abdi masyarakat yang berusaha turut berfungsi sebagai pencari kebenaran, pendamba keadilan dan pewujud kepastian hukum dalam rangka memelihara dan mewujudkan keamanan dan ketertiban menuju tercapainya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945.

Oleh karena itu, seorang jaksa harus memiliki kemampuan profesional, berintegritas, dan berdisiplin tinggi dalam mengemban bakti profesi kepada masyarakat, bangsa dan negara yang tercermin dalam Tata Krama Adhyaksa, berisi 15 butir pedoman perilaku, antara lain :

1. Jaksa adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dari kepribadian yang utuh dalam pemahaman, penghayatan dan pengamalan pancasila;

(35)

31

2. Jaksa sebagai insan yang cinta tanah air dan bangsa senantiasa mengamalkan dan melestarikan Pancasila serta secara aktif dan kreatif menjadi pelaku pembangunan hukum dalam mewujudkan masyarakat adil yang berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan;

3. Jaksa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara dari pada kepentingan pribadi atau golongan;

4. Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama pencari keadilan serta menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, disamping asas-asas hukum yang berlaku;

5. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban melindungi kepentingan umum sesuai peraturan perundang-undangan dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan dan kesusilaan serta menggali nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;

6. Jaksa senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan mengindahkan disiplin ilmu hukum, memantapkan pengetahuan dan keahlian hukum serta memperluas wawasan dengan mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat;

7. Jaksa berlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan; 8. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban senantiasa memupuk serta

mengembangkan kemampuan profesional, integritas pribadi, dan disiplin yang tinggi;

9. Jaksa menghormati adat kebiasaan setempat yang tercermin dari sikap dan perilaku baik di dalam maupun di luar kedinasan;

10. Jaksa terbuka untuk menerima kebenaran, bersikap mawas diri, berani bertanggungjawab dan dapat menjadi teladan di lingkungannya;

11. Jaksa mengindahkan norma-norma kesopanan dan kepatutan dalam menyampaikan pandangandan menyalurkan aspirasi profesi, disamping mematuhi hirarki dan aturan kedinasan;

12. Jaksa berbudi luhur serta berwatak mulia, setia, jujur, arif dan bijaksana dalam tata pikir, tata tutur dan tata laku;

(36)

32

mendahulukan kepentingan korps dari pada kepentingan pribadi;

14. Jaksa menjunjung dan membela kehormatan korps serta menjaga harkat dan martabat profesi;

15. Jaksa senantiasa membina dan mengembangkan kader Adhyaksa dengan semangat ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Doktrin Tri Krama Adhyaksa yang kemudian dijabarkan dalam Tata Krama Adhyaksa sebagai kode etik Jaksa yang menjadi tuntutan, tata pikir, tata tutur dan tata laku dalam mewujudkan jati diri Jaksa mandiri yang mumpuni. Dalam rangka mewujudkan jabatan penegak hukum sebagai jabatan profesi yang mempunyai tiga kualifikasi yaitu mempunyai keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility), dan kesatuan (corporateness); dimulai sejak penentuan kualifikasi dan penerimaan calon pegawai (penegak hukum). Penentuan kualifikasi atau sifat dan keadaan pekerjaan serta kecakapan pegawai yang akan melakukan pekerjaan tersebut dapat dilakukan melalui job analysis.

(37)

33

BAB IV

PENUTUP

Integritas menjadi tak bermakna ketika ia hanya menjadi sebuah mata

pelajaran yang dituangkan ke dalam kertas untuk sekedar dibaca.

Keberadaannya juga tidak dapat diukur dari hasil evaluasi pelajaran

melalui sebuah tes tertulis. Integritas bukan sekedar ilmu pengetahuan, ia

merupakan seni hidup yang menjanjikan kehidupan yang bahagia,

bersahaja, dan tenteram.

Penerapan nilai integritas dalam kehidupan sehari-hari adalah tujuan

utama dari mata diklat ini. Terkhusus bagi seluruh peserta Pendidikan dan

Pelatihan Pembentukan Jaksa Tahun 2019, kalian harus mampu menjadi

pionir dalam menerapkan pribadi yang berintegritas. Setiap individu harus

senantiasa memperbaiki pola kehidupan selama menjalani diklat. Inilah

momen yang tepat bagi kita semua untuk berubah.

(38)

34

Daftar Pustaka

A. BUKU

- A.Z. Abidin, Bunga Rampai Hukum Pidana;

- Dr. Marwan Effendi, SH, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum; - R. Wiryono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia; - Andi Hamzah, Hukum Pidana Indonesia;

- Mr. Phimol Rattapat, The Role of Public Prosecution In Private and Administrative

Affairs;

- Dr. Marwan Effendy, SH, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum.

- Kejaksaan Agung R.I., “Kumpulan Perja Pembaruan Kejaksaan 2007”. Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009;

- Effendy, Marwan, “Kejaksaan dan Penegakan Hukum” Jakarta: Timpani Publishing, 2010;

- Kejaksaan Agung RI. “Perkembangan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi: Materi

Sosialisasi Reformasi Birokrasi Kejaksaan” Jakarta: Kejaksaan Agung RI, 2009;

- Huntington, Samuel P. “Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan

Militer-Sipil” (Penerjemah: Deasy Sinaga), Jakarta: PT. Grasindo, 2003

- Kamus Besar Bahasa Indonesia

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN SUMBER LAINNYA

- UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan;

- PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil;

- KEPJA no. 030/J.A/3/1988 – Keputusan Jaksa Agung tentang Penyempurnaan Doktrin Kejaksaan Tri Krama Adhyaksa;

- Dr. Marwan Effendy, SH, Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum.

- KEPJA No. Kep-030/3.A/8/1988 Tgl 23 Maret 1988 tentang Penyempurnaan Doktrin Tri Krama Adhayaksa;

- Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No.PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode Perilaku Jaksa;

- Persatuan Jaksa Republik Indonesia (PERSAJA), “Kode Etik Jaksa, Tata Krama

Adhyaksa” , Jakarta,15 Agustus 1995;

C. JURNAL

Gunardi Endro, “Menyelisik Makna Integritas dan Pertentangannya dengan

Korupsi”, dalam Jurnal Integritas KPK, Edisi 03, Nomor 1, Maret 2017

D. INTERNET

- Menerapkan Kejujuran Integritas dan Perbaikan berkesinambungan Dalam Diri Kita.. https://habibiezone.wordpress.com

- Pengertian Disiplin Menurut Para Ahli. www.pengertianmenurutparaahli.com - Damanik. Meylina.”INTEGRITAS DAN DISIPLIN SDM”.

(39)

BERITA NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

No.1230, 2012 JAKSA AGUNG. Perilaku. Kode Etik. Jaksa. Pencabutan.

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER–014/A/JA/11/2012

TENTANG

KODE PERILAKU JAKSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan Jaksa yang memiliki integritas, bertanggung jawab dan mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat, serta mewujudkan birokrasi yang bersih, efektif, efisien, transparan dan akuntabel yang dilandasi doktrin Tri Krama Adhyaksa;

b. bahwa Peraturan Jaksa Agung Nomor : PER-067/ A/JA/07/2007 dipandang tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan profesi Jaksa;

c. berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b maka perlu membentuk Peraturan Jaksa Agung Tentang Kode Perilaku Jaksa. Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang

Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890); 2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara

(40)

2012, No.1230 2

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang

Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberhentian Dengan Hormat, Pemberhentian Tidak Dengan Hormat, dan Pemberhentian Sementara, serta Hak Jabatan Fungsional Jaksa Yang Terkena Pemberhentian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 41; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4827);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 6. Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia;

7. Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-030/JA/1988 tanggal 23 Maret 1988 Tentang “Tri Krama Adhayaksa”; 8. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-066/A/JA/07/2007

tentang Standar Minimum Profesi Jaksa;

9. Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-022/A/JA/03/2011 tentang Penyelenggaraan Pengawasan Kejaksaan RI.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN JAKSA AGUNG TENTANG KODE PERILAKU JAKSA.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Jaksa Agung ini, yang dimaksud dengan:

1. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana

Referensi

Dokumen terkait

Semua gelatin dari kulit ayam broiler yang dihasilkan dari proses perendaman sampel dengan NaOH 0,15% dilanjutkan dengan perendaman menggunakan variasi pelarut asam,

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh hasil pengamatan pra penelitian yang dilakukan di SMP Negeri 7 Bandung di kelas VIII-D. Proses pembelajaran IPS yang

Dalam mukaddimah ini juga sebagaimana dijelaskan oleh al-nasyir kitab al-Mizan, bahwa manhaj yang dipergunakan oleh Tabataba’i dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an

Mengenai sumber air bor di Pondok Pesantren Anwarul Huda itu banyak sekali warga disekitar Pondok yang benar-benar membutuhkan ketersediaan air itu, maka dari itu sudah seharusnya

Tugas Prarancangan Pabrik merupakan syarat terakhir yang wajib ditempuh untuk menyelesaikan program strata 1 di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Berdasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan kepada enam responden divisi IT PT Fajar Mas Murni yang berhubungan dengan kesiapan perusahaan dalam penerapan Service

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia

Dilihat dari analisis biaya dan manfaat secara keseluruhan (totalitas), PPJ tetap memperoleh manfaat atau keuntungan yang cukup besar dalam kerja sama produksi dan