• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODUL BIOTA ASOSIASI DAN POLA INTERAKSI ANTAR SPESIES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODUL BIOTA ASOSIASI DAN POLA INTERAKSI ANTAR SPESIES"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

MODUL BIOTA ASOSIASI DAN

POLA INTERAKSI ANTAR SPESIES

PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG

( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR – YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

(2)

TUJUAN PEMBELAJARAN

Para peserta pelatihan dapat mengetahui dan menemukenali biota-biota laut yang berasosiasi di ekosistem terumbu karang serta pola interaksi dari beberapa spesiesnya.

METODE PENYAJIAN

Materi diberikan dalam bentuk teori dalam kelas, disajikan dengan metode andragogy. Diskusi terbuka dilakukan selama pengajaran.

KERANGKA TEORITIS

1. Macam habitat dalam ekosistem terumbu karang

Berdasarkan jarak dari pantai dan keterpaparannya terhadap arus dan gelombang, beberapa komunitas dalam ekosistem terumbu karang menempati habitatnya tersendiri. Penggolongan habitat secara geomorfologi ini berupa (Gambar 1):

- Back reef, merupakan daerah terumbu karang bagian dalam yang terlindung, biasanya masih didominasi oleh ekosistem lamun atau makrofita lainnya; kedalaman agak dangkal 1-2 meter.

- Reef flat, merupakan daerah paparan terumbu yang rentan terhadap surut, dimana terjadi peralihan komunitas (Gambar 2). Di daerah ini sudah mulai terlihat adanya beberapa koloni kecil karang, terutama karang bercabang dan submasif; kedalaman dangkal sekitar 1 meter.

- Reef crest, merupakan daerah tubir dimana sebagian besar bentuk pertumbuhan karang dapat ditemui. Biasanya jenis karang adalah yang dapat bertahan terhadap hempasan gelombang dari laut lepas. Selain itu, jenis-jenis biota laut terutama ikan cukup melimpah di daerah ini. Kedalaman berkisar 2-3 meter.

- Reef slope, merupakan daerah lereng yang landai atau curam; dengan luas permukaan substrat yang lebih lapang sehingga

(3)

memungkinkan jenis benthik banyak mendominasi selain karang. Kedalaman sekitar 3-10 meter.

- Fore-reef slope atau reef base, merupakan lanjutan daerah lereng atau hanya merupakan dasar merata yang cenderung mulai tertutupi oleh sedimentasi, sehingga terkadang lebih banyak substrat berpasir yang ditemui. Di daerah ini sudah jarang terlihat komunitas karang keras yang lebat, tetapi beberapa jenis karang lunak dan hewan benthik invertebrata lainnya yang banyak ditemui. Kedalaman di atas 10 meter.

Gambar 1. Pembagian wilayah berdasarkan geomorfologi (sumber: Tomascik et al., 1997b).

Gambar 2. Peralihan komunitas dari ekosistem padang lamun ke ekosistem terumbu karang yang biasanya terdapat di daerah reef flat. (Foto: koleksi pribadi)

(4)

2. Jenis biota yang berasosiasi pada ekosistem terumbu karang

Jenis biota yang berasosiasi merupakan kelompok biota yang khas menghuni daerah terumbu karang, dan beberapa di antaranya jarang bahkan tidak ditemui di ekosistem yang lain. Dalam tataran sistematika makhluk hidup, organisme laut juga terbagi atas 2 kelompok besar yakni tanaman dan hewan. Berikut dirangkum beberapa jenis organisme laut yang umumnya berasosiasi di ekosistem terumbu karang:

Alga/Rumput Laut

Beberapa jenis alga atau rumput laut yang biasa ditemui di daerah terumbu karang adalah jenis selada laut Ulva, anggur laut Caulerpa, yang termasuk dalam jenis alga hijau; serta rumput laut Eucheuma dan jamur laut Padina yang termasuk ke dalam jenis alga cokelat (Gambar 3).

Gambar 3. Beberapa jenis alga: (a) Caulerpa, (b) Eucheuma dan (c) Padina. Foto: internet (b), koleksi pribadi (a,c).

Sponge

Sponge merupakan kelompok hewan yang paling sederhana di antara seluruh penghuni laut. Dalam struktur taksonomi, sponge merupakan nama lain dari Filum Porifera. Dengan tubuh yang disellimuti oleh jutaan pori-pori, sponge merupakan hewan lunak yang menyerap air dan menyaring bahan organik dalam air laut sebagai makanannya (Ruppert & Barnes, 1994). Baik bentuk maupun warna dari sponge ini sangat beragam, mulai dari yang berbentuk seperti tabung, gumpalan,

(5)

hingga seperti mangkok besar. Warnanya juga demikian, mulai dari cokelat pucat hingga merah menyala. Struktur sponge yang hanya ditopang oleh spikula-spikula fiber, membuat tubuhnya agak lentur, namun tetap dapat berdiri tegak dan kokoh. Pada Gambar 4, terdapat beberapa jenis yang umum ditemui di terumbu karang.

Gambar 4. Sponge jenis (a) Callyspongia, (b) Spongia, dan (c) Xestospongia. Foto: koleksi pribadi (a); Colin & Arneson (1995)(b,c).

Hydra dan Ubur-ubur

Hydra dan ubur-ubur merupakan jenis yang perlu diwaspadai jika ingin menyelam di terumbu karang. Dengan kandungan nematosit yang cukup banyak dan kuat, hewan-hewan ini mampu membuat iritasi pada kulit bila tersentuh, bahkan dapat berakibat lebih buruk lagi. Bentuknya yang tidak begitu membahayakan dapat menipu pandangan. Seperti pada jenis bulu ayam Aglaophenia yang menyerupai helaian daun yang berwarna pucat, merupakan salah satu jenis hidra yang kuat jenis nematositnya. Jika terkena, kulit akan meradang dan mengalami pembengkakan yang cukup serius jika tidak segera ditangani. Begitu pula dengan jenis yang hidra yang lebih halus, Lytocarpus yang tampak seperti tulang daun. Walau tidak separah bulu ayam, namun sengatannya juga membuat iritasi yang berkepanjangan pada kulit (Gambar 5a, 5b).

Salah satu golongan hidra lainnya yang merupakan satu-satunya menyerupai jenis karang keras adalah karang api Millepora (Gambar 5c). Sengatannya terasa seperti membakar kulit, sehingga disebut sebagai

(6)

karang api. Bentuknya mirip dengan karang keras, namun hewan ini tidak termasuk dalam golongan karang keras yang pada umumnya tidak menyengat. Sejumlah besar koloni dari karang api yang pernah ditemui terdapat di sekitar Pulau Panambungan, Gusung Ondorea, dan perairan antara Pulau Sabangko dan Pulau Sagara di Kabupaten Pangkep. Namun, karang api ini sering ditemui dalam jumlah kecil di hampir pulau terumbu.

Gambar 5. Beberapa jenis hidra: (a) bulu ayam Aglaophenia; (b) hidra Lytocarpus; (c) karang api Millepora; dan ubur-ubur: (d) ubur serdadu Portugis Physalia; (e) Aurelia; dan (f) Caesiopea. Foto: Colin and Arneson (1995) (a,b,c), internet (d), koleksi pribadi (e,f).

Sementara itu, beberapa jenis ubur-ubur juga dapat ditemui, walau hanya sesekali teramati. Ubur-ubur dalam jumlah besar biasa terasa kehadirannya pada saat peralihan pasang surut, atau peralihan musim. Jenis ubur-ubur yang sesekali muncul antara lain ubur serdadu Portugis Physalia (Gambar 5d). Disebut demikian karena bentuknya mirip dengan topi tentara Portugis pada jaman dulu. Ubur serdadu Portugis ini mampu memakan ikan yang ukuran tubuhnya lebih besar dari dirinya, dengan mengandalkan tentakelnya yang berfungsi menjerat dan kemudian menghisap sari-sari makanan dari mangsanya. Hal yang sama juga

a b c

(7)

terdapat pada ubur-ubur jenis Aurelia juga bersifat soliter, dengan ukuran tubuh yang lebih besar dibanding Physalia. Sementara itu jenis ubur-ubur Caesiopea kadang terdapat dekat daerah lamun, ukuran yang ditemui cukup besar. Jenis ini mempunyai mesoglea yang sangat tebal dan lebih padat sehingga cukup layak untuk dikonsumsi.

Anemon Laut dan Karang Lunak

Anemon laut mempunyai struktur yang tidak jauh berbeda dengan polip karang keras, kecuali adanya perbedaan pada ukuran, dimana polip karang berukuran mikroskopis, sedangkan anemon laut berukuran cukup besar. Selaint itu, hal yang mendasar adalah, bahwa polip karang umumnya membentuk koloni dan mempunyai kemampuan untuk mengendapkan kapur (hermatipik), sedangkan anemon laut cenderung bersifat soliter dan sama sekali tidak bisa membentuk terumbu. Struktur tubuhnya cukup lunak dan kenyal dengan warna dan bentuk yang sangat beragam. Beberapa contoh yang umum ditemui berupa jenis pada Gambar 6a, b, c.

a b c

(8)

Gambar 6. (a) anemon raksasa Heteractis; (b) anemon handuk Stychodactyla; (c) anemon jamur Actinodiscus; (d) karang merah Tubipora; (e) karang biru Heliopora; (f) karang lunak Sarcophyton; (g) bunga karang Melithaea; (h) bambu laut Isis; dan (i) tali arus Cirripathes. Foto: Colin & Arneson (1995) (a,d,e,f,h), koleksi pribadi (b,c,g,i).

Karang lunak sendiri mempunyai struktur rangka juga tetapi berbeda dengan karang keras. Jika karang keras mempunyai kemampuan mengendapkan kalsium karbonat, maka karang lunak mengendapkan senyawa-senyawa protein dan kolagen yang tidak sekeras kalsium sehingga teksturnya lebih lunak dan dapat dibengkokkan. Gambar 6 d, e, f, g, h, dan i merupakan beberapa contoh karang lunak yang umum dijumpai di terumbu karang.

Moluska

Hewan moluska terdiri dari banyak jenis, akan tetapi yang paling banyak dieksploitasi dan dikonsumsi adalah dari jenis siput, kerang-kerangan dan cumi-cumi. Hampir sebagian besar hewan moluska mempunyai cangkang, baik cangkang luar (seperti pada siput dan kerang) maupun cangkang dalam (seperti pada cumi-cumi).

Umumnya jenis siput-siput berukuran besar dapat ditemui di terumbu karang, seperti jenis kepala kambing Lambis, triton trompet Cheronia, dan siput mata turbo Turbo. Begitu pula dengan jenis kerang atau tiram seperti kima Tridacna dan tiram Crassostrea, dimana jenis kima ini dapat mencapai ukuran hingga 2 m lebarnya. Jenis cumi-cumi pun

(9)

demikian, dimana terbesar seperti gurita Octopus dan sotong Sepia (Gambar 7).

Gambar 7. Moluska ukuran besar: (a) siput mata turbo Turbo; (b) kima Tridacna; dan (c) sotong Sepia. Foto: koleksi pribadi (a,c), internet (b).

Krustasea

Hewan krustasea meliputi jenis hewan yang memiliki banyak kaki (4–5 pasang), dan termasuk di dalamnya adalah udang, kepiting, kalomang dan teritip. Umumnya hewan krustasea ini bersifat demersal, kecuali teritip saja yang sifatnya melekat pada substrat (Gambar 8). Sebagian besar cangkang dari krustasea yang hidup di daerah terumbu karang memiliki pewarnaan yang terang dan beragam dibanding jenis yang sama yang hidup di perairan ekosistem yang lain seperti di mangrove dan estuari.

Gambar 8. Krustase terumbu karang: (a) lobster Panulirus; (b) kepiting hias Carpilius; dan (c) teritip Lepas. Foto: koleksi pribadi (a), Colin & Arneson (1995) (b,c).

a b c

(10)

Ekinodermata

Hewan ekinodermata dapat ditemui di hampir semua ekosistem, namun keanekaragaman yang paling tinggi terdapat pada ekosistem terumbu karang. Hewan ekinodermata meliputi jenis hewan yang memiliki duri, terbagi atas 5 kelompok besar yakni bintang laut, bintang ular, lilia laut, bulu babi, dan teripang, dan kesemuanya dapat ditemui di ekosistem terumbu karang. Selain berduri, hewan Ekinodermata ini mempunyai struktur tubuh yang khas, yakni terdiri atas 5 bagian atau lempengan.

Bintang laut biru Linckia merupakan organisme yang paling umum ditemui karena warnanya birunya yang cerah dan menyolok, selain jenis bintang laut seribu Acanthaster yang merupakan musuh karang dengan penampakan sekujur tubuhnya yang penuh dengan duri. Sementara bintang ular Ophiotrix biasanya ditemukan di antara celah karang-karang bercabang, dan umumnya mempunyai ukuran yang kecil, halus dan rapuh. Jika di antara kelima lengannya tertangkap, maka dengan cepat akan dia putuskan untuk segera bersembunyi dan lengan yang terputus akan tumbuh kembali.

Jenis lilia laut seperti Comanthina, umumnya bersifat melekat sementara pada substrat karang. Lengan-lengannya yang berkelipatan lima juga mudah patah. Jenis bulu babi hitam Diadema sering didapatkan hidup mengelompok di atas substrat yang agak berpasir, sedangkan jenis bulu babi lainnya hidup menyendiri di antara lubang atau celah karang. Sifat soliter ini juga dimiliki teripang yang umumnya terdapat pada daerah berpasir dan berarus kuat di sekitar daerah terumbu karang. Keberadaannya kadang tersamar oleh latar belakang substratnya. Contoh teripang duri Stichopus merupakan jenis yang kadang dijumpai di antara pecahan karang (Gambar 9).

(11)

Gambar 9. Ekinodermata: (a) bintang laut biru Linckia; (b) bintang ular Ophiotrix; (c) lilia laut Comanthina; (d) bulu babi hitam Diadema; dan (e) teripang Stichopus. Foto: koleksi pribadi (a,e), Colin & Arneson (1995) (b,c,d).

Ikan Karang dan Reptilia Laut

Ikan merupakan organisme yang paling beragam jenisnya dan melimpah ditemui, terutama pada ekosistem terumbu karang, dibanding dengan ekosistem estuari dan padang lamun misalnya. Berdasarkan tingkah lakunya, ikan karang ada yang hidup secara individu atau ditemukan menyendiri (contohnya ikan lepu ayam Pterois), mengelompok 3-10 ekor (contohnya ikan kambuna Platax), dan dalam bentuk gerombolan atau schooling (contohnya ikan ekor kuning Caesio) (Gambar 10a, b, c).

Selain kecenderungan tersebut, ikan karang juga mempunyai sifat teritorial, dimana mereka akan menentukan wilayah kekuasaannya sehingga jika mereka diusik oleh penyelam, beberapa saat kemudian akan datang kembali ke wilayah tersebut. Contohnya pada jenis ikan

b

a c

(12)

betok laut Pomacentrus, ikan giru Amphiprion dan ikan kepe-kepe Chaetodon. Sedangkan yang bersifat migratori atau senantiasa berpindah ekosistem antara lain hiu nursery shark Carcharinus. Berdasarkan waktu makannya, ikan karang juga ada yang bersifat diurnal (muncul pada siang hari) dan nokturnal (muncul pada malam hari). Ikan moorish do; buntal kotak ikan serinding malam Apogon walau sering pula terlohat pada siang hari namun berlindung di antara atau di bawah karang (Gambar 10d, e, f, g).

Gambar 10. Ikan karang: (a) ikan lepu ayam Pterois; (b) ikan kambuna Platax; (c) ikan ekor kuning Caesio; (d) ikan kepe-kepe Chaetodon; (e) nursery shark Carcharhinus; (f) moorish idol Zanclus; dan (g) ikan

a b c

d e

g f

(13)

serinding malam Apogon. Foto: koleksi pribadi (a,b,d,e,g), internet (c), Kuiter (1992) (f).

Adapun jenis reptilia laut yang juga dapat ditemui di daerah terumbu karang adalah ular laut dan penyu. Ular laut yang sering terlihat adalah jenis ular belang hitam-putih yang terlihat menyolok merayap dan berenang di sela karang, sedangkan jenis penyu adalah penyu sisik Eretmochelys imbricata yang menyukai daerah karang yang subur dengan jenis sponge sebagai makanannya (Gambar 11).

Gambar 11. Reptilia laut: (a) ular laut; dan (b) penyu sisik Eretmochelys imbricata. Foto: koleksi pribadi (a), internet (b).

3. Pola interaksi antar biota/spesies

Pola interaksi di antara organisme dalam terumbu karang, secara ekologis memenuhi beberapa bentuk interaksi. Mulai dari interkasi mutualisme, komensalisme, parasitisme, predatorisme atau pemangsaan, termasuk adaptasi kamuflase dalam memangsa.

Ikan giru dan anemon laut merupakan satu contoh spesifik dan khas di terumbu karang. Masing-masing memperoleh keuntungan dalam pola mutualisme yang mereka bangun. Ikan giru mendapat perlindungan dari predator dengan bersembunyi di antara anemon laut yang bagi ikan selainnya, akan terkena racun dari anemon tersebut. Sementara bagi anemon laut sendiri, keberadaan ikan giru membantu dalam hal pengadukan air karena pergerakan aktif ikan giru, sehingga nutrien di

(14)

sekitarnya akan berkumpul dan sehingga mudah anemon dapat menangkapnya (Gambar 12a).

Interaksi parasitisme juga ditemui pada jenis cacing tabung Spirobranchus yang menyusup dengan cara mengikis padatan beberapa jenis karang masif Porites, sehingga karang mengalami luka dan dapat diintervesi oleh organisme lainnya seperti alga dan hidra (Gambar 12b).

Pola predatorisme juga lebih bervariasi. Ada yang menggunakan model penyamaran dengan substrat sehingga tidak terlihat oleh mangsanya. Jenis ikan lepu tembaga yang warna bagian punggung terlihat putih seperti pecahan karang, sangat kontras dengan warna pada bagian sisi dan perutnya yang cerah. Sedangkan bentuk predatorisme yang lebih nyata, adalah invasi jenis bintang laut seribu yang memakan polip-polip karang dengan cara menghisap (Gambar 12c, d). Bentuk predatorisme demikian lebih aktif dibanding ikan lepu tembaga yang bersifat pasif menunggu mangsa lewat, dan itupun hanya mengkonsumsi 1 hingga 2 ekor ikan. Sedangkan pada predatorisme yang aktif, jumlah mangsanya lebih besar.

(15)

Gambar 12. Pola interaksi dan adaptasi: (a) ikan giru dan anemon laut; (b) cacing tabung dan karang masif ; (c) ikan lepu tembaga ; dan (d) bintang laut seribu dan karang masif. Foto: koleksi pribadi.

(16)

EVALUASI

Para peserta diminta mengidentifikasi jenis organisme yang ditemui di kawasan terumbu karang daerahnya, lau mengelompokkan ke dalam daftar penamaan seperti diuraikan di atas.

Gambar

Gambar 1.  Pembagian wilayah berdasarkan geomorfologi (sumber: Tomascik  et al., 1997b)
Gambar 3.  Beberapa jenis alga: (a) Caulerpa, (b) Eucheuma dan (c) Padina.
Gambar 4.  Sponge jenis (a) Callyspongia, (b) Spongia,  dan (c) Xestospongia.
Gambar  5.  Beberapa jenis hidra: (a) bulu ayam Aglaophenia; (b) hidra  Lytocarpus; (c) karang api Millepora; dan ubur-ubur: (d) ubur  serdadu Portugis Physalia; (e) Aurelia; dan (f) Caesiopea
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat yang telah melimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penulisan skripsi

Berdasarkan hasil yang didapatkan dari penelitian ini, maka dapat dambil kesimpulan bahwa Fraksi etil asetat biji jagung memiliki kandungan total fenolik paling

Selain koherensi internal, kurikulum untuk program studi/ jurusan kependidikan harus memperhatikan pula keterkaitan kontennya baik pedagogi umum, pedagogi khusus maupun konten

Rumah adalah suatu bangunan yang dihuni oleh manusia dan di dalamnya mereka dapat melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rumah merupakan sebuah

Analisis data hasil pengukuran menunjukkan bahwa peserta didik di Madrasah Tsanawiyah kode S mempunyai sikap-sikap spiritual yang unggul pada aspek beriman kepada Allah

Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengukur kadar RANTES sekret hidung, yang dilakukan dengan teknik provokasi alergen, sehingga

Bank Kustodian akan menerbitkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan antara lain jumlah Unit Penyertaan yang dijual kembali dan dimiliki serta Nilai Aktiva