• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima) DENGAN PERLAKUAN BLANCHING DAN PERENDAMAN NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima) DENGAN PERLAKUAN BLANCHING DAN PERENDAMAN NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 )"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KAJIAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita

maxima) DENGAN PERLAKUAN BLANCHING DAN PERENDAMAN

NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5)

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

Oleh :

CHATRINE CHRISANDY P. H0908099

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2013

(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(3)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Sifat Fisik Dan Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Perlakuan Blanching dan Perendaman Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Stratum Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, antara lain kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ir. Bambang Sigit Amanto, Msi selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

3. Dwi Ishartani, S.TP, M.Si selaku Pembimbing Utama Skripsi yang telah membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dimas Rahadian. S.TP, M.Sc selaku Pembimbing Pendamping Skripsi yang telah membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

5. Ir. Basito,M.S selaku Penguji Skripsi yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.

6. Lia Umi Khasanah, ST, MT selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing saya dalam perkuliahan selama 4 tahun.

7. Bu Lis, Pak Slamet, Pak Giyo, Pak Joko, terima kasih banyak atas segala bantuannya.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta atas segala bantuan selama masa perkuliahan penulis.

9. Skripsi ini saya persembahkan kepada orang tua saya “Papa Purwanto dan Mama Rochani” yang senantiasa mendoakan dan mendukung setiap langkah kehidupan yang saya ambil.

(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

10. Mas Cucus, dik Ryan dan seluruh anggota keluarga Sastro Sandi, terima kasih atas doa dan bantuannya.

11. Hehmaning Prabasini selaku partner skripsi, terima kasih untuk semua bantuan, semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabat-sahabat terbaik Yoan, Sella, Dyan, Bun-bun, Krisna, Wisnu, Yeye, Xaxa terima kasih untuk doa, semangat, bantuan dan sukacita yang selalu kalian bawa ketika berkumpul bersama. Selamat berjuang dan semoga sukses dalam menempuh perjalanan menuju masa depan yang telah Tuhan siapkan untuk kalian.

13. Teman-teman PMK FP UNS terima kasih untuk semangat, doa dan bantuan kalian sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Selamat berjuang untuk tahap kehidupan selanjutnya.

14. Teman-teman “Labu kuning” yang saling memberikan informasi, semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih dan semoga sukses untuk kita semua.

15. Teman-teman ITP 2008 yang sangat kompak dan saling membantu dalam penyusunan skripsi. Terima kasih teman-teman dan selamat berjuang untuk tahap kehidupan selanjutnya.

16. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Surakarta, Januari 2013

(5)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix RINGKASAN ... x SUMMARY ... xi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 2 C. Tujuan ... 3 D. Manfaat Penelitian ... 3

II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 4

B. Hipotesis ... 8

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 9

B. Bahan dan Alat... 9

1. Bahan ... 9

2. Alat ... 9

C. Tahapan Penelitian... 10

1. Pembuatan Tepung Labu Kuning. ... 10

2. Pengujian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning. ... 12

(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) ... 14

1. Daya Serap Air ... 14

2. Kelarutan Tepung ... 16

3. Warna ... 18

4. Daya Dispersi ... 21

B. Sifat Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) ... 24

1. Kadar Air ... 24 2. Kadar Abu ... 26 3. Kadar Lemak ... 28 4. Kadar Protein ... 30 5. Serat Kasar ... 32 6. Betakaroten ... 33

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 35

B. Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kandungan Gizi Daging Buah Labu Kuning (dalam 100 gram bahan) ... 6 Tabel 3.1 Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning ... 13 Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan Dua Faktor ... 13 Tabel 4.1 Daya Serap Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima)

dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 14 Tabel 4.2 Daya Serap Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima)

dengan Variasi Lama Perendamani Natrium Metabisulfit ... 15 Tabel 4.3 Kelarutan Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 16 Tabel 4.4 Kelarutan Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit ... 17 Tabel 4.5 Warna Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi

Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 18 Tabel 4.6 Warna Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi

Lama Perendaman Natrium Metabisulfit ... 20 Tabel 4.7 Daya Dispersi Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 22 Tabel 4.8 Daya Dispersi Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit ... 23 Tabel 4.9 Kadar Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 24 Tabel 4.10 Kadar Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit ... 25 Tabel 4.11 Kadar Abu Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 26 Tabel 4.12 Kadar Abu Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Tabel 4.13 Kadar Lemak Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 28 Tabel 4.14 Kadar Lemak Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit ... 29 Tabel 4.15 Kadar Protein Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 30 Tabel 4.16 Kadar Protein Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit ... 31 Tabel 4.17 Serat Kasar Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 32 Tabel 4.18 Serat Kasar Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit ... 32 Tabel 4.19 Betakaroten Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ... 33 Tabel 4.20 Betakaroten Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan

(9)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 3.1 Labu Kuning (Cucurbita maxima) ... 10 Gambar 3.2 Proses Pembuatan tepung Labu Kuning ... 11 Gambar 4.1 Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Perendaman

(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

KAJIAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita

maxima) DENGAN PERLAKUAN BLANCHING DAN PERENDAMAN NATRIUM

METABISULFIT (Na2S2O5)

Chatrine Chrisandy Purwanto1, Dwi Ishartani2, Dimas Rahadian2 RINGKASAN

Labu kuning (Cucurbita maxima) merupakan salah satu buah yang memiliki potensi sebagai sumber provitamin A nabati berupa β-karoten, namun belum banyak dimanfaatkan secara maksimal. Tepung dapat menjadi salah satu alternatif olahan dari labu kuning. Penelitian ini bertujuan untuk (1)mengetahui sifat fisik tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching dan perendaman natrium metabisulfit, (2) mengetahui sifat kimia tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching dan perendaman natrium metabisulfit. Penelitian ini terdiri dari dua tahap utama, yaitu pembuatan tepung labu kuning dan pengujian sifat fisik dan kimia tepung labu kuning. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan analisa. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode Analysis of Variance (ANOVA). Bila ada perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncans Multiple Range

Test (DMRT) pada taraf α 0,05.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5) memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tepung labu

kuning (Cucurbita maxima). Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5)

maka semakin tinggi daya serap air, memperbaiki warna, meningkatkan kadar abu dan mempertahankan betakaroten, tetapi semakin menurunkan kadar air dan serat kasar tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Namun, konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh terhadap kelarutan, daya dispersi, kadar lemak dan kadar protein tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Lama perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5)

berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Semakin lama waktu perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5) semakin meningkatkan

daya serap air, kelarutan, warna, kadar air, kadar lemak, serat kasar dan mempertahankan betakaroten namun menurunkan daya dispersi dan kadar abu tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Lama perendaman natrium metabisulfit tidak berpengaruh terhadap kadar protein tepung labu kuning (Cucurbita maxima).

Kata kunci : labu kuning, natrium metabisulfit, tepung, perendaman

1

Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

2

(11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

STUDY OF PHYSICAL DAN CHEMICAL PROPERTIES OF PUMPKIN (Cucurbita maxima) FLOUR WITH BLANCHING AND SOAKING SODIUM

METABISULPHITE TREATMENT

Chatrine Chrisandy Purwanto1, Dwi Ishartani2, Dimas Rahadian2 SUMMARY

Pumpkin (Cucurbita maxima) is one of the fruits that have potential as sources of provitamin A such as β-carotene, but has not been fully used. Flour can be an alternative processing of the pumpkin. The objectives of the experiment were (1) to know the physical properties of pumpkin flour treated blanching and soaking sodium metabisulphite, (2) to know the chemical properties of pumpkin flour treated blanching and soaking sodium metabisulphite. This research used Completely Randomized Design with two times analysis replications. Data was analysed with Analysis of Variance (ANOVA) and followed with Duncans Multiple Range Test (DMRT) at level α 0,05.

The results showed that the concentration of sodium metabisulphite (Na2S2O5)

influence on the physical and chemical properties of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. The higher of concentration of sodium metabisulphite (Na2S2O5) increase water

absorption, improved color, increased ash content and maintaining beta-carotene, but decrease the moisture content and crude fiber of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. However, the concentration of sodium metabisulphite not affect the solubility, dispersibility, fat and protein content of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. Sodium metabisulphite (Na2S2O5) soaking time influence on the physical and chemical properties

of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. The longer of sodium metabisuphfite (Na2S2O5)

soaking time improve water absorption, solubility, color, moisture content, fat content, crude fiber and beta-carotene, but maintain dispersibility and ash content of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. Sodium metabisulphite (Na2S2O5) soaking time had no effect

to the protein content of pumpkin (Cucurbita maxima) flour.

Keyword : pumpkin, sodium metabisulphite, flour, soaking

1)

Student of Food Science and Technology Department

2)

(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRAK

Labu kuning (Cucurbita maxima) merupakan salah satu buah yang memiliki potensi sebagai sumber provitamin A nabati berupa β-karoten, namun belum banyak dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching dan perendaman natrium metabisulfit. Penelitian ini terdiri dari dua tahap utama, yaitu pembuatan tepung labu kuning dan pengujian sifat fisik dan kimia tepung labu kuning. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan analisa. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode Analysis of Variance (ANOVA). Bila ada perbedaan antar perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncans Multiple

Range Test (DMRT) pada taraf α 0,05.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5) memberikan pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit (Na2S2O5) maka semakin tinggi daya serap air, memperbaiki warna, meningkatkan kadar abu dan mempertahankan betakaroten, tetapi semakin menurunkan kadar air dan serat kasar tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Namun, konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh terhadap kelarutan, daya dispersi, kadar lemak dan kadar protein tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Lama perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5) berpengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Semakin lama waktu perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5) semakin meningkatkan daya serap air, kelarutan, warna, kadar air, kadar lemak, serat kasar dan mempertahankan betakaroten namun menurunkan daya dispersi dan kadar abu tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Lama perendaman natrium metabisulfit tidak berpengaruh terhadap kadar protein tepung labu kuning (Cucurbita maxima). Kata kunci : labu kuning, natrium metabisulfit, tepung, perendaman

1)

Mahasiswa Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

2) Staff Pengajar Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

KAJIAN SIFAT FISIK DAN KIMIA TEPUNG LABU KUNING (Cucurbita maxima) DENGAN PERLAKUAN BLANCHING

DAN PERENDAMAN NATRIUM METABISULFIT (Na2S2O5)

Chatrine Chrisandy Purwanto(1), Dwi Ishartani(2), Dimas Rahadian(2)

(13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ABSTRACT

Pumpkin (Cucurbita maxima) is one of the fruits that have potential as sources of provitamin A such as β-carotene, but has not been fully used. Flour can be an alternative processing of the pumpkin. The objectives of the experiment were to know the physical and chemichal properties of pumpkin flour treated blanching and soaking sodium metabisulphite. This research used Completely Randomized Design with two times analysis replications. Data was analysed with Analysis of Variance (ANOVA) and followed with Duncans Multiple Range Test (DMRT) at level α 0,05.

The results showed that the concentration of sodium metabisulphite (Na2S2O5) influence on the physical and chemical properties of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. The higher of concentration of sodium metabisulphite (Na2S2O5) increase water absorption, improved color, increased ash content and maintaining beta-carotene, but decrease the moisture content and crude fiber of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. However, the concentration of sodium metabisulphite not affect the solubility, dispersibility, fat and protein content of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. Sodium metabisulphite (Na2S2O5) soaking time influence on the physical and chemical properties of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. The longer of sodium metabisuphfite (Na2S2O5) soaking time improve water absorption, solubility, color, moisture content, fat content, crude fiber and beta-carotene, but maintain dispersibility and ash content of pumpkin (Cucurbita maxima) flour. Sodium metabisulphite (Na2S2O5) soaking time had no effect to the protein content of pumpkin (Cucurbita maxima) flour.

Keyword : pumpkin, sodium metabisulphite, flour, soaking 1)

Student of Food Science and Technology Department

2)

Lecturer of Food Science and Technology Department

STUDY OF PHYSICAL AND CHEMICAL PROPERTIES OF PUMPKIN (Cucurbita maxima) FLOUR WITH BLANCHING AND SOAKING SODIUM METABISULPHITE TREATMENT

Chatrine Chrisandy Purwanto(1), Dwi Ishartani(2), Dimas Rahadian(2)

(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Labu kuning memiliki potensi besar untuk dibudidayakan di Indonesia dan produksinya meningkat dari tahun ke tahun. Data produksi labu kuning tahun 2010 menunjukkan produksi labu kuning di Indonesia 369.846 ton. Labu kuning (Cucurbita maxima) memiliki potensi sebagai sumber provitamin A nabati berupa β-karoten. Kandungan provitamin A dalam labu kuning sebesar 767 µg/g bahan. Selain itu, labu kuning juga mengandung vitamin C, serat dan karbohidrat yang cukup tinggi (Gardjito, 2005).

Labu kuning merupakan tanaman musiman, sehingga produksi labu kuning akan sangat besar ketika musimnya tiba. Meskipun daya simpannya cukup lama namun labu kuning mudah rusak dalam pengangkutan. Tingginya produksi labu kuning di Indonesia tidak berimbang dengan pemanfaatan dari labu kuning tersebut. Selama ini labu kuning hanya dimanfaatkan untuk dibuat kolak, dodol atau hanya dikonsumsi sebagai sayuran. Oleh karena itu, perlu adanya olahan dari labu kuning yang lebih bervariasi namun tetap mempertahankan nilai gizi yang terdapat di dalam labu kuning tersebut.

Tepung dapat menjadi salah satu alternatif olahan dari labu kuning. Tepung banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam pembuatan roti, kue, mie dan lain-lain. Proses pembuatan tepung labu kuning meliputi proses pengupasan dan pembuangan bagian yang tidak dibutuhkan, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Salah satu masalah yang dihadapi dalam pembuatan tepung labu kuning adalah terjadinya browning pada saat pembuatan tepung. Hal ini menyebabkan tepung mempunyai warna kecoklatan dan kurang diminati masyarakat. Browning pada tepung labu kuning terjadi karena adanya pemanasan yang menyebabkan asam amino bereaksi dengan gula pereduksi, sehingga membentuk melanoidin yang berwarna coklat. Salah satu cara untuk mencegah terjadinya perubahan warna pada tepung labu kuning dapat

(15)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

dilakukan perlakuan pendahuluan pada labu kuning. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan dapat berupa blanching dan perendaman dengan natrium metabisulfit (Na2S2O5).

Blanching adalah suatu proses pemanasan yang diberikan terhadap suatu bahan yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim, melunakkan jaringan dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan (Fellows (1990) dalam Daniawan, 2005). Dalam penelitian ini proses blanching lebih ditujukan untuk menghambat proses pencoklatan dalam pembuatan tepung labu kuning. Selain blanching, salah satu cara untuk menghambat reaksi pencoklatan adalah dengan perendaman dalam natrium metabisulfit. Natrium metabisulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil, hasil reaksi tersebut dapat mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Dalam penelitian ini, waktu blanching yang digunakan adalah selama 15 detik sedangkan perendaman natrium metabisulfit dilakukan pada konsentrasi 0%; 0,25% dan 0,3% selama 0; 10 dan 20 menit. Penentuan waktu blanching dan konsentrasi serta lama perendaman natrium metabisulfit berdasarkan pada penelitian Slamet (2010), dimana pada penelitian tersebut perlakuan blanching dan perendaman natrium metabisulfit dapat memperbaiki kenampakan warna pada tepung ganyong.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan kimia tepung labu kuning (Cucurbita maxima) dengan perlakuan pendahuluan berupa blanching dan perendaman natrium metabisulfit. Perlakuan pendahuluan yang digunakan adalah blanching dan perendaman dengan natrium metabisulfit (Na2S2O5) pada berbagai konsentrasi dan lama

perendaman. Perlakuan pendahuluan yang digunakan diharapkan mampu mempertahankan kandungan betakaroten pada tepung labu kuning dan menghasilkan tepung labu kuning yang mempunyai warna yang cerah.

(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana sifat fisik tepung labu kuning (Cucurbita maxima) yang diberi perlakuan pendahuluan berupa blanching dan perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5) ?

2. Bagaimana sifat kimia tepung labu kuning (Cucurbita maxima) yang diberi perlakuan pendahuluan berupa blanching dan perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5) ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Mengetahui sifat fisik tepung labu kuning (Cucurbita maxima) yang diberi perlakuan pendahuluan berupa blanching dan perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5).

b. Mengetahui sifat kimia tepung labu kuning (Cucurbita maxima) yang diberi perlakuan pendahuluan berupa blanching dan perendaman natrium metabisulfit (Na2S2O5).

2. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi bagi pengembangan ilmu dan teknologi pangan mengenai diversifikasi produk olahan dari labu kuning (Cucurbita maxima).

(17)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka Labu Kuning

Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari famili Cucurbitaceae, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0 m – 1500 m di atas permukaan laut (dpl). Labu kuning termasuk tanaman yang produktif, mudah tumbuh, dan tidak membutuhkan perawatan yang rumit. Jika pertumbuhannya baik, tanaman ini mampu menghasilkan 20-40 ton per hektar lahan. Ukuran panjang tanaman dapat mencapai 5-10 m dan tiap sulur dapat menghasilkan sekitar sepuluh buah waluh dengan bobot 10-20 kg/buah (Yenrina, 2009). Labu kuning mempunyai bentuk bulat sampai lonjong dan berwarna kuning kemerahan. Berat labu kuning dapat mencapai ± 4 kg, bahkan jenis Cucurbita moschata dapat mencapai berat hingga ± 20 kg. Labu kuning sudah dapat dipanen pada umur 3 - 4 bulan, sementara jenis hibrida dapat dipanen pada umur 90 hari (Hendrasty, 2003).

Terdapat 20-an spesies labu di seluruh dunia, dengan jumlah subspesies dan varietas mencapai seratusan lebih. Namun yang dibudidayakan di Indonesia umumnya hanya lima spesies yaitu Cucurbita maxima (labu manis), Cucurbita ficifolia, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata (labu kuning atau labu merah), dan Cucurbita pepo (labu manis). Labu kuning diperkirakan berasal dari Maluku. Labu sering juga disebut sebagai labu kuning atau labu merah (untuk spesies Cucurbita moschata) dan labu manis (untuk spesies Cucurbita maxima dan Cucurbita pepo). Morfologi tanaman labu kuning adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Violales

Famili : Cucurbitaceae (suku labu-labuan) Genus : Cucurbita

Spesies : Cucurbita maxima Duchesne (Anonima, 2012).

Labu kuning (Cucurbita maxima) merupakan salah satu buah yang memiliki potensi sebagai sumber provitamin A nabati berupa β-karoten. Kandungan provitamin A dalam labu kuning sebesar 767 µg/g bahan. Adapun kandungan gizi yang terdapat dalam labu kuning dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Daging Buah Labu Kuning (dalam 100 gram bahan)

Kandungan Gizi Jumlah

Energi (kal) 29 Air (g) 91,2 Protein (g) 1,1 Lemak (g) 0,3 Karbohidrat (g) 6,6 Kalsium (g) 45 Fosfor (mg) 64 Zat besi (mg) 1,4 Vitamin A (SI) 180 Vitamin B (mg) 0,08 Vitamin C (mg) 52

Bagian yang dapat dimakan (%) 77

Sumber : Departemen Kesehatan RI, Jakarta (1996) dalam Andriyani (2008). Pigmen karotenoid menyebabkan jaringan berwarna kuning sehingga intensitas warna kuning menjadi indikator umum bagi kandungan provitamin A. Pigmen karoten dapat dioksidasi oleh enzim lipoksidase yang terdapat dalam jaringan yang dapat merusak karoten. Lipoksidase ini aktif jika jaringan itu rusak secara mekanis. Bisa juga terjadi oksidasi secara non

(19)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

enzimatis, yang dapat dipengaruhi oleh cahaya (Apandi (1984) dalam Harahap, 2007).

Karoten adalah pigmen utama dalam membentuk warna merah, oranye, kuning dan hijau pada buah dan sayur. Karoten mempunyai sifat fungsional sebagai antioksidan yang melindungi sel dan jaringan dari kerusakan akibat adanya radikal bebas dalam tubuh. Karoten juga berhubungan dengan peningkatan fungsi sistem kekebalan tubuh, melindungi dari kerusakan akibat paparan sinar matahari, dan menghambat pertumbuhan kanker (Russel (2006) dalam Supriyono, 2008).

Tepung Labu Kuning

Pembuatan tepung merupakan merupakan salah satu jenis pengolahan yang penting bagi bahan pangan tertentu, karena dapat memperpanjang daya simpan serta lebih luas penggunaannya untuk dibuat berbagai jenis makanan (Winarno dan Jenie (1983) dalam Widiyowati, 2007). Penyimpanan dalam bentuk tepung (kering) lebih mudah dilakukan karena dapat menghemat biaya transportasi, menghemat ruang penyimpanan, memperpanjang daya simpannya dengan mencegah kerusakan yang diakibatkan oleh berbagai faktor serta memanfaatkan bahan baku yang berlebihan jika terjadi panen yang berlimpah pada musim tertentu (Handajani (1994) dalam Widiyowati, 2007).

Labu kuning daya simpannya cukup lama namun volumenya besar dan mudah rusak dalam pengangkutan, sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang lebih tahan lama disimpan seperti tepung. Tepung labu kuning dapat digunakan untuk pengkaya berbagai jenis makanan olahan seperti mi. Proses pembuatan tepung labu kuning meliputi proses pengupasan dan pembuangan bagian yang tidak dibutuhkan, pencucian, pengecilan ukuran, pengeringan pada suhu 60°C, penggilingan, dan pengayakan. Penggunaan suhu 60°C bertujuan untuk mengurangi kerusakan β-karoten (Anggrahini, 2006). Namun dalam pembuatannya, tepung labu kuning mengalami browning sehingga tepung yang dihasilkan berwarna coklat. Browning terjadi

(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

karena pemanasan menyebabkan gugus amino bereaksi dengan gula pereduksi menghasilkan melanoidin yang berwarna coklat.

Blanching

Blanching adalah suatu proses pemanasan yang diberikan terhadap suatu bahan yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim, melunakkan jaringan dan mengurangi kontaminasi mikroorganisme yang merugikan. Proses blanching d a p a t menginaktivasi enzim terutama enzim polifenoloksidase yang dapat menyebabkan pencoklatan pada buah dan sayuran (Fellows (1990) dalam Daniawan, 2005).

Blanching berfungsi untuk menghilangkan gas-gas yang ada dalam sel serta jaringan sehingga kualitas akhir bahan meningkat. Blanching juga menyebabkan bahan menjadi bersih, mengurangi populasi bakteri, serta mempertajam aroma dan warna. Biasanya aroma bahan yang tidak disukai dapat dihilangkan dan warna asli bahan dan sayuran yang berwarna hijau dan kuning akan tampak lebih tajam (Sukmaji 1988 dalam Astuti, 2006).

Menurut penelitian Slamet (2010), perlakuan perendaman dalam larutan NaCl dan blanching menghasilkan tepung ganyong dengan warna yang lebih putih dibandingkan dengan warna tepung yang diperoleh tanpa perlakuan pendahuluan. Waktu blanching yang terlalu cepat tidak akan memberikan hasil yang diinginkan, sedangkan blanching yang terlalu lama akan merusakkan vitamin dan mineral, serta bahan menjadi terlalu lunak sehingga mempersulit proses pengeringan (Loesecke (1943) dalam Arifin, 2005). Fungsi blanching disamping untuk mencegah kerusakan, juga dapat menambah permeabilitas dinding sel bahan, sehingga dapat mempercepat proses pengeringan (Arifin, 2005).

Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

Natrium metabisulfit berbentuk serbuk, berwarna putih, larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol, dan berbau khas seperti gas sulfur dioksida, mempunyai rasa asam dan asin (Chichester and Tanner 1975 dalam Rahman, 2007). Pada konsentrasi 200 ppm bahan pengawet ini dapat menghambat

(21)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

pertumbuhan bakteri, kapang dan khamir. Batas maksimum penggunaan SO2

dalam makanan kering, di Amerika Serikat telah ditetapkan oleh Food Drug Administration, yaitu antara 2000-3000 ppm (Susanto 1994 dalam Rahman, 2007).

Natrium metabisulfit merupakan bahan tambahan yang sering digunakan dalam pengolahan pangan yang berfungsi sebagai pengawet digunakan untuk mencegah kerusakan karena reaksi browning yang enzimatis serta bekerja sebagai zat antioksidan (Winarno 1993 dalam Yusmeiarti, 1997). Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan disamping bertujuan untuk mencegah proses pencoklatan juga menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik (Margono 1993 dalam Yusmeiarti, 1997).

Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal. Natrium metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan. Penggunaan natrium metabisulfit dalam pengasapan dilakukan dengan mengalirkan gas SO2 ke dalam bahan sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama ± 15 menit. Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan. Natrium metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu pengeringan (Anonimb, 2012).

Menurut penelitian Slamet (2010), tepung ganyong yang dibuat dengan perlakuan pendahuluan perendaman dalam larutan natrium bisulfit mempunyai warna yang paling putih. Hal ini disebabkan karena sulfit dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi pembentukan senyawa 5 hidroksil metal furfural dari D-glukosa penyebab warna coklat (Fenema (1996) dalam Slamet, 2010).

B. Hipotesis

Perlakuan blanching dan perendaman natrium metabisulfit dalam pembuatan tepung labu kuning dapat menghasilkan tepung labu kuning dengan warna yang cerah dan juga mempengaruhi sifat fisik dan kimianya.

(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan dan Hasil Pertanian serta Laboratorium Pangan dan Gizi, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Laboratorium Rekayasa I Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada bulan Maret sampai September 2012.

B. Bahan dan Alat 1. Bahan

Bahan yang diteliti adalah labu kuning (Cucurbita maxima) dengan diameter 20 cm dan berat ± 4 kg yang diperoleh dari pasar lokal Surakarta, natrium metabisulfit (Na2S2O5) dan air. Selain itu juga

digunakan bahan-bahan untuk analisa fisik dan kimia antara lain HCl 0,001 N, K2SO4, HgO, H2SO4, air, H3BO3, indikator (campuran 2 bagian

metilen merah 0,2% dalam alkohol dan 1 bagian metilen blue 0,2% dalam alkohol), NaOH-Na2S2O3, HCl 0,02 N, petroleum ether. aquades, alkohol

dan NaOH. 2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan tepung labu kuning adalah slicer, cabinet dryer, ayakan 60 mesh, baskom. Selain itu juga digunakan alat-alat untuk analisa fisik dan kimia antara lain oven, desikator, timbangan analitik, kompor, krus, tanur, labu Kjeldahl, alat distilasi, alat titrasi, pipet, vortex, stopwatch, erlenmeyer, gelas ukur tabung reaksi dan spektrofotometer UV-Vis.

(23)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

Gambar 3.1 Labu Kuning (Cucurbita maxima) C. Tahapan Penelitian

1. Pembuatan Tepung Labu Kuning

Penelitian diawali dengan pembuatan tepung labu kuning. Pembuatan tepung labu kuning dapat dilihat pada Gambar 3.2.

a. Pengupasan

Buah labu kuning (Cucurbita maxima) dikupas kulitnya dan dibuang jonjot serta biji buahnya agar diperoleh daging buahnya. Daging buah labu kuning selajutnya diproses untuk dibuat menjadi tepung.

a. Pencucian

Pencucian dilakukan agar daging buah labu kuning bebas dari kotoran-kotoran yang menempel pada proses sebelumnya.

b. Pengecilan Ukuran

Daging buah yang sudah bersih kemudian dikpotong-potong menggunakan slicer agar ukurannya menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah proses pengeringan. Ukuran irisan labu kuning adalah sebesar 2 mm.

c. Perlakuan Pendahuluan

Perlakuan pendahuluan yang digunakan meliputi blanching selama 15 detik dan perendaman natrium metabisulfit dengan konsentrasi 0%; 0,25% dan 0,3% selama 0; 10 dan 20 menit.

d. Pengeringan

Labu kuning yang telah diberi perlakuan pendahuluan kemudian dikeringkan menggunakan cabinet dryer dengan suhu 60°C selama 8-9

(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

jam. Penentuan suhu pengeringan ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Anggrahini (2006).

e. Penepungan dan Pengayakan

Penepungan dilakukan pada labu kuning yang telah kering. Tepung yang dihasilkan dari proses penggilingan kemudian diayak dengan ayakan 60 mesh untuk memperoleh tepung dengan ukuran yang seragam.

Gambar 3.2 Proses Pembuatan Tepung Labu Kuning Labu Kuning

Pengupasan

Pencucian

Pengeringan pada suhu 60°C selama 8-9 jam

Pengayakan 60 mesh Penepungan

Tepung Labu Kuning Blanching 15 detik dan perendaman natrium metabisulfit

pada konsentrasi 0%; 0,25% dan 0,3% selama 0, 10 dan 20 menit.

Kulit, jonjot dan biji.

(25)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2. Pengujian Sifat Fisik dan Kimia Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning yang dihasilkan kemudian diuji sifat fisik dan kimianya. Sifat-sifat fisik dan kimia yang diuji tersaji pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Sifat fisik dan kimia tepung labu kuning

No Analisa Metode

1 Daya Serap Air Pengujian Sederhana (Elly 1990 dalam Prabowo 2010)

2 Kelarutan Tepung Pengujian Sederhana (Fardiaz, dkk 1992)

3 Warna Uji Intensitas Warna menggunakan Kromameter (Metode Hunter dalam Bintoro, 2006) 4 5 6 7 8 9 10 Daya Dispersi Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Protein Serat Kasar Betakaroten

Wetting time (Park et al, 2001) Termogravimetri (Sudarmadji, 2003)

Secara langsung (Sudarmadji, 2003) Soxhlet (Apriyantono, 1989)

Metode Kjeldahl (Apriyantono, 1989)

Asam basa (Sudarmadji, 1984) Spektrofotometri (Carr Price dalam Winsten (1972) dalam Armiyati (2004))

D. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu variasi konsentrasi dan lama perendaman natrium metabisulfit. Percobaan dilakukan dengan 2 kali ulangan sampel dan 2 kali ulangan analisa.

Tabel 3.2 Rancangan Percobaan Acak Lengkap dengan Dua Faktor Lama Perendaman (F) Konsentrasi Na2S2O5

0% 0,25% 0,3% 0 menit 10 menit 20 menit F1K1 F2K1 F3K1 F2K2 F2K2 F2K2 F1K3 F2K3 F3K3

(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

Data hasil penelitian dianalisis dengan ANOVA dan dilanjutkan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) dengan tingkat signifikansi α = 0,05. Analisis data dilakukan dengan software SPSS 16.0. Kemudian data hasil analisa dibandingkan dengan data blanching selama 15 detik.

(27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sifat Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) 1. Daya Serap Air

Kemampuan tepung menyerap air disebut water absorption (daya serap air). Daya serap air tepung labu kuning dengan variasi konsentrasi natrium metabisulfit dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Daya Serap Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita

maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit

Konsentrasi Na2S2O5 (%) Daya Serap Air (gr/gr)

0,00 7,39a

0,25 7,76ab

0,30 8,32b

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan daya serap air tepung labu kuning yang diberi perlakuan perendaman natrium metabisulfit mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi natrium metabisulfit. Tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,3% mempunyai nilai daya serap air tertinggi yaitu 8,32. Sedangkan tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0% memiliki daya serap air terendah yaitu 7,39. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap daya serap air. Apabila dibandingkan dengan daya serap air tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching selama 15 detik (7,43), maka tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,3% memberikan nilai daya serap air yang lebih baik. Semakin tinggi daya serap air pada tepung, maka kualitas tepung tersebut semakin baik karena tepung tersebut mampu menyerap air dengan baik. Hal

(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

ini berhubungan dengan hasil olahan lain dari tepung misalnya bubur yang memerlukan penyerapan air yang baik.

Daya serap air dipengaruhi oleh kandungan karbohidrat, baik pati ataupun serat kasar serta protein dan komponen lainnya yang bersifat hidrofilik. Kemampuan penyerapan air pada pati dipengaruhi oleh adanya gugus hidroksil yang terdapat pada molekul pati. Bila jumlah gugus hidroksi dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, maka granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Air yang terserap hanya mencapai kadar sekitar 30% (Winarno, 1992).

Pengaruh variasi lama perendaman terhadap daya serap air tepung labu kuning dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Daya Serap Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit

Lama Perendaman Na2S2O5

(menit)

Daya Serap Air (gr/gr)

0 7,05a

10 7,98b

20 8,45b

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05

Tabel 4.2 menunjukkan semakin lama perendaman natrium metabisulfit maka semakin besar daya serap air yang dihasilkan. Daya serap air terkecil pada tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit selama 0 menit yaitu 7,05. Sedangkan daya serap air terbesar pada tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit selama 20 menit yaitu 8,45. Hasil penelitian menunjukkan lama perendaman natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap daya serap air tepung labu kuning. Hal ini disebabkan oleh natrium metabisulfit yang bersifat

(29)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

merusak dinding sel jaringan bahan sehingga absorpsi air oleh bahan menjadi lebih tinggi (Rahman dan Perera, 1999). Oleh karena itu semakin lama perendaman yang dilakukan maka terjadi kerusakan dinding sel jaringan bahan menghasilkan daya serap air yang semakin besar. Menurut Menurut Gomez dan Aguilera (1983) dalam Janathan (2007), nilai daya serap air tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air. Hasil uji statistik menunjukkan adanya interaksi antara kedua faktor terhadap daya serap air tepung labu kuning.

2. Kelarutan Tepung

Kelarutan tepung labu kuning dengan variasi konsentrasi natrium metabisulfit dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Kelarutan Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit Konsentrasi Na2S2O5 (%) Kelarutan Tepung (%)

0,00 72,32a

0,25 73,35a

0,30 73,79a

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan tepung, namun kelarutan tepung cenderung meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi natrium metabisulfit. Kelarutan terendah pada tepung labu kuning yang direndam natrium metabisulfit 0% yaitu 72,32%, sedangkan kelarutan tertinggi pada tepung labu kuning yang direndam natrium metabisulfit 0,3% yaitu 73,79%. Apabila dibandingkan dengan tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching selama 15 detik (70,56%), tepung labu

(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

kuning yang direndam natrium metabisulfit 0,3% memiliki nilai kelarutan yang lebih tinggi. Tepung dengan nilai kelarutan dalam air yang tinggi memiliki kualitas yang baik karena lebih mudah dalam penggunaannya.

Sedangkan kelarutan tepung labu kuning dengan variasi lama perendaman natrium metabisulfit terdapat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4 Kelarutan Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima)

dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit Lama Perendaman Na2S2O5 (menit) Kelarutan Tepung (%) 0 75,74b 10 71,62a 20 72,09a Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman natrium metabisulfit memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan tepung labu kuning. Tabel 4.4 menunjukkan tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit selama 10 menit memberikan kelarutan terendah sebesar 71,62%. Sedangkan tepung labu kuning dengan lama perendaman natrium metabisulfit 0 menit memberikan kelarutan tertinggi yaitu sebesar 75,74%.

Menurut Janathan (2007), nilai kelarutan menunjukkan indikasi tingkat kemudahan suatu tepung untuk dapat larut dalam air. Nilai kelarutan yang tinggi mengindikasikan bahwa tepung lebih mudah larut dalam air dan sebaliknya. Hal ini disebabkan partikel-partikel yang tidak larut dalam air akan lebih sedikit yang didispersikan. Semakin tinggi nilai kelarutan, maka tepung yang dihasilkan akan semakin baik karena akan mempermudah dalam pembuatan produk olahan lainnya.

(31)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

3. Warna

Hasil pengamatan warna tepung labu kuning dengan variasi konsentrasi natrium metabisulfit dan lama perendaman tersaji pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6.

Tabel 4.5 Warna Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit Konsentrasi Na2S2O5 (%) L a b 0,00 69,07a 5,20c 24,42a 0,25 75,29b 2,07b 32,02b 0,30 75,98c 1,38a 31,53b Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman natrium metabisulfit pada berbagai konsentrasi berpengaruh nyata terhadap nilai L (tingkat kecerahan/Lightness). L menyatakan warna kecerahan, dengan nilai dari 0 (hitam gelap) sampai 100 (putih terang). Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka semakin tinggi pula tingkat kecerahan yang dihasilkan. Tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,3% memberikan nilai kecerahan paling tinggi yaitu 75,98. Hal ini disebabkan oleh fungsi sulfit yang dapat menghambat reaksi pencoklatan yang dikatalis enzim fenolase dan dapat memblokir reaksi pembentukan senyawa 5 hidroksil metal furfural dari D-glukosa penyebab warna coklat (Fenema, 1996). Sehingga semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit yang digunakan, maka akan semakin efektif untuk menghambat reaksi pencoklatan. Tepung labu kuning yang diberi perlakuan perendaman natrium metabisulfit memberikan hasil tingkat kecerahan yang lebih baik daripada tepung labu kuning dengan perlakuan blanching selama 15 detik (68,92).

(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Perendaman natrium metabisulfit pada berbagai konsentrasi juga berpengaruh nyata terhadap nilai a (redness). Nilai a menunjukkan warna hijau (a negatif) sampai merah (a positif). Nilai a dapat menjadi salah satu indikator yang menunjukkan terjadinya reaksi browning pada suatu produk, dimana ketika nilai a tinggi diduga telah terjadi pencoklatan pada produk tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit akan membuat nilai a semakin turun. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penghambatan reaksi pencoklatan pada tepung labu kuning. Nilai a pada perendaman natrium metabisulfit 0% yaitu 5,20 lebih baik apabila dibandingkan nilai a pada tepung labu kuning dengan perlakuan blanching selama 15 detik yaitu 5,49. Sehingga dapat diketahui bahwa perendaman natrium metabisulfit lebih efektif untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan pada tepung labu kuning.

Sama halnya dengan nilai a, untuk nilai b (Yellowness) juga dipengaruhi variasi konsentrasi natrium metabisulfit. Nilai b menunjukkan warna biru (b negatif) sampai kuning (b positif). Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,25% menghasilkan warna kuning yang lebih tajam (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan oleh fungsi natrium metabisulfit yang mencegah reaksi browning sehingga tepung labu kuning yang dihasilkan berwarna kuning cerah. Nilai b pada tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,25% ini lebih besar bila dibandingkan dengan tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching 15 detik. Hal ini diduga terjadi karena perendaman natrium metabisulfit lebih efektif dalam mencegah reaksi pencoklatan dibandingkan dengan blanching. Selain itu waktu yang digunakan pada saat blanching yaitu selama 15 detik diduga belum sepenuhnya mampu menginaktivasi enzim penyebab reaksi pencoklatan. Nilai Hue

(33)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

untuk warna tepung labu kuning berkisar 77,98° - 87,49° dimana nilai ini menunjukkan kisaran warna jingga (54°-90°).

Tabel 4.6 Warna Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit Lama Perendaman Na2S2O5 (menit) L a b 0 70,04a 5,33c 24,09a 10 74,90b 1,37a 31,60b 20 75,41c 1,95b 32,28b Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa lama perendaman natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap L (Lightness), a (redness) dan b (yellowness). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa semakin lama waktu perendaman natrium metabisulfit akan meningkatkan nilai L (Lightness) dan b (yellowness). Hal ini disebabkan oleh semakin lamanya waktu perendaman maka semakin banyak natrium metabisulfit yang terserap oleh bahan sehingga semakin efektif untuk mencegah reaksi pencoklatan dan menghasilkan tepung dengan warna kuning yang cerah. Sedangkan untuk nilai a (redness) cenderung mengalami penurunan seiring dengan semakin lamanya waktu perendaman. Namun nilai a yang dihasilkan masih berada pada kisaran warna merah, dimana warna labu kuning yang jingga masih mendekati warna merah seperti terlihat pada Gambar 4.1. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa perendaman natrium metabisulfit selama 20 menit memberikan warna terbaik dari ketiga variasi lama perendaman. Apabila dibandingkan dengan tepung labu kuning dengan perlakuan blanching 15 detik, warna tepung labu kuning yang direndam natrium metabisulfit selama 20 menit masih memberikan hasil yang lebih baik. Menurut hasil uji statistika, terdapat interaksi antara kedua faktor yaitu konsentrasi dan lama perendaman natrium

(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

metabisulfit terhadap intensitas warna tepung labu kuning. Nilai Hue pada tepung labu kuning dengan lama perendaman natrium metabisulfit 0 sampai 20 menit berada pada kisaran 77,52°-87,51°. Hal ini menunjukkan bahwa warna tepung labu kuning berada pada kisaran warna jingga (54°-90°).

Gambar 4.1 Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Perendaman Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

4. Daya Dispersi

Dispersibility atau daya dispersi merupakan kemampuan

tepung untuk terdistribusi seluruhnya pada air tanpa membentuk gumpalan. Daya dispersi pada tepung labu kuning ditunjukkan oleh lamanya waktu pembasahan (wetting time). Semakin pendek waktu pembasahan (wetting time) maka daya dispersinya semakin baik. Pengaruh konsentrasi natrium metabisulfit terhadap daya dispersi tepung labu kuning tersaji pada Tabel 4.7.

(35)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Tabel 4.7 Daya Dispersi Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit

Konsentrasi Na2S2O5 (%) Wetting time (detik)

0,00 33,00a

0,25 35,50a

0,30 35,67a

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Dari Tabel 4.7 dapat diketahui bahwa secara statistik konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap daya dispersi tepung labu kuning. Menurut Gomez dan Aguilera (1983), daya dispersi dan indeks penyerapan air bahan dipengaruhi oleh adanya denaturasi protein, gelatinisasi pati dan pembengkakan serat kasar yang terjadi selama proses pengolahan. Menurut Sriwahyuni (1986) dalam Widiyowati (2007), natrium metabisulfit akan menekan reaksi pencoklatan non-enzimatik yang dapat mengakibatkan kerusakan protein karena asam amino sekundernya berikatan dengan gula reduksi. Hasil penelitian terhadap kadar protein tepung labu kuning menunjukkan tidak adanya pengaruh nyata konsentrasi natrium metabisulfit terhadap kadar protein. Hal ini menunjukkan bahwa protein pada labu kuning tidak denaturasi oleh natrium metabisulfit sehingga tepung labu kuning memiliki daya dispersi yang rendah.

Pengaruh lama perendaman terhadap daya dispersi tepung labu kuning dapat dilihat pada Tabel 4.8.

(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Tabel 4.8 Daya Dispersi Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit

Lama Perendaman Na2S2O5

(menit)

Wetting time (detik)

0 38,50b

10 31,67a

20 34,00a

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap daya dispersi tepung labu kuning. Dari Tabel 4.8 dapat diketahui bahwa pada perendaman natrium metabisulfit selama 10 menit memberikan daya dispersi paling baik yang ditunjukkan oleh waktu pembasahan (wetting time) yang rendah. Tepung yang memiliki daya dispersi tinggi merupakan tepung yang berkualitas baik karena tepung dapat menyebar dalam air dengan cepat maka tepung akan lebih mudah diolah menjadi olahan lain. Tepung labu kuning dengan perlakuan blanching 15 detik (29,5 detik) memberikan daya dispersi yang lebih baik jika dibandingkan dengan tepung labu kuning yang direndam natrium metabisulfit selama 10 menit. Menurut penelitian Park et al. (2001), bubuk teh hijau yang mudah terdispersi (13 detik sampai 28 detik) dapat dijadikan bahan untuk pembuatan minuman teh hijau. Berdasarkan hal tersebut maka tepung labu kuning juga dapat diolah menjadi bahan campuran minuman serbuk.

(37)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

B. Sifat Kimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) 1. Kadar Air

Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman natrium metabisulfit terhadap kadar air tepung labu kuning tersaji pada Tabel 4.9 dan Tabel 4.10.

Tabel 4.9 Kadar Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit Konsentrasi Na2S2O5 (%) Kadar Air (% bk) Kadar Air (%bb)

0,00 11,95b 10,63b

0,25 10,24a 9,28a

0,30 10,15a 9,19a

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsentrasi natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung labu kuning. Tabel 4.9 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi natrium metabisulfit maka semakin rendah kadar air tepung labu kuning. Menurut Rahman dan Perera (1998) proses sulfitasi dapat menyebabkan sel-sel jaringan pada bahan menjadi berlubang-lubang sehingga akan mempercepat proses pengeringan dan dengan pengeringan yang cepat tersebut maka kadar air pada bahan pun akan cepat teruapkan. Menurut standar SNI, kadar air untuk tepung terigu maksimal 14,5% (b/b), tepung singkong maksimal 12% (b/b), tepung beras 13% (b/b) dan tepung jagung 10% (b/b). Apabila dibandingkan dengan standar kadar air tepung-tepung tersebut, kadar air pada tepung-tepung labu kuning ini masih berada dalam kisaran standar SNI.

(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Tabel 4.10 Kadar Air Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit

Lama Perendaman Na2S2O5 (menit)

Kadar Air (% bk) Kadar Air (%bb)

0 8,89a 8,16a

10 11,34b 10,16b

20 12,12b 10,79b

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa lama perendaman natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap kadar air tepung labu kuning. Tabel 4.10 menunjukkan bahwa semakin lama perendaman natrium metabisulfit maka kadar air tepung labu kuning semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu perendaman yang menyebabkan air masuk ke dalam bahan sehingga kadar airnya lebih tinggi. Tepung labu kuning yang direndam natrium metabisulfit selama 0 menit mempunyai kadar air paling rendah. Artinya tepung tersebut lebih tahan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat merusak tepung. Apabila dibandingkan dengan kadar air tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching 15 detik (12,84%), tepung labu kuning yang direndam natrium metabisulfit selama 0 menit memberikan kadar air yang lebih baik (lebih rendah). Hal ini terjadi karena media blanching adalah air atau uap air, sehingga dapat terjadi pemasukan air dari luar ke dalam bahan. Kadar air bahan semula lebih rendah daripada kejenuhan ruang blanching, sehingga akan terjadi keseimbangan kadar air antara bagian dalam dan luar bahan (Arifin, 2005).

Kelarutan dalam air berbanding terbalik dengan kadar air. Kadar air yang tinggi di dalam bahan menyebabkan bahan tersebut sulit menyebar dalam air karena bahan cenderung lekat sehingga

(39)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

tidak terbentuk pori-pori, akibatnya bahan tidak mampu menyerap air dalam jumlah besar. Selain itu, bahan dengan kadar air yang tinggi mempunyai permukaan yang sempit untuk dibasahi karena butirannya besar-besar sehingga saling lengket di antara butiran tersebut (Gardjito, 2006).

2. Kadar Abu

Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman natrium metabisulfit terhadap kadar abu tepung labu kuning tersaji pada Tabel 4.11 dan Tabel 4.12.

Tabel 4.11 Kadar Abu Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit

Konsentrasi Na2S2O5 (%) Kadar Abu (% bk)

0,00 5,22a

0,25 7,01b

0,30 4,59a

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu tepung labu kuning. Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan mineral Na dan S pada natrium metabisulfit (Rahman, 2007). Seperti yang telah diketahui bahwa kadar abu suatu bahan berhubungan dengan mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Dengan adanya perlakuan perendaman natrium metabisulfit maka senyawa Na dan S dapat masuk ke dalam bahan sehingga mempengaruhi kadar abu tepung labu kuning.

Kadar abu berpengaruh terhadap proses pembuatan serta hasil akhir suatu bahan pangan. Tingginya kadar abu dapat mempengaruhi hasil akhir produk seperti warna produk akan menjadi gelap (warna remahan pada roti, warna mi) dan tingkat kestabilan adonan. Kadar abu juga membuat gluten mudah putus

(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

sehingga kemampuan untuk menahan gas pada saat fermentasi akan berkurang. Akibatnya roti tidak akan mengembang dengan sempurna. Semakin rendah kadar abu pada tepung maka waktu aduk pada adonan akan berkurang dan waktu fermentasi pun ikut berkurang (Rustandi, 2009 dalam Prabowo, 2010). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tepung yang memiliki kadar abu rendah merupakan tepung yang berkualitas baik. Dari Tabel 4.11 dapat diketahui bahwa tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,3% memiliki kadar abu paling rendah. Apabila dibandingkan dengan tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching 15 detik (6,85%), kadar abu tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,3% memberikan hasil yang lebih baik.

Tabel 4.12 Kadar Abu Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit Lama Perendaman Na2S2O5 (menit) Kadar Abu (% bk) 0 6,74b 10 5,58ab 20 4,49a Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa lama perendaman natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap kadar abu tepung labu kuning. Tabel 4.12 menunjukkan bahwa semakin lama perendaman natrium metabisulfit maka semakin rendah kadar abu yang dihasilkan. Hal ini disebabkan oleh perlakuan perendaman natrium metabisulfit yang menggunakan air menyebabkan beberapa mineral terlarut ke dalam air (Isnaharani, 2009). Sehingga semakin lama perendaman, maka mineral yang terlarut dalam air semakin banyak dan menyebabkan kadar abunya menurun. Tepung labu kuning dengan perendaman natrium

(41)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

metabisulfit selama 20 menit (4,49%) memberikan hasil kadar abu yang lebih baik apabila dibandingkan dengan tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching 15 detik (6,85%).

3. Kadar Lemak

Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman natrium metabisulfit terhadap kadar lemak tepung labu kuning tersaji pada Tabel 4.13 dan Tabel 4.14.

Tabel 4.13 Kadar Lemak Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit

Konsentrasi Na2S2O5 (%) Kadar Lemak (% bk)

0,00 2,19a

0,25 1,66a

0,30 2,37a

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak tepung labu kuning. Suprapto (2006) menyatakan bahwa perendaman natrium metabisulfit tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar lemak tepung pisang. Hal ini diduga karena perendaman natrium metabisulfit lebih berperan dalam menginaktifkan enzim penyebab pencoklatan sehingga tidak sampai berdampak pada perubahan kadar lemak suatu produk. Dari Tabel 4.13 dapat diketahui kadar lemak terendah pada perendaman natrium metabisulfit 0,25%; sedangkan kadar lemak tertinggi pada perendaman natrium metabisulfit 0,3%. Kadar lemak tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit masih lebih tinggi dibandingkan kadar lemak tepung labu kuning dengan perlakuan blanching 15 detik (1,52%).

(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

Tabel 4.14 Kadar Lemak Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit Lama Perendaman Na2S2O5 (menit) Kadar Lemak (% bk) 0 0,96a 10 2,58b 20 2,68b Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Tabel 4.14 menunjukkan semakin lama perendaman maka kadar lemaknya semakin tinggi. Kadar lemak tertinggi terdapat pada sampel dengan perlakuan perendaman natrium metabisulfit selama 20 menit yaitu sebesar 2,68%. Sedangkan kadar lemak terendah pada tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit selama 0 menit sebesar 0,96%. Kadar lemak hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Anggrahini (2006) yang menyatakan bahwa kadar lemak tepung labu kuning tanpa perlakuan pendahuluan sebesar 0,78%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman natrium metabisulfit berpengaruh nyata terhadap kadar lemak tepung labu kuning. Menurut Rahman dan Perera (1998) proses sulfitasi dapat menyebabkan sel-sel jaringan pada bahan menjadi berlubang-lubang sehingga diduga menyebabkan lemak dalam labu kuning memecah menjadi asam-asam lemak yang terdeteksi pada saat proses analisis kadar lemak. Oleh karena itu, semakin lama waktu perendaman natrium metabisulfit maka semakin banyak asam lemak yang memecah sehingga kadar lemaknya meningkat.

(43)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

4. Kadar Protein

Pengaruh konsentrasi dan lama perendaman natrium metabisulfit terhadap kadar lemak tepung labu kuning tersaji pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.16.

Tabel 4.15 Kadar Protein Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit

Konsentrasi Na2S2O5 (%) Kadar Protein (% bk)

0,00 1,45a

0,25 1,37a

0,30 1,55a

Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa konsentrasi natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein tepung labu kuning. Tabel 4.15 menunjukkan kadar protein terendah pada tepung labu kuning yang direndam natrium metabisulfit 0,25% yaitu 1,37%. Sedangkan kadar protein tertinggi pada tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit 0,3% sebesar 1,55%. Kadar protein tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit ini lebih tinggi daripada kadar protein dengan perlakuan blanching selama 15 detik (1,43%). Menurut Sriwahyuni (1986) dalam Widiyowati (2007), makin tinggi kadar natrium metabisulfit dalam larutan perendaman akan meningkatkan jumlah natrium metabisulfit yang masuk ke dalam jaringan bahan. Peningkatan jumlah natrium metabisulfit akan menekan reaksi pencoklatan non-enzimatik yang dapat mengakibatkan kerusakan protein karena asam amino sekundernya berikatan dengan gula reduksi.

(44)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Tabel 4.16 Kadar Protein Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan Variasi Lama Perendaman Natrium Metabisulfit Lama Perendaman Na2S2O5 (menit) Kadar Protein (% bk) 0 1,31a 10 1,71a 20 1,35a Keterangan :

*Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan adanya beda nyata pada taraf signifikansi α 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman natrium metabisulfit tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein tepung labu kuning. Tabel 4.16 menunjukkan kadar protein terendah pada tepung labu kuning dengan perlakuan perendaman natrium metabisulfit selama 0 menit yaitu sebesar 1,31%. Sedangkan kadar protein tertinggi pada tepung labu kuning dengan perlakuan perendaman natrium metabisulfit selama 10 menit yaitu sebesar 1,71%. Apabila dibandingkan dengan kadar protein tepung labu kuning yang diberi perlakuan blanching selama 15 detik (1,43%), kadar protein tepung labu kuning dengan perendaman natrium metabisulfit lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh penggunaan natrium metabisulfit dalam larutan perendaman yang menekan reaksi pencoklatan non-enzimatik yang dapat mengakibatkan kerusakan protein karena asam amino sekundernya berikatan dengan gula reduksi (Sriwahyuni, 1986 dalam Widiyowati, 2007).

Gambar

Tabel 4.13 Kadar Lemak Tepung Labu Kuning (Cucurbita maxima) dengan  Variasi Konsentrasi Natrium Metabisulfit ......................................
Tabel  2.1.  Kandungan  Gizi  Daging  Buah  Labu  Kuning  (dalam  100  gram  bahan)
Gambar 3.1 Labu Kuning (Cucurbita maxima)  C.  Tahapan Penelitian
Gambar 3.2 Proses Pembuatan Tepung Labu Kuning Labu Kuning
+7

Referensi

Dokumen terkait

Responden yang menyatakan bahwa program ini bermanfaat merasakan manfaat yang berbeda-beda dari program ini. Berdasarkan hasil wawancara, manfaat yang dirasakan oleh

Untuk meraih suatu prestasi belajar, diketahui ada banyak faktor yang memengaruhi, seperti motivasi internal mahasiswa berupa kemauan atau motivasi yang kuat, disiplin diri

Hal tersebut terjadi akibat proses erosi horizontal yang lebih besar dari erosi vertikal sehingga apabila sungai tersebut mulai berbelok maka terjadilah gerusan atau erosi

etanol-air biji kemiri dengan VCO dan propilen glikol sebagai penetration enhancer berdasarkan superimposed contour plot yang meliputi viskositas dan daya sebar pada

[r]

Adapun yang membuat kegiatan pembinaan ini menurun dari pesertanya adalah orang tua tidak memberikan dukungan yang penuh pada anak-anaknya untuk mengikuti

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih mendalam tentang pengelolaan keuangan Desa Gareccing berdasarkan Permendagri No 113 tahun 2014, khususnya dalam hal dana desa

Adanya gas yang terlarut, oksigen dan karbon dioksida pada air umpan boiler adalah penyebab utama general corrosion dan pitting corrosion (tipe oksigen elektro kimia