• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN

PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM

Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan, serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat. Tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga dianalisis melalui tahapan partisipasi, faktor-faktor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal, serta hubungannya dengan perubahan perilaku peserta program dalam mengelola sampah domestik.

6.1 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program

Tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga berhubungan dengan faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu, sedangkan faktor eksternal, yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar individu. Baik faktor internal maupun faktor eksternal diduga berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program. Melalui pengujian hipotesis dengan mengkorelasikan tingkat partisipasi peserta program dengan faktor-faktor internal maupun eksternal, sehingga dapat dilihat keeratan hubungan antara variabel-variabel yang termasuk dalam faktor internal dan faktor eksternal dengan tingkat partisipasi peserta program. Tabel 5 menunjukkan secara ringkas mengenai jumlah dan persentase faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi responden di RW 14, Perumahan Griya Pancoran Mas Indah, Kota Depok.

Berdasarkan hasil pengolahan data dalam Tabel 5. sebagian besar responden adalah ibu rumah tangga (tidak bekerja) usia dewasa dengan rata-rata tingkat pendidikan tinggi. Rata-rata lama tinggal responden di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah yaitu enam sampai dengan 11 tahun dengan status tempat tinggal adalah rumah sendiri. Responden cenderung sering menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan mengenai Program Komposting Rumah Tangga. Luas

(2)

halaman responden tergolong sempit, namun kondisi lingkungan rumah seluruh responden adalah bersih.

Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden Menurut Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Faktor Variabel Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Internal Usia Muda 6 7,8 Dewasa 67 87,0 Tua 4 5,2 Tingkat

pendidikan Rendah Tinggi 72 5 93,5 6,5

Jenis pekerjaan PNS 11 14,3 Pegawai Swasta 17 22,1 Wiraswasta 11 14,3 Lainnya 38 49,4 Tingkat pendapatan Rendah 5 6,5 Sedang 16 20,8 Tinggi 20 26,0 Tidak berpenghasilan 36 46,8 Lama kerja Tidak bekerja 39 50,6 Tidak sibuk 5 6,5 Sibuk 33 42,9

Lama tinggal Baru Lama 30 47 39,0 61,0

Status tempat tinggal Rumah sendiri 74 96,1 Sewa/kontrak/kos 2 2,6 Menumpang 1 1,3 Eksternal Luas halaman

Tidak punya halaman 12 15,6

Sempit 56 72,7

Luas 9 11,7

Kondisi

lingkungan rumah Kotor Bersih 77 0 100 0

Frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan Sering 48 62,3 Jarang 6 7,8 Tidak menjawab 23 29,9

6.1.1 Hubungan Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program Faktor internal yang meliputi usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, lama kerja, lama tinggal, dan status tempat tinggal serta korelasi antara kedua jenis faktor tersebut terhadap tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga.

(3)

6.1.1.1 Usia

Usia merupakan satuan umur responden dalam tahun yang dihitung sejak lahir hingga penelitian ini dilakukan. Usia terbagi menjadi tiga kategori berdasarkan Teori Hurlock, yakni usia muda (kurang dari 30 tahun), usia dewasa (antara 30 sampai dengan 50 tahun), dan usia tua (lebih dari 50 tahun). Hasil pengolahan data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi paling tinggi adalah 66,7 persen responden usia muda, sedangkan paling rendah adalah 75 persen responden usia tua.

Tabel 6. Persentase Responden Menurut Kategori Usia dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%)

Rendah Tinggi

Usia

Muda 33,3 66,7

Dewasa 37,3 62,7

Tua 75 25

Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai -0,130 artinya antara usia dengan tingkat partisipasi berkorelasi negatif dan tidak nyata. Artinya, semakin tua usia responden, maka tingkat partisipasinya semakin rendah. Hal berkaitan dengan tingkat pemahaman responden terhadap program, semakin tua usia responden, maka tingkat pemahaman terhadap program semakin berkurang, artinya, responden dengan usia tua sulit menerima dan memahami program dikarenakan faktor usia, sehingga hal ini berpengaruh terhadap tingkat partisipasi dalam program cenderung rendah. Namun, semakin muda usia responden, maka tingkat pemahaman terhadap program menjadi semakin tinggi, artinya usia muda lebih mudah menerima dan memahami program dibandingkan dengan usia tua, sehingga tingkat partisipasi dalam program cenderung tinggi. Hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi tidak nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman

dalam Tabel 6 hanya berlaku bagi responden dan tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14).

6.1.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden. Berdasarkan hasil pengolahan data, tingkat pendidikan

(4)

dikategorikan menjadi rendah dan tinggi. Tingkat pendidikan kategori rendah adalah responden yang tidak sekolah, tamat SD, dan tamat SMP. Responden yang tergolong kategori berpendidikan tinggi adalah responden yang tamat SMA, Diploma (D1, D2, D3) dan Sarjana atau Pascasarjana. Tabel 7 menujukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 62,5 persen responden dengan tingkat pendidikan tinggi, sedangkan 60 persen responden tingkat pendidikan rendah, tingkat partisipasin cenderung rendah.

Tabel 7. Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Tingkat Partisipasi di RW14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi Tingkat

Pendidikan Rendah Tinggi 33,3 37,3 66,7 62,7

Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,114 artinya antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin tinggi tingkat partisipasinya. Apabila semakin tinggi tingkat pendidikan responden , maka semakin luas pengetahuan sehingga memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan, kemudian hal ini berpengaruh terhadap keterlibatannya dalam program pengelolaan sampah rumah tangga. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 7 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14).

6.1.1.3 Jenis Pekerjaan

Tabel 8 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 76,5 persen responden yang termasuk dalam kategori lainnya, yaitu ibu rumah tangga, karena ibu rumah tangga memiliki lebih banyak waktu luang untuk berpartisipasi dalam program, sedangkan 63,6 persen responden yang berprofesi sebagai pegawai swasta memiliki tingkat partisipasi terendah dikarenakan waktu kerja mereka lebih lama (sibuk).

(5)

Tabel 8. Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi

Jenis Pekerjaan

Swasta 63,6 36,4

Ibu Rumah Tangga 23,5 76,5

Wiraswata 36,4 63,6

PNS 39,5 60,5

Hasil uji koreasi Chi-Square (Lampiran 7) didapatkan nilai x2 hitung lebih kecil daripada x2 tabel (0,053< 6,251), sehingga H0 diterima, jadi tidak hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara jenis pekerjaan dengan rendah atau tingginya tingkat partisipasi responden dalam program. Teori Angell (1967) seperti dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa individu yang bekerja cenderung berpartisipasi dalam program, namun dalam penelitian ini tingkat partisipasi ibu rumah tangga (tidak bekerja) cenderung tinggi, daripada pegawai swasta, PNS, atau wiraswasta yang memilik pekerjaan tetap, sehingga tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dengan tingkat partisipasi.

6.1.1.4 Tingkat Pendapatan

Tingkat pendapatan adalah jumlah rupiah yang dihasilkan per bulan atau pendapatan bersih dari hasil bersih yang diterima sesuai dengan mata pencaharian responden setiap bulan ditambah dengan pendapatan bersih yang diperoleh dari usaha lainnya. Tingkat pendapatan dikategorikan menjadi rendah (pendapatan kurang dari Rp 1.078.000), sedang (pendapatan antara Rp 1.078.000 sampai dengan Rp 2.156.000), dan tinggi (pendapatan lebih dari Rp 2.156.000). Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 81,25 persen responden yang tidak memiliki pendapatan, dalam hal ini adalah ibu rumah tangga, sedangkan tingkat partisipasi terendah adalah 35 persen responden dengan tingkat pendapatan tinggi.

(6)

Tabel 9. Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan dan Tingkat Partisipasi Di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi Tingkat Pendapatan Tidak ada 18,75 81,25 Rendah 38,9 61,1 Sedang 60 40 Tinggi 65 35

Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai -0,038, artinya antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi berkorelasi negatif dan tidak nyata. Artinya, semakin rendah tingkat pendapatan responden, maka semakin tinggi partisipasi responden dalam program. Angell (1967) seperti yang dikutip oleh Bakri (1992) menyatakan bahwa semakin tinggi penghasilan makin banyak partisipasi yang diberikan, sebab jika seseorang tak dapat memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya cenderung untuk tidak berpartisipasi. Namun, hasil pengolahan data menunjukkan bahwa semakin tidak berpenghasilan (tidak bekerja) maka kontribusi waktu lebih banyak, sehingga tingkat partisipasi lebih tinggi daripada responden yang memiliki pendapatan tinggi dengan kontribusi waktu lebih sedikit sehingga tingkat partisipasi dalam program cenderung rendah. Hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi tidak nyata, artinya hasil uji korelasi

Speraman dalam Tabel 9 tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14).

6.1.1.5 Lama Kerja

Lama kerja dalam penelitian ini didefinisikan sebagai rata-rata total waktu bekeja responden dalam satuan jam per hari. Tabel 10 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 61,5 persen responden yang tidak bekerja yakni ibu rumah tangga, sedangkan responden yang paling rendah tingkat partisipasinya adalah 60,6 persen responden yang sibuk bekerja.

(7)

Tabel 10. Persentase Responden Menurut Lama Kerja dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%)

Rendah Tinggi

Lama kerja

Tidak bekerja 38,5 61,5

Tidak sibuk 40 60

Sibuk 60,6 39,3

Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai -0,009, artinya antara lama kerja dengan tingkat partisipasi berkorelasi negatif dan tidak nyata. Artinya, semakin rendah lama kerja responden, maka semakin tinggi tingkat partisipasi responden. Responden yang tidak bekerja (ibu rumah tangga) memiliki curahan waktu luang lebih besar daripada responden waktu kerjanya lebih lama (kategori sibuk). Hal ini berpengaruh terhadap tingkat partisipasi responden terhadap program dimana responden yang memiliki curahan waktu luang lebih banyak dapat lebih sering berpartisipasi dalam program daripada responden yang curahan waktu luangnya sedikit. Hubungan antara lama kerja dengan tingkat partisipasi tidak nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 10 tidak dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14).

6.1.1.6 Lama Tinggal

Lama tinggal adalah satuan tahun lama tinggal responden di Perumahan Griya Pancoran Mas Indah sejak perumahan tersebut dibangun yakni rentang waktu antara tahun 1998 hingga saat ini (tahun 2009). Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 63,8 persen responden yang sudah lama menetap di lokasi penelitian yakni enam sampai dengan 11 tahun, sedangkan tingkat partisipasi 43,3 persen responden yang baru menetap nol sampai dengan lima tahun adalah yang paling rendah.

Tabel 11. Persentase Responden Menurut Lama Tinggal dan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%)

Rendah Tinggi

Lama Tinggal Baru 43,3 56,7

(8)

Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,072 , artinya antara lama tinggal dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin lama responden tinggal di suatu wilayah, maka semakin besar pula rasa memiliki dan perasaan bahwa dirinya (responden) sebagai bagian dari lingkungan tempat tinggalnya serta kuatnya keinginan untuk selalu menjaga dan memelihara kebersihan lingkungan dimana ia tinggal sehingga tingkat partisipasi juga semakin tinggi. Hubungan antara lama tinggal dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 11 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14).

6.1.1.7 Status Tempat Tinggal

Status kepemilikan tempat tinggal didefinisikan sebagai status kepemilikan rumah yang ditinggali oleh responden. Tabel 12 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 62,2 persen responden dengan status tempat tinggal rumah sendiri, sedangkan yang paling rendah tingkat partisipasinya adalah 100 persen responden yang status tempat tinggalnya menumpang. Artinya semakin tidak memiliki rumah sendiri, maka tingkat partisipasinya semakin rendah dan sebaliknya semakin memiliki rumah sendiri maka tingkat partisipasinya semakin tinggi. Namun, berdasarkan hasil uji koreasi Chi-Square didapatkan nilai x2 hitung lebih kecil daripada x2 tabel (0,053< 4,605) sehingga H

0 diterima, jadi tidak hubungan antara status tempat tinggal dengan tingkat partisipasi responden. Tabel 12. Persentase Responden Menurut Status Tempat Tinggal dan Tingkat

Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi Status tempat tinggal Rumah Dinas 0 0 Rumah sendiri 37,8 62,2 Sewa/kontrak/kos 50 50 Menumpang 100 0

6.1.2 Hubungan Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi Peserta Program

Faktor eksternal yang meliputi luas halaman, kondisi lingkungan rumah, dan frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan, beserta hubungan korelasi antara

(9)

kedua jenis faktor tersebut terhadap tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga.

6.1.2.1 Luas Halaman

Luas halaman didefinisikan sebagai satuan meter persegi halaman rumah yang dikategorikan menjadi sempit (0-49 m2) dan luas (50-100 m2). Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tinggi adalah 64,3 persen responden yang memiliki halaman luas (50-100 m2), sedangkan tingkat partisipasi terendah terdapat pada 50 persen responden yang tidak memiliki halaman rumah.

Tabel 13. Persentase Responden Menurut Luas halaman dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%)

Rendah Tinggi

Luas halaman Sempit Luas 44,4 35,7 55,6 64,3

Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,044, artinya antara luas halaman dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya semakin luas halaman rumah responden, maka tingkat partisipasinya semakin tinggi. Responden yang memiliki halaman lebih luas maka memiliki tempat yang lebih luas untuk menerapkan pelaksanaan program, karena pengolahan sampah rumah tangga baik dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori memerlukan lahan. Responden yang tidak memiliki halaman rumah, maka berpotensi untuk tidak melaksanakan kegiatan karena tidak tersedianya lahan untuk mengolah sampah rumah tangga dengan metode tersebut. Hubungan antara luas halaman dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 13 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14).

6.1.2.2 Keadaan Lingkungan Rumah

Keadaan lingkungan rumah meliputi kondisi kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal dengan indikator tempat sampah, kondisi sampah, saluran air atau got, kondisi halaman rumah, jarak WC ke septic tank, dan kondisi air. Tabel 14 menunjukkan bahwa keadaan lingkungan rumah 100 persen responden adalah bersih dan 61,1 persen responden berpartisipasi aktif dalam

(10)

program artinya sebagian besar responden tingkat partisipasinya tinggi terhadap program. Variabel keadaan lingkungan rumah tidak dapat dikorelasikan dengan tingkat partisipasi melalui uji korelasi Spearman dikarenakan adanya keseragaman data (100 persen responden keadaan lingkungan rumahnya bersih). Artinya, tidak ada hubungan antara keadaan lingkungan rumah dengan tingkat partisipasi peserta program, sehingga data primer dalam Tabel 14 cukup dijabarkan secara deskriptif saja.

Tabel 14. Persentase Responden Menurut Keadaan Lingkungan Rumah dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi Keadaan

lingkungan rumah Bersih Kotor 38,9 0 61,1 0

6.1.2.3 Frekuensi Hadir Bimbingan dan Penyuluhan

Frekuensi hadir dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan dikategorikan menjadi dua yaitu jarang dan sering. Tabel 15 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi tertinggi adalah 68,9 persen responden yang sering hadir kegiatan bimbingan dan penyuluhan, sedangkan 63,2 persen responden yang jarang menghadiri bimbingan dan penyuluhan tingkat partisipasinnya cenderung rendah. Tabel 15. Persentase Responden Menurut Frekuensi Hadir Bimbingan Penyuluhan

dan Tingkat partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi Frekuensi hadir bimbingan

dan penyuluhan Jarang Sering 63,2 31,1 36,8 68,9

Hasil uji Spearman diperoleh nilai +0,284 artinya antara frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan dengan tingkat partisipasi berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin sering hadir dalam kegiatan bimbingan dan penyuluhan, maka tingkat partisipasi responden semakin tinggi. Responden yang sering menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan maka pengetahuan dan pemahaman terhadap program bertambah, sehingga cenderung berpartisipasi aktif

(11)

dalam program. Namun, responden yang jarang menghadiri kegiatan bimbingan dan penyuluhan maka pengetahuan serta pemahaman terhadap program berkurang, sehingga cenderung tidak berpartisipasi aktif dalam program. Hubungan antara frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan dengan tingkat partisipasi nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 15 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14).

6.2 Tahapan Partisipasi

Menurut Cohen dan Uphoff yang dikutip oleh Pratiwi (2009), partisipasi terbagi menjadi empat tahapan, yaitu tahap pengambilan keputusan (perencanaan), pelaksanaan, menikmati hasil, dan evaluasi. Namun, pembahasan mengenai tingkat partisipasi rumah tangga dalam program fokus pada tahapan perencanaan, pelaksanaa, dan menikmati hasil, sedangkan tahapan evaluasi tidak dibahas dalam bab ini karena belum ada evaluasi yang dilakukan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok, sehingga dapat dipastikan warga tidak berpartisipasi dalam tahapan evaluasi program. Berikut analisis tingkat partisipasi rumah tangga dalam Program Komposting Rumah Tangga berdasarkan tahapan partisipasinya.

6.2.1 Tahap Pengambilan Keputusan (Perencanaan)

Program Komposting Rumah Tangga merupakan program yang bersifat

top down dan termasuk salah satu program pengelolaan sampah Kota Depok yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Artinya, dalam menyusun dan merencanakan program tidak melibatkan warga RW 14. Hal ini menunjukkan perencanaan program tidak partisipatif karena Dinas Kebersihan dan Pertamanan selaku perencana dan penanggungjawab program sekaligus pengambil keputusan tidak melibatkan warga RW 14 yang merupakan sasaran dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga.

Salah satu tujuan Program Komposting Rumah Tangga adalah terbentuknya kelembagaan sebagai penjamin keberlanjutan program di RW 14. Oleh karena itu, warga RW 14 berinisiatif untuk membentuk kelembagaan RW Hijau dan kader lingkungan guna mensukseskan Program Komposting Rumah

(12)

Tangga. Perencanaan pembentukan kelembagaan RW Hijau dan kader lingkungan melibatkan warga RW 14 karena perencanaan kelembagaan RW Hijau murni atas dasar inisiatif warga. Tabel 16 menunjukkan bahwa dari 77 responden hanya 32,5 persen responden yang terlibat dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau, sedangkan 67,5 persen responden tidak terlibat dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau. Responden yang terlibat hanya pengurus RW dan RT, pengurus PKK RW dan RT, serta beberapa tokoh masyarakat.

Tabel 16. Jumlah dan Persentase Responden yang terlibat dalam Pembentukan Kelembagaan RW Hijau di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Terlibat 25 32,5

Tidak terlibat 52 67,5

Total 77 100

Bentuk keterlibatan responden dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau pun beragam. Berdasarkan hasil wawancara wujud keterlibatan responden dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau dapat dikategorikan sebagai berikut: menghadiri rapat atau pertemuan, memberikan ide atau gagasan, dan menyediakan tempat. Sebagian besar responden menghadiri rapat atau pertemuan yang diadakan oleh pengurus RW 14 dan hanya sedikit diantara mereka yang memberikan ide atau gagasan dalam perencanaan program, namun ada juga responden yang menyediakan tempat (rumahnya) untuk pertemuan.

6.2.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam program pembangunan yang diwujudkan secara nyata melalui partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, materi, dan keterlibatan sebagai anggota proyek. Partisipasi rumah tangga dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga merupakan salah satu indikator keberhasilan program. Hasil pengolahan data dalam Tabel 17. menunjukkan bahwa 83,1 persen responden bersedia berpartisipasi dalam pelaksanaan program, sedangkan16,9 persen responden tidak bersedia melaksanakan program.

(13)

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden yang Ikut Pelaksanaan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Ikut (melaksanakan program) 64 83,1

Tidak ikut (tidak melaksanakan program) 13 16,9

Total 77 100

Berdasarkan hasil wawancara, dari berbagai alasan yang melatarbelakangi partisipasi responden dalam program dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: kesadaran menjaga lingkungan, ajakan teman, saudara atau tetangga, dan sekedar ikut saja. Sebagian besar responden berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena kesadaran menjaga lingkungan, mengingat keprihatinan mereka akan kondisi lingkungan terutama masalah persampahan di Kota Depok dan predikat Kota Depok sebagai Kota Metropolitan Terkotor pada penilaian Adipura tahun 2005. Namun, ada juga responden yang berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena ajakan teman, saudara, atau tetangga, artinya mereka dapat dikatakan memiliki kesadaran yang rendah sehingga perlu dimotivasi oleh lingkungan sekitar agar bersedia mengikuti program. Responden yang sekedar ikut saja ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program dapat dikatakan kurang memiliki kesadaran terhadap lingkungan karena mereka melaksanakan program karena mengikuti tren semata. Artinya, apabila mereka tidak ikut program maka dianggap tidak gaul dan berpotensi dijauhi oleh warga lain, berikut petikan wawancara dengan salah satu responden, Ibu NP:

“ Saya sih mbak cuman sekedar ikut saja, yahh,,bisa dibilang ikut-ikutan ajalah. Kalau nggak ikut ntar dicap nggak gaul dong, bisa-bisa dijauhin sama warga yang lain..”

Responden yang tidak berpartisipasi dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga sejumlah 13 orang. Berdasarkan hasil wawancara, dari berbagai alasan yang melatarbelakangi responden tidak partisipasi dalam program dikategorikan menjadi tiga, yaitu: sibuk kerja, kurang sosialisasi program, dan memang tidak berminat mengikuti program ini. Alasan utama responden tidak berpartisipasi dalam program adalah karena sibuk kerja. Pekerjaan di kantor yang cukup padat dan menyita waktu tidak memungkinkan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam program, hal ini biasanya terjadi pada

(14)

rumah tangga dimana suami dan istri sama-sama bekerja, sehingga tidak jarang pembantu rumah tangga yang diminta untuk mengikuti program. Responden lain merasa kurang adanya sosialisasi program karena sosialisasi program hanya dilaksanakan satu kali yakni ketika acara pelatihan mengenai program dan hanya diperuntukkan bagi pengurus RW, Pokja RW Hijau dan kader lingkungan, sehingga mereka tidak sepenuhnya memahami tujuan dan manfaat program. Namun ternyata ada juga responden yang memang benar-benar tidak berminat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena program dianggap terlalu merepotkan dan sulit untuk diterapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa responden memang tidak memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Responden yang berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah Tangga ini memiliki peranan yang berbeda, yakni sebagian besar responden berperan sebagai partisipan saja, artinya mereka hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang ada dalam program tanpa terlibat proses perencanaan ataupun sosialisasinya. Responden ada juga yang berperan sebagai kader lingkungan dan pengurus RT atau RW dimana mereka terlibat mulai perencanaan, sosialisasi, hingga pelaksanaan program, hal inilah yang membedakan peran mereka dengan partisipan saja.

Program yang telah dilaksanakan sejak akhir bulan Juni 2008 ini mendapat respon positif dari warga RW 14. Pokja RW Hijau beserta kader lingkungan bahu-membahu melatih dan memantau pengelolaan sampah di masing-masing rumah tangga. Pokja RW Hijau yang dimotori oleh Bapak Maman (Ketua Pokja sekaligus Ketua RT 05) bersama para anggota Pokja lainnya rutin mendatangi setiap RT untuk membantu warga mengebor tanah, baik tanah yang terdapat di halaman rumah maupun di sepanjang saluran air atau got untuk membuat lubang resapan Biopori.

Pokja RW Hijau berkoordinasi dengan para kader lingkungan mengumpulkan sampah anorganik, yang terdiri dari sampah kemasan, botol, kaleng, kardus, kertas, kantong plastik dan barang-barang lain yang terbuang namun masih memiliki nilai ekonomis atau nilai jual dari para warga untuk ditampung di pos yang terdapat di masing-masing RT. Sampah yang telah

(15)

dikumpulkan di pos dipilah sesuai jenisnya dapat didaur-ulang menjadi kerajinan tangan atau dijual ke lapak kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam kas RW Hijau dan kas masing-masing RT.

Kader lingkungan juga memiliki andil besar dalam pelaksanaan program. Ibu Kusmedi salah satu kader RT 03 yang sudah setahun ditunjuk menjadi kader oleh RW setempat dikarenakan beliau aktif di berbagai kegiatan RT. Ibu Kusmedi juga kreatif dalam hal mendaur ulang sampah, seperti mengubah potongan sedotan bekas air mineral gelas menjadi sebuah anyaman yang dapat dirajut menjadi beragam kerajinan diantaranya taplak meja, tas, dompet, kotak tisu, sarung handphone, dan sebagainya. Hasil kreasi dari potongan sedotan air mineral gelas yang telah dihasilkan pun telah tampil di beberapa pameran di Kota Depok dan memiliki nilai jual yang tidak kalah dengan produk olahan sampah yang terlebih dahulu ada di pasaran. Ketika ditanya tentang alasan kesediaan beliau menjadi kader, berikut jawaban Ibu KS:

“ Saya bersedia menjadi kader karena dapat menyalurkan kreativitas saya miliki yakni membuat kreasi dari sampah terutama yang anorganik dan saya berharap yang lain juga terinspirasi dan tertarik untuk melakukan hal yang sama, saya siap kok berbagi ilmu!”

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Ibu AT:

“ Saya menjadi kader lingkungan ditunjuk oleh RW dan saya bersedia karena sudah setahun ini saya resign dari kantor dan menjadi ibu rumah tangga, jadi punya banyak waktu luang untuk aktif di kegiatan lingkungan RW dan RT.”

Berdasarkan pernyataan kedua narasumber dapat disimpulkan bahwa kesediaan menjadi kader karena ditunjuk oleh RW atau RT setempat dengan mempertimbangkan keaktifan dan ketersediaan waktu para kader untuk kegiatan di lingkungan RW dan RT.

Program Komposting Rumah Tangga telah berjalan lebih dari setahun. Program yang terdiri dari pengomposan dengan Keranjang Takakura, Biopori, pemilahan sampah, dan daur ulang sampah anorganik ini ternyata mendapat respon yang berbeda dari masing-masing responden. Tabel 18 menunjukkan bahwa pemilahan sampah merupakan kegiatan yang atau paling disukai oleh 37 responden (48,1 persen), artinya program ini mendapatkan respon yang paling

(16)

positif dari warga karena paling mudah dilakukan. Pengomposan dengan Keranjang Takakura disukai sejumlah 18 responden (23,4 persen), karena membutuhkan lebih banyak waktu dan kesabaran dalam pengerjaannya . Daur ulang sampah anorganik juga disukai oleh delapan responden (10,4 persen), sedangkan untuk Biopori disukai oleh tiga responden (3,9 persen). Responden yang menyukai kegiatan daur ulang sampah anorganik untuk dijadikan kerajinan tangan mengalami kendala yakni keterbatasan ketrampilan (dalam hal menjahit), tenaga ahli, dan alat (mesin jahit), sehingga mereka kurang dapat menghasilkan kerajinan tangan berbahan dasar sampah yang memiliki nilai jual. Biopori adalah kegiatan yang paling sedikit disukai oleh responden, karena tidak semua responden memiliki lahan (tanah) untuk diberi lubang Biopori, selain itu alat bor Biopori juga terbatas, jadi apabila ingin membuat lubang Biopori harus melapor terlebih dahulu ke Pokja RW Hijau untuk meminjam alat bor atau minta dibuatkan lubang Biopori.

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kegiatan yang Paling Disukai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Kategori (orang) Jumlah Persentase (%)

Pemilahan sampah 37 48,1

Takakura 18 23,4

Daur ulang sampah anorganik 8 10,4

Biopori 3 3,9

Tidak menjawab 11 14,3

Total 77 100

6.2.3 Tahap Menikmati Hasil

Tingkat partisipasi peserta program dalam perencanaan, sosialisasi, dan pelaksanaan progam dapat dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan program dengan melihat warga RW 14 sebagai subjek atau sasaran program pembangunan. Semakin besar manfaat yang dirasakan dari proyek, maka proyek tersebut berhasil mengenai sasaran atau tepat sasaran. Tabel 19 menunjukkan bahwa 69 responden (89,6 persen) menyatakan bahwa Program Komposting Rumah Tangga ini membawa manfaat, sedangkan delapan responden (10,4 persen) menyatakan bahwa program ini tidak bermanfaat.

(17)

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden tentang Manfaat Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Program bermanfaat 69 89,6

Program tidak bermanfaat 8 10,4

Total 77 100

Responden yang menyatakan bahwa program ini bermanfaat merasakan manfaat yang berbeda-beda dari program ini. Berdasarkan hasil wawancara, manfaat yang dirasakan oleh responden dapat dikategorikan menjadi empat. Pertama, lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi lebih bersih, asri, dan nyaman. Hal ini merupakan manfaat yang secara umum dirasakan oleh masyarakat, karena apabila masing-masing peserta program melakukan pengelolaan sampah mulai tingkat rumah tangga dengan melaksanakan Program Komposting Rumah Tangga, maka sampah atau buangan yang dihasilkan juga dapat diminimalisir, sehingga otomatis lingkungan menjadi bersih, asri, dan nyaman. Kedua, berkurangnya jumlah sampah yang dibuang karena sampah telah dikelola terlebih dahulu di tingkat rumah tangga, sehingga sampah yang dibuang adalah sampah sisa yang sudah tidak dapat diolah kembali. Ketiga, program ini memperkaya ilmu pengetahuan mengenai pengelolaan sampah rumah tangga dengan metode Takakura, Biopori atau daur ulang sampah menjadi kerajinan tangan karena pengetahuan akan hal tersebut baru bagi para responden, sehingga program ini bermanfaat menambah pengetahuan. Semakin meningkatnya pengetahuan responden, maka harapannya dapat diikuti dengan perubahan sikap dan perilaku rumah tangga dalam mengelola sampah domestik. Keempat, program ini juga bermanfaat mengurangi biaya pembelian pupuk, karena pupuk dapat diperoleh tanpa perlu mengeluarkan biaya dari hasil pengomposan sampah organik baik dengan Keranjang Takakura maupun lubang resapan Biopori.

Setiap metode pengolahan sampah rumah tangga yang terdapat dalam Program Komposting Rumah Tangga memiliki manfaat masing-masing. Berikut diuraikan mengenai manfaat yang dirasakan responden terhadap metode pengolahan sampah dengan cara pemilahan sampah organik dan anorganik,

(18)

pengomposan dengan Keranjang Takakura dan lubang resapan Biopori, serta daur ulang sampah anorganik:

1) Pemilahan sampah organik dan anorganik

Warga dapat mengolah sampah dibedakan sesuai jenis sampahnya, selain itu warga dapat membedakan mana yang termasuk bahan sampah organik dan anorganik. Berikut pernyataan salah satu responden mengenai manfaat pemilahan sampah, Ibu LD:

“ Sebelum ada program ini saya kalau buang sampah langsung dibuang begitu saja ke tempat sampah depan rumah, nggak pernah dipilah terlebih dahulu. Tapi setelah adanya program ini saya jadi tahu bahwa sampah itu harus dipilah terlebih dahulu sebelum diolah atau dibuang ke tempat sampah. Saya bisa membedakan mana sampah organik dan mana yang anorganik, jadi sekarang kalau mau buang sampah dipilah dulu mbak.”

Merujuk pada pernyataan diatas, dapat dikatakan bahwa kegiatan pemilahan sampah memiliki manfaat yang besar dalam hal mengubah pengetahuan responden mengenai pemilahan sampah.

2) Keranjang Takakura

Metode ini dicetuskan oleh peneliti asal Jepang, yakni Koji Takakura dengan memanfaatkan sampah berbahan dasar organik seperti dedaunan untuk diolah bersama tanah dan kompos jadi sebagai starter-nya menjadi kompos dengan menggunakan media keranjang tertutup (Lampiran 11). Pengolahannya terkesan rumit tetapi metode ini cukup sederhana dilakukan guna meminimalisir sampah rumah tangga terutama sampah dapur. Berikut pernyataan Ibu AT mengenai manfaat yang dirasakan dari pengomposan menggunakan Keranjang Takakura:

“Kalau habis masak biasanya kan banyak sisa sayur yang dedaunan, daripada dibuang kan sayang, lebih baik dibikin kompos. Sayurnya dipotong kecil-kecil dulu baru dimasukin ke keranjang trus diaduk deh biar kompos sama tanahnya nyampur. Biasanya sih kalo bagus sebulan sudah jadi kompos. Lumayan lho, kompos jadinya dipakai sendiri untuk pupuk tanaman hias jadi tidak perlu beli.”

Berdasarkan pernyataan diatas, keranjang Takakura juga bermanfaat untuk mengubah sampah organik menjadi kompos siap pakai, sehingga warga tidak perlu lagi membeli kompos karena dapat membuatnya sendiri dengan Takakura.

(19)

3) Lubang resapan Biopori

Salah satu manfaat yang dirasakan responden dengan lubang resapan Biopori yakni lubang resapan Biopori dapat dimanfaatkan sebagai daerah resapan air maupun komposter khususnya sampah organik. Berikut pernyataan Bapak MN mengenai lubang resapan Biopori:

“ Lubang Biopori itu tidak hanya untuk resapan air, sampah basi seperti tulang ikan atau ayam, pokoknya yang hewani dapat dimasukkan ke dalam lubang Biopori ini dan tidak berbau karena lubang ditutup dengan pot tanamn atau paving block. Sampah basi yang dibuang ke dalam lubang nantinya juga terurai sama tanah, daripada dibuang ke tong sampah bikin bau dan diacak-acak pemulung!”

Pernyataan Bapak MN ini juga didukung oleh pernyataan Bapak ID:

“Saya kalo buang sampah basi ya di lubang Biopori, tuh ada beberapa lubang yang tertutup paving block (sembari menunjukkan beberapa lubang Biopori) dan tidak berbau. Liat aja tuh tanah yang tertutup paving block jadi agak tidak rata karena dibor untuk Biopori (sembari menunjuk ke arah halaman rumah yang memang agak bergelombang). Saya juga memanfaatkan lubang Biopori untuk aliran buangan air AC, karena kebetulan lubangnya dekat dengan aliran pembuangan, jadi daripada meluber lebih baik dialirkan ke lubang resapan Biopori.”

Berdasarkan pernyataan Bapak MN dan ID dapat ditarik benang merah mengenai manfaat lubang resapan Biopori, yakni selain sebagai lubang resapan air, lubang Biopori juga dimanfaatkan sebagai media komposter untuk menampung sampah basi seperti tulang ikan atau daging (sampah organik yang berbahan dasar hewani) agar tidak menimbulkan bau yang tidak sedap, dan dapat digunakan sebagai aliran buangan air AC dengan catatan lokasi lubang Biopori berdekatan dengan saluran pembuangan air AC.

Hasil pengolahan data dalam Tabel 20 menunjukkan bahwa menurut 88,3 persen responden, program masih berlanjut hingga saat ini, sedangkan 11,7 persen responden menyatakan bahwa program ini tidak berlanjut.

(20)

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden tentang Keberlanjutan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Program berlanjut 68 88,3

Program tidak berlanjut 9 11,7

Total 77 100

Tabel 21 menunjukkan bahwa dari hanya 70,1 persen responden yang masih melaksanakan program hingga saat ini, sedangkan 29,9 persen responden tidak melanjutkan pelaksanaan program.

Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden yang masih Melaksanakan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Kategori Jumlah (orang) Persentase (%)

Masih melaksanakan prorgam 54 70,1

Tidak melanjutkan pelaksanaan program 23 29,9

Total 77 100

Ketidakberlanjutan program ataupun ketidakberlanjutan responden dalam melaksanakan program dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Berdasarkan hasil wawancara, alasan ketidakberlanjutan program dikategorikan menjadi empat. Pertama, program menyita waktu karena responden sibuk bekerja, sehingga tidak ada waktu untuk melanjutkan pelaksanaan program. Kedua, program tidak dimonitor oleh penanggungjawab program, sehingga mereka malas melanjutkannya. Selama program berlangsung belum pernah ada pihak dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang datang untuk melakukan monitoring ataupun evaluasi terhadap program. Ketiga, responden merasa bosan dengan rangkaian kegiatan yang ada dalam program karena terlalu monoton, sehingga perlu dilakukan penyuluhan kembali mengenai program oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Selama ini warga hanya dituntut untuk melaksanakan program tanpa mendapatkan perhatian dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Keempat, program ini hanya proyek yang bersifat sementara karena hingga saat ini belum ada pihak dari pemerintah Kota Depok ataupun Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang meninjau pelaksanaan program, sehingga terbentuk opini bahwa program ini adalah kepentingan pemerintah kota dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan semata bukan warga yang menjadi sasaran program.

(21)

6.3 Hubungan antara Tingkat Rumah Tangga dengan Perubahan Perilaku Peserta Program

6.3.1 Tingkat Partisipasi Peserta Program terhadap Tingkat Pengetahuan Tabel 22 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan 100 persen responden tinggi. Tingkat partisipasi tinggi adalah 61 persen responden, sedangkan tingkat partisipasi rendah adalah 39 persen responden dengan tingkat pengetahuan tinggi sama tinggi.

Tabel 22. Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Pengetahuan terhadap Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori

Tingkat pengetahuan (%)

Tinggi

Tingkat Partisipasi Rendah 39

Tinggi 61

Keseragaman input data dimana tingkat pengetahuan 100 persen responden sama tinggi menyebabkan tingkat partisipasi rumah tangga tidak dikorelasikan dengan tingkat pengetahuan responden, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat pengetahuan, sehingga data primer pada Tabel 22 dijabarkan secara deskriptif tanpa perlu uji korelasi. Namun, berdasarkan hasil wawancara, 100 persen responden mengalami perubahan tingkat pengetahuan yang awalnya tidak tahu menahu tentang program dan juga pengelolaan sampah menjadi tahu, artinya terdapat perubahan tingkat pengetahuan setelah responden berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah Tangga. 6.3.2 Tingkat Partisipasi Peserta Program terhadap Sikap

Tabel 23 menunjukkan bahwa 100 persen responden bersikap positif terhadap program. Tingkat partisipasi tinggi adalah 61 persen responden, sedangkan tingkat partisipasi rendah adalah 39 persen responden dengan sikap sama yaitu positif.

(22)

Tabel 23. Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Pengetahuan Terhadap Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Sikap

Positif

Tingkat Partisipasi Rendah 39

Tinggi 61

Keseragaman input data dimana sikap 100 persen responden sama-sama positif menyebabkan tingkat partisipasi rumah tangga tidak dikorelasikan dengan tingkat pengetahuan responden, artinya tidak terdapat hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat pengetahuan, sehingga data primer pada Tabel 23 dijabarkan secara deskriptif tanpa perlu uji korelasi. Namun, berdasarkan hasil wawancara, 100 persen responden mengalami perubahan sikap yang awalnya cenderung bersikap negatif menjadi positif dalam menyikapi program pengelolaan sampah rumah tangga, artinya terdapat perubahan sikap setelah responden berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah Tangga.

6.3.3 Tingkat Partisipasi Rumah Tangga terhadap Tindakan

Tabel 24 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi rumah tangga yang tinggi diikuti dengan tindakan yang positif yakni 93,6 persen responden, begitu pula sebaliknya, tingkat partisipasi rendah diikuti dengan tindakan yang negatif dalam merespon program yakni sebesar 13,3 persen responden.

Tabel 24. Persentase Responden Menurut Tingkat Partisipasi dan Tindakan di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Rendah Tinggi Tingkat

Partisipasi Rendah Tinggi 13,3 6,4 86,7 93,6

Hasil uji korelasi Spearman diperoleh nilai +0,307, artinya antara tingkat partisipasi dengan tindakan berkorelasi positif dan nyata. Artinya, semakin tinggi tingkat partisipasi responden dalam program, maka menjadi semakin positif tindakan yang dihasilkan dalam rangka merespon program. Responden yang berpartisipasi aktif dalam program, maka pengetahuan akan program juga bertambah dan sikap terhadap program juga semakin positif, sehingga tindakan

(23)

yang dihasilkan juga positif, begitu pula sebaliknya, semakin rendah partisipasi responden dalam program, maka pengetahuan akan program juga berkurang dan sikap terhadap program semakin negatif sehingga tindakan yang dihasilkan pun cenderung negatif. Hubungan antara tingkat partisipasi dengan tindakan nyata, artinya hasil uji korelasi Speraman dalam Tabel 24 dapat digeneralisasikan kepada seluruh populasi (warga RW 14). Hasil wawancara dengan responden menunjukkan bahwa terdapat perubahan tindakan terhadap program pengelolaan sampah rumah tangga.

6.4 Ikhtisar

Warga tidak berpartisipasi dalam perencanaan Program Komposting Rumah Tangga karena program bersifat top down, artinya perencanaan program tidak partisipatif. Namun, perencanaan pembentukan kelembagaan RW Hijau melibatkan warga, karena pembentukan kelembagaan RW Hijau atas dasar inisiatif warga.Bentuk partisiapsi warga dalam pembentukan kelembagaan RW Hijau adalah menghadiri rapat atau pertemuan yang diadakan oleh pengurus RW 14. Tingkat partisipasi dalam tahap pelaksanaan adalah tinggi, hal ini dilatarbelakangi oleh tingginya kesadaran peserta program dalam menjaga lingkungan, namun ada juga peserta yang berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena ajakan tetangga, teman atau saudara dan sekedar mengikuti tren semata. Peserta program yang tidak terlibat dalam pelaksanaan program sebagian besar dikarenakan sibuk kerja. Peran peserta Program Komposting Rumah Tangga adalah sebagai kader lingkungan, pengurus RW atau RT yang aktif dalam kegiatan sosialisasi, perencanaan, dan pelaksanaan program, namun ada juga yang berperan sebagai partisipan biasa yang hanya terlibat dalam pelaksanaan program. Pemilahan sampah sebagai bagian dari Program Komposting Rumah Tangga merupakan program yang paling diminati oleh responden karena mudah dilakukan. Tingkat partisipasi peserta dalam tahap menikmati hasil tergolong tinggi, hal ini dibuktikan dengan pernyataan sebagian besar responden yang merasakan manfaat dari Program Komposting Rumah Tangga, yaitu lingkungan sekitar tempat tinggal menjadi lebih bersih, asri, dan nyaman. Responden yang tidak melanjutkan program menjadikan sibuk kerja sebagai alasan utama.

(24)

Tingkat partisipasi peserta Program Komposting Rumah Tangga berhubungan dengan faktor internal (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, lama kerja, lama tinggal, status tempat tinggal) dan faktor eksternal (luas halaman, kondisi lingkungan rumah, frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan). Tabel 25 mengenai korelasi antara variabel-variabel dalam faktor internal dengan tingkat partisipasi peserta program menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan lama tinggal berkorelasi positif (nyata) dengan tingkat partisipasi peserta program. Usia, tingkat pendapatan, dan lama kerja berkorelasi negatif (tidak nyata) dengan tingkat partisipasi peserta program, sedangkan variabel jenis pekerjaan dan status tempat tinggal tidak berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program.

Tabel 25. Persentase dan Korelasi Responden antara Faktor Internal dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Persentase (%)

Tingkat Partisipasi (%) Korelasi Rendah Tinggi Usia Muda 7,8 33,3 66,7 Negatif dan tidak nyata

Dewasa 87,0 37,3 62,7 Tua 5,2 75 25 Tingkat pendidikan Rendah 6,5 60 40 Positif dan nyata Tinggi 93,5 37,5 62,5 Jenis pekerjaan Pegawai swasta 14,3 63,6 36,4

Tidak ada hubungan (H0 diterima)

Ibu rumah tangga 22,1 23,5 76,5

Wiraswasta 14,3 36,4 63,6

PNS 49,3 39,5 60,5

Tingkat pendapatan

Rendah 26 38,9 61,1

Negatif dan tidak nyata Sedang 20,8 60 40 Tinggi 6,4 65 35 Tidak berpenghasilan 46,8 18,75 81,25 Lama kerja Tidak bekerja 50,6 38,5 61,5

Negatif dan tidak nyata

Tidak sibuk 6,5 40 60

Sibuk 42,9 60,6 39,3

Lama

tinggal Lama Baru 39,0 61,0 43,3 36, 2 56,7 63,8 Positif dan nyata Status

tempat tinggal

Rumah sendiri 96,1 37,8 62,2

Tidak ada hubungan (H0 diterima)

Sewa/kontrak/kos 2,6 50 50

Menumpang 1,3 100 0

Rumah dinas 0 0 0

Faktor eksternal yang berhubungan dengan tingkat partisipasi peserta program terdiri dari variabel luas halaman, keadaan lingkungan rumah dan

(25)

frekuensi hadir dalam bimbingan dan penyuluhan. Tabel 26 menunjukkan bahwa luas halaman dan frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan berkorelasi positif (nyata). Keadaan lingkungan rumah 100 persen responden adalah bersih artinya keadaan lingkungan rumah tidak berkorelasi dengan tingkat partisipasi rumah tangga dalam program karena keseragaman data yaitu keadaan lingkungan rumah seluruh responden adalah bersih.

Tabel 26. Persentase dan Korelasi Responden Menurut Faktor Eksternal dengan Tingkat Partisipasi di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Variabel Kategori Persentase (%) Tingkat Partisipasi (%) Korelasi Rendah Tinggi

Luas halaman Sempit: 0-49mLuas: 50-100m22 88,3 11,7 44,4 35,7 55,6 64,3 Nyata dan positif Keadaan lingkungan rumah Bersih 100 38,9 61,1 Tidak ada Kotor 0 0 0 Frekuensi hadir bimbingan dan penyuluhan

Jarang 62,3 63,2 36,8 Nyata dan

positif

Sering 7,8 31,1 68,9

Tingkat partisipasi peserta program berhubungan dengan perubahan perilaku dalam mengelola sampah rumah tangga. Perilaku dilihat melalui tiga variabel, yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan responden sebagai respons terhadap pelaksanaan program. Tabel 27 menunjukkan tingkat pengetahuan 100 persen responden dalam program adalah tinggi, begitu pula dengan sikap 100 persen responden adalah positif, sehingga tidak ada korelasi antara variabel tingkat pengetahuan dan sikap dengan tingkat partisipasi peserta program. Variabel tindakan memiliki hubungan yang nyata atau positif dengan tingkat partisipasi, artinya tingkat partisipasi peserta program berhubungan dengan tindakan responden.

Tabel 27. Persentase dan Korelasi Perilaku dengan Tingkat Partisipasi Responden di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Variabel Kategori Tingkat Partisipasi (%) Korelasi

Rendah Tinggi

Tingkat Pengetahuan Tinggi 39 61 Tidak ada

Sikap Positif 39 61 Tidak ada

Gambar

Tabel 5.  Jumlah  dan  Persentase  Responden  Menurut  Faktor-faktor  yang  berhubungan  dengan  Tingkat  Partisipasi  di  RW  14,  Kelurahan  Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
Tabel 8.  Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan dan Tingkat Partisipasi  di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
Tabel 9.   Persentase  Responden  Menurut  Tingkat  Pendapatan  dan  Tingkat  Partisipasi  Di  RW  14,  Kelurahan  Rangkapanjaya  Baru,  Kota  Depok  Tahun 2009
Tabel  10.  Persentase  Responden  Menurut  Lama  Kerja  dan  Tingkat  Partisipasi  di  RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

330 liter/detik.. Masing-masing instalasi memiliki prioritas daerah pelayanan seperti yang tergambarkan pada gambar 1.1. Pertumbuhan wilayah Barat Surabaya yang sangat cepat

Berdasarkan tabel di atas, responden yang memilih sangat tidak setuju prosentase terbesar adalah 54,2% untuk item pernyataan “Tidak mampu menghargai pendapat orang lain

Menurut Sutarto Hadi (2009:29), standard workshop PMRI yaitu (1) Kegiatan workshop berorientasi pada proses yang memudahkan peserta

Tujuan dari TCP/IP adalah untuk membangun suatu koneksi antar jaringan (network), di mana biasa disebut internetwork, atau internet, yang menyediakan

BNPB menutup bulan PRB pada tanggal 31 Oktober di Yogyakarta serta mengumumkan dimulainya satu tahun persiapan untuk Konferensi Menteri Asia untuk Pengurangan Resiko Bencana

Jika digabungkan dengan hasil uji statistika paired-t untuk utilitas maka diperoleh kesimpulan bahwa sistem alternatif kedua yang terbaik dikarenakan sistem alternatif pertama

Ia bisa melayani masyarakat dengan semaksimal mungkin, karena ikhlas maka ia akan menikmati dan bahagia dalam tupoksinya sebagai pelindung dan pelayan masyarakat,” jelas

Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pedagang makanan yang menjual selada (Lactuca sativa) di Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Padang untuk mengidentifikasi telur