JURNAL READING
JURNAL READING
The Study of Rigor Mortis for Estimation of Time since
The Study of Rigor Mortis for Estimation of Time since
Death
Death
Dokter Pembimbing :
Dokter Pembimbing :
dr. Gatot
dr. Gatot
Residen Pembimbing
Residen Pembimbing
: dr. Dadan Rusmanjaya
: dr. Dadan Rusmanjaya
Disusun Oleh : Disusun Oleh : Albert
Albert 112015 112015 (FK (FK UKRIDA)UKRIDA) Fransiska
Fransiska 112015 112015 (FK (FK UKRIDA)UKRIDA) Priscilla
Priscilla 112015 112015 (FK (FK UKRIDA)UKRIDA) Yudha
Yudha 112016 112016 (FK (FK UKRIDA)UKRIDA) Juniati
Juniati 112016 112016 (FK (FK UKRIDA)UKRIDA) Flapiana
Flapiana 112016 112016 (FK (FK UKRIDA)UKRIDA)
KEPANITERAA
KEPANITERAAN N KLINIKKLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR. KARIADI SEMARANG
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas segala rahmat Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas segala rahmat dan
karunia-dan karunia- Nya penulis Nya penulis dapat menyelesaikan dapat menyelesaikan jurnal reading jurnal reading yang berjudul yang berjudul ““The Study of RigorThe Study of Rigor Mortis for Estimation of Time since Death
Mortis for Estimation of Time since Death” ” yang dilakukan yang dilakukan di Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Umum Pusat DrDr Kariadi Semarang sebagai syarat Kepaniteraan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Kariadi Semarang sebagai syarat Kepaniteraan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran periode Juli 2017-Agustus 2017.
Medikolegal Fakultas Kedokteran periode Juli 2017-Agustus 2017.
Penulisan jurnal reading ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dorongan, semangat, Penulisan jurnal reading ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dorongan, semangat, dan petunjuk dari berbagai pihak yang telah senantiasa membantu. Oleh sebab itu, pada dan petunjuk dari berbagai pihak yang telah senantiasa membantu. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.
1. dr. Gatot, sebagai Dokter penguji yang telah memberikan masukan serta petunjuk dalamdr. Gatot, sebagai Dokter penguji yang telah memberikan masukan serta petunjuk dalam menyelesaikan jurnal reading ini.
menyelesaikan jurnal reading ini.
2.
2. dr. Dadan Rusmanjaya sebagai Residen pembimbing yang telah meluangkan waktunya sertadr. Dadan Rusmanjaya sebagai Residen pembimbing yang telah meluangkan waktunya serta
membantu dalam penyusunan jurnal reading ini. membantu dalam penyusunan jurnal reading ini.
3.
3. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan jurnal reading ini.Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan jurnal reading ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan jurnal reading ini,di dalam penulisan jurnal reading ini, Oleh karena itu kritik dan saran demi kesempurnaan referat ini sangat penulis harapkan. Akhir Oleh karena itu kritik dan saran demi kesempurnaan referat ini sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga jurnal reading ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang kata, penulis berharap semoga jurnal reading ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata baik yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam pengejaan kalimat serta penyebutan nama tempat, disengaja maupun yang tidak disengaja dalam pengejaan kalimat serta penyebutan nama tempat, istilah serta nama orang.
istilah serta nama orang.
Semarang, 1 Agustus 2017 Semarang, 1 Agustus 2017 Hormat kami, Hormat kami, Penulis Penulis
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas segala rahmat Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas segala rahmat dan
karunia-dan karunia- Nya penulis Nya penulis dapat menyelesaikan dapat menyelesaikan jurnal reading jurnal reading yang berjudul yang berjudul ““The Study of RigorThe Study of Rigor Mortis for Estimation of Time since Death
Mortis for Estimation of Time since Death” ” yang dilakukan yang dilakukan di Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Umum Pusat DrDr Kariadi Semarang sebagai syarat Kepaniteraan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Kariadi Semarang sebagai syarat Kepaniteraan di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran periode Juli 2017-Agustus 2017.
Medikolegal Fakultas Kedokteran periode Juli 2017-Agustus 2017.
Penulisan jurnal reading ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dorongan, semangat, Penulisan jurnal reading ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dorongan, semangat, dan petunjuk dari berbagai pihak yang telah senantiasa membantu. Oleh sebab itu, pada dan petunjuk dari berbagai pihak yang telah senantiasa membantu. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.
1. dr. Gatot, sebagai Dokter penguji yang telah memberikan masukan serta petunjuk dalamdr. Gatot, sebagai Dokter penguji yang telah memberikan masukan serta petunjuk dalam menyelesaikan jurnal reading ini.
menyelesaikan jurnal reading ini.
2.
2. dr. Dadan Rusmanjaya sebagai Residen pembimbing yang telah meluangkan waktunya sertadr. Dadan Rusmanjaya sebagai Residen pembimbing yang telah meluangkan waktunya serta
membantu dalam penyusunan jurnal reading ini. membantu dalam penyusunan jurnal reading ini.
3.
3. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan jurnal reading ini.Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan jurnal reading ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan di dalam penulisan jurnal reading ini,di dalam penulisan jurnal reading ini, Oleh karena itu kritik dan saran demi kesempurnaan referat ini sangat penulis harapkan. Akhir Oleh karena itu kritik dan saran demi kesempurnaan referat ini sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis berharap semoga jurnal reading ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang kata, penulis berharap semoga jurnal reading ini dapat dipahami dan berguna bagi siapapun yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata baik yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam pengejaan kalimat serta penyebutan nama tempat, disengaja maupun yang tidak disengaja dalam pengejaan kalimat serta penyebutan nama tempat, istilah serta nama orang.
istilah serta nama orang.
Semarang, 1 Agustus 2017 Semarang, 1 Agustus 2017 Hormat kami, Hormat kami, Penulis Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... i
KATA KATA PENGANTAR ...PENGANTAR ... ... iiii DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 1.1 Latar BelakangLatar Belakang ... 1... 1
1.2 1.2 Rumusan Masalah ... 1Rumusan Masalah ... 1
1.3 1.3 Tujuan MasalahTujuan Masalah ... 1... 1
1.3 1.3 Manfaat Manfaat ... ... 11 BAB BAB II II JURNAL JURNAL READING ...READING ... 2... 2
2.1 Jurnal Asli 2.1 Jurnal Asli ... 2... 2
2.2 Jurnal Terjemahan 2.2 Jurnal Terjemahan ... 2... 2
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal ...11
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal ...11
BAB BAB III III TINJAUAN TINJAUAN PUSTAKA PUSTAKA ... ... 1212 3.1 Definisi Thanatologi ... 12 3.1 Definisi Thanatologi ... 12 3.2 Jenis Kematian ... 13 3.2 Jenis Kematian ... 13 3.3 Kegunaan Thanatologi ... ...15 3.3 Kegunaan Thanatologi ... ...15
3.4 Perubahan-Perubahan Post Mortem ... 16
3.4 Perubahan-Perubahan Post Mortem ... 16
BAB IV JURNAL PEMBANDING ... 33
BAB IV JURNAL PEMBANDING ... 33
4.1 Jurnal Pembanding ... 33 4.1 Jurnal Pembanding ... 33 BAB V Penutup ... 34 BAB V Penutup ... 34 5.1 Kesimpulan ... 34 5.1 Kesimpulan ... 34 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA ... 35... 35
BAB 1
BAB 1
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati, meliputi pengertian, tipe kematian, cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya. Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal pemeriksaan jenazah (visum et repertum).
Pada tanatologi dipelajari perubahan-perubahan pada manusia setelah meninggal dunia. Perubahan – perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (early) dan perubahan yang terjadi secara lambat (late). Perubahan yang terjadi secara cepat antara lain henti jantung, henti nafas, perubahan p ada mata, suhu dan kulit. Sedangkan perubahan yang terjadi secara lanjut antara lain kaku mayat, pembusukan, penyabunan dan mummifikasi.
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah untuk menentukan apakah seseorang benar – benar sudah meningal atau belum, menetapkan waktu kematian, sebab kematian, cara kematian, dan mengangkat atau mengambil organ untuk kepentingan donor atau transplantasi dan untuk membedakan perubahan-perubahan yang terjadi post mortal dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.
1.2 Perumusan masalah
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi waktu kematian pada kaku mayat ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mempelajari kelayakan kaku mayat sebagai perkiraan waktu kematian. 1.3.2 Untuk mempelajari berbagai faktor yang mempengaruhinya.
1.4 Manfaat
1.4.1 Dapat digunakan untuk menambah pengetahuan ilmu kedokteran forensik dan medikolegal terutama tentang waktu kematian berdasarkan kaku mayat.
BAB II
2.1. Jurnal Asli Terlampir
2.2 Jurnal Terjemahan
Penelitian Tentang Kaku Mayat untuk Memperkirakan Waktu Kematian
Maroti Dake1*, Pawan Tekade2, Ashesh Wankhede3, Manish Shrigiriwar4
1*Asst. Prof. Forensic Medicine and Toxicology, Dr.S. C. Government Medical College, Nanded (MH) 2Asso. Prof. Forensic Medicine and Toxicology, SBKM Government Medical College, Jagdalur (CG) 3Prof. Forensic Medicine and Toxicology, SBKM Government Medical College, Jagdalur (CG) 4Prof. Forensic Medicine and Toxicology, Dr. V. N. Government Medical College, Yevatmal (MH)
Abstrak
Latar Belakang:
Waktu terjadinya kematian sangat penting dalam memecahkan misteri medikolegal. Pertanyaan yang terkait dengan waktu kematian hampir tidak dapat dihindari dan selalu dijawab dengan tingkat akurasi yang wajar. Sebanyak 204 kasus dipelajari dengan memperhatikan penampilan, perkembangan kaku mayat dari muncul, hilang, sampai tidak ada sama sekali. Dalam mengamati kaku mayat, dikaitkan dengan usia, jenis kelamin dan pakaian dari jenazah, kemudian diketahui juga dari kelompok otot dan perkembangan secara kranio-kaudal. Pada usia lanjut, kaku mayat
muncul dan hilang lebih cepat dari usia muda. Jenis kelamin jenazah tidak berpengaruh signifikan terhadap muncul dan hilangnya kaku mayat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kemungkinan estimasi waktu terjadinya kematian dari kaku mayat dan mempelajari berbagai faktor yang mempengaruhi.
Kata kunci: Kaku mayat, Waktu sejak kematian, usia, jenis kelamin. Pendahuluan
Filusuf besar pada bagian pengobatan telah mencatat perubahan yang berbeda pada tubuh manusia setelah kematian selama ribuan tahun. Peran utama ahli forensik adalah mentafsirkan tanda terakhir dari jenazah. Tidak hanya dalam kasus kriminal atau dugaan tapi juga dalam kasus perdata dan salah satu cara melakukannya adalah dengan menentuk an waktu pastinya kematian.
Perkiraan waktu kematian merupakan salah satu yang paling sulit dan teknik yang tidak akurat dalam patologi forensik serta berbagai bukti harus saling berhubungan sampai ada kesimpulan yang masuk akal. Sejak dulu, berbagai faktor dipertimbangkan untuk penentuan waktu sejak kematian dan trias Livor mortis, Algor Mortis dan Rigor mortis adalah dasar untuk itu.
Kriteria lain untuk estimasi selang waktu sejak kematian adalah studi tentang perubahan mata, pembusukan, entomologi jenazah dan banyak metode lainnya yang telah dikembangkan untuk penentuan waktu terjadinya seperti investigasi biokimia dari CSF, Vitreous humor, cairan sinovial, spektroskopi yang tidak diragukan. Perlu penyelidikan lebih lanjut dalam memastikan estimasi waktu kematian. Ada banyak informasi dan literatur yang tersedia untuk memperkirakan waktu sejak kematian meskipun kaku mayat digunakan sebagai parameter konvensional.
Waktu sejak kematian belum banyak diteliti secara khusus dalam hal ini dari negara kita Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kaku mayat sebagai alat parameter untuk memperkirakan interval waktu dari kematian.
Tujuan
1. Untuk mempelajari kelayakan kaku mayat sebagai perkiraan waktu kematian. 2. Untuk mempelajari berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Materi dan Metode
Penelitian diambil di Indira Gandhi Goverment Collage, Nagpur dari b ulan desember 2006 sampai november 2008. Kasus-kasus yang diambil untuk otopsi medikolegal di kamar jenazah, hal tersebut juga masuk di dalam penelitian. Hanya beberapa kasus dimana waktu pasti kematian yang didokumentasikan sebagai objek penelitian. Total 204 kasus yang masuk dalam tujuan penelitian. Data-data awal dari setiap kasus yang diteliti diambil dari pemeriksaan polisi dan
data-data yang sudah terlampir.
Penelitian yang berhubungan dengan kaku mayat dimulai segera setelah saat tubuh mulai memasuki kamar jenazah sampai beberapa jam setelah di kamar jenazah. Waktu dari munculnya kaku mayat, sampai ia menetap , sampai hilang dan urutan dari munculnya daan hilangnya pada beberapa bagian otot sudah diketahui. Level dari kaku mayat sudah diteliti baik itu kaku ringan,
sedang, sampai kaku penuh pada beberapa bagian otot. Pemeriksaan dari kaku mayat dari bagian- bagian tubuh yang berbeda sudah dilakukan sesuai instruksi.
Pada kedua mata, secara perlahan kedua kelopak mata dibuka deengan ujung buku jari. Pada wajah, dengan perlahan menekan rahang bawah ke arah bawah.
Pada leher, dengan menggerakkan leher ke arah depan belakang dan ke sammping. Pada beberapa sendi, dengan menggerakkan secara pasif.
semua data-data sudah dikompilasi ditandai dan dianalisis secara statistik. Hasil
Tabel 1. Kaku Mayat pada Berbagai kelompok Otot (N=204)
Kaku mayat pada jenazah diamati menurut kelompok otot yang bekerja pada berbagai sendi.. (Tabel 1) Diamati bahwa waktu rata-rata muncul kaku mayat pada otot kelopak mata adalah 2,5 jam ±1,1. Waktu muncul kaku dimulai secara bertahap dari otot kelopak mata hingga otot-otot jari kaki berurutan secara kranio-kaudal, jari tangan memiliki waktu rata-rata 6,3 jam ±2,3. Paling lambat muncul pada otot-otot jari kaki yaitu 6,7 jam ±2,3. Kaku menyeluruh, mulai hilang dan hilang lengkap kaku mayat dari berbagai kelompok otot juga memiliki pola dan urutan yang sama seperti saat munculnya kaku mayat. Hal terakhir menghilang pada jari tangan dan kaki memiliki rata-rata waktu 26,2 jam ±6,4 dan 27,2 jam ±6,8 masing-masing. Uji ANOVA menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam semua parameter dipelajari dalam kelompok. Nilai p kurang dari 0,05 untuk semua kelompok.
Tabel 2. Distribusi Menurut Usia dan Jenis Kelamin pada Berbagai Usia
Sementara mempertimbangkan usia jenaza dalam kaitannya dengan kaku mayat (Tabel 2), diamati bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk muncul, kaku kes eluruhan, mulai hilang dan hilang lengkap ditemukan meningkat secara bertahap dengan bertambahnya usia hingga dekade kelima dan kemudian menurun. Waktu minimum rata-rata timbulnya kaku 2,6 jam ±1,3, kaku keseluruhan 5.2 jam ±1,6, mulai hilang dari 15.2 jam ±2,5 dan hilangnya lengkap 18 jam ±1,1 diamati pada kelompok usia sampai 10 tahun, sedangkan rata-rata waktu maksimum muncul kaku mayat 5.7 jam ±2,4, kaku mayat penuh 9,5 jam ±2,8, mulai hilangnya 22.5 jam ±7, hilang lengkap 26,3 jam ±7,7 diamati pada kelompok usia 41-50 tahun. Analisis statistik dengan menerapkan uji ANOVA menunjukkan nilai p signifikan (< 0,05) untuk berbagai kelompok umur.
Tabel 3. Efek Jenis Kelamin pada Kaku Mayat (N=204)
Tabel 3 menggambarkan pengaruh jenis kelamin pada kaku mayat. Pada wanita, rata-rata waktu muncul kaku mayat 4,2 jam ±2,3 dan kaku keseluruhan 7,3 jam ±2.8. Kaku mayat mulai menghilang dalam waktu rata-rata 18,5 jam ±6.1, hilang lengkap 22,8 jam ±7.4. Munculnya kaku mayat pada laki-laki terjadi dengan waktu rata-rata 4,8 jam ±2,2 kaku penuh 8,3 jam ±2,7 dan mulai hilang 19 jam ±6, dan hilang lengkap 22,6 jam ±6,1. Hal ini diuji secara statistik dengan menerapkan uji 't' yang menunjukkan bahwa nilai p dari perbandingan kaku mayat pada pria dan wanita > 0,05, tidak signifikan
Tabel 4 menunjukkan efek penggunaan pakaian terhadap munculnya kaku mayat. Dalam hal diamati dari mulai munculnya kaku, kaku keseluruhan, mulai hilangnya kaku, dan akhirnya kekakuannya hilang keseluruhan, dan didapatkan tidak terlalu banyak perbedaan baik pada mayat yang berpakaian ataupun yang hanya ditutupi saja.
Hal tersebut kemudian dibuktikan secara statistic dengan menggunakan metode tes ANOVA, dimana bila nilai p lebih dari 0,05 hal tersebut tidak signifikan.
Tabel 5. Efek Sebab Kematian pada Kaku Mayat (N=204)
Selain itu juga dipertimbangkan hubungan penyebab kematian dengan munculnya kaku mayat (Tabel 5), hal tersebut menunjukkan bahwa kaku mayat muncul lebih awal pada kasus kematian akibat gigitan ular (rata-rata 4 jam ±2.2), trauma tumpul dada (rata-rata 3.7 jam ±2.1), trauma tulang belakang (rata-rata 4.7 jam ±2), keracunan (rata-rata 4.7 jam ±2.3), konsolidasi paru (rata-rata 4.3 jam ±1.8), dan TB paru (rata-rata 4.6 jam ±2.7). Sedangkan pada kasus kematian karena trauma kepala (rata-rata 24 jam ±5.6), perdarahan intrakranial (rata-rata 26 jam ±6.7), kerusakan pada organ vital (rata-rata 26.6 jam ±4.7), kondisi syok akibat trauma (rata-rata 22.8 jam ±3.5), dan trauma tumpul abdomen (rata-rata 29.2 jam ±3.5) waktu hilangnya kaku mayat
lebih lambat. Apabila diaplikasikan pada tes ANOVA, nilai p untuk hilangnya kaku mayat pada beberapa kelompok adalah kurang dari 0.05 yang menunjukkan bahwa hal tersebut signifikan. Tes
ANOVA menunjukkan secara statistic tidak ada perbedaan bermakna antara mulai munculnya kaku mayat, kaku mayat keseluruhan, dan mulai menghilangnya kaku mayat berdasarkan pada nilai p yang didapatkan yakni lebih dari 0.05.
DISKUSI/PEMBAHASAN
Penerapan pengetahuan medis untuk pencarian keadilan merupakan salah satu metode dalam penyelidikan zaman modern ini. Dalam autopsi medikolegal, terlepas dari pendapat penyebab kematian dan cara kematian, salah satu pertanyaan penting yang harus dijawab adalah
waktu yang telah dilewati antara waktu kematian dengan pemeriksaan usai kematian. Pada beberapa kasus, hal tersebut merupakan salah satu faktor untuk menyelesaikan misteri kematian pada kasus kriminal yang kurang jelas.
Dalam pengamatan diketahui bahwa kaku mayat pertama kali muncul pada otot kelopak mata kemudian otot wajah seperti pada rahang bawah, selanjutnya muncul pada otot leher, pundak, siku, pergelangan tangan, badan, panggul, kaki, dan pergelangan kaki. Dan pada akhirnya jari tangan dan jari kaki juga terlibat dalam proses ini. Hal yang terjadi juga sama pada kekakuan penuh dan mulai hilangnya kaku mayat yakni dengan indikator dari proksimal menuju distal pada proses kaku mayat. Urutan pada muncul dan hilangnya kaku mayat pada studi saat ini sama dengan literature dari pengarang lainnya.
Alasan munculnya kaku mayat secara kranio-kaudal karena kaku mayat jauh lebih mudah terdeteksi lebih awal pada massa otot yang lebih kecil dibandingkan pada massa otot yang besar. Kemunculan terakhir berdasarkan penelitian yaitu pada jari tangan dan jari kaki, mungkin disebabkan karena jari-jari tangan dan jari-jari kaki melekat pada anggota badan melalui tendon dan ligamen yang membentang dari lengan bawah pada kedua kaki masing-masing. Fitur morfologis dan dinamis antara sendi sangat mempengaruhi kecepatan majunya kaku mayat. Dengan demikian jari-jari tangan dan jari-jari kaki menjadi perhatian khusus pada saat terjadinya kaku mayat. Begitu juga pada bagian tubuh yang relatif lebih kecil dan terbuka yang terpapar oleh suhu dingin lebih awal menyebabkan kekakuan terjadi lebih lambat.
Dalam penelitian ini, durasi waktu rata-rata dimulainya kaku mayat sesuai dengan pendapat dengan penulis lainnya. Tetapi ini tidak konsisten dengan apa yang di temukan oleh Dalal
perkembangannya serta hilangnya kaku mayat lebih awal daripada yang di temukan oleh Dalal JS et al.Hal ini bisa terjadi karena di negara bagian ini suhu rata-rata pada tahun ini lebih tetap dibandingkan dengan India yang merupakan tempat dimana Dalal J. S et al melakukan penelitian. Suhu lingkungan memiliki efek langsung pada perkembangan kaku mayat karena suhu yang dingin dapat menunda proses kaku mayat dan kenaikan suhu dapat mempercepat terjadinya kaku mayat tersebut. Dalam penelitian ini diamati bahwa kaku mayat dini terjadi pada mayat yang berusia lanjut dan durasinya juga lebih pendek. Temuan ini konsisten dengan temuan penulis lain. Alasannya mungkin karena kurangnya massa otot pada usia lanjut dan perkembangan kaku mayat juga dipengaruhi oleh massa tubuh tanpa lemak.
Dalam penelitian ini diamati bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan sehubungan dengan munculnya kaku mayat, perkembangannya dan menghilangnya kaku mayat antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian ini, kaku mayat ditemukan muncul, terjadi kaku keseluruhan, mulai menghilang dan benar-benar hilang kuran g lebih terjadi secara bersamaan pada tubuh mayat yang menggunakan pakaian dengan tubuh yang hanya ditutupi.
Dari hasil penelitian yang berkolerasi dengan temuan Dalal J. S. dkk, Kamps F. E.,karmakar R. N, Dikshit P. C. Didapatkan bahwa pakaian secara tidak langsung mempengaruhi onset dan proses kaku mayat, dikatakan pengaruh suhu tubuh yang tertutup dari pada tanpa pakaian. Dalam penelitian ini semua kasus yang termasuk adalah rumah sakit yang dirawat dan
sehat alasan mengapa pakaian tidak menunjukkan banyak efek pada jalurnya dari kaku mayat dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini juga diamati bahwa kaku mayat dimana kematian itu karena gigitan ular, trauma tumpul ke dada, luka pada tulang belakang, keracunan, paru konsolidasi dan tuberkulosis paru muncul lebih awal. Sedangkan dalam kasus dimana kematian disebabkan oleh cedera kepala, perdarahan intrakranial, cedera vital organ, syok karena trauma dan trauma tumpul perut saat lenyapnya kaku mayat di dapatkan lambat. Sampel penelitian saat ini terdiri sebagian besar kasus trauma dan keracunan yang dalam kombinasi merupakan jumlah maksimum kasus dalam penelitian ini dari penampilan, perkembangan penuh dan permulaan dari hilangnya kaku mayat dalam berbagai sebab kematian mungkin tidak signifikan secara statistik.
1. Waktu kematian dapat diperkirakan dengan mengamati pemunculan, pengembangan dan hilangnya kaku mayat dalam berbagai kelompok otot
2. Perkembangan rigor mortis di berbagai kelompok otot memiliki urutan cranio-caudal 3. Jenis kelamin mayat tersebut tidak mempengaruhi secara signifikan jalannya kaku mayat 4. Penampilan dan hilangnya kaku mayat lebih cepat pada usia tua
5. Kaku mayatm tidak banyak terpengaruh oleh pakaian dari mayat DAFTAR PUSTAKA
1. Burton J F. fallacies in the signs of death. Journal of Forensic Sciences. Nov 1973; 529-534. 2. Gorea R. K. Study of postmortem interval from rigor mortis. Journal of Punjab Academy of
Forensic Medicine and Toxicology. 2002; 2: 25 – 30.
3. Reddy K. S. N. The Essentials of Forensic Medicine and Toxicology. 27th edition. K. Sugandevi Publication; 2008. Post-mortem changes; p. 135 – 144.
4. Parikh C.K. Parikh’s Text book Medical Jurisprudence and Toxicology. 6th edition reprint. CBS publisher and distributors; 2007. Medico legal aspects of death investigation; p. 3.7 – 3.19.
5. Nandy A. Principles of Forensic Medicine. 2nd reprint edition. New Central Book Agency (P) Ltd Publication; 2007. Death and postmortem Changes. P. 148 - 159.
6. Dalal J. S, Tejpal H. R, Chanana A and Kaur N. Medico legal study of rigor mortis to estimate postmortem interval. Journal of Indian Academy of Forensic Medicine. 2006; 28: 49 – 51. 7. Mathiharan K and Patnaik A. K. Modi’s Medical Jurisprudence and Toxicology. 23rd edition.
Lexis- Nexis Butterworth’s Publication; 2005. Post -mortem changes and time since death; p. 424 – 435.
8. Singh D and Dewan I. J. Estimation of the time since death by rigor mortis in subjects of Chandigarh Zone. Journal of Indian Academy of ForensicMedicine. 1996; 18(1-4): 42 - 46. 9. Spitz U Werner. Spitz and Fisher’s Medicolegal Investigation of Death. 3rd Edition. Charles
C Thomas Publisher; 1993. Time of death and changes after death; p. 21 - 28.
10. Simpson K. and Knight B. Forensic Medicine. 9th edition reprint. ELBS with Edward Arnold Publication; 1988. Changes after death. The time of death; p. 6 – 11.
11. Knight B, Henssge C, Krompecher T, Madea B and Nokes L. The Estimation of Time since Death in Early Postmortem Period. Edited by Bernard Knight. Edward Arnold Publication, London; 1995. p. 148 – 167.
12. Mant A. K. Taylor’s Principles and Practice of Medical Jurisprudence. 13th Edition, Churchill Livingstone Publication; 1984. Post mortem changes; p. 131 – 145.
13. Shapiro H. A. Rigor mortis. British Medical Journal. 1950; 304 – 305.
14. Basu R. Fundamentals of Forensic Medicine & toxicology. 1st reprint edition. Books and allied (P) Ltd. Publication; 2004. Death; p 61 - 68.
15. Camps F.E, Robinson A. E, Lucas B. G. B and T homas F. C. Gradwohl’s Legal Medicine. 3rd edition. A John Wright & Sons Ltd Publication; 1976. Changes after death; p. 81 - 88.
16. Kobayashi M. Why does rigor mortis progress downwards Anil Aggrawal’s Internet Journal of Forensic Medicine and Toxicology. 2002; 3(2).
17. Kobayashi M, Takemori S and Yamaguchi M. Differential rigor development in red and white muscle revealed by simultaneous measurement of tension and stiffness. Journal of Forensic Science International. 2004; 140: 79 – 84.
18. Kobayashi M, Takatori T, Nakajima M et al. Onset of rigor mortis is earlier in red muscles than in white muscles.Int J Legal Med.2000; 113: 240-243.
19. Gordon I, Shapiro H .A, Berson S. D. Forensic Medicine a Guide to Principles. 3rd edition. Churchill Livingstone Publication; 1988. Diagnosis and the early signs of death; p. 12 - 38. 20. PoIson C.J, Gee D.J. and Knight B. The Essentials of Forensic Medicine. 4th edition.
Pergamon Press Publication; 1985; p. 8 - 19.
21. Karmakar R. N. J. B. Mukherjee’s Forensic Medicine and Toxicology. 3rd edition. Academic publishers; 2007. Death and its medico legal aspects; p. 267 – 290.
22. Subrahmanyam B.V. Forensic Medicine Toxicology and Medical Jurisprudence. 1st Edition. modern Publishers; 2004. Death and its medico legal aspects; p. 30 - 36.
23. Sengupta B. K. Medical Jurisprudence and Toxicology. Academic Publisher; 1978. Death; p. 127 – 134.
24. Dikshit P. C. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. 1st edition. PEEPEE Publication; 2007. Changes after death; p. 90 – 100.
25. Svensson A, Wendel O. and Fisher B. A. J. Techniques of Crime Scene Investigation. 3rd Edition. Elsevier-Newyork Publication; 1981. Estimating the time of death; p. 408 - 410.
26. Vij K. Text Book of Forensic Medicine and Toxicology. 4th edition. Elsevier Publication; 2007. Death and its medico legal aspects (Forensic Thanatology); p. 111 – 121.
Tabel 6. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal
Kelebihan Kekurangan
Dijelaskan mengenai cara pemeriksaan. Tidak semua kasus digunakan sebagai objek pasti penelitian.
Pemantauan yang dilakukan mulai dari mulai muncul hingga kaku hilang sempurna.
Kebimbangan antara mengaitkan pengaruh pakaian terhadap kekakuan mayat dengan
suhu yang meempengaruhi kekakuan. Menggunakan banyak klasifikasi untuk
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Definisi Thanatologi
Istilah Thanatologi berasal dari Bahasa Yunani, terdiri dari kata “thanatos” (berhubungan dengan kematian) dan “logos” (ilmu). Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati, meliputi pengertian, tipe kematian, cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya. Kegunaannya yaitu untuk memastikan kematian klinis, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan saat kematian dan memperkirakan cara kematian.1-4
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi saraf pusat, sirkulasi dan respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu, definisi kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death (mati adalah kematian batang otak).1,3
Menurut ilmu kedokteran, kematian manusia dapat dilihat dalam dua dimensi yaitu kematian sel (cellular death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi setelah kematian manusia sebagai individu ( somatic death). Selain kematian individu dan kematian sel, terdapat jenis kematian lain yaitu mati suri (apparent death), mati somatic, mati seluler, mati serebral dan mati otak.1-3
Penentuan fungsi paru-paru telah berhenti bernapas perlu dilakukan pemeriksaan :1 1. Auskultasi
Auskultasi dilakukan secara hati-hati dan lama, jika perlu dilakukan pada laring juga.
2. Tes Winslow
Dengan meletakkan gelas berisi air di atas perut atau dadanya. Bila permukaan air bergoyang berarti masih ada gerakan nafas.
3. Tes Cermin
Dengan meletakkan kaca cermin di depan mulut dan hidung. Bila basah berarti masih bernapas.
Dengan meletakkan bulu burung di depan hidung. Bila bergetar berarti masih bernapas. Penentuan fungsi jantung perlu dilakukan pemeriksaan :1
1. Auskultasi
Auskultasi dilakukan di daerah prekardial selama 10 menit terus-menerus.
2. Tes Magnus
Dengan mengikat jari tangan sedemikian rupa sehingga hanya aliran dara vena saja yang terhenti. Bila terjadi bendungan berwarna sianotik berarti masih ada sirkulasi.
3. Tes Icard
Dengan cara menyuntikkan larutan dari campuran 1 gram zat fluoroscen dan 1 gram natrium bicarbonate di dalam 8 ml air secara subkutan. Bila terjadi perubahan warna kuning
kehijauan berarti masih ada sirkulasi darah. 4. Incisi arteri radialis
Bila terpaksa dapat dilakukan pengirisan pada arteri radialis. Bila keluar darah secra pulsasif berarti masih ada sirkulasi darah.
3.2 Jenis Kematian
Agar suatu kehidupan seseorang dapat berlangsung, terdapat tiga sistem yang mempengaruhinya. Ketiga sistem utama tersebut antara lain sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan. Ketiga sistem itu sangat mempengaruhi satu sama lainnya, ketika terjadi gangguan pada satu sistem, maka sistem-sistem yang lainnya juga akan ikut terpengaruh. Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati otak (mati batang otak).1-5
3.2.1 Mati Somatis
Mati somatis (mati klinis) adalah suatu keadaan dimana oleh karena sesuatu sebab terjadi gangguan atau penghentian permanen pada ketiga sistem utama tersebut yang mengakibatkan kehilangan sensibilitas dan kemampuan menggerakkan tubuh secara komplit, namun beberapa bagian tubuh seperti otot masih dapat memberi respon terhadap stimulus elektrik, thermal atau kimia. Kematian somatik dapat dilihat dari adanya penghentian detak jantung, penghentian pernafasan, dan penghentian aktivitas otak.1,4
3.2.2 Mati Suri
Mati suri (apparent death) adalah merupakan suatu keadaan dimana proses vital turun ke tingkat yang paling minimal untuk mempertahankan kehidupan sehingga tanda-tanda kliniknya tampak seperti sudah mati. Dengan pertolongan yang cepat dan tepat atau kadang-kadang secara spontan kondisinya dapat pulih kembali seperti sebelumnya.. Kasus seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam.1,5
3.2.3 Mati Seluler
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian seluruh elemen seluler, dimana cadangan oksigen pada sel mengalami deplesi, kematian sel atau kematian molekuler terjadi. Kematian timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Kematian seluler dapat dilihat dengan ketidakadaan segala respon terhadap stimulus elektrik, thermal, maupun kimia pada jaringan. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ tidak bersamaan.1,4
3.2.4 Mati Serebral
Mati serebral adalah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi debfab bantuan alat.
3.2.5 Mati Otak
Mati otak (mati batang otak) adalah kematian dimana bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuronal intracranial yang irreversible, termasuk batang otak dan serebelum. Dangan diketahuinya mati otak (mati batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.1,5
3.3 Kegunaan Thanatologi
Kegunaan Thanatologi dalam bidang forensik adalah sebagai penentu diagnosis kematian, penentu saat kematian, perkiraan sebab kematian dan perkiraan cara kematian.1
3.3.1 Penentu Diagnosis Kematian1-2
Menentukan kematian seseorang tidaklah sulit sehingga orang awam (termasuk penegak hukum) dapat melakukannya, tetapi juga tidak selalu mudah sehingga kadang-kadang dokter pun dapat melakukan kesalahan. Oleh karena itu, ilmu ini perlu dipahami sungguh-sungguh agar tidak terjadi kesalahan dalam menegakkan diagnosis kematian.
Thanatologi juga perlu dipelajari oleh penegak hukum sebab dalam pemeriksaan tempat kejadian perkara (TKP) tidak tertutup kemungkinan menemukan korban yang ada masih dalam keadaan hidup meskipun terlihat tidak bergerak seperti mati.
Dalam situasi seperti ini penentuan kematian dapat dilakukan dengan menggunakan tanda-tanda pasti kematian, antara lain :
Lebam mayat
Kaku mayat
Pembusukan
Jika tanda-tanda pasti kematian tidak ditemukan maka korban h arus dianggap masih dalam keadaan hidup sehingga perlu mendapatkan pertolongan (misalnya dengan melakukan pernafasan bantuan) sampai menunjukkan tanda-tanda kehidupan atau sampai munculnya tanda pasti
kematian yang paling awal, yaitu lebam mayat.
3.3.2 Perkiraan Sebab Kematian1-2
Perubahan tidak lazim yang ditemukan pada tubuh mayat sering dapat memberi petunjuk tentang sebab kematiannya.
- Perubahan warna lebam mayat menjadi :
o Merah cerah (cherry-red ) memberi petunjuk keracunan Carbo Monoksida (CO).
o Coklat memberi petunjuk keracunan Potasium Chlorate.
o Lebih gelap, memberi petunjuk kekurangan oksigen.
Keluarnya urine, faeces atau vomitus memberi petunjuk adanya relaksasi sphincter akibat kerusakan otak, anoksia atau kejang-kejang.
3.3.3 Perkiraan Cara Kematian1-2
Perubahan yang terjadi pada tubuh mayat juga dapat memberi petunjuk cara kematiaannya seperti distribusi lebam mayat dapat memberi petunjuk apakah yang bersangkutan mati bunuh diri atau karena pembunuhan.
Pada mayat dari orang yang mati akibat gantung diri (bunuh diri dengan cara menggantung) biasanya didapati lebam mayat pada ujung kaki, ujung tangan atau alat kelamin laki-laki. Jika disamping itu juga ditemukan lebam mayat di tempat lain maka hal itu dapat dipakai sebagai petunjuk cara kematiannya karena akibat pembunuhan
3.4 Perubahan
–
perubahan Postmortem3,6-7Perubahan yang terjadi setelah kematian dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan waktu terjadinya.yaitu early (immediete), early (non immediete) dan late changes. Berikut adalah perubahan yang terjadi paska kematian :
Early changes (immediete) of death : Berhentinya system pernapasan, berhentinya
system sirkulasi, relaksasi muskulus, menghilangnya reflex, kulit pucat, pupil dilatasi
Early changes (not immediate) of death : Livor mortis, rigor mortis, algor mortis. Late changes of death : Pembusukan dan modifikasinya, skeletonisasi
3.4.1 Lebam Mayat
Lebab mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem Suggilation, Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan hidrostatik yang menggerakan dara mencapai capillary bed di mana pembuluh-pembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan. Maka secara bertahap
darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir ke bawah, ke tempat-tempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi plasma akhirnya juga mengalir ke bagian terendah yang memberikan kontribusi pada pembentukan
gelembung-gelembung di kulit pada awal proses pembusukan.1-3
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit sebagai perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan darah terjadi secara pasif maka tempat-tempat di mana
sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di daerah tersebut berwarna lebih pucat.6
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam setelah kematian, di mana setelah terbentuk hypostasis yang menetap dalam waktu 10-12 jam ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke supinasi (interpostmorchange).6
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan dimulai dengan timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian di manana bercak-bercak ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi satu dalam beberapa jam kemudian, di mana fenomena ini menjadi komplet dalam waktu kurang lebih 8-12 jam, pada waktu ini dapat dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah ke dalam jaringan sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat memberikan indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. Setelah 4 jam, kapirer-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta tidak hilang jika ditekan dengan ujung atau jika posisi mayat dibalik. Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena darah sudah mengalami koagulasi.1-5
Tabel 1. Perbedaan Lebam Mayat dengan Memar 1-3,6
Sifat Lebam mayat Memar
Letak Epidermal, karena pelebaran
pembuluh darah yang tampak sampai ke permukaan kulit
Subepidermal, karena rupture pembuluh darah yang letaknya bisa superficial atau lebih dalam
Kutikula Tidak rusak Rusak
Lokasi Terdapat pada daerah yang luas,
terutama luka pada bagian tubuh letak rendah
Terdapat di sekitar, bisa tampak di mana saja pada bagian tubuh dan tidak meluas
Gambaran Tidak ada elevasi dari kulit Biasanya membengkak, karena ada resapan darah dan edema
Pinggiran jelas Tidak jelas
Warna sama Memar yang lama warnanya bervariasi,
memar yang baru warna lebih tegas daripada warnal lebam mayat disekitarnya Pada
pemotongan
Darah tampak pembuluh darah dan mudah dibersihkan, jaringan subkutan tampak pucat
Menunjukkan resapan darah ke jaringan sekitar, susah dibersihkanjika hanya dengan air mengalir, jaringan subkutan berwarna merah kehitaman
Dampak setelah penekanan
Akan hilang walaupun hanya diberi penekanan yang ringan
Warnanya berubah sedikit saja bila diberi penekanan
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat relative. Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting untuk menunjukan terlah terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan tetapi waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti, Polson mengatakan “untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu 8 sampai 12 jam”, sedangkan Camps memberikan patokan kurang lebih 10 jam.1-3,6
Akan tetapi pada kematian wajar pun darah dapat menjadi permanen incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang dilepas ke dalam aliran darah selama proses kematian. Sumber dari fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari pleura. Aktifitas fibrinolosin ini nyata sekali pada k apiler-kapiler yang berisi darah. Darah selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung jawab terhadap lebam mayat.3
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan menyebabkan pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut
gelap yang mempunyai diameter dari satu sampai beberapa millimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk terbentuknya dan sering diartikan bahwa p embusukan sudah mulai terjadi. Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya lambat.1,3
3.4.2 Kaku Mayat
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot, yang terjadi setelah periode pelemasan atau relaksasi primer. Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin dan myosin, di mana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP membentuk suatu massa yang lentur dan dapat berkontraksi. Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi perubahan pada akto-myosin, di mana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi menghilang
sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak dapat berkontraksi.9
Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu berbeda-beda, sehingga waktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi asam laktat dan energi sat terjadinya kematian somatic, dimana energi tersebut untuk resintesa ATP, akan menyebabkan adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada jaringan otot yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu keliling yang tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat, demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebuh cepat terjadi kaku mayat bila dibandingkan ko rban yang mempunyai tubuh yang baik 6,9
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot masih alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemuadian karena adanya perubahan bi okimia, yaitu glikogen menjadi asam sarkolaktik/fosfor. Perubahan protoplasma menjadi asam menyebabkan otot
menjadi kaku (rigor ). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis kembali saat terjadi pembusukan.6
Kaku mayat terjadi pada seluruh otot, baik otot lurik maupun otot polos dan bila terjadi pada oto rangka, maka akan didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyeruoai papan
sehingga dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut, bila hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi terjadi kaku mayat.8-11
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan mencapai punc aknya setelah 10-12 jam post mortem, keadaan ini akan menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat akan mulai menghilang sesuai dengan urutan terjadinya yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher, len gan, dada, perut, dan tungkai.9
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat telah terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini mungkin dimaksudkan untuk menutupu sebab kematian atau cara kematian yang sebenarnya.3,6,9
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat:1,3,6 a. Kondisi otot
- Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot. Pada kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak makan karbohidrat, makan kaku mayat akan lambat.
- Gizi
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan cepat terjadi. - Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal maka kaku mayat akan terajadi lebih cepat.3,17
b. Usia
- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat terjadi pada bayi cukup bulan. c. Keadaan lingkunan
- Keadaan kering lebih lambat daripada panas dan lembab
- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi dan berlangsung lama
- Pada udara suhu tinggi, kaku mayat akan terjadi lebih cepat dan singkat, tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan lama.
- Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10 derajat celcius kekakuan yang terjadi pembekuan atau cold stiffening .
d. Cara kematian
- Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kaku mayat lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama.
- Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan berlangsung lebih lama.
-Terdapat kekakuan pada mayat yang menyerupai kaku mayat:
- Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap. Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan k aku mayat yang timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukan sikap terakhir masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggeggam erat benda yang diraihnya pada kasus tenggelam, tamgam yang menggenggam pada kasus bunuh diri.3,6,9
Tabel 2. Perbedaan Antara Kaku Mayat dengan Spasme Kadaver 6
Sifat Kaku mayat Spasme cadaver
Mulai timbul 1-2 jam setelah kematian Segera
Factor predisposisi negatif Kematian mendadak, aktivitas
Otot yang tertekan Semua otot, termasuk volunteer dan involunter
Biasanya terbatas pada satu kelompok volunter
Kaku otot Tidak jelas, dapat dilawan
dengan sedikit tenaga
Sangat jelas, perlu tenaga yang kuat untuk melawan kekakuannya
Kepentingan medikolegal
Untuk perkiraan waktu kematian
Menunjukkan cara kematian, yaitu bunuh diri, pembunuhan, atau
kecelakaan
Suhu mayat dingin Hangat
Kematian sel ada Tidak ada
Rangsangan listrik Tidak ada respon otot Ada respon otot
- Heat stiffening , yaitu kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada
korban mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut ototnya memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan lutut, membentuk sikap petinju atau ( pugilistic attitude). Perubahan sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup, itravitalitas, penyebab atau cara kematian.
- Clod stiffening , yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan dingin (dibawah 3,5°C atau 40°F),
sehingga terjadi pembekuan cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi dibengkokkan secara paksa maka akan terdengar suara es pecah dan mayat yang kaku ini akan menjadi lemas kembali bila diletakan ditempat yang hangat, kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat singkat.3,6
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat) :1-6
o Kurang dari 3-4 jam post mortem: belum terjadi rigor mortis
o Lebih dari 3-4 ja post mortem: mulai terjadi rigor mortis
o Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
o Rigor mortis menghilang 24-36 jam post mortem
3.4.3 Pembusukan atau Modifikasinya
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection. Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang terjadi sebagai akibat proses autolisis dan
aktivitas mikroorganisme, terutama Clostridium welchii yang banyak terdapat di kolon.3
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pancreas akan mengalami autolisis lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses autolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair. Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat oleh pengaruh suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat.1-3,6,11
Fase pembusukan pada manusia terbagi menjadi 5 fase yaitu fase fresh, bloating , decay, postdecay, dan skeletal atau remain stage. Beberapa ahli membagi fase decay menjadi active dan advance decay. Fase fresh dimulai segera setelah meninggal duni sampai terjadinya bloating . Perubahan yang terjadi pada fase fresh adalah munculnya warna kehijauan di perut kanan bawah, terjadinya livor mortis, munculnya retak pada kulit, taches noires sclerotiques pada sclera mata, dan hinggapnya lalat dan serangga pada lubang-lubang tubuh dan luka pada tubuh. Fasebloating mulai proses dekomposisi dan puterifikasi tubuh oleh mikroorganisme. Bakteri anaerob di intestinal mencerna jaringan yang mengakibatnya terbentuknya gas H2S. gas tersebut menekan rongga abdomen sehingga menggembung dan tubuh berubah menjadi “balloon-like appearance”. Pada fase ini juga mulai terjadi metabolism oleh maggot yang menimbulkan peningkatan suhu internl tubuh hingga jauh di atas suhu lingkungan. Pada fase ini tercium bau amoniak yang kuat.
Selain itu gas dalam tubuh juga mendorong isi tubuh keluar seperti urin, feses, cairan pembusukan yang bercampur darah dan hasil konsepsi melaui lubang-lubang tubuh. Pada fase decay terjadi perubahan berupa skin slippage atau mengelupasmya lapisan terluar kulit, keluarnya gas dari abdomen, tubuh mayat juga berbau pembusukan yang sangat menyengat, mulai terinvasi larva dipteral. Pada fase ini semua jaringan lunak terdekomposisi oleh larva hingga menyisakan kulit, kartilago dan tulang. Proses dekomposisi selanjutnya oleh larva diptera hingga hanya menyisakan tulang yang bersih terjadi pada fase postdecay. Pada fase ini mulai investasi larva calliphoride dan sacnophagidae. Sedangkan yang terakhir fase skeletal tersisa tulang, gigi, dan rambut yang dapat terdekomposisi setelah bertahun-tahun lamanya tergantung faktor lingkungan tempat mayat berada.11,13
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan tubuh akan hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah, dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan thrombus atau emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pemben tukan gas pembusukan. Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebgaian besar berasal dari usus dan yang paling utama adalah Clostridium welchii. Bakteri ini berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus besar) dengan Hb dan Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan baru dapat dilihat kira-kira 24 - 48 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan bau busuknya mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat pada permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan organ uang langsung kontak dengan kolon transversum. Pada saat Clostridium welchii mulai tumbuh pada satu organ parenkim, maka sitoplsama dari organ sel itu akan mengalami disintergrasi dan nukleusnya akan dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya.3,11,12
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan berkembang biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan
sekitarnya. Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah bserta cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul (arborescent pattern atau arborescent mark ) yang sering disebut marbling . Bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan paru, maka gambaran marbling ini jelas
terlihat pada bahu, dada bagian atas, abdomen bagian bawah dan paha.3,6,11
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat pertama kali pada hati. Kemudian permukaan lapisan atas epidermis dapat dengan mudah
dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya dan ini disebut ‘ skin slippage’. Skin slippage ini meneyebabkan identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula yang bening, fragil, yang dapatr berisi cairan coklat kemerahan yang berbau busuk. Cairan ini kada ng-kadang tidak mengisi secara penuh di dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai pendulum yang berukuran 5 -7,5 cm dan bila pecah meninggalkan daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala, aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya disintegrasi pada akar rambut.11,12
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-gelembung udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude atau balon-like appearance.11,13
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti “frog -like- fashion” kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya. Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat bdan mayat yang tadinya 57-63 kg sebelum mati menjadi 95-114 kg sesudah mati.1,3,6
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan bronkus yang terdorong keluar bersama-sama dengan cairan darah yang keluar melalui mulut dan hidung yang disebut dengan blood purge. Cairan pembusukan dapat ditemukan di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan biasanya caiaran pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc.1,6,11
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan intra abdominal yang meningkat pada uterus wanita dapat menjadi prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang sedang hamil sedangkan pada anak-anak adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan sutura-sutura kepala menjadi muda terlepas.11
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang berbeda-beda. Jaringan intestinal, medulla adrenal dan pankreas akan mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah kematian. Difusi cairan kandung empedu kejaringan sekitarnya menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarn ya menjadi cokelat kehijuan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance, limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek dan otak menjadi lunak.6,11
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembe ntukan granula-granula milliary atau ‘milliary plaques’ yang berukuran kecil dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada pemukaan serosa yang terletak pada endothelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum, pericardium dan endocardium.11
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:1,3,6
1. Early: Organ dalam yang cepat membusuk antara lain jaringan intestinal, medulla adrenal, pancreas, otak, lien, usus, uterus gravidarum, uterus post partum dan darah
2. Moderate: Organ dalam yang lamabat membusuk antara lain paru-paru, jantung, ginjal, diafrgma, lambung, otot polos dan otot lurik.
3. Late: Uterus non gravidarum dan prostas merupakan organ yang lebih tahan terhadap pembusukan karena memiliki strukstur yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu fibrous.
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh terutama perianal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara organ yang dapat menyebabkan autopsy lebih suliti dilakukan. Pada mayat dari orang tua, proses pembusukannya lebih lambat disebabkan lemak tubuhnya relative lebih sedikit. Pembusukkan yang lambat juga terjadi pada mayat bayi yang baru lahir dan belum pernah diberi makan sebab pada mayat tersebut kemasukan bakteri pembusuk 3,6
Mayat dari orang yang keracunan kronis dari zat asam karbol, arsen, dan zink klorida mengalami pembusukan lebih lambat. Mayat dari orang yang mati mendadak lebih lambat mengalami pembusukan disbanding mayat dari orang yang meninggal karena penyakit kronis. Badan berbaring di permukaan tanah cenderung membusuk jauh lebih cepat dibandng mayat yang dikuburkan.3
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah kematian lalat akan hinggap di badan dan
meletakan telur-telurnya pada lubang-lubang mata, mulut dan telinga. Biasanya jarang pada daerah genianal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering melatakan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur atau larva lalat di daerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adalanya kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh. Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat.1,3,6,11,12
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi mereka juga memberi informasi penting yang berhubungan dengan kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan toksikologi bila jaringan untuk spesimen standart juga sudah mengalami pembusukan.11,12
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar antara 70° – 100°F (21,1-37,8°C ) aktifitas ini dihambat bila suhu berada di bawah 50°F(10°C) atau pada suhu diatas 100°F (lebih dari 37,8°C). Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat diletakkan pada suhu dingin
maka proses pembusukan akan berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus. Pembusukan berlangsung lebih
cepat karena kelebihan lemak akan menghambat hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki darah yang lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk perkembangbiakkan organisme pembusukan.6,11
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan berlangsung lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.6,11
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor intrinsik diatas, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban udara dan medium di mana mayat berada. Semakin lembab udara disekeliling mayat maka pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan pembusukan pada medium udara lebih cepat dibandingkan pada medium tanah. Mayat yang
tercelup dalam air akan lebih lambat proses pembusukkannya. Berdasarkan hukum atau rasio Casper’s apabila semua faktor sama dan akses ke udara bebas sama, tubuh terdekomposisi dua kali lebih cepat dari pada mayat yang tercelup di air dan delapan kali lebih cepat dari pada yang terpendam atau terkubur.3,6,11
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak dijumpai, namun yang ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-jenis modifiksi pembusukan antara lain :11
a. Mumifikasi
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Proses mumifikasi terjadi bila keadaan disekitar mayat kering, kelembaban rendah, suhunya tinggi dan tidak ada
kontaminasi dengan bakteri. Terjadinya beberapa bulan sesudah mati tanda-tanda sebagai berikut mayat menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat kehitaman, kulit melekat erat dengan tulang dibawahnya, tidak berbau, dan keadaan anatominya masih utuh.3,6,11
b. Saponifikasi ( Adipocere)6,11,12
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada didalam suasana hangat, lembab atau basah. Terjadi karena proses hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak yang tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak larut. Terbentuk pertama kali pada letak superfisial bentuk bercak, di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas. Terjadinya saponifikasi memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda berwarna keputihan dan berbau seperti
BAB IV
BAB V KESIMPULAN
Thanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari segala macam aspek yang berkaitan dengan mati, meliputi pengertian, tipe kematian, cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi sesudah mati serta kegunaannya. Kegunaann ya yaitu untuk memastikan kematian klinis, memperkirakan sebab kematian, memperkirakan saat kematian dan memperkirakan cara kematian.
Setelah terjadinya kematian, tubuh akan mengalami perubahan – perubahan, antara lain perubahan kulit muka sebagai akibat dari berhentinya sirkulasi darah, relaksasi otot, perubahan pada mata, penurunan suhu tubuh, timbulnya lebam mayat karena adanya gaya gravitasi, kaku mayat karena penumpukkan ADP pada otot - otot, pembusukan, perubahan pada darah yang dilanjutkan dengan kematian sel.
Pada jurnal yang kami bahas ini, lebih meneliti kepada kaku mayat, berdasarkan kelompok otot, usia, jenis kelamin, pakaian, sebab kematian.