• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 11 Translate Termodinamika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 11 Translate Termodinamika"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 11

TERMODINAMIKA LARUTAN ( TEORI ) SOLUTION THERMODYNAMICS (Theory)

Bab terdahulu mendemonstrasikan tentang aplikasi termodinamika teknik kimia terhadap sistem dimana komposisi merupakan variabel utama. Dalam industri kimia, perminyakan dan obat-obatan, gas atau likuid multi komponen sering terjadi perubahan komposisi sebagai hasil pencampuran dan proses pemisahan, perpindahan zat dari satu fase ke lainnya, atau karena hasil dari reaksi kimia. Karena sifat sistem tersebut sangat bergantung pada komposisi, demikian juga pada temperatur dan tekanan, maka pada bab ini dikembangkan dasar teoritis aplikasi termodinamika untuk campuran gas dan larutan likuid.

Teori dimulai dari penurunan hubungan sifat dasar untuk larutan homogen dengan komposisi sebagai variabel. Definisi sifat dasar yang baru disebut dengan

potensial kimia, dimana prinsip fase dan kesetimbangan reaksi kimia bergantung. Hal

ini mengarah pada munculnya istilah baru sifat termodinamika yang dikenal sebagai

sifat parsial. Definisi matematis kuantitas dapat diartikan sebagai sifat zat individu

yang ada dalam larutan. Sebagai contoh, dalam larutan likuid etanol dan air kedua zat tersebut mempunyai sifat molar parsial dimana nilainya sedikit atau banyak berbeda dari sifat molar etanol murni dan air murni pada temperatur dan tekanan yang sama.

Hubungan sifat untuk campuran gas-gas ideal adalah penting sebagai referensi dalam perlakuan terhadap campuran gas-gas nyata (real gas), dan membentuk basis untuk sifat sifat penting lainnya, misalnya fugasitas.

Akhirnya, sebuah istilah baru untuk sifat larutan tersebut dikenal sebagai sifat

ekses. Sifat ekses ini merupakan basis pada idealisasi sifat larutan yang disebut

dengan larutan ideal. Peranannya hampir sama seperti pada gas ideal yang memberikan referensi untuk sifat larutan-riil.

HUBUNGAN SIFAT DASAR

Persamaan (6.6) menggambarkan hubungan dasar energi Gibbs terhadap temperatur dan tekanan dalam setiap sistem tertutup :

(2)

Persamaan ini dapat diterapkan pada fluida fase tunggal dalam sistem tertutup dimana tak ada reaksi kimia terjadi. Untuk sistem dimana komposisi konstan, maka :

, , ( ) ( ) dan T n P n nG nG nV nS P T               

Subskript n menunjukkan bahwa jumlah mol semua zat kimia berharga konstan. Pertimbangkan sekarang kasus fase tunggal yang lebih umum, sistem terbuka yang dapat mempertukarkan zat dengan lingkungannya. Energi Gibbs total nG masih merupakan fungsi T dan P. Karena material dapat diambil atau ditambahkan ke dalam sistem, nG juga merupakan fungsi jumlah mol zat kimia yang ada. Jadi,

1 2

( , , , ,..., ,...)i nG g P T n nn

dimana ni adalah jumlah mol zat i. Total diferensial nG adalah :

, , , , ( ) ( ) ( ) ( ) j i i T n P n i P T n nG nG nG d nG dP dT dn P T n                 

Penjumlahan terhadap semua zat yang ada, dan subskript nj menunjukkan bahwa semua jumlah mol kecuali ke i berharga konstan. Turunan terakhir ini adalah cukup penting untuk diberikan simbol dan nama sendiri. Jadi, secara definisi potensial kimia zat i dalam campuran adalah :

, , ( ) j i i P T n nG n       (11.1) Dengan definisi ini dan dengan dua turunan parsial pertama digantikan dengan (nV) dan –(nS), persamaan sebelumnya menjadi :

( ) ( ) ( ) i i i

d nGnV dPnS dT

dn (11.2)

Persamaan (11.2) merupakan hubungan sifat dasar untuk sistem fluida fase tunggal dengan massa konstan atau beragam dan komposisi konstan atau beragam, dan merupakan persamaan dasar dimana struktur termodinamika larutan dibentuk. Untuk kasus tertentu dimana satu mol larutan, n = 1 dan ni = xi :

i i i

dG VdP SdT  

dx (11.3) Yang tersirat dalam persamaan ini adalah hubungan fungsional energi Gibbs molar dengan variabel T, P, dan {xi}:

1 2

( , , , ,..., ,...)i G G T P x xx

(3)

Persamaan (6.10) merupakan sebua kasus khusus dari persamaan (11.3), yang dapat diterapkan pada larutan dengan komposisi konstan. Meskipun jumlah mol ni dari persamaan (11.2) merupakan variabel bebas, hal ini tidaklah benar untuk fraksi mol xi

dalam persamaan (11.3), karena penjumlahannya harus bernilai satu : ∑i xi = 1. Hal ini menghalangi operasi matematika tertentu yang bergantung pada ketak-bergantungan variabel. Meskipun demikian, Persamaan (11.3) jelas menyatakan : , P x G S T      (11.4) , T x G V P      (11.5) Sifat larutan lainnya didapatkan dalam definisi, misalnya entalpi, dari H = G + TS.

Kapan pun energi Gibbs diekspresikan sebagai fungsi variabel pembentuknya, energi tersebut memainkan peranan sebagai fungsi pembangkit, memberikan sarana untuk perhitungan semua sifat termodinamika lainnya menggunakan operasi matematika sederhana (diferensiasi dan aljabar dasar), dan secara tersirat menggambarkan informasi sifat yang lengkap.

POTENSIAL KIMIA DAN KESETIMBANGAN FASE

Misalkan suatu sistem tertutup yang mengandung dua fase dalam kesetimbangan. Di dalam sistem tertutup tersebut, masing – masing fase adalah suatu sistem terbuka, bebas terjadi perpindahan massa ke lainnya. Persamaan (11.2) dapat ditulis untuk tiap fase : ( ) ( ) ( ) i i i d nG   nV dP  nS dT 

dn ( ) ( ) ( ) i i i d nG   nV dP  nS dT 

dn

dimana superskript  dan  menggambarkan fase. Dianggap bahwa pada saat kesetimbangan T dan P adalah seragam dalam keseluruhan sistem.

Perubahan energi Gibbs total dalam sistem dua fase adalah penjumlahan persamaan-persamaan ini diatas. Jika tiap sifat sistem-total ditulis dengan bentuk persamaan : nM (nM)(nM) . Penjumlahannya adalah sbb :

( ) ( ) ( )

(4)

Karena sistem dua fase adalah tertutup, Persamaan (6.6) adalah absah pula. Perbandingan kedua persaman ini menunjukkan bahwa pada kesetimbangan :

0 i i i i i i dn dn        

Perubahan dnidan dni hasil dari perpindahan massa antara fase, dan konservasi massa memerlukan : dni  dni

Oleh karena itu, ( i i ) i 0 i

dn

  

  

Karena dni merupakan variabel bebas dan sembarang nilai, satu-satunya cara ruas kiri persamaan ini dapat bernilai nol adalah dengan cara tiap ungkapan dalam tanda kurung secara terpisah di beri nilai nol. Karena itu , i i (i1, 2,..., )N dimana N merupakan jumlah zat yang ada dalam sistem. Meskipun tidak diberikan di sini, turunan yang sama namun lebih menyeluruh menunjukkan (seperti yang telah diperkirakan) bahwa untuk kesetimbangan T dan P yang sama dapat berlaku untuk kedua fase.

Secara berturut-turut mempertimbangkan pasangan fase, kita dapat menyamaratakan terhadap lebih dari dua fase persamaan potensial kimia; hasil untuk  fase adalah :

i i  ... i (i1, 2,..., )N (11.6) Jadi, berbagai fase pada T dan P yang sama adalah dalam kesetimbangan ketika potensial kimia tiap zat adalah sama dalam semua fase.

SIFAT PARSIAL

Definisi potensial kimia oleh persamaan (11.1) sebagai jumlah mol turunan nG menyatakan bahwa turunan lain berguna dalam termodinamika larutan.

Jadi, , , ( ) j i i P T n nM M n         (11.7)

Persamaan ini menggambarkan sifat molar parsial zat i dalam larutan, dimana simbol umum M menyatakan molar parsial energi dalam i U , entalpi molar parsial i H ,i entropi molar parsial S , energi Gibbs molar parsial i G , dan sebagainya. Persamaani

(5)

dalam kaitan dengan penambahan pada T dan P konstan dari jumlah diferensial zat i sampai jumlah tertentu larutan.

Perbandingan persamaan (11.1) dengan (11.7) ditulis untuk energi Gibbs menunjukkan bahwa potensial kimia dan energi Gibbs molar parsial adalah identik.  i Gi (11.8) Persamaan yang berhubungan dengan Sifat Molar dan Sifat Molar Parsial Definisi sifat molar parsial, persamaan (11.7), memberikan sarana untuk perhitungan sifat parsial dari data sifat larutan. Turunan dari prsamaan ini bermula dengan pengamatan bahwa sifat termodinamika fase homogen merupakan fungsi temperatur, tekanan, dan jumlah mol zat individu yang meliputi fase. Jadi untuk sifat termodinamik M :

1 2

( , , , ,..., ,...)i nMM T P n n n Diferensial total nM adalah :

, , , , ( ) ( ) ( ) ( ) j i i T n P n i P T n nM nM nM d nM dP dT dn P T n                 

 

dimana subskript n menunjukkan bahwa semua jumlah mol bernilai konstan, dan subskript nj menunjukkan bahwa semua jumlah mol kecuali ni bernilai konstan. Karena dua turunan parsial pertama pada ruas kanan dihitung pada n konstan dan karena turunan parsial ungkapan terakhir diberikan oleh persamaan (11.7), persamaan ini mempunyai bentuk yang lebih sederhana :

, , ( ) i i i T x p x M M d nM n dP n dT M dn P T              

(11.9) dimana subskript x menandakan diferensiasi pada komposisi konstan.

Karena ni = xin, maka : dnix dn ndxii

Jika dni digantikan dengan ekspresi diatas, dan d(nM) digantikan oleh identitas berikut (d nM)ndM Mdn , maka persamaan (11.9) menjadi :

, , ( ) i i i i T x P x M M ndM Mdn n dP n dT M x dn ndx P T                

ungkapan yang mengandung n dikumpulkan dan dipisah dari ungkapan yang mengandung dn , menghasilkan persamaan sbb :

0 M M dM dP dT M dx n M x M dn           

 

(6)

Dalam aplikasi, seseorang bebas memilih sistem dalam ukuran apapun, seperti yang diwakili oleh n, dan memilih variasi apapun dalam ukurannya, seperti yang diwakili oleh dn. Jadi n dan dn merupakan variabel bebas dan memiliki sembarang nilai. Satu – satunya cara bahwa ruas kiri persamaan ini kemudian dapat menjadi nol adalah untuk tiap ungkapan dalam tanda kurung diberi nilai nol. Oleh karena itu,

, , i i i T x P x M M dM dP dT M dx P T              

(11.10) dan i i i M

x M (11.11)

Perkalian persamaan (11.11) dengan n menghasilkan pernyataan alternatif sbb : i i

i

nM

n M (11.12)

Persamaan (11.10) merupakan fakta dalam suatu kasus khusus persamaan (11.9), dimana didapat dengan mengeset n = 1, yang juga membuat ni = xi. Pesamaan (11.11) dan (11.12) di lain pihak merupakan persamaan baru dan hal penting. Dikenal sebagai

hubungan penjumlahan, Persamaan-persamaan tersebut memungkinkan perhitungan

sifat campuran dari sifat farsil memainkan peranan kebalikan dengan persamaan (11.7), dimana memberikan perhitungan sifat parsial dari sifat campuran.

Persamaan penting lainnya dari persamaan (11.10) dan (11.11). Karena persamaan (11.11) merupakan ekspresi umum untuk M., diferensiasi menghasilkan ekspresi umum untuk dM :

i i i i

i i

dM

x dM

M dx

Perbandingan persamaan ini dengan persamaan (11.10), persamaan umum lainnya untuk dM, menghasilkan persamaan Gibbs/Duhem :

, , 0 i i i T x P x M M dP dT x dM P T            

(11.13)

Persamaaan ini harus memenuhi semua perubahan dalam P, T, dan M yangi disebabkan oleh perubahan keadaan dalam fase homogen. Untuk kasus perubahan pada P dan T konstan, maka disederhanakan menjadi :

i i 0 i

x dM

(7)

Persamaan (11.11) menyatakan bahwa sifat larutan molar diberikan sebagai jumlah bagian-bagiannya dan M merupakan sifat molar zat i yang ada dalami larutan..

Simbol M mengekspresikan sifat larutan pada basis unit massa sebagaimana basis mol. Hubungan sifat memiliki bentuk yang sama dalam kedua basis tersebut, kita hanya menggantikan n, dengan jumlah mol m, yang mewakili massa dan sifat spesifik parsial ketimbang sifat molar parsial. Guna menampung hal ni, maka secara umum disebut dengan sifat parsial saja.

Perhatian utama disini adalah pada larutan, sifat molar (atau unit massa) diwakili oleh simbol M. Sifat parsial ditandai dengan garis atas, dengan subskript sebagai penanda spesies; maka simbol kemudian menjadi M . Secara ringkas, tigai jenis sifat yang digunakan dalam termodinamika larutan dibedakan oleh simbol berikut :

Sifat larutan M , contoh: , , ,U H S G Sifat parsial M , conoth: ,i U H S Gi i, ,i i Sifat zat-murni M , contoh: ,i U H S G i i, ,i i

Sifat Parsial dalam Larutan Biner

Persamaan untuk sifat parsial dapat selalu diturunkan dari sebuah persamaan sifat larutan sebagai fungsi komposisi dengan aplikasi langsung persamaan (11.7). Untuk sistem biner, prosedur alternatif dapat digunakan. Ditulis untuk larutan biner, hubungan penjumlahan, persamaan (11.11) menjadi :

Mx M1 1x M2 2 (A)

Dimana, dMx dM1 1M dx1 1x dM2 2M dx2 2 (B)

Ketika M diketahui sebagai fungsi x1 pada T dan P konstan, bentuk yang sesuai persamaan Gibbs/Duhem adalah persamaan (11.14), dituliskan sebagai :

x dM1 1x dM2 2 0 (C)

Karena x1 + x2 = 1, maka bahwa dx1 = -dx2. Menghilangkan dx2 menuju ke dx1 dalam

persamaan (B) dan mengabungkan hasilnya dengan persamaan (C) didapatkan :

1 1 2 1

(8)

atau 1 2 1 dM M M dx   (D)

Eleminasi M dan kemudian 2 M dari persamaan (A) dan (D) menghasilkan :1

1 2 1 dM M M x dx   (11.15) 2 1 1 dM M M x dx   (11.16) Jadi untuk sistem biner, sifat parsial telah dihitung secara langsung dari ekspresi untuk sifat larutan sebagai fungsi komposisi pda T dan P konstan. Persamaan yang bersesuaian untuk sistem multikomponen adalah lebih kompleks, dan dijelaskan oleh Van Ness dan Abbott.

Hubungan antara Sifat Parsial

Sekarang ditunjukkan bagaimana sifat parsial berhubungan satu dengan yang lainnya. Karena pada (11.8)  i Gi, maka persamaan (11.2) dapat ditulis :

( ) ( ) ( ) i i i

d nGnV dPnS dT

G dn (11.17) Aplikasi ukuran ketepatan, persamaan (6.12), mengahsilkan hubungan Maxwell, , , P n T n V S T P                (6.16) ditambah dengan dua persmaan tambahan :

, , , , , , ( ) ( ) j j i i i i P n P T n T n P T n G nS G nV T n P n                             

dimana subskript n menunjukkan bahwa semua ni bernilai konstan, dan oleh karena itu bernilai konstan juga untuk komposisi, dan subskript nj menunjukkan bahwa semua jumlah mol kecuali ke i diberi nilai konstan. Mengingat persamaan (11.7), dua persamaan terakhir adalah lebih sederhana ditulis :

, i i P x G S T         (11.18) , i i T x G V P       (11.19)

(9)

Persamaan-persamaan ini mengijinkan perhitungan efek temperatur dan tekanan pada energi Gibbs parsial (atau potensial kimia). Persamaan tersebut merupkan sifat parsial yang analog dengan persamaan (11.4) dan (11.5).

Tiap persamaan yang memberikan hubungan linier antara sifat termodinamika larutan dengan komposisi-konstan memiliki sebagai rekan pendamping suatu persamaan yang menghubungkan sifat parsial yang bersesuaian dari tiap zat dalam larutan.

Misalkan, suatu persamaan yang menggambarkan entalpi :

H U PV  (2.11) untuk n mol, nHnU P nV ( )

Diferensiasi berkenaan dengan ni pada T, P, dan nj konstan menghasilkan :

, , , , , , ( ) ( ) ( ) j j j i P T n i P T n i P T n nH nU nV P n n n                    

Oleh persamaan (11.7) menjadi :

i i i

HUPV

yang merupakan sifat parsial analog dengan persamaan (2.11).

Dalam larutan dengan komposisi-konstan, G merupakan fungsi P dan T, makai : , , i i i T x P x G G dG dP dT P T            

Sebagai hasil dari persamaan (11.18) dan (11.19), maka menjadi :

i i i

dGV dP S dT yang dapat dibandingkan dengan persamaan (6.10).

(10)

CAMPURAN GAS-IDEAL

Jika n mol campuran gas ideal menempati volume total Vt pada temperatur T, maka

tekanannya adalah : t nRT P V

Jika ni mol zat i dalam campuran ini menempati volume total yang sama sendiri pada

temperatur yang sama, maka tekanannya adalah : i i t n RT p V

Membagi persamaan di atas dengan persamaan sebelumnya didapatkan : atau ( 1, 2,..., ) i i i i i p n y p y P i N Pn   

dimana yi adalah fraksi mol zat i dalam campuran gas ideal, dan pi diketahui sebagai

tekanan parsial zat i. Penjumlahan tekanan parsial sama dengan tekanan total.

Volume molar parsial zat i dalam campuran gas ideal didapat dari persamaan (11.7) yang diterapkan untuk volume, superskript ig menandakan nilai gas ideal:

, , , , ( ) ( / ) j j j ig ig i i T P n i T P n i n nV nRT P RT n RT V n n P n P                    

dimana persamaan akhir bergantung pada persamaan n n i

jnj. Hal ini mengandung arti bahwa untuk gas ideal volume molar parsial adalah identik dengan volume zat murni pada campuran T dan P. Jadi,

ig ig

i i

VV (11.20) Gas ideal merupakan model gas yang terdiri atas molekul dengan volume nol yang tidak berinteraksi. Jadi, sifat untuk tiap zat kimia tidak bergantung pada zat lain, dan tiap zat mempunyai sifat sendiri-sendiri. Hal inilah yang merupakan dasar untuk pernyataan teorema Gibbs :

Sifat molar parsial (selain dari volume) dari jenis unsur dalam campuran gas ideal adalah sama dengan sifat molar yang bersesuaian dari zat sebagai gas ideal murni pada temperatur campuran namun pada tekanan sama dengan tekanan parsialnya dalam campuran.

(11)

Hal ini ditulis secara matematis untuk sifat parsial umum MiigViig dengan persamaan :

ig( , ) ig( , )

i i i

M T PM T p (11.21) Karena entalpi gas ideal tidak bergantung pada tekanan,

( , ) ( , ) ig ig i i i H T pH T P dimana, ig( , ) ig( , ) i i H T PH T P Lebih sederhana, ig ig i i HH (11.22) dimana ig i

H adalah nilai zat murni pada campuran T dan P. Aplikasi hubungan penjumlahan, persamaan (11.11) menghasilkan :

ig i iig i

H

y H (11.23)

Persamaan yang analog dapat diterapkan atau ig

U dan sifat lainnya yang tak bergantung pada tekanan.

Ketika persamaan (11.23) ditulis :

0

ig ig

i i i

H

y H

Perbedaan pada ruas kiri adalah perubahan entalpi yang berkaitan dengan proses dimana jumlah yang sesuai dari zat murni pada T dan P dicampur untuk membentuk satu mol campuran pada T dan P yang sama. Untuk gas ideal, perubahan entalpi pencampuran ini bernilai nol.

Entropi gas ideal bergantung pada tekanan, dan oleh persamaan (6.24), ln (T konstan)

ig i

dS  Rd P Integrasi dari pi ke P didapatkan :

( , ) ( , ) ln ln ln ig ig i i i i i i P P S T P S T p R R R y p y P       dimana, ig( , ) ig( , ) ln i i i i S T pS T PR y

Substitusi hasil ini menghasilkan persamaan (11.21) ditulis untuk entropi menghasilkan : ( , ) ( , ) ln ig ig i i i S T PS T PR y atau ig ig ln i i i SSR y

(12)

dimana S adalah nilai zat murni pada campuran T dan P. Dengan hubunganiig penjumlahan,

iig i iig iln i

i i

S

y SR

y y (11.25)

Apabila persamaan ini disusun kembali sebagai berikut : 1 ln ig ig i i i i i i i S y S R y y

ruas kiri adalah perubahan entropi pencampuran untuk gas ideal. Karena 1/yi > 1,

kuantitas ini selalu berharga positif, demi kesesuaian dengan hukum kedua. Proses pencampuran merupakan proses tak dapat balik, dan untuk pencampuran gas ideal pada T dan P konstan tidak disertai dengan perpindahan panas [persamaan (11.23)].

Untuk energi Gibbs campuran gas ideal, ig ig ig i

GHTS ; hubungan paralel untuk sifat parsial adalah :

ig ig ig

i i i

GHTS

Dengan kombinasi dengan persamaan (11.22) dan (11.24) menjadi : ln ig ig ig i i i i GHTSRT y atau ig ig ig ln i Gi Gi RT yi     (11.26) Diferensiasi persamaan ini cocok dengan persamaan (11.18) dan (11.19) didaptkan ahsil yang dinyatakan oleh persamaan (11.20) dan (11.24).

Ekspresi alternatif lain untuk potensial kimia didapat ketika G dihilangkaniig dari persamaan (11.26) oleh persamaan (6.10). Pada T konstan persamaan (6.10) untuk gas ideal menjadi :

ln (T konstan) ig ig i i RT dG V dP dP RTd P P    Integrasi menghasilkan : ig ( ) ln i i G   TRT P (11.27) Dimana ( )i T , konstanta integrasi pada T konstan, adalah fungsi temperatur saja. Persamaan (11.26) kemudian ditulis :

ig ( ) ln

i i T RT y Pi

    (11.28) Aplikasi hubungan penjumlahan, persamaan (11.11) menghasilkan sebuah ekspresi untuk energi Gibbs campuran gas ideal :

(13)

ig i i( ) iln i

i i

G

yTRT

y y P (11.29)

Persamaan di atas memberikan deskripsi jelas mengenai perilaku gas ideal.

FUGASITAS DAN KOEFISIEN FUGASITAS: ZAT MURNI

Sudah jelas dari persamaan (11.6), potensial kimia μi memberikan ukuran untuk fase

kesetimbangan. Hal ini adalah benar untuk kesetimbangan reaksi kimia. Energi Gibbs dan μi , didefinisikan dalam hubungan terhadap energi dalam dan entropi. Sebagai

hasilnya, nilai absolut untuk μi tidak ada. Lebih dari itu, persmaan (11.28)

menunjukkan bahwa untuk campuran gas ideal μi mendekati ketidak terbatasan

negatif ketika P atau yi mendekati nol. Hal ini adalah benar untuk tiap gas. Meskipun

karakteristik ini tidak menghalangi penggunaan potensial kimia, namun aplikasi kriteria kesetimbangan dimudahkan oleh hadirnya fugasitas, yaitu suatu kuantitas yang menggantikan μi namun tidak menghasilkan karakteristik yang kurang

diinginkan.

Asal konsep fugasitas berada dalam persamaan (11.27), yang berlaku hanya untuk zat murni i dalam keadaan gas ideal. Untuk fluida riil, persamaan analognya: Gi  i( )TRTln fi (11.30) dimana tekanan P digantikan oleh sifat baru fi dengan unit tekanan. Persamaan ini

memberikan definisi parsial fi, fugasitas zat murni i.

Pengurangan persamaan (11.27) dari persamaan (11.30), keduanya ditulis untuk T dan P yang sama, memberikan :

ln ig i i i f G G RT P  

Menurut definisi persamaan (6.41), G Giiig adalah energi Gibbs residual, R i

G . Rasio tak berdimensi fi / P merupakan sifat baru lainnya, koefisien fugasitas, diberi simbol

i  . Jadi, R ln i i GRT  (11.31) dimana i i f P   (11.32)

(14)

Definisi fugasitas terselesaikan dengan mengeset fugasitas keadaan gas ideal zat murni i sama dengan tekanannya :

fiigP (11.33) Jadi untuk kasus khusus suatu gas ideal, R 0, 1

i i

G    , dan persamaan (11.27) didapat dari persamaan (11.30).

Identifikasi ln i dengan GiR/RT oleh persamaan (11.31) mengijinkan persamaan (6.46) ditulis kembali :

ln i 0P( i 1)

dP Z

P

 

 (T konstan) (11.34) Koefisien fugasits ( dan juga fugasitas) untuk gas murni dihitung dengan persamaan ini dari data PVT atau ari persamaan keadaan volume-tegas. Sebagai contoh, ketika faktor kompresibilitas diberikan oleh persamaan (3.37) :

1 ii i B P Z RT  

Karena koefisien virial kedua Bii merupakan fungsi temperatur saja untuk zat murni,

substitusi ke dalam persamaan (11.34) didapatkan : 0 ln ii P i B dP RT  

(T konstan) dimana, ln ii i B P RT   (11.35) Perhitungan koefisien fugasitas melalui persamaan keadaan kubik (misalnya persmaan van der Waals, Redlich/Kwong, Soave/Redlich/Kwong, dan Peng/Robinson) mengikuti secara langsung dari kombinasi persamaan (11.31) dan (6.63b) :

lni   Zi 1 ln(Zii)q Ii i (11.36) dimana i diberikan oleh persamaan (3.50); qi oleh persamaan (3.51); dan Ii oleh persamaan (6.62), kesemuanya ditulis untuk zat murni i. Aplikasi persamaan (11.36) pada T dan P yang diberikan memerlukan penyelesaian lebih dulu dari suatu persamaan keadaan untuk Zi dengan persamaan (3.49) untuk fase uap atau persamaan

(3.53) untuk fase likuid.

(15)

Persmaan (11.30), yang menggambarkan fugasitas zat murni i, dapat ditulis untuk zat i sebagai uap jenuh :

v ( ) ln v

i i i

G   TRT f (11.37a) dan untuk zat i sebagai likuid jenuh pada temperatur yang sama :

l ( ) ln l i i i G   TRT f (11.37b) dengan selisih, ln v v l i i i l i f G G RT f  

Sebuah persamaan dapat diterapkan terhadap perubahan keadaan dari likuid jenuh ke uap jenuh, keduanya pada temperatur T dan pada tekanan uap P . Menurutisat persamaan (6.66), v l 0 i i GG  ; maka : v l sat i i i fff (11.38) dimana sat i

f menunjukkan nilai untuk likuid jenuh maupun uap jenuh. Karena fase likuid jenuh dan uap jenuh berada dalam kesetimbangan, persamaan (11.38) menyatakan prinsip dasar :

Untuk zat murni yang terdapat di dalamnya fase likuid dan uap berada dalam kesetimbangan berarti fase tersebut memiliki temperatur, tekanan, dan fugasitas yang sama.

Rumus alternatif lainnya disadarkan pada kesesuaian koefisien fugasitas : sat sat i i sat i f P   (11.39) Dimana, iv   il isat (11.40) Persamaan ini, menyatakan persamaan koefisien fugasitas, adalah ukuran dengan sama absah dari kesetimbangan uap/likuid untuk zat murni.

Fugasitas Likuid Murni

Fugasitas zat murni i sebagai likuid terkompresi dihitung dalam dua langkah :

 Pertama, koefisien fugasitas uap jenuh isat iv ditentukan dari bentuk integrasi persamaan (11.34), dihitung pada P Pisat. Kemudian dengan persamaan (11.39), sat sat sat

i i i

f  P , dan inilah fugasitas uap jenuh dan likuid jenuh pada temperatur sistem.

(16)

 Kedua adalah perhitungan perubahan fugasitas hasil dari kenaikan tekanan, sat

i

P ke P, yang mengubah keadaan dari likuid jenuh ke likuid terkompresi. Untuk langkah kedua, perubahan tekanan secara isotermal, persamaan (6.10) diintegrasi menghasilkan : sat i P sat i i P i G G 

V dP

Ekspresi lainnya untuk selisih pada ruas kiri didapat dengan cara menulis persamaan (11.30) dua kali, untuk kedua G dan i G . Penguranganisat menghasilkan: ln sat i i i sat i f G G RT f  

Dua ekspresi untuk G Giisat di set bernilai sama : 1 ln sat i P i i sat P i f V dP fRT

Karena Vi, volume molar fase likuid, merupakan fungsi lemah P pada temperatur

dibawah Tc, pendekatan yang sesuai sering didapat ketika Vi dianggap konstan pada

nilai untuk likuid jenuh, l i V : ( ) ln l sat i i i sat i f V P P f RT  

Substitusi sat sat sat

i i i

f  P dan didapatkan penyelesaian untuk f :i exp ( ) l sat sat sat i i i i i V P P f P RT    (11.41) Ungkapan exponensial pada persamaan di atas merupakan Poynting factor.

FUGASITAS DAN KOEFISIEN FUGASITAS: ZAT DALAM LARUTAN

Definisi fugasitas zat dalam larutan adalah paralel terhadap definisi fugasitas zat murni. Untuk zat i dalam zampuran gas riil atau dalam larutan likuid, persamaan adalah analog dengan persamaan (11.28), ekspresi gas ideal, adalah :

(17)

dimana ˆf adalah fugasitas zat i dalam larutan, mengggantikan tekanan parsial yi iP.

Definisi ˆf ini tidak membuat sifat molar parsial, oleh karena itu ditandai dengani tanda aksen ketimbang tanda garis atas.

Aplikasi langsung definisi ini menandai adanya kegunaan potensial. Persamaan 11.6 merupakan ukuran dasar untuk fase kesetimbangan. Karena semua fase dalam kesetimbangan berada pada temperatur yang sama, maka ukuran umum mengikuti dari persamaan (11.42) :

fˆi  fˆi L  fˆi (i = 1,2,…, N) (11.43) Jadi, berbagai fase pada T dan P yang sama berada dalam kesetimbangan ketika fugasitas tiap unsur zat adalah sama dalam semua fase.

Ukuran kesetimbangan ini adalah salah satu yang biasanya diaplikasikan oleh ahli teknik kimia dalam penyelesaian masalah fase kesetimbangan.

Untuk kasus kesetimbangan uap/likuid multi komponen, persamaan (11.43) menjadi :

ˆv ˆ ( 1,2,..., )l

i i

ff iN (11.44) Persamaan (11.38) menghasilkan suatu kasus khusus ketika hubungan ini diaplikasikan terhadap kesetimbangan uap/likuid zat murni i.

Definisi sifat residual diberikan dalam Sec. 6.2 :

MR M M ig (6.41)

dimana M adalah nilai molar (atau unit-massa) sifat termodinamika dan M adalahig nilai untuk gas ideal dedngan komposisi sama pada T dan P yang sama. Persamaan yang menjelaskan tentang sifat residual parsial M mengikuti persamaan di atas.iR Dikalikan dengan n mol campuran, maka menjadi :

R ig

nMnM nM

Diferensiasi terhadap ni pada T, P, dan nj konstan didapatkan :

, , , , , , ( ) ( ) ( ) j j j R ig i P T n i P T n i P T n nM nM nM n n n                     

Acuanpada persamaan (11.7) menunjukkan bahwa tiap ungkapan memiliki bentuk sifat molar parsial. Jadi,

(18)

Karena ukuran sifat residual bermula dari nilai gas ideal, penggunaannya yang paling masuk akal adalah sebagai sifat fase gas, namun dalam kenyataannya digunakan pula sebagai sifat fase likuid.

Ditulis untuk energi Gibbs residual, persamaan (11.45) menjadi : R ig

i i i

GGG (11.46) sebuah persamaan yang menyatakan energi Gibbs residual parsial.

Pengurangan persamaan (11.28) dari persamaan (11.42), keduanya ditulis untuk T dan P yang sama, menghasilkan :

ˆ ln ig i i i i f RT y P   

Hasil ini digabungkan dengan persamaan (11.46) dan identitas  i Gi memberikan : R ln ˆ

i i

GRT  (11.47) dimana secara definisi ˆ ˆi

i i

f y P

  (11.48) Rasio tak berdimensi ˆi disebut dengan koefisien fugasitas zat i dalam larutan. Meskipun seringkali diterapkan dalam gas, koefisien fugasitas juga dapat diterapkan untuk likuid, dan dalam kasus ini fraksi mol yi digantikan oleh xi.

Persamaan (11.47) adalah anlog dengan persamaan (11.31), yang menghubungkan i terhadap

R i

G . Untuk gas ideal, R i

G perlu bernilai nol: oleh karena itu ˆig 1 i   , dan ˆig i i fy P (11.49) Jadi fugasitas zat I dalam campuran gas ideal adalah sama dengan tekanan parsialnya. Pokok Hubungan Sifat Residual

Dalam rangka memperluas hubungan sifat pokok terhadap sifat residual, kita ubah persamaan (11.2) menjadi bentuk alternatif menggunakan identitas matematika :

2 1 ( ) nG nG d d nG dT RT RT RT     

Dalam persamaan ini d(nG) dihilangkan dengan persamaan (11.2) dan G diganti dengan H – TS. Hasilnya, setelah reduksi secara aljabar didapatkan :

(19)

2 i i i G nG nV nH d dP dT dn RT RT RT RT     

(11.50)

Semua ungkapan dalam persamaan (11.50) mempunyai unit mol; lebih dari itu, berlawanan dengan persamaan (11.2), entalpi muncul diruas kanan ketimbang entropi. Persamaan (11.50) merupakan hubungan umum yang menggambarkan nG/RT sebagai fungsi semua variabelnya; T, P, dan jumlah mol. Persamaan tersebut juga mereduksi persamaan (6.37) untuk suatu kasus khusus 1 mol fase dengan komposisi konstan. Persamaan (6.38) dan (6.39) mengikuti dari persamaan tersebut, dan persamaan untuk sifat termodinamika lainnya didapat dari persamaan yang sesuai.

Karena persamaan (11.50) adalah persamaan yang umum, maka dapat ditulis untuk kasus pada gas ideal :

2 ig ig ig ig i i i G nG nV nH d dP dT dn RT RT RT RT      

Mengingat bahwa persamaan (6.41) dan (11.46), pengurangan persamaan ini dari persamaan (11.50) didapatkan : 2 R R R R i i i G nG nV nH d dP dT dn RT RT RT RT      

(11.51)

Persamaan (11.51) adalah hubungan sifat residual pokok.

Bentuk alternatif persamaan (11.51) yakni dengan pengenalan koefisien fugasitas seperti pada persamaan (11.47) :

2 ln ˆ R R R i i i nG nV nH d dP dT dn RT RT RT       

(11.52)

Persamaan (11.51) dan (11.52) berguna untuk aplikasi praktek. Pembagian persamaan (11.51) dan (11.52) dengan dP dan batas terhadap T konstan serta komposisi didapatkan : , ( / ) R R T x V G RT RT P         (11.53) Dengan cara yang sama, pembagian dengan dT dan batas terhadap P konstan serta komposisi didapatkan : , ( / ) R R P x H G RT T RT T          (11.54) Sebagai tambahan, dari persamaan (11.52),

(20)

, , ( / ) ˆ ln j R i i P T n nG RT n       (11.55) Persamaan ini menunjukkan bahwa lnˆi adalah sifat parsial berkenaan dengan

/ R G RT .

Koefisien Fugasitas dari Persamaan Keadaan Virial

Nilai ˆi untuk zat i dalam larutan didapat dari persaman keadaan. Bentuk sederhana dari persamaan virial ditulis untuk campuran gas yang sama seperti zat murni :

Z 1 BP RT

  (3.37)

Koefisien virial kedua B merupakan fungsi temperatur dan komposisi. Persamaan yang memberikan keberagntungan terhadap komposisi adalah :

i j ij i j

B



y y B (11.57)

dimana y mewakili fraksi mol dalam campuran gas. Indeks i dan j menunjukkan zat. Untuk campuran biner i = 1,2 dan j = 1,2; perluasaan persamaan (11.57) didapatkan : 1 1 11 1 2 12 2 1 21 2 2 22 By y By y By y By y B atau 2 2 1 11 2 1 2 12 2 22 By By y By B (11.58) Dua tipe koefisien virial muncul: B11 dan B22, dimana keduanya sama, dan B12 yang

berbeda. Tipe pertama merupakan koefisien virial zat murni; dan yang kedua adalah sifat campuran, dikenal sebagai koefisien silang. Keduanya merupakan fungsi temperatur saja. Ekspresi seperti persamaan (11.57) dan (11.58) menghubungkan koefisien campuran terhadap zat murni dan koefisien silang. Dinamakan aturan pencampuran.

Persamaan (11.58) mengijinkan penurunan ekspresi untuk lnˆ1 dan lnˆ2untuk

campuran gas biner yang memenuhi persamaan (3.37). Ditulis untuk n mol campuran ags, maka menjadi :

(21)

nBP nZ n

RT   Diferensiasi terhadap n1 didapatkan :

2 2 1 1 , , 1 , ( ) ( ) 1 P T n T n nZ P nB Z n RT n               

Substitusi untuk Z dalam persamaan (11.56) menghasilkan :1

2 2 1 0 1 , 1 , 1 ( ) ( ) ˆ ln P T n T n nB P nB dP RT n RT n               

dimana digunakan integral dasar, karena B bukan fungsi tekanan. Persamaan (11.58) untuk koefisien virial yang kedua ditulis : By1(1y B2) 112y y B1 2 12y2(1y B1) 22  y B1 11y y B1 2 112y y B1 2 12y B2 22y y B1 2 22 atau By B1 11y B2 22y y1 2 12 dimana  12 2B12 B11B22 Karena yi = ni / n, 1 2 1 11 2 22 12 n n nB n B n B n     Diferensiasi didapatkan : 2 1 11 2 2 12 1 , ( ) 1 T n nB n B n n n n           2 11 (1 1) 2 12 11 2 12 B y yB y      

Oleh karena itu, 2

1 11 2 12

ˆ

ln P (B y )

RT

    (11.59) Dengan cara yang sama, 2

2 22 1 12

ˆ

ln P (B y )

RT

    (11.60) Persamaan (11.59) dan (11.60) adalah untuk aplikasi pada campuran gas multi komponen; persamaan umumnya adalah :

ln ˆ 1 (2 ) 2 k kk i j ik ij i j P B y y RT       



 (11.61) dimana indeks i dan j menunjukkan zat, dan

(22)

HUBUNGAN UMUM UNTUK KOEFISIEN FUGASITAS Persamaan (11.34) disederhanakan melalui substitusi hubungan,

c r c r P P PdP P dP Karenanya, ln i 0Pr( i 1) r r dP Z P  

(11.62) dimana integrasi pada Tr konstan. Substitusi untuk Zi oleh persamaan (3.54)

menghasilkan : 0 1 0 0 ln Pr( 1) r Pr r r r dP dP Z Z P P  

 

dimana untuk kesederhanaan maka subskript i dihapus. Persamaan ini dapat ditulis dalam bentuk yang lain :

ln ln  0 ln 1 (11.63) dimana ln 0 0Pr( 0 1) r dan ln 1 0Pr 1 r r r dP dP Z Z P P  

  

Integral pada persamaan ini dihitung secara numerik atau secara grafik untuk berbagai nilai Tr dan Pr dari data untuk Z0 dan Z1.

Karena persamaan (11.63) juga dapat ditulis,

( )( ) 0 1  (11.64)

Korelasi umum untuk ln didapat ketika bentuk sederhana dari persamaan virial adalah absah. Persamaan (3.58) dan (3.59) digabung menghasilkan :

0 1 1 r ( ) r P Z B B T    

(23)

atau exp r ( 0 1) r P B B T        (11.65) Untuk tujuan mendapatkan koefisien silang, maka persamaan (3.59) ditulis kembali dalam bentuk umum :

ij cij ( 0 ij 1) cij RT B B B P    (11.66) dimana B0 dan B1 adalah fungsi Tr yang sama. Aturan penggabungan yang diusulkan oleh Prausnitz untuk menghitung ij, Tcij, dan Pcij adalah :

2 i j ij      (11.67) Tcij (T Tci cj) (11/ 2 kij) (11.68) cij cij cij

cij Z RT P V  (11.69) 2 ci cj cij Z Z Z   (11.70) 3 1/ 3 1/ 3 2 ci cj cij V V V       (11.71) Dalam persamaan (11.68), kij adalah parameter interaksi empiris spesifik

(24)

LARUTAN IDEAL

Larutan ideal adalah larutan yang bertindak sebagai standar dimana agar perilaku larutan-riil dapat dibandingkan. Di sini akan diperkenalkan sifat ekses.

Persamaan (11.26) menggambarkan perilaku zat i dalam campuran gas ideal : ig ig ln

i i i

GGRT y (11.26) Persamaan untuk larutan ideal adalah :

id ln

i i i

GGRT x (11.72) dimana superskript id menunjukkan sifat larutan ideal. Fraksi mol dinyatakan oleh xi.

Persamaan untuk entropi larutan ideal adalah :

, ln id id i i i i P P x G G S R x T T              

Dengan persamaan (11.4), (Gi/T)P  Si ; karenanya, id ln

i i i

S  S R x (11.73) Dengan cara yang sama, sebagai hasil dari persamaan (11.19),

, id id i i i T T x G G V P P              Oleh persamaan (11.5), id i i VV (11.74) KarenaHiidGiidTSiid, substitusi oleh persamaan (11.72) dan (11.73) menghasilkan:

ln ln id i i i i i HGRT x TS RT x atau id i i HH (11.75) Hubungan penjumlahan, persamaan (11.11), untuk larutan ideal ditulis :

id id

(25)

Aplikasi persamaan (11.72) sampai (11.75) menghasilkan : id i i iln i i i G

x GRT

x x (11.76) id i i iln i i i S

x SR

x x (11.77) id i i i V

x V (11.78) id i i i H

x H (11.79) Aturan Lewis/Randall

Sebuah persamaan sederhana untuk fugasitas zat i dalam larutan ideal dari persamaan (11.72). Ditulis untuk suatu kasus zat i dalam larutan ideal, persamaan (11.42) menjadi : ˆ ( ) ln id id id i Gi i T RT fi     

Ketika persamaan ini dan persamaan (11.30) digabung dengan persamaan (11.72), ( )

i T

 dihilangkan, dan didapatkan : ˆid

i i i

fx f (11.80) Persamaan ini, dikenal sebagai aturan Lewis/Randall, dapat digunakan pada tiap zat dalam larutan ideal pada semua kondisi temperatur, tekanan, dan komposisi. Dinyatakan juga bahwa fugasitas tiap zat dalam larutan ideal adalah proporsional dengan fraksi molnya; konstanta proporsionalitas adalah fugasitas zat murni i dalam keadaan fisik yang sama seperti larutan dan pada T dan P yang sama pula. Pembagian kedua ruas persmaan (11.80) dengan Pxi dan substitusi ˆid

i

 dengan ˆ /id

i i

f x P [persamaan (11.48)] dan i dengan /f P [persamaan (11.32)] didapatkan :i

ˆid

i i

  (11.81) SIFAT EKSES

Energi Gibbs residual dan koefisien fugasitas secara langsung ebrhubungan dengan data PVT eksperimen oleh persamaan (6.46), (11.34), dan (11.56). Perumusan secara matematis sifat ekses adalah analog dengan sifat residual.

(26)

selisih antara nilai sifat aktual suatu larutan dengan niali yang akan didapat sebagai larutan ideal pada temperatur, tekanan, dan komposisi yang sama. Jadi,

ME MMid (11.82)

Sebagai contoh,

E id E id E id

G  G G H  H H S  S S

Lebih dari itu, GE HE TSE (11.83) Yang mengikuti dari persamaan (11.82) dan persamaan (6.3).

Hubungan antara sifat residual dengan sifat ekses adalah :

( )

E R id ig

MM   MM

Karena zampuran gas ideal adalah larutan ideal dari ags ideal, persamaan (11.76) sampai (11.79) menjadi ekspresi untuk Mig ketika Mi diganti dengan ig

i

M . Sebagai contoh, persamaan (11.76) menjadi :

ln

ig ig

i i i i

i i

G

x GRT

x x

Kedua set persamaan, untuk Mid dan Mig, menghasilkan persamaan umum :

id ig ig R i i i i i i i i i MM

x M

x M

x M disederhanakan menjadi : E R i iR i MM

x M (11.84) Hubungan sifat parsial analog dengan persamaan (11.45) adalah :

E id

i i i

MMM (11.85) dimana E

i

M adalah sifat ekses parsial. Persmaan (11.50), ditulis untuk kasus larutan ideal, dikurangi dengan persamaan (11.50) itu sendiri, menghasilkan :

2 E E E E i i i G nG nV nH d dP dT dn RT RT RT RT      

(11.86)

Inilah hubungan sifat ekses pokok, yang analog dengan persamaan (11.51), hubungan sifat residual pokok.

Energi Gibbs ekses parsial E i

G ; rasio tak berdimensi ˆ /f x f adalah koefisieni i i aktifitas zat i dalam larutan, simbol i .

(27)

ˆi i i i f x f   (11.87) dimana, E ln i i GRT  (11.88)

Bentuk alternatif persamaan (11.86) mengikuti dengan dimasukkannya koefisein aktifitas ke dalam persamaan (11.88) :

2 ln E E E i i i nG nV nH d dP dT dn RT RT RT       

(11.89)

Bentuk terbatas nya adalah : , ( / ) E E T x V G RT RT P         (11.90) , ( / ) E E P x H G RT T RT T          (11.91) , , ( / ) ln j E i i P T n G RT n       (11.92)

Persamaan (11.89) sampai (11.92) adalah analog dengan persamaan (11.52) sampai (11.55) untuk sifat residual.

Persamaan (11.92) menunjukkan bahwa lni adalah sifat parsial terhadap GE/RT. Sifat parsial analog dengan persamaan (11.90) dan (11.91) adalah :

, ln E i i T x V P RT        (11.93) 2 , ln E i i P x H T RT          (11.94)

Persamaan berikut menunjukkan fakta bahwa lni adalah sifat parsial terhadap GE/RT : ln E i i i G x RT

 (11.95) i ln i 0 i x d    (T, P konstan) (11.96) Perilaku Alamiah dari Sifat Ekses

(28)

reduksi data kesetimbangan uap/likuid, dan HE ditentukan secara eksperimen pula. Entropi ekses tidak diukur secara langsung, namun didapat dari persamaan (11.83), ditulis : E E E H G S T  

Sifat ekses sering merupakan fungsi kuat temperatur, namun pada temperatur normal tidak secara kuat dipengaruhi oleh tekanan. Kebergantungan terhadap komposisi diilustrasikan dalam Gbr. 11.4 untuk enam buah campuran likuid biner pada 50 oC dan

tekanan atmosfer. Demi kesesuaian dengan persamaan (11.83), produk TSE lebih ditunjukkan ketimbang SE itu sendiri. Meskipun sistem menghasilkan keberagaman perilaku, namun terdapat beberapa fitur yang umum :

1. Semua sifat ekses menjadi bernilai nol bila zat mendekati murni. 2. Meskipun GE vs. x

1 berbentuk parabola, HE dan TSE menghasilkan

kebergantungan terhadap komposisi masing – masing.

3. Ketika sifat ekses ME memiliki satu tanda, nilai ekstrem ME (maksimum atau minimum) sering terjadi dekat komposisi equimolar.

Referensi

Dokumen terkait

Variabel adalah suatu sifat atau karakteristik dari beberapa obyek, kejadian, atau orang yang nilainya dapat bervariasi dan dapat dihitung atau

a. Berikut ini adalah zat tunggal, yaitu …. perak murni 12. Garam yang dimasukkan ke dalam air ternyata larut dalam air sehingga tidak dapat dibedakan lagi. Zat yang

Air murni membeku pada suhu 0 0 C, dengan adanya zat terlarut misalnya saja ditambahkan gula ke dalam air tersebut maka titik beku larutan ini tidak akan sama dengan 0 0 C

Adalah larutan yang masih mampu melarutkan secara sempurna bila ditambah zat terlarut. Contoh: larutan garam tak jenuh, dimana air masih mampu melarutkan garam yang

Dengan ditentukan bila nilai-nilai absorptivitas molar (ε) harus diketahui dari pengukuran terhadap larutan murni komponen X dan Y pada kedua panjang gelombang

Elektrolit  adalah suatu zat, yang ketika dilarutkan dalam air  akan menghasilkan larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.. Nonelektrolit  merupakan zat yang tidak

Contoh larutan yang berbentuk padat adalah emas 22 karat yang merupakan campuran antara emas dengan tembaga atau logam lain.. Larutan dibedakan atas zat pelarut (solvent) dan

Contoh untuk definisi itu Air murni dibawah tekanan udara P atm mempunyai titik didih ToC Jika ke dalam satu liter air atau 1000 gram air dilarutkan satu mol suatu zat apapun, maka