KAJIAN GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK ERUPSI GUNUNGAPI SLAMET, KAJIAN GEOLOGI DAN KARAKTERISTIK ERUPSI GUNUNGAPI SLAMET,
JAWA TENGAH JAWA TENGAH
Alifiansyah Wahyu S
Alifiansyah Wahyu S11, Ansgarius Y. Debrito, Ansgarius Y. Debrito11, Bagus, Bagus11, Damas Muharif , Damas Muharif 11, Fatimah Sri G, Fatimah Sri G11, Irene, Irene Apriyanti S
Apriyanti S11, Istin U. Indiraswari, Istin U. Indiraswari11, Kartika I. Rumbay, Kartika I. Rumbay11, Marlina Teniwut, Marlina Teniwut11, Nuzulindra Dwi M, Nuzulindra Dwi M11
1 1
Program
Program Studi TeStudi Teknik Geoknik Geologi, Selogi, Sekokolah lah TinTinggggi Ti Tekeknonologlogi Ni Nasasionional, al, Jl.Babarsari, CJl.Babarsari, Caturaturtunggtunggal,al, Depok, Sleman
Depok, Sleman,, YogyakartaYogyakarta Email :
Email : indramaulana295@gmail.comindramaulana295@gmail.com
ABSTRAK ABSTRAK
Komplek Gunungapi Slamet terletak pada 7
Komplek Gunungapi Slamet terletak pada 7oo14’30“ LS dan 10914’30“ LS dan 109oo12’30" BT merupakan12’30" BT merupakan komplek gunungapi Kuarter yang aktifitas vulkaniknya sudah berlangsung sejak Tersier. komplek gunungapi Kuarter yang aktifitas vulkaniknya sudah berlangsung sejak Tersier. Perkembangan bumi yang dinamis tercermin dari aktifitas tektonik dan vulkanik di Gunung Perkembangan bumi yang dinamis tercermin dari aktifitas tektonik dan vulkanik di Gunung Slamet yang mempengaruhi evolusi paleo-geografi, membentuk kenampakan alam dan Slamet yang mempengaruhi evolusi paleo-geografi, membentuk kenampakan alam dan variasi batuan di daerah
variasi batuan di daerah ini. Gunungapi Slamet yang merupakan gunungapi aktif tipe A ini. Gunungapi Slamet yang merupakan gunungapi aktif tipe A (yang(yang telah melakukan erupsi sejak tahun 1600). Lebih dari 30 kegiatan erupsi (tipe vulcanian dan telah melakukan erupsi sejak tahun 1600). Lebih dari 30 kegiatan erupsi (tipe vulcanian dan strombolian) sudah tercatat sejak 1772. Peningkatan aktifitas vulkanik muncul sejak strombolian) sudah tercatat sejak 1772. Peningkatan aktifitas vulkanik muncul sejak pertengahan
pertengahan April April 2009 2009 dan dan diakhiri diakhiri dengan dengan beberapa beberapa erupsi erupsi tipe tipe strombolian strombolian diantara diantara 2323 April-6 Mei 2009. Sekarang Gunungapi Slamet berada pada
April-6 Mei 2009. Sekarang Gunungapi Slamet berada pada kondisi normal.kondisi normal.
Kata kunci:
Kata kunci: aktifitas vulkanik, erupsi, gunung slamet, tipe strombolianaktifitas vulkanik, erupsi, gunung slamet, tipe strombolian
I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN
Di Pulau Jawa Gunung Slamet Di Pulau Jawa Gunung Slamet (+3432 m) merupakan salah satu gunungapi (+3432 m) merupakan salah satu gunungapi aktif tipe A (pernah meletus sejak tahun aktif tipe A (pernah meletus sejak tahun 1600). Gunung ini terletak padaposisi 1600). Gunung ini terletak padaposisi 7
7oo14’30" LS dan 10914’30" LS dan 109oo12’30" BT, dengan12’30" BT, dengan wilayah administrasi masuk ke dalam lima wilayah administrasi masuk ke dalam lima wilayah yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, wilayah yaitu Kabupaten Brebes, Tegal, Pemalang, Banyumas dan Purbalingga. Pemalang, Banyumas dan Purbalingga. Evolusi tubuh vulkanik dan karakteristik Evolusi tubuh vulkanik dan karakteristik
bentang
bentang alam, alam, G. G. Slamet Slamet dapat dapat dibagidibagi menjadi tiga periode kegiatan, yaitu G. menjadi tiga periode kegiatan, yaitu G. Slamet Tua, G. Slamet Menengah, dan G. Slamet Tua, G. Slamet Menengah, dan G. Slamet Muda. Pada kompleks G. Slamet Tua Slamet Muda. Pada kompleks G. Slamet Tua terdapat beberapa bekas kawah dan sumbat terdapat beberapa bekas kawah dan sumbat lava G. Beser (+ 925 m). Batuan vulkanik lava G. Beser (+ 925 m). Batuan vulkanik Slamet Menengah menyebar ke tenggara, Slamet Menengah menyebar ke tenggara, sedangkan batuan Slamet Muda melampar ke sedangkan batuan Slamet Muda melampar ke timur-timur laut-utara dan sebagian kecil ke timur-timur laut-utara dan sebagian kecil ke barat la
1985; Bronto & Pratomo 2010). Di kaki timur G. Slamet Muda dijumpai 35 buah kerucut silinder yang berumur sekitar 0,042 ± 0,020 Ma (Sutawidjaja & Sukhyar 2009). Secara keseluruhan G. Slamet masih memiliki kegiatan kawah pusat, aktivitasnya masih berlangsung yaitu berupa hembusan solfatara, pembentukan kubah lava, serta letusan abu.
II. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari metode studi literatur dengan cara mengumpulkan data data dari berbagai sumber dan penelitian oleh ahli geologi terdahulu. Data yang dikumpulkan berupa data analisa geomorfologi, stratigrafi, stuktur geologi , sejarah letusan, karakteristik erupsi dan potensi ancaman terhadap lingkungan dan
upaya dalam mitigasi bencana yang ada. Adapun tahapan penelitian yang dilakukan meliputi: (1) pengumpulan data data dari penelitian para ahli, (2) mencari jurnal-jurnal geologi yang ada dari sumber sumber yang ada kaitannya dengan Gunungapi Slamet, dan yang terakhir yaitu (3) penyusunan data.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Geologi Gunungapi Slamet G. Slamet yang letusannya mulai tercatat dalam sejarah sejak tahun 1772 (Kusumadinata 1979). Berdasarkan
karakteristik bentang alamnya, tubuh vulkanik G. Slamet terdiri atas G. Slamet Tua, G. Slamet Muda yang terletak di sebelah timurnya dan G. Slamet Menengah. Kelompok endapan vulkanik produk erupsi G. Slamet Tua terdiri atas leleran lava andesit dan endapan piroklastik yang telah mengalami ubahan hidrotermal, dan kelompok endapan G. Slamet Muda, yang terdiri atas leleran lava basaltik dan piroklastik jatuhan yang tidak terubah (Haar 1935; Harloff 1933; Djuri 1975 dan Sutawidjaja dkk. 1985; Pardyanto 1971; 1990). Kelompok Slamet Tua diwakili oleh lava Mingkrik, lelerannya tersingkap terbatas di bagian barat kawah G. Slamet, satuan batuan ini adalah pembentukan tubuh Slamet Tua (Gunung Cowet), ditindih oleh produk Slamet Muda yang diwakili oleh leleran lava andesit piroksin. Sektor barat laut dari tubuh gunung api ini telah mengalami deFormasi vulkano-tektonik dan ubahan hidrotermal, yang membentuk depresi ( graben) Guci pada lereng barat laut (Sutawidjaja 1985). Antara batuan vulkanik Slamet Muda dengan Slamet Tua di bagian utara dan Slamet Menengah di bagian selatan dibatasi oleh sistem sesar
yang membuka ke arah timur, yang disebabkan oleh adanya struktur berarah barat daya-timur laut. Terdapat 35 buah kerucut sinder dengan diameter dasar kerucut berkisar antara 130 – 750 m dengan tinggi hingga 250 m. Kerucut-kerucut sinder ini merupakan kelompok gunung api
monogenesis yang terbentuk pada 0,042 ± 0,020 Ma (Sutawijaya & Sukhyar 2009).
Geomorfologi
Secara geomorfologi, wilayah di sekitar Gunungapi Slamet didominasi oleh Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan, diantara dua pegunungan tersebut terdapat Lembah Serayu. Menurut Van Bemmelen (1949) Pegunungan Serayu Utara berada dalam satu hubungan rangkaian pegunungan dengan Perbukitan Bogor di Jawa Barat dan Igir Kendeng di Jawa Timur, sedangkan Pegunungan Serayu Selatan merupakan hasil pengangkatan baru yang terletak searah dengan Depresi Bandung di Jawa Barat. Pegunungan Serayu Utara lebarnya 30-50 km. Pada bagian barat dibatasi oleh Gunungapi Slamet, sedangkan bagian timurnya dibatasi oleh endapan hasil vulkanik dari Pegunungan Rogojembangan, Komplek Gunungapi Dieng, dan Gunungapi Ungaran. Lembah serayu memanjang diantara Pegunungan Serayu Utara dan Pegunungan Serayu Selatan meliputi wilayah Majenang, Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, dan Wonosobo. Diatara Purwokerto dan Banjarnegara, lebar Lembah Serayu mencapai 15 km.
Menurut Martopo (1984) Gunung Slamet dibedakan menjadi; (a) bagian yang tua yaitu bagian barat yang mengalami gangguan tektonik, (b) kerucut muda yang terletak di sebelah timurnya, dan (c)
beberapa tempat erupsi yang kecil pada lereng timurnya. Gunungapi Slamet dengan ketinggian 3.428 mdpal adalah gunung tertinggi di Jawa Tengah. Secara morfologi Gunungapi Slamet dibedakan menjadi lima bagian yaitu lereng atas yang tertutup oleh medan lava, breksi fluvial, breksi piroklastik, dan debu vulkanik; lereng tengah yang tertutup oleh breksi fluvio vulkanik, lava, aglomerat, dan debu dengan material hasil pelapukan; lereng bawah dan lerengkaki yang tertutup oleh breksi fluviovulkanik, lahar, deposit aliran rombakan (debris), dan deposit aliran sungai serta material hasil pelapukan; dan bagian Gunung Slamet tua dengan breksi fluvial pleistosen, lempung, breksi, dan lempung tidak terstruktur
(Gambar 1 dan Gambar 2)
Stratigrafi
Stratigrafi yang berada di sekitar Gunung Slamet teridiri dari Formasi Kumbang yang menjemari dengan Formasi Halang yang tersusun oleh batupasir andesit, konglomerat tufan dan napal (Djuri dkk. 1996). Dari uraian tersebut di atas, diperkirakan sebagian besar batuan penyusun Formasi Halang adalah bahan rombakan asal gunung api dan kemungkinan berasal dari G. Cupu dan lokasi kawasan ini selanjutnya dikenal sebagai bagian dari Formasi Kumbang. Kedua Formasi batuan asal gunung api tersebut menumpang di atas
batuan sedimen lunak Formasi Rambatan (Tmr )
yang berumur Miosen Tengah. Formasi Rambatan terdiri dari serpih, napal dan batu pasir gampingan. Formasi Kumbang dan Formasi Halang ditutupi oleh Formasi Tapak (Tptb) yang berumur Pliosen dan tersusun oleh batu pasir, konglomerat, dan setempat breksi andesit. Kelompok batuan ini diduga juga merupakan bahan rombakan sebagai kelanjutan dari pembentukan Formasi Halang. Seluruh batuan berumur Tersier itu kemudian ditutupi oleh lava G. Slamet dan endapan aluvium. G. Slamet terletak di bagian barat North Serayu Range dan termasuk Zona Bogor (Bemmelen, 1949). Pardyanto (1971) menyatakan bahwa Gunung Cowet (Old Slamet Volcano) dibangun di tengah satuan endapan Kuarter. Hamilton (1979) menyatakan bahwa gunung api Kenozoikum umumnya berkembang di atas satuan endapan laut Neogen. Tubuh gunung api Slamet adalah gunung api komposit yang berdimensi besar (diameter 50-60 km), menutupi satuan batuan Tersier yang terdapat di sekitar daerah ini (Gambar 3).
Stratigrafi Satuan Batuan Tersier
Batuan dasar yang mengalasi kompleks vulkanik G. Slamet adalah satuan batuan Tersier yang terdiri dari endapan sedimen laut berumur Miosen (Formasi Rambatan dan Formasi Halang), secara tidak
selaras ditindih oleh endapan vulkanik Formasi Kumbang yang berumur Miosen Akhir, dan batu pasir kasar berwarna kehijauan dan konglomerat dari Formasi Tapak yang berumur Pliosen (Haar 1935; Djuri 1975). Satuan batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah batuan Formasi Rambatan yang terdiri dari serpih dan batu pasir napalan dengan ketebalan 300 m. Satuan batuan ini ditindih oleh Formasi Halang, yang terdiri dari batu pasir berselang-seling dengan konglomerat tufaan dan napal. Kedua satuan batuan ini diterobos oleh Diorit pada akhir Miosen Tengah (Djuri 1975). Semua satuan batuan tersebut di atas ditutupi secara tidak selaras oleh satuan batuan Formasi Kumbang, yang terdiri dari breksi, konglomerat tufan, dan lava andesit dengan ketebalan berkisar 200 sampai 2000 m.
Satuan Endapan Kuarter
Endapan kuarter di daerah ini umumnya didominasi oleh endapan vulkanik produk erupsi G. Slamet, yang terdiri dari rempah vulkanik hasil erupsi eksplosif berupa jatuhan piroklastik (airfall deposits), baik berupa endapan lepas maupun yang sudah membatu, dan leleran lava basal yang tersebar cukup luas, mencapai jarak hingga 15 km terutama ke lereng timur-laut dari pusat erupsinya.
Secara stratigrafi, menurut Djuri, M. dkk., 1996, batuan/litologi yang terdapat di
lereng Gunung Slamet diantaranya tersusun oleh kelompok batuan-batuan:
1. Breksi, lava, tuf (Qvs) Gunungapi Slamet Tua,
2. Breksi, lava (Qvls) Gunungapi Slamet Muda.
3. Breksi laharik (Qls) Gunungapi Slamet Tua dan Muda (Gambar 4).
Struktur Geologi
Struktur geologi Gunung Slamet dapat diidentifikasi melalui bentuk kelurusan dan pola aliran sungai serta indikasi lainnya. Struktur patahan utama yang terbentuk di sebelah timur laut Gunung Slamet, menurut Peta Geologi Lembar Purwokerto-Tegal (Djuri, M. dkk., 1996) merupakan sesar-sesar mendatar mengiri dan menganan yang berarah baratdaya-timurlaut. Di sebelah timur berkembang struktur patahan mendatar mengiri dan menganan berarah baratlaut-tenggara serta lipatan berarah barat-timur (Gambar 5)
Sejarah Letusan
Sejarah Erupsi G. Slamet
Berdasarkan catatan kegiatan vulkanik G. Slamet sejak dua abad yang lalu, tercatat setidaknya lebih dari 30 kali erupsi, baik berupa letusan abu maupun yang menghasilkan leleran lava. Berdasarkan catatan kegiatan vulkanik G. Slamet sejak tahun 1772, karakter erupsi gunung api ini cenderung bersifat eksplosif lemah (tipe
Vulkano) dan juga efusif, yaitu leleran lava yang disertai letusan abu dan scoria (tipe Stromboli) (Pratomo 2006; 2010). Letusan-letusan tersebut di atas umumnya berlangsung dalam beberapa hari hingga beberapa minggu (Sulistyo dkk. 2009)
(Tabel 1).
Karakteristik Erupsi G. Slamet dan Potensi Ancaman
Berdasarkan catatan sejarah letusan, pada umumnya letusan G. Slamet adalah letusan abu disertai lontaran sekoria dan batu pijar, kadang-kadang mengeluarkan lava pijar. Letusannya berlangsung beberapa hari, pada keadaan luar biasa mencapai beberapa minggu. Bila terjadi letusan besar, seperti letusan G. Agung (1962), G. Galunggung (1982) atau G. Colo (1983), maka bahaya utama letusan G. Slamet atau bahaya primer (bahaya langsung akibat letusan) adalah luncuran awan panas, lontaran piroklastik (bom vulkanik, lapili, pasir dan abu) dan mungkin aliran lava. Sedangkan bahaya sekunder (bahaya tidak langsung dari letusan) adalah lahar hujan yang terjadi setelah letusan apabila turun hujan lebat di sekitar puncak. Jauhnya sebaran jatuhan piroklastik, tergantung pada ketinggian lontaran dan kencangnya angin yang bertiup pada saat terjadi letusan, terutama penyebaran hujan abu dan pasir. Perioda Letusan. Letusan G. Slamet berulang-ulang dalam tempo, berlangsung paling lama
sampai beberapa minggu (kurang dari satu bulan). Periode istirahat terpendek antara dua letusan lk. 1 tahun dan terpanjang 53 tahun. Untuk periode istirahat lk. 1 tahun mungkin masih satu fase letusan atau kegiatan lanjutan.
Jenis Erupsi dan Potensi Ancaman Bahaya terhadap Lingkungan
Berdasarkan catatan kegiatan vulkanik G. Slamet sejak tahun 1772, karakter erupsi gunung api ini cenderung bersifat eksplosif lemah (tipe Vulkano) dan juga efusif, yaitu leleran lava yang disertai letusan abu dan scoria (tipe Stromboli). Istilah letusan tipe Vulkano (Vulcanian) pertama kali diperkenalkan oleh Giuseppe
Mercalli, seorang saksi
mata erupsi G. Vulcano, Italia, dalam tahun 1888-1890. Erupsi ini dicirikan oleh tiang asap letusan yang pekat, berisi campuran material vulkanik berukuran abu dan gas vulkanik, disertai lontaran material vulkanik berukuran abu hingga bongkah dan suara-suara dentuman. Material lontaran tersebut umumnya merupakan material non-juvenil (> 50%), yang berasal dari bagian-bagian dari sumbat lava dan material yang berasal dari sekitar kawah dan kepundan gunungapi ini. Tipe letusan ini dicirikan oleh suara-suara dentuman, sebagai manifestasi pelepasan gas, merupakan fitur yang khas dari tipe letusan ini. Letusan tipe Vulkano adalah relatif berbahaya dalam radius hingga
3 km dari pusat erupsi, karena biasanya melontarkan material pijar yang berukuran hingga bongkah (volcanic bomb).
Lontaran (Balistik) Material Letusan
Letusan tipe Stromboli (Stromboli volcano, Italia), adalah letusan magmatis dengan pelepasan energi yang relatif rendah, yang dicirikan oleh lontaran lava pijar berukuran abu vulkanik hingga bongkah (volcanic bomb), bertekstur scoria, dengan ketinggian kolom letusan hinggga ratusan meter di atas bibir kawah. Letusan tipe Stromboli biasanya diikuti oleh leleran lava.
Hujan Abu Lebat
Erupsi G. Slamet umumnya menghasilkan abu letusan, yang tersebar mengikuti arah angin dominan pada saat letusan terjadi. Endapan abu vulkanik biasanya menjadi semakin berat bila basah apabila terjadi hujan pada saat erupsi terjadi. Hujan abu lebat dapat menimbulkan kerusakan pada tetumbuhan, terutama pada tumbuhan yang mempunyai daun relatif lebar, sehingga batang pohon tidak mampu menahan beban, di samping menghambat terjadinya proses foto sintesa yang sangat diperlukan oleh tetumbuhan. Gangguan lain yang juga ditimbulkan oleh endapan abu letusan gunung api adalah terjadinya pencemaran secara fisik dan kimiawi terhadap sumber-sumber air (mata-air, sumur dan kolam), kesehatan manusia (iritasi dan
gangguan saluran pernafasan), dan gangguan lalu-lintas baik di darat,laut dan di udara (penerbangan).
Leleran dan Kubah Lava
Leleran lava basal masih dapat mengalir dalam kondisi sangat panas (600 – 1000O C), dalam kekentalan (viscosity) yang relatif rendah, hingga berhenti dan membeku berbentuk batuan beku di permukaan. Karena sifat fisiknya lava mengalir relatif lambat, tergatung pada kekentalannya dan kemiringan lelereng ( gravitasi), sehingga pada saat membeku akan membentuk bongkahbongkah dengan tepian yang relatif terjal. Kubah lava yang terbentuk pada fase akhir dari sebuah erupsi, menutupi lubang kepundan (kawah), sebagai akhir dari proses pencapaian kesetimbangan termodinamis di
dalam dan di luar pipa kepundan.
Banjir Lahar
Lahar terjadi akibat dipicu oleh intensitas hujan yang terjadi di kawasan puncak dalam volume tertentu, yang mengalir dan menghanyutkan tumpukan material atau rempah hasil erupsi, menuju tempat yang lebih rendah melalui lembah-lembah sungai yang terdapat di puncak dan lereng gunung api tersebut. Viskositas masa lahar ini ditentukan oleh susunan material endapan yang terdiri dari bongkah lava hingga abu halus, di mana material dengan
butiran yang relatif lebih halus dan juga air hujan pada
proporsi tertentu berfungsi sebagai pelincir, sehingga masa lahar dapat mulai meluncur (gravitasional). Dengan komposisi seperti tersebut di atas, aliran lahar akan mampu mengerosi dan membawa bongkah-bongkah lava berukuran besar karena densitas dari masa lahar tersebut menjadi sangat besar. Seluruh aspek tersebut di atas beserta keterangannya tertuang dalam Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung api yang berisikan, definisi, inFormasi, rekomendasi, dan langkah tindak dalam mengantisipasi setiap tingkat ancaman bahaya letusan gunung api tersebut. Peta kawasan Rawan Bencana Letusan G. Slamet diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) adalah kawasan yang pernah terlanda atau teridentifikasi berpotensi terancam bahaya letusan. Peta ini juga menjelaskan tentang jenis dan sifat bahaya ancaman letusan, daerah rawan bencana, jalur penyelamatan diri, lokasi pengungsian dll. Ancaman bahaya yang ditimbulkan oleh erupsi G. Slamet adalah lontaran material magmatik, aliran awan panas letusan, leleran dan guguran lava pijar (KRB-III), lontaran material vulkanik berukuran kerikil dan hujan abu lebat, leleran lava, awan panas dan lahar, terutama pada lembah-lembah sungai yang berhulu di kawasan puncak (KRBII); dan aliran lahar (KRB-I) yang umumnya berpotensi mengancam hampir seluruh
kawasan lereng dan kaki gunung api ini, terutama bagian utara, timur, tenggara, selatan barat daya dan barat.
Ancamannya Terhadap Lingkungan
Karakteristik geologi-gunung api yang terekam di kawasan komplek vulkanik G. Slamet dan sejarah kegiatan G. Slamet sejak tahun 1772, mencirikan letusan tipe Vulkano dan Stromboli sering terjadi, baik dengan atau tanpa disertai oleh leleran atau kubah lava. Karakter letusan tipe Vulkano dan Stromboli, ancaman bahaya yang harus diwaspadai adalah lontaran material pijar dan hujan abu lebat. Ancaman bahaya lontaran batu pijar (bom vulkanik) yang umumnya mengancam kawasan dalam radius + 3 km dari pusat erupsi, di mana di kawasan G. Slamet adalah tidak berpenghuni. Sepanjang tidak terjadi
perubahan karakter erupsi dari gunung api ini, Sebaran abu letusan sangat dipengaruhi oleh arah angin dominan pada saat erupsi terjadi. Karakteristik abu vukanik dari erupsi magma bersusunan basalan, umumnya lebih kaya akan unsur magnesium (Mg) sehingga berpotensi menyuburkan tanah di sekitar gunung api ini. Hal ini dapat dilihat dari ketebalan hutan dan kesuburan lahan pertanian di sekeliling G. Slamet.
Mitigasi Bencana Gunungapi Slamet
Kegiatan G. Slamet, baik secara visual maupun kegempaan, dipantau secara
terusmenerus dari Pos Pengamatan G. Slamet di Desa Gambuhan, Kabupaten Pemalang.
Kegiatan kegempaan G. Slamet, dipantau dengan menggunakan seismograf (model MEQ-800) dengan seismometer satu komponen tipe Ranger SS-1, yang dioperasikan secara sistem radio telemetri (RTS). Awalnya seismometer (sensor gempa) ditempatkan di lereng utara G. Slamet pada ketinggian lk. 3000 m. Sejak 17 Mei 1993, seismometer dipindahkan ke lokasi sekitar G. Cilik (1600 m) di lereng utara G. Slamet. Pemindahan sensor gempa kembali dilakukan tanggal 27 Februari 2006, karena lokasi sebelumnya telah menjadi lahan pertanian sehingga rekaman gempa banyak terganggu oleh aktivitas manusia. Pemantauan secara instrumental dilakukan dengan menggunakan seismometer L4-C (1Hz) yang dipasang secara permanen di dua stasion yakni di Bukit Cikunang/Buncis (Sta. BCS) serta Bukit Cilik (Sta. CLK). Sinyal dari kedua stasion tersebut dikirimkan ke Pos PGA dengan gelombang radio secara telemetri (RTS) dan direkam dengan menggunakan seismograf analog Kinemetrics PS-2 dan secara digital pada PC komputer. Setelah peningkatan kegiatan April 2009 di tambah dua stasion, yaitu Sta. Bambangan (BBG) dan G. Cilik (CLK), sejak tanggal 24 Mei 2009 stasion seismik G. Cilik seismometernya di ganti yang sebelumnya L4-C menjadi jenis tiga
komponen (3D) L4-3D, nama dan posisi stasion ada pada (Tabel 2).
Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Slamet
Untuk menghadapi bahaya letusan G. Slamet jika terjadi letusan besar, maka digunakan Peta Daerah Bahaya atau Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB). Peta Daerah Bahaya G. Slamet dibagi menjadi 2 zona, yaitu Daerah Bahaya (Kawasan Rawan Bencana II) dan Daerah Waspada (Kawasan Rawan Bencana I).
Kawasan Rawan Bencana II (Daerah Bahaya)
Adalah daerah yang letaknya terdekat dengan sumber bahaya, sehingga kemungkinan akan terlanda oleh bahaya langsung, berupa luncuran awan panas, aliran lava dan lontaran piroklastik serta lahar hujan. Tanpa memperhitungkan arah tiupan angin pada saat terjadi letusan, daerah bahaya ini diperkirakan meliputi wilayah dalam radius lk 5 km berpusatkan kawah aktif di puncak G. Slamet. Kawasan ini diperpanjang pada lembah-lembah sungai yang curam yang berhulu di daerah puncak/tepi kawah sampai sejauh lk 10-14 km. Sungai-sungai tersebut yaitu : Kali Gung diperpanjang sampai lk. 14 km, K. Pelus dan K. Ponggawa lk.12 km, k. Sat dan K. Alurjero lk 10 km. Sungai-sungai lainnya diperpanjang hingga 60lk km.
Kawasan Rawan Bencana I ( Daerah Waspada)
Kawasan Rawan Bencana I adalah kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu dan lontaran batu (pijar). Peta kawasan rawan bencana tersebut dapat dilihat pada (Gambar 6).
KESIMPULAN
G. Slamet adalah gunung api aktif tipe A bersusunan basalan dengan karakteristik letusan eksplosif lemah (vulcanian) dan juga efusif ( strombolian) yang dicirikan oleh letusan-letusan abu, dengan atau tanpa leleran/kubah lava. Potensi ancaman bahaya letusan gunung api ini terbatas pada lontaran material pijar dalam radius kurang dari tiga km dari pusat erupsi, hujan abu lebat yang tersebar menurut arah angin dominan pada saat erupsi dan banjir lahar di sepanjang aliran sungai yang berhulu di kawasan puncak G. Slamet. Hal ini berlaku sepanjang tidak terjadi perubahan karakter erupsi seperti tersebut di
UCAPAN TERIMAKASIH
Kami segenap penyusun
mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Bapak Obrin Trianda, S.T., M.T. dan Ibu Fatimah, S.Si., M.Si. atas ilmu vulkanologi yang diberikan selama perkuliahan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada segenap tim asisten praktikum vulkanologi yang telah memberikan bimbingan dan ilmunya selama proses praktikum vulkanologi berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari Arif dkk, 2012. Lereng Timur Slamet, Selembar Catatan Ekspedisi. Edisi khusus, ekspedisi alumni MPA Mahameru 2012 , hal: 8-17
Pratomo. I, 2012.Keanekaragaman Geologi Kompleks Vulkanik G. Slamet Jawa Tengah.. Ekologi Gunung Slamet (2): 15-30
Gambar 1. Kedudukan Gunung Slamet dalam geomorfologi Pulau Jawa
Gambar 2. Pembagian geomorfologi Gunung Slamet dilihat dari DEM SRTM dengan arah pandangan vertikal (Martopo, 1984)
Gambar 3. Peta geologi G. Slamet dan sekitarnya, bagian dari peta geologi Lembar Purwokerto dan Tegal, Jawa Tengah, skala 1:100.000 (Djuri, 1975)
Gambar 5. Persebaran struktur geologi di daerah sekitar lereng Gunung Slamet (Djuhri dkk, 1996)
Tabel 2. Lokasi dan Posisi Stasion Seismik yang berada di G. Slamet
Gambar 6. Peta Kawasan Bencana Gunungapi Slamet (Abdurachman dkk, 2007) yang diterbutkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi,