• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO

Indriyati Talib1., Wirnangsi D.Uno2 ., Sari Rahayu Rahman3., I)

Mahasiswa Jurusan Biologi, 2)Dosen Jurusan Biologi, 3)Dosen Jurusan Biologi Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo

Jl. Jend. Sudirman No 6 Kota Gorontalo Email: Indriyati.Talib@yahoo.co.id

ABSTRAK

Indriyati Talib, 2015. Identifikasi Lumut (Bryophyta) di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Skripsi, Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I Wirnangsi D. Uno, S.Pd, M.Kes dan Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan lumut yang tumbuh di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa Kecamatan Bongomeme dan Laboratorium Biologi UNG. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survey dengan pengumpulan data dilakukan dengan metode eksploratif atau metode jelajah. Metode jelajah ini dilakukan dengan menjelajahi Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan serta dihubungkan dengan faktor lingkungan yang diukur. Hasil penelitian diperoleh lima spesies lumut yaitu, Isothecium myosuroides, Thuidium kiesense, Antitrichia californica, Hylocomium splendens, dan Antitrichia curtipendula.

(3)

1 Indriyati Talib Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan IPA 2

Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes pembimbing I Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo

3

Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd Pembimbing II Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.

IDENTIFIKASI TUMBUHAN LUMUT (BRYOPHYTA) DI KAWASAN PEGUNUNGAN DUASEN TOHUPODAA DESA MOLANIHU KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO

Indriyati Talib1., Wirnangsi D.Uno2 ., Sari Rahayu Rahman3., I)

Mahasiswa Jurusan Biologi, 2)Dosen Jurusan Biologi, 3)Dosen Jurusan Biologi Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo

Jl. Jend. Sudirman No 6 Kota Gorontalo Email: Indriyati.Talib@yahoo.co.id

ABSTRACT

Indriyati Talib, 2015. Identification of moss (Bryophyte) in the area of Duasen Tohupodaa Mountain, Bongomeme Sub-District, District of Gorontalo. Skripsi, Department of Biology. Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Universitas Negeri Gorontalo. The principal supervisor was Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes, and the co-supervisor was Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd.

This research was designed to find out types of moss that lived in the Duasen Tohupodaa Mountain. This research was carried out in the area of Duasen Tohupodaa Mountain of Bongomeme sub-district and in the laboratory of Department of Biology, Universitas Negeri Gorontalo. This research used survey method and the data was collected through explorative method. The Duasen Tohupodaa Mountain area was explored to find out the desired data. The data was analyzed qualitatively and descriptively. The analysis was presented in table form, described and linked with the environment where the data was found. The result of this research was that there were five species of moss namely, Isothecium myosuroides, Thuidium kiesense, Antitrichia californica, Hylocomium splendes, and Antitrichia curtipendula.

(4)

1Indriyati Talib Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan IPA 2

Wirnangsi D.Uno, S.Pd, M.Kes pembimbing I Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo

3

Sari Rahayu Rahman, S.Pd, M.Pd Pembimbing II Dosen Jurusan Pendidkan Biologi Fakultas Matematika dan IPA Universitas Negeri Gorontalo.

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological diversity atau biodiversity) adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan keragaman ekosistem dan berbagai bentuk serta variabilitas hewan, tanaman, serta jasad renik di dunia. Salah satunya adalah tumbuhan lumut (Bryophyta). Menurut Kartawinata (2010) bahwa Indonesia sangat kaya akan tumbuhan namun keanekaragaman hayati dalam ekosistem hutan Indonesia bahkan terancam punah karena derasnya penebangan sumber daya hayati. Keanekarangaman tumbuhan lumut tercatat di Sulawesi sebanyak 106 jenis (Windadri, 2009).

Lumut merupakan tumbuhan tingkat rendah yang termasuk ke dalam divisi Bryophyta. Pada umumnya tumbuhan lumut menyukai tempat-tempat yang basah dan lembab di dataran rendah sampai dataran tinggi. Tumbuhan ini sering disebut sebagi tumbuhan piooner atau tumbuhan perintis, karena lumut dapat tumbuh dengan berbagai kondisi pertumbuhan, tumbuhan pertama yang tumbuh ketika awal suksesi pada lahan yang rusak, atau daerah dengan hara yang miskin. Setelah area ditumbuhi lumut, area tersebut akan menjadi media yang cocok untuk perkecambahan pertumbuhan tumbuhan lainnya (Damayanti, 2006).

Secara ekologis tumbuhan lumut memiliki peranan penting bagi keseimbangan ekosistem hutan, yaitu seperti lahan gambut sangat tergantung pada lapisan atau tutupan lumut. Sehingga keberadaan lumut sebagai penutup permukaan tanah juga mempengaruhi produktifitas, dekomposisi serta pertumbuhan komunitas di hutan. Tumbuhan lumut yang tumbuh di lantai hutan membantu mengurangi bahaya banjir, dan mampu menyerap air pada musim kemarau (Elena 2011).

Salah satu kawasan Pegunungan di Indonesia yang menyimpan keanekaragaman hayati tepatnya di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa Desa Molanihu Kecamatan Bongomeme. Pegunungan Duasen Tohupodaa merupakan salah satu pegunungan yang ada di Desa Molanihu khususnya di Dusun Binidaa serta memiliki sungai yang cukup panjang dibandingkan dengan sungai yang ada di dua dusun lainnya, yaitu dengan panjang mencapai 5 km.

Pegunungan Duasen Tohupodaa memiliki empat air terjun dengan ketinggian yang berbeda, sehingga kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa termasuk dalam kawasan yang memiliki kelembaban yang cukup tinggi dan banyak tumbuhan yang ditemukan hidup dalam kawasan tersebut, salah satunya adalah tumbuhan lumut (Bryophyta). Hal ini disebabkan karena tumbuhan

(5)

lumut (Bryophyta) merupakan jenis tumbuhan yang banyak tumbuh di daerah hutan hujan tropis atau keadaan iklim basah.

Berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan bahwa pegunungan Duasen Tohupodaa terdapat tumbuhan lumut, dengan kondisi lingkungan yang relatif lembab dengan kelembaban berkisar antara 70% - 88% terdapat aliran air sungai yang tak pernah surut yang mendukung kelembaban pada pegunungan ini. Menurut Ellyzarti (2009) lumut dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70%-98%. Kondisi lingkungan di Pegunungan Duasen Tohupodaa memiliki kelembaban yang cukup tinggi, sehingga kondisi ini mendukung untuk pertumbuhan dan kehidupan tumbuhan lumut. Ada pun suhu lingkungan di kawasan tersebut rata-rata 290 C – 300 C. Menurut Ellyzarti (2009) pada suhu rata-rata 10-300 C terdapat banyak jenis lumut yang tumbuh ditempat tersebut.

Tumbuhan lumut merupakan kelompok tumbuhan kecil yang hidup menempel pada berbagai substrat. Khususnya di kawasan Pegunungan Duasen Tohupoda, tumbuhan lumut biasanya hidup pada pohon, kayu mati, kayu lapuk, tanah, dan batuan dengan kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup. Keberadaan tumbuhan lumut di Pegunungan Duasen Tohupodaa ini sangat terganggu habitatnya karena adanya alih fungsi pegunungan menjadi lahan pertanian, pemukiman, perkebunan dan keperluan lainnya, menyebabkan ekosistem gunung terganggu. Penggundulan gunung menyebabkan hilangnya jenis lumut. Hal ini dapat mengancam biodiversitas pada kawasan tersebut.

Lumut merupakan kelompok tumbuhan epifit yang banyak ditemukan tumbuh di batang pohon, kayu mati, kayu lapuk, tanah atau batuan, dengan kondisi lingkungan lembab dan penyinaran yang cukup. Tumbuhan lumut hidup menyesuaikan diri dengan lingkungan darat khususnya di tempat-tempat yang lembab dan basah. Lumut dapat hidup mulai dari daratan rendah hingga daratan tinggi. Hanya beberapa spesies lumut saja yang dapat hidup di air. Di daerah tropis, lumut tidak hanya hidup di tanah, bebatuan dan pinggir sungai (Windadri, 2009).

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan melakukan pengamatan langsung pada lokasi penelitian yang telah ditetapkan untuk mendapatkan tentang identifikasi tumbuhan lumut. Sampel tumbuhan lumut yang ditemukan di lokasi penelitian selanjutnya diidentifikasi, data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif yakni dengan menggambarkan dan menginterpretasikan data-data atau sampel yang telah terkumpul, kemudian sampel dari tumbuhan lumut tersebut diidentifikasi jenis-jenisnya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil identifikasi jenis tumbuhan lumut di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa ditemukan beberapa jenis lumut (Bryophyta). Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh 5 jenis lumut yang disajikan pada tabel 3.1 sebagai berikut :

(6)

Tabel 3.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan Lumut Yang Terdapat Di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa

Kelas Ordo Famili Genus Spesies Habitat

Bryopsida

Hypnales

Brachytheciaceae Isothecium Isothecium Myosuroides

Batu dan pohon

Hylocomiaceae Hylocomium Hylocomium splendens

Batu dan Tanah

Thuidiales Thuidiaceae Thuidium Thidium kiasense Batu

Leucodontales Leucodontaceae Antitrichia

Antitrichia californica

Batu

Antitrichia curtipendula

Sumber : Data primer, 2014

Kawasan yang memiliki jenis tumbuhan lumut paling banyak adalah titik koordinat yang ketiga (N: 00° 32’31,0”,E:122°48’23,2”) dengan ketinggian 300 m dpl, karena pada kawasan ini merukan titik air terjun dan merupakan dasar sungai, bahkan banyak ditemukan batuan besar, sehingga kawasan itu sebagian besar jenis tumbuhan lumut ditemukan menempel pada permukaan batu. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyono (2008), bahwa dasar sungai sangat bervariasi, dan sering mencerminkan batuan besar yang keras, jarang ditemukan bagian yang rata, kadangkala bentuknya bergelombang serta landai dengan gradient yang cukup besar. Besarnya laju aliran air maka permukaan batuan-batuan yang ada di sekitar air terjun selalu basah sehingga menjadi sangat licin bahkan lembab, dengan kelembaban yang diukur pada kawasan ini adalah 94 %, Menurut Ellyzarti (2009) tumbuhan lumut ini dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%., kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara, suhu udara pada kawasan ini adalah 28 °C sehingga pada kawasan ini lebih banyak ditemukan jenis

(7)

tumbuhan lumut. Menurut Ellyzarti (2009), pada suhu rata-rata 20-30 °C terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut.

Jenis tumbuhan lumut paling banyak pada titik koordinat ketiga adalah Hylocomium splendens, hal ini disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya dan kelembaban dapat menunjukan lajunya pertumbuhan jenis Hylocomium splendens. Menurut Ellyzarti (2009), pada suhu rata-rata 20-30 °C terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut. Berdasarkan pengukuran faktor lingkungan di kawasan pada jenis Hylocomium splendens dengan suhu 28 °C, kelembaban 85 % dengan intensitas cahaya 80 Cd, sehingga banyak tumbuhan lumut yang tumbuh pada suhu tersebut.

Jenis lain yang juga terdapat pada titik koordinat ketiga ini adalah Antitrichia californica, dan Antitirichia curtipendula. Jenis tumbuhan ini di temukan habitatnya pada permukaan batu yang lembab dan licin. Jenis tumbuhan ini menyukai daerah terbuka dan daerah yang lembab dan basah, dengan kelembaban yang diukur pada kawasan ini adalah 94 %, Menurut Ellyzarti (2009) tumbuhan lumut ini dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%., kelembaban udara sangat dipengaruhi oleh suhu udara, suhu udara pada kawasan ini adalah 28 °C sehingga pada kawasan ini lebih banyak ditemukan jenis tumbuhan lumut. Menurut (Ellyzarti 2009), pada suhu rata-rata 20-30 °C terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut.

Kawasan yang memiliki jenis tumbuhan lumut paling sedikit adalah titik koordinat I (N: 00°32 127,1”, E :122° 48’21,0”) dengan ketinggian 241 m dpl dan titik koordinat II (N: 00° 32’35,2”,E:122° 48’26,3”) dengan ketinggian 253 m dpl, yaitu Isothecium myosuroides, dan Thuidium kiasense. Kawasan ini sudah terjadi alih fungsi lahan, sehingga terjadi perubahan habitat, karena sebagian kawasan telah dijadikan sebagai pembukaan lahan pertanian, pemukiman dan pemukiman warga. Meskipun pada kawasan ini telah terjadi perubahan habitat akibat pembukaan lahan pertanian, namun masih ditemukan adanya tumbuhan lumut yang mampu bertahan hidup di sekitar kawasan, hal ini disebabkan karena pada kawasan ini terdapat banyak pohon, dan tumbuhan yang membentuk belukar yang mampu dijadikan naungan bagi tumbuhan lumut.

Melihat kondisi lingkungan yang mendukung bagi pertumbuhan, sehingga memungkinkan banyak tumbuhan lumut yang hidup disekitar kawasan ini. Namun akibat terjadi alih fungsi lahan menyebabkan keberadaan tumbuhan lumut dalam habitatnya berkurang. Berdasarkan hasil pengukuran faktor lingkungan di kawasan pada spesies Isothecium myosuroides dengan suhu 29 °C, kelembaban 89 % dengan intensitas cahaya 110,5 Cd, sehingga banyak tumbuhan lumut yang tumbuh pada suhu tersebut. Menurut (Ellyzarti 2009), pada suhu rata-rata 20- 30°C terdapat banyak tumbuhan lumut yang tumbuh dengan suhu tersebut. Selain suhu, kelembaban juga mendukung pertumbuhan jenis tumbuhan lumut ini, pada umumnya lumut memerlukan kelembaban yang relatif tinggi untuk menunjang pertumbuhannya. Menurut Ellyzarti (2009) tumbuhan lumut ini dapat hidup pada kisaran kelembaban antara 70% - 98%.

Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa, selain merupakan pemukiman warga penduduk setempat, sebagian kawasan ini juga telah dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Dengan Adanya pengaruh aktivitas masyarakat disekitar kawasan

(8)

terhadap lingkungan tempat tumbuh lumut menyebabkan kawasan tersebut sudah terganggu ekosistemnya, khususnya bagi habitat lumut yang menyukai tempat-tempat yang lembab seperti dibawah naungan pohon. Hal ini telah dibuktikan oleh Putrika (2009), bahwa dengan terbukanya kawasan akan mengurangi keanekaragaman tumbuhan lumut. Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa, lokasi tersebut sudah mengalami suatu perubahan lingkungan dengan adanya penebangan liar dan pemanfaatan lahan oleh masyarakat, dan selain itu juga sudah dijalankan perencanaan pembukaan tempat wisata air terjun, sehingga kawasan tersebut mengalami penurunan spesies. Hasil pengukuran suhu yang ditemukan di lokasi penelitian di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa, menunjukan kisaran antara 28-30 °C, keadaan suhu seperti ini mendukung untuk pertumbuhan lumut. Seperti yang dijelaskan (Ellyzarti, 2009), pada suhu rata-rata 10-30 °C, terdapat banyak jenis tumbuhan lumut yang tumbuh di tempat suhu tersebut. Tumbuhan lumut di Kawasan Pegungan Duasen Tohupodaa tumbuh di tempat-tempat yang lembab dan basah, dilihat dari kelembaban yang terdapat di kawasan tersebut yang mencapai 89-94%. Seperti yang dijelaskan Ellyzarti (2009), lumut dapat hidup pada kisaran kelembaban70-98%.

Selain suhu dan kelembaban, intensitas cahaya juga sangat mempengaruhi pertumbuhan lumut. Intensitas cahaya yang terdapat Kawasan Pegungan Duasen Tohupodaa berkisar antara 95,3 – 110,5 cd. Intensitas cahaya tersebut merupakan intensitas cahaya yang dibutuhkan lumut dalam pertumbuhannya, hal ini dijelaskan juga oleh Putrika (2012) bahwa lumut dapat tumbuh dengan intensitas cahaya optimal 10.000 lux mencapai yang diperlukan dalam proses fotosintesis.

Lumut yang terdapat di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa umumnya tumbuh pada substrat berupa pohon, batu, dan tanah. Menurut Putrika (2012), tumbuhan lumut dapat hidup dimana saja. Hal ini menjelaskan bahwa 5tumbuhan lumut yang ditemukan banyak tidak hanya terdapat pada pohon tapi juga di batu dan di tanah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa maka dapat disimpulkan bahwa ditemukan 5 jenis tumbuhan lumut yaitu Isothecium myosuroides, Thuidium kiesense, Antitrichia californica, Hylocomium splendens, dan Antitirichia curtipendula. Kelima jenis tumbuhan lumut ini ditemukan habitatnya pada pohon dan batu yang basah atau lembab, dengan kisaran suhu 28 - 30 °C, kelembaban berkisar antara 89 % - 94 %, dan intensitas cahaya 95,3 cd – 110, 5 cd.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih mandalam tentang identifikasi tumbuhan lumut (Bryophyta) di Kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa yang belum sempat dijelajah, serta peranannya bagi ekosistem di kawasan Pegunungan Duasen Tohupodaa.

(9)

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti. 2006. Koleksi Bryophyta Tanaman Lumut Kebun Raya Cibodas. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas: Lembaga Ilmu P engetahuan Indonesia.

Ellyzarti. 2009. Kekayaan Jenis Tumbuhan Lumut di Gunung Pesawaran Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman, Propinsi Lampung. Seminar Hasil Penelitian & PengabdianKepada Masyarakat. Di akses 03 april 2014. Elena, 2011.Jenis-Jenis Lumut Polytrichales Di Kawasan Cagar Alam Lembah

Anai Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Skripsi. Fakultas Matem atika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Andalas Padang. Tersed ia:http://repository.unand.ac.id/17301/1/skripsi_elena.pdf. Di akses 03 Juni 2014

Hasan, M. Dan Ariyanti, N. S. 2004. Mengenal Bryophyta (Lumut) Taman Nasion al Gunung Gede Pangrango. Volume 1. Balai Taman Nasional Gunu ng Gede Pangrango, Cibodas. Tersedia:http://faperta.ugm.ac.id/downlo ad/publikasi_dosen//pdf/Berita%20Biologi%202009%20%28Bb%2012 %29.pdf. Diakses 03 Juni 2014.

Kartawinata, K. 2010. Dua Abad Mengungkap Kekayaan Flora dan Ekosistem Indonesia. Bidang Lingkungan, Pusat Penelitian Biologi,Lembaga Ilmu Indonesia (LIPI), Jakarta. Tersedia:http://www.unesco.or.id/download/ KUSWATA_DUA_%20ABAD_FLORA_and_EKOSISTEM.pdf. Diakses 05 Juni 2014.

Putrika A. 2009. Keanekaragaman marga lumut sejati dan lumut hati di wilayah hutan kota dan FMIPA Universitas Indonesia Depok [skripsi]. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Di akses 5 juli 2013

Putrika, 2012. Komunitas Lumut Epifit Di Kampus Universitas Indonesia Depok,f akultas matematika dan ilmu pengetahuan alam, UI., Tesis. Di akses 5 januari 2014.

Wahyono, Tarsoen. 2008. Bentuk struktur dan lingkungan Bio-fisik sungai. Seminar dan Konggres Geografi Nasional. Universitas Pendidikan Indonesia.

Windadri, F. I. 2007. Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton,SulawesiTenggara.Volu me:8,Nomor3. Tersedia di:http://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0803/ d080307.pdf. Diakses 8 oktober 2013.

Windadri, F. I. 2009. Keanekaragaman Lumut di Resort Karang Ranjang, Taman Nasional Ujung Kulon Banten. Jurnal Teknik Lingkungan vol:1

(10)

0 no1: 1925.Tersedia di:http://ejournal.unri.ac.id/index.Php/JK/article/v iewFile. Diakses 8 Oktober 2013.

Gambar

Tabel  3.1  Hasil  Identifikasi  Tumbuhan  Lumut  Yang  Terdapat  Di  Kawasan  Pegunungan Duasen Tohupodaa

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan karena lebih banyak informan yang memberikan pemaknaan setelah memberi pemahaman terhadap iklan layanan masyarakat versi boleh gaul tapi ingat

Sampel tiap variasi dalam penelitian ini adalah 8 benda uji silinder diameter 15 cm dan tinggi 30 cm untuk pengujian tekan dan 2 benda uji balok ukuran 15x15x60 cm untuk

Pengaruh risiko pasar diukur dengan IRR terhadap ROA dapat positif dan negatif.Karena apabila IRR mengalami kenaikan maka terjadi peningkatan IRSA lebih besar dari

Implementasi metode Murray-Varley Bridge dalam penelitian ini untuk mendeteksi letak hubung singkat kabel listrik dilakukan dengan menggunakan sensor tegangan listrik

Hubungan antara keterlibatan kerja dan kepuasan kerja karyawan tidak mendapat dukungan yang cukup kuat dalam penelitian ini, ditunjukkan dengan kesesuaian arah

Hasil penelitian dan pembahasan tentang ”Peningkatan Prestasi Belajar Materi Bilangan Berpangkat melalui Pendekatan Discovery Learning dalam Pembelajaran Matematika pada Peserta

Berdasarkan uraian di atas, komparasi hasil demagnetisasi menggunakan metode tegangan DC variatif –frekuensi konstan terhadap nilai arus inrush pada inti transformator

User Interface System untuk penentuan warna obyek hasil center plotting Proses terakhir dari system pengujian warna adalah pproses penentuan warna pbyek hasil center