• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tempat Penelitian. Dengan batas wilayah utara Desa Sraten, selatan Desa Polobogo,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Tempat Penelitian. Dengan batas wilayah utara Desa Sraten, selatan Desa Polobogo,"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian

Desa Gedangan sebagai tempat dilakukannya penelitian, merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Tuntang. Dengan batas wilayah utara Desa Sraten, selatan Desa Polobogo, timur Desa Kecandran, dan barat berbatasan dengan Desa Kalibeji. Desa ini terdiri atas 7 dusun yaitu dusun Bandungan, Jaten, Bendo, Dempel, Karangnongko, Gedangan dan Padaan.

Jumlah penduduk desa berdasarkan profil tahun 2010 adalah 4365 orang dengan 2162 Laki-laki dan 2203 Perempuan, dengan 1246 KK. Dari jumlah tersebut terdapat 356 balita. Dengan masing-masing jumlah balita setiap dusun adalah 66 balita di dusun Bandungan, 48 balita di dusun Jaten, 28 balita di dusun Bendo, 31 balita di dusun Dempel, 54 balita di dusun Karangnongko, 65 balita di dusun Gedangan, dan 84 balita di dusun Padaan.

Pada umumnya mata pencaharian masyarakat desa Gedangan adalah wiraswasta, kemudian diikuti pegawai swasta dan buruh. Beberapa jenis mata pencaharian masyarakat dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut :

(2)

40 Tabel 4.1 Jenis Mata Pencaharian Masyarakat Desa Gedangan

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah

1 Wiraswasta 733

2 Pegawai Swasta 719

3 Buruh 490

4 Petani 397

5 Ibu Rumah Tangga 264

6 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 67

7 Pedagang 44

8 Guru/Dosen 30

9 TNI 22

10 Polisi 10

Total 2776

Sumber : Profil Desa Gedangan, 2010

4.2 Gambaran Kesehatan Masyarakat Desa Gedangan 4.2.1 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Desa Gedangan

Dalam bidang kesehatan, desa Gedangan memiliki 1 buah Puskesmas dan 1 buah poskesdes, dan memiliki 2 orang bidan desa. Puskesmas Gedangan terletak di Dusun Padaan. Puskesmas ini memiliki 19 tenaga kesehatan, yang terdiri dari 2 orang dokter umum, 1 orang dokter gigi, 7 orang bidan, 6 orang perawat, 1 orang ahli gizi, 1 orang petugas laboratorium dan 1 orang petugas farmasi. 1 buah Poskesdes terletak di Dusun Bandungan dan terdapat di rumah salah 1 bidan desa. 1 orang bidan memiliki latar belakang pendidikan D3. 1 bidan yang lain memiliki latar belakang pendidikan D3 dan S1 Keperawatan. (Profil desa Gedangan, 2010)

(3)

41 4.2.2 Gambaran Kesehatan Masyarakat Desa Gedangan

Tabel 4.2 Kejadian Kesakitan Masyarakat Desa Gedangan Tahun 2012

Jenis Kesakitan Jumlah Penderita Presentase (%)

ISPA 259 73,4

Febris (tanpa diketahui penyebabnya) 36 10,2

Diare 32 9 Pneumonia 8 2,3 Diare Berdarah 8 2,3 Febris Tipoid 6 1,7 Morbili 4 1,1 Jumlah 353 100

Sumber : Profil Puskesmas, 2012

Tabel 2 memperlihatkan angka kesakitan berdasarkan jenis penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat Gedangan pada tahun 2012. Jumlah penderita tertinggi 259 orang (73,4 %) dengan jenis penyakit ISPA. Pada urutan kedua yaitu febris/demam (tanpa diketahui penyebabnya) berjumlah 36 orang dengan presentase 10,2 %. Urutan ketiga dengan jumlah penderita 32 orang jenis penyakitnya diare dengan presentase 9 %. Pada urutan keempat dan kelima sama, karena jumlah penderita sama-sama 8 orang dengan presentase masing-masing 2,3 % yaitu penyakit pneumonia dan diare berdarah. Febris tipoid atau demam tipoid berada pada urutan keenam dengan jumlah penderita 6 orang (1,7 %). Sedangkan morbili atau campak berada pada urutan terakhir dengan jumlah penderita 4 orang (1,1 %).

(4)

42 4.2.3 Gambaran Kesehatan Balita di Desa Gedangan

Dari Posyandu Salak 6, didapatkan data balita berjumlah 65 anak. Pelayanan yang diberikan di Posyandu berupa penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan balita yang dilakukan oleh kader-kader Posyandu. Serta pemberian imunisasi serentak kepada balita jika ada program imunisasi nasional dari pusat yang dilakukan oleh petugas Puskesmas.

Data yang didapatkan dari Posyandu tampak 2 anak berada di bawah garis merah. Penyakit-penyakit seperti mencret, pilek dan batuk merupakan 3 penyakit yang paling sering dilaporkan orangtua kepada petugas Posyandu ketika garis KMS anak terlihat turun.

4.3 Karakteristik Riset Partisipan

Riset partisipan dalam penelitian ini adalah keluarga miskin yang memiliki anak balita, yang bertempat tinggal di Desa Gedangan. Dengan jumlah riset partisipan terdiri dari 5 orangtua terutama ibu dan 5 anak. Adapun penentuan jumlah riset partisipan ini dilakukan dengan menentukan secara langsung keluarga yang akan diteliti berdasarkan dari data awal yang didapatkan dari Dinas Sosial Kecamatan Tuntang dan data dari Kelurahan Gedangan. Terdapat 83 keluarga fakir miskin berdasarkan data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dari Dinsos, dan terdapat 275 KK (32 balita) berdasarkan data Keluarga Pra Sejahtera (KPS)

(5)

43 Rawan Ekonomi dan Anggota Keluarganya dari Kelurahan. Dari kedua data tersebut dicocokkan keluarga mana saja yang tercantum dikedua data. Akhirnya didapatkan 5 keluarga yang menjadi riset partisipan. Kelima balita dari masing-masing riset partisipan tercatat dalam data dari Posyandu Salak 6.

Tabel 4.3 Karakteristik Riset Partisipan

No. Karakteristik Nama Riset Partisipan Tingkat Pendidikan Umur (tahun) Kriteria Balita Pekerjaan Kepala Keluarga Agama Alamat 1 MM SD 37 Laki – laki (2 tahun 11 bulan)

Buruh Islam Gedangan

2 RY SMP 34

Perempuan (3 tahun 10 bulan)

Buruh Islam Gedangan

3 BQ SD 27

Laki – laki (3 tahun 5 bulan)

Buruh Islam Gedangan

4 SY SD 42

Perempuan (2 tahun 7

bulan)

Buruh Islam Gedangan

5 DM SD 21

Laki – laki (2 tahun 5 bulan)

Buruh Islam Gedangan

(6)

44 4.4 Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada 5 keluarga, ditemukan perbedaan dari masing-masing riset partisipan beserta balitanya. Perbedaan tersebut terletak pada tingkat pendidikan pelaku pengasuhan, jenis kelamin balita, status gizi dan kesehatan balita, jumlah konsumsi makan balita, serta kebiasaan makan balita.

4.4.1 Riset Partisipan 1

a. Identitas Riset Partisipan 1

Ibu MM berusia 37 tahun, hanya menyelesaikan pendidikan setara SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Suami ibu MM yaitu bapak PN berusia 34 tahun, sama halnya dengan ibu MM yang hanya menyelesaikan pendidikan setara SD. Sebagai kepala rumah tangga, bapak PN bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik pembuatan batako. Ibu MM merupakan warga asli desa Gedangan. Ibu MM memiliki seorang anak balita laki-laki (HR) yang berumur 2 tahun 11 bulan.

b. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Riset Partisipan 1 Untuk mengukur status gizi, peneliti menggunakan pengukuran antopometri, yaitu berat badan, tinggi badan, dan umur. Dari hasil penimbangan terakhir pada bulan Januari 2013 ditemukan berat badan anak HR 10,8 kg dan tinggi badan 78 cm.

(7)

45 Grafik KMS menunjukkan data antopometri berat badan anak HR dari lahir sampai bulan Januari 2013.

Grafik 4.1 Grafik KMS Anak Riset Partisipan 1

Menurut ibu MM, anaknya rutin dibawa ke posyandu jika ibu keluarga ibu MM tinggal di Gedangan, namun ketika berada di rumah mertua dan waktunya bersamaan dengan waktu datang ke posyandu maka ibu MM tidak membawa anaknya ke posyandu. Ibu MM juga mengerti kegunaan KMS serta maksud grafik dari KMS tersebut. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Nak pas neng Gedangan rutin tak timbangke mbak, tapi kadang kan sok ning Mbeji, dadine nak pas neng kono yo ora tak timbangke.” (I. 26)

(kalau sedang berada di Gedangan rutin saya bawa ke Posyandu mbak, tapi terkadang kan sering ke Mbeji, jadinya kalau disana tidak saya bawa ke Posyandu)

“Yo ben reti timbangane anak ki nambah opo mlorot, ngono mbak. Ngko nak garise midun berarti bocah gek ra sehat.” (I. 27) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Bu lan ke 2 7 12 5 10 3 8 1

BB Anak Tiap Bulan (Kg)

Garis Merah Berat Rataan Anak Normal

(8)

46

(Ya supaya tahu berat badan anak itu tambah apa turun, gitu mbak. Nanti kalau garisnya turun berarti anak sedang tidak sehat)

Tabel 4.4 Status Gizi Anak Riset Partisipan 1

Indeks Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi

BB/U -1,7 -2 SD s/d 2 SD Gizi Baik

TB/U -4,3 <-3 SD Sangat Pendek

BB/TB 1,4 -2 SD s/d 2 SD Normal

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa status gizi anak HR berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) memiliki nilai

Z-Score -1,7. Nilai ini berada pada rentang -2 SD s/d 2 SD yang

berarti memiliki kategori status gizi baik. Indeks tinggi badan menurut umur memiliki nilai Z-Score -4,3. Nilai ini <-3 SD yang berarti memiliki kategori status gizi sangat pendek, sedangakan berat badan menurut tinggi badan memiliki nilai Z-Score 1,4. Nilai ini berada pada rentang -2 SD s/d 2 SD yang berarti memiliki kategori status gizi normal.

Menurut ibu MM, dalam 1 bulan sekali anaknya pasti terserang sakit flu. Terakhir terserang batuk adalah ketika berusia 1,5 tahun. Saat ini anak HR mengalami sakit kulit gatal pada bagian pipi sebelah kanan. Usaha ibu MM untuk menangani masalah sakit pada anak adalah membawa ke Puskesmas atau ke tenaga kesehatan lain seperti mantri dan bidan. Sedangkan untuk sakit

(9)

47 kulit, ibu MM biasa menaburkan bedak gatal pada bagian yang sakit.

“Nak HR ki sasate sesasi pisan ki mesti pilek. Terakhir watuk ki umur 1,5 tahun. Tapi nak pilek ki mesthi sesasi pisan kui wes mesthi mbak.” (I. 18)

(Kalau HR itu satu bulan sekali pasti pilek. Terakhir sakit batuk ketika berumur 1,5 tahun. Tapi kalau pilek selalu sebulan sekali sudah pasti mbak)

“Biasane tak gowo neng Puskesmas mbak, neng kono lak ra mbayar. Tur meneh HR ki diobatke nengdi-nengdi cocok. Terkadang neng nggone pak mantri nekra bu bidan. Aku barang ki nak prisan po opo yo neng Puskesmas we cocok. Wingi aku bar nyopot KB ku iki mbak.” (I. 19)

(Biasanya saya bawa ke Puskesmas mbak, disana kan tidak dipungut biaya. Apalagi HR jika berobat kemanapun cocok. Terkadang juga saya bawa ke tempat mantri atau bidan. Saya juga kalau periksa di Puskesmas cocok. Kemarin saya lepas KB disana mbak.)

“Alah emboh mbak, saiki wes reti dolan paling keno uler neng kebon. Iki we wes mending mbak wong tak kei wedak gatel herocyn, wingenane ki ombomen kok.” (I. 16) (Ah tidak tahu mbak, sekarang sudah tahu main sendiri paling terkena ulat di kebun. Ini sudah agak mendingan mbak karena saya olesi pakai bedak gatal herocyn, sebelum saya beri obat, luka gatalnya luas)

c. Konsumsi Makan Balita

Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi balita menggunakan food recall 3 x 24 jam, tingkat asupan makan berupa tercukupinya angka kebutuhan energi dan protein. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari

(10)

48 menurut usia anak HR (2 tahun 11 bulan) adalah 1250 kkal untuk kecukupan energi dan 23 gram untuk kecukupan protein.

Dari hasil konversi bahan makanan yang dikonsumsi anak HR, pada hari pertama menunjukkan konsumsi energi sebesar 441,5 kalori dan 25,2 gram untuk konsumsi protein. Untuk hari kedua, konsumsi energi sebesar 543 kalori dan konsumsi protein sebesar 28,6 gram. Sedangkan pada hari ketiga besar konsumsi energi adalah 556 kalori dan konsumsi protein sebesar 21,2 gram. Jadi rata-rata konsumsi energi anak HR adalah sebesar 513,5 kalori. Sedangkan rata-rata konsumsi protein anak HR adalah sebesar 25 gram. Angka rata-rata konsumsi energi anak HR tersebut kurang dari angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (orang per hari), namun angka rata-rata konsumsi proteinnya sudah tercukupi.

d. Tabiat/Kebiasaan Makan Anak

Kebiasaan makan anak HR saat ini menurut penuturan ibu MM adalah mudah makan setelah tidak minum susu, dalam sehari anak HR makan 3 kali, dan anak HR menyukai makanan yang berkuah. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut :

“Paringane saiki ndang wes ra mimik susu ki gelem maem mbak, yo gampanglah le maem daripada mbiyen. Tapi yo kui senenge sing dudoh-dudoh koyo sop, jangan bening, bobor. Nak lawoh sak-sake mbak, sak enenge, tahu tempe. Jane paling seneng lele. Nak pas eneng neng tukang sayur sok tak tukoke gawe maem ping 3.” (I. 9)

(11)

49

(Bersyukur sekarang setelah tidak minum susu mau makan mbak, ya lebih mudah makan lah daripada dulu. Tapi ya itu sukanya yang berkuah seperti sup, sayur bening, sayur bobor. Kalau lauk apa saja mbak, seadanya, tahu tempe. Sebenarnya paling suka ikan lele. Kalau lagi ada di tukang sayur kadang saya belikan buat makan 3 kali.)

Dari hasil observasi peneliti, ketika peneliti datang ke rumah riset partisipan 1 terlihat bahwa anak HR sedang makan sate dan menghabiskan satu porsi makanan yang terdiri dari tiga tusuk sate dan satu bungkus lontong yang sudah dipotong-potong.

Namun menurut penuturan ibu MM, ketika anak HR masih minum susu, anak HR mengalami masalah sulit makan. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Iki we gek ntes-ntes mbak le gelem maem, yo ndang wes ra mimik susu kui to. Mbiyen pas jek umur karo tengah sampe rong taunan kae mbak angil maeme, geleme mimik susu tok.” (I. 12)

(Ini baru-baru saja mau makan mbak, ya setelah tidak minum susu itu. Dulu ketika umur satu setengah sampai dua tahun sulit sekali makan, maunya minum susu saja.)

e. Tanggapan dan Penanganan Sulit Makan

Riset partisipan 1 memahami apa yang dimaksud sulit makan. Menurut ibu MM, sulit makan berarti ketika waktunya makan dan diambilkan makan, anak sama sekali tidak mau memakan makanan yang diambilkan. Si anak sendiri bilang tidak mau makan kepada ibunya. Bahkan ketika disuapi mulut anak ditutup rapat atau kadang ditutup menggunakan tangan. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut :

(12)

50

“Dadi ngene mbak, nak pas jatahe maem tak jipuke maem ki wegah-wegah tenan. Emoh mak emoh maem, ngono mbak le muni. Tak dulang ki yo mingkem kem mbak mulute ki, kadang ditutupi nggo tangane ngono mbak.” (I. 13)

(Jadi begini mbak, jika pas waktu makan saya ambilkan makanan itu dia benar-benar tidak mau makan. Dia bilang tidak mau mak tidak mau makan begitu. Saya suapi makan juga mulutnya ditutup rapat, terkadang juga ditutup menggunakan tangannya.)

Tanggapan ibu MM ketika anak mengalami sulit makan adalah bingung, sedih dan jengkel.

“Wes pokoke campur aduk. Yo bingung, yo sedih, yo jengkel. Bingung piye carane gen anakku gelem maem, sedih nak ra gelem maem awake entek. Tapi yo jengkel wong nak dipekso-pekso maem kok yo angelmen.”(I. 14)

(Pokoknya campur aduk. Ya bingung, sedih dan jengkel. Bingung memikirkan bagaimana cara supaya anak saya mau makan, sedih karena jika tidak makan badannya jadi makin kurus. Jengkel karena dipaksa makan susah.)

Upaya yang dilakukan ibu MM ketika anaknya mengalami sulit makan adalah ketika waktu makan anak digendong kemudian tangan anak dijepit menggunakan satu tangan ibu, lalu si anak disuapi makanan dengan dipaksa. Selain itu anak dirayu akan diajak ke tempat neneknya jika menghabiskan makan atau dibohongi jika tidak menghabiskan makan maka akan diculik setan. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Mbiyen sok teko tak pekso tak gendong trus tangane tak kempit teko tak dulang, tapi yo sing payah mbokne, malah segone ki disemburke aku kok mbak. Nekra yo tak jak jalan-jalan karo tak rayu-rayu kon maem. Nak wes tak rayu tak apusi kadang gelem ngemplok raketang 3 sendok.” (I. 14)

(13)

51

(Dulu sering saya paksa saya gendong kemudian tangannya saya jepit di ketiak lalu saya suapi, tapi yang sial ibunya, karena nasi yang sudah masuk mulut malah disemburkan kepada saya. Kalau tidak ya saya ajak jalan-jalan sambil saya bujuk buat makan. Kalau sudah saya bujuk saya bohongi seperti itu terkadang mau makan meskipun hanya 3 sendok suapan.)

“Tak rayu nak mengko ra dijak tindak nggone mbah Mbeji, nekra ngko nak ra maem digondol wewe. Ngono kui mbak.” (I. 14)

(Saya bujuk saya bohongi jika nanti tidak diajak ketempat nenek Mbeji, kalau tidak jika dia tidak mau makan nanti diculik setan. Gitu mbak.)

4.4.2 Riset Partisipan 2

a. Identitas Riset Partisipan 2

Ibu RY berusia 34 tahun, memiliki tingkat pendidikan SMA (dalam KK) namun menurut cerita dari ibu RY sendiri bahwa ia hanya menyelesaikan pendidikan sampai kelas 4 SD. Ibu RY bekerja sebagai ibu rumah tangga. Suami ibu RY yaitu bapak MK berusia 43 tahun, memiliki tingkat pendidikan setara SD dan bekerja sebagai buruh bangunan. Suami ibu RY merupakan warga asli desa Gedangan sedangakan ibu RY bukan merupakan warga asli, sehingga semenjak menikah dengan bapak MK, ibu RY mengikuti suami menjadi warga Gedangan. Ibu RY memiliki seorang anak perempuan (anak NY) berusia 3 tahun 10 bulan.

b. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Riset Partisipan 2 Untuk mengukur status gizi, peneliti menggunakan pengukuran antopometri, yaitu berat badan, tinggi badan, dan umur. Dari hasil penimbangan terakhir pada bulan Januari 2013

(14)

52 ditemukan berat badan anak NY 12,5 kg dan tinggi badan 82 cm. Grafik KMS menunjukkan data antopometri berat badan anak NY dari lahir sampai bulan Januari 2013.

Grafik 4.2 Grafik KMS Anak Riset Partisipan 2

Menurut ibu RY, dia rutin membawa anaknya ke Posyandu. Ibu RY tidak membawa anaknya ke Posyandu hanya ketika ada acara yang waktunya bersamaan dengan penimbangan di posyandu saja. Ibu RY juga memahami kegunaan KMS serta maksud dari grafik pada KMS.

“Biasane rutin mbak, tapi nggih pernah mboten nimbangke wong ngepasi enten acara.” (II. 18)

(Biasanya rutin mbak, tapi ya pernah tidak saya bawa karena ada acara yang bersamaan.)

“Damel nyateti tinggi badan kalih berat badane anak mbak.” (II. 19) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Bu lan ke 3 8 1 6 11 4 9 2 7 12

BB Anak Tiap Bulan (Kg)

Garis Merah Berat Rataan Anak Normal

(15)

53

(Untuk mencatat tinggi bdan dan berat badannya anak mbak.)

“Nggih niku nandake nak timbangane midun, bocahe gek mboten sehat, ngoten mbak sakretiku.” (II. 20)

(Ya itu menandakan jika berat badannya turun, anaknya sedang tidak sehat, setahu saya begitu mbak.)

Tabel 4.5 Status Gizi Anak Riset Partisipan 2

Indeks Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi

BB/U -1,3 -2 SD s/d 2 SD Gizi Baik

TB/U -4,6 <-3 SD Sangat Pendek

BB/TB 2,8 -2 SD s/d 2 SD Normal

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa status gizi anak NY berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) memiliki nilai

Z-Score -1,3. Nilai ini berada pada rentang -2 SD s/d 2 SD yang

berarti memiliki kategori status gizi baik. Berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) memiliki nilai Z-Score -4,6. Nilai ini <-3 SD yang berarti memiliki kategori status gizi sangat pendek, sedangkan indeks berat badan menurut tinggi (BB/TB) memiliki nilai Z-Score 2,8. Nilai ini berarti memiliki kategori status gizi normal.

Menurut ibu RY, anaknya NY jarang sakit. Biasanya anak NY sering terserang demam, batuk maupun pilek. Namun satu bulan sekali belum tentu mengalami masalah kesehatan tersebut.

(16)

54 Usaha yang dilakukan ibu RY jika anaknya sakit adalah memberikan obat yang dibeli di warung, jika belum sembuh maka ibu RY akan membawa anaknya ke Puskesmas. Berikut pernyataan ibu RY yang mendukung informasi tersebut.

“Niku mungkin pas mboten sehat mbak, biasa cah cilik kan gampang loro. Tapi nggih paringane NY niku arang sakit mbak. Sesasi pisan durung mesthi nak sakit. Lha nak pas sakit ngoten niku mbak maeme radi angel.” (II. 21) (Itu mungkin ketika tidak sehat mbak, biasa anak kecil kan lebih mudah sakit. Tapi ya bersyukur NY itu anaknya jarang sakit mbak. Satu bulan sekali belum tentu sakit. Lha kalau sedang sakit seperti itu makannya jadi agak susah.)

“Palingan panas, watuk karo pilek mbak.” (II. 26) (Paling sakit panas, batuk dan pilek mbak.)

“Nak panas biasane sok tak padoske obat bodrexin ngoten mbak. Tapi nak mboten mendo nggih tak beto ten Puskesmas.” (II. 27)

(Jika panas biasanya saya carikan obat seperti bodrexin. Tapi jika panas belum turun saya bawa ke Puskesmas.)

c. Konsumsi Makan Balita

Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi balita menggunakan food recall 3 x 24 jam, tingkat asupan makan berupa tercukupinya angka kebutuhan energi dan protein. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari menurut usia anak NY (3 tahun 10 bulan) adalah 1250 kkal untuk kecukupan energi dan 23 gram protein.

Dari hasil konversi bahan makanan yang dikonsumsi anak NY, pada hari pertama menunjukkan konsumsi energi sebesar 485,3 kalori dan 16,1 gram untuk konsumsi protein. Untuk hari

(17)

55 kedua, konsumsi energi sebesar 488,8 kalori dan konsumsi protein sebesar 27,3 gram. Sedangkan pada hari ketiga besar konsumsi energi adalah 642,8 kalori dan konsumsi protein sebesar 22,1 gram. Jadi rata-rata konsumsi energi anak NY adalah sebesar 538,9 kalori. Sedangkan rata-rata konsumsi protein anak NY adalah sebesar 21,8 gram. Angka rata-rata tersebut kurang dari angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (orang per hari).

d. Tabiat/Kebiasaan Makan Anak

Menurut penuturan ibu RY, anaknya tidak mengalami masalah sulit makan. Bahkan dalam hal makan, anak NY tidak memilih-milih makan. Apapun makanan yang disediakan dan dimasak ibu RY selalu dimakan. Setiap satu porsi makan yang diberikan oleh ibu selalu dihabiskan. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut :

“Paringane ki NY mboten nate angel maem kok mbak. Wong maem kalih jangan pare sing pait men doyan kok mbak. NY niku paringane mboten pileh-pileh maem. Pokoke kulo masak nopo mawon teko kanggo, teko dimaem mbak. Kulo nggih dados wong tuo bersyukur, nak mirsani putrane wong liyo ki sok angel maem, kadang sampe mbokne sok bingung piye carane kersane anake purun maem. Lha niku tonggone kulo wonten sing tiap maem niku kudu ditumpake sepeda motor mbak, nak mboten dituruti nggih mboten purun maem blas.” (II. 13)

(Bersyukur NY ini tidak sulit makan kok mbak. Kalau makan dengan sayur pare yang pahit saja doyan kok mbak. NY itu kalau makan tidak pilih-pilih makanan. Pokoknya saya masak apa saja mau, pasti dimakan mbak. Saya juga jadi orangtua bersyukur, jika melihat anak orang lain sering sulit makan, terkadang sampai ibunya bingung bagaimana caranya supaya anak mau

(18)

56

makan. Lha itu tetangga saya ada yang jika anaknya makan harus dinaikkan ke sepeda motor, jika tidak dituruti ya tidak mau makan sama sekali mbak)

“Mesthi dientekke mbak, gampang kok NY ki maeme.” (II.

15)

(Pasti dihabiskan mbak, makannya NY mudah kok.)

Untuk makan, anak NY sering meminta sendiri kepada ibunya. Tetapi terkadang ibu RY sudah menyiapkan makan untuk anak ketika masuk jam makannya anak. Anak NY sendiri sering memakan makanannya sendiri, namun terkadang juga disuapi ibunya.

“Mboten mesthi kok mbak, kadang-kadang purun maem dewe, kadang-kadang nggih nyuwun dulang. Wong nak maem men sok nyuwun kiyambak mbak, tapi kadang nggih mpun kulo cepaki riyin.” (II. 16)

(Tidak pasti kok mbak, kadang-kadang mau makan sendiri, kadang juga minta disuapi. Kalau makan saja sering minta sendiri, tapi kadang juga sudah saya siapkan dulu.)

Dari hasil observasi peneliti, anak NY memang terlihat gampang makan. Ini terlihat dari porsi makan yang dihabiskan meskipun makan disuapi dan hanya makan nasi dan sayur tanpa lauk.

Meskipun anak dari riset partisipan 3 tidak mengalami sulit makan, namun anak NY pernah mengalami masalah sulit makan, yaitu ketika sakit.

“Niku mungkin pas mboten sehat mbak, biasa cah cilik kan gampang loro. Tapi nggih paringane NY niku arang sakit mbak. Sesasi pisan during mesthi nak sakit. Lha nak pas sakit ngoten niku mbak maeme radi angel.” (II. 21)

(19)

57

(Itu mungkin ketika tidak sehat mbak, biasa anak kecil kan lebih mudah sakit. Tapi ya bersyukur NY itu anaknya jarang sakit mbak. Satu bulan sekali belum tentu sakit. Lha kalau sedang sakit seperti itu makannya jadi agak susah.)

e. Tanggapan dan Penanganan Sulit Makan

Meskipun anak ibu RY tidak mengalami masalah sulit makan, namun ibu RY memahami apa yang dimaksud dengan sulit makan. Menurut ibu RY, sulit makan berarti anak enggan atau malas-malasan untuk makan. Makan sendiri tidak mau, bahkan disuapi juga tidak mau. Jika diambilkan makan, anak tidak menghabiskan porsi makan yang diberikan.

“Nggih kados aras-arasen ngoten niku to. Nak maem males-malesan, maem dewe ngoten nggih wegah. Didulang ngoten niku le mamah suwi, dipundutke maem mboten ditelaske ngoten niku to mbak.” (II. 22)

(Ya seperti malas-malasan makan seperti itu. Jika makan malas-malasan, makan sendiri juga tidak mau, jika disuapi mengunyahnya sangat lama, diambilkan makan juga tidak dihabiskan.)

Tanggapan ibu RY ketika anak mengalami sulit makan adalah biasa saja, namun tetap melakukan upaya supaya anak mau makan.

“Nggih mboten pripun-pripun. Pokoke pripun carane kersane nduk purun maem raketang sitik.” (II. 23)

(Biasa saja. Yang penting saya berusaha supaya anak saya mau makan walaupun sedikit.)

Upaya yang dilakukan ibu RY ketika anaknya mengalami masalah sulit makan adalah dengan menyuapi anak sambil

(20)

58 mengajak jalan-jalan ke tempat saudara. Selain dengan membohongi anak jika tidak makan maka akan disuntik oleh dokter atau jika makannya tidak dihabiskan maka akan dihampiri orang gila.

“Paling kulo apusi nek mboten nggih dulang kalih jalan-jalan ten nggene budhene sebelah mriku mbak?” (II. 23) (Paling saya bohongi kalau tidak saya suapi sambil jalan-jalan ke tempat budhe sebelah situ mbak.)

“Yo nek ora maem ngko disuntik pak dokter, nek mboten nggih nak maeme ora dientekke mengko diparani wong edan.” (II. 24)

(Ya jika tidak mau makan nanti disuntik pak dokter, kalau tidak jika makannya tidak dihabiskan nanti didatangi orang gila)

4.4.3 Riset Partisipan 3

a. Identitas Riset Partisipan 3

Ibu BQ berusia 27 tahun, memiliki tingkat pendidikan SMP dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Sebelumnya ibu BQ pernah bekerja sebagai buruh pabrik rokok, namun suatu ketika ada pengurangan karyawan di pabrik tersebut dan ibu BQ termasuk salah 1 karyawan yang ikut dalam pengurangan. Bapak LM berusia 38 tahun, merupakan suami dari ibu BQ yang bekerja sebagai buruh angkut bahan bangunan. Sebelum menjadi buruh angkut, bapak LM bekerja sebagai pemahat patung. Namun karena pekerjaan yang selalu keluar kota, maka bapak LM memutuskan untuk bekerja sebagai buruh angkut. Keluarga ini memiliki seorang balita laki-laki (anak AZ) yang berusia 3 tahun 5 bulan.

(21)

59 b. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Riset Partisipan 3

Untuk mengukur status gizi, peneliti menggunakan pengukuran antopometri, yaitu berat badan, tinggi badan, dan umur. Dari hasil penimbangan terakhir pada bulan Januari 2013 ditemukan berat badan anak AZ 16,2 kg dan tinggi badan 93 cm. Grafik KMS menunjukkan data antopometri berat badan anak AZ dari lahir sampai bulan Januari 2013.

Grafik 4.3 Grafik KMS Anak Riset Partisipan 3

Menurut ibu BQ, dia rutin membawa anaknya ke Posyandu. Namun dulu yang sering membawa anaknya ke Posyandu adalah nenek dari anak AZ. Ibu BQ pernah tidak membawa anaknya ke posyandu karena lupa bahwa saat itu adalah jadwal penimbangan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Bu lan ke 7 12 5 10 3 8 1 6 11

BB Anak Tiap Bulan (Kg)

Garis Merah Berat Rataan Anak Normal

(22)

60 di Posyandu. Ibu BQ juga memahami kegunaan KMS serta maksud dari grafik pada KMS.

“Biasane rutin mbak, tapi nggih nate kelalen jadwale timbang malah mboten mlampah. Riyin kan jamane kulo nyambut damel ingkang nimbangke AZ mbahe mbak.” (III.

20)

(Biasanya rutin mbak, tapi ya pernah kelupaan jadwalnya ke Posyandu jadi ya tidak berangkat. Dulu waktu saya masih kerja yang membawa AZ ke Posyandu neneknya mbak.)

“Niki damel nyatheti timbangane anak, ngoten mbak. Tapi nggih sing nyatheti petugase posyandu.” (III. 21)

(Ini untuk mencatat berat badan anak, gitu mbak. Tapi ya yang mencatat petugasnya Posyandu.)

“Nggih niku timbangane anak tiap sasi mbak, menawi garise minggah niku sae. Tapi nak mandhap nggih nandake anak timbanganipun mandhap, mboten sehat lah istilahe.” (III. 21)

(Ya itu berat badannya anak tiap bulan, kalau garisnya naik itu bagus. Tapi jika turun ya menandakan berat badan anak turun, istilahnya anak sedang tidak sehat.)

Tabel 4.6 Status Gizi Anak Riset Partisipan 3

Indeks Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi

BB/U 0,37 -2 SD s/d 2 SD Gizi Baik

TB/U -1,35 -3 SD s/d <-2SD Pendek

BB/TB 2,5 -2 SD s/d 2 SD Normal

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa status gizi anak AZ berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) memiliki nilai

Z-Score 0,37. Nilai ini berada pada rentang -2 SD s/d 2 SD yang

berarti memiliki kategori status gizi baik. Berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) memiliki nilai Z-Score -1,35. Nilai ini

(23)

61 berada pada rentang -3 SD s/d <-2 SD yang berarti memiliki kategori status gizi pendek, sedangkan indeks berat badan menurut tinggi badan memiliki nilai Z-Score 2,5. Nilai ini berarti memiliki kategori status gizi normal.

Menurut ibu BQ, dalam satu bulan sekali anaknya belum tentu mengalami sakit. Jika sakit biasanya adalah demam, batuk dan pilek. Biasanya anak AZ mengalami sakit karena tertular teman yang mengalami sakit. Usaha yang dilakukan ibu BQ jika anaknya sakit adalah memberikan obat yang dibeli di warung. Jika sakitnya belum reda, ia membawa anaknya ke Puskesmas. Ibu BQ juga membawa anaknya ke tukang pijat untuk dipijat bila anaknya mengalami sakit batuk yang tak kunjung sembuh.

“Paringane mboten mbak, nak sakit niku paling nggih panas watuk pilek biasa ngoten niku to, biasane ketularan rencange. Niku mawon setunggal sasi sepindah dereng mesthi.” (III. 23)

(Syukur tidak mbak, kalau sakit itu paling panas, batuk, pilek biasa seperti itu itu, biasanya tertular temannya. Itu saja sebulan sekali belum tentu.)

“Nak panas ngoten niko kulo tumbaske bodrexin nopo mixagrip ten warung mbak. Nak mboten mendo nembe kulo beto ten Puskesmas. Kadang nak watuk mboten mantun-mantun kulo pijetke. Lha niko bocahe wangsul mbak.” (III. 24)

(Jika panas saya belikan bodrexin atau mixagrip di warung mbak. Jika tidak reda panasnya baru saya bawa ke Puskesmas. Kadang jika batuk tidak sembuh-sembuh saya bawa ke tukang pijat. Lha itu anaknya pulang mbak.)

(24)

62 Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi balita menggunakan food recall 3 x 24 jam, tingkat asupan makan berupa tercukupinya angka kebutuhan energi dan protein. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari menurut usia anak AZ (3 tahun 5 bulan) adalah 1250 kkal untuk kecukupan energi dan 23 gram protein.

Dari hasil konversi bahan makanan yang dikonsumsi anak AZ, pada hari pertama menunjukkan konsumsi energi sebesar 1020 kalori dan 10,6 gram untuk konsumsi protein. Untuk hari kedua, konsumsi energi sebesar 846,4 kalori dan konsumsi protein sebesar 19,3 gram. Sedangkan pada hari ketiga besar konsumsi energi adalah 653 kalori dan konsumsi protein sebesar 9,4 gram. Jadi rata-rata konsumsi energi anak AZ adalah sebesar 839,8 kalori. Sedangkan rata-rata konsumsi protein anak AZ adalah sebesar 13,1 gram. Angka rata-rata tersebut kurang dari angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (orang per hari).

d. Tabiat/Kebiasaan Makan Anak

Kebiasaan makan anak AZ saat ini menurut penuturan ibu BQ sudah baik setelah anak AZ tidak lagi diberikan susu formula. Anak AZ menyukai makanan seperti mi instan.

“Niko tasih umur karotengah taon mbak, bar kulo sapih kan kulo sambung susu kalih madu. Lha nggih niku, sampe umur kalih setengah taon kinten-kinten. Lha rumongso numbaske susu abot, trus kulo lereni susune.

(25)

63

Ndilalah niko ngrusuhi pakdhene dhahar indomi goreng. Saking mriku niku dugi sakniki nak kalih mi kados kaul, mboten purun leren.” (III. 9)

(Waktu itu masih umur satu setengah tahun mbak, setelah saya sapih kan saya sambung susu formula dan madu. Lha ya itu, sampai umur dua setengah tahun kira-kira. Karena merasa membelikan susu berat, kemudian saya berhenti memberikan susu. Waktu itu anak saya mengganggu pakdhenya yang sedang makan indomi goreng. Dari situ sampai sekarang sangat suka makan mi.)

“Nak sakniki niku mpun gampil mbak, ndang ngertos indomie ngoten niku to. Remene maem kalih mi mawon. Sedinten niku nak maem mi saged ping kalih kok. Nggih sujokno wonten pakdhene, kadang ditumbaske pakdhene mbak.” (III. 6)

(Kalau sekarang sudah mudah makan, setelah tahu indomie itu to. Sukanya makan dengan mi saja. Sehari jika makan mi bisa 2 kali. Untung ada pakdhenya, kadang dibelikan oleh pakdhenya mbak.)

Hal ini juga terlihat dari hasil observasi peneliti ketika datang ke tempat riset partisipan 3, riset partisipan 3 sedang menyuapi anaknya sambil menunggui anaknya bermain di halaman, kemudian anak AZ menghabiskan porsi makan yang diberikan karena anak AZ makan dengan makanan kesukaannya.

Menurut penuturan ibu BQ, anaknya pernah mengalami masalah sulit makan ketika si anak masih sering minum susu formula.

“Riyin niku putrane kulo senenge mung mimik susu kalih mimik madu mbak, dadose toya anget dicampuri madu kalih gendhis sekedhik. Nak maem sekul niku angel sanget kok. Dadose nak didulang niku bocahe malah nangis nyuwune mimik, padahal nggih bar mimik niku.”

(III. 7)

(Dulu itu anak saya sukanya minum susu dan minum madu mbak, jadi air hangat dicampur madu dan gula sedikit. Kalau makan nasi sulit sekali mbak. Jika disuapi

(26)

64

malah anaknya nangis minta minum, padahal juga habis minum.)

e. Tanggapan dan Penanganan Sulit Makan

Ibu BQ memahami apa yang dimaksud sulit makan karena anaknya pernah mengalami masalah tersebut. Menurut penuturan ibu BQ, sulit makan berarti ketika waktunya makan anak disuapi makan tapi tidak mau dan menangis. Terkadang mau memasukkan makanan ke dalam mulut tetapi hanya dihisap-hisap saja dan tidak segera dikunyah.

“Angel maeme AZ niku nggih nak wayahe maem didulang mboten purun kalih nangis. Kadang purun didulang tapi le maem niku naming dimut, suwi niko mbak. Nate kok ajeng kulo dulang malah mlayu mumpet kok.” (III. 8)

(Susah makannya AZ itu ya jika waktunya makan disuapi seperti itu tidak mau sambil menangis. Kadang mau disuapi tapi makannya hanya dihisap-hisap saja, lama sekali mbak. Pernah waktu mau saya suapi malah lari sembunyi.)

Tanggapan ibu BQ ketika anak mengalami sulit makan adalah merasa sebal dan capek.

“Sebel rasane mbak. Kesel ngetotke anak maem tekan ngendi-ngendi nak pas ngono kui.” (III. 11)

(Sebal rasanya mbak. Capek mengikuti anak makan kesana kemari jika sulit makan.)

Upaya yang telah dilakukan ibu BQ saat mengatasi sulit makan pada anaknya adalah dengan membawa nak ke tukang pijat. Selain itu juga mengajak jalan-jalan anak sambil menyuapi,

(27)

65 dan juga membohongi anak jika dia mau memakan makanannya maka akan dibelikan sesuatu.

“Pokoke nak mlayu ngoten niku kulo tutke kalih kulo dulang, dadose nak maem niku kalih mlaku-mlaku mbak. Pokoke mboten ketang rong mplokan telung mplokan sing penting kelebon sekul. Terkadang nggih kulo rayu kulo apusi, nak purun maem mangkih tumbaske milkuat ngoten. Pas mboten purun maem niko nggih nate kulo pijetke mbak, kersane purun maem, sopo ngertos nak nggen wetenge suloyo.” (III. 10)

(Pokoknya kalau lari saya ikuti sambil saya suapi, jadinya kalau makan itu sambil jalan-jalan mbak. Pokoknya meskipun dua sampai tiga suapan yang penting kemasukan nasi. Terkadang saya rayu dan bohongi, kalau mau makan dibelikan milkuat. Waktu tidak mau makan pernah saya bawa ke tukang pijat, supaya mau makan, siapa tahu kalau perutnya bermasalah)

“Walah mboten ngganggu, wong niki nggih nembe ndulang kalih nunggoni AZ dolanan. Nggo mlebet nggo.” (Tidak mengganggu, ini juga sedang menyuapi sambil menunggu AZ bermain. Mari masuk.)

4.4.4 Riset Partisipan 4

a. Identitas Riset Partisipan 4

Ibu SY berusia 42 tahun, memiliki tingkat pendidikan setara SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ibu SY memiliki suami yaitu bapak ST yang berusia 44 tahun juga memiliki tingkat pendidikan setara SD dan bekerja sebagai buruh serabutan. Ibu SY merupakan warga asli Gedangan sedangkan bapak ST berasal dari

(28)

66 Sumatera, namun sudah menetap di desa Gedangan. Keluarga ini memiliki 3 anak perempuan, anak yang pertama berusia 19 tahun memiliki tingkat pendidikan SMP dan sekarang sudah bekerja di pabrik garment, anak yang kedua berusia 17 tahun sedang bersekolah di sebuah SMK, dan anak yang ketiga seorang balita perempuan (anak HM) berusia 2 tahun 7 bulan.

b. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Riset Partisipan 4 Untuk mengukur status gizi, peneliti menggunakan pengukuran antopometri, yaitu berat badan, tinggi badan, dan umur. Dari hasil penimbangan terakhir pada bulan Januari 2013 ditemukan berat badan anak HM 8,3 kg dan tinggi badan 73 cm. Grafik KMS menunjukkan data antopometri berat badan anak HM dari lahir sampai bulan Januari 2013.

(29)

67 Menurut ibu SY, anaknya rutin dibawa ke posyandu. Ibu SY juga mengerti kegunaan KMS serta maksud grafik dari KMS tersebut. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Nopo nggih mbak, sak ngertine kulo nggih HM niku ditimbang, diitung duwure trus dicatet. Mangkih nak catetane minggah berarti sehat, nak midun berarti mboten sehat. Ngoten mbak…” (IV. 16)

(Apa ya mbak, setahu saya ya HM itu ditimbang, diukur tinggi badannya kemudian dicatat. Nanti jika catatannya naik berarti sehat, kalau turun berarti tidak sehat. Gitu mbak…)

Tabel 4.7 Status Gizi Anak Riset Partisipan 4

Indeks Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi

BB/U -3,8 <-3 SD Gizi Buruk

TB/U -4,9 <-3 SD Sangat Pendek

BB/TB -1 -2 SD s/d < 2 SD Normal

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa status gizi anak HM berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) memiliki nilai

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Bu lan ke 6 11 4 9 2 7 12

BB Anak Tiap Bulan (Kg)

Garis Merah Berat Rataan Anak Normal

(30)

68 Z-Score -3,8. Nilai ini <-3 SD yang berarti memiliki kategori status gizi buruk. Berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) memiliki nilai Z-Score -4,9. Nilai ini juga <-3 SD yang berarti memiliki kategori status gizi sangat pendek, sedangkan indeks berat badan menurut tinggi badan memiliki nilai Z-Score -1. Nilai ini berada pada rentang -2 SD s/d < 2 SD, yang berarti memiliki kategori status gizi normal.

Menurut ibu SY, dalam 1 bulan sekali anaknya sering mengalami sakit batuk dan flu. Anaknya juga mengalami riwayat sakit tulang meleset. Usaha yang dilakukan ibu SY adalah membawa anaknya ke fasilitas kesehatan dan membawa ke tukang urut. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut.

“Halah biasane HM ki masuk anginan mbak, sesasi pisan ki mesti watuk pilek. Nate Watuk niku sampe rong sasi mbak ra mari. Pas tasih umur 1 tahun niko malah nate dawah trus turine tulang rusuke enten sing mleset.” (IV. 9) (Biasanya HM mudah masuk angin mbak, sebulan sekali pasti batuk pilek. Pernah batuk sampai dua bulan tidak sembuh. Ketika umur 1 tahun pernah jatuh katanya tulang rusuknya ada yang meleset)

“Gek niko kulo gowo nggone pak mantri, mboten mari, trus kulo beto ten Puskesmas mbak, Alhamdulillah kacek. Tapi pas rusuke mleset niku paringane dibenerke kalih tukang urut mbak, mari.” (IV. 10)

(Ya dulu saya bawa ke tempat pak mantri, tidak sembuh kemudian saya bawa ke Puskesmas, Alhamdulillah ada kemajuan. Tapi ketika tulang rusuknya meleset, dibetulkan sama tukang urut mbak, sembuh.)

(31)

69 c. Konsumsi Makan Balita

Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi balita menggunakan food recall 3 x 24 jam, tingkat asupan makan berupa tercukupinya angka kebutuhan energi dan protein. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari menurut usia anak HM (2 tahun 7 bulan) adalah 1250 kkal untuk kecukupan energi dan 23 gram protein.

Dari hasil konversi bahan makanan yang dikonsumsi anak HM, pada hari pertama menunjukkan konsumsi energi sebesar 344,2 kalori dan 14,4 gram untuk konsumsi protein. Untuk hari kedua, konsumsi energi sebesar 394,4 kalori dan konsumsi protein sebesar 15,6 gram. Sedangkan pada hari ketiga besar konsumsi energi adalah 448,9 kalori dan konsumsi protein sebesar 13,9 gram. Jadi rata-rata konsumsi energi anak HM adalah sebesar 395,8 kalori. Sedangkan rata-rata konsumsi protein anak HM adalah sebesar 14,6 gram. Angka rata-rata tersebut kurang dari angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (orang per hari).

d. Tabiat/Kebiasaan Makan Anak

Kebiasaan makan anak HM menurut penuturan ibu SY bahwa setiap diambilkan nasi satu sendok besar (sendok nasi), pasti hanya dimakan kira-kira dua sendok makan, jika makan bubur kira-kira satu piring sedang hanya dimakan setengah piring saja.

(32)

70 Anak HM lebih menyukai buah-buahan seperti pepaya, namun keluarga sendiri jarang mengkonsumsi buah apalagi menyediakan untuk anak HM, biasanya keluarga mendapat buah dari pemberian tetangga atau mencari buah jatuh saat musim buah tertentu tiba. Ibu SY beranggapan bahwa anaknya mengalami sulit makan. Seperti yang tertera pada pernyataan berikut :

“Niki mesuk mpun maem kalih jangane wingi mbak. Tapi nggih mung rong cendok tok paling, mboten ditelaske. Awane kulo iriske kates setugel ditelaske mbak. Sore niki nggih niku nembe maem roti biskuat jajan wau mbak. Nak wingi malah maem kates tok mbak esuk kalih sonten setugel. Nak buah kates ngoten niku remen HM mbak. HM niku nak maem doyane kalih gereh tok kok mbak, kadang gereh asin, gereh kranjangan kadang nggih bandeng. Neglo mbak niki maeme mesuk mboten ditelaske.” (IV. 23) (Ini tadi pagi sudah makan sama sayur kemarin. Tapi ya hanya makan 2 sendok saja, tidak dihabiskan. Siangnya saya potongkan pepaya sepotong dihabiskan mbak. Sore ini juga baru makan roti biskuat. Kalau kemarin malah cuma makan pepaya saja pagi dan sore sepotong. Anak saya sangat suka buah pepaya. HM itu kalau makan hanya doyan makan dengan ikan-ikanan, kadang ikan asin, ikan dalam keranjang, kadang juga bandeng. Ini mbak makannya tadi pagi tidak dihabiskan.)

“Katese diparingi sebelah mbak, kan gadhah wit kates to mriku. Nak maem buah jarang mbak. Paling nak usum salak sering diparingi tonggo, nak pas usum duku malah sering pados sing dawah trus disade mbak, nak sing pecah-pecah nggih dimaem kiyambak.” (IV. 29)

(Pepayanya diberi tetangga sebelah, kan punya pohon pepaya. Kalau makan buah jarang. Paling jika sedang musim salak sering diberi tetangga, waktu musim buah duku malah sering cari yang jatuh kemudian dijual, kalau yang pecah dimakan sendiri.)

“HM kok nelaske maem to mbak. Neglo bubure tasih separo, paling dimaem wolung sendok tok mbak. Ngertos kiyambak to nak anake kulo angel maeme.” (IV. 39)

(33)

71

(HM kok menghabiskan makannya to mbak. Ini buburnya saja masih separuh, paling dimakan delapan sendok saja. Tahu sendiri kan mbak anak saya sulit makannya.)

“Wingi niko esok kalih sonten purun maem sekul wong lawoh bandeng. Tapi nggih maeme niku trimo kalih sendok tok mbak, trus dimaem bandenge tok.” (IV. 40) (Kemarin pagi dan sore mau makan nasi karena lauknya ikan bandeng. Tapi ya itu makannya hanya dua sendok saja, kemudian dimakan bandengnya saja.)

Dari hasil observasi peneliti, memang anak HM tidak menghabiskan porsi makan yang diberikan. Ibu SY sempat memperlihatkan mangkok kecil tempat anak HM makan masih berisi nasi dan lauk sepotong ikan asin masih disimpan ibu SY ditempat penyimpanan nasi yaitu di bawah meja yang terletak di dapur.

e. Tanggapan dan Penanganan Sulit Makan

Tanggapan dan penanganan sulit makan dilihat dari upaya orangtua dalam menangani kasus sulit makan pada anaknya.

Riset partisipan 4 yaitu ibu SY memahami apa yang dimaksud sulit makan. Menurut penuturannya sulit makan berarti anak tidak mau makan, bahkan dipaksa pun anak juga tidak mau membuka mulutnya untuk makan. Kalaupun mau makan, anak tidak menghabiskan porsi yang telah diberikan ibu. Seperti yang tertera pada pernyataan berikut.

“Nggih nak diken maem niku angel, mboten purun mbak, dipekso we nggih mboten purun. Nak purun maem niku

(34)

72

paling seneng kalih gereh-gereh ngoten mbak. Tapi nggih niku, padahal dipendhetke sekule sitik secentong men mboten ditelaske, paling dimaem rong cendok telung cendok lek mpun.” (IV. 18)

(Ya kalau disuruh makan itu sulit, tidak mau mbak, dipaksa saja juga tidak mau. Kalau mau makan itu paling suka dengan ikan-ikanan. Tapi ya itu, padahal diambilkan nasi 1 sendok besar saja tidak dihabiskan, paling hanya dimakan dua tiga sendok saja.)

Tanggapan ibu SY ketika anaknya sulit makan adalah sedih. Berikut pernyataannya :

“Podo wae mbak, didulango ki tetep mboten ditelaske. Nate kulo tangisi saking sedihe nyawang anak mboten doyan maem.” (IV. 41)

(Sama saja mbak, disuapi pun tidak dihabiskan. Saya sampai menangis saking sedihnya melihat anak tidak mau makan.)

Selanjutnya upaya yang biasa dilakukan ibu SY dalam menangani masalah sulit makan pada anaknya adalah dengan membujuk atau merayu anaknya agar mau makan, contohnya adalah merayu jika anaknya mau makan maka akan diajak jalan-jalan keliling kota dan dibelikan mainan oleh ayahnya, kemudian selain itu juga mengajak anaknya makan sambil jalan-jalan di sekitar lingkungan rumah. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut :

“Nak pas nyuwun kiyambak ngoten kulo seneng nggih mbak, raketang sitik eneng sego sing mlebu, tapi kan mesti ratau dientekke, niku kadang kulo rayu-rayu kulo apusi jak jajan nopo jalan-jalan ngoten mbak.” (IV. 19) (Kalau minta sendiri gitu saya senang, meskipun sedikit ada nasi yang masuk, tapi kan tidak pernah dihabiskan,

(35)

73

kalau sudah seperti itu saya rayu, saya bohongi ajak beli jajan atau jalan-jalan.)

“Ngeten niki mbak, mengko nak maeme ditelaske tak jak jalan-jalan ning Solotigo, nek mboten nggih ngko nak maeme entek ditumbaske bapak dolanan. Ngoten.” (IV.

20)

(Seperti ini mbak, nanti kalau makannya dihabiskan saya ajak jalan-jalan ke Salatiga, kalau tidak ya nanti tidak dibelikan mainan oleh bapak.)

“Nggih pokoke jalan-jalan sekitar mriki niku to, kadang HM kulo gendong kalih dulang, kadang nggih mlampah kiyambak. Paling nggih jalan-jalane dugi nggene tonggo niku to.” (IV. 20)

(Ya pokoknya jalan-jalan di lingkungan sekitar, kadang HM saya gendong sambil saya suapi, kadang juga jalan sendiri. Paling jalan-jalannya sampai tempat tetangga.)

4.4.5 Riset Partisipan 5

a. Identitas Riset Partisipan 5

Ibu DM berusia 21 tahun, memiliki tingkat pendidikan SD dan bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ibu DM bukan asli warga Gedangan, namun mengikuti suami yang asli warga Gedangan yaitu bapak AR yang berusia 25 tahun, memiliki tingkat pendidikan setara SD dan bekerja sebagai buruh angkut dan serabutan. Keluarga ini memiliki seorang anak laki-laki (anak PT) berusia 2 tahun 5 bulan.

b. Status Gizi dan Status Kesehatan Anak Riset Partisipan 5 Untuk mengukur status gizi, peneliti menggunakan pengukuran antopometri, yaitu berat badan, tinggi badan, dan

(36)

74 umur. Dari hasil penimbangan terakhir pada bulan Januari 2013 ditemukan berat badan anak PT 9,7 kg dan tinggi badan 70 cm. Grafik KMS menunjukkan data antopometri berat badan anak PT dari lahir sampai bulan Januari 2013.

Grafik 4.5 Grafik KMS Anak Riset Partisipan 5

Ibu DM rutin membawa anaknya untuk ditimbang di Posyandu meskipun pernah sesekali lupa karena pergi ke suatu tempat. Ibu DM sendiri memahami fungsi KMS dan maksud dari grafik di KMS.

“Paringane rutin dek. Tau ra tak timbangke mergo ngepasi aku pas nginep nggone mbahne Candi.” (V. 25)

(Rutin mbak. Pernah tidak saya bawa ke Posyandu karena bersamaan ketika saya menginap tempat nenek di Candi.)

“Buku ne iki gawe nyateti timbangane abote awak. Nak garise iki munggah trus normal tapi nak ono sing midun berarti gek ra sehat ngono sak ngertiku dek, wong yo aku sing ngandani petugase posyandu ngono.” (V. 27)

(Buku ini untuk mencatat timbangan berat badan. Kalau garisnya ini naik normal tapi kalau ada yang turun berarti

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 B u lan ke 8 1 6 11 4 9 2

BB Anak Tiap Bulan (Kg)

Garis Merah Berat Rataan Anak Normal

(37)

75

sedang tidak sehat begitu setahu saya, karena saya yang memberitahu petugas Posyandu begitu.)

Tabel 4.8 Status Gizi Anak Riset Partisipan 5

Indeks Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi

BB/U -2,7 -3 SD s/d <-2 SD Gizi Kurang

TB/U -5,6 <-3 SD Sangat Pendek

BB/TB 1,3 -2 SD s/d 2 SD Normal

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa status gizi anak PT berdasarkan indeks berat badan menurut umur memiliki nilai

Z-Score -2,7. Nilai ini berada pada rentang -3 SD s/d <-2 SD yang

berarti memiliki kategori status gizi kurang, berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur memiliki nilai Z-Score -5,6. Nilai ini <-3 SD yang berarti memiliki kategori sangat pendek, sedangkan berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan memiliki nilai

Z-Score 1,3. Nilai ini berada pada rentang -2 SD s/d 2 SD yang

berarti memiliki kategori normal.

Menurut ibu DM, anaknya sering sakit. Biasanya dalam dua bulan sekali sakit diare dan dalam satu bulan sekali sakit batuk, pilek dan panas. Usaha yang dilakukan ibu DM jika anaknya sakit adalah membawa ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain.

(38)

76

“Iyo dek, wong cah iki ki kerepmen masuk angin. Wingi kae bar mencret. Pokoke ki rong sasi pisan mesthi mencret, kadang sesasi pisan watuk pilek panas ngono dek.” (V. 28)

(Iya, anak ini mudah sekali masuk angin. Kemarin habis diare. Pokoknya setiap dua bulan sekali pasti sakit diare, terkadang sebulan sekali batuk pilek panas.)

“Nak aku biasane tak gowo tak prisakke neng Puskesmas dek, wong nak meh ne bu bidan ki saiki bu bidan angel ditemoni, gek kuliah po piye jarene ki.” (V. 29)

(Biasanya saya bawa saya periksakan di Puskesmas, karena jika mau ke tempat ibu bidan sulit ditemui, katanya sedang melanjutkan kuliah.)

Anak PT sendiri memiliki riwayat masuk rumah sakit tiga kali. Yang pertama ketika anak PT lahir dan mengalami masalah karena tidak menangis. Yang kedua karena operasi pada bagian lidah. Dan yang ketiga karena ada penggumpalan darah pada kepala.

“Ping telu dadine dek, sing pertama pas lahir kae seko nggone Bu Bidan gowo ning Rumah Sakit Mbahrowo, sing kedua oprasi ilat kae, trus sing ketiga ning Karyadi.” (V.

31)

(Tiga kali jadinya, yang pertama setelah lahir dari tempat bidan dibawa ke Rumah Sakit Ambarawa, yang kedua ketika operasi lidah, kemudian yang ketiga di Karyadi.) “Lha kae PT begitu lahir kan ora nangis dek, wes ditangani Bu Bidan yo ora nangis. Trus langsung gowo ning Rumah Sakit Mbahrowo.” (V. 31)

(Waktu itu PT begitu lahir tidak menangis, sudah ditangani bidan tapi tetap tidak menangis. Kemudian langsung dibawa ke Rumah Sakit.)

“Mbiyen tau tak prisake gowo neng Rumah Sakit operasi ilate sing nyambung karo gusine dek. Pikirku mbiyen sopo reti isoh ngulu, tapi yo ra ngaruh, paling saiki nak kei maem yo sing lembut-lembut koyo bubur bayi ngono kui lah dek.” (V. 21)

(Dulu pernah saya periksakan ke rumah sakit dioperasi lidah yang menyambung dengan gusinya. Pikir saya dulu siapa tahu bisa menelan, tapi tidak ngaruh, paling

(39)

77

sekarang saya beri makanan yang lembut seperti bubur bayi.)

“PT kan pancen ket bayi duwe penyakit ning sirahe dek, jarene ki ono getih nggumpal po piye ngono, dadi pas mbiyen gowo ng Rumah Sakit Mbahrowo kae jare langsung dirontgen. Trus jane kon operasi, sing isoh ngoprasi kan ng Karyadi. Lha mbiyen kae wes tak gowo rono semingguan, tapi ra kuat biaya uripe ning kono dek, akhire kesepakatan keluarga PT tak gowo bali. Dadine tekan seprene durung dioprasi.” (V. 31)

(PT memang dari bayi punya penyakit di dalam kepalanya, katanya ada darah yang menggumpal apa gimana gitu, jadi waktu dibawa ke Rumah Sakit Ambarawa itu katanya langsung dirontgen. Kemudian disuruh operasi, dan yang bisa mengoperasi di Karyadi. Dulu pernah saya bawa kesana sekitar seminggu, tapi tidak kuat biaya hidup disana, akhirnya kesepakatan keluarga PT dibawa pulang. Jadi sampai sekarang belum dioperasi.)

c. Konsumsi Makan Balita

Untuk mengetahui jenis dan jumlah asupan zat gizi yang dikonsumsi balita menggunakan food recall 3 x 24 jam, tingkat asupan makan berupa tercukupinya angka kebutuhan energi dan protein. Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari menurut usia anak PT (2 tahun 5 bulan) adalah 1250 kkal untuk kecukupan energi dan 23 gram protein.

Dari hasil konversi bahan makanan yang dikonsumsi anak PT, pada hari pertama menunjukkan konsumsi energi sebesar 687,5 kalori dan 21,1 gram untuk konsumsi protein. Untuk hari kedua, konsumsi energi sebesar 912,5 kalori dan konsumsi protein sebesar 21,8 gram. Sedangkan pada hari ketiga besar konsumsi energi adalah 727,5 kalori dan konsumsi protein sebesar 21,1

(40)

78 gram. Jadi rata-rata konsumsi energi anak PT adalah sebesar 775,8 kalori. Sedangkan rata-rata konsumsi protein anak PT adalah sebesar 21,3 gram. Angka rata-rata tersebut kurang dari angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan (orang per hari).

d. Tabiat/Kebiasaan Makan Anak

Kebiasaan makan anak PT bisa dikatakan mudah tapi bisa dikatakan sulit. Ini dikarenakan anak PT mengalami cacat sejak lahir, dia tidak bisa mengunyah dan memakan makanan kasar serta sulit menelan. Anak PT juga tidak bisa berbicara, duduk dan berjalan. Jika diberikan makan terus menerus, maka anak PT tidak bisa menolak dan terus menelan makanan yang diberikan. Anak PT makan bubur 3 kali sehari dan diiringi minum susu setelah makan. Berikut pernyataan yang mendukung informasi tersebut :

“Hooh, lak reti dewe to dek kondisine anakku piye. Maem bubur gone Yu Sum we keselak-selak opo meneh nak dimaemi sego tambah ra isoh. Kan ra isoh ngunyah iki dek, arep ngulu wae kangelan kok.” (V. 13)

(Iya, tau sendiri kan kondisi anak saya bagaimana. Makan buburnya Yu Sum saja tersedak apalagi jika diberi makan nasi tambah tidah bisa. Kan tidak bisa mengunyah, menelan saja kesulitan.)

“Coro-corone nak PT ki ra isoh nolak nak dikei maem ki, wong tangane karo awake kan lemes, trus yo ra isoh ngomong. Nak dileboni maem yo tetep mlebu terus, wong raisoh nolak.” (V. 15)

(Jika diibaratkan PT tidak dapat menolak jika diberi makan, tangan dan badanya kan lemah, kemudian juga tidak bisa bicara. Kalau diberi makan ya tetap masuk terus, karena tidak bisa menolak.)

“Podo wae dek, pokoke nak esuk sore ki mesthi bubur sun, bar maem mesthi mimik susu. Sing bedo nak awan

(41)

79

tok dek, nak awan mesthi tak tukoke jenang kacang ijo nggone mbah grabat sing buntelan mangatusan kui loro.”

(V. 16)

(Sama saja, pokoknya setiap pagi sore pasti bubur Sun, setelah makan pasti minum susu. Yang berbeda ketika siang saja, kalau siang saya belikan bubur kacang hijau di tempat tukang sayur yang dibungkus limaratusan dua bungkus.)

“Esuk sore podo bubur SUN karo susu sebotol, awane biasa dek jenange mbah grabat rong mbuntel ra lali.” (V.

43)

(Pagi dan sore sama bubur SUN dan susu sebotol, siangnya biasa bubur dari tempat tukang sayur dua bungkus.)

Dari hasil pengamatan peneliti memang terlihat bahwa anak PT mengalami kesulitan menelan dan tidak dapat mengunyah, makanan yang diberikan berupa makanan halus seperti bubur bayi. Jika disuapi makanan secara terus menerus, maka anak PT akan terus menelan dan tidak dapat menolak makanan yang diberikan.

e. Tanggapan dan Penanganan Sulit Makan

Ibu DM memahami apa yang yang dimaksud sulit makan didasari karena dia memiliki keponakan yang mengalami masalah sulit makan. Menurut ibu DM, sulit makan berarti anak tidak mau atau menolak jika diberikan makan, terkadang anak juga berkata tidak mau makan kepada orang yang memberikan makan. Sedangkan sulit makan yang terjadi pada anaknya dikarenakan karena cacat fisik yang diderita dari lahir.

“Nak angel maeme cah cilik biasane ki bocahe nak dikon maem opo didulang ngono ki wegah, nolak ngono dek.

(42)

80

Koyo ponakanku Candi kono yo angel maeme, wong nak arep didulang ki malah mumpet kadang mlayu mbek bengok-bengok emoh-emoh maem. Ngono kui. Nak koyo PT kan le angel maem mergo deknen gawan bayi, dadi ra isoh ngunyah, trus ngulu yo angel, terkadang ngulu we sok keselak kok dek.” (V. 20)

(Kalau sulit makannya anak kecil biasanya ketika disuruh makan atau disuapi itu tidak mau, menolak seperti itu. Seperti keponakan saya Candi juga sulit makan, ketika akan disuapi malah bersembunyi kadang berlarian sambil berteriak tidak mau makan. Kalau seperti PT sulit makan karena bawaan bayi, jadi dia tidak bisa mengunyah, menelan juga sulit, terkadang ketika menelan sering tersedak.)

Tanggapan ibu DM ketika anak mengalami masalah sulit makan adalah sedih dan tetap berupaya member makan anak.

“Yo ngono kui lah dek. Sedih jane, tapi wes dioprasi barang we hasile podo wae. Tapi yo teko tak kei maem alon-alon. Sedih nyawang anak koyongono.” (V. 15)

(Ya seperti itu dek. Sebenarnya sedih, sudah dioprasi namun hasilnya sama saja. Tapi saya tetap memberinya makan pelan-pelan. Sedih melihat anak seperti itu.)

Upaya yang dilakukan ibu DM ketika anaknya mengalami sulit makan adalah memeriksakan anak ke rumah sakit. Karena anaknya mengalami masalah penyambungan lidah dan gusi depan, ibu DM beranggapan bahwa jika hal tersebut ditangani berupa operasi maka masalah sulit makan pada anaknya akan teratasi.

“Mbiyen tau tak prisake gowo neng Rumah Sakit operasi ilate sing nyambung karo gusine dek. Pikirku mbiyen sopo reti isoh ngulu, tapi yo ra ngaruh, paling saiki nak kei maem yo sing lembut-lembut koyo bubur bayi ngono kui lah dek.” (V. 21)

(Dulu pernah saya periksakan ke rumah sakit dioperasi lidah yang menyambung dengan gusinya. Pikir saya dulu siapa tahu bisa menelan, tapi tidak ngaruh, paling sekarang saya beri makanan yang lembut seperti bubur bayi.)

(43)

81 4.5 Pembahasan

4.5.1 Status Gizi dan Status Kesehatan Balita

Tabel 4.9 menunjukkan status gizi 5 balita berdasarkan standart WHO 2005. Berdasarkan indeks berat badan berdasarkan umur menunjukkan bahwa 3 anak yaitu anak riset partisipan 1, 2 dan 3 berada pada kategori status gizi baik. 1 anak berada pada kategori status gizi buruk yaitu anak riset partisipan 4, dan 1 anak berada pada kategori status gizi kurang yaitu anak riset partisipan 5.

Berdasarkan indeks tinggi badan berdasarkan umur, menunjukkan bahwa 4 anak yaitu anak riset partisipan 1, 2, 3 dan 4 berada pada kategori status gizi sangat pendek, sedangkan 1 anak yaitu anak riset partisipan 3 berada kategori status gizi pendek. Sedangkan status gizi berdasarkan indeks berat badan berdasarkan tinggi badan menunjukkan bahwa kelima anak riset partisipan berada pada kategori status gizi normal.

(44)

82 Tabel 4.9 Status Gizi Balita Riset Partisipan (Berdasarkan Standart WHO 2005)

Kode Balita Indeks Pengukuran BB/U (kg/bln) Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi TB/U (cm/bln) Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi BB/TB (kg/cm) Nilai Z-Score Z-Score Kategori Status Gizi 1 10,8/35 -1,7 -2 SD s/d 2 SD

Gizi Baik 78/35 -4,3 <-3 SD Sangat

Pendek 10,8/78 1,4 -2 SD s/d 2 SD Normal 2 12,5/46 -1,3 -2 SD s/d 2 SD

Gizi Baik 82/46 -4,6 <-3 SD Sangat

Pendek 12,5/82 2,8 -2 SD s/d 2 SD Normal 3 16,2/41 0,37 -2 SD s/d 2 SD Gizi Baik 93/41 -1,35 -3 SD s/d <-2 SD Pendek 16,2/93 2,5 -2 SD s/d 2 SD Normal 4 8,3/31 -3,8 <-3 SD Gizi Buruk 73/31 -4,9 <-3 SD Sangat Pendek 8,3/73 -1 -2 SD s/d 2 SD Normal 5 9,7/29 -2,7 -3 SD s/d <-2 SD Gizi Kurang 70/29 -5,6 <-3 SD Sangat Pendek 9,7/70 1,3 -2 SD s/d 2 SD Normal

(45)

83 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima riset partisipan rutin membawa anak balita mereka ke Posyandu, meskipun ada 2-3 jadwal di Posyandu yang terlewat. Masing-masing dari riset partisipan memahami apa kegunaan dari KMS dan maksud dari grafik pada KMS.

Untuk kondisi kesehatan masing-masing anak dari kelima riset partisipan berbeda-beda. Pada anak riset partisipan 1, 4 dan 5 dalam 1 bulan sekali pasti mengalami sakit flu, batuk, demam atau mencret. Sedangkan untuk anak riset partisipan 2 dan 3 jarang mengalami sakit. Bentuk upaya orangtua dalam mengatasi sakit pada anak adalah membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, mantri maupun bidan. Ada juga riset partisipan yang memberikan obat warung sebelum membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan, seperti yang dilakukan riset partisipan 2 dan 3. Selain memanfaatkan jasa tenaga kesehatan, riset partisipan 4 juga memanfaatkan jasa tukang pijat/urut untuk menyembuhkan anaknya.

Menurut peneliti, kejadian sulit makan seperti yang dialami balita riset partisipan 4 dan 5 akan berdampak pada status gizi kurang bahkan buruk. Kondisi ini membuat kedua balita tersebut sering mengalami sakit. Pendapat ini sesuai dengan pendapat dari Soekirman (2001) bahwa dampak dari sulit makan mengakibatkan beberapa hal yang berkaitan dengan kekurangan gizi. Gizi

(46)

84 merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Akibat kekurangan gizi akan menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan, akibat lain adalah terjadinya penurunan produktifitas, menurunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang akan meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. 4.5.2 Pola Asuh Makan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pola asuh makan dengan menggunakan metode food recall 3x24 jam ditemukan terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan kalori/karbohidrat dan protein. Untuk usia balita dari masing-masing riset partisipan adalah 2-3 tahun, angka kecukupan gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan per hari untuk energi adalah 1250 kkal, dan 23 gram untuk protein. Angka rata-rata konsumsi energi pada anak riset partisipan 1 adalah 513 kkal, pada anak riset partisipan 2 adalah 538,9 kkal, pada anak riset partisipan 3 adalah 839,8 kkal, pada anak riset partisipan 4 adalah 395,8 kkal, dan pada anak riset partisipan 5 adalah 775,8 kkal. Terlihat bahwa rata-rata asupan kalori kelima anak tersebut berada di bawah angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan per hari. Sedangkan untuk rata-rata konsumsi protein anak riset partisipan 1 adalah 25 gram, pada anak riset partisipan 2 adalah 21,8 gram, pada anak riset partisipan 3 adalah 13,1 gram, pada anak riset partisipan 4 adalah 14,6 gram,

Gambar

Tabel 4.2 Kejadian Kesakitan Masyarakat Desa Gedangan  Tahun 2012
Tabel 4.3 Karakteristik Riset Partisipan
Grafik 4.1 Grafik KMS Anak Riset Partisipan 1
Tabel 4.4 Status Gizi Anak Riset Partisipan 1   Indeks  Nilai Z-Score  Z-Score  Kategori Status Gizi
+7

Referensi

Dokumen terkait

a.. Edo mempunyai selembar kertas karton dan akan dipotong-potong dan membentuk bangun datar seperti pada gambar di atas. Edo ingin mengetahui besar sudut pada bagian titik

Dalam tempoh empat dekad, pengkaji mendapati kerajaan telah memberi penekanan dan keutamaan kepada program dan aktiviti pembangunan tanah baru, pembangunan dan

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Darma, yang merupakan ketua kelompok kesenian kuda lumping, menurut Darma pelaksanaan pertunjukan kesenian tradisional kuda

Yukarıdaki pipo da aynı cümle içinde şöyle cevap vere- bilir: &#34;Gözlerinizin önünde her mekandan ve her sabit kaideden sıyrılmış olarak yüzüp duran şey, ne

Oleh karena itu dibutuhkan perancangan identitas dan media promosi untuk meningkatkan kesadaran merk (Brand Awareness) RAB Group dan memperkenalkan kepada masyarakat dan

Penelitian ini juga kontradiksi dengan pendapat Holaday dan McPhearson (dalam Issacson, 2002: 29) yang menyatakan salah satu karakteristik individu yang resilien yang

Alhamdulilah segala puji bagi Allah Azza Wa Jalla yang telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir

Alasan peneliti tertarik untuk menganalisis bentuk sajian dan struktur gerak tari, karena pada bentuk sajian Tari Jepin Langkah Simpang memiliki pola garapan yang unik