• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN KONSENTRASI SEBARAN TSM (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI MUARA SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN KONSENTRASI SEBARAN TSM (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI MUARA SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PEMETAAN KONSENTRASI SEBARAN TSM (TOTAL SUSPENDED MATTER) DI MUARA SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN CITRA LANDSAT-7 ETM

Akhyar

Fakultas Teknik Jurusan Mesin Universitas Syiah Kuala dan Spatial Information and Mapping Centre (SIM-C) BRR NAD-Nias

ABSTRAK

Data Lansat TM dan ETM dikaji untuk memetakan sebaran TSM di perairan pantai. Pada umumnya TSM terdiri dari lumpur, pasir halus dan jasad-jasad renik yang sebagian besar disebabkan karena terjadinya pengikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Pengamatan terhadap sebaran TSM sering dilakukan untuk mengetahui kualitas air di suatu perairan, karena nilai TSM yang tinggi menunjukan tingginya tingkat pencemaran dan menghambat penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dari biota air. Model algoritma yang diperoleh digunakan untuk menunjukkan sebaran TSM data pada citra satelit Lansat, kemudian pola sebaran TSM tersebut dibandingkan dengan pola sebaran TSM data citra satelit Landsat untuk tahun-tahun yang berbeda. Citra satelit Landsat yang digunakan adalah pada Tanggal 15 Agustus 2001, Tanggal 30 Desember 2004, Tanggal 04 Juli 2006. Pengolahan data diawali dengan koreksi geometrik untuk mempersamakan posisi pada citra dengan posisi pada peta, selanjutnya dilakukan koreksi radiometrik untuk merubah nilai digital number suatu objek menjadi nilai refletansi objek tersebut. Yang terakhir adalah melakukan koreksi atmosferik menggunakan model Dark Pixels Subtracting Method.

Hasil analisis citra multi time series TSM daerah penelitian yaitu tahun 2001, 2004 dan 2006 waktu 6 (enam) tahun (2001 - 2006) terlihat perbedaan persentase sebarannya akan tetapi dalam hal ini tidak dapat diambil suatu kesimpulan yang pasti, karena adanya bencana alam yaitu Tsunami tahun 2004 yang sangat berpengaruh terhadap sebaran TSM.

Keyword: Landsat, TSM, resolusi spasial, kurva nilai spektral

Pendahuluan

TSM (Total Suspended Matter) adalah material tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0.45 (Effendi, 2000). Pada umumnya TSM terdiri dari lumpur, pasir halus dan jasad-jasad renik yang sebagian besar disebabkan karena terjadinya pengikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air. Pengamatan terhadap sebaran TSM sering dilakukan untuk mengetahui kualitas air di suatu perairan, karena nilai TSM yang tinggi menunjukan tingginya tingkat pencemaran dan menghambat penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis dari biota air.

Penginderaan jauh menggunakan data satelit merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk memonitor kualitas perairan, khususnya sebaran sedimen (TSM) di perairan (Muchlis dalam Raharti, 1996). Kajian yang berkaitan dengan sebaran TSM telah dilakukan mengunakan berbagai data penginderaan jauh yang mempunyai karakteristik sensor yang berbeda, seperti: Budhiman (2004) menggunakan beberapa data satelit meliputi Landsat, Aster dan SeaWiFS untuk memperoleh model algoritma TSM di perairan Delta Mahakam, Woerd dan Pasterkamp (2004) membangun model TSM menggunakan data SeaWiFS, Matthews, et al. (2001) membangun model TSM mengunakan data multispektral dari airborne, Trisakti, et al (2004) melakukan kalibrasi model Woerd dan Pasterkamp dengan data insitu untuk perairan selat Madura (Kab. Situbondo) menggunakan data Landsat-7 ETM.

(2)

Dari hasil beberapa kajian tersebut diketahui bahwa sebaran TSM di perairan dapat diidentifikasi dengan menggunakan panjang gelombang Visible dan NIR (Near Infrared), dimana NIR hanya dapat digunakan untuk kondisi konsentrasi TSM yang sangat tinggi karena karakteristiknya yang mudah diserap oleh air (Woerd dan Pasterkamp, 2004). Hasil ini didukung dengan dengan laporan dari Li, et al (2003) bahwa range gelombang Visible (0.4 - 0.7 µm) dipantulkan dengan sangat kuat oleh sedimen di perairan.

Pengelolaan lingkungan banyak memanfaatkan berbagai teknologi baik dalam penyediaan, penyimpanan, pengelolaan, atau penyajian data. Pemanfaatan teknologi ini dimaksudkan untuk peningkatan akurasi dan efektivitas sistem pengelolaan itu sendiri. Teknologi yang banyak digunakan dalam hal ini adalah teknologi yang terkait dengan sistem informasi geografis.

Algoritma yang cukup sering digunakan adalah algoritma TSM yang menghasilkan kanal atau band baru yang berbeda dengan citra aslinya dimana pada kanal baru tersebut pengaruh kolom air dianggap sudah minimal sehingga pembedaan obyek bawah air (bentik) dapat lebih jelas. Setelah ditransformasi menggunakan algoritma TSM proses akhir adalah klasifikasi multispektral untuk menghasilkan informasi obyek pada ekosistem terumbu karang yang dikategorikan kedalam kelas-kelas seperti tingkat konsentrasi (banyak) serta sedikitnya sedimentasi daerah Krueng Aceh.

Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi pengelolaan dan monitoring tingkat sedimentasi serta penyumbatan muara sungai Krueng Aceh dari tahun ke tahun.

Berdasarkan perumusan masalah tersebut di atas maka dapat dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut antara lain mengkaji status kondisi persentase tingkat penyumbatan dan sedimentasi muara sungai beserta perubahannya pada muara sungai Krueng Aceh melalui proses klasifikasi multispektral pada citra multitemporal yang telah ditransformasi. Serta mengkaji secara kualitatif perubahan kondisi muara sungai Krueng Aceh serta sebagai prediksi pengaruh kerusakan lingkunagan baik di hutan hulu sungai sepanjang sungai serta pada badan sungai itu sendiri seperti penebangan hutan dan galian C yang berlebihan.

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisa data yang diperoleh dengan jalan menganalisa data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979).

Penginderaan jauh adalah ilmu memperoleh informasi tentang objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Caranya dengan mendeteksi gelombang elektromagnetik yang datang dari obyek tersebut, baik yang dipantulkan, diemisikan maupun dihambur balik.

Dalam penentuan kesesuaian lahan untuk budidaya perikanan dan pariwisata, penggunaan teknologi penginderaan jauh dan SIG memiliki beberapa macam kelebihan dibandingkan dengan penentuan kesesuaian lahan secara manual (survei langsung ke lapangan) yang membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tinggi. Dengan menggunakan penginderaan jauh dan SIG, objek yang diamati (lahan pesisir) di permukaan bumi dapat dilakukan dengan cepat, akurat dan dalam cakupan yang luas.

SIG dapat memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan komprehensif. SIG mempunyai kemampuan untuk melakukan pemrosesan dan penyimpanan data spasial dan data atribut. Tahapan dalam pemrosesan kegiatan SIG di sajikan pada gambar 2.3. Fungsi dalam pemrosesan dan penyimpanan tersebut membedakan SIG dengan sistem informasi manajemen yang lain. SIG merupakan teknologi informasi, hal ini memungkinkan untuk mengintegrasikan dengan teknologi geografi yang bervariasi seperti penginderaan jauh, global postioning system (GPS), computer aided design (CAD), kartografi digital, dan

(3)

fasilitas manajemen. Teknologi geografi ini dapat diintegrasikan dengan teknik analitik dan pengambilan keputusan. SIG dapat dikatakan sebagai suatu sistem pendukung untuk pengambilan keputusan yang melibatkan data spasial bereferensi, dalam pemecahan masalah lingkungan. Cara yang ditempuh adalah memasukkan, menyimpan dan menganalisis data dalam SIG yang harus mencerminkan bahwa informasi akan digunakan untuk analisis khusus atau pengambilan keputusan. SIG seharusnya diperlihatkan sebagai suatu proses yang lebih dari sebagai suatu perangkat lunak dan perangkat keras belaka. Sistem ini terdiri dari sekumpulan prosedur dengan fasilitas masukan, penyimpanan, manipulasi dan analisis, keluaran untuk data spasial dan data atribut yang akan digunakan untuk pengambilan keputusan (Malczewski, 1999).

Penataan ruang yang baik dalam pemanfaatan wilayah pesisir adalah mutlak diperlukan. Salah satu cara untuk mendapatkan tata ruang yang baik adalah dengan melakukan evaluasi lahan dan klasifikasi kesesuaian lahan yang dalam kegiatan ini berhubungan dengan pengembangan budidaya perikanan dan pariwisata di wilayah pesisir.

Salah satu komponen dasar dalam pengelolaan perikanan dan pariwisata adalah inventarisasi sumberdaya alam di wilayah pesisir. Kegiatan tersebut adalah vital bagi pengelola untuk mengetahui kualitas dan keberadaan dari sumberdaya pesisir, terutama sumberdaya yang penting bagi industri perikanan pantai dan pariwisata sekaligus sebagai pengatur lingkungan (Martin, 1993). Oleh karena itu perlu dipahami pengetahuan mengenai karakteristik wilayah pesisir dan sumberdaya alam yang terdapat di dalamnya.

Potensi sumber daya wilayah pesisir sangat beragam, Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau kecil (2001) membagi potensi tersebut menjadi 2 (dua) bagian, yaitu Sumber daya hayati seperti bermacam jenis ikan, udang, rumput laut, mangrove, terumbu karang. Serta Sumber daya non hayati seperti bermacam jenis mineral, pertambangan dan energi (gas dan minyak). Selain itu bentuk kekayaan alam yang indah, kondisi perairan dan keanekaragaman flora fauna di wilayah pesisir dapat dimanfaatkan untuk tujuan pariwisata. Misalnya memanfaatkan kawasan terumbu karang yang mempunyai berbagai macam jenis ikan karang dan ikan hias, memanfaakan kawasan magrove dimana Indonesia merupakan tempat komunitas magrove terluas di dunia. Sampai akhir tahun 2002, terdapat 241 daerah kabupaten atau kota yang memiliki wilayah pesisir (Sapta Putra, Pers.comm 2000). Dengan demikian Indonesia memiliki lokasi obyek wisata bahari yang cukup besar dibandingkan negara manapun.

Metode Penelitian

Dalam kegiatan ini kami mencoba mengekstrak sebanyak mungkin parameter fisik perairan dan parameter fisik daratan yang berkaitan erat dengan pengembangan potensi wilayah pesisir, khususnya untuk pengembangan budidaya perikanan dan pariwisata bahari.

Penentuan jenis parameter-parameter didasarkan pada 3 pertimbangan yaitu:

• Parameter tersebut sangat diperlukan untuk pengembangan potensi wilayah pesisir, • Parameter tersebut dapat diidentifikasi menggunakan penginderaan jauh,

• Mempunyai metoda/model/algorithma dari penelitian-penelitian sebelumnya. Pengolahan data diawali dengan koreksi geometrik untuk mempersamakan posisi pada citra dengan posisi pada peta, selanjutnya dilakukan koreksi radiometrik untuk merubah nilai digital number suatu objek menjadi nilai refletansi objek tersebut. Yang terakhir adalah melakukan koreksi atmosferik menggunakan model Dark Pixels Subtracting Method.

Koreksi radiometrik dilakukan untuk menghilangkan kesalahan pada sudut elevasi matahari dan jarak matahari-bumi akibat penerimaan data yang berbeda waktu. Sedangkan koreksi atmosferik dilakukan untuk menghilangkan path radiance (noise angkasa). Metoda koreksi radiometrik dilakukan berdasarkan “Landsat 7, Science Data Users Handbook” dan A.J. Edwards (1999), yaitu dengan merubah digital number menjadi nilai radiansi

(4)

menggunakan “gain” dan “bias”, kemudian merubah nilai radiansi menjadi nilai reflektansi menggunakan nilai solar irradiance, sudut elevasi matahari dan jarak matahari-bumi.

Koreksi atmosferik menggunakan koreksi yang sederhana yaitu model Dark Pixels Subtracting Method (A.J. Edwards, 2000), yaitu pengurangan nilai reflektansi dengan nilai dari piksel gelap (asumsi bahwa ada objek yang menyerap gelombang elektro magnetik secara sempurna sehingga tidak terjadi reflektansi, dengan kata lain nilai reflektansi pada piksel objek tersebut adalah 0). Objek yang umumnya dianggap mempunyai piksel gelap adalah lautan yang sangat dalam dan jernih atau bayangan awan yang sangat tebal.

Pada lokasi piksel gelap tersebut ditentukan nilai reflektansi minimum pada band 4 (near infrared, yang cenderung diserap secara sempurna oleh perairan), kemudian nilai reflektansi minimum band 4 yang diperoleh dipakai untuk mengoreksi nilai reflektansi

pada band 1,2 dan 3 dengan membuat bi-plot antara band 4 dan masing-masing band tersebut. Nilai reflektansi minimum yang diperoleh masing-masing band digunakan untuk mengurangi nilai reflektansi pada seluruh piksel dari setiap band.

TSM yang mengidentifikasi kondisi kekeruhan perairan menggunakan model algoritma yang dibangun S. Budhiman (2004), model ini digunakan untuk identifikasi TSM di perairan delta Mahakam. Algoritma yang diperuntukan untuk band 3 Landsat ETM adalah sebagai berikut:

TSM = 8.1429 Exp(23.704*R(0-)) ………...… (1) Dimana,

TSM = Total suspended material (mg/l)

R(0-) = reflektansi di bawah permukaan air (subsurface iraradiance reflectance)

R(0-) ditentukan dengan melakukan koreksi kolom udara-air, dengan menggunakan rumus dibawah: ……… (2) Dimana, Q = Koefisien konversi = 3.5 ρ = reflektansi Fresnel = 0.029 r = Pantulan air-udara = 0.48 n = refractive index of water =1.33 R(0-) = reflektansi terkoreksi

Selain itu sebagai pembanding, juga dilakukan metoda lama menggunakan nilai digital number untuk menentukan distribusi TSM (Lemigas, 1997), menggunakan algoritma seperti berikut:

TSM (mg/l) = 100.6678 + 5.5085 b3 + 0.4563 b32 + 0.9775 b2b3 ……… (3) Dimana,

b2, b3 = Digital number pada band 2, 3

Prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1 bagan alir penelitian. gambar 1 menjelaskan bahwa prosedur penelitian yang dilakukan dimulai dari studi literatur dan mengumpulkan data-data yang berkenaan, baik data spatial maupun data non spatial. Untuk data spatial data yang digunakan berupa citra satelit Lansat Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, data ini diperoleh dari kantor SIM Centre yang merupakan sumbangan berbagai agency untuk keperluan proses mempercepat Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD-Nias.

Selanjutnya dilakukan pengolahan data baik data non spatial maupun data spatial. Data spatial diolah dengan proses intepretasi citra satelit yang dilakukan dengan menggunakan software Image Analys kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan software GIS Dari pengolahan data tersebut maka akan diperoleh suatu hasil penelitian yang dapat dibahas dan diambil suatu kesimpulan berkenaan dengan penelitian ini.

(5)

Gambar Bagan alir penelitian Analisis

Koreksi radiometrik dilakukan untuk merubah nilai digital atau DN (digital number) dari data citra satelit menjadi nilai reflektans. Proses ini dibagi menjadi dua tahap yaitu konversi dari nilai DN menjadi nilai radians dan konversi dari nilai radians menjadi nilai reflektans.

Nilai Radian (Lλ) diperoleh dengan persamaan:

Lλ = "gain" * QCAL + "offset" ……… (4)

Atau :

(

(

)

) (

)

R R R LMIN QCALMIN QCAL QCALMIN QCALMAX LMIN LMAX L • − + ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − − = λ ….. (5)

dimana : Lλ = Spectral Radiance in watts/(meter squared * ster * µm) LMAXR = Max Detected Radiance Level

LMINR = Min Detected Radiance Level QCALMAX = Max Pixel Value (=255) QCALMIN = Min Pixel Value (=1) QCAL = Digital Number

Berikut adalah nilai LMAXλ dan LMINλ untuk data Landsat TM :

TM Spectral Radiance Range in watts/(meter squared*ster*µm) 15 Agustus 2001 30 Desember 2004 04 Juli 2006 Band

Lminλ Lmaxλ Lminλ Lmaxλ Lminλ Lmaxλ TM1 -0.152 15.842 -0.152 15.842 -6.2 191.6

(6)

TM2 -0.284 30.817 -0.284 30.817 -6.4 196.5 TM3 -0.117 23.463 -0.117 23.463 -5 152.9 TM4 -0.151 22.432 -0.151 22.432 -5.1 241.1 TM5 -0.037 3.242 -0.037 3.242 -1 31.06 TM6 0.20 1.564 0.20 1.564 -0.35 10.8 TM7 -0.015 1.700 -0.015 1.700 -6.2 191.6

Nilai Reflektan (ρP) diperoleh dengan persamaan :

………. (6)

Dimana : ρP = Unitless Planetary Reflectance

Lλ = Spectral Radiance at The Sensor's Aperture d2 = Earth-Sun Distance in Astronomical Units ESUNλ = Mean Solar Exoatmospheric Irradiances

θs = Solar Zenith Angle in Degrees Nilai ddapat diperoleh dari tabel interpolasi berikut :

Earth-Sun Distance in Astronomical Units (d) Julia n Day Distanc e Julia n Day Distanc e Julia n Day Distanc e Julia n Day Distanc e Julia n Day Distanc e 1 0.9832 74 0.9945 152 1.0140 227 1.0128 305 0.9925 15 0.9836 91 0.9993 166 1.0158 242 1.0092 319 0.9892 32 0.9853 106 1.0033 182 1.0167 258 1.0057 335 0.9860 46 0.9878 121 1.0076 196 1.0165 274 1.0011 349 0.9843 60 0.9909 135 1.0109 213 1.0149 288 0.9972 365 0.9833 Ket : Julian Day adalah jumlah hari sampai dengan tanggal akuisisi data

Nilai ESUNλdapat diperoleh dari tabel-tabel berikut :

Solar Exoatmospheric Spectral Irradiances in watts/(meter squared * µm)

Band TM1 TM2 TM3 TM4 TM5 TM7

Landsat-5 1957 1829 1557 1047 219.3 74.52

Nilai θs dapat diperoleh melalui persamaan:

(

SunElevation

)

s = ∗ 90−

180

π

θ ………. (16)

Ket : Nilai Sun Elevation dapat diperoleh dari header dataset Landsat

Data Landsat Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar yang digunakan adalah Landsat 5 TM path/row 131/056 tanggal akuisisi 30 Desember 2004 dan 04 Juli 2006, dan Landsat 7 ETM path/row 131/056 tanggal akuisisi 15 Agustus 2006. Berikut adalah parameter-parameter data Landsat tersebut yang digunakan dalam koreksi radiometrik.

(7)

Parameter Data Landsat Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar yang Digunakan dalam Konversi Nilai DN Menjadi Nilai Radians

Data Landsat Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Landsat 5 TM 30 Desember 2004 Landsat 5 TM 04 Juli 2006 Landsat 7 ETM 15 Agustus 2001 Parameter Data P/R 131/056 P/R 131/056 P/R 131/056 Lminλ Band1 -0.152 -0.152 -6.2 Lminλ Band2 -0.284 -0.284 -6.4 Lminλ Band3 -0.117 -0.117 -5.0 Lminλ Band4 -0.151 -0.151 -5.1 Lminλ Band5 -0.037 -0.037 -1.0 Lminλ Band7 -0.015 -0.015 -0.35

Parameter Data Landsat Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar yang Digunakan dalam Konversi Nilai Radians Menjadi Nilai Reflektans

Data Landsat Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh

Besar, NAD Parameter Data Tanggal Path/Row Julian Day ( JD ) Earth-Sun distance (d) d 2 Sun elevation cos θs 30 Desember 2004 131/056 365 0.9833 0.983300 54.4064* 0.687202* 04 Juli 2006 131/056 186 1.016643 1.033563 54.4064* 0.687202* 15 Agustus 2001 131/056 228 1.01256 1.03347556 54.406367 0.8131654 * Ket : Data Landsat tanggal 30 Desember 2004 dan 04 Juli 2006 tidak memiliki header file,

sehingga nilai sun elevation yang digunakan adalah nilai data Landsat tanggal 04 Juli 2002, dengan asumsi kedua data tersebut berada pada musim yang sama.

Koreksi atmosferik dilakukan untuk menghilangkan pengaruh partikel-partikel atmosfer yang meyebabkan nilai digital citra meningkat sebanding dengan kandungan partikel tersebut menuju suatu nilai digital tertentu. Koreksi dilakukan dengan menggunakan metode “dark pixel substrat”, yaitu mengkalibrasi nilai digital seluruh kanal dengan nilai kalibrasi yang diperoleh dari nilai digital kanal-kanal inframerah di daerah perairan dalam.

Nilai terkoreksi atmosferik diperoleh dengan persamaan:

Atmospherically corrected = Li - Lsi ………. (17)

dimana : Li = nilai piksel band-i

Lsi = rerata nilai piksel perairan dalam band-i Berikut adalah nilai kalibrasi dari data Landsat Kabupaten Berau :

(8)

Nilai Kalibrasi Koreksi Atmosferik Landsat Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar Landsat 7 TM

04 Juli 2006 30 Desember 2004 15 Agustus 2001 Poin

Band4 Band5 Band4 Band5 Band4 Band5 1 0,024 0,004 0,026 0,004 0,026 0,013 2 0,024 0,004 0,024 0,003 0,026 0,010 3 0,024 0,004 0,026 0,006 0,025 0,011 4 0,023 0,004 0,025 0,003 0,024 0,007 5 0,024 0,004 0,025 0,002 0,024 0,006 6 0,023 0,002 0,026 0,007 0,025 0,012 7 0,023 0,003 0,024 0,002 0,026 0,012 8 0,023 0,003 0,025 0,003 0,025 0,011 9 0,024 0,003 0,026 0,006 0,026 0,012 10 0,024 0,003 0,024 0,002 0,024 0,007 11 0,024 0,003 0,032 0,016 0,026 0,011 12 0,024 0,003 0,003 0,018 0,026 0,013 13 0,024 0,002 0,035 0,019 0,025 0,009 14 0,023 0,004 0,034 0,019 0,027 0,016 15 0,024 0,004 0,034 0,019 0,026 0,012 16 0,024 0,003 0,032 0,018 0,025 0,013 17 0,024 0,004 0,031 0,016 0,025 0,015 18 0,023 0,005 0,033 0,018 0,027 0,013 19 0,023 0,004 0,034 0,019 0,026 0,012 20 0,023 0,003 0,032 0,018 0,026 0,015 21 0,024 0,003 0,039 0,020 0,026 0,014 22 0,024 0,003 0,039 0,020 0,026 0,013 23 0,024 0,004 0,039 0,020 0,026 0,016 24 0,025 0,004 0,039 0,020 0,026 0,016 25 0,025 0,003 0,042 0,020 0,026 0,012 26 0,025 0,006 0,042 0,020 0,026 0,016 27 0,025 0,006 0,037 0,020 0,026 0,014 28 0,024 0,004 0,025 0,004 0,027 0,014 29 0,025 0,005 0,024 0,002 0,024 0,002 30 0,024 0,003 0,025 0,005 0,025 0,013 rerata 0,0239 0,0037 0,031133 0,0123 0,025655 0,012241 Sehingga diperoleh nilai faktor koreksi untuk masing-masing data yaitu :

Landsat 14 Juli 2006 : Band 1 – 4 = 0.0239 Band 5 : 0.0037 Landsat 30 Desember 2004 : Band 1 – 4 = 0.031133 Band 5 : 0.0123 Landsat 15 Agustus 2001 : Band 1 – 4 = 0.025655 Band 5 : 0.012241

Perubahan Nilai DN menjadi Reflektans Terkoreksi Atmosferik tanggal 15 Agustus 2001 Band Nilai DN Nilai Reflektans Nilai Atmosferik

1 58 – 255 0.0739 – 0.3289 0.0463 – 0.3033 2 16 – 255 0.0389 – 0.6845 0.0137 – 0.6589 3 13 – 255 0.0290 – 0.6122 0.0017 – 0.5866 4 5 – 255 0.0099 – 0.8705 -0.0164 – 0.8449 5 2 – 255 -0.0021 – 0.6006 -0.0216 – 0.5811

(9)

Perbandingan Histogram Nilai Digital Band 1 Landsat tanggal 15 Agustus 2001

Nilai DN Nilai Reflektans Nilai Atmosferik Perbandingan Visual RGB 321 tanpa Penajaman Histogram Landsat tanggal 15 Agustus 2001

Nilai DN Nilai Reflektans Nilai Atmosferik Perubahan Nilai DN menjadi Reflektans Terkoreksi Atmosferik tanggal 30 Desember 2004

Band Nilai DN Nilai Reflektans Nilai Atmosferik 1 58 – 255 0.0739 – 0.3289 0.0463 – 0.3033 2 16 – 255 0.0389 – 0.6845 0.0137 – 0.6589 3 13 – 255 0.0290 – 0.6122 0.0017 – 0.5866 4 5 – 255 0.0099 – 0.8705 -0.0164 – 0.8449 5 2 – 255 -0.0021 – 0.6006 -0.0216 – 0.5811 Perbandingan Histogram Nilai Digital Band 1 Landsat tanggal 30 Desember 2004

(10)

Perbandingan Visual RGB 542 tanpa Penajaman Histogram Landsat tanggal 30 Desember 2004

Nilai DN Nilai Reflektans Nilai Atmosferik Perubahan Nilai DN menjadi Reflektans Terkoreksi Atmosferik tanggal 4 Juli 2006

Band Nilai DN Nilai Reflektans Nilai Atmosferik 1 55 – 255 0.0738 – 0.3887 0.0450 – 0.3599 2 33 – 255 0.0440 – 0.4266 0.0158 – 0.3978 3 23 – 255 0.0244 – 0.3938 -0.0039 – 0.3650 4 8 – 255 0.0027 – 0.9224 -0.0261 – 0.6686 5 8 – 255 -0.0021 – 0.5497 -0.0204 – 0.5314 Perbandingan Histogram Nilai Digital Band 1 Landsat tanggal 4 Juli 2006

Nilai DN Nilai Reflektans Nilai Atmosferik Perbandingan Visual RGB 321 tanpa Penajaman Histogram Landsat tanggal 4 Juli 2006

(11)

Dari hasil analisis TSM citra satelit Landsat ETM multi time series adalah dapat dilihat pada gambar berikut:

1. Sebaran konsentrasi TSM tanggal 15 agustus 2001 sangat banyak pada muara sungai Krueng Aceh seperti terlihat pada gambar di bawah.

2. Sebaran konsentrasi TSM tanggal 30 desember 2004 pada muara sungai Krueng Aceh tidak begitu terlihat karena adanya tsunami bencana alam empat hari kemudian yaitu pada tanggal 26 desember 2004 seperti terlihat pada gambar di bawah.

3. Sebaran konsentrasi TSM tanggal 4 juli 2006 sudah mulai menupuk lagi pada muara sungai Krueng Aceh seperti terlihat pada gambar di bawah.

Gambar Konsentrasi TSM pada citra satelit Lansat ETM tanggal 15-08-2001, 30-12-2004 dan 04-07-2006

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perubahan persentase sebaran Total Suspended Matter ( sedimetasi) dapat dikaji melalui penerapan klasifikasi multispektral pada citra satelit Landsat yang ditransformasi menggunakan metode TSM.

2. Hasil analisis citra multi time series TSM daerah penelitian tahun 2001, 2004 dan 2006 waktu 6 tahun (2001 - 2006) terjadi perbedaan persentase sebarannya akan tetapi dalam hal ini tidak dapat diambil suatu keimpulan yang pasti, karena adanya bencana alam yaitu Tsunami tahun 2004 yang sangat berpengaruh terhadap sebaran TSM.

3. Dengan metode ekstraksi Citra satelit dalam hal ini citra sataletit Landsat yang menggunakan metode TSM dapat memonitoring atau sebagai bahan analisis awal indikasi pencemaran lingkungan di hulu dan disekitar sungai seperti penebangan hutan liar, galian C sepanjang sungai dan perusakan alam lainnya, yang membawa sedimentasi

(12)

sehingga menumpuk pada muara sungai.

4. Penyajian Sistem Informasi Geografis secara manual dinilai sangat tidak efisien dalam segi waktu dan ketepatan sasaran, sehingga dikembangkan SIG kedalam bentuk digital dengan dibantu oleh sistem komputerisasi. Pemanfaatan SIG dalam lingkungan masyarakat dapat dipergunakan sebagai media untuk mengembangkan konsep pada lokasi tata ruang, kependudukan, serta unsur geografis yang lainnya sehingga pada pengambilan keputusan tepat sasaran.

Daftar Pustaka

Budiyanto, Eko, Sistem Informasi Geografi Menggunakan ArcView GIS, Andi Yokyakarta, 2002.

Prahasta, Eddy, Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis, Informatika, Bandung 2005 Prahasta, Eddy, Sistem Informasi Geografis ArcView Lanjut Pemrograman Bahasa Script

Avenue, Informatika, Bandung 2003

Prahasta, Eddy, Sistem Informasi Geografis Tutorial ArcView, Informatika, Bandung 2002

Biertwirth, P.N., T.J. Lee and R.V. Burne. 1993. “Shallow Sea-Floor Reflectance and Water Depth Derived by Unmixing Multispectral Imagery”. Photogrametric Engineering and Remote Sensing, Vol. 59, No.3, 331-338.

Campbell. 1981. “Spatial Correlation Effects Upon Acuracy of Supervised Classification of Land Cover”. Photogrametric Engineering and Remote Sensing, 47, 355-363.

Edwards, A.J., P.J. Mumby., E.P. Green and C.D. Clark. 1999. “Applications of Sattelite and Airborne Image Data to Coastal Management”. Seventh Computer-Based Learning Module (Bilko for Windows). UNESCO.

Getis, A and K.J. Ord. 1996. “Local Spatial Statistics : An Overview”. In : Spatial Analysis : Modelling in A GIS Environment. Ed. Paul Longley and Michael Batty. Geoinformation International.

Knight, D., E. LeDrew and H. Holden. 1997. Mapping Submerged Coral in Fiji from Remote Sensing and In situ Measurements : Applications for Integrated Coastal Management. Ocean & Coastal Management, Vol. 34, No. 2, p153-170.

Lilessand, T.M and R.W. Kiefer. 2000. “Remote Sensing and Image Interpretation”. John Wiley and Sons.

Lubin, D., W. Lei., P. Dustan., C. H. Mazel and K. Stammes. 2001. Spectral Signatures of Coral Reefs From Space. Remote Sensing of Environment, Vol. 75, 127 – 137.

Luczkovich, J.L., T.W., Wagner., J.L. Michalek., and R.W. Stoffle. (1993).

“Discrimination Of Coral Reefs, Seagrasses Meadows, And Sand Bottom Types From Space: A Dominican Republic Case Study”. Photogrametric Engineering And Remote Sensing, Vol. 59, 385-389.

Lyzenga, D.R. 1978. “Passive Remote Sensing Techniques for Mapping Water Depth and Bottom Features”. Applied Optics, Vol. 17, p379.

Tomascik, T., A.J. Mah., A. Nontji, and K. Moosa. 1997. The Ecology of The Indonesian Seas. Periplus, 2 Vols. 1388pp.

Rees, W. G. 1990. “Physical Principles of Remote Sensing”. Cambridge University Press.

Richards, J.A. 1995. “Remote Sensing Digital Image Analysis : An Introduction”. Springer – Verlag. Berlin.

Spitzer, D and R.W.J. Dirks. 1987. Bottom Influence On The Reflectance of The The Sea. International Journal of Remote Sensing, Vol. 8, No.3, p279-290

Zainal, A., D.H. Dalby And I.S. Robinson. (1993). “Monitoring Marine Ecological Changes In The East Coast Of Bahrain With Landsat TM”. Photogrametric Engineering And Remote Sensing, Vol.59, 415-421.

Gambar

Gambar Bagan alir penelitian  Analisis
Gambar Konsentrasi TSM pada citra satelit Lansat ETM tanggal 15-08-2001, 30-12-2004 dan  04-07-2006

Referensi

Dokumen terkait

Apabila field btnPlay masih null atau belum diinisialisasi maka field btnPlay akan diinisialisasi dengan memanggil method Find dari kelas GameObject, dimana GameObject yang

Hal tersebut dapat diketahui dari telah dilaksanakannya 7strategi menuju pelayanan sukses seperti yang diungkapkan Devrye dengan baik yakni: self esteem karena telah

Menurut Gagne (dalam Dahar, 1988), belajar merupakan proses yang memungkinkan manusia mengubah tingkah laku secara permanen, sedemikian sehingga perubahan yang sama tidak akan

Sedangkan untuk mahasiswa terlambat lebih dari 10 menit dianggap tidak hadir praktikum dan untuk mahasiswa terlambat lebih dari 10 menit dianggap tidak hadir

Ekonomi Internasional 2 VII Bambang Irianto, SH.MHum B33 Studi lapangan 2 VI pelaksanaan tersendiri. Penulisan Skripsi 4 VII

Dari empat aspek dalam keyakinan matematik, urutan pencapaian rerata skor dari terkecil ke besar adalah keyakinan matematik siswa terhadap karakteristik matematik

Proses perbaikan striping dengan formula editor berhasil dilakukan pada citra landsat-7 ETM+ liputan 25 Februari 2006, sedangkan pada citra landsat -7 ETM+

Maka Finite Element Method bisa dikatakan sebagai suatu metode numerik untuk mencari solusi dari distribusi pada variabel bidang yang sulit untuk