• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL HEMATOLOGI SAPI PERAH FH (Freisian Holstein) PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK CIBUNGBULANG BOGOR DEKA PERMANA PUTERA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL HEMATOLOGI SAPI PERAH FH (Freisian Holstein) PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK CIBUNGBULANG BOGOR DEKA PERMANA PUTERA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL HEMATOLOGI SAPI PERAH FH (Freisian Holstein)

PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK

CIBUNGBULANG BOGOR

DEKA PERMANA PUTERA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Hematologi Pada Sapi Perah FH (Freisian Holstein) Periode Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Deka Permana Putera

(4)

ABSTRAK

DEKA PERMANA PUTERA. Profil Hematologi Sapi Perah FH (Freisian

Holstein) Periode Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor. Dibimbing oleh

RETNO WULANSARI dan AGUS LELANA.

Periode kering kandang pada sapi perah merupakan situasi penting dalam managemen kesehatan. Pada periode ini, status fisiologi harus dalam kondisi yang baik untuk menjamin kelahiran dalam melahirkan anak sapi. Untuk mengetahui gambaran hematologi pada sapi perah kering kandang, telah dilakukan uji hematologi pada delapan belas sapi perah di Kunak Cibungbulang Bogor. Hasil yang diperoleh adalah rata-rata jumlah eritrosit 6.1 ± 1.03 x 106/µl, konsentrasi hemoglobin 9.83 ± 1.54 g/dl, peresentase hematokrit 30.77 ± 3.52%, MCV 51.30 ± 7.47 fl, dan MCHC 31.88 ± 2.85%. Pada dasarnya hasil yang ditemukan menunjukkan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan persentase hematokrit di Kunak Cibungbulang Bogor cenderung rendah. Kami juga mencatat terdapat tiga hewan mengalami anemia normositik hipokromik, dua hewan mengalami anemia mikrositik hipokromik, dan satu hewan mengalami makrositik hipokromik anemia.

Kata kunci: eritrosit, hematokrit, hemoglobin, periode kering kandang.

ABSTRACT

DEKA PERMANA PUTERA. Profile Hematologi Of dairy cattle FH (Freisian

Holstein) In Dry Period at Kunak Cibungbulang Bogor. Supervised by RETNO

WULANSARI and AGUS LELANA.

Dry period in dairy cattle is a critical situation in herd health management. In this period, the physiological state should be in good condition to assure normal calving and delivery. To understand these hematologi profile of dry period of dairy cattle, hematological test was performed on eightteen dairy cattle at Kunak, Cibungbulang Bogor. The result showed that the average of erythrocytes count was 6.1 ± 1.03 x 106/µl, hemoglobin concentration was 9.83 ± 1.54 g/dl, percentage of hematocrit was 30.77 ± 3.52%, MCV was 51.30 ± 7.47fl and MCHC was 31.88 ± 2.85%. Based on this finding we noted the presentages erythrocytes count, hemoglobin concentration, and percentages of hematocrit of dairy cattle at Kunak Cibungbulang Bogor were tend to be lowed. We were also noted that three of animals had normocytic hypochromic anemia, two of animals had microcytic hypochromic anemia, and one of animals had macrocytic hypochromic anemia.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PROFIL HEMATOLOGI SAPI PERAH FH (Freisian Holstein)

PERIODE KERING KANDANG DI KUNAK

CIBUNGBULANG BOGOR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Profil Hematologi Sapi Perah FH (Freisian Holstein) Periode Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor

Nama : Deka Permana Putera NIM : B04100101

Disetujui oleh

Drh Retno Wulansari, MSi, PhD Pembimbing I

Dr Drh RP Agus Lelana, SpMp, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan FKH-IPB

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian adalah Profil Hematologi Sapi Perah FH (Freisian Holstein) Periode Kering Kadang di Kunak Cibungbulang Bogor .

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Drh Retno Wulansari, MSi PhD dan Bapak Dr Drh RP. Agus Lelana, SpMp, MSi selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tugas akhir. Terima kasih kepada Bapak Dr Drh Chusnul Choliq, MS, MM selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan selama penulis menjalankan studi. Disamping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan pimpinan beserta staf Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Departemen KRP, FKH IPB yang telah membantu penulis dalam penelitian.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga penulis sampaikan kepada Papa, Mama, Kakak dan Abang tersayang (Yulizar, Harnelly Hevi, Kemala Meilinda Putri, dan Dian Permana Putra) serta seluruh keluarga besar atas doa, semangat dan cinta yang selalu diberikan. Ucapan terima kasih kepada Ari, Aditia, Singgih, Danny, Nurul H, Ghina, Tiwa, Risti dan teman-teman seangkatan Acromion 47 atas bantuan, saran, dan motivasi selama berjuang menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Penulis menyadari penulisan karya ilmiah ini tidak luput dari kekurangan, untuk itu penulis sangat berterima kasih atas kritik dan saran-saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Sapi Perah Freisian Holstein 2

Periode Kering Kandang 2

Komosisi dan Fungsi Darah pada Sapi 3

Pemerikasaan Hematologi sapi 4

Anemia 5

METODE. 6

Persiapan Sampel Darah 6

Perhitungan Jumlah Eritrosit 6

Perhitungan Nilai Hematokrit 7

Perhitungan Kadar Hemoglobin 7

Perhitungan Indeks Eritrosit 7

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Parameter Eritrosit 8

Indeks Eritrosit 11

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

(10)

DAFTAR TABEL

1 Nilai acuan eritrosit normal 4

2 Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit

sapi perah kering kandang 8

3 Nilai MCV dan MCHC sapi perah kering kandang 11

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik jumlah eritrosit sapi perah pada periode kering kandang 8 2 Grafik jumlah konsentrasi hemoglobin sapi perah pada periode kering

kandang 9

3 Grafik jumlah konsentrasi hematokrit sapi perah pada periode kering

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi perah merupakan ternak andalan dalam mewujudkan swasembada susu segar nasional. Tingkat kebutuhan susu di Indonesia sangat tinggi sedangkan tingkat ketersediaannya masih rendah. Upaya peningkatan jumlah dan produksi susu ternak perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Usaha perternakan sapi perah sangat tergantung pada keberhasilan managemen pemeliharaan sapi setiap harinya, terutama didalam periode transisi pada periode kering kandang sapi. Periode kering kandang yaitu masa atau lamanya sapi berhenti diperah hingga beranak (Sudono et al. 2003). Pemeliharaan sapi pada periode kering kandang merupakan pekerjaan penting, karena sapi pada periode kering kandang sering terganggu kesehatan dan gangguan metabolismenya (Smith dan Risco 2005). Terjadinya masalah kesehatan selama periode kering kandang jelas merupakan faktor yang menyulitkan untuk kinerja reproduksi selanjutnya, berakibat kerugian pada ekonomi dan produksi susu (Ferguson 2001). Penyakit-penyakit yang menyerang sapi, sebagian besar menimbulkan perubahan gambaran darah sapi (Huyler et al. 1999). Hal ini karena darah merupakan bagian tubuh yang berbentuk cairan dan memegang peranan penting dalam proses fisiologis dan patologis.

Pemeriksaan hematologi diperlukan untuk mengetahui kondisi kesehatan ternak, mengevaluasi serta mendiagnosa penyakit infeksius (klinis dan subklinis), penyakit akibat pakan ternak dan penyakit metabolik serta mengevaluasi hasil pengobatan baik individu maupun kelompok (Gerardo et al. 2009). Parameter hematologi yang biasa dilakukan meliputi pemeriksaan kadar jumlah sel darah merah (eritrosit), hemoglobin (Hb), dan hematokrit (PCV). Menurut Mohri et al. (2007), dalam menginterpretasi data hasil pemeriksaan laboratorium dibutuhkan pengetahuan fisiologis darah dan parameter acuan darah normal. Parameter acuan yang digunakan harus bersumber dari nilai hasil pemeriksaan darah hewan normal sejenis pada kondisi lingkungan yang sama. Indonesia yang beriklim tropis, hingga saat ini belum banyak laporan mengenai gambaran darah sapi perah sehat pada periode kering kandang. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan data gambaran darah sapi perah pada periode kering kandang yang bisa dijadikan sebagai acuan bagi dokter hewan di Indonesia dalam membantu menegakkan diagnosa.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang gambaran jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, nilai hematokrit dan indeks eritrosit pada periode kering kandang sapi FH (Freisian Hosltein) di Kunak Cibungbulang Bogor.

(12)

2

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang gambaran eritrosit sapi perah FH pada periode kering kandang. Informasi yang diperoleh dapat membantu menetapkan status kesehatan hewan dan menegakan diagnosa apabila terdapat suatu penyakit.

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Perah Freisian Holstein

Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae, sub famili Bovinae, genus Bos. Sapi perah yang dikembangkan di berbagai belahan dunia adalah jenis Bos taurus (sapi Eropa) yang berasal dari daerah sub tropis dan Bos indicus (sapi berpunuk di Asia) yang berasal dari daerah tropis, serta hasil persilangan keturunan Bos taurus dan Bos indicus. Sapi yang berasal dari Bos taurus yang banyak dikembangkan ada lima bangsa yaitu Holstein, Brown Swiss, Ayshire, Guernsey, dan Jersey. Bangsa yang umum dikembangkan di Indonesia adalah bangsa Friesian Holstein (FH). Sapi FH berasal dari propinsi Friesland negeri Belanda. Bangsa sapi ini adalah bangsa sapi perah yang tertua, terkenal dan tersebar hampir di seluruh dunia (Rustamadji 2004).

Bangsa sapi FH murni memiliki warna rambut Black and White (hitam dan putih) atau merah dan putih (Red Holstein) dengan batas-batas warna yang jelas, seperti pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk segitiga dan rambut kipas ekor, bagian perut serta kaki dari teracak sampai lutut (knee atau hock) berwarna putih. Selain itu, sapi FH memiliki tanduk yang pendek dan mengarah ke depan. Sifat-sifatnya adalah jinak, tidak tahan panas, tetapi sapi ini mudah menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan cepat dewasa.

Menurut Blakely dan Bade (1991), Karakteristik sapi FH adalah memiliki berat induk 675 kg, warna bulu hitam dan putih, temperamen tenang, kemampuan merumputnya sedang, dewasa kelamin cepat, kadar lemak susu 3.5-3.7%, dengan warna lemak kuning membentuk butiran-butiran atau glubola sehingga susu segar aman dikonsumsi bagi manusia, bahan kering tanpa lemak 8.5 %, dan rata-rata produksi susu per tahun 5750-6250 kg dan berat lahir anak 42 kg.

Periode Kering Kandang

Kering kandang yaitu periode atau lamanya sapi berhenti diperah hingga beranak (Sudono et al 2003). Periode kering kandang yang terbaik adalah 50 sampai 60 hari sebelum melahirkan, karena produksi susu akan lebih tinggi pada masa berikutnya dibandingkan periode kering kandang yang diperpanjang atau diperpendek. Dalam periode kering kandang ada empat kondisi yang harus dicapai, yaitu kemampuan adaptasi rumen terhadap diet tinggi energi karena pada pakan kaya energi menyebabkan peningkatan ukuran papila rumen, menekan tingkat kesetimbangan energi (energy balance) yang negatif, memelihara normocalcemia dan mengurangi tingkat immunosuppression selama melahirkan (Dirksen et al.

(13)

3 1985). Sapi pada periode kering kandang akan mengalami perubahan kondisi fisiologis akibat dari perubahan nutrisi. Perubahan pemberian pakan dari yang berkonsentrat tinggi menjadi pakan berserat tinggi menyebabkan perubahan dari populasi mikroba serta karakteristik epitel dan papila dalam rumen (Bacic et al. 2006). Mashek dan Beede (2001) menyatakan pakan yang tinggi serat akan menyebabkan pemendekan papilla rumen, sedangkan pakan yang tinggi konsentrat akan menyebabkan pemanjangan papilla rumen. Mir et al. (1997) menganggap panjang vili dan aktivitas karbohidrase mukosa menjadi faktor penting dalam penyerapan gizi. Periode kering kandang berguna untuk memperbaiki tubuh dengan menggantikan nutrisi yang dipakai selama masa laktasi sebelumnya, memperbaiki dan memperbaharui sistem kelenjar susu dan saluran-salurannya, serta tambahan stimulasi untuk laktasi berikutnya. Periode kering kandang memungkinkan untuk kelenjar mamaria dari sapi induk untuk memperkuat diri kembali dan membentuk cadangan zat-zat makanan dalam tubuh untuk laktasi berikutnya (Akers 2002).

Komposisi dan Fungsi Darah pada Sapi

Darah merupakan cairan tubuh yang bersirkulasi melalui pembuluh darah pada setiap bagian tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan sistem organ. Darah terdiri atas 55% plasma dan 45% butir darah (Dallas 2006). Plasma darah terdiri atas air (91%), protein (7%), dan zat lain seperti gas, ion dan sisa metabolisme (2%). Butir darah terdiri atas sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan platelet (trombosit).

Jumlah darah dalam tubuh dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor endogen yang meliputi pertambahan umur, status kesehatan, gizi, stres, suhu tubuh, dan siklus estrus serta faktor eksogen yang meliputi hadirnya agen penyebab infeksi dan perubahan lingkungan. Pembentukan sel darah merah sangat dipengaruhi oleh

eritropoietin yang diproduksi dalam ginjal. Eritropoietin akan merangsang

produksi eritrosit sebagai respon hipoksia pada jaringan tubuh. Eritrosit berasal dari proeritroblas kemudian terbentuk basofil eritroblas, dilanjutkan polikromatofil eritroblas, ortokromatik eritroblas, dan kemudian berkembang menjadi retikulosit sampai terbentuk eritrosit (Guyton dan Hall 2006).

Menurut Guyton dan Hall (1997) darah merupakan salah satu unsur terpenting dalam tubuh. Darah mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi transportasi, fungsi regulasi dan fungsi pertahanan. Fungsi utama eritrosit adalah mengangkut oksigen yang terikat oleh hemoglobin ke seluruh jaringan tubuh. Selain itu, eritrosit juga berfungsi untuk membawa nutrisi dari saluran pencernaan menuju jaringan, mengangkut hasil akhir metabolisme ke organ ekskresi, mengatur suhu tubuh dan menjaga kesetimbangan asam-basa tubuh. Sel darah putih berperan dalam sistem kekebalan tubuh, sedangkan trombosit berperan penting dalam proses pembekuan pembekuan darah dan dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh (Despopoulos dan Silbernagl 2003). Menurut Gavan et al. (2010) nilai acuan eritrosit sapi dapat dilihat pada Tabel 1.

(14)

4

Tabel 1 Nilai acuan eritrosit sapi normal

Parameter Nilai normal Satuan

Eritrosit 5.0-8.7 x 106/µl

Hemoglobin 5.8-13.0 g/dl

PCV 26.0-41.0 %

MCV 40.0-60.0 Fl

MCHC 29.0-36.0 %

Sumber : Gavan et al.(2010)

Pemerikasaan Hematologi sapi Hematokrit

Nilai hematokrit sering disebut sebagai PCV (Packet cell volume). Hematokrit merupakan perbandingan presentase eritrosit di dalam volume darah utuh (whole blood). Nilai hematokrit didapat dengan cara mensentrifugasi sampel darah yang dimasukan ke dalam kapiler mikrohematokrit. Nilai yang didapat dapat menggambarkan jumlah eritrosit sampel darah yang diperiksa (Weiss dan Wardrop 2010).

Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) adalah komponen utama eritrosit yang terdiri atas protein kompleks terkonjugasi yang mengandung zat besi yang berguna untuk memberikan warna merah pada eritrosit (Cunningham 1997). Sintesis hemoglobin dalam eritrosit berlangsung dari eritroblast sampai stadium perkembangan retikulosit. Fungsi utama hemoglobin adalah transport oksigen dan karbon dioksida. Konsentrasi hemoglobin darah dapat diukur berdasarkan intesitas warnanya dengan menggunakan fotometer dan dinyatakan dalam gram hemoglobin/seratus mililiter darah (g/100ml) atau gram/desiliter (g/dl) (Price dan Wilson 2006).

Indeks Eritrosit

Menurut Weiss dan Wardrop (2010), indeks Eritrosit digunakan untuk mengetahui ukuran serta karakter hemoglobin dan eritrosit dalam darah. Indeks eritrosit terdiri atas Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular

Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Consentratiton

(MCHC). Mean Corpuscular Volume menunjukkan ukuran eritrosit yang dapat berarti ukuran kecil (mikrositik), ukuran normal (normositik) dan ukuran besar (makrositik). Nilai MCV diperoleh dengan mengkalikan 10 dari nilai hematokrit lalu dibagi dengan jumlah eritrosit. Penurunan nilai MCV mengindikasikan terjadinya anemia mikrositik yang dapat terjadi pada: anemia defisiensi besi (ADB), malignansi, artritis reumatoid, hemoglobinopati (talasemia, anemia sel sabit, dan hemoglobin C) dan keracunan timbal. Peningkatan nilai MCV mengindikasikan terjadinya anemia makrositik yang dapat terjadi pada: anemia aplastik, anemia hemolitik, penyakit hati kronis, hipotiroidisme dan pengaruh obat (defisiensi vitamin B12, antikonvulsan, dan antimetabolik).

Mean Corpuscular Hemoglobin mengindikasikan bobot hemoglobin di

dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. Mean Corpuscular Hemoglobin diperoleh dengan mengalikan 10 dari kadar Hb lalu dibagi dengan jumlah

(15)

5 eritrosit. Penurunan MCH terjadi pada anemia mikrositik hipokromik. Peningkatan MCH terjadi pada anemia defisiensi besi. Mean Corpuscular

Hemoglobin Consentratiton mengindikasikan konsentrasi hemoglobin per unit

volume eritrosit, dinyatakan dalam persen (%). Meskipun dinyatakan dalam persen (%), satuan lebih lebih tepat “gram hemoglobin per dl eritrosit”. Penurunan MCHC terjadi pada anemia hipokromik dan talasemia. Price dan Wilson (2006) menyebutkan bahwa indeks eritrosit dapat digunakan untuk menentukan jenis anemia yang terjadi di dalam tubuh hewan.

Anemia

Anemia merupakan suatu kondisi patologis yang disebabkan oleh penurunan jumlah eritrosit sehingga terjadi penurunan kapasitas oksigen yang dibawa oleh darah. Menurut Colville dan Bassert (2002) anemia dapat diakibatkan oleh sedikitnya oksigen yang bersirkulasi, penyusutan eritrosit, penurunan produksi eritrosit, pendarahan, infeksi parasit di dalam eritrosit dan jumlah hemoglobin yang sedikit pada jumlah eritrosit yang normal.

Anemia dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu berdasarkan morfologi eritrosit dan etiologi anemia. Berdasarkan morfologi eritrosit anemia dapat diklasifikasikan menjadi anemia normositik normokromik, anemia normositik hipokromik, anemia makrositik normokromik, anemia makrositik hipokromik, anemia mikrositik normokromik, dan anemia mikrositik hipokromik (Price dan Wilson 2006).

Anemia normositik normokromik ditandai dengan ukuran dan bentuk eritrosit normal serta mengandung jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin yang normal (MCV dan MCHC normal atau rendah), tetapi hewan menderita anemia. Hal ini disebabkan oleh kehilangan darah yang bersifat akut, hemolisis, maupun karena penyakit infeksi yang kronis. Anemia normositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit yang normal tetapi konsentrasi hemoglobin darah rendah (MCV normal, MCHC rendah). Anemia ini jarang terjadi, anemia jenis ini dapat disebabkan oleh defisiensi besi dan sintesis hemoglobin yang belum sempurna (Stockham dan Scott 2008).

Anemia makrositik normokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih besar, tetapi berwarna normal karena konsentrasi hemoglobin yang normal (MCV meningkat, MCHC normal). Hal ini dapat diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA karena defisiensi unsur-unsur tertentu seperti vitamin B12. Anemia makrositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih besar dari normal, tetapi memiliki konsentrasi hemoglobin yang lebih rendah dari normal (MCV meningkat, MCHC rendah). Hal ini diakibatkan karena pendarahan yang berlebihan sehingga eritrosit muda (retikulosit) dilepaskan ke dalam peredaran darah sebagai respon regeneratif (Stockham dan Scott 2008).

Anemia mikrositik normokromik ditandai dengan ukuran erirosit lebih kecil dari normal, dengan konsentrasi hemoglobin yang normal (MCV rendah, MCHC normal). Hal ini diakibatkan oleh defisiensi zat besi dan gangguan metabolisme hati. Anemia mikrositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih kecil dari normal dengan konsentrasi hemoglobin lebih sedikit dari nomal (MCV dan

(16)

6

MCHC rendah). Kejadian ini disebabkan oleh insufiensi sintesis hem (besi) akibat defisiensi zat besi serta defisiensi pyridoxine (Stockham dan Scott 2008).

METODE.

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan bulan Juli-Agustus 2013 di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah Cibungbulang, Bogor. Pemeriksaan darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik, Divisi Penyakit Dalam, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

Hewan yang digunakan sebanyak 18 ekor sapi FH pada periode kering kandang. Alat yang digunakan adalah syringe 10 ml, gelas objek, tabung vakum EDTA (Ethylene Diamine Tetraacetic Acid), mikroskop, alat penghitung (counter), tabung Sahli, tabung kapiler, alat sentrifuge, Micro Hematokrit Reader, hemoglobinometer, dan pipet tetes. Bahan yang digunakan antara lain sampel darah segar, alkohol 70%, aquades, cairan pengencer (Hayem), dan HCl 0.1 N.

Persiapan Sampel Darah

Pengambilan darah dilakukan melalui vena Jugularis dan atau melalui vena

Coccygealis kurang lebih sebanyak 10 ml dan kemudian dimasukan kedalam

tabung vakum yang mengandung antikogulan EDTA untuk kemudian dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Perhitungan Jumlah Eritrosit

Sampel darah dihisap sampai dengan batas 0.5 menggunakan pipet pengencer. Ujung pipet dicelupkan ke dalam cairan pengencer (Hayem) dan cairan tersebut dihisap sampi batas 101. Pipet diangkat, lalu ditutup ujungnya dengan jempol dan pangkalnya ditutup dengan jari tengah dengan kondisi pipet yang mendatar. Larutan dengan darah diratakan dan dicampur dengan membuat gerakan seperti angka 8. Setelah homogen sebagian larutan dibuang kira-kira 3-5 tetes. Kamar hitung diambil kaca penutupnya, kaca penutup diletakkan diatas tanggul kamar hitung. Larutan diisikan ke dalam kamar hitung dengan menyentuhkan ujung pipet pada tepi antara dataran kaca penutup, sehingga permukaan dataran terisi merata. Setelah itu dibaca di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x. Sel-sel yang menyentuh garis batas kedua dihitung, sisi lainnya (kanan dan bawah) tidak masuk perhitungan. Lima kotak yang biasa dihitung ialah empat kotak pojok dan satu kotak tengah. Hasil perhitungan akhir (jumlah

(17)

7

total eritrosit), total eritrosit = n x 10.000, dengan n adalah jumlah seluruh sel dari lima kotak.

Perhitungan Nilai Hematokrit

Darah dihisap dengan tabung mikrokapiler, dengan menyentuhkan ujung tabung pada darah dan mengetuk-ngetuk ujung lainnya dengan telunjuk dimana posisi tabung hampir mendatar. Bagian ujung tabung dikosongkan kira-kira 1 cm. Bagian ujung lain dari tabung disumbat dengan alat penyumbat khusus. Tabung diletakan pada alat sentrifuge dengan bagian tak tersumbat mengarah ke pusat

sentrifuge. Sentrifuge dilakukan selama 10 menit dengan kecepatan 6500 rpm.

Hasil sentrifugasi dibaca menggunakan alat khusus (Micro Hematokrit Reader) (Ducan dan Prase 1977).

Perhitungan Kadar Hemoglobin

Perhitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan metode Sahli (1902). Tabung Sahli diisi dengan HCl 0.1 N sampai garis terbawah. Darah dihisap dengan pipet hemoglobin sampai angka 20. Darah yang dihisap dimasukkan pada HCl 0.1 N dengan meniup pelan-pelan. Darah dan HCl 0.1 N dicampurkan dengan cara meniup dan mengisap perlahan-lahan. Terbentuknya asam hematin ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi coklat atau coklat kehitaman. Aquades diteteskan dengan menggunakan pipet tetes sambil dikocok, penambahan aquades dilakukan sampai warna sama dengan warna pembanding. Kadar hemoglobin dibaca dengan melihat miniskus cairan pada tabung Sahli. Satuan hemoglobin dinyatakan dengan gram%.

Perhitungan Indeks Eritrosit

Perhitungan MCV, MCH, dan MCHC dapat dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Schalm et al. (1975) sebagai berikut:

MCV= PCV X 10∑ RBC MCH= Hb X 10∑ RBC MCHC= Hb X 10 PCV

Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan mencari nilai rata-rata dan standar deviasi selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

(18)

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Parameter Eritrosit

Eritosit di dalam aliran darah mamalia merupakan sel-sel yang tidak berinti dan tidak bergerak (Schalm et al. 1975). Menurut Cowell (2004) Parameter yang penting dalam pemerikasaan eritrosit sapi meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Penurunan salah satu dari ketiga parameter tersebut dapat menjadi indikasi anemia. Penelitian yang telah dilakukan pada sapi perah FH pada periode kering kandang menghasilkan gambaran eritrosit yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit sapi perah FH periode kering kandang

Parameter Kisaran nilai Rata-rata Nilai normal*

Eritrosit (x 106/µl) 4.07-7.2 6.1 ± 1.03 5.00-10.00

Hemoglobin (g/dl) 7-12 9.83 ± 1.54 8.00-15.00 Hematokrit (%) 26-36 30.77 ± 3.52 24.00-46.00

*Sumber : Gavan et al.(2010)

Jumlah Eritrosit

Jumlah eritrosit pada 18 sapi perah FH periode kering kandang dapat dilihat pada Gambar 1, dengan kisaran nilai antara 4.07-7.8x 106/µl. Terdapat beberapa sapi menunjukkan gambaran jumlah eritrosit berada dibawah nilai normal (5.0-10.0x 106/µl) yaitu pada sapi dengan nomor 5, 8, dan 18, dengan jumlah eritrosit masing masing sebesar 4.95, 4.90, dan 4.07x 106/µl. Sedangkan 15 ekor lainnya memiliki nilai yang berada dalam kisaran normal.

Tabel 2 menunjukkan rataan jumlah eritrosit sapi perah FH pada periode kering kandang sebesar 6.1 ± 1.03x 106/µl. Nilai ini berada dalam kisaran normal menurut Gavan et al. (2010), yaitu sebesar 5.00-10.00x 106/µl.

Gambar 1 Grafik jumlah eritrosit sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda menunjukkan jumlah eritrosit normal)

5,66 5,00 7,5 5,18 4,95 6,2 6,5 4,9 6,01 6,6 6,9 5,4 6,3 7,2 6,9 7 7,8 4,07 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 J um la h er it ro sit ( x 10 6/µl ) Nomor sapi

(19)

9 Jumlah eritrosit dibawah nilai normal menunjukkan sapi mengalami anemia. Menurut Fransond (1993), anemia terjadi karena pembentukan darah yang kurang mencukupi karena gizi tidak baik termasuk adanya defisiensi zat besi, Cu, vitamin dan asam amino di dalam pakan dari sapi diperiode kering kandang. Dapat juga disebabkan karena pendarahan dari luka, parasit-parasit cacing (endoparasit) atau karena sel-sel darah merah tidak berhasil menjadi masak secara normal.

Proses pembentukan eritosit dibutuhkan nutrien-nutrien esensial seperti vitamin B12 (Cyanocobalamin). Masing-masing molekul mengandung satu atom Cobalt yang berfungsi dalam pendewasaan eritrosit. Cobalt merupakan bahan esensial untuk ruminansia dan dibutuhkan oleh mikroorganisme dalam pembentukan vitamin B12 dalam rumen (Goff 2000). Mineral-mineral lainnya yang dibutuhkan adalah tembaga untuk pembentukan molekul hemovglobin. Tembaga sangat esensial sebagai koenzim/katalisator dalam sintesa Hb. Faktor yang mempengaruhi kualitas eritrosit bukan saja jumlah sel-selnya tetapi juga kadar Hb, hematokrit, dan kadar konstituen darah lainnya. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas eritrosit adalah umur, jenis kelamin, gizi, kehamilan, laktasi, iklim, fase estrus, dan ketinggian lakasi (Ali et al. 2013). Bila pada ternak ruminansia terjadi defisiensi vitamin B12 dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan eritosit yang menimbulkan penyakit anemia. Anemia terjadi apabila jumlah sel-sel darah merah yang fungsional atau jumlah hemoglobin berkurang jauh di bawah normal.

Konsentrasi Hemoglobin

Sebagian besar sapi perah FH periode kering kandang dalam penelitian memiliki konsentrasi hemoglobin pada rentang normal (8.0-15.0 g/dl), dengan kisaran nilai antara 7.0-12.0 g/dl ditunjukkan pada Gambar 2. Akan tetapi, ada satu ekor sapi yang memiliki konsentrasi hemoglobin dibawah normal, yaitu dengan konsentrasi hemoglobin sebesar 7.00 g/dl. Sapi yang memiliki nilai konsentrasi hemoglobin tersebut adalah sapi nomor 18 dimana pada sapi tersebut juga memiliki jumlah eritrosit yang berada dibawah jumlah normal, yaitu 4.07x 106/µl (Gambar 1).

Nilai rataan konsentrasi Hb sapi perah FH periode kering kandang sebesar 9.83 ± 1.54 g/dl (Tabel 2). Menurut Gavan et al. (2010), nilai rataan tersebut berada pada rentang normal yaitu 8.0-15.0 g/dl.

Gambar 2 Grafik konsentrasi hemoglobin sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda menunjukkan jumlah eritrosit normal)

9 9 8 11 8 10 11 9 10 11 12 9 10 12 12 11 8 7 0 2 4 6 8 10 12 14 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 K o ns ent ra si hem o g lo bin (g /dl ) Nomor sapi

(20)

10

Hemoglobin merupakan komponen utama penyusun eritrosit yang berfungsi mengangkut oksigen dan karbondioksida (Price dan Wilson 2006). Rendahnya hemoglobin diakibatkan oleh jumlah eritrosit yang rendah, karena hemoglobin merupakan komponen utama pengisi eritrosit (Guyton dan Hall 1997). Faktor yang mempengaruhi derajat anemia selain jumlah eritrosit adalah konsentrasi hemoglobin yang berada dalam darah. Besarnya konsentrasi hemoglobin dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya nutrisi, ras, umur, waktu pengambilan sampel, dan antikogulan yang dipakai dalam pengambilan sampel (Mbassa dan Poulsen 1993).

Nilai Hematokrit (PCV)

Gambar 3 menunjukkan pada 18 ekor sapi yang diperiksa mempunyai kisaran nilai hematokrit antara 26.00-36.00%. Terdapat sapi dengan nilai hematokrit normal rendah, yaitu sapi nomor 18 (26.00%). Kondisi pada sapi nomor 18 diikuti dengan dengan gambaran jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin yang juga rendah yaitu 4.07x 106/µl dan 7.00 g/dl. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara ketiganya. Semakin rendah jumlah eritrosit maka nilai hematokrit dan konsentrasi hemoglobinnya juga rendah. Pada kondisi sapi dengan jumlah eritrosit rendah dan hematokrit normal rendah menunjukkan bahwa kondisi sapi tersebut selain mengalami anemia juga mengalamia dehidrasi.

Rataan nilai hematokrit sapi perah FH periode kering kandang dapat dilihat pada Tabel 2, yaitu 30.77 ± 3.52%. Menurut Gavan et al. (2010), nilai rataan tersebut berada pada rentang normal yaitu 24.00-46.00%.

Gambar 3 Grafik konsentrasi hematokrit sapi perah pada periode kering kandang (Daerah diantara tanda menunjukkan jumlah eritrosit normal)

Perhitungan Packet cell volume (PCV) pada ternak-ternak sehat harus sebanding dengan jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin. Hematokrit dipergunakan untuk menghitung jumlah darah dan untuk mengecek jumlah sel darah merah. Nilai hematokrit merupakan salah satu unsur yang dapat digunakan untuk menentukan derajat anemia selain jumlah eritrosit dan konsentrasi hemoglobin. Jumlah eritrosit yang rendah dan ukuran eritrosit yang kecil akan menyebabkan nilai hematokrit menjadi rendah (Colville dan Bassert 2002). Ducan dan Prase (1977) menyatakan nilai hematokrit akan menurun pada keadaan bunting dan anemia.

29 27 27 32 26 34 32 29 34 30 36 27 34 32 36 35 28 26 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 K o ns ent ra si hem a to k rit ( %) Nomor sapi

(21)

11

Indeks Eritrosit

Indeks eritrosit sapi perah pada periode kering dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan nilai MCV sapi perah pada periode kering kandang dalam kisaran 44.44-63.88 fl dengan nilai rata-rata sebesar 51.30 ± 7.29 fl. Nilai MCHC berada pada kisaran 26.92-37.50% dengan nilai rata-rata sebesar 31.88 ± 2.85%. Nilai MCV dan MCHC ini berada dalam kisaran normal 40.0-60.0 fl dan 30.0-36.0% (Gavan et al. 2010).

Tabel 3 Nilai MCV dan MCHC sapi perah kering kandang

No Sapi MCV (fl) MCHC (%) Nilai normal (40.0-60.0)* Nilai normal (30.0-36.0)* 1 51.24 31.03 2 54.00 33.33 3 36.00 29.63 4 61.78 34.38 5 52.53 30.77 6 54.84 29.41 7 49.23 34.38 8 59.18 31.03 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 56.57 45.45 52.17 50.00 53.97 44.44 52.17 50.00 35.90 63.88 29.41 36.67 33.33 33.33 33.33 37.50 29.41 31.43 28.57 26.92 Rata-rata ± SD 51.30 ± 7,47 31.88 ± 2.85

*sumber: Gavan et al.(2010)

Beberapa sapi memiliki nilai MCV normal ditunjukan pada sapi nomor 6, 9, dan 15 dengan nilai 54.84 fl, 56.57 fl, dan 52.17 fl. Sapi tersebut juga memiliki nilai MCHC rendah yaitu dengan nilai 29.41%, 29.41%, dan 29.41%. Sapi nomor 6, 9, dan 15 dapat dikatakan mengalami anemia normositik hipokromik. Anemia normositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit yang normal tetapi konsentrasi hemoglobin darah rendah (MCV normal, MCHC rendah). Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh defisiensi besi dan sintesis hemoglobin yang belum sempurna (Stockham dan Scott 2008).

Sapi yang diteliti ada yang mengalami anemia mikrositik hipokromik, yaitu pada sapi nomor 3 dan 17. Dengan nilai MCV 36.00 dan 35.90 fl serta nilai MCHC 29.63 dan 28.57%. Anemia mikrositik hipokromik ditandai dengan ukuran eritrosit lebih kecil dari normal dengan konsentrasi hemoglobin lebih sedikit dari normal (MCV dan MCHC rendah). Kejadian ini disebabkan oleh insufiensi sintesis hem (besi) akibat defisiensi zat besi serta defisiensi pyridoxine (Stockham

(22)

12

dan Scott 2008). Menurut Abdulsalam dan Daniel (2002), defisiensi besi dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi antara lain berupa penurunan daya tahan tubuh, penurunan aktivitas, dan perubahan tingkah laku.

MCHC yang lebih tinggi dari batas normal terdapat sapi nomor 10 (36.67%) dan sapi nomor 14 (37.50%). Hal ini dikarenakan kondisi hemoglobinemia yang menyebabkan hemoglobin dalam plasma darah ikut terhitung saat pengukuran konsentrasi hemoglobin sehingga menyebabkan nilai MCHC cenderung lebih tinggi dari normal (Stockham dan Scott 2008).

Sapi nomor 18 menunjukkan nilai MCV dan MCHC masing-masing sebesar 63.88 fl dan 26.92% dapat dikatakan anemia makrositik hipokromik. Kenaikan nilai MCV dan penurunan MCHC yang mengindikasikan eritrosit berukuran lebih besar dari normal dan merupakan eritrosit muda karena pada eritrosit muda jumlah Hb lebih rendah. Menurut Stockham dan Scott (2008) ini diakibatkan karena perdarahan yang berlebihan sehingga eritrosit muda (retikulosit) dilepas ke dalam peredaran darah sebagai respon regeneratif.

Hasil yang diperoleh dari penelitian pada 18 ekor sapi FH periode kering kandang menunjukkan profil eritrosit dengan jumlah eritrosit rendah pada sapi nomor 5, 8, dan 18. Sapi nomor 5 selain jumlah eritrosit yang rendah diikuti dengan konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit yang rendah. Hal ini mengindikasikan sapi tersebut mengalami anemia. Jumlah eritrosit yang rendah akan diikuti dengan jumlah hemoglobin yang rendah karena hemoglobin merupakan komponen penyusun eritrosit. Pada sapi nomor 8 menunjukkan jumlah eritrosit dan hematokrit rendah namun memperlihatkan konsentrasi hemoglobin normal. Hal ini menandakan terjadinya kehilangan darah yang berakibat kekurangan darah pada sapi. Sapi nomor 18 menunjukkan eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit yang rendah. Ini terjadi ketika eritrosit yang bersirkulasi dalam darah adalah eritrosit muda dan berukuran besar. Dengan nilai MCV yang tinggi dan MCHC yang rendah, maka pada sapi tersebut dapat dikatakan mengalami anemia tipe regeneratif.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Profil hematologi delapan belas ekor sapi perah FH periode kering kandang pada umumnya normal, kecuali tiga sapi mengalami anemia normositik hipokromik, dua sapi anemia mikrositik hipokromik, dan satu sapi yang mengalami anemia makrositik hipokromik.

Saran

Saran yang diberikan dalam penelitian ini adalah perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap sapi perah pada periode kering kandang terutama pada periode transisi di Kunak Cibungbulang Bogor, dengan sampel yang lebih banyak dan pemeriksaan mengenai profil biokimiawi darah dan kondisi fisik hewan di lapangan serta perlu diperhatikannya pakan yang diberikan terhadap sapi pada periode kering kandang.

(23)

13

DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam M, Daniel A. 2002. Diagnosis, pengobatan dan pencegahan anemia defisiensi besi. Sari Pediatri. Vol. 4 (2): 74 – 77.

Ali AS, Ismoyowati T, Indrasanti D. 2013. Jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit pada berbagai jenis itik lokal terhadap penambahan probiotik dalam ransum. J Ilmiah Pet. 1(3): 1001-1013.

Akers RM. 2002. Lactation and The Mamary Gland. Ed ke-1. Lowa (US): Lowa State Pr.

Bacic G, Karadjole T, Macesic N, Karadjole M. 2006. Special aspects of dairy cattle nutrition etiology and metabolic disease prevention. 7th Midde

European Buiatric Congres, Radenci, Slovenia, March 2006, Slov. Vet. Res.

Vol. 43 (Supl. 10), pp. 169-173. Vet arhiv, 77 (6), 567-577, 2007.

Blakely J, Bade DH. 1991. Ilmu Peternakan. Ed ke- 4. Jogjakarta (ID): UGM Pr. Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Physiology for Veterinary

Technicians. Missouri (US): Mosby.

Cowell RL. 2004. Veterinary Clinical Pathology Secrets. St. Louis (US): Elsevier Mosby.

Cunningham JD. 1997. Text Book of Veterinary Physiology. Philadelphia (US): WB Saunders.

Dallas SE. 2006. Animal Biology and Care Second Edition. USA (US): Blackwell Pub.

Despopoulos A, Silbernagl S. 2003. Color Atlas of Physiologhy. Ed ke-5. Philadelphia (US): Elsevier Inc.

Dirksen GU, Liebich HG, Mayer E. 1985. Adaptive changes of the ruminal mucosa and their functional and clinical significance. Bovine Pract. 20:116-120.

Duncan. JR, Prase KW. 1977. Veterinarv Laboratory Medicine. Clinical Patholoy Lowa (US): The Iowa state University Pr.

Ferguson JD. 2001. Nutrition and reproduction in dairy herds. Di dalam: Proc.

2001 Intermountain Nutrition Conf; Salt Lake City (US): University of

Texas. hlm 65-82.

Frandsond RD. 1993. Anatomi dan Fisiologi ternak. Edisi ke 4. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Găvan C, Retea C, Motorga V. 2010. Changes in the Hematological Profile of Holstein Primiparous in Periparturient Period and in Early to Mid Lactation.

Scientific Papers: Animal Sciences and Biotechnologies, 43 (2): 244-246.

Gerardo FQ, Stephen JL, Todd FD, Darven W, Ken EL, Robert MJ. 2009. References limits for biochemical and hematological analytes of dairy cows one week beafor and one week after parturition. Can Vet J 50 (4): 383-388. Goff JP. 2000. Determining the mineral requirement of dairy cattle. In

Proceedings 11th Annual Florida Ruminant Nutrition Symposium. [Waktu

dan tempat pertemuan tidak diketahui]; Gainesville. Florida (US): University of Florida Pages 106-132.

(24)

14

Grummer RR. 1995. Impact of changes in organic nutrient metabolism on feeding the transition dairy cows. J Anim Sci. 73:2820-2833.

Guyton AC, Hall JE. 1997. Textbook of Medical Physiology. Philadelphia (US): Saunders.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Medical Physiologi. Ed ke-11. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Review of medical physiology 11th edition.

Huyler MT, Kincaid RL, Dostal DF. 1999. Metabolic and yield responses of multiparous Holstein cows to prepartum rumen-undegradable protein. J

Dairy Sci. 82:527–36.

Mashek DG, Beede DK. 2001. Peripartum responses of dairy cows fed energy dense diets for 3 or 6 weeks prepartum. J. Dairy Sci. 84:115-125.

Mbassa GK, Poulsen JSD. 1993. Reference Range for Hematological Value in Landrace Goats. Small Rum Res.

Mir PS, Bailey DRC, Mir Z, Morgan Jones SD, Douwes H, McAllister TA, Weselake RJ, Lozeman FJ. (1997). Activity of intestinal mucosal membrane carbohydrases in cattle of different breeds. Can J Anim Sci, 77: 441–446. Mohri M, Sharifi K, Eidi S. 2007. Hematological and serum biochemistry of

holstein dairi calves: ages related changes and comparison with blood composition in adult. Res Vet Sci. 83: 30-39.

Price SA, Wilson LM. 2006. Patophysiology Clinical Conceps of Disease

Processes. Ed ke-4. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rustamadji B. 2004. Dairy Science I. [internet]. [Diunduh 2014 Juni 12]. Tersedia pada http://sukarno.web.ugm.ac.id/index.php/.

Schalm OW, Jain NC, Carrol EJ. 1975. Veteriner Haematology. Philadelphia (US): Saunders College.

Smith BI. Risco CA. 2005. Management of priparturient disorders in diary cattle.

Vet Clin North Am Food Anim Pract. 21: 503-521.

Stockham SL, Scott MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical Phatology. Ed ke-2. State Avenue (US): Blackwell Pub.

Sudono A, Rosidiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara

Intensif. Bogor (ID): Agromedia Pustaka.

Weiss DJ, Wardrop KJ. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. State Avenue (US): Blackwell Pub.

(25)

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 April 1992. Penulis merupakan putra ke-2 dari pasangan Yulizar dan Harnelly Hevi. Penulis menempuh pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor dan kemudian menempuh pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI IPB).

Selama melakukan pendidikan di FKH IPB, penulis pernah menjadi Ketua pelaksana Seminar Farmakologi pada tahun 2013, menjabat sebagai Wakil Ketua Himpunann Minat dan Profesi (HIMPRO) Satwa Liar FKH IPB pada tahun 2012-2013, dan aktif sebagai anggota Komunitas Seni STERIL FKH IPB. Berbagai kegiatan yang pernah diikuti penulis sebagai penunjang kegiatan akademik salah satunya adalah Kegiatan Magang di Balai Embrio Transfer Bogor pada tahun 2012 dan Kegiatan Magang di Bali Zoo pada tahun 2013.

Gambar

Tabel 2   Rataan jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit  sapi perah FH periode kering kandang
Gambar  2    Grafik  konsentrasi  hemoglobin  sapi  perah  pada  periode  kering  kandang  (Daerah diantara tanda      menunjukkan jumlah eritrosit normal)
Gambar  3  menunjukkan  pada  18  ekor  sapi  yang  diperiksa  mempunyai  kisaran  nilai  hematokrit  antara  26.00-36.00%
Tabel  3 menunjukkan nilai  MCV sapi  perah pada periode kering kandang dalam  kisaran 44.44-63.88 fl dengan nilai rata-rata sebesar 51.30 ± 7.29 fl

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan sarana pelayanan rawat inap rumah sakit memerlukan dana yang cukup besar, hal ini akan memberatkan beban anggaran pemerintah kabupaten yang memiliki kemampuan

serbuk daun ungu, metode yang digunakan perkolasi dan pelarut yang. digunakan adalah etanol 70%. Ekstraksi adalah kegiatan

7 tahun 1992 dalam bab 1, pasal 1 ayat 12 tentang perbankan, bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Selain terjebak dalam persoalan birokrasi dan stuktural kita juga menghadapi kesenjangan seperti tidak memadahinya jumlah pakar yang berkualitas, tidak memadainya

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran

Bismillahirrohmanirrohim, syukur Alhamdulillah selalu penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segenap rahmat dah karunia - Nya sehingga penulis dapat

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDA AAN DIREKTORAT JENDERAL. GURU DAN