• Tidak ada hasil yang ditemukan

23 Oktober kecil. Padahal, potensi koperasi untuk menjadi besar sangat terbuka. (Ihsanuddin, 2018)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "23 Oktober kecil. Padahal, potensi koperasi untuk menjadi besar sangat terbuka. (Ihsanuddin, 2018)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa melalui Resolusi A/RES/64/136 telah menyuarakan pentingnya peran koperasi dalam memberikan kontribusi pembangan sosial dan ekonomi, terutama dalam upaya mengurangi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja dan menyatukan secara sosial kemasyarakatan. Komitmen ini kemudian dibuktikan melalui Resolusi A/RES/65/184 yang menetapkan Tahun 2012 sebagai Tahun Internasional Koperasi.

Aliansi Koperasi Internasional (International Co-operative Alliance) sebagai organisasi puncak untuk koperasi di seluruh dunia pun telah mempromosikan pentingnya model bisnis berbasis koperasi. Koperasi sudah memberikan kontribusi signifikan dalam menjawab masalah tren global ini. Namun demikian, ini belumlah sepenuhnya tuntas. Melalui dukungan dan pemahaman yang lebih baik, koperasi dapat memberikan kontribusi yang lebih banyak lagi.

Hal ini pun menjadi harapan Presiden Joko Widodo dalam peringatan Hari Koperasi Nasional ke-71 di Tangerang Selatan yang ingin ada koperasi di Indonesia yang mampu tumbuh dan berkembang dengan perputaran uang yang sangat besar. Selama ini, menurutnya mayoritas koperasi hanya mampu menggalang dana dalam jumlah

kecil. Padahal, potensi koperasi untuk menjadi besar sangat terbuka. (Ihsanuddin, 2018)

Secara teori, koperasi memiliki kemampuan untuk:

• menyatukan kebutuhan sosial ekonomi anggotanya menjadi satu integrasi ekonomis.

• mencapai skala ekonomis maksimal.

• meruntuhkan kekuatan monopoli lokal.

• menunjukkan fleksibilitas dan kemampuan adaptasi tinggi dalam mengikuti perubahan pasar.

• memahami pengetahuan dan pemahaman lokal dalam proses demokrasi.

• membangun sumber daya secara mandiri yang mampu bertahan secara independen tanpa bantuan eksternal dan bisa bersaing di pasar yang relevan.

• mengurangi penyakit mental pengemis para anggotanya.

• mengutamakan kepentingan kelompok bersama sebagai tujuan organisasi.

• menjadi inspirator inovasi, diversifikasi dan spesialisasi usaha koperasi.

• memperkecil biaya dalam mendapat informasi akurat yang tidak penting.

• mengurangi risiko keungan dengan membuat instrumen investasi atraktif

(2)

yang berbiaya transaksi rendah, baik untuk anggota maupun usaha organisasi.

• menetapkan sistem mandiri secara regional maupun nasional, terutama untuk konsultasi, pelatihan, pemasaran atau perwakilan politik. (Goler von Ravensburg, 2011)

Untuk dapat mewujudkan potensi kemampuan besar ini, pada materi kali ini akan diungkap pengenalan tentang Koperasi sebagai Organisasi Pembelajar (Learning Organization). Ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran yang dapat meningkatkan kontribusi koperasi terhadap perekonomian di masa mendatang.

KONSEP DASAR BELAJAR

Di tahun 1956, Benjamin S. Bloom memimpin

sebuah kelompok yang terdiri dari para psikolog pendidikan untuk merumuskan klasifikasi level perilaku kecerdasan penting dalam belajar, yang kemudian dikenal dengan istilah Taksonomi Bloom dalam dunia pendidikan. Kemudian di tahun

1990-an, kelompok yang terdiri dari para psikolog kognitif yang dipimpin oleh Lorin W. Anderson dan David R. Krathwohl (murid Benjamin Bloom) merevisi taksonomi tersebut disesuaikan dengan perubahan yang terjadi di abad 21. (Gambar 1)

Gambar 1 Taksonomi Bloom

Sumber diolah dari Voehl Frank dan Harrington, H. James. Change Management – Manage the Change or It Will Manage You. CRC Press. Florida, 2015 ISBN 978-1-4822-1419-2 Taksonomi, ilmu yang mempelajari tentang

klasifikasi, dibangun sebagai kerangka kerja untuk mempermudah dalam menentukan tujuan pembelajaran itu sendiri. Dari Taksonomi Bloom ini dapat diketahui suatu

level kecerdasan yang nantinya akan menjadi suatu landasan dalam menentukan strategi pembelajaran selanjutnya.

(3)

Kata “Belajar”, menurut Kamus Bahasa Indonesia, diartikan “berusaha mengetahui sesuatu; berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan). Dengan banyaknya perubahan yang berdampak besar dan luas di dunia, seperti globalisasi, teknologi, tuntutan dunia kerja, perlindungan konsumen, dan lain-lain, ini menuntut adanya sifat progresif dan adaptatif yang ditunjukkan oleh para pengelola suatu koperasi, sebagaimana diungkapkan Kimberly A. Zeuli dan Robert Cropp dalam Cooperatives: Principles and Practises in the 21st century menyatakan:

To prosper, cooperatives must be well organized, well financed, well manager, and governed well by a comitted membership. They must be progressive, adapting to changing business climates, and responsive to their member’s changing needs.

[Untuk berhasil baik, koperasi harus dikelola, dibiayai, diatur dan dikuasai secara baik oleh anggota yang berkomitmen. Mereka harus progresif, adaptatif terhadap perubahan iklim bisnis dan responsif atas perubahan kebutuhan para anggotanya]

Untuk itulah, koperasi sebagai organisasi harus menjadi organisasi pembelajar untuk menyikapi perubahan dengan melibatkan segenap komponen yang ada di dalamnya untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi. Shoshana Zuboff dalam In the Age of the Smart Machine, dikutip dari Marquardt (2002), menyatakan bahwa:

Today’s organization may indeed have little choice but to become a “learning institution, since one of its principal purposes will have to be the expansion of knowledge -not knowledge for its own sake (as in academic pursuit), but knowledge that comes to reside at the core of what it means to be productive. Learning is no longer a separate activity that occurs either before one enters the workplace or in remote classroom settings. Nor is it an activity reserved for a managerial group. The behaviors that define learning and the behaviors that define being productive are one and the same. Learning is the heart of productive activity. To put it simply, learning is the new form of labor.”

[Organisasi hari ini mungkin akan memiliki sedikit pilihan (untuk beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi), kecuali berubah menjadi institusi pembelajar yang menjadikan salah satu tujuan utamanya adalah mengembangkan pengetahuan -bukan sekedar pengetahuan dalam batasan akademik melainkan pengetahuan yang menyatu menjadi inti utama yang menjadikan lebih produktif. Pembelajaran bukan lagi kegiatan terpisah yang terjadi sebelum masuk dunia kerja atau suatu kelas jarak jauh. Juga bukan kegiatan yang dikhususkan bagi kelas manajer. Perilaku yang mendefinisikan pembelajaran dan perilaku yang menjadikan lebih produktif adalah satu dan sama. Belajar adalah jantung dari kegiatan produktif. Sederhananya, belajar adalah bentuk kerja yang baru.]

ORGANISASI PEMBELAJAR

(Learning Organization)

Konsep perluasan organisasi menjadi pembelajar, dan pengakuan terhadapnya, dapat ditelusuri dalam literatur penelitian

sejak 1940-an. Namun demikian, sampai dengan tahun 1980-an hanya beberapa perusahaan yang menyadari potensinya

(4)

untuk meningkatkan kinerja organisasi, daya saing dan kesuksesan. (Marquardt, 2002) Peter Senge dalam The Fifth Discipline, dikutip dari Garvin (1993) mendefinisikan organisasi pembelajar (learning organization) sebagai sebuah tempat dimana orang secara terus-menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar diinginkan, di mana pola pemikiran baru dan luas dikembangkan, aspirasi kolektif dibebaskan, dan orang terus belajar cara belajar bersama.

Secara sederhana, faktor eksternal dan perubahan zamanlah yang memaksa organisasi bertahan dengan adaptasi atau malah punah. Organisasi masa kini harus memiliki antusias besar terhadap pengetahuan, fleksibilitas, kecepatan, kekuatan dan kemampuan belajar yang lebih baik menghadapi perubahan tuntutan kebutuhan baru masa kini, perilaku konsumen atau pekerja yang lebih pandai. Paradigma belajar menjadi subsistem inti dalam organisasi pembelajar yang ada di semua komponen dalam organisasi, baik individu maupun kelompok. Kemampuan untuk sistem berpikir, model mental, penguasaan diri, pembelajaran mandiri, dan dialog diperlukan untuk memaksimalkan organisasi pembelajar. Sistem berpikir merujuk pada kerangka konseptual dalam membuat pola lengkap yang lebih jelas dan alur perubahannya secara efektif. Model mental membahas tentang asumsi yang tertanam dalam pikiran yang mempengaruhi pandangan dan tindakan di dunia nyata. Penguasaan diri merujuk pada tingkat kemahiran yang tinggi dalam suatu subyek atau keterampilan. Pembelajaran mandiri merupakan kesadaran dan antusias diri untuk menerima tanggung jawab untuk belajar. Dialog merujuk pada kemampuan mendengar dan komunikasi antar manusia

yang harus dipahami dan dikenali pola interaksi yang terjadi apakah menguatkan atau melemahkan dalam belajar. (Marquardt, 2002)

Dengan demikian, organisasi pembelajar merupakan suatu proses yang berkembang dari waktu ke waktu dan menghubungkan dengan pengetahuan baru yang diperoleh dan bagaimana untuk meningkatkan kinerja. Ini merjadi suatu kemampuan organisasi untuk terampil dalam menciptakan, memperoleh, memindahkan pengetahuan dengan mengubah perilaku untuk mencerminkan suatu pengetahuan dan wawasan baru. (Garvin, 1993)

Mewujudkan organisasi pembelajar tidaklah mudah. Akan banyak tantangan yang akan dihadapi untuk menerapkannya. Garvin (1993) menawarkan lima kegiatan utama yang harus dilakukan untuk membangun organisasi pembelajar, yaitu:

1. Pemecahan masalah secara sistematis. Ini akan menuntut filosofi dan metode yang tergantung dari kualitas perilakunya. Untuk itu yang harus dilakukan:

• menggunakan metode ilmiah, daripada asumsi atau dugaan subyektif (bisa menggunakan Plan, Do, Check, Act Cycle atau Teknik generating, Hypothesis-testing)

• memegang teguh data, bukan pada asumsi atau dugaan subyektif (praktisi menyebutnya Manajemen Berdasarkan Data (Fact-Based Management)

• menggunakan alat statistik sederhana (histogram, diagram pareto, korelasi, atau diagram sebab-dampak) untuk menampilkan dan menyajikan data.

(5)

2. Ujicoba

Selain tetap berpegang pada metode ilmiah, ujicoba juga menekankan pada kesempatan dan perluasan sudut pandang, bukan karena kesulitan yang dihadapi. Ini bisa dilakukan melalui program yang sedang berjalan (ongoing programs) atau melalui proyek demonstrasi satu jenis (one-of-a-kind demonstration project).

3. Belajar dari Pengalaman

Organisasi harus memeriksa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi yang dinilai secara sistematis untuk kemudian mencatat pelajaran dalam catatan yang mudah diakses dan dibuka oleh setiap anggota organisasi.

4. Belajar dari Pihak Lain

Terkadang pelajaran terbaik justru datang dari pihak lain di luar organisasi sebagai suatu perspektif baru. Cara termudah adalah dengan melakukan perbandingan (benchmarking). Selain itu, sumber ide lain dari pihak luar yang paling subur adalah informasi dari pelanggan. Pelanggan akan memberikan informasi produk terkini, perbandingan kompetitif, wawasan tentang perubahan perilaku konsumen, atau umpan balik terhadap layanan yang telah diberikan. 5. Penyebarluasan pengetahuan

Untuk pembelajaran agar tidak hanya menjadi pengetahuan tersimpan sendiri, pengetahuan yang diperoleh harus segera disebarluaskan dengan cepat dan efisien ke seluruh organisasi. Ini dapat

memberikan dampak maksimal ketika diketahui oleh berbagai pihak terkait. Penyebaran dapat melalui laporan tertulis, lisan atau visual, kunjungan lapangan atau tur, program rotasi personil, program pendidikan dan pelatihan atau program standarisasi dengan mempertimbangkan kekuatan dan kelemahan dari setiap metode penyebaran.

Untuk membangun organisasi pembelajar tidaklah mungkin terjadi dalam sekejap malam. Ada perubahan-perubahan yang harus dilakukan sebagai proses agar berhasil mewujudkan organisasi pembelajar, mulai dengan menumbuhkan lingkungan kondusif untuk belajar, dan kemudian membongkar penghalang serta menstimulasi pertukaran ide melalui forum terbuka bebas. Ketika perubahan ini telah terwujud maka akan secara otomatis terbentuk forum pembelajaran di berbagai komponen organisasi yang akan membahas beragam hal, seperti strategi, teknologi, proses kerja dan sebagainya.

Pada akhirnya, organisasi pembelajar akan mengadopsi pendekatan strategis sistematis untuk mewujudkan organisasi jangka panjang yang tetap bertahan, kontinu, hidup dan efektif, terkait juga dengan keuntungan, dengan menyatukan apa dan mengapa sesuatu dilakukan dengan bagaimana sesuatu itu dilakukan. Atau dengan kata lain, organisasi pembelajar yang sukses akan memahami secara utuh apa, mengapa dan bagaimana.

(6)

DAFTAR BACAAN

Garvin, David A. Building a Learning Organization. Harvard Business Review, Juli-Agustus 1993. https://hbr.org/1993/07/building-a-learning-organization diakses 18 Oktober 2018, 20:52 WITA

Goler von Ravensburg, Nicole. Economic and other benefits of the entepreneur’s cooperatives as a specific form of enterprise cluster. International Labour Office. Das es Salaam: ILO, 2010 ISBN 9789221234173 (web pdf)

http://www.un.org/en/events/coopsyear/index.shtml http://undocs.org/A/RES/64/136

http://undocs.org/A/RES/65/184

Ihsanuddin. Jokowi Ingin Ada Koperasi Indonesia yang Mendunia. Kompas.com, 12 Juli 2018, 15.50 WIB. https://nasional.kompas.com/read/2018/07/12/15505621/jokowi-ingin-ada-koperasi-indonesia-yang-mendunia diakses 12 Oktober 2018, 22.26 WITA

International Co-operative Alliance. Blueprint for A Co-operative Decade. Planning Work Group of The Internatinal Cooperative Alliance. Januari 2013

Kimberly A. Zeuli dan Robert Crop. 2004. Cooperatives: Principles and Practises in the 21st century.

Wisconsin: University of Wisconsin-Extension

Marquardt, Michael J. The Learning Organization: Mastering the 5 element for corporate learning. Kanada: Davies-Black Publishing, Inc., 2002 ISBN 0-89106-165-7

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Bahasa, 2008. ISBN 978-979-689-779-1

Voehl Frank dan Harrington, H. James. Change Management – Manage the Change or It Will Manage You. Florida: CRC Press, 2015 ISBN 978-1-4822-1419-2 (e-Book-PDF)

Gambar

Gambar 1  Taksonomi Bloom

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat suatu rumusan masalah yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu “bagaimanakah pengaruh pembelajaran berbantuan multimedia

Setelah kiranya instruktur sudah selesai mempersiapkan untuk proses pembelajaran, instruktur menunggu kedatangan warga belajar pelatihan LSC, apabila jam pembelajaran

Persoalan cabai merah sebagai komoditas sayuran yang mudah rusak, dicirikan oleh produksinya yang fluktuatif, sementara konsumsinya relatif stabil. Kondisi ini menyebabkan

terjadinya penurunan dan kenaikan tetapi masih dikatakan cukup baik karena dibeberapa tahun masih ada peningkatan terhadap rasio, dan dapat dikatakan perusahaan

Abstrak: Untuk membantu memaksimalkan produksi ASI pada hari-hari pertama nifas Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan produksi ASI

Hasil yang diperoleh menunjukkan pengaruh langsung variabel auditor internal terhadap tata kelola pemerintah daerah yang baik sebesar 24,90 persen. Pengaruh tidak

Hasil penangkapan nyamuk yang dilakukan di wilayah Kabupaten Muaro Jambi juga mendapatkan spesies nyamuk yang paling banyak tertangkap adalah Mansonia uniformis.. Nyamuk

Matriks P adalah matriks tinjauan dari return dengan tiap baris matriks menyatakan satu tinjauan pada suatu portofolio. Jika investor memiliki tinjauan yang pasti