• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TINGKAT STRES KELUARGA DENGAN KUALITAS PERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN KOGNITIF DI DUSUN NGABEAN TRIHARJO PANDAK BANTUL YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN TINGKAT STRES KELUARGA DENGAN KUALITAS PERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN KOGNITIF DI DUSUN NGABEAN TRIHARJO PANDAK BANTUL YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN TINGKAT STRES KELUARGA DENGAN KUALITAS PERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN KOGNITIF

DI DUSUN NGABEAN TRIHARJO PANDAK BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Disusun Oleh : ANDHI PRIHARMANTO

2213083

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Tingkat Stres Keluarga dengan Kualitas Perawatan Lansia dengan Gangguan Kognitif di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul”.

Skripsi ini telah dapat diselesaikan, atas bimbingan, arahan dan bantuan berbagai pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, dan pada kesempatan ini penulis dengan mengucapkan terimakasih dengan setulus-tulusnya kepada :

1. Kuswanto Hardjo, dr., M.Kes selaku Ketua Stikes A.Yani Yogyakarta.

2. Tetra Saktika Adinugraha, M.Kep.,Sp.Kep.,MB selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan Stikes A.Yani Yogykarta.

3. Fajriyati Nur Azizah, M.Kep.,Sp.,Kep.J selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan dan saran bagi penulis dalam penyusunan skripsi. 4. Anastasia Suci Sukmawati, S.Kep.,Ns.,MNg selaku pembimbing skripsi yang

dengan sabar membimbing dan memotivasi dalam penyusunan skripsi. 5. Kepala Desa Triharjo yang telah memberikan izin untuk studi penelitian. 6. Kepala Dusun Ngabean yang telah memberikan izin untuk studi penelitian. 7. Kedua orang tua, kakak, dan saudara tercinta yang senantiasa memberikan

do’a, dukungan, kasih sayang, dan tiada henti memberikan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua sahabat dan teman-teman mahasiswa keperawatan angkatan 2013 yang telah memberikan masukan, dukungan dan bantuan kepada penulis.

9. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuan dan dukungannya.

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kebaikan kepada semaunya, atas segala amal kebaikan dan bantuannya. Akhir besar harapan penulis semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah ilmu pengetahuan. Penulis menyadari usulan penelitian ini masih terdapat banyak kesalahan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan masukan yang bisa menjadi koreksi dan perbaikan sangat penulis harapkan.

Yogyakarta, Agustus 2017 Penulis

(5)

v DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lansia ... 10

B. Gangguan Kognitif ... 13

C. Perawatan Keluarga pada lansia dengan gangguan kognitif ... 17

D. Keluarga ... 20

E. Stres Keluarga ... 23

E. Kerangka Teori ... 31

F. Kerangka Konsep... 32

G. Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

B. Lokasi dan Waktu ... 34

C. Populasi dan Sampel ... 34

D. Variabel Penelitian... 37

E. Definisi Operasional ... 38

F. Alat dan Metode Pengumpulan Data ... 38

G. Validitas dan Reliabilitas ... 41

H. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 43

I. Etika Penelitian ... 46

(6)

vi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ……….51

2. Analisa Hasil Penelitian ………....52

a. Analisa Univariat ...………..…….52

1) Karakteristik Keluarga………...52

2) Karakteristik Lansia………....………....…...53

3) Tingkat Stres Keluarga……….…….……....54

4) Gambaran Tingkat Stres Keluarga ………...………...…...54

5) Kualitas Perawatan Laansia……….………...55

6) Gambaran Kualitas Perawatan Lansia……….……...56

b. Analisa Bivariat ……….……….………..56

1) Uji Tabulasi……….………..….57

B. Pembahasan ……….………..58

1) Karakteristik Responden……….……….………..58

2) Tingkat Stres Keluarga………...….………59

3) Gambaran Tingkat Stres Keluarga………...60

4) Kualitas Perawatan Laansia...………..………..63

5) Gambaran Kualitas Perawatan Lansia………...…65

6) Hubungan Tingkat Stres Keluarga dengan Kualiatas Perawatan Lansia dengan Gangguan Kognitif……….…...68

C. Keterbatasan Penelitian ………...71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………..……...72

B. Saran ………..……….…….73

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Teori ... 33 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ... 33

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 38

Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner Tingkat Stres Keluarga ... 39

Tabel 3.3 Kisi-kisi Kuesioner Kualitas Perawatan Lansia ... 40

Tabel 3.4 Koefisiensi Korelasi ... 46

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakeristik Keluarga ... 52

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakeristik Lansia ... 53

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Stress Keluarga ... 54

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Tingkat Stress Keluarga ... 55

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kualitas Perawatan Lansia ... 55

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Gambaran Kualitas Perawatan Lansia ... 56

Tabel 4.7 Uji Tabulasi Tingkat Stress Keluarga dengan Kualitas Perawatan Lansia dengan Gangguan Kognitif ... 57

(9)

ix

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Jadwal Penyusunan Skripsi

Lampiran 2 Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3 Surat Persetujuan Menjadi Responden (Informed Consent) Lampiran 4 Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) Lampiran 5 Kuesioner Penelitian

Lampiran 6 Uji Validitas dan Reabilitas Lampiran 7 Lembar Hasil Olah Data Lampiran 8 Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 9 Surat Izin Uji Validitas

Lampiran 10 Lembar Bimbingan Penyusunan Skripsi Lampiran 11 Izin Studi Pendahuluan Bupati Bantul

Lampiran 12 Izin Studi Pendahuluan Kantor Kesatuan Bangsa Lampiran 13 Surat Izin Penelitian

(10)

x

HUBUNGAN TINGKAT STRES KELUARGA DENGAN KUALITAS PERAWATAN LANSIA DENGAN GANGGUAN KOGNITIF

DI DUSUN NGABEAN, TRIHARJO, PANDAK, BANTUL, YOGYAKARTA

Andhi Priharmanto1, Anastasia Suci Sukmawati2 INTISARI

Latar Belakang: Anggota keluarga memiliki peran penting dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif. Merawat lansia dengan gangguan kognitif bisa menyebabkan pengawasan keluarga sebagai pengasuh. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk melakukan penelitian mengenai peristiwa tersebut.

Tujuan Penelitian: Diketahuinya hubungan tingkat stres keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul.

Metode Penelitian: Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif non experimental dengan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan sampel berjumlah 77 responden. Instrumen penelitian adalah kuesioner dengan alat ukur tingkat stress keluarga Kingston Caregiver Stress Scale (KCSS) dan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif. Hasil penelitian dianalisis dengan uji Kendal tau .

Hasil Penelitian: Tingkat stress keluarga di Dusun Ngabean Pandak Bantul yang memiliki kategori ringan sebanyak 12 orang (15,6%), sedang seabanyak 43 orang (55,8%) dan berat sebesar 22 orang (28,6%). Kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif kurang sebanyak 7 orang (9,1%), cukup sebanyak 41 orang (53,2%), baik sebanyak 29 orang (37,7%) . Hasil uji Kendal tau diperoleh nilai p=0,000 (p<0,1) dan nilai koefisen kontingensi sebesar 0,573.

Kesimpulan: Ada hubungan tingkat stress keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul Yogyakarta dengan tingkat keeratan hubungan yaitu sedang.

Kata Kunci : Tingkat Stres Keluarga, Kualitas Perawatan Lansia, Gangguan Kognitif.

1Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

(11)

xi

THE CORRELATION OF FAMILY STRESS AND QUALITY CARE OF ELDERLY WITH COGNITIVE DISORDERS IN DUSUN NGABEAN,

TRIHARJO, PANDAK, BANTUL, YOGYAKARTA

Andhi Priharmanto1, Anastasia Suci Sukmawati2

ABSTRACT

Background: Family member have an important role on caring older people with cognitive disorder. Caring older people with cognitive impairment can cause barden to family caregiver. There fore, there is a need to do research regarding the current issues.

Objective: To know the corelation of family stress level and quality of care of elderly with cognitive disorder in Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul.

Research Method: The type of research is non experimental quantitative research with cross sectional approach. The sampling technique using purposive sampling with the sample were 77 respondents. The research instrument is a questionnaire with Kingston Caregiver Stress Scale (KCSS) stress level and quality of elderly care with cognitive impairment. The results were analyzed by Kendal tau test.

Result: The stress level of family in Dusun Ngabean Triaharjo Pandak Bantul with some stress as many as 12 people (15,6%), moderate 43 people (55,8%) and extreme stress 22 people (28,6%). The quality of care of older people low quality as many at 7 people (9,1%), moderate 41 people (53,2%), high quality many as people 29 people (37,7%). Kendal tau test results obtained p value = 0.000 (p <0.1) and the value of contingency coefficient of 0.573.

Conclusion: There is corelation of family stres and quality of care of old with cognitive disturbance in Dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta with the level of closeness of relationship that is being.

Keywords: Family Stress Level, Quality of Elderly Care, Cognitive Disorder.

1Students of Nursing Study Program in School of Health Science Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang Undang No. 13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Depkes, 2016). World Health Organization (WHO dalam Nugroho, 2008) mengklasifikasikan lanjut usia menjadi beberapa tahap, yaitu lansia muda (Middle age) berusia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) berusia 60-70 tahun, lanjut usia tua (old) berusia 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) berusia di atas 90 tahun. Tahun 2012, Indonesia termasuk Negara Asia ketiga dengan jumlah populasi di atas 60 tahun terbesar setelah China, dan India (Azizah, 2011). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2016 sebanyak 21,15 juta orang, atau 8,5% dari keseluruhan penduduk dengan jumlah penduduk lansia perempuan (12,78 juta orang) dan jumlah penduduk laki-laki (8,37 juta orang). Lansia akan mengalami proses menua, selama proses menua lansia akan banyak mengalami beberapa perubahan seperti perubahan fungsi fisiologis, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan kognitif dan perubahan spiritual. Perubahan fungsi fisiologis yang berdampak pada kondisi fisik psikologis mengakibatkan stres pada lansia disamping pertambahan usia memicu munculnya masalah psikologis. Perubahan mental seperti gangguan fungsi kognitif merupakan penyakit yang sering dialami lansia (Saddock, 2009). Gangguan kognitif pada lansia seringkali mengakibatkan lansia mengalami kesulitan sehari-hari, mengabaikan kebersihan, sering lupa akan kejadian yang dialami, nama orang atau keluarga yang dilupakan, tidak mengenal ruang, waktu maupun tempat. Gangguan kognitif pada lansia membutuhkan penanganan yang menyeluruh dan melibatkan lingkungan seperti orang terdekatnya yaitu keluarga (Nugroho, 2012).

Pada lansia akan terjadi berbagai kemunduran pada organ tubuh oleh karena itu lansia harus menjaga kesehatannya dengan mengonsumsi makan-makanan yang

(13)

bergizi seimbang kebutuhan gizi bagi para lanjut usia (lansia) terpenuhi secara adekuat, minum air putih sebanyak 1,5-2 liter sehari karena air sangat besar artinya bagi tubuh untuk menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan lain-lain, olah raga teratur dan sesuai dengan latihan otot manusia lanjut usia (lansia) dapat menghambat laju perubahan degeneratif, istirahat yang cukup, menjaga kebersihan, minum suplem gizi yang di perlukan, memeriksakan kesehatan secara teratur, mental dan batin tenang dan seimbang, rekreasi, hubungan antara sesama yang sehat (Sulistyorini, 2010).

Keluarga berperan dalam pelaksanaan praktik asuhan keperawatan seperti mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Keluarga juga dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan. Tugas kesehatan keluarga tersebut meliputi tugas mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga, mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat, tugas memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, tugas mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan untuk kesehatan, tugas mempertahankan hubungan timbal balik antar keluarga dan lembaga kesehatan (Setyowati dan Muwarni, 2008).

Proses perubahan dari sistem keluarga yang terjadi dari waktu ke waktu meliputi perubahan interaksi dan hubungan diantara keluarga dari waktu ke waktu. Dalam perkembangannya terbagi beberapa tahapan, setiap tahapan memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui. Peran keluarga sebagai kumpulan dari perilaku yang secara relatife homogen dibatasi normatife dan diharapkan dari posisi sosial yang diberikan. Peran berdasarkan penetapan peran yang membatasi apa saja yang harus dilakukan oleh individu atau kelompok di dalam situasi tertentu agar memenuhi pengharapan diri. Keluarga diharapkan mampu berfungsi untuk mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih sayang antara anggota keluarga, antar kerabat serta generasi yang merupakan dasar keluarga yang harmonis (Soetjiningsih, 2005 dalam Wahyuningtiyas, 2013).

(14)

Keluarga dapat menurunkan kecenderungan munculnya kejadian yang dapat menyebabkan stres. Apabila stres terjadi, interaksi dengan adanya anggota keluarga dapat memodifikasi dan mengubah persepsi lansia untuk mengurangi potensi stres. Dukungan keluarga dapat mengubah respon lansia terhadap kejadian stres dan mempengaruhi strategi untuk mengatasi stres. Keluarga memainkan peran penting dalam menciptakan dan mempertahankan konsep diri anggotanya. Salah satu reaksi responden dan keluarga terhadap perubahan konsep diri bergantung pada dukungan yang tersedia. Seseorang yang memiliki sistem pendukung yang baik cenderung lebih nyaman dan tenang menjalani kehidupan (Azizah, 2011).

Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam merawat lansia gangguan kognitif di rumah. Seseorang yang paling dekat dengan lansia di masyarakat adalah keluarga yang akan berperan sebagai primary caregiver. Primary caregiver memberikan perawatan utama apabila terdapat masalah kesehatan (WHO, 2012). Keluarga memerlukan dua hal penting dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif, yaitu persiapan secara mental dan persiapan secara lingkungan (Touthy,2005 dalam Rosyidu’ibad, 2015).

Merawat anggota keluarga dengan gangguan kognitif membutuhkan perawatan serta pengawasan yang intensif, selain itu menjadi primary caregiver memiliki banyak konsekwensi yang nantinya akan dihadapi. Keluarga merasa frustasi dan terbebani saat merawat lansia dengan gangguan kognitif, namun mereka tetap melakukannya dengan alasan adanya rasa belas kasihan dan balas budi terhadap orang tua mereka. Terdapat pilihan bagi keluarga untuk merawat lansia gangguan kognitif di rumah sakit, supaya mendapatkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik sehingga dapat membantu proses penyembuhan. Namun harapan tersebut tidak mudah dicapai apabila hanya mengandalkan rumah sakit saja tanpa dukungan dan keterlibatan keluarga secara langsung (Rosyidu’ibad, 2015).

Keluarga yang memiliki lansia dengan gangguan kognitif di rumah melakukan tindakan keperawatan sebagai respon terhadap adanya suatu yang tidak terpenuhi kebutuhan lansia yaitu memberi rasa nyaman dan aman, pemenuhan

(15)

kebutuhan fisik, menjaga perasan, memenuhi kebutuhan spiritual ibadah. Dampak positif mendapatkan hikmah dari kehadiran lansia dengan gangguan kognitif, hikmahnya merupakan manfaat positif yang didapatkan melalui pemikiran mendalam. Semakin bertambah sayang, mendekatkan diri dengan tuhan dan sebagai sarana intropeksi diri. Apabila primary caregiver tidak mampu dikendalikan akan berdampak negatif dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif, serta adanya berbagai masalah-masalah lain yang akan muncul dalam keluarga. Maka fungsi perawatan yang dimiliki keluarga akan menurun, dan pada kondisi seperti ini rawan muncul kejenuhan, frustasi, beban, dan stress yang dialami oleh primary caregiver (Rosyidu’ibad, 2015).

Masalah psikososial pada lanjut usia menimbulkan masalah yang sangat membebani keluarga, yang dapat menyebabkan gangguan fisik, mental, psikososial. Dalam studi yang dilaksanakan Gallaghar (1989) menunjukan bahwa sebanyak 40% pengasuh mengalami kesulitan mengontrol respon amarah mereka seperti berkata kasar, berteriak, hilang kesabaran yang dapat memunculkan kekerasan terhadap lansia dengan gangguan kognitif. Rasa marah dapat memicu ketidakmampuan pengasuh untuk beradaptasi terhadap peran dalam merawat lansia dengan dimensia. Perubahan perilaku yang terjadi pada lansia akibat dimensia, karena merasa tidak memperoleh dukungan yang cukup dari semua orang yang berada disekelilingnya. Selain itu juga keluarga merasa terbebani dengan situasi merawat lansia dengan demensia (Widiastuti, 2011 dalam Yuliawati 2013).

Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang mempunyai presentase jumlah lansia tertinggi yaitu 13,4% dengan jumlah lansia sebanyak 123.121 jiwa (Depkes,2016). Bantul merupakan kabupaten yang berada di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki jumlah lansia sebanyak 133.397 jiwa. Kecamatan Pandak merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bantul, yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 23.215 jiwa. Desa Triharjo merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Pandak dengan jumlah penduduk 12.288 dengan jumlah lansia sebanyak 1.800 jiwa (profil Puskesmas Pandak II, 2016).

(16)

Dari studi pendahuluan pada 15 Febuari 2017, jumlah lansia di Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul pada tahun 2016 sebanyak 233, lanjut usia 65-70 tahun laki-laki sebanyak 60 orang dan perempuan sebanyak 61 orang, untuk usia 70 ke laki-laki-laki-laki sebanyak 41 orang dan perempuan sebanyak 71 orang. Survey awal yang dilakukan peneliti di Posyandu Ngabean terdapat 52 orang lansia aktif mengikuti posyandu lansia di Ngabean. Dari hasil studi pendahuluan didapatkan hasil 6 orang dari 10 orang lansia yang ditemui mengalami gangguan kognitif dengan menggunakan skrining SPMSQ. Hasil wawancara saat studi pendahuluan dengan lima keluarga yang merawat lansia dengan gangguan kognitif mengatakan tidak memiliki konflik dengan keluarga karena bisa saling menggantikan peran asuhan dengan saudara, dan mengalami kekhawatiran merawat lansia dengan gangguan kognitif. Selain itu juga terjadi permasalahan ekonomi kerap muncul dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti melakukan penelitian lansia di Komunitas karena ingin mengetahui stress yang dialami oleh keluarga dalam merawat lansia serta jumlah lansia di Komunitas juga lebih banyak dibandingkan di BPSTW. Adanya permasalahan keluarga yang ditimbulkan akibat merawat lansia dengan gangguan kognitif, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di Komunitas. Alasan lain peneliti tidak mengambil lansia di BPSTW karena lansia di BPSTW dalam kebutuhan lansia sudah terpenuhi,kegiatan lansia sudah terjadwal serta dalam perawatan lansia dilakukan oleh petugas dari BPSTW bukan salah satu anggota keluarga. Semakin meningkatnya jumlah lansia dimasa depan, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan tingkat stres keluarga dan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Desa Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta.

(17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah ada hubungan antara hubungan tingkat stres keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul ? “.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Diketahui hubungan tingkat stres keluarga dan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul. 2. Tujuan Khusus

a. Diketahui tingkat stres keluarga dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif.

b. Diketahui kualitas perawatan pada lansia dengan gangguan kognitif. c. Diketahui keeratan hubungan tingkat stres dengan kualitas perawatan

lansia dengan gangguan kognitif.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan ilmu pengetahuan khususnya keperawatan jiwa dan gerontik, mengenai hubungan antara tingkat stres dan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Keluarga

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi keluarga dalam memberikan informasi apabila lansia/keluarga memiliki masalah kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif yang berhubungan dengan stres.

(18)

b. Bagi Lansia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu mengetahui kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif yang dipengaruhi oleh stres. c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi peneliti selanjutnya di area keperawatan dasar, khususnya penelitian yang berhubungan dengan kualitas perawatan lansia. Selain itu hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar bagi peneliti selanjutnya di area keperawatan jiwa dan keperawatan gerontik, khususnya penelitian tentang stres.

E. Keaslian Penelitian

1. Khairunisya (2014) dengan penelitian berjudul Hubungan Tingkat Stres dan Peningkatan Tekanan Darah terhadap Kualitas Tidur pada Penderita Hipertensi Lansia di Desa Wonorejo Kecamatan Polokatoro. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat stres dan peningkatan tekanan darah terhadap kualitas tidur pada lansia penderita hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian deskreptif korelatif dengan menggunakan jenis penelitian cross sectional. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh lansia yang mengalami hipertensi di desa Wonorejo Kecamatan Polokantoro. Alat analisa yang digunakan dengan uji chi-square . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan anatara tingkat stres dengan kualitas tidur pada lansia di desa Wonorejo Kecamatan Polokantoro (p=0,018) dan ada hubungan yang signifikan antara peningkatan tekanan darah dengan kualitas tidur pada lansia di desa Wonorejo Kecamatan Polokantoro (p=0,038). Persamaan dengan penelitian ini pada variabel tingkat stres dan sampel yang digunakan yaitu lansia. Perbedaan dari penelitian ini adalah pada variabel bebas yang ke dua digunakan pada penelitian ini yaitu peningkatan

(19)

tekanan darah dan tingkat stres, analisa data yang digunakan uji chi-squere , dan tempat penelitian di Desa Wonorejo Kecamatan Polokantoro.

2. Widiastuti (2015) Dengan penelitian Pengalaman Keluarga Dalam Merawat Lansia dengan Dimensia. Penelitian ini menggunakan fenomologi deskriptif dengan wawancara mendalam dalam pengumpulan data, partisipan adalah caregiver utama dimensia yang didapatkan dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini menghasilkan pengalaman keluarga merawat lansia dengan dimensia sangat beragam dan mengakibatkan respon yang berbeda, sehingga perlu dicermati oleh pemberi asuhan lansia. Selain itu pemahaman yang baik bahwa caregiver lansia dimensia merupakan kelompok resiko yang penting untuk diintervertensi dalam peningkatan keluarga dan masyarakat. Persamaan dalam penelitian ini adalah variabel yang digunakan yaitu pengalaman keluarga dalam merawat lansia. Perbedaan dalam penelitan ini terlatak pada metode yang digunakan fenomologi deskriptif, sedangkan penelitian ini menggunakan desain cross sectional, instrumen peneliti menggunakan kuesioner, peneliti sebelumnya menggunakan satu variabel sedangkan penelitian ini menggunakan dua variabel serta lokasi tempat yang berbeda dengan peneliti sebelumnya. Variabel terikat pengalaman keluarga merawat lansia sedangkan dalam penelitian ini variabel terikatnya kualitas perawatan lansia.

3. Yuliawati (2013) Dengan penelitian Hubungan Antara Tingkat Stres Dengan Tingkat Kekerasan Pada Caregiver Lansia dengan Dimensia. Penelitian ini mengkaitkan tindak kekerasan lansia dengan tingkat stres yang dimiliki caregiver. Metode penelitian ini kuantitatif dengan skrining menggunakan MMSE pada lansia. Hasil penelitian ini mempunyai hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan tindakan kekerasan pada caregiver pada lansia dengan dimensia. Persamaan penelitian ini adalah pada variabel bebas yaitu mengetahui tingkat stres pada keluarga, menggunkan metode cross sectional. Perbedaan dalam penelitian ini adalah kuesioner tingkat stres Kingston Caregiver Stres

(20)

Scale (KCSS) dan skrining menggunkan Mini-Cog, selain itu tempat lokasi penelitian berbeda dengan penelitian sebelumnya. Variabel bebas tingkat stres sedangkan peneliti ini tingkat stres keluarga, variabel terikatnya kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif.

4. Rosyidul’ibad (2015), dalam penelitiannya yang berjudul Studi Fenomenologi Pengelaman Keluarga Sebagai Primary Caregiver Dalam Merawat Lansia Dengan Demensia Di Kabupaten Jombang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan keluarga yang ditimbulkan dalam merawat lansia dengan Demensia. Metode penelitian merupakan penelitian Kualitatif dengan pendekatan phenomenology interpretative dengan melakukan wawancara mendalam dengan wawancara semi terstruktur. Wawancara di rekam menggunakan Digital Voice Recorder. Hasil penelitian ini adalah menunjukkan bahwa pada lansia demensia terdapat perilaku agresif secara verbal kemudian kerap keluar dari rumah tanpa tujuan yang tidak jelas. Kondisi ini menunjukkan bahwa lansia demensia kerap bertindak semaunya sendiri tanpa berfikir panjang. Persamaan penelitian adalah pada variabel bebas yaitu keluarga yang merawat lansia dengan gangguan kognitif. Perbedaan pada penelitian ini adalah pada metode penelitian kuantitatif kemudian menggunakan alat ukur kuesioner SPMSQ untuk mengetahui tingkatan gangguan kognitif lansia dan KCSS untuk mengetahui stres keluarga serta variabel terikat kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif.

(21)

52 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 1) Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dusun Ngabean merupakan salah satu dusun yang berada di Desa Triharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dusun Ngabean terdiri dari 6 Rukun Tetangga dan 438 Kepala Keluarga, jumlah penduduk yang tinggal di Dusun Ngebean mencapai 1432 jiwa dengan jumlah lansia 233 orang. Perbatasan wilayah Dusun Ngabean meliputi: sebelah utara berbatasan dengan Dusun Yuwono, sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Gunturan, sebelah timur berbatasan dengan Dusun Jigudan dan sebelah barat berbatasan dengan sungai Progo.

Fasilitas pendukung kesehatan di Dusun Ngabean yaitu telah terbentuk Posyandu kesehatan yang diadakan setiap tanggal 15 disetiap bulannya. Pelayanan yang diberikan di Posyandu meliputi pemeriksaan kesehatan, tekanan darah, penyuluhan kesehatan. Dalam pelaksanaan posyandu lansia, dimulai dari pukul 09.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB yang dibantu oleh beberapa kader posyandu. Jumlah lansia yang hadir mengikuti Posyandu Lansia sebanyak 70 orang. Selain itu juga diadakan senam lansia setiap Hari Rabu pagi pukul 08.00-09.00 WIB dan dusun ini dekat dengan Puskesmas Pandak II. Kegiatan lain yang dilakukan yaitu perkumpukan warga, pengajian, arisan serta gotong royong.

2) Analisa Hasil Penelitian

Subyek penelitian adalah keluarga yang mempunyai lansia dengan gangguan kognitif dan lansia yang mengalami gangguan kognitif. Lansia yang mempunyai umur mulai dari 65 tahun ke atas dengan jumlah subjek penelitian 77 subjek. Dalam penelitian ini keluarga akan diukur tingkat stress keluarga dan lansia akan diukur kualiatas perawatan lansia yang akan dicari keeretan hubungan antar variable tersebut. Hubungan tentang tingkat stress

(22)

keluarga dan kualitas perawatan lansia akan dijelaskan dalam bentuk distribusi frekuensi berdasarkan variable penelitian.

a. Analisa Univariat 1) Karakteristik Keluarga

Hasil analisa univariat bertujuan untuk mediskripsikan karakteristik dari subjek penelitian sehingga terkumpul data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteristik keluarga berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan lansia sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakeristik Keluarga di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul (n=77)

Karakteristik keluarga Frekuensi (n) Presentase(%) Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 33 44 42,9 57,1 Usia Dewasa Muda (20-39) Dewasa Tua (40-60) 50 27 64,9 35,1 Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 10 15 43 6 7 13,0 19,5 55,8 7,8 3,9 Pekerjaan Petani Buruh Pedagang PNS Tidak Bekerja 18 22 16 12 9 23,4 28,6 20,8 15,6 11,7 Hubungan Dengan Lnsia

Anak Cucu Menantu Saudara 48 17 9 3 62,3 22,1 11,7 3,9 Sumber : (Data Pimer 2017)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa karakteristik keluarga menurut jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan sebanyak 44 subjek (57,1 %). Usia yang paling banyak adalah usia dewasa muda 20-40 tahun yaitu 50 subjek (64,9 %). Untuk pendidikan keluarga terbanyak adalah lulusan SMA yaitu

(23)

43 subjek (55,8 %). Dalam pekerjaan yang paling banyak bekerja sebagai buruh sebanyak 22 subjek (28,6 %) dan untuk hubungan keluarga dengan lansia yang paling banyak adalah anak sebesar 48 subjek (62,3 %).

2) Karakteristik Lansia

Hasil analisa univariat bertujuan untuk mediskripsikan karakteristik dari subjek penelitian sehingga terkumpul data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh karakteristik lansia berdasarkan jenis kelamin, usia sebagai berikut :

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakeristik Lansia di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul (n=77)

Karakteristik Lansia Frekuensi (n) Presentase (%) Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 38 39 49,4 50,6 Usia Lansia (65-74) Lansia Tua (75-90) Lansia Sangat Tua (<90)

63 13 1 81,8 16,9 1,3 SPMSQ

Gangguan Kognitif Ringan Gangguan Kognitif Sedang Gangguan Kognitif Berat

12 43 22 15,6 55,8 28,6 Sumber : (Data Primer 2017)

Berdasarkan table 4.2 dapat dilihat bahwa karakteristik lansia menurut jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan sebanyak 39 subjek (50,6 %). Usia yang paling banyak adalah usia lansia 65-80 tahun yaitu 63 subjek (81,8 %). Sedangkan hasil dari SPSMQ yang paling banyak yaitu sedang dengan 43 subjek (55,8 %).

3) Tingkat Stress Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi tingkat stress keluarga di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul adalah sebagai berikut :

(24)

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Stress Keluarga di Dusun NgabeanTriharjo Pandak Bantul (n=77)

Tingkat Stres Keluarga Frekuensi (n) Presentase (%) Ringan Sedang Berat 12 43 22 15,6 55,8 28,6 Total 77 100

Sumber : (Data Primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa tingkat stress keluarga dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif yaitu stress ringan sebanyak 12 subjek (15,6%), stress sedang sebanyak 43 subjek (55,8%) dan untuk keluarga yang mengalami stress berat sebanyak 22 subjek (28,6%).

4) Gambaran Tingkat Stres Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi gambaran tingkat stress keluarga di Dusun ngabean triharjo pandak bantul adalah sebagai berikut berdasarkan sub bab :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Kuesioner Tingkat Stress Keluarga di Dusun NgabeanTriharjo Pandak Bantul (n=77) Tingkat Stres Keluarga Frekuensi (n) Presentase (%) Masalah Keperawatan Ringan Sedang Berat 36 35 6 46,8 45,5 7,8 Masalah Keluarga Ringan Sedang Berat 36 38 3 46,8 49,4 3,9 Masalah Ekonomi Ringan Sedang Berat 44 27 6 57,1 35,1 7,8 Total 77 100

Sumber : (Data Primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa gambaran tingkat stress keluarga dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif dalam masalah keperawatan ringan sebanyak 36 subjek (46,8%). Untuk tingkat stress dalam masalah keluarga yang terbanyak adalah sedang 38 subjek (49,4%) dan tingkat

(25)

stress dalam masalah ekonomi ringan yang paling banyak sebesar 44 subjek (57,1%).

5) Kualitas Perawatan Lansia

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi kualitas perawatan lansia di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul sebagai berikut :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kualitas Perawatan Lansia di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul (n=77)

Kualitas Perawatan Lansia Frekuensi (n) Presentase (%) Kurang Cukup Baik 7 41 29 9,1 53,2 37,7 Total 77 100

Sumber : (Data Primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa kualitas perawatan lansia cukup sebanyak 41 subjek (53,2%), melakukan kualitas perawatan baik sebanyak 29 subjek (37,7%) dan kurang sebanyak 7 subjek (9,1%).

6) Gambaran Kualitas Perawatan Lansia

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui frekuensi gambaran kualitas perawatan lansia di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul sebagai berikut berdasarkan sub bab :

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Gambaran Kuesioner Kualitas Perawatan Lansiadi Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul (n=77)

Kualitas Perawatan Lansia Frekuensi (n) Presentase (%) Perawatan Fisik Kurang Cukup Baik 6 62 9 7,8 80,5 11,7 Perawatan Spiritual Kurang Cukup Baik 7 30 40 9,1 39,0 51,9 Perawatan Psikologis Kurang Cukup Baik 4 41 32 5,2 53,2 41,6 Perawatan Sosial Kurang Cukup Baik 9 38 30 11,7 49,4 39,0 Total 77 100

(26)

Sumber : (Data Primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif menurut perawatan fisik yang paling banyak adalah cukup 62 subjek (80,5%). Dalam perawatan spiritual yang terbesar adalah Baik 40 subjek (51,9%), untuk perawatan psikologis yang paling dominan adalah cukup sebanyak 41 subjek (53,2%), dan untuk perawatan sosial yang paling banyak cukup sebesar 38 subjek (49,4%).

b. Analisa Bivariat

Analisa ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas yaitu tingkat stress keluarga dan variabel terikat kualitas perawatan lansia. Untuk melihat hubungan antara dua variabel tersebut menggunakan uji statistik Kendall’s Tau-b dan keeratan hubungan menggunakan koefisien korelasi. Hasil tabulasi hubungan tingkat stress keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul Yogyakarta disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4.7 Hubungan Antara Uji Tabulasi Tingkat Stress Keluarga dengan Kualitas Perawatan Lansia dengan Gangguan Kognitif

Di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul Tingkat

Stres Keluarga

Kualitas Perawatan Lansia p-Value r hitung

Kurang Cukup Baik Total

n % N % n % N %

Ringan 5 6,4 6 7,7 1 1,2 12 15,5

Sedang 0 0,0 33 42,8 10 12,9 43 55,8 0,000 0,573 Berat 1 1,2 3 3,8 18 23,3 22 28,7

Total 6 7,6 42 54,3 27 37,4 77 100 Sumber : (Data Primer 2017)

Berdasarkan tabel 4.5 hasil uji statistik menggunakan kendall’s tau-b, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak sehingga Ha diterima ada hubungan yang signifikan antara tingkat stress keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean Triharo Pandak Bantul Yogyakarta. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini untuk mengetahui keeratan hubungan menggunakan koefisien korelasi adalah 0,573 dengan tingkat keeratan hubungan sedang.

(27)

B. Pembahasan

1. Karakteristik Responden

Responden keluarga yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 44 orang (57,1%) lebih banyak dibandingkan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33 orang (42,9%). Hal tersebut sesuai yang dikemukakan oleh Rosyidu’isbad (2015) bahwa perempuan memiliki umur lebih panjang karena perempuan lebih siap dalam menghadapi masalah daripada laki-laki yang cenderung emosional. Tingkat pendidikan sangat bervariasi dari mulai SD sampai S1. Sebagian besar keluarga berpendidikan SMA sebesar 55,8%. Usia responden yang terbanyak antara 20-40 tahun sebanyak 50 responden (64,9 %). Keluarga memberikan waktunya untuk merawat lansia, memiliki atau tidak memiliki dasar ilmu keperawatan dan tidak dibayar untuk merawat lansia dengan gangguan kognitif (Yuliawati, 2013). Pekerjaan yang dilakukan keluarga paing banyak sebagai buruh sebanyak 22 responden (28,6 %). Dalam merawat lansia yang paling banyak dilakukan oleh anaknya sebesar 48 responden (62,3%) yang tinggal serumah dengan lansia dengan gangguan kognitif dan memiliki hubungan keluarga dengan lansia tersebut.

Dalam penelitian ini menunjukan bahwa lansia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan cukup berimbang. Laki-laki-laki sebanyak 38 responden (49,4%) dan perempuan sebanyak 39 responden (50,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian Yuliawati (2013) bahwa lansia yang berjenis kelamin perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki yaitu sebanyak 78,9 %. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rosyidu’isbad (2015) bahwa perempuan memiliki umur lebih panjang karena perempuan lebih siap dalam menghadapi masalah daripada laki-laki yang cenderung emosional. Penelitian ini menunjukkan mayoritas usia responden yang mengalami perubahan status kognitif paling banyak berumur 60-74 tahun sebanyak 63 responden (81,8%). Semakin bertambah umur maka semakin besar gangguan kognitif yang dialami oleh lansia Rosyidu’isbad (2015). Umur yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan anatomi, psikososial, spiritual dan mental.

(28)

Sehingga dengan sendirinya bisa menyebabkan terjadinya penurunan status kognitif pada seseorang (Nugroho,2012). Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu bahwa jumlah lansia yang mengalami penurunan status kognitif lebih besar pada umur 60-74 tahun yaitu 38 responden (63,5%) (Ramadian,2012).

2. Tingkat Stress Keluarga Dalam Merawat Lansia Dengan Gangguan Kognitif Stres merupakan keadaan ketegangan yang disebabkan dalam seseorang atau sistem sosial dan dalam situasi yang menimbulkan tekanan (Friedman & Marilyn, 2010). Berdasarkan hasil penelitian analisa univariat tingkat stress keluarga di Dusun Ngabean stress sedang sebanyak 43 subjek (55,8%). Stres ringan merupakan stres yang dihadapi secara individu , misalnya lupa, banyak tidur, kemacetan, dan kritikan. Suazanne & Brenada (2008) mengatakan pada fase ini seseorang mengalami peningktan kesadaran dan lapang persepsinya.

Stres sedang merupakan stres yang terjadi lebih lama, dari beberapa jam sampai hari ini. Ditandai dengan keawaspadaan, indra penglihatan dan pendengaran menjadi lebih tajam, peningkatan ketegangan dalam batas toleransi, dn mampu mengatasi situasi yang dapat dipengaruhi dirinya. Stres berat merupakan stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai tahun. Semakin sering dan lama situasi stres, semakin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan (Wiebe & Wiliams 1992 dalam Potter & Perry, 2005). Hal tersebut terjadi karena koping individu pada tahap ini tidak adaptif, tidak mampu melakukan control aktifitas fisik dalam jangka waktu yang lama, dan sulit focus pada suatu hal terutama dalam memecahkan masalah.

Keluarga mengalami stres cenderung bertindak kearah yang mengurangi stres, keluarga disfungsional cenderung menggunakan strategi defensif habitural dan cenderung tidak menghapuskan atau menghilangkan dan melemahkan stresor (Ebstein et.al., 1993; Whait, 1974 dalam Friedman, 2010). KCSS merupakan skala yang mengutamakan sebuah keluarga pengasuh untuk memungkinkan mengekspresikan tingkat stress yang dirasakan. KCSS merupakan skala yang dirancang untuk masyarakat yang

(29)

tinggal bersama sebagai pengasuh awam atau keluarga, bukan staf perawatan yang terlatih. Pengasuh atau caregiver adalah individu yang menyediakan perawatan sehari-hari di rumah, biasanya pasangan atau kerabat lainya. (Hopkins. R. W & Klilik L.A. 2015).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Psikali A., Galanakis M., Varvogili L., Darviri C, dengan judul Kingston Caregiver Stres Scale Greek Validation Caregiver sample, pada Juli 2015. Fungsi keluarga sebagai keperawatan kesehatan kesanggupan keluarga untuk melakukan pemeliharaan kesehatan dilihat dari 5 tugas kesehatan keluarga yaitu : Keluarga mengenal masalah kesehatan, Keluarga mampu mengambil keput usan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan, Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, Memodifikasi lingkungan, menciptakan dan mempertahankan suasana rumah yang sehat, Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat

3. Gambaran Tingkat Stres Keluarga Per Sub Bab Kuesioner di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul

a) Masalah Keperawatan

Kesanggupan keluarga untuk melakukan pemeliharaan kesehatan dilihat dari tugas kesehatan keluarga yaitu : mengenal masalah kesehatan, mampu mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan, mampu merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, menciptakan lingkungan dan mempertahankan suasana rumah yang sehat dan mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang tepat (Friedman, 2010). Keluarga merupakan individu yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhan psikologis, kebutuhan kasih sayang, serta yang dapat memberikan ketenangan dan kedamaian individu yang satu dengan yang lain yang saling berkaitan karena suatu ikatan, oleh karena itu peran dan fungsi keluarga sangat penting dalam perkembangan keluarga.

(30)

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat stress dalam masalah keperawatan yang dialami keluarga yang paling dominan adalah Sedang 35 reponden (45,5%). Dalam hal ini lansia membutuhkan penanganan yang menyeluruh dan melibatkan lingkungan seperti orang terdekatnya yaitu keluarga (Nugroho, 2012). Keluarga bertanggung jawab atas kegiatan sehari-hari yang tidak dapat dijalankan oleh lansia dengan gangguan kognitif. Sebagian besar pekerjaan sebagai buruh sehingga tidak cukup waktu untuk merawat satu lansia yang mengalami gangguan kognitif. Sehingga suatu keluarga bisa membagi peran untuk merawat lansia secara adil, agar tidak menimbulkan suatu kecemburuan satu anggota keluarga dengan anggota lainnya dalam merawat lansia (Andhi,2017).

b) Masalah Keluarga

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan seluruh keluarga seperti kebutuhan makan, minum, pakaian, dan tempat tinggal, Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga. (Friedman, 2010). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat stress dalam masalah keluarga yang dialami sebesar sedang 38 responden (49,4%). Kemampuan keluarga dalam mengidentifikasi masalah kesehatan yang dihadapi, dalam menangani masalah kesehatan dasar dalam keluarga. Keluarga juga berperan dalam pengambilan keputusan yang tepat dalam mengatasi masalah kesehatan para anggota keluarga. keluarga harus memberikan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit untuk meningkatkan produktifitas keluarga dalam meningkatkan mutu hidupnya.

Keluarga juga harus menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga kedalam simbol-simbol nyata secara optimal dan terus menerus. Membina sikap dan tingkah laku saling menyayangi antar anggota keluarga. Dan juga membina rasa, sikap, dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih

(31)

sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera (Bailon & Maglaya, 1978). Masalah yang sering muncul dalam hal ini kecemburuan antar anggota keluarga dalam merawat lansia. Biasanya anggota keluarga sering merasa tidak adil dalam merawat lansia yang dapat menimbulkan suatu konflik dalam keluarga tersebut sehingga dapat menimbulkan suatu perdebatan dalam keluarga tersebut.

c) Masalah Ekonomi

Dalam melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun didalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga. Keluarga berperan mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga. Selain itu keluarga juga mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang. Keluarga juga berperan dalam membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (Depkes, 2016).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat stress dalam masalah ekonomi sebesar ringan 44 responden (57,1%), Perilaku, kebutuhan, dan kepribadian tiap anggota keluarga yang mempunyai pengaruh dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya, kadang menimbulkan gesekan. Konflik interpersonal dapat timbul sebagai akibat dari masalah keuangan (Nasir & Muhit, 2011). Dalam hal ini orang yang sibuk bekerja akan cenderung lebih memintingkan pekerjaannya dari pada merawat lansia, sehingga mereka lebih cenderung membayar orang lain untuk merawat lansia tersebut.

4. Kualitas Perawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Kognitif

Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Kualitas merupakan baik atau buruk perawatan yang telah diberikan keluarga dalam merawat lansia dalam

(32)

kehidupan sehari-hari. Keluarga memiliki peran dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi spiritual bagi lansia (Sofia,2015).

Lansia yang mengalami penurunan daya ingat/kehilangan memori akan memperlihatkan tingkah laku yang sulit untuk dimengerti. Untuk menjamin keamanan dan mempertahankan harga diri klien maka perlu dilakukan perawatan dengan pendekatan fisik untuk lansia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur, makan makanan yang bergizi,cara memakan obat (Nugroho,2012).

Keluarga harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lansia dengantuhan atau agama yang dianutnya. Keluarga bisa memberikan kesempatan pada lansia untuk melaksanakan ibadahnya atu secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lansia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya. Berilah ketentraman hati dan pujian yang dapt meningkatkan harga diri dan memperkuat perilaku positifnya. Usahakan agar lingkungan tetap aman dan tenteram serta ciptakan lingkungan yang sederhana, tenang, dan damai(Nugroho,2012).

Hal ini sesuai dengan pernyataan Leuckenotte (1996) dalam Widiastuti (2015) menyebutkan bahwa respon yang ditunjukan oleh keluarga dalam merawat lansia dipengaruhi oleh cara merawat keluarga dalam memberikan kualitas perawatan kepada lansia. Keluarga memandang memberikan perawatan kepada lansia merupakan suatu kewajiban, kebangaan dan meningkatkan kepuasan lansia. Selain pemenuhan kenbutuhan primer, lansia juga memerlukan kebutuhan sekunder.

Untuk itu keluarga harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga harus dapat membangun semangat dan

(33)

kreasi lansia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang di deritanya. Hal ini perlu dilakukan karenaperubahan psikologi terjadi bersama semakin lanjutnya usia(Nugroho,2012).

Pasien gangguan kognitif mudah menjadi bingung karena suara, bunyi/warna yang berlainan, berada dalam lingkungan yang menakutkan, dan perasaan yang berlebihan. Semua ini dapat membuat marah dan cemas. Mengadakan diskusi, tukar fikiran dan bercerita merupakan salah satu upaya keluarga dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Keluarga memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi. Hasil penelitian di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul kualitas perawatan lansia cukup sebanyak 41 subjek (53,2%).

Gangguan kognitif lansia di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul Yogyakarta terbanyak adalah kategori penurunan status kognitif sedang sebanyak 43 responden (55,8%). Pada penelitian ini, terdapat beberapa aspek yang terdapat dalam kuesioner SPMSQ. Selain itu lansia mengalami kesulitan dalam mengingat hari, umur, dan kemampuan menghitung. Mereka mengatakan jarang untuk menstimulus kemampuan kognitif mereka, karena mereka menganggap jika mengalami lupa atau kepikunan disebabkan umur yang sudah tua.

Menjadi tua merupakan proses dari tumbuh kembang yang dialami seluruh manusia secara alami. Pada lansia akan mengalami proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan. Sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi. Salah satu gangguan pada mental lansia adalah masalah pada status kognitif lansia. Status kognitif adalah kemampuan mental seseorang yang meliputi orientasi, riwayat pribadi, memori jangka panjang dan kemampuan matematis (Artinawati, 2014).

(34)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 43 tahun 2016 menyatakan bahwa setiap warga Negara Indonesia usia 60 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar minimal satu kali dalam kurun waktu satu tahun. Salah satu lingkup skrining merupakan deteksi gangguan mental emosional dan perilaku, termasuk kepikunan atau gangguan kognitif (Depkes, 2013).

5. Gambaran Kualitas Perawatan Lansia Per Sub Bab Kuesioner di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul

a) Perawatan Fisik

Lansia yang mengalami penurunan daya ingat/kehilangan memori akan memperlihatkan tingkah laku yang sulit untuk dimengerti. Untuk menjamin keamanan dan mempertahankan harga diri klien maka perlu dilakukan perawatan dengan pendekatan fisik untuk lansia yang masih aktif dapat diberikan bimbingan mengenai kebersihan mulut dan gigi, kebersihan kulit dan badan, kebersihan rambut dan kuku, kebersihan tempat tidur, makan makanan yang bergizi, cara meminum obat (Nugroho,2012).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kualitas perawatan fisik pada lansia sebesar cukup 62 responden (80,5%).Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami pasien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah atau ditekan progresivitasnya. Pasien lanjut usia yang masih aktif, yang keadaan fisiknya masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga untuk kebutuhan sehari-hari masih mampu melakukan sendiri. Pasien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, yang keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. perawat harus mengetahui dasar perawatan pasien lanjut usia ini terutama tentang hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan untuk mempertahankan kesehatannya.

(35)

b) Perawatan spiritual

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kualitas perawatan spiritual pada lansia sebesar baik sebanyak 40 responden (51,9%). Keluarga harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam hubungan lansia dengantuhan atau agama yang dianutnya. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi pasien lanjut usia yang menghadapi kematian, Ramadian,2012 mengemukakan bahwa maut seringkali menggugah rasa takut. Rasa takut semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti tidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit atau penderitaan yang sering menyertainya, kegelisahan untuk tidak kumpul lagi dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya.

Keluarga bisa memberikan kesempatan pada lansia untuk melaksanakan ibadahnya atu secara langsung memberikan bimbingan rohani dengan menganjurkan melaksanakan ibadahnya seperti membaca kitab atau membantu lansia dalam menunaikan kewajiban terhadap agama yang dianutnya. Berilah ketentraman hati dan pujian yang dapt meningkatkan harga diri dan memperkuat perilaku positifnya. Usahakan agar lingkungan tetap aman dan tenteram serta ciptakan lingkungan yang sederhana, tenang, dan damai (Sofia,2015).

c) Perawatan Psikologis

Dalam hal ini lansia membutuhkan rasa aman dan cinta kasih dari lingkungannya. Untuk itu keluarga harus menciptakan suasana yang aman, tidak gaduh, membiarkan mereka melakukan kegiatan dalam batas kemampuan dan hobi yang dimilikinya. Keluarga harus dapat membangun semangat dan kreasi lansia dalam memecahkan dan mengurangi rasa putus asa, rasa rendah diri, rasa keterbatasan sebagai akibat dari ketidakmampuan fisik dan kelainan yang di deritanya (Azizah,2011).

Hal ini perlu dilakukan karena perubahan psikologi terjadi bersama semakin lanjutnya usia. Perubahan ini meliputi menurunnya daya ingat untuk peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau

(36)

keinginan, peningkatan kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran di waktu siang. Keluarga harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang membosankan, jangan menertawakan atau memarahi lansia bila lupa atau melakukan kesalahan (Maryam,2008). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kualitas perawatan psikologis pada lansia sebesar cukup 41 responden (53,2%).

Keluarga harus mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan adukatif pada lansia, keluarga dapat berperan sebagai supporter, interpreter terhaadap segala sesuatu yang asing, sebagai penamung rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab. keluarga hendaknnya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Bila keluarga ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, maka bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap, keluarga harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar dimasa lanjut usia ini mereka dapat merasa puas dan bahagia (Potter & Pery, 2010).

d) Perawatan Sosial

Klien dengan gangguan kognitif mudah menjadi bingung karena suara, bunyi/warna yang berlainan, berada dalam lingkungan yang menakutkan, dan perasaan yang berlebihan. Hal ini dapat membuat lansia menjadi marah dan cemas. Keluarga sebaiknya mengadakan diskusi, tukar fikiran dan bercerita merupakan salah satu upaya keluarga dalam pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Keluarga memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada para lansia untuk mengadakan komunikasi dan melakukan rekreasi, misalnya jalan pagi, nonton televisi atau hiburan lain (Nugroho,2012).

(37)

Dengan demikian lansia perlu dirangsang untuk mengetahui dunia luar, seperti menonton televisi, mendengarkan radio atau membaca surat kabar dan majalah. Dalam memelihara kelangsungan kegiatan sosial menjamin pasien mempunyai kontak langsung dengan orang lain dan hal ini akan memberinya perasaan senang dan bahagia (Sofia,2015). Hasil penelitian ini menujukan bahwa kualitas perawatan sosial pada lansia sebesar cukup 38 responden (49,4%). Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesame lansia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Pendekatan sosial ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya perawat dapat menciptakan hubungan sosial antara lanjut usia dan lanjut usia maupun lanjut usia dan perawat sendiri (Sulistyorini,2010).

6. Hubungan Tingkat Stress Keluarga dengan Kualitas Perawatan Lansia dengan Gangguan Kognitif

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Ngabean Triharjo Pandak menunjukkan bahwa tingkat stress keluarga dalam merawat lansia dengan gangguan kognitif yaitu stress ringan sebanyak 12 subjek (15,6%), stress sedang sebanyak 43 subjek (55,8%) dan untuk keluarga yang mengalami stress berat sebanyak 22 subjek (28,6%) dan kualitas perawatan lansia cukup sebanyak 41 subjek (53,2%), melakukan kualitas perawatan baik sebanyak 29 subjek (37,7%) dan kurang sebanyak 7 subjek (9,1%).

Hasil uji statistik menggunakan kendall’s tau-b, diketahui bahwa nilai p-value sebesar 0,000 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak sehingga Ha diterima ada hubungan yang signifikan antara tingkat stress keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean Triharo Pandak Bantul Yogyakarta. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini untuk mengetahui keeratan hubungan menggunakan koefisien korelasi adalah 0,573 dengan tingkat keeratan hubungan sedang.

(38)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosyidu’isbad (2015) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh positif untuk membentuk rasa empati sebagai pondasi dalam melakukan perawatan dengan lansia gangguan kognitif dan ada hubungan yang signifikan. Penelitian ini sejalan dengan Yuliawati (2013) menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat stress dengan tindak kekerasan pada caregiver demensia. Hubungan antara kedua variable ini menunjukan arah yang positif. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Widiastuti (2015) menyebutkan bahwa respon keluarga dalam merawat lansia dengan dimensia tergambar resspon positif sebagai caregiver lansia dan respon negatife sebagai caregiver lansia. Selain itu faktor budaya juga dapat berpengaruh dalam perawatan lansia. Akan tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Khairunisya (2014) karena tingkat stress yang dinilai lansia sedangkan penenlitian ini tingkat stress yang dinilai adalah keluarga.

Menurut Friedman (2010), keluarga dengan fungsi keperawatan, sehat dan ideal dapat memenuhi fungsi-fungsi umum dalam keluarga. Banyaknya persoalan hidup yang dihadapi oleh lansia pada proses menua dapat meningkatnya sensitivitas emosional seseorang, sering merasa tidak berguna, sering marah dan tidak sabaran, merasa kehilangan peran dalam keluarga, mudah tersinggung, dan merasa tidak berdaya. Syafiani (2013) mengemukakan dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang masa dalam kehidupan sehari-hari. Setiap dukungan keluarga mempunyai prinsip yang berbeda-beda dalam setiap sirklus kehidupan. Hal ini akan membuat keluarga dapat berfikir positif dan mampu beradaptasi dengan baik terhadap kualitas perawatan

Eliopoulos (2011) Sebenarnya tidak ada perawatan khusus pada pada alzaimer, dalam perawatan memerlukan evaluasi yang sangat luas sangat penting untuk peran yang lain yang dapat menyebabkan dimensia sebelum didiagnosa alzaimer. Sifat demensia yang baik dan buruk dapat berdampak pada keluarga. Sebagian besar perawatan yang diberikan oleh

(39)

keluarga dalam lingkup praktik keperawatan. dukungan sosial menunjukan kepuasan seseorang terhadap persetujuan, penghargaan dan pertolongan oleh seseorang yang berarti.dukungan sosial sebagai petunjuk seseorang untuk percaya bahwa dirinya diperhatikan dan dicintai, dihargai dan memiliki jaringan yang saling memenuhi kewajibannya. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan fisik (sandang, papan, pangan) dan kebutuhan psikis termasuk rasa ingin tahu, rasa aman, perasaan religiusitas, tidak mungkin terpenuhi tanpa bantuan orang lain, terlebih saat sedang menghadapi masalah.

Berdasarkan hasil analisa data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat stress dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif. Hubungan antar kedua variabel ini menunjukan arah yang positif. Hal ini sejalan dengan penelitian Yuliawati (2013) ada hubungan yang signifikan yang menunjukan arah yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin mandiri responden secara emosi maka semakin rendah tingkat stresnya. Hurlock (2011) dalam Widiastuti (2015) mengungkapkan bahwa ketergantungan lanjut usia terhadap orang lain akan membuat gerak lansia menjadi terbatas baik secara fisik maupun ekonomi. Keterbatasan-keterbatasan ini membuat lansia kurang dapat menentukan sendiri kehidupannya di hari tua.

Keluarga yang terdiri dari pasangan, anak-anak, cucu-cucu, saudara yang memiliki hubungan darah, memegang peranan besar dalam pemberian dukungan bagi lansia. Jauhari (2003) dalam Riasmini (2013) yang mengatakan bahwa jaringan sosial lansia memiliki porsi yang besar pada anggota keluarga dan sumber dukungan utama bagi lansia adalah anak-anak mereka, terutama anak perempuan. Maka dalam hal ini mereka merasa tergugah hatinya untuk merawat lansia dengan lebih baik lagi. Untuk lansia yang mengalami gangguan kognitif yang berat keluarga ekstra sabar dalam menanganinya sehingga lansia tersebut tetep mendapatkan perhatian,kasih sayang, perawatan

(40)

yang baik. Selain itu keluarga harus membagi peran untuk merawat lansia tersebut agar tidak terjadi kecemburuan antar anggota keluarga.

C. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah lansia yang tidak bisa membaca sehingga kuesioner harus dibacakan dalam pengisiannya, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengisian kuesioner. Selain itu dalam pengisian kuesioner kualitas perawatan lansia ada keluarga yang menunggui lansia tersebut sehingga lansia tidak bisa menjawab kuesioner tersebut sepenuh hati. Peneliti tidak melakukan observasi terhadap keadaan lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

(41)

72 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan tingkat stress keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Keluarga yang berada di Dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta terbanyak mengalami tingkat stress keluarga sedang sebanyak 43 responden (55,8 %).

2. Lansia yang berada di Dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta terbanyak memperoleh kualitas perawatan lansia cukup sebanyak 41 responden (53,2 %).

3. Lansia yang berada di Dusun Ngabean, Triharjo, Pandak, Bantul, Yogyakarta terbanyak mengalami gangguan kognitif sedang sebanyak 43 responden (55,8 %).

4. Hasil penelitin ini ada hubungan yang signifikan antara tingkat stress keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean dengan hasil p-value (0,000) < 0,05.

5. Keeratan hubungan antara tingkat stres keluarga dengan kualitas perawatan lansia dengan gangguan kognitif di Dusun Ngabean yaitu sedang yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,573.

(42)

B. SARAN

1. Bagi Keluarga

Di harapkan keluarga yang mempunyai lansia lebih memperhatikan dalam memberikan perawatan kepada lansia dengan cara membagi tugas untuk merawat lansia agar tidak ada kecemburuan antar anggota keluarga.

2. Bagi Lansia

Di harapkan lansia melakukan kegiatan yang positf seperti Posyandu Lansia, Senam lansia, kegiatan yang memicu aktivitas otak agar dapat mengurangi gangguan kognitif mereka, sehingga tingkat stress keluarga dapat berkurang.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperluas ruang lingkup penelitian agar lebih sempurna dan bermanfaat, serta dapat mengembangkan variabel-variabel lain seperti tingkat depresi, kecemasan yang menyebabkan gangguan kognitif pada lansia sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih bervariasi.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, (2010). Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta.

Azizah, L. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Graha Ilmu: Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. (2016). Peningkatan jumlah lanjut usia di Indonesia. Jakarta. https://www.bps.go.id/, diakses pada 30 januari 2017.

Bailon, S.G. & Maglaya, A. (1978). Perawatan Kesehatan Keluarga: Suatu Pendekatan Proses (Terjemahan). Jakarta :Pusdiknakes.

Dinas Kesehatan DIY. (2016). Riskendas Dalam Angka Prevelensi Lansia Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2015. Yogyakarta:Dinkes DIY.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2013). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional. Jakarta: Badan Penelitian danPengembanganDepkesRI,www.depkes.go.id/folder/view/01/struct ure-promosikesehatan-pedoman-dan-buku.html, diakses pada 1 November 2016.

Depkes RI, (2013). Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI. www.depkes.go.id/folder/view/01/structure-promosikesehatan-pedoman-dan-buku.html, 9 April 2016.

Eliopoulus, C.2011. Gerontological Nursing. London

Friedmen, Marlyn M., (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga:Riset, Teori dan Praktek. Jakarta:EGC.

Hidayat, D.R. 2009. Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta : TIM.

Hidayat.A.A.A. (2007). Metode penelitian Keperawatan dan Tehnik Analisa Data. Jakarta : Salemba Medika.

Hopkins. R. W, Kilik. L. A, (2015). Kingston Caregiver Stress Scale AdministrationAndInterpretationManual.http://www.providencecare.c

a/wp-content/uploads/2016/10/KCSS/Administration-and-Interpretation-manual.pdf diakses pada tanggal 1 maret 2017. Hurlock, E.B. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakeristik Keluarga   di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul (n=77)
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakeristik Lansia   di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul (n=77)
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Stress Keluarga   di Dusun NgabeanTriharjo Pandak Bantul (n=77)
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kualitas Perawatan Lansia   di Dusun Ngabean Triharjo Pandak Bantul (n=77)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Proses identifikasi dilakukan dengan interpretasi visual dengan memanfaatkan perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG), sehingga menghasilkan informasi baru yaitu

Sedangkan tujuan dari Praktek Kerja Lapangan adalah mendapatkan pengalaman kerja sebelum memasuki dunia pekerjaan kepada mahasiswa, menambah pengetahuan dan keterampilan kerja

Kesukaan terhadap pekerjaan, Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya tiap hari datang untuk bekerjasama sebagai manusia seutuhnya dalam hal

Penelitian ini menggunakan metode wawancara dan observasi untuk mendapatkan data dari pihak PELINDO III mengenai strategi diterapkan untuk program CSR melalui

Kepastian hukum pelaksanaan eksekusi barang jaminan, apabila debitur cidera janji, lelang eksekusi dapat dilaksanakan berdasarkan Pasal 20 Undang-undang Hak

Makalah ini akan mencoba memberikan gambaran secara umum perihal perkembangan bisnis syariah di Indonesia, khususnya untuk wilayah Nusa Tenggara Barat sebagai salah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pemasaran mempunyai hubungan sekaligus pengaruh yang positif terhadap kepuasan konsumen pada jasa persewaan buku Kotaro

Secara khusus kegiatan pengembangan zona pemanfaatan berdasrkan perencanaan yang telah disusun dalam rencana umum dan rencana operasional dengan jenis tanaman yang dapat di