• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1. Kajian Teori

Kajian teori ini mengenai model pembelajaran kooperatif, langkah-langkah model pembelajaran Berpikir Berpasangan Berbagi, hakikat hasil belajar, hakikat belajar mengajar, dan bahasa Indonesia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini.

2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Metode Think Pair Share

Model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifivitas pembelajaran (Suprijono, 2009: 45-46). Pendapat lain menyatakan model pembelajaran adalah pedoman perencanaan dan pelaksanaan pengajaran serta evaluasi belajar mengajar yang direkayasa sedemikian rupa untuk mencapai tujuan tertentu pengajaran (Muhibin, 2004 : 189).

Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar .

Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menganut falsafah homo homoni socius, falsafah ini menekankan saling ketergantungan antar mahkluk hidup atau lebih menekankan pada kerja sama antar kelompok sehingga menumbuhkan nilai gotong royong (Anita Lie, 2010 : 88).

Model Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model Think-Pair-Share dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong royong. Model ini memberikan siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain. Think-Pair-Share

(2)

memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share sebagai ganti dari tanya jawab seluruh kelas (Anita lie, 2010: 57).

Thinking, pembelajaran diawali dengan guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik. Guru memberi kesempatan kepada mereka memikirkan jawabanya. Selanjutnya Pairing, guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Beri kesempatan pada pasangan-pasangan itu untuk berdiskusi. Diskusi ini diharapkan memperdalam jawaban yang telah dipikirkannya melalui itersubjektif dengan pasangannya. Hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas, tahap ini dikenal dengan Sharing, sehingga pada akhirya diharapkan terjadi Tanya jawab yang mendorog pengonstruksian pengetahuan secara integratif (Suprijono, 2009 : 91).

Kesimpulannya, ketika guru menyampaikan pelajaran di kelas, para siswa duduk berpasangan duduk dengan timnya masing-masing. Guru memberikan pertanyaan, siswa diminta untuk memikirkan sebuah jawaban dari mereka sendiri, lalu berpasangan untuk mencapai sebuah kesepakatan terhadap jawaban. Akhirnya, guru meminta para siswa untuk berbagi jawaban yang telah mereka sepakati dengan seluruh kelas.

2.1.2 Langkah Model Pembelajaran Berpikir Berpasangan Berbagi

Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) merupakan struktur kelompok yang dibuat secara berpasangan atau terdiri dari 2 siswa. Siswa dibentuk dalam kelompok dengan cara berpasangan.

Langkah-langkah penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) adalah sebagai berikut:

a. Tahap 1 Think (Berpikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri beberapa saat.

(3)

b. Tahap 2 Pairing (Berpasangan)

Guru meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide dengan batas waktu yang diberikan untuk berpasangan adalah 4 – 5 menit.

c. Tahap 3 Sharing (Berbagi)

Guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Ini efektif dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk melaporkan.

Langkah-langkah pembelajaran metode berpikir berpasangan berbagi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

(4)

Tabel 2.1

Langkah-langkah Pembelajaran Metode Berpikir Berpasangan Berbagi

No Langkah pembelajaran Aktivitas 1 Langkah 1: Guru menyampaikan pertanyaan

Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan

2 Langkah 2: Siswa berpikir

secara individual

Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiran masing-masing. 3 Langkah 3: Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan.

Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurutnya paling benar atau meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan LKS (Lembar Kerja Siswa) sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan secara kelompok.

4 Langkah 4: siswa berbagi

jawaban dengan seluruh kelas

Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual/ kelompok di depan kelas. 5 Langkah 5: menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah mereka diskusikan.

(5)

2.1.3 Hakikat Hasil Belajar

Proses belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan peserta didik dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor intern dari siswa itu sendiri. Dalam setiap mengikuti proses pembelajaran di sekolah sudah pasti setiap peserta didik mengharapkan mendapatkan hasil belajar yang baik, sebab hasil belajar yang baik dapat membantu peserta didik dalam mencapai tujuannya. Hasil belajar yang baik hanya dicapai melalui proses belajar yang baik pula. Jika proses belajar tidak optimal sangat sulit diharapkan terjadinya hasil belajar yang baik.

Menurut Hamalik (2001:159) bahwa hasil belajar menunjukkan kepada prestasi belajar, sedangkan prestasi belajar itu merupakan indikator adanya derajat perubahan tingkah laku siswa.

Menurut Nasution (2006:36) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi tindak belajar mengajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002:36) hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru.

Pengertian hasil belajar menurut Winkel dalam Sunarto (2009) yang menyatakan bahwa prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.

Pengertian hasil belajar menurut Anni (2004:4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.

Pengertian hasil belajar menurut Sudjana (1990:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya.

Pengertian hasil belajar menurut Sukmadinata (2005), prestasi atau hasil belajar (achievement) merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar dapat dilihat dari

(6)

perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Di sekolah, hasil belajar atau prestasi belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang telah ditempuhnya. Alat untuk mengukur prestasi/hasil belajar disebut tes prestasi belajar atau achievement test.

Pengertian hasil belajar menurut Sadly (1977: 904), yang memberikan penjelasan tentang hasil belajar sebagai berikut, Hasil yang dicapai oleh tenaga atau daya kerja seseorang dalam waktu tertentu.

Pengertian hasil belajar menurut Nasution dalam Sunarto (2005) mendefinisikan prestasi belajar adalah kesempurnaan yang dicapai seseorang dalam berpikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan), sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.

Pengertian hasil belajar menurut Marimba (1978: 143) mengatakan bahwa hasil adalah kemampuan seseorang atau kelompok yang secara langsung dapat diukur.

Pengertian hasil belajar menurut Nawawi (1981: 100): Keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau skor dari hasil tes mengenai sejumlah pelajaran tertentu.

Menurut Nawawi (1981: 127), berdasarkan tujuannya, hasil belajar dibagi menjadi tiga macam, yaitu:

1) Hasil belajar yang berupa kemampuan keterampilan atau kecapakan di dalam melakukan atau mengerjakan suatu tugas, termasuk di dalamnya keterampilan menggunakan alat.

2) Hasil belajar yang berupa kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan tentang apa yang dikerjakan.

3) Hasil belajar yang berupa perubahan sikap dan tingkah laku.

Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yakni: informasi verbal, kecakapan intelektul, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan

(7)

seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu: kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana, 1990:22).

Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu: a. Faktor dari dalam diri siswa, meliputi kemampuan yang dimilikinya,

motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.

b. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan, terutama kualitas pengajaran.

Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (1990:56), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut.

a. Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai.

b. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya.

c. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk mempelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya.

d. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku.

e. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya.

Menurut Suprijono (2009:5) mengemukakan bahwa, hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil belajar berupa: Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan mapun tertulis.

(8)

Kemampuan merespons secra spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, rountinized, keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.

2.1.4 Hakikat Belajar Mengajar

Belajar dilakukan manusia seumur hidupnya, kapan saja, dan di mana saja, baik di sekolah, kelas, jalanan, dan dalam waktu yang tidak ditentukan sebelumnya. Sekalipun demikian belajar dilakukan manusia senantiasa oleh iktikad dan maksud tertentu. Belajar terjadi ketika ada interaksi antara individu dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan

(9)

fisik adalah buku, alat peraga, dan alam sekitarnbya. Adapun lingkungan pembelajaran adalah lingkungan yang merangsang dan menantang siswa untuk belajar.

Respons belajar menjadi kuat ketika seseorang belajar, apabila ia tidak belajar, responsnnya menurun. Dalam belajar ditemukan: a. kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon belajar; b. respon pembelajaran; c. konsekuensi yang besifat menguatkan respon tersebut.

Mengajar pada hakikatnya merupakan suatu proses yaitu proses mengatur dan mengorganisasikan lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar.

Hakikat belajar adalah perubahan, hakikat belajar mengajar adalah proses pengaturan yang dilakukan oleh guru.

Proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang diharapkan, dibutuhkan metode atau strategi mengajar yang tepat, sesuai dengan kapasitas siswa.

1) Pengertian strategi

Strategi dapat diartikan sebagai suatu upaya yang dilakukan oleh seorang atau organisasi untuk sampai pada tujuan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Joni (1983) berpendapat bahwa yang dimaksud strategi adalah suatu prosedur yang digunakan untuk suasana yang konduktif kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Adapun ciri-ciri strategi menurut Stroner dan Sirait (1996:140) adalah sebagai berikut.

a. Wawasan waktu, meliputi cakrawala yang jauh kedepan, yaitu waktu yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut dan mengamati dampaknya.

b. Dampak. Walaupun hasil akhir dengan mengikuti strategi tertentu tidak langsung terlihat untuk jangka waktu lama, dampak akhir akan sangat berarti.

(10)

c. Pemusatan upaya. Sebuah strategi yang efektif biasanya mengharuskan pemusatan kegiatan, upaya, atau perhatian terhadap rentang sasaran yang sempit.

d. Pola keputusan. Kebanyakan strategi mensyaratkan bahwa sederetan keputusan tertentun harus diambil sepanjang waktu. Keputusan-keputusan tersebut harus saling menunjang, artinya mengikuti suatu pola yang konsisten.

e. Peresapan. Sebuah strategi mencakup suatu spektrum kegiatan yang luas mulai dari proses alokasi sumber daya sampaai dengan kegiatan operasi harian. Selain itu, adanya konsistensi sepanjang waktu dalam kegiatan-kegiatan ini mengharuskan semua tingkatan organisasi bertindak secara naluri dengan cara-cara yang akan memperkuat strategi.

Strategi dapat diartikan sebagai suatu susunan, pendekatan, atau kaidah-kaidah untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan tenaga, waktu, serta kemudahan secara optimal.

Proses belajar mengajar, strategi adalah cara yang dipilh untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, yang meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa (Gerlach dan Ely). Strategi belajar mengajar tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, tetapi juga termasuk di dalamnya materi atau paket pengajaran (Dick dan Carey).

Strategi belajar mengajar terdiri atas semua komponen materi pengajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai tujuan pengajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi belajar mengajar juga merupakan pemilihan jenis latihan tertentu yang cocok dengan tujuan yang akan di capai (Gropper). Setiap tingkah laku yang dipelajari harus dipraktikan. Karena setiap materi dan tujuan pengajaran berbeda satu sama lain, jenis kegiatan yang harus dipraktikan oleh siswa memerlukan persyaratan yang berbeda pula.

2) Strategi Pengajaran

Strategi pengajaran terdiri atas metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan. Strategi pengajaran lebih luas dari pada metode

(11)

atau teknik pengajaran. Dengan kata lain, metode atau teknik pengajaran merupakan bagian dari strategi pengajaran.

Peranan strategi pengajaran lebih penting apa bila guru mengajar siswa yang berbeda dari segi kemampuan, pencapaian, kecenderungan, serta minat. Hal tersebut karena guru harus memikirkan strategi pengajaran yang mampu memenuhi keperluan semua siswa. Di sini, guru tidak saja harus menguasai berbagai kaidah mengajar, tetapi yang lebih penting adalah mengintegrasikan serta menyusun kaidah-kaidah itu untuk membentuk strategi pengajaran yang paling berkesan dalam pengajarannya.

Kaidah-kaidah mengajar harus diatur untuk membentuk strategi pengajaran. Kaidah yang paling baik bergantung pada situasi dan kondisi tempat proses pengajaran itu berlaku. Jelasnya, suatu kaidah pengajaran tidak menjamin pencapaian tujuan pengajaran, tetapi yang lebih penting adalah interaksi kaidah itu dengan kaidah-kaidah lain.

3) Pengertian belajar

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010:2). Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas. Dalam kaitan ini, proses belajar dan perubahan merupakan bukti hasil yang diproses. Belajar tidak hanya mempelajari mata pelajaran tetapi juga penyusunan, kebiasaan, persepsi, kesenangan atau minat, penyesuaian sosial, bermacam-macam keterampilan lain, dan cita-cita. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila terjadi perubahan pada dirinya akibat adanya latihan dan pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.

Pengertian secara psikologis, bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar (Slameto, 2010: 2).

(12)

Beberapa pendapat tentang definisi belajar adalah sebagai berikut :

a. Menurut Gage dan Berliner dalam Hamdani (2010: 21), belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.

b. Menurut Sardiman (2005), definisi belajar adalah sebagai berikut: 1. Belajar adalah memperlihatkan perubahan dalam perilaku sebagai hasil dari pengalaman; 2. Belajar adalah mengamati, membaca, berinisiasi, mencoba sesuatu sendiri, mendengarkan mengikuti petunjuk; 3. Belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktik.

c. Menurut Witherington (1952), belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan. d. Menurut Crow and Crow (1958), Belajar adalah upaya pemerolehan

kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap baru.

e. Menurut Hilgard (1962), belajar adalah proses muncul atau berubahnya suatu perilaku karena adanya respons terhadap suatu situasi.

f. Menurut Di Vista dan Thompson (1970), belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.

g. Menurut Fontana, bahwa belajar mengandung pengertian proses perubahan yang relatif tetap dalam perilaku individu sebagai hasil dari pengalaman. h. Menurut Thursan Hakim (2000), bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku, seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap kebiasaan, pemahaman, keterampilan, dan daya pikir. Hal ini berarti peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang.

Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan. Misalnya, dengan membaca, mengamati, mendengarkan, dan meniru. Selain itu, belajar akan lebih baik jika subjek belajar mengalami atau melakukannya. Jadi, tidak bersifat verbalistik. Belajar sebagai kegiatan individu. yang dikirim kepadanya oleh lingkungan.

(13)

2.1.5 Bahasa Indonesia

Membaca suatu teks agar nyaring dan enak didengar berarti membacakan teks tersebut harus sesuai dengan lafal yang tepat, intonasi, dan ekspresi yang sesuai dengan isi teks. Bisa dikatakan lafal adalah cara seseorang atau kelompok orang dalam mengucapkan bunyi bahasa. Dalam pelafalan suatu bunyi bahasa haruslah jelas. Bunyi-bunyi itu tidak boleh tertukar dengan bunyi-bunyi bahasa lain. Untuk melatih ketepatan dalam melafalkan bunyi bahasa, harus dilakukan oleh vokal, misalnya mengucapkan bunyi-bunyi vokal dan konsonan secara tepat. Lafal yang jelas berarti pengartikulasian harus tepat, artikulasi adalah ketepatan penggunaan alat-alat ucap sehingga menghasilkan suara atau lafal yang jelas. Pembicara harus dapat mengucapkan setiap kata dengan lafal tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahan pemahaman isi. Volume suara juga mempengaruhi palafalan, maka volume suara adalah suara keras-lemahnya suara pembicara saat berbicara sesuai dengan intonasi kalimat. Sehingga pendengar dapat mengikuti pembicara dengan baik.

Pelafalan merupakan salah satu hal yang diatur dalam ejaan ialah cara pelafalan atau cara pengucapan dalam bahasa Indonesia. Pelafalan dapat terjadi karena lambang (huruf) diucapkan sesuai dengan bunyi yang melambangkan huruf tersebut. Dalam bahasa Indonesia, ketentuan pelafalan yang berlaku dalam bahasa Indonesia cukup sederhana, yaitu bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia harus dilafalkan sesuai dengan apa yang tertulis. Lafal dalam bahasa Indonesia disesuaikan dengan tulisan. Dalam pelafan yang harus diperhatikan yaitu: Ucapan atau lafal sesuai dengan diaturnya sistem tata tulis atau ejaan dalam Pedoman Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Pelafalan yang harus dipatuhi setiap pemakai bahasa tulis bahasa Indonesia sebagai ukuran bakunya. Dalam melafalkan huruf e harus jelas dan tidak tersamarkan. fonem / e / dilafalkan tiga bunyi yaitu: [ e ] , [ ə ] atau e lemah, dan [ε] atau e lebar. Contoh pemakaian katanya; lafal [ e ] pada kata < sate >, lafal [ə ] pada kata < pəsan >, lafal [ε ] pada kata < n ε n ε k >. fonem / o / terdiri atas lafal [ o ] biasa dan lafal [o] atau o bundar. Contoh pemakaian katanya: lafal [ o ] pada kata [ orang ], lafal [ o] pada kata [pohon], saat mengucapkannya bibir lebih maju dan bundar.

(14)

Variasi lafal fonerm / e / dan / o / ini memang tak begitu dirasakan, cenderung tersamar karena pengucapannya tidak mengubah arti kecuali pada kata-kata tertentu yang termasuk jenis homonim. Dalam melafalkan tidak dipengaruhi oleh bahasa daerah. Pelafalan kata juga tidak dipengaruhi oleh bahasa sehari-hari yang tidak baku. Dalam melafalkan huruf tidak dipengaruhi oleh lafal bahasa asing.

Ucapan atau lafal harus jelas. Maksudnya, huruf dan kata-kata yang diucapkan harus benar, tepat, dan jelas.

Lafal juga dipengaruhi oleh tekanan, sehingga tekanan juga mempengaruhi makna yang dilafalkan, maka tekanan adalah ucapan yang ditekankan pada suku kata atau kata sehingga bagian itu lebih keras (tinggi) ucapannya dibanding bagian yang lain. Dalam bahasa tulis tekanan tidak membedakan arti dan ditandai dengan garis bawah, sedangkan dalam bahasa lisan tekanan berpengaruh terhadap perubahan makna. Dalam melafalkan sebuah kalimat harus disesuaikan dengan intonasi, intonasi adalah naik turun atau tinggi rendahnya nada dalam pelafalan kalimat (lagu kalimat). Jadi intonasi final dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Kalimat Tanya (interogatif), intonasi naik dan agak panjang serta menggunakan lambang tanda tanya di akhir kalimat (?). Kalimat tanya berfungsi untuk menanyakan sesuatu. Kalimat ini memiliki pola intonasi yang berbeda dengan pola intonasi kalimat berita. Perbedaannya terutama terletak pada nada akhirnya. Pola intonasi kalimat berita bernada akhir turun, sedangkan pola intonasi kalimat tanya bernada akhir naik, di samping nada suku terakhir yang lebih tinggi sedikit di bandingkan dengan nada suku terakhir pola intonasi kalimat berita. Pola intonasinya ialah : [2] 3 // [2] 3 2 #. Di sini pola intonasi kalimat tanya itu digambarkan dengan tanda tanya. Kalimat-kalimat itu berpola intonasi tanya, yaitu [2] 3 // [2] 3 2 #.

2) Kalimat berita (deklaratif), intonasi akhir turun dan menggunakan lambang tanda baca titik pada akhir kalimat (.). Kalimat berita memiliki pola intonasi yang disebut pola intonasi berita, yaitu [2] 3 // [2] 3 1 # dan [2] 3 // [2] 3 # apabila P-nya terdiri dari kata-kata yang suku kedua dari belakangnya bervokal / ə /, seperti kata keras, cepat, kering, tepung, bekerja.

(15)

3) Kalimat perintah (imperatif), intonasi tinggi dan menggunakan lambang tanda baca seru di akhir kalimat (!). Kalimat Suruh, berdasarkan fungsinya dalam hubungan situasi, kalimat suruh mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara. Berdasarkan ciri formalnya, pola intonasinya ialah 2 3 # atau 2 3 2 #.

Intonasi atau lagu kalimat berkaitan dengan ketepatan dalam menentukan keras-lemahnya pengucapan suatu kata. Intonasi dan artikulasi sangat berkaitan dengan irama. Irama adalah totalitas dari tinggi rendah, keras lembut, dan panjang pendek suara. Irama tercipta dengan melakukan intonasi. Ketika membahas tentang intonasi, itu berarti juga harus mengenal apa itu jeda. Jeda adalah penghentian atau kesenyapan. Jeda juga berhubungan dengan intonasi, penggunaan intonasi yang baik dapat ditentukan pula oleh penjedaan kalimat yang tepat. Untuk kalimat panjang penempatan jeda dalam pengucapan menentukan ketersampaian pesan. Dengan jeda yang tepat pendengar dapat memahami pokok-pokok isi kalimat yang diungkapkan.

Penggunaan jeda yang tidak baik membuat kalimat terasa janggal dan tidak dapat dipahami. Dalam bahasa lisan, jeda ditandai dengan kesenyapan. Tanda tersebut adalah koma [,], tanda titik koma [;], tanda titik dua [:], tanda hubung [-], atau tanda pisah [--]. Pada bahasa tulis jeda ditandai dengan spasi atau dilambangkan dengan garis miring [/], artinya membacanya berhenti sejenak kemudian menarik napas sejenak. Akan tetapi, jika tanda baca garis miring ada dua (//) artinya berhenti lebih lama. Tanda tersebut berfungsi sebagai tanda baca titik (.). Jeda juga dapat mempengaruhi pengertian atau makna kalimat. Agar terdengar jelas suatu pengertian atau makna kalimat, maka pembaca harus membacakan dengan suara nyaring.

Membaca suatu teks agar enak didengar, pembaca harus menyajikan bahan bacaannya dengan nyaring sesuai dengan lafal dan intonasi, membaca nyaring berarti kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan intonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik yang berupa pikiran, perasaan, sikap, ataupun pengalaman penulis. Maka membaca nyaring adalah membaca

(16)

dengan suara keras dan jelas. Tujuan membaca nyaring adalah agar semua orang dapat mendengarkan apa yang dibaca dan memahami isinya.

Membaca nyaring harus dapat pula mengelompokkan kata sesuai dengan kelompoknya agar jelas maknanya bagi pendengar. Pembaca nyaring juga dituntut keterampilan penafsiran lambang tulis, penyusunan kata-kata, serta penekanan sehingga sesuai dengan ujaran nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pembaca nyaring juga dituntut memiliki kecepatan mata yang tinggi serta pandangan yang jauh karena di samping membaca juga harus menjaga hubungan harmonis dengan pendengar.

Membaca nyaring merupakan aktifitas antara guru dan murid atau pembaca dengan pendengar untuk bersama-sama memahami makna suatu bacaan. Pembaca nyaring juga dituntut keterampilan memahami makna dan perasaan yang terkandung dalam bacaan. Pembaca nyaring juga dituntut keterampilan penafsiran lambang tulis, penyusunan kata-kata, serta penekanan sehingga sesuai dengan ujaran nyata dalam kehidupan sehari-hari. Pembaca nyaring juga dituntut memiliki kecepatan mata yang tinggi serta pandangan yang jauh karena di samping membaca juga harus menjaga hubungan harmonis dengan pendengar.

Membaca nyaring merupakan proses komunikasi dua arah. Proses komunikasi tidak lengkap kalau pendengar belum memberikan tanggapan terhadap pikiran dan perasaan yang diekspresikan oleh pembaca.

Membaca nyaring pertama menuntut pemahaman terhadap rentetan huruf dan kemudian menyuarakan dengan tepat dan bermakna. Membaca nyaring lebih tepat jika diarahkan pada ucapan.

Kompetensi yang harus diperhatikan dalam pembelajaran membaca nyaring diambil dari Tarigan (1984).

1) Menyuarakan huruf dengan tepat dan lancar. 2) Menyuarakan kata dengan tepat dan lancar. 3) Mempergunakan intonasi yang wajar. 4) Membaca dengan terang dan jelas.

5) Membaca dengan penuh perasaan dan ekspresi. 6) Membaca dengan tanpa tertegun-tegun, terbata-bata.

(17)

7) Menguasai tanda baca sederhana seperti. a. titik (.); b. koma (,); c. tanda tanya (?); d. tanda seru (!).

8) Membaca dengan penuh perasaan dan ekspresi. 9) Mengerti serta memahami bahan bacaan. 10) Memahami bacaan pada tingkat dasar.

11) Kecepatan mata dan suara: 3 kata dalam satu detik. 12) Membaca dengan pemahaman dan perasaan. 13) Aneka kecepatan membaca dalam jenis bacaan.

14) Dapat membaca tanpa terus-menerus melihat bahan bacaan. 15) Membaca nyaring dengan penuh ekspresi/perasaan.

16) Membaca nyaring dengan penuh percaya diri.

17) Mempergunakan frasa atau maka majemuk yang tepat.

Kesimpulan kompetensi dalam membaca nyaring adalah membacakannya dengan suara yang cukup terdengar oleh pendengar. Berarti untuk kata pengumuman yang biasanya ditulis sentering diberikan aksen pada awal dan suku akhirnya. Kata atau frasa yang menjadi hal penting diberikan aksen (tekanan). Perincian dibaca dengan tempo yang lebih lembut. Kalimat yang panjang dibaca per frasa atau klausa. Dalam setiap frasa atau klausa yang biasanya dijeda karena terdapat tanda koma (,) diberi aksen menaik atau diucapkan lebih panjang.

Membaca pengumuman merupakan proses, cara, perbuatan mengumumkan. Pengumuman adalah pesan atau informasi yang disampaikan kepada umum. Kalimat yang diucapkan harus jelas dan mudah dipahami. Apa yang disampaikan pada pengumuman tersebut tentulah sesuatu yang penting. Agar informasi dalam pengumuman itu dapat diterima dengan baik oleh pendengar, suara harus keras dan jelas terdengar. Intonasi dan pengucapan harus tepat agar tidak salah dalam memahami isi pengumuman.

Pengumuman berkaitan dengan kejelasan suara, intonasi, jeda, dan volume suara, yaitu: pembaca harus tenang, lalu mengatur volume suara dan intonasi agar dapat mempengaruhi emosi penonton saat membacakan pengumuman. Pengumuman yang dikemas secara menarik dan dibacakan dengan penuh

(18)

penghayatan. Kejelasan merupakan unsur dalam membaca pengumuman. Kejelasan membaca kalimat demi kalimat dengan jelas atau lugas sehingga isinya mudah dipahami. Melafalkan huruf atau kata dengan benar, sehingga kalimat yang dibaca tidak menimbulkan makna yang berbeda. Intonasi Tinggi rendahnya suara, keras lembutnya, dan cepat lambatnya perlu diperhatikan. Dengan intonasi yang tepat, maksud pembicaraan akan mudah dipahami dan dimengerti. Jeda yaitu waktu berhenti sesaat ketika pembaca membacakan tek tersebut. Yang dimaksud berhenti sesaat adalah waktu menarik napas. Jeda juga menentukan isi pada saat membaca pengumuman. Volume suara suara atau ucapan harus jelas terdengar.

Membaca kalimat pengumuman yang harus diperhatikan adalah dalam membaca harus jelas dan persuasif (membujuk). Tidak menimbulkan banyak penafsiran (ambigu). Sehingga Isi dan maksud pengumuman mudah dipahami. Artinya, pengumuman itu tidak bertele-tele agar jelas maksud dan tujuannya. Khalayak yang dituju dinyatakan secara eksplisit (terang-terangan).

2.2 Penelitian yang Relevan

Nuraini, Dian. 2009. Penerapan pembelajaran kooperatif model think pair share (TPS) untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar ekonomi siswa kelas X-E di MAN Malang I. Berdasarkan observasi awal diketahui bahwa pembelajaran di kelas X-E MAN Malang I kurang menarik aktivitas dan perhatian siswa dalam proses pembelajaran di dalam kelas karena sebagian besar proses pembelajaran yang dilakukan masih di domonasi oleh guru atau teacher center. Hasil belajar siswa dalam kelas belum memenuhi Kriteria Kelulusan Minimum (KKM) yaitu 70 ke atas. Upaya peningkatan aktivitas dan hasil belajar ekonomi siswa dilakukan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share(TPS). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang penerapan pembelajaran kooperatif model Think Pair Share dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas kelas X-E di MAN Malang I. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) dengan pendekatan kualitatif Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus melalui 4 tahap yaitu perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

(19)

observasi, dan refleksi. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X-E di MAN Malang I yang berjumlah 39 siswa, yang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. Data-data yang dipergunakan untuk menilai proses selama PTK berlansung bersumber dari nilai siswa, data observasi aktvitas guru dan siswa, angket balikan siswa, catatan lapangan. Teknik analisis data yang digunakan meliputi reduksi data, penyajian data, serta penarikan kesimpulan. Hasil penelitian yang diperoleh dari skor klasikal aktivitas belajar siswa tingkat keaktifan siswa, dilihat dari hasil analisa observasi aktivitas siswa yaitu pada siklus 1 mencapai 60% meningkat meningkat menjadi 80% pada siklus 2 sehingga peningkatan aktifitas sebanyak 20%. Hasil belajar siswa dari ranah kognitif mengalami peningkatan dari hasil tugas yang diperoleh siswa pada siklus 1 Kelulusan belajar siswa dari 39 siswa 9 siswa yang belum lulus. Pada siklus 2 siswa yang belum lulus belajarnya menjadi 3 siswa.

Saputri, Dwi Lindasari. 2009. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Think Pair Share (TPS) untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa Kelas X-4 pada Mata Pelajaran Ekonomi di SMA Negeri 5 Malang. Jumlah siswa 38 orang, yang terdiri dari 13 siswa laki-laki dan 25 siswa perempuan. Jenis penelitian yang digunakan adala penelitian tindakan kelas (PTK), yang terdiri dari dua siklus. Instrumen yang digunakan adalah observasi untuk mengetahui motivasi belajar siswa, serta tes dalam bentuk tes tulis (post test) berupa tes subjektif (uraian terbatas) untk menilai hasil belajar siswa. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa pembelajaran kooperatif model Think Pair Share (TPS) dapat diterapkan pada mata pelajaran ekonomi di SMA Negeri 5 Malang pokok bahasan perilaku konsumen dan produsen dalam kegiatan ekonomi. Motivasi belajar siswa pada siklus I dan siklus II, yang diperoleh dengan observasi meningkat 11% (83% pada siklus I meningkat menjadi 94% pada siklus II). Sedangkan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II juga mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I siswa yang tuntas dalam belajar sebanyak 31 siswa (82%) dan yang belum tuntas dalam belajar sebanyak 7 siswa (18%), serta pada siklus II siswa yang tuntas dalam belajar adalah seluruh siswa, yaitu 38 orang (100%).

(20)

Putra, Dani Surya. 2011. Penerapan model pembelajaran kooperatif (Think Pair Share) TPS untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran ekonomi siswa kelas VIII B SMP Negeri 3 Batu semester gasal 2011. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Data penelitian berupa Hasil belajar kognitif siswa diperoleh melalui skor yang berupa tes yang dilakukan setiap akhir siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hasil belajar Kognitif siswa mengalami peningkatan sebesar 23,54% dari nilai rata-rata yang sebelumnya 50,78% menjadi 74,12% pada siklus 1 dan pada siklus II meningkat sebesar 16,56% dari rata-rata 67,81 % menjadi 84,37%. Hasil belajar afektif di peroleh dari pengamatan rubrik penilaian aspek afektif yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran, dalam pengamatan pada siklus 1 jumlah nilai rata-rata 58,8% pada siklus II meningkat sebesar 80,1% ada peningkatan 21,3%. Pada aspek afektif hasil belajar siklus I ke siklus II ada peningkatan 21,3% dan penilaian aspek afektif siklus II lebih tinggi dari pada siklus I. Adanya peningkatan tersebut dikarenakan siswa sudah memahami prosedur pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif model TPS pada saat proses belajar mengajar.

Persamaan dengan hasil penelitian Saya, yaitu: Penerapan model pembelajaran kooperatif (Think Pair Share) TPS untuk meningkatkan hasil belajar, hasil belajar afektif di peroleh dari pengamatan rubrik penilaian aspek afektif yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran.

Perbedaan dengan penelitian Saya, yaitu: Jenis penelitian dan setting penelitian serta rubrik penilaian aspek psikomotor, aspek kognitif.

2.3 Kerangka Pikir

Bahasa Indonesia sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti meliputi proses mendengarkan, menyimak, membaca, dan menulis. Indikasinya berupa hasil belajar Bahasa Indonesia yang kurang memuaskan. Untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif metode Berpikir Berpasangan Berbagi. Pada kondisi awal diduga guru kelas 4 masih menggunakan metode ceramah dan teknik teacher

(21)

center, di mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat. Hal ini menyebabkan siswa jenuh, bosan dan partisipasi siswa rendah.

Model pembelajaran kooperatif metode Berpikir Berbagi Berpasangan merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru dalam mengajar siswa dengan variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru memberikan pertanyaan berkaitan dengan materi kemudian siswa di dalam pasangan berdiskusi bersama untuk menemukan jawaban, setelah beberapa menit masing-masing pasangan tersebut berbagi ke seluruh siswa terkait jawaban tersebut. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar Bahasa Indonesia.

2.4 Hipotesis Tindakan

Kerangka berpikir yang telah dikemukakan dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: Diduga melalui model pembelajaran kooperatif metode Berpikir Berpasangan Berbagi dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia khususnya tentang membaca teks pengumuman kelas 4 SD Negeri 3 Tanggung Kecamatan Tanggungharjo Kabupaten Grobogan.

Referensi

Dokumen terkait

Terkait dengan penelitian ini, yang dimaksud dengan perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan untuk melukai seseorang baik secara fisik maupun verbal yang

bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Purbalingga Nomor 3 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan yang disahkan dengan Keputusan Menteri dalam Negeri Republik Indonesia

Metode Penelitian: Jenis penelitian kuantitatif dengan adalah rancangan penelitian analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional yang merupakan penelitian

Dalam rangka menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan dan kemandirian dalam mengatur urusan pemerintahan daerah. Masing-masing daerah

apabila seseorang menderita sakit atau gangguan tubuh dalam jangka waktu yang lama maka orang tersebut lambat laun akan mengalami stres yang disebabkan oleh

Dari beberapa pendapat di atas, yang dimaksud dengan masalah matematika adalah suatu soal atau pertanyaan matematika yang tidak mempunyai prosedur rutin dalam pengerjaanya dan

Perubahan struktur dan keterkaitan desa-kota yang dapat dipetik dari Tabel 2, diantaranya adalah: (a) Terdapat arah perubahan positif struktur ekonomi pedesaan yang direfleksikan

Differential GPS merupakan salah satu sistem yang mampu memberikan informasi posisi dengan tingkat keakuratan yang tinggi (Seeber, 2003) Konsep DGPS dalam penentuan posisi