• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU DATABASE. Kumpulan Ringkasan Kegiatan PENGKAJIAN DAN DISEMINASI TAHUN 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKU DATABASE. Kumpulan Ringkasan Kegiatan PENGKAJIAN DAN DISEMINASI TAHUN 2017"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU DATABASE

Kumpulan Ringkasan Kegiatan

PENGKAJIAN DAN DISEMINASI

TAHUN 2017

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Kementerian Pertanian

(2)
(3)

BUKU DATABASE

Kumpulan Ringkasan Kegiatan

PENGKAJIAN DAN DISEMINASI

TAHUN 2017

Penyunting:

ST. Rukmini Ulima Darmania Amanda

Asep Wahyu Hijriah Mutmainah

Desain Cover:

Ahmad Muhtami Alfarizi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Kementerian Pertanian

(4)
(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas selesainya penyusunan Buku Database Kegiatan Pengkajian & Diseminasi BPTP Banten tahun 2017.

Buku ini disusun dalam rangka database kegiatan 2017 yang memuat Kegiatan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi, Teknologi yang Terdiseminasi ke Pengguna, Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Pertanian, Sumber Daya Genetik yang Terkonsentrasi dan Terdokumentasi, Dukungan Inovasi Pertanian untuk Peningkatan IP Padi, Model Pengembangan Inovasi Pertanian Berbasis Bioindustri Spesifik Lokasi, dan Produksi Benih Sumber Tanaman Pangan dan Benih Sebar Hortikultura dan Perkebunan.

Dalam rangka penyempurnaan penyusunan Buku Database ini, kami mengharapkan saran dan kritikan yang membangun dari para pengguna buku ini.

Serang, Desember 2017

(6)
(7)

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

KEGIATAN TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI ... 1

A. Identifikasi dan Pemetaan Biotipe WBC serta Kajian Pergiliran Varietas Tahan WBC di Provinsi Banten ... 1

B. Kajian Pengembangan Usahatani Cabai dan Bawang Merah di Provinsi Banten... 3

C. Kajian Budidaya Padi Gogo Rancah Sebagai Upaya Peningkatan IP Padi 200 di Lahan Sawah Tadah Hujan di Provinsi Banten ... 4

TEKNOLOGI YANG TERDISEMINASIKAN KE PENGGUNA ... 6

A. Peningkatan Komunikasi, Koordinasi dan Diseminasi Inovasi Pertanian di Provinsi Banten ... 6

B. Percepatan Pendayagunaan dan Ekspose Hasil-hasil Pengkajian ... 10

C. Pendampingan Kawasan Pangan ... 11

D. Pendampingan Kawasan Hortikultura ... 14

E. Pendampingan Kawasan Ternak ... 16

F. Pendampingan Pola Tanam Tanaman Pangan ... 17

G. Pendampingan Upaya-upaya Khusus Peningkatan Produksi dan Produktivitas Komoditas Strategis ... 18

REKOMENDASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN ... 19

(8)

iv

DUKUNGAN INOVASI PERTANIAN UNTUK PENINGKATAN IP PADI (LAHAN KERING DAN LAHAN SAWAH TADAH HUJAN)

DI BANTEN ... 21

MODEL PENGEMBANGAN INOVASI PERTANIAN BERBASIS BIO INDUSTRI SPESIFIK LOKASI ... 24

A. Pengembangan Kawasan Bio Industri Berbasis Padi di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten ... 24

B. Pengembangan Kawasan Bio Industri Berbasis Ubi Kayu di Kabupaten Lebak Provinsi Banten ... 26

PRODUKSI BENIH TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN ... 29

A. Produksi Benih Sumber Padi (UPBS) ... 29

B. Produksi Benih Sebar Petai ... 31

C. Produksi Benih Sebar Jengkol ... 32

D. Produksi Benih Sebar Buah Manggis ... 33

(9)

1

KEGIATAN TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI

A. Identifikasi dan Pemetaan Biotipe WBC serta

Kajian Pergiliran Varietas Tahan WBC di Provinsi

Banten

1. Wereng batang coklat (WBC) merupakan hama penting tanaman padi yang dapat menimbulkan kerugian, dengan rerata luas serangan WBC di Banten mencapai 2.774 ha dalam kurun waktu 2008-2013. Pengendalian WBC yang telah dilakukan adalah dengan pestisida kimia dan penggunaan varietas tahan. Penggunaan varietas tahan yang sama apabila ditanam secara skala yang luas dan dalam waktu yang lama akan menimbulkan biotipe WBC baru dan menimbulkan ledakan populasi wereng. Identifikasi dan pemetaan WBC berdasarkan biotipe, perancangan model pergiliran varietas serta mengetahui permasalahan pada sisi penerapan teknologi eksisting diharapkan dapat merakit teknologi spesifik lokasi dan memberikan solusi dalam mengendalikan WBC serta mampu meningkatkan produksi padi di daerah endemis WBC.

2. Tujuan dari kegiatan adalah: 1) Mengkaji adaptasi dan preferensi varietas tahan WBC biotipe 1,2,3 atau 4 pada musim hujan dan kemarau (2 lokasi), 2) Menyusun informasi/data awal untuk pemodelan pergiliran varietas tahan antar musim dan rakitan teknologi spesifik lokasi (2 lokasi), 3) menyusun Karya Tulis Ilmiah (1-2 artikel). Manfaat dari identifikasi dan pemetaan biotipe WBC serta kajian model pergiliran varietas tahan WBC di Provinsi Banten adalah dapat mengendalikan hama WBC pada daerah endemis dengan pendekatan ekologis spesifik lokasi berdasarkan biotipe WBC sehingga mampu meningkatkan produktivitas padi.

3. Kegiatan dilakukan di Kecamatan Panggarangan Kabupaten Lebak untuk mewakili wilayah endemis WBC Biotipe 3, serta

(10)

2 di Kecamatan Pontang Kabupaten Serang untuk mewakili wilayah endemis WBC biotipe 2. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dua musim yaitu pada Musim Kemarau (MK) dan Musim Hujan (MH). Setiap musim diujicobakan 4 varietas tahan WBC dengan satu varietas pembanding, dengan luasan masing-masing 1 ha setiap lokasi setiap musim.

4. Hasil kegiatan pada periode MK di kecamatan Panggarangan Kabupaten Lebak menunjukkan bahwa Varietas Inpari 33 dan Ciherang menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan varietas lainnya baik dari sisi keragaan tanaman, keragaan produksi maupun preferensi petani. Sedangkan pada MH terpilih varietas Inpari 31 dan Inpari 22 sebagai varietas yang dapat dikembangkan di daerah tersebut.

5. Hasil kegiatan pada periode MK di Kecamatan Pontang Kabupaten Serang memperlihatkan Inpari 33 dan Mekongga sebagai varietas yang sesuai untuk wilayah WBC Biotipe 2 di musim kemarau. Sedangkan kajian pada musim hujan menunjukkan preferensi petani dan hasil keragaan tanaman serta produktivitas mengarah pada varietas Inpari 3 dan Inpari 33.

6. Ketahanan tanaman Inpari 33 dan Inpari 31 terhadap WBC

salah satunya melalui mekanisme antixenosis

(ketidaksukaan). Sedangkan ketahanan pada varietas lainnya diduga bersifat antibiosis. Hasil kajian pergiliran varietas di Musim Kemarau dan Musim Hujan pada lokasi endemis WBC Biotipe 2 dan Biotipe 3 selanjutnya disusun berdasarkan hasil uji preferensi, keragaan tanaman serta komponen produksi serta didasarkan pada mekanisme ketahanan tanamannya. 7. Pada lokasi endemis WBC Biotipe 2 seperti di kecamatan

Warung Gunung dan Rangkas Bitung (Kabupaten Lebak), Kecamatan Menes (Kabupaten Pandeglang), Kecamatan Pontang (Kabupaten Serang) dan Kecamatan Kasemen (Kota Serang), pada MK dapat dipilih Inpari 33 dan Mekongga dan pada MH dapat dipilih Inpari 3 dan Inpari 33. Sedangkan pada wilayah endemis WBC Biotipe 3 seperti di Kecamatan Panggarangan (Kabupaten Lebak), Kecamatan Sindang

(11)

3 Resmi (Kabupaten Pandeglang) dan Kecamatan Sukadiri (Kabupaten Tangerang) dapat dikembangkan varietas Inpari 33 dan Ciherang pada Musim Hujan dan dapat dipilih varietas Inpari 31 dan Inpari 22 pada Musim Hujan.

B. Kajian Pengembangan Usahatani Cabai dan

Bawang Merah di Provinsi Banten

1. Cabai merah dan bawang merah merupakan komoditas unggulan hortikultura di Provinsi Banten maupun nasional. Rekomendasi pada budidaya cabai merah agar diperoleh hasil optimal adalah dengan penggunaan varietas Kencana dengan dosis pemupukan Urea 100 kg/ha + ZA 300 kg/ha + SP-36 200 kg/ha + KCl 150 kg/ha. Adapun untuk bawang merah menggunakan varietas Bima dengan dengan dosis pemupukan 180 kg Urea/ha + SP-36 100 kg/ha + KCl 60 kg/ha + 500 kg/ha NPK + pupuk kandang ayam 6 ton/ha. 2. Kegiatan pengkajian cabai merah dilaksanakan di 3

kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang (Kecamatan Jiput), Kabupaten Lebak (Kecamatan Maja), dan Kabupaten Serang (Kecamatan Baros) dengan masing-masing luasan 0,3 ha. Pengkajian bawang merah dilaksanakan di Kabupaten Serang pada 3 kecamatan (Kramatwatu, Tirtayasa, Baros) dengan masing-masing luasan 0,1 ha. Pengkajian cabai dan bawang merah dilakukan di lahan petani dengan menerapkan perlakuan pemupukan rekomendasi BPTP yang dibandingkan dengan pemupukan cara petani. Data yang dikumpulkan untuk bawang merah yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah umbi, berat/bobot umbi tiap rumpun, dan produksi. Data yang diamati untuk cabai merah adalah pertumbuhan (tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif), hama, dan panen (panjang buah, diameter buah, bobot segar buah, dan produksi).

3. Hasil pengkajian cabai merah adalah untuk lokasi tanam di Kecamatan Maja Kabupaten Lebak pengamatan tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif sama untuk perlakuan

(12)

4 dosis rekomendasi dan cara petani. Produktivitas yang diperoleh perlakuan cara petani 16,90 ton/ha dan perlakuan pupuk rekomendasi 16,94 ton/ha. Lokasi tanam di Kecamatan Jiput Kabupaten Pandeglang untuk tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif untuk perlakuan pupuk rekomendasi dan cara petani tidak berbeda. Produktivitas yang diperoleh dengan perlakuan cara petani 7,57 ton/ha dan untuk perlakuan pupuk rekomendasi 7,05 ton/ha. Lokasi tanam di Kecamatan Baros Kabupaten Pandeglang untuk pengamatan tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif tidak berbeda antar perlakuan. Produktivitas yang diperoleh untuk perlakuan cara petani yaitu 3,80 ton/ha dan perlakuan pupuk rekomendasi yaitu 4,23 ton/ha.

4. Hasil pengkajian bawang merah menunjukkan bahwa penanaman di lokasi Kecamatan Tirtayasa dengan perlakuan pemupukan rekomendasi memperoleh produktivitas 11,25 ton/ha dan cara petani 8,25 ton/ha. Lokasi di Kecamatan

Baros dengan perlakuan pemupukan rekomendasi

memperoleh produktivitas 10,00 ton/ha dan cara petani 9,63 ton/ha. Adapun untuk lokasi Kecamatan Kramatwatu produktivitas dengan pemupukan rekomendasi yaitu 2,06 ton/ha dan cara petani 2,04 ton/ha.

C. Kajian Budidaya Padi Gogo Rancah Sebagai

Upaya Peningkatan IP Padi 200 di Lahan Sawah

Tadah Hujan di Provinsi Banten

1. Strategi antisipasi dan adaptasi bidang pertanian terkait perubahan atau anomali iklim, khususnya anomali curah hujan yang terjadi mutlak diperlukan agar produktivitas pertanian tetap terjaga. Untuk mengantisipasi musim kemarau yang berkepanjangan atau pasokan air tanah berkurang, maka penanaman padi dengan penerapan teknik budidaya gogo rancah di lahan sawah tadah hujan merupakan alternatif pilihan petani.

(13)

5 2. Tujuan kegiatan adalah mengkaji paket teknologi budidaya padi gogo rancah di lahan sawah tadah hujan. Pengkajian menerapkan teknologi PTT padi gogo rancah yang dibandingkan dengan teknologi budidaya padi gogo rancah cara petani. Pengkajian dilaksanakan di kelompok tani Sinar Mukti II di desa Bejod, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak.

3. Kegiatan koordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Lebak dilakukan untuk pemilihan lokasi pengkajian. Hasil koordinasi terpilih lokasi dan petani yang dilibatkan dalam pengkajian. Hasil wawancara dengan petani dan kondisi cuaca maka kegiatan budidaya gogo rancah dimulai pada bulan Oktober-Nopember 2017. Eksisting kebiasaan atau kearifan lokal di Wanasalam melakukan budidaya padi gogo rancah bila kemarau berlangsung 2-3 bulan dan tanah sawah retak-retak serta mematuhi petunjuk tetua adat di wilayah tersebut. Bila tidak terjadi kondisi tersebut kegiatan budidaya padi gogo rancah tidak dilaksanakan petani.

4. Dalam rangka upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani pelaksana dan petugas lapang dilakukan pertemuan sebanyak 3 kali, yaitu pertemuan perencanaan, pertemuan cara penanaman dan pertemuan cara pemupukan tanaman padi. Pertemuan perencanaan membahas tentang tahapan-tahapan kegiatan budidaya padi gogo rancah dan kesepakatan antara BPTP dan petani dalam pelaksanaan kajian. Pertemuan cara penaman membahas teknik penanaman padi yang meliputi seed treatment dan jarak tanam. Pertemuan cara pemupukan membahas tentang aplikasi, dosis dan jenis pemupukan BPTP bagi petani kooperator dan pemupukan eksisting petani.

5. Untuk mengetahui pelaksanaan budidaya gogo rancah dan keunggulan varietas Inpari-10, Inpari-42 dan Inpari-43 telah dilakukan analisis respon dan preferensi petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada umur 30 HST, Inpari-10 mendapatkan respon paling baik, karena Inpari-10 memiliki penampilan tinggi tanaman dan jumlah anakan lebih baik

(14)

6 dibanding varietas Inpari 42 dan Inpari-43. Berikutnya petani menyatakan penilaian bahwa 10, 42 dan Inpari-42 memiliki keseragaman tumbuh dibanding varietas Ciherang, Mekongga.

6. Tinggi tanaman padi dan jumlah anakan varietas Inpari 10 pada umur 20 HST berkisar 17-24 cm dan 6-14 anakan; varietas Inpari-42 berkisar 16-23 cm dan 5-15 anakan; Inpari-43 berkisar 10-21 cm dan 12-18 anakan. Tinggi tanaman dan jumlah anakan Inpari 10 umur 40 HST berkisar 51-58 cm dan 12-24 anakan; varietas Inpari-42 berkisar 41-57 cm dan 11-20 anakan; Inpari-43 berkisar 32-46 cm dan 11-21 anakan. Tinggi tanaman dan jumlah anakan Inpari 10 umur 60 HST berkisar 69-76 cm dan 15-28 anakan; varietas Inpari-42 65-85 cm dan 15-21 anakan; Inpari-43 adalah 61-89 cm dan 12-20 anakan.

7. Berdasarkan deskripsi, umur panen varietas 10, Inpari-42 dan Inpari-43 berkisar 111-112 HST. Penanaman padi dilaksanakan tanggal 7 Oktober 2017 sehingga panen diperkirakan pada akhir Januari atau Minggu I Februari 2018.

TEKNOLOGI YANG TERDISEMINASIKAN KE

PENGGUNA

A. Peningkatan

Komunikasi,

Koordinasi

dan

Diseminasi Inovasi Pertanian di Provinsi Banten

1. Upaya Kementerian Pertanian dalam mencapai kedaulatan pangan tertuang dalam 7 Strategi Utama Penguatan Pembangunan Pertanian untuk Kedaulatan Pangan (P3KP). Upaya tersebut tidak terlepas dari faktor pendukung yaitu pegembangan sistem inovasi teknologi.

2. Percepatan diseminasi inovasi teknologi pertanian diperlukan peran aktif penyuluh di lapangan bersama masyarakat dalam proses transfer inovasi sekaligus sebagai penggerak dalam perubahan sosial setempat. Upaya ini harus didukung

(15)

7 kegiatan yang komperhensif dan terintegrasi oleh semua pihak yang terkait di bidang pengembangan pertanian. Salah satu upaya yang tepat adalah dengan pemberdayaan sistem penyuluhan.

3. Peran dan tugas penyuluh BPTP telah dibagi berdasarkan wilayah binaan masing-masing. Di Provinsi Banten wilayah binaan meliputi delapan kabupaten/kota, dengan satu penyuluh memiliki satu wilayah binaan. Upaya optimalisasi peran penyuluh baik di BPTP maupun penyuluh di daerah diperlukan kegiatan kerjasama yang terintegrasi dalam mempercepat arus adopsi inovasi.

4. Pelaksanaan kegiatan Peningkatan Koordinasi, Komunikasi dan Diseminasi inovasi Pertanian di Provinsi Banten meliputi: pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder, implementasi metode diseminasi (Temu koordinasi, Peragaan Teknologi, Temu Usaha dan Temu Tugas), pendampingan teknologi dan penyediaan media informasi serta evaluasi kegiatan.

5. Struktur kelembagaan penyuluhan di Provinsi Banten mengalami perubahan akibat implementasi Undang-undang Nomor 23 tahun 2014. UU No. 23 tahun 2014 menyebutkan bahwa penyelenggaran kegiatan penyuluhan di bidang pertanian, kepengurusannya baik administrasi maupun pelaksanaan masih berada di daerah. Pada tahap implementasi kelembagaan penyuluhan di Provinsi Banten masih dalam lembaga Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota di bagian Bidang dan Seksi.

6. Komposisi penyuluh di Provinsi Banten pada tahun 2017 meliputi penyuluh PNS, THL, TKK dan status CPNS. Jumlah Penyuluh di Provinsi pada saat ini juga mengalami perubahan dari tahun sebelumnya, yaitu Penyuluh PNS dari 163 orang menjadi 155 orang, Penyuluh THL dari 395 orang menjadi 202 orang, sedang Penyuluh TKK tetap 35 orang.

7. Hasil koordinasi telah terjalin koordinasi dengan pertukaran informasi tentang CPCL masing-masing kegiatan baik di Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang maupun BPTP Banten.

(16)

8 Terjalin kesepakatan untuk bersama mendorong kegiatan pembangunan di Desa Tunjungan, Kecamatan Cikeusik antara BBP2TP, BPTP Banten, dan Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang melalui kegiatan Sistem Usaha Pertanian, SITT, Peremajaan Kelapa Dalam, Asuransi Usaha Pertanian.

8. Peningkatan keyakinan petani terhadap VUB Inpari 32 melalui Demfarm dapat dilihat dari peningkatan respons petani terhadap keragaan penampilan tanaman di lapangan. Pengamatan respons petani terhadap keragaan tanaman diukur sejak umur tanaman 0 HST s/d 91 HST. Peningkatan respons petani terhadap keragaan tanaman inpari 32 lebih baik terhadap kergaan tanaman padi yang biasa petani usahakan, diperkirakan dapat menambah keyakinan petani dalam mengintroduksi inpari 32 sebagai pengganti varietas yang lain.

9. Keyakinan petani terhadap keunggulan Inpari 32 semakin meningkat setelah terlihat keragaan tanaman Inpari 32 berumur 91 HST, dimana bulir gabah sudah mulai menguning. Indicator pengukuran menunjukan respon yang lebih baik dari keragaan tanaman yang biasa petani usahakan. Indicator daya tahan terhadap hama dan penyakit, kualitas gabah dan tampilan tanaman secara umum, lebih dari 50% petani memberikan penilaian lebih baik dari keragaan tanaman yang biasa ditanam.

10. Hasil panen tanaman Inpari 32 pada lahan Demfarm mampu menjawab keraguan petani saat akan melakukan kegiatan percontohan. Perkembangan tanaman di saat awal memeperlihatkan respon yang kurang baik dari petani, dikarenakan performasi tanaman kurang optimal. Seiring umur tanaman performasi tanaman semakin membaik dan diikuti respons positif dari petani. Secara fisik dapat ditunjukan oleh peningkatan produktivitas yang signifikan sebelum dan setelah dilakukan Demfarm.

11. Peningkatan pengetahuan aspek teknis perbanyakan benih cukup siqnifikan yaitu mencapai 3,1 poin dari nilai rata-rata

(17)

9 31,7 menjadi 34,8 poin. Materi aspek teknis membahas perihal pengenalan VUB, meknisme turunan klas benih, proses perbanyakan benih, perawatan dan pemeliharaan serta proses pendaftaran dan sertifikasi benih. Aspek ekonomis mencakup aspek pembiayaan penggunaan tenaga kerjasa, saprodi, perhitungan kelayakan usaha dan perhitungan BEP (Break Event Point).

12. Hasil Temu Usaha dapat meningkatkan kerjasama antara petani peserta Demfarm dengan para pengusaha benih padi di beberapa kecamatan, yaitu: Warunggunung, Kalanganyar, Rangkasbitung dan Cibadak. Dari hasil kesepakatan ditawarkan bahwa petani dapat melakukan proses penangkaran benih di lahan masing-masing dengan pendampingan BPSB sampai tanaman calon benih siap di panen. Prosesing pasca panen petani belum memilki sarana yang mendukung, sehingga para pengusaha benih dapat mengambil hasil panen sebagai calon benih untuk diproses lebih lanjut dengan harga yang telah disepakati.

13. Hasil promosi Temu Usaha, VUB Inpari 32 cukup disukai oleh pada pengusaha benih dan petani sekitar wilayah Demfarm. Musim MH 2018 VUB Inpari 32 telah berkembang di beberapa desa sekitar lokasi Demfarm dan beberapa kecamatan sekitar.

14. Penyusunan media informasi dalam kegiatan peningkatan koordinasi, komunikasi dan diseminasi inovasi pertanian di Provinsi Banten, berdasarkan kebutuhan/permintaan dari pengguna. Permintaan/kebutuhan para penyuluh dilapangan terkait tupoksi dalam mendukung Upsus Peningkatan Swasembada pangan dan tahun perbanyakan benih, yaitu: perbenihan padi, kelapa, manggis dan petai serta benih cabai.

(18)

10

B. Percepatan Pendayagunaan dan Ekspose

Hasil-hasil Pengkajian

1. Berbagai inovasi teknologi pertanian yang dihasilkan Badan

Litbang Pertanian harus didiseminasikan kepada

pengguna/stakeholder melalui berbagai media sehingga inovasi tersebut memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan pertanian. Upaya penyebarluasan informasi inovasi teknologi pertanian harus melalui media/saluran komunikasi yang tepat.

2. Kegiatan percepatan pendayagunaan dan ekspose hasil-hasil pengkajian merupakan salah satu upaya pelaksanaan tupoksi BPTP dalam melakukan diseminasi, penyebarluasan, dan pendayagunaan hasil-hasil pengkajian serta termasuk di dalamnya pemberian pelayanan teknik kegiatan pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi tepat guna spesifik lokasi.

3. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyebarluaskan informasi teknologi kepada pengguna melalui berbagai media antara lain media peragaan (pameran dan display), media cetak (buletin), media informasi dan petemuan (seminar), dan ekspose teknologi; dan menggali infomasi dan menerima umpan balik dari stakeholder terhadap informasi dan teknologi yang telah didiseminasikan.

4. Buletin IKATAN adalah media cetak BPTP Banten yang diterbitkan rutin setiap tahun. Buletin berisi informasi hasil-hasil inovasi teknologi BPTP Banten. Buletin IKATAN 2017 diterbitkan 2 (dua) kali, masing-masing edisi terdiri dari 7 (tujuh) artikel sehingga total terdapat 14 artikel. Buletin ini akan disebarluaskan kepada stakeholder terkait.

5. Seminar merupakan upaya mendiseminasikan hasil-hasil penelitian/pengkajian baik dari teknologi Badan Litbang secara umum maupun teknologi spesifik lokasi BPTP Banten. Kegiatan seminar tahun 2017 dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali. Seminar I bertema "Prospek Pengembangan Jagung di Provinsi Banten", dan Seminar II dilaksanakan dalam bentuk

(19)

11 Forum Komunikasi Diseminasi Hasil Pengkajian/Penelitian

Teknologi Pertanian BPTP Banten yang

menampilkan/mempresentasikan 9 teknologi pertanian. Seluruh rangkaian acara Seminar diikuti dengan sangat antusias oleh peserta, termasuk saat diskusi peserta sangat aktif bertanya kepada para narasumber.

6. Pameran utama yang telah diikuti oleh BPTP Banten adalah Banten Expo, Pameran Teknologi Tepat Guna (TTG), Pekan Hortikultura, Pesta Patok, Pameran/Ekspose Produk Teknologi BPTP Banten Pada Lepas Sambut Kepala Balai, dan dukungan pameran lainnya. Secara umum, pengunjung merespon positif terhadap produk-produk yang dipamerkan dan sebagian berkeinginan untuk memperlajari lebih lanjut terhadap produk/materi yang didiseminasikan.

7. Kegiatan ekspose inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi melalui gelar teknologi bertujuan untuk memberikan percontohan terhadap stakeholder. Bentuk ekspose yang dilakukan berupa Temu Lapang, Ekspose Mendukung Penas, dan Ekspose Lainnya berupa ekspose pada kunjungan kerja Menteri Pertanian di Desa Kadujangkung, Kec. Mekar Jaya, Kab. Pandeglang, dan ekspose pada acara Panen, Tanam Serempak dan Pembelian Jagung Pipilan Kering Mendukung Program Penyangga Pangan Ibu Kota, serta ekspose bibit dan tanaman di KP Singamerta.

C. Pendampingan Kawasan Pangan

1. Kawasan pertanian dibagi menurut kelompok yang mencerminkan komoditas utama yang dikembangkan, yaitu : Kawasan Tanaman Pangan, Kawasan Hortikultura, Kawasan Perkebunan, dan Kawasan Peternakan. Berdasarkan

Keputusan Menteri Pertanian RI No.

830/Kpts/RC.040/12/2016, lokasi pengembangan pertanian di Provinsi Banten meliputi : (1) Kawasan Padi : Kab. Pandeglang, Lebak, Serang dan Tangerang, (2) Kawasan jagung : Kab. Pandeglang, Lebak, dan Serang, (3) Kawasan

(20)

12 kedelai : Kab. Pandeglang, (4) Kawasan cabai : Kab. Pandeglang, Lebak, dan Serang, (5) Kawasan kakao : Kab. Lebak dan Pandeglang, (6) Kawasan kelapa : Kab. Lebak dan Pandeglang, (7) Kawasan sapi potong : Kab. Tangerang, (8) Kawasan kerbau : Kab. Lebak, Pandeglang dan Serang, dan (9) Kawasan kambing : Kota Serang.

2. Dalam upaya mendukung pengembangan kawasan tanaman pangan di Provinsi Banten, BPTP melaksanakan percontohan inovasi dalam bentuk demplot, demfarm dan gelar teknologi padi sawah dan jagung. Tujuan kegiatan pendampingan kawasan adalah : (a) meningkatkan sinergitas, koordinasi dan sinkronisasi pendampingan kawasan pangan padi sawah

dengan Dinas/Instansi terkait, (b) meningkatkan

respon/minat petani terhadap inovasi teknologi melalui percontohan inovasi, (c) meningkatkan pengetahuan petani dan petugas lapang melalui pelatihan, dan (d) mengidentifikasi penerapan teknologi padi sawah model PTT melalui monitoring dan supervisi lapangan.

3. Percontohan inovasi teknologi dalam bentuk demfarm VUB dan gelar teknologi padi sawah dilaksanakan di Kab. Lebak (Desa Warunggunung-Kec. Warunggunung dan Desa Girilaya-Kec. Cipanas), Kab. Pandeglang (Desa Sirnajaya-Kec. Mandalawangi), dan Kab. Serang (Desa Pamanuk-Kec. Carenang) dengan luas total 84 ha. Varietas unggul baru (VUB) yang digunakan adalah Inpari-10, Inpari-22, Inpari-31, Inpari-32, dan Inpari-33. Selanjutnya demplot VUB jagung dilaksanakan di Kab. Pandeglang (Desa Rancabugel-Kec. Mekarjaya dan Desa Cikoneng-Kec. Mandalawangi), masing-masing seluas 4 ha, dimana VUB yang digunakan adalah Bima-19 URI, Bima-20 URI, NK-212, Bioseed, Pioneer, dan BISI-2. Pada demfarm VUB padi, pupuk yang digunakan adalah Urea 150 kg/ha + SP-36 50 kg/ha + NPK Phonska 200-250 kg/ha, sedangkan demplot VUB jagung berupa pupuk Urea 200 kg/ha + SP-36 50 kg/ha + NPK Phonska 250 kg/ha.

(21)

13 4. Produksi padi sawah hasil demfarm dan gelar teknologi pada semua lokasi sebanyak 550,04 ton dengan nilai ekonomi produksi sebesar Rp. 2.042.250,-. Produksi di Desa Warunggunung (Lebak-I) sebanyak 152,75 ton (provitas 6,36 ton/ha), Desa Girilaya (Lebak-II) 145,86 ton (provitas 7,29 ton/ha), Desa Sirnajaya (Pendeglang) 89,94 ton (provitas 5,62 ton/ha), dan Desa Pamanuk (Serang) 161,49 ton (provitas 6,73 ton/ha). Berdasarkan harga jual GKP pada saat panen dan produksi yang diperoleh pada setiap lokasi, maka nilai produksi tertinggi diperoleh di Desa Pamanuk, Kec. Carenang yakni sebesar Rp. 645.960.000,- (Rp. 26.915.000,-/ha/mt); Desa Girilaya, Kec. Cipanas sebesar Rp.

546.975.000,- (Rp. 27.348.750/ha/mt); Desa

Warunggunung, Kec. Warunggunung sebesar Rp.

534.625.000,- (Rp. 22.276.042,-/ha/mt), dan Desa Sirnajaya, Kecamatan Mandalawangi sebesar Rp. 314.790.000,- (Rp. 19.674.375,-/ha/mt).

5. Produktivitas padi sawah yang diperoleh pada demfarm VUB dan gelar teknologi padi sawah sangat beragam, baik antar varietas maupun antar lokasi dan antar petani. Rataan produktivitas demfarm VUB padi sawah di Kabupaten Lebak berkisar 6,32-9,12 ton/ha, Kab. Pandeglang 5,03-5,51 ton/ha, dan Kab. Serang 6,68-7,33 ton/ha. Berdasarkan VUB, produktivitas Inpari-10 berkisar 5,03-7,27 ton/ha (rataan 6,44 ton.ha), Inpari-22 berkisar 5,43-7,17 ton/ha (rataan 6,51 ton/ha), Inpari-31 berkisar 7,09-7,56 ton/ha (rataan 7,33 ton/ha), Inpari-32 berkisar 5,51-9,12 ton/ha (rataan 7,15 ton/ha), dan Inpari-33 berkisar 5,37-8,08 ton/ha (rataan 6,76 ton/ha). Rataan produktivitas tertinggi diperoleh pada varietas Inpari-31 dan terendah Inpari-10, sedangkan lokasi yang rataan produktivitas tertinggi adalah Desa Girilaya, Kecamatan Cipanas - Kabupaten Lebak (7,62 ton/ha), dan terendah Desa Sirnajaya, Kecamatan Mandalangi – Kab. Pandeglang yakni 5,46 ton/ha.

6. Selain padi sawah, dukungan lain adalah demplot VUB jagung yang dilaksanakan di Desa Rancabugel, Kecamatan

(22)

14 Mekarjaya – Kab. Pandeglang seluas 4 ha, dimana produktivitas Bima-19 URI adalah 5,26 ton/ha, Bima-20 URI 6,12 ton/ha, dan NK-212 6,59 ton/ha. Berdasarkan produksi pipilan kering yang diperoleh (17,97 ton) dan harga jual pada saat panen (Rp.3.000,-/kg), maka nilai produksi jagung yang diperoleh di Desa Rancabugel adalah sebesar Rp. 53.910.000,-.

7. Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani pelaksana dan petugas lapang dilakukan melalui pelatihan sebanyak 2 kali (100 orang) dan temu lapang inovasi sebanyak 3 kali (225 orang). Peserta pelatihan dan temu lapang terdiri dari petani, buruh tani, penyuluh. POPT, KTNA, Mantri Tani Desa (MTD), Kepala Desa, Camat, Danramin dan Babinsa, Tokoh Masyarakat, BPSB Provinsi Banten, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten, serta Anggota DPRD Kabupaten.

D. Pendampingan Kawasan Hortikultura

1. Kegiatan pendampingan di tahun 2017 ini adalah melaksanakan pendampingan pada lokasi kawasan di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang. Kegiatan yang dilakukan dalam pendampingan ini adalah melakukan demplot, melakukan pelatihan kepada petani dan penyuluh serta instansi terkait mengenai budidaya cabai dan OPT, melaksanakan pembibitan cabai dalam rangka gertam cabai, dan melakukan monitoring dan supervisi teknologi kepada kelompok tani yang mendapatkan alokasi kegiatan pengembangan cabai dari Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Serang.

2. Keluaran yang diharapkan dari kegiatan ini adalah 1)

meningkatnya sinergitas dan koordinasi dengan

Dinas/Instansi terkait di Provinsi dan Kabupaten/Kota (6-8 kali); 2) terlaksananya percontohan inovasi teknologi komoditas cabai di Kabupaten Pandeglang seluas 0,5 ha (1

(23)

15 lokasi); 3) meningkatkan pengetahuan petani/peternak dan petugas lapang melalui pelatihan dan temu lapang (50 - 100 orang); 4) teridentifikasinya permasalahan, penerapan inovasi teknologi dan kinerja komoditas strategis di kawasan pengembangan melalui monitoring dan supervisi lapangan (3-4 Kabupaten); dan 5) tersedianya dan terdistribusinya bibit cabai pada lokasi gerakan tanam cabai Tim PKK (50.000 bibit).

3. Metodologi yang digunakan adalah sosialisasi dan koordinasi dengan dinas terkait, monitoring dan supervisi penerapan teknologi, percontohan inovasi teknologi (demplot), pelatihan petani, dan melaksanakan pembibitan cabai. Lokasi demplot berada di Kabupaten Pandeglang di Kelompok Tani Cahaya Hikmah dengan luas 8000 m2.

4. Hasil yang diperoleh adalah: 1) Kegiatan pengembangan kawasan untuk Kabupaten Pandeglang mendapatkan alokasi 100 ha, Kabupaten Lebak 75 ha, dan Kabupaten Serang 50 ha. Sarana yang diberikan pada kelompok tani berupa benih, mulsa, pupuk, dan pestisida; 2) Telah dilaksanakan temu lapang pada lokasi demplot yang ada di Kabupaten Pandeglang; 3) Pelatihan mengenai teknologi budidaya cabai dan penanganan OPT pada cabai dilaksanakan di aula BPP Malingping Kabupaten Lebak dengan jumlah peserta ±75 orang.

5. Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan ini adalah: 1) percontohan inovasi teknologi dengan menggunakan varietas Kencana telah menarik minat petani untuk menanam Varietas Kencana; 2) pelatihan telah meningkatkan pengetahuan petani dan penyuluh mengenai teknologi budidaya cabai dan penanganan OPT pada cabai; 3) monitoring dan supervisi pada lokasi kawasan cabai masih banyak ditemui kendala dan permasalahan mengenai teknologi budidaya dan penangan OPT pada tanaman cabai; 4) bibit cabai telah terdistribusi sebanyak 50.000 bibit kepada PKK dan kelompok wanita lainnya.

(24)

16

E. Pendampingan Kawasan Ternak

1. Tujuan dari Pendampingan Kawasan Ternak adalah 1) meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi program di lokasi pengembangan kawasan sapi/kerbau di Provinsi Banten; 2) meningkatkan populasi sapi/kerbau melalui introduksi teknologi reproduksi melalui sistem intensifikasi kawin alam (INKA) / inseminasi buatan (IB); 3) meningkatkan pertambahan bobot badan harian ternak sapi potong melalui pakan tambahan (bahan pakan lokal); 4) meningkatkan pengetahuan peternak melalui pelatihan tentang teknologi reproduksi ternak dan percontohan pengembangan hijauan pakan ternak; 5) meningkatkan kompetensi anggota tim melalui publikasi karya tulis ilmiah.

2. Metode Pelaksanaan Kegiatan meliputi koordinasi dan sinkronisasi, introduksi teknologi reproduksi, pemberian pakan tambahan, peningkatan pengetahuan peternak melalui pelatihan, monitoring dan evaluasi, dan pengumpulan data lapangan.

3. Hasil dan kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan ini adalah: 1) koordinasi dan sinkronisasi program pusat dan daerah meningkat di Kabupaten Tangerang, Lebak dan Pandeglang. Sinergitas program juga terwujud melalui dukungan Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting, sehingga peningkatan koordinasi menjadi langkah pembangunan peternakan di Provinsi Banten; 2) percepatan diseminasi teknologi reproduksi ternak menjadi komponen penting dalam peningkatan populasi sapi/kerbau. Kerjasama tim pusat dan daerah di lokasi kawasan ternak merupakan pola efektif sebagai upaya pendekatan kepada peternak rakyat; 3) pemanfaatan bahan lokal sebagai pakan ternak menajdi daya tarik peternak dalam memberikan pakan sesuai kebutuhan dan syarat gizi. Hasil demonstrasi menunjukkan peningkatan bobot badan harian yang signifikan dibanding eksisting (kebiasaan petani); 4) peningkatan kapasitas sumberdaya peternak dan petugas efektif melalui pelatihan dan

(25)

17 demonstrasi. Perubahan perilaku menjadi kunci utama dalam adopsi inovasi teknologi budidaya ternak; 5) kompetensi tim pendampingan meningkat melalui indikator tersusunnya karya tulis ilmiah.

F. Pendampingan Pola Tanam Tanaman Pangan

1. Pola tanam adalah salah satu komponen budidaya tanaman pangan untuk meningkatkan produktivitas usaha tani tanaman pangan. Selain itu dipengaruhi oleh iklim, ketersediaan sumberdaya lahan, air, penerapan varietas yang sesuai, serangan organismme pengganggu tanaman (OPT) dan jenis-dosis-waktu pemupukan yang tepat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menyediakan informasi rekomendasi inovasi usaha tani tanaman pangan hingga level kecamatan yaitu berupa Sistem Informasi Kalender Tanam (SI KATAM). SI KATAM mengalami pembaharuan sesuai dengan kondisi lapangan, dalam kaitannya pengembangan pola tanam tanaman pangan rekomendasi SI KATAM dijadikan sebagai acuan badi pelaku usaha tani tanaman pangan sebgai bahan acuan dalam pengambilan keputusan mennetukan waktu awal tanam, varietas rekomendasi, dosis-waktu-jenis pupuk untuk keberhasilan usaha tani.

2. Kegiatan pengembangan pola tanama tanaman pangan dilakukan dengan menggunakan penerapan SI KATAM untuk mendukung kegiatan kawasan pertanian tanaman pangan.

Sehingga diharapkan pada akhirnya meningkatkan

produktivitas tanaman pangan dan mampu meningkatkan pendapatan petani.

3. Kegiatan pengembangan pola tanam tanaman pangan dilakukan di Banten meliputi 8 kabupaten dan kota. Dengan demonstrasi plot dilakukan di kabupaten pandeglang sesuai dengan rekomendasi dari temu koordinasi dengan Satuan Kerja Pemerintahan Daerah Banten. Selain itu, kegiatan ini juga melakukan pelatihan kepada petani kooperator dan

(26)

18 memverifikasi data standing crop untuk meningkatkan kebaruan info SI KATAM serta melakukan sosialisasi dalam bentuk mentoring secara langsung terhadap stake holder dalam menggunakan aplikasi SI KATAM berbasis android yang menjangkau di seluruh provinsi Banten.

G. Pendampingan Upaya-upaya Khusus Peningkatan

Produksi dan Produktivitas Komoditas Strategis

1. Pelaksanaan program UPSUS dalam waktu 3 tahun terakhir telah memberikan kontribusi yang cukup baik dalam peningkatan produksi padi di Banten, terlihat trend kenaikan produksi padi dari tahun 2014-2016 rata-rata naik 4,3 persen lebih. Kegiatan UPSUS mencakup kegiatan perbaikan infrastruktur irigasi sawah, subsidi benih dan pupuk, pemberian alat mesin pertanian produksi padi, asuransi usahatani dan kegiatan pendukung lainnya.

2. Capaian LTT padi pada Tahun 2017 melebihi tahun 2016, sehingga pada tahun 2017 diproyeksikan produksi padi Banten mencapai 2.417.937 ton atau lebih tinggi dari tahun 2016 yang hanya mencapai 2.358.202 ton. Produksi padi pada tahun 2017 terjadi pada subround Januari-April merupakan periode panen raya di Banten sehingga produksi padinya paling tinggi dibandingkan subround lainnya yaitu sebesar 1.106.055 ton, sementara subround Mei-Agustus

diproyeksikan mencapai 783.636 ton, dan subround

September-Desember mencapai 528.246 ton.

3. Sasaran indikatif produksi jagung pada tahun 2017 merupakan sasaran produksi jagung paling tinggi di Banten dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data BPS Provinsi Banten, produksi jagung pada tahun 2016 hanya mencapai 8.209 ton, sementara pada tahun 2017 ditargetkan mencapai 479.103 ton.

4. Telah dilaksanakan berbagai advokasi kegiatan usahatani pajale dan komoditas strategis kementan melalui inventarisir bencana banjir, gerakan pengendalian WBC, gerakan tanam

(27)

19 cabai, dan sosialisasi serta pelatihan berbagai teknologi berkaitan dengan produksi pajale dan komoditas strategis kementan.

REKOMENDASI KEBIJAKAN PEMBANGUNAN

PERTANIAN

1. Produksi Padi Banten dalam kurun waktu 10 tahun (2005-2015) mengalami fluktuasi produksi dalam setiap tahunnya, namun menunjukkan trend yang meningkat dari tahun ke tahun dengan laju pertumbuhan produksi sebesar 1,66 persen pertahunnya.

2. Fluktuasi produksi padi dari tahun 2005-2015 mengalami fluktuasi produksi yang cukup beragam. Kenaikan produksi padi terbesar terjadi pada tahun 2013 sebesar 11,668% atau meningkat 217.714 ton, dengan masing-masing produksi per

subround nya mengalami pertumbuhan yang positif (SR I = 8,27%, SR II = 4,331% dan SR III = 44,29%) dan penurunan produksi terbesar terjadi pada tahun 2012 sebesar -8,02% atau menurun sebesar 162.633 ton, dengan penurunan terjadi pada SR I sebesar -5,80% dan SR II sebesar -16,46%, walau terjadi peningkatan sebesar 13.31% pada SR III.

3. Produksi padi Banten dalam 2 tahun ke depan diprediksi akan berfluktuasi paling tinggi naik sebesar 3,36 persen dan paling rendah turun sebesar 12,31 persen pada tahun 2016 dan 2017. Fluktuasi produksi padi yang signifikan terjadi pada tahun 2006, dan 2012 berupa penurunan produksi padi. Sementara pada tahun 2010, 2013, dan 2015 terjadi kenaikan produksi signifikan.

4. Terdapat hubungan antara jumlah curah hujan dengan tingkat produksi padi di Provinsi Banten. Pola produksi di Banten dapat dikategorikan menjadi beberapa pola yaitu Pola I Curah hujan tinggi – produksi padi meningkat, Pola II Curah hujan tinggi – produksi padi menurun, Pola III Curah hujan

(28)

20 Rendah – Produksi padi meningkat, dan Pola IV Curah hujan rendah – produksi menurun.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi produksi diantaranya dipengaruhi oleh dampak iklim, luas sawah, luas tanam, luas rusak padi, luas panen dan produktivitas padi.

SDG YANG TERKONSENTRASI DAN

TERDOKUMENTASI

1. Plasma nutfah lokal hortikultura Banten yang juga cukup populer salah satunya adalah durian. Durian merupakan komoditas hortikultura yang sangat populer di Provinsi Banten. Secara umum durian memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki aroma yang khas dan rasa yang lezat. Banten sebagai salah satu Provinsi yang memiliki keanekaragaman jenis durian yang cukup banyak. Sehingga upaya pelestarian jenis durian lokal merupakan target setiap tahunnya dari pemerintah daerah. Selama ini yang menjadi upaya Pemda adalah dengan melakukan kontes durian agar teridentifikasi jenis-jenis durian yang tersedia di Provinsi Banten. Namun pelestariannya belum dilakukan secara intensif, untuk itu perlu dilakukan upaya penyelamatan jenis-jenis durian atau pohon induk yang tersebar agar dapat diidentifiikasi dan selanjutnya didaftarkan dan suatu saat akan dapat dilepas sebagai varietas lokal milik Banten. BPTP Balitbangtan Banten sejak tahun 2015 telah melakukan identifikasi dan karakterisasi terkait dengan durian lokal. Sehingga target untuk dapat didaftarkan perlu dilakukan agar dapat mengamankan plasma nutfah Banten.

2. Keluaran tahun 2017 kegiatan Sumberdaya Genetik terkonservasi dan terdokumentasi adalah: 1) Karakterisasi dan Koleksi sumberdaya genetik Tanaman durian (bunga dan buah) Provinsi Banten (10 aksesi), 2) Model pengelolaan kebun koleksi plasma nutfah durian, rambutan,manggis & ternak kosta (1 model), 3) Dokumen pendukung aksesi

(29)

21 durian lokal Banten yang akan di daftarkan dan rencana pelepasan sebagai varietas lokal Banten (3-4 dokumen), 4) Pengaktifan Komda SDG Provinsi Banten dan 5) Tersusunnya KTI (1 makalah).

3. Hasil Karakterisasi durian tahun 2017 mulai berbunga di bulan Oktober – November sehingga di beberapa lokasi ada yang bersamaan waktu berbunganya dan ada yang baru mulai berbunga. Berikut ini jenis durian yang sudah dlakukan karakterisasi Kabupaten Serang (8 jenis), Kabupaten Lebak (5 jenis), Kabupaten Pandeglang (18 jenis).

4. Sedangkan komoditas yang telah terdaftar adalah Talas beneng asal Kabupaten Pandeglang (1 komoditas) dan jenis durian yang telah selesai tersusun dokumen pendaftarannya ada 5-8 jenis durian. Dan rencana akan didaftarkan tahun 2018. Jenis durian yang dilakukan perbanyakan untuk dikoleksi telah dilakukan perbanyakan dengan okulasi dan disimpan di kebun bibit milik BPTP dan milik petani.

5. Berdasarkan hasil FGD tahun 2017 dilakukan diskusi terkait pembentukan KOMDA SDG Plasma Nutfah dan telah disusu struktur organisasi sementara. Selanjutnya akan di tindaklanjuti oleh Pemda untuk dapat dibentuk KOMDA Plasma Nutfah tahun 2018.

DUKUNGAN INOVASI PERTANIAN UNTUK

PENINGKATAN IP PADI (LAHAN KERING DAN LAHAN

SAWAH TADAH HUJAN) DI BANTEN

1. Provinsi Banten merupakan salah satu wilayah sentra produksi, karena memiliki lahan sawah seluas 198.100 ha dan bukan sawah 433.454 ha (BPS, 2011). Berdasarkan jenis irigasi, lahan sawah yang bisa ditanami padi tiga kali seluas 10.361 ha; dua kali 153.891 ha; satu kali 32.934 ha; tidak ditanami 926 ha; dan tidak diusahakan 67 ha.

2. Peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai) di Provinsi Banten memiliki

(30)

22 peluang cukup besar karena belum optimalnya penerapan teknologi serta pemanfaatan sumberdaya lahan, air, tanaman dan organisme (LATO). Strategi pengelolaan LATO yaitu meningkatkan efektivitas input untuk menaikkan produktivitas tanaman, efisiensi dalam penggunaan input, serta pemanfaatan limbah dan sumberdaya yang tersedia, sehingga tercipta sistem pertanian ramah lingkungan dan berkelanjutan.

3. Keluaran umum/akhir kegiatan adalah “Meningkatnya indeks pertanaman padi lahan kering dan sawah tadah hujan dalam upaya mendukung peningkatan produksi dan produktivitas, serta pendapatan petani”.

4. Ruang Lingkup Kegiatan meliputi, Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kegiatan Peningkatan IP Pajale Lahan Kering dan Sawah Tadah Hujan antara BB Pengkajian, BPTP, BB Padi, dan Ditjentan, Dinas. Koordinasi yang intensif dengan seluruh pemangku kepentingan (pusat, daerah), Identifikasi dan inventarisasi potensi pemanfaatan lahan kering dan sawah tadah hujan untuk pembangunan infrastruktur tata kelola air, Identifikasi IP padi jagung kedelai (Pajale) dan pola tanam, infrastruktur dan tata kelola air, serta kelembagaannya pada lahan kering dan sawah tadah hujan pada kondisi eksisting;, Pengkajian dukungan inovasi pertanian dalam peningkatan IP padi jagung kedelai (Pajale) lahan kering dan sawah tadah hujan.

5. Pembangunan dan pengelolaan sumberdaya air (SDA) pada tahun 2017 di Kabupaten Lebak terdiri atas : Pemanfaatan Air Sungai sebanyak 86 unit dengan sasaran luas 1.316,75 ha; Sumur Dangkal 62 unit (620,39 ha); Long Storage 12 unit (198,89 ha); Dam Parit 22 unit (1.291,69 ha); dan Embung 2 unit (42,29 ha), Kegiatan tersebut tersebar di 3 Kec./50 Desa dengan biaya investasi Rp. 17.592.683.084,-. Di Kabupaten Pandeglang terdiri atas: Pemanfaatan Air Sungai sebanyak 790 unit dengan sasaran luas 11.943 ha; Sumur Dangkal 70 unit (718.62 ha); Long Storage 73 unit (1135.08 ha); Dam Parit 24 unit (1733.85 ha); dan Embung

(31)

23 15 unit (331.97 ha), Kegiatan tersebut tersebar di 35

Kec./120 Desa dengan biaya investasi Rp.

88.613.864.534.20,- Di kabupaten Serang terdiri dari : Pemanfaatan Air Sungai sebanyak 883 unit dengan sasaran luas 13.302.36 ha; Sumur Dangkal 51 unit (527.12 ha); Long Storage 14 unit (239 ha); Dam Parit 2 unit (162.80 ha); dan Embung 5 unit (114.79 ha), Kegiatan tersebut tersebar di 21

Kec./82 Desa dengan biaya investasi Rp.

84.143.292.424.87,-, Di kabupaten Tangerang terdiri dari : Pemanfaatan Air Sungai sebanyak 69 unit dengan sasaran luas 1.021.17 ha; Sumur Dangkal 46 unit (456.22 ha); Long Storage 0 unit (0 ha); Dam Parit 25 unit (1.712 ha); dan Embung 0 unit (0 ha), Kegiatan tersebut tersebar di 16

Kec./68 Desa dengan biaya investasi Rp.

16.244.081.972.68,- dan di Kota Cilegon terdiri dari : Pemanfaatan Air Sungai sebanyak 78 unit dengan sasaran luas 1.187.95 ha; Sumur Dangkal 3 unit (32.13 ha); Long Storage 8 unit (127.74 ha); Dam Parit 0 unit (0 ha); dan Embung 0 unit (0 ha), Kegiatan tersebut tersebar di 8 Kec./37 Desa dengan biaya investasi Rp. 7.752.751.291.93,- serta Kota Serang Pemanfaatan Air Sungai sebanyak 202 unit dengan sasaran luas 3057.56 ha; Sumur Dangkal 11 unit (113.66 ha); Long Storage 0 unit (0 ha); Dam Parit 0 unit (0 ha); dan Embung 0 unit (0 ha), Kegiatan tersebut tersebar di

12 Kec./80 Desa dengan biaya investasi Rp.

18.806.255.062.52,-

6. Hasil kegiatan dari introduksi dan pendampingan teknologi padi dilahan tadah hujan berupa denfarm seluas 10 ha diperoleh produktivitas padi pada masing-masing varietas adalah untuk varietas Inpari 31 sebesar 6.2 t/ha dan produktivitas varietas Inpari 32 sebesar 5.6 t/ha sedangkan produktivitas padi pada eksisting petani sebesar 5.4 t/ha (peningkatan 0.80-0,20 t/ha. Pada saat pemeliharaan di lahan tadah hujan curah hujan sangat minim namun dengan bantuan pompanisasi dapat meminimalis kegagalan panen dan kekurangan hasil/produktivitas.

(32)

24

MODEL PENGEMBANGAN INOVASI PERTANIAN

BERBASIS BIO INDUSTRI SPESIFIK LOKASI

A. Pengembangan Kawasan Bio Industri Berbasis

Padi di Kabupaten Tangerang Provinsi Banten

1. Indonesia secara bertahap juga mengikuti tren perubahan paradigma pembangunan global tersebut. Salah satu diantaranya adalah mengarahkan pembangunan sektor pertanian kearah bioindustri berkelanjutan, sebagaimana tertuang dalam Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) tahun 2013-2045 (Biro Perencanaan. 2013). Menurut SIPP, visi pembangunan pertanian Indonesia hingga tahun 2045 adalah: “terwujudnya sistem pertanian bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi dari sumberdaya hayati pertanian dan kelautan tropika”. Implementasi SIPP dibagi kedalam 7 periode. Sasaran periode pertama (2013-2014: RPJM2-RPJPN1) adalah terbangunnya fondasi sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan sebagai sistem pertanian terpadu yang berdaya saing, ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Sementara itu sasaran SIPP pada periode kedua (2015-2019: PJM4-RPJPN1) adalah kokohnya fondasi sistem pertanian-bioindustri berkelanjutan menuju tercapainya keunggulan daya saing pertanian terpadu berbasis sumber daya alam berkelanjutan, sumber daya insansi berkualitas dan berkemampuan IPTEK bioindustri untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan petani.

2. Beberapa prinsip dasar dari bioindustri berkelanjutan menurut SIPP meliputi adalah pembangunan pertanian berkelanjutan berbasis masyarakat, lingkungan alam, pelaku agribisnis, berorientasi pengembangan usaha pertanian rakyat, serta berbasis sumberdaya lokal (Biro Perencanaan. 2013).

(33)

25 3. Berdasarkan identifikasi secara langsung (wawancara dan peninjauan lokasi) dari beberapa kelompok tani yang dikunjungi terlihat bahwa kelompok tani Sabana mandiri merupakan calon potensial untuk pengembangan konsep Bioindustri berbasis padi sawah. Kelompok Sabana Mandiri terletak di Kampung Cambay Desa Sukatani Kecamatan Rajeg. Struktur kepengurusan kelompok terdiri atas ketua (Madrodi), sekretaris (Daong) dan bendahara (Ajim). Anggota kelompok sebanyak 34 orang. Usaha utama kelompok yaitu di bidang tanaman pangan dan hortikultura. Pola tanam dalam satu tahun yaitu padi – padi – timun. Luas lahan yang dikelola anggota kelompok yaitu seluas 25 Ha. Kelompok yang pernah melakukan kerjasama dengan beberapa perusahan swasta, seperti supplier benih Panamas dan supplier obat padi.

4. Hasil kegiatan meliputi beberapa hal sebagai berikut: 1) Varietas yang dkembangkan pada budidaya padi adalah adalah Inpari 33 dan Inpari 10, sistim tanam Legowo 2:1 dan Legowo 4:1; 2) Pemeliharaan sapi potong tahun 2017 mengalami peningkatan dari 16 ekor (tahun 2016) menjadi 20 ekor, yang didistribusikan di kelompok tani Sabana Mandiri sebanyak 16 ekor (5 jantan dan 11 betina), serta di KP Singamerta sebanyak 4 ekor (jantan); 3) Produksi jamur merang masih terkendala dengan penyediaan bibit. Berdasarkan hasil kegiatan, pada tahun 2017 didapatkan produksi jamur merang sebesar 89 kg; 4) Konsep zero-waste

sudah mulai diaplikasikan oleh para anggota Poktan Sabana Mandiri melalui pemanfaatan kotoran ternak sapi untuk diolah menjadi biogas dan pupuk organik yang diaplikasikan pada pertanaman padi dan sayuran; 5) Komersialisasi produk olahan berbasis padi dan jamur merang berupa pembuatan

produk kerupuk beras dan nugget jamur merang merupakan,

yang dapat dikembangkan kelompok wanita tani setempat; 6) telah dilakukan pelatihan sebanyak 3 kali meliputi pelatihan pengolahan jamur dan padi, sistim tanam jajar legowo, serta pemeliharaan ternak.

(34)

26

B. Pengembangan Kawasan Bio Industri Berbasis

Ubi Kayu di Kabupaten Lebak Provinsi Banten

1. Pertanian bioindustri adalah sistem pertanian yang pada prinsipnya mengelola dan/atau memanfaatkan secara optimal seluruh sumberdaya hayati termasuk biomasa dan/atau limbah pertanian bagi kesejahteraan masyarakat dalam suatu ekosistem secara harmonis. Prinsip dasar proses produksi dalam sistem pertanian bioindustri berkelanjutan adalah: mengurangi input dalam meningkatkan produksi (reduce); pemanfaatan hasil samping dan limbah (reuse) ; dan mendaur ulang produk akhir dan/atau bekas pakai produk akhir (recycle).

2. Model pengembangan bioindustri dapat berupa percontohan lapangan (display/demplot) atau keragaan model pertanian bioindustri, dimana teknologi yang ditampilkan harus memiliki keunggulan. Dengan kata lain, pertanian bioindustri dirancang dari hulu sanpai hilir (budidaya ”on farm”, industri

hulu ”saprodi”, pengolahan ”agroindustri” dan

pemasaran ”off farm”). Salah satu pendekatan pertanian bioindustri adalah berbasis komoditas yang sesuai dengan karakteristik biofisik lokasi, kesesuaian lahan dan preferensi masyarakat, serta prospek pemasarannya. Komoditas yang dikembangkan dapat berupa single commodity atau integrasi

(misalnya padi-sapi, kopi-kambing atau ubikayu-domba). 3. Keragaman skala dan pola usaha pertanian bioindustri terdiri

atas : (a) skala rumah tangga subsisten, produknya untuk dikonsumsi sendiri, (b) skala rumah tangga komersial, sebagian atau semua produknya dijual, (c) skala kelompoktani subsisten, produknya untuk konsumsi kelompok, (d) skala kelompoktani komersial, sebagian atau semua produknya dijual, (e) skala kooperasi, sebagian atau semua produknya dijual, dan (f) skala UMKM, dimana semua produknya dijual.

4. Model pertanian bioindustri dilaksanakan di Desa Sukarame, Kecamatan Sajira – Kab. Lebak dengan tujuan umum/ahkir

(35)

27

adalah ” Membangun kawasan bio-industri ubi kayu terpadu

yang menghasilkan produk lebih efisien dan bernilai tambah untuk kesejahteraan petani dan ketahanan pangan”, sedangkan tujuan tahun 2017 meliputi : (1) meningkatkan usaha budidaya ubi kayu dalam mendukung penyediaan bahan baku pengolahan, (2) meningkatkan kapasitas produksi olahan ubi kayu menjadi keripik dan tepung mocaf, (3) meningkatkan pemanfaatan limbah dan hasil samping dalam usaha ternak dimba, dan (4) melaksanakan advokasi, promosi dan temu usaha tentang bioindustri berbasis ubi kayu.

5. Model pertanian bioindustri di poktan ”Sri Rejeki” Desa Sukarame, Kecamatan Sajira, Kab. Lebak dilaksanakan melalui pola integrasi ubi kayu-ternak domba yang dimulai sejak tahun 2015. Implementasi model dilaksanakan melalui percontohan inovasi dalam bentuk demplot/demfarm serta dilakukan dengan pendekatan sistem agribisnis secara utuh, yaitu keterkaitan antara aspek hulu, aspek usahatani, dan aspek hilir. Model pengembangan didasarkan pada keunggulan komparatif dan kompetitif dengan memadukan aspek biofisik, kondisi sosial dan ekonomi, preferensi masyarakat, dan kebijakan pemerintah. Percontohan inovasi yang dilakukan meliputi: teknologi budidaya dan pengolahan ubi kayu (keripik, gaplek, mocaf), teknologi budidaya ternak domba, teknologi pembuatan pupuk kandang, serta teknologi pengolahan dan pemanfaatan limbah/hasil samping.

6. Model pertanian bioindustri ubi kayu sangat direspon petani/masyarakat di poktan ”Sri Rejeki” Desa Sukarame, Kec. Sajira. Hal ini terlihat dari perkembangan usaha budidaya yang sebelumnya hanya 15-20 ha (25-30 orang) menjadi 40-65 ha dengan jumlah petani sebanyak 80 orang. Dalam hal budidaya, penggunaan pupuk kandang, Urea, SP-36 dan NPK Phonska mampu meningkatkan produktivitas dari 18-20 ton/ha menjadi 25-60 ton/ha, dan bahkan dapat mencapai 60-90 ton/ha pada umur 12 bulan (varietas Manggu, UJ-2 dan Prelek). Selain budidaya, usaha lain yang

(36)

28 dikembangkan adalah pengolahan ubi kayu menjadi gaplek, keripik dan tepung mocaf. Produksi tepung mocaf dilakukan dalam skala kelompok, dimana pada tahun 2017 telah diproduksi sebanyak 850 kg dari bahan baku ubi segar sebanyak 2.500 kg. Harga tepung mocaf di pasar lokal Banten berkisar antara Rp. 7.500-8.000,-/kg.

7. Hasil panen dan penjualan ubi kayu dari poktan ”Sri Rejeki” Desa Sukarame, Kec. Sajira sebagian besar digunakan untuk bahan baku pembuatan tepung kasava, pembuatan keripik, pembuatan gaplek, dan kebutuhan masyarakat sekitarnya. Hasil panen dan penjualan ubi kayu (sekitar 1.000 ton) secara ekonomi dapat meingkatkan pendapatan petani dan ekonomi wilayah, dimana secara keseluruhan mencapai Rp. 723.000.000,-. Nilai tersebut belum termasuk upah panen yang diperoleh petani/masyarakat, yang diperkirakan sebesar Rp. 200.000.000,- (upah panen Rp. 200,-/kg).

8. Usaha lain yang dikembangkan di pokta ”Sri Rejeki” Desa Sukarame, Kec. Sajira adalah budidaya ternak domba, yang pada awlanya sebanyak 55 ekor induk (betina 50 ekor dan jantan 5 ekor), dimana selama 2,5 tahun berkembangn menjadi 187 ekor (betina 112 ekor dan jantan 75 ekor). Selain rumput alam dan hijauan yang tersedia di lokasi kegiatan, pakan lain yang dberikan selama pemeliharaan adalah limbah dan hasil samping ubi kayu, serta konsentrat. Usaha ternak domba sangat membantu ekonomi petani dan pengembangan usaha budidaya ubi kayu, karena kotorannya dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (pukan).

9. Implementasi model pertanian bioindustri di poktan ”Sri Rejeki” Desa Sukarame, Kec. Sajira sangat berdampak terhadap pembagunan dan pengembangan usaha pertanian serta ekonomi perdesaan. Dampak langsung adalah penyerapan tenaga kerja untuk pengolahan lahan, penanaman, penyiangan dan penggembruran, serta pemupukan dan panen. Selanjutnya dampak ekonomi meliputi tambahan pendapatan dari upah tenaga kerja dan penjualan hasil panen. Dampak lain adalah peningkatan

(37)

29 usaha budidaya ubi kayu, optimalisasi pemanfaatan lahan, pengembangan usaha ternak domba, dan aktivitas poktan/petani.

10. Usahatani ubi kayu di poktan ”Sri Rejeki” Desa Sukarme, Kecamatan Sajira memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, namun sangat rentan terhadap penurunan harga jual dan produktivitas. Oleh karena itu, usahatani ubi kayu perlu diarahkan pada peningkatan efisiensi, peningkatan produktivitas, dan diversifikasi pemanfataannya. Selain itu

perlu mendorong pengembangan agroindustri,

pengembangan kemitraan usaha antara kelompok dengan kelembagaan agribisnis, serta pelayanan informasi pasar. Selanjutnya dalam upaya pengembangan usaha terak domba perlu perguliran anak betina kepada anggota lainnya, sedangkan pengadaan induk awal perlu regenerasi (penjualan dan pembelian yang baru).

PRODUKSI BENIH TANAMAN PANGAN,

HORTIKULTURA DAN PERKEBUNAN

A. Produksi Benih Sumber Padi (UPBS)

1. Pemerintah Jokowi-JK memiliki agenda prioritas kabinet kerja (NAWACITA) yang memprioritaskan agenda pembangunan pertanian kedepan untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Indonesia sebagai bangsa dapat mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya secara berdaulat. Kedaulatan pangan diterjemahkan dalam bentuk kemampuan bangsa dalam hal : (1) mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, (2) mengatur kebijakan pangan secara mandiri, serta (3) melindungi dan mensejahterakan petani sebagai pelaku utama usaha pertanian pangan (Kementan 2015).

2. Implementasi program yang menunjang kedaulatan pangan salah satunya dengan menggulirkan berbagai program

(38)

30 berbasis pangan pokok (padi, jagung dan kedelai). Program swasembada dan swasembada berkelanjutan padi, jagung dan kedelai ditempuh dengan berbagai pencanangan program yang salah satunya melalui penyediaan benih bermutu varietas unggul baru yang sesuai dengan agroekosistem dan preferensi konsumen.

3. Dalam suatu sistem produksi pertanian baik ditujukan untuk memenuhi konsumsi sendiri maupun yang berorientasi komersial diperlukan adanya ketersediaan benih dengan varietas yang berdaya hasil tinggi dan mutu yang baik. Daya hasil yang tinggi serta mutu yang terjamin pada umumnya terdapat pada varietas unggul. Namun manfaat dari suatu varietas akan dirasakan oleh petani atau konsumen lainnya apabila benihnya tersedia dalam jumlah yang cukup dengan harga yang sesuai, serta waktu yang tepat. Oleh karena itu regulasi produksi benih harus dilakukan terkait penyediaan benih yang harus mengacu pada prinsip 6 tepat (varietas, jumlah, mutu, waktu, harga dan tempat).

4. Hasil produksi benih tahun 2017 telah melewati target yang dicanangkan, dengan hasil produksi FS mencapai 2.000 kg (100%), produksi SS mencapai 10.045 kg dari target 3.000 kg (299%), dan produksi ES mencapai 25.150 Kg dari target 25.000 kg (100,6%). Varietas yang diproduksi adalah Situbagendit, Inpari 10, Inpari 24, Inpari 30, Inpari 32, dan Inpari 33.

5. Koordinasi telah dilakukan dengan stake holders dilakukan dengan beberapa lembaga seperti BPSB-TPH, Asosiasi Benih Banten (Asbenten), Balai Benih Induk (BBI) provinsi Banten, Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian kabupaten/kota, SHS, Pertani, serta badan Penyuluhan. Salah satu kesepakatan kerjasama adalah para pengguna akan memproduksi benih VUB untuk mendukung jarwo super yaitu Inpari 30, Inpari 32 dan Inpari 33.

(39)

31

B. Produksi Benih Sebar Petai

1. Dalam rangka mencapai swasembada pangan dan mandiri benih hortikultura yang salah satunya adalah komoditas petai maka diperlukan perbayakan benih petai yang bermutu melalui perbanyakan tanaman secara vegetatif (okulasi). Perbanyakan dilakukan dengan cara membuat batang bawah dengan cara generatif melalui biji dan dilakukan okulasi untuk mendapatkan tanaman yang cepat berbuah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Banten sebagai unit kerja di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, berusaha mendukung pengembangan benih

hortikultura dengan melakukan penyediaan benih

bersertifikat agar terjamin kualitasnya.

2. Komoditas petai memiliki nilai ekonomis cukup tinggi, karena masyarakat secara umum menyukai komoditas tersebut sebagai sumber pangan favorit. Harga petai cukup stabil, namun pada hari-hari tertentu harga petai cukup tinggi. Potensi ekonomis komoditas petai cukup menjajikan, sehingga tanaman petai layak dikembangkan di Provinsi Banten. Kondisi saat ini keberadaan tanaman petai semakin berkurang, akibat penuaan tanaman dan banyak ditebang dijadikan sebagai bahan baku bangunan. Pengembangan tanaman petai perlu segera dilakukan, dengan menambah jumlah pohon dan produksi petai melalui pemanfaatan pekarangan dan potensi lahan kering yang ada di Provinsi Banten.

3. Kabupaten Pandeglang sebagai salah satu sentra penghasil petai di Provinsi Banten menjadi salah satu wilayah yang sangat strategis untuk pengembangan petai. Banyaknya pohon induk petai yang merupakan unggulan lokal serta penangkar yang berpengalaman menambah nilai Kabupaten Pandeglang sebagai sumber pohon induk dan perbanyakan benih petai.

4. Keluaran kegiatan ini adalah 1. Teridentifikasinya pohon induk petai dan 2. Batang Bawah benih sebar petai sebanyak

(40)

32 10.000. Metodologi yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Produksi benih sebar petai mulai dari Identifikasi Pohon Induk, Persiapan Media Tanam dan Penanaman, dan Pemeliharaan batang bawah sampai siap diokulasi.

5. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah penentuan pohon induk yang menjadi unggulan lokal serta tersedianya batang bawah petai. Penentuan pohon induk akan dijadikan sebagai dasar dalam pendaftaran sertifikasi pohon petai. Sedangkan untuk batang bawah petai dipersiapkan pada kondisi untuk dapat diokulasi pada tahun 2018.

C. Produksi Benih Sebar Jengkol

1. Penyediaan benih unggul bermutu dan berkualitas menjadi target Kementerian Pertanian pada tahun 2018 dalam upaya meningkatkan produksi komoditas serta peningkatan kesejahteraan petani. Penyediaan benih dan unggul bermutu tidak hanya difokuskan pada komoditas strategis nasional, namun dilakukan pula pada komoditas unggulan lokal yang memiliki potensi pasar besar dan memiliki fluktuasi harga yang tinggi seperti jengkol. Penyediaan benih unggul dan bermutu tanaman jengkol menjadi sarana diseminasi teknologi perbenihan jengkol kepada para petani dalam upaya peningkatan produksi dan peningkatan kesejahteraan petani. Tingginya permintaan masyarakat akan biji jengkol

sebagai bahan konsumsi pangan mengakibatkan

ketersediaanya di pasar sangat terbatas. Pada saat-saat tertentu seperti Hari Raya Keagamaan, harga jengkol dapat melambung tinggi mencapai Rp. 60.000,- per kg. Hal ini membuktikan bahwa komoditas ini mempunyai nilai tambah yang tinggi. Keterbatasan ketersediaan biji jengkol di pasaran disebabkan karena belum adanya penanaman jengkol berskala kebun. Sangat dimungkinkan tidak tersedianya benih unggul bermutu menjadi kendala dalam berbudidaya jengkol

(41)

33 2. Tujuan umum dari kegiatan ini adalah untuk mendukung penyediaan benih unggul lokal jengkol di daerah sentra di Provinsi Banten. Adapun tujuan secara spesifik dari kegiatan produksi benih jengkol pada tahun 2017 adalah: 1) mengidentifikasi Pohon Induk Jengkol, 2) Memproduksi benih jengkol sebanyak 10.000 batang. Sedangkan untuk tahun 2018 adalah 1) memproduksi benih jengkol sebanyak 10.000 batang dan memelihara benih sebanyak 20.000 batang, dan 2) mendistribusikan benih jengkol sebanyak 20.000 batang. 3. Kegiatan produksi benih jengkol dilaksanakan di Kelompok

tani Sukatani, Kelurahan Saruni, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang. Waktu pelaksanaan dari mulai persiapan hingga pelaporan adalah dari bulan September hingga Desember 2017. Tahapan kegiatan produksi benih jengkol adalah identifikasi pohon induk, persiapan media tanam, persiapan biji calon benih, penanaman, dan pemeliharaan.

4. Hasil identifikasi dan karakterisasi pohon induk jengkol unggul lokal diperoleh satu pohon induk jengkol unggul lokal yang berada di Kelurahan Saruni, Kecamatan Majasari, Kabupaten Pandeglang dengan nama jengkol belo. Pohon induk ini digunakan dalam kegiatan Produksi Benih Jengkol Tahun 2017. Perbanyakan dilakukan secara generatif (seedling). Telah dihasilkan benih jengkol sebanyak 10.000 batang. Umur benih jengkol 3 bulan sampai dengan Desember 2017. Prakiraan distribusi dilakukan pada bulan April 2018 ketika benih jengkol memenuhi persyaratan teknis minimal benih siap salur, dengan tinggi minimal 30 cm, dan 4 ruas batang.

D. Produksi Benih Sebar Buah Manggis

1. Pertumbuhan produksi maupun luas tanaman buah-buahan realatif semakin menurun, sedangkan tingkat konsumsi semakin meningkat, sehingga pengembangan komoditas buah-buahan perlu dilakukan. Peringkat komoditas manggis

(42)

34 di Provinsi Banten nomor lima setelah pisang, durian, rambutan dan manga. Peluang pengembangan buah manggis di Banten cukup luas.

2. Kendala umum pengembangan buah manggis di Banten selain tingkat pengetahuan terhadap teknik budidaya masih kurang juga ketersediaan benih unggul masih terbatas. Maka penyediaan benih sebar manggis masih perlu dilakukan disentra-sentra pengembangan kawasan manggis.

3. Langkah-langkah dalam penyediaan benih sebar manggis adalah sebagai berikut: mengindentifikasi pohon induk sumber benih, prosesing benih manggis, perlakuan untuk memacu percepatan pertumbuhan benih dan pemeliharaan benih, sampai benih siap salur.

4. Calon benih sebar manggis telah diperoleh sebanyak 1.500 batang, hasil prosesing dari dua pohon induk, yaitu: varietas Kali Gesing dan Varietas Bogor Raya. Varietas Kali Gesing diperoleh dari pohon induk berasal dari KP. Cipaku Bogor dan Varietas Bogor Raya diperoleh dari penangkaran benih manggis Jaya Mandiri Lebak Banten. Komposisi penyediaan benih 1.000 batang varietas Kali Gesing dan 500 batang varietas Bogor Raya. Untuk mempercepat pertumbuhan

benih manggis menggunakan teknologi dengan

memanipulasi CO2 melalui sungkup.

5. Kendala proses perbanyakan benih, terjadi saat perpindahan bahan tanaman calon benih dari KP. Cipaku ke KP. Singamerta Serang Banten. Proses transplanting dari tanaman calon benih dari ukuran media lebih kecil ke media yang lebih besar mengalami banyak kematian hampir 50%, sehingga jumlah bahan tanaman calon benih yang berasal dari varietas Kali Gesing tidak mencukupi, sehingga kekurangannya mengintroduksi dari varietas Bogor Raya. Factor penyebab diduga karena perubahan agroklimat antara lokasi awal dengan lokasi baru, dan kondisi calon benih kurang optimal.

(43)

35 6. Optimalisasi perbanyakan benih manggis seharusnya dilakukan pada lokasi sentra-sentara manggis sehinga tidak memerlukan kondisi adaptasi yang panjang.

E. Produksi Benih Kelapa Dalam

1. Kelapa biasa dijuluki pohon kehidupan (tree of life), karena hampir seluruh bagian tanaman kelapa dapat dimanfaatkan mulai dari akar sampai daun. Secara umum, kelapa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu Kelapa Dalam, Kelapa Genjah, dan Kelapa Hibrida. Perbedaan ketiga jenis ini dapat diidentifikasi sejak mulai berbuah, jumlah produksi buah, dan komposisi kimia buah. Kelapa adalah salah satu komoditas perkebunan yang menjadi unggulan di Provinsi Banten selain kakao dan aren. Produktivitas yang masih rendah merupakan salah satu kendala yang perlu diatasi. Penyebab rendahnya produktivitas kelapa dalam adalah kurang tersedianya benih unggul. Benih kelapa unggul berasal dari pohon induk yang tersertifikasi. Di Banten terdapat jenis kelapa dalam yang masuk Unggul Nasional yaitu Kelada Dalam Sawarna dan satu jenis Unggul Lokal yaitu Kelapa Dalam Cungap Merah yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas kelapa dalam maka dilakukan Kegiatan Perbanyakan yang berasal dari benih unggul dan bermutu. Tujuan dalam kegiatan ini adalah memproduksi benih sebar kelapa dalam Varietas Unggul Lokal Cungap Merah sebanyak 2.500 butir

2. Perbanyakan benih kelapa dalam Cungap Merah dilakukan di Kebun Percobaan (KP) Singamerta BPTP Banten.Benih Kelapa Dalam Cungap diambil dari Kebun Blok Penghasil Tinggi (BPT) dan Pohon Induk Terpilih (PIT) yang sudah ditetapkan oleh Keputusan Menteri Pertanian RI No. 85/Kpts/KB.020/12/2016, yaitu di Kp. Kaduberuk, Desa Sukarena, Kecamatan Ciomas Kabupaten Serang – Provinsi Banten. Selanjutnya benih dideder dalam bedeng persemaian kemudian setelah berkecambah (tinggi tunas 3-5 cm)

Referensi

Dokumen terkait

Data yang dikumpulkan pada titik-titik yang berbeda dalam suatu waktu atau pada periode waktu yang berbeda pada elemen yang sama disebut data time-series. Barisan observasi

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa pendidikan Ibnu Khaldun dalam perspektif sosiologi memandang pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi akal-pikiran,

Waktu tunggu hasil pemeriksaan laboratorium < 60 menit, kecuali waktu tunggu pemeriksaan BTA < 120 menit Prosedur pemeriksaan sesuai SOP, kelengkapan informed consent

Dari penelitian yang telah dilakukan tentang karakteristik onggok aren (arenga pinnata) dengan penambahan serbuk kunyit dapat disimpulkan bahwa nilai kuat tarik dipengaruhi

Mengingat pentingnya arti Akte Kelahiran bagi masyarakat yang akan mempergunakan Akte Kelahiran tersebut untuk segala macam keperluan yang berhubungan dengan

Hasil wawancara yang dilakukan dengan pihak badan keuangan daerah Provinsi Jambi didapatkan keterangan bahwa metode penetapan target penerimaan PKB dan BBNKB baik

 )achometer adalah seuah instrumen atau alat yang mampu untuk mengukur kecepatan putaran dari poros engkol atau piringan# seperti yang terdapat pada seuah