• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DAN KETERBUKAAN DIRI REMAJA KEPADA ORANGTUA SKRIPSI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA DAN KETERBUKAAN DIRI REMAJA KEPADA ORANGTUA SKRIPSI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana SI Psikologi

/"ISLAM

l<0 Oleh : RATNAWATIRAHAYU 00320033 FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA 2004

(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dan Syarat-syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana SI Psikologi

Oleh :

RATNAWATI RAHAYl 00320033

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

(3)

Dipertahankan di depan Devvan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi

Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi

Pada Tanggal

> <J DEC 2004

Dewan Penguji

1. Yulianti Dwi Astuti S. Psi

Hepi Wahyuningsih, S. Psi.,M. Si

3 Irwan Nuryana K, S. Psi., M. Si

Mengesahkan, Fakultas Psikologi

Universitas Islam Indonesia

Dekan,

Sukarti, Dr

(4)

Bersama ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan membuat laporan penelitian, tidak melanggar etika akademik seperti penjiplakan, pemalsuan data, ataupun manipulasi data. Apabila dikemudian hari saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima konsekuensi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.

Yang menyatakan,

Ratnawati Rahayu

(5)

telah mampu menyelesaikan sebuah karya sederhana ini serta

untuk orang-orang istimewa di hidup-ku:

ALLAH SWT RASULULLAH SAW

"Untuk semua Anugrah-Nya"

BAPAK & IBU KU TERCINTA "Suatu kebanggaan besar dalam hidupku menjadi putri

kalian berdua"

MAS ICHSAN & AABAK NHENY " Selamat membentuk keluarga baru yang bahagia, dan terima kasih untuk semua pelajaran hidup yang berarti"

(6)

ofe*8*%tj^ U£ o«i^c^y^^5"

Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang

khusyuk." (QS. Al-Baqarah: 45)

" To like me, to trust me, to be committed to our relationship, tofacilitate my

personal growth andself-understanding, and to be myfriend

you must know me "

(7)

petunjuk dan pertolongan-Mu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semata-mata adalah karena limpahan Rahmat, kasih sayang, petunjuk, dan pertolongan-Mu. Semoga hamba selaiu mengikuti jalanMu.

Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang memberikan bantuan berupa dorongan, arahan, dan data yang diperlukan mulai dari persiapan, tempat dan pelaksanaan penelitian hingga tersusun skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Ibu Sukarti, Dr., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.

2 Ibu Yulianti Dwi Astuti, selaku Dosen pembimbing, yang telah dengan sabar selama ini memberikan bimbingan dan bantuannya kepada penulis sampai penulisan skripsi ini dapat terseiesaikan. Terima kasih ibu...

3. Ibu Hepi Wahyuningsih, S. Psi,. M. Si dan bapak Irwan Nuryana K, S. Psi., M.Si selaku dosen penguji pada saat pendadaran.

4. Ibu Mira Aliza S Psi, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

5. Seluruh Dosen dan karyawan-karyawan yang ada di psikologi UII. terima kasih untuk segala bentuk bantuan dan ilmu yang diberikan.

6. Bapak dan Ibu tercinta, yang selaiu mencuraiikan kasih sayang, diikungan,

perhatian dan curahan doa yang tiada henti, selaiu mendengarkan curahan hati dan tangisan-ku. Tiada hal yang bisa membalas kebaikan kalian...semoga

ALLAH senantiasa sayang kepada kalian.

(8)

7. Mas Ichsan tersayang, tenma kasih buat dorongannya selama ini, pengaiaman hidupmu bisa menjadi pelajaran yang berarti buat saya.

8. Mbak Nheny (anggota keluarga baruku)..terima kasih untuk ilmu kedewasaan

yang telah diberikan.

9 Sahabat-sahabatku. Fikri, Fajnn, Okky, Yosi, Tutut... terima kasih untuk sebuah persahabatan yang telah memberikan warna lam dalam hidupku, "seorang sahabat akan selaiu menepati janji, bicara jujur, meluangkan waktu denganmu,

dan bisa tertawa bersamamu"

10. Pipit & Mas Aldi, Nyit2 & Danang... tenma kasih untuk kebersamaannya selama aku di Jogja... "perbedaan temyata bisa menjadi sebuah keindahan"

11 Hendri... terima kasih untuk semua bantuan kamu selama ini, dan segala macam

dukungan lewat SMSnya.

12 Semua keluarga besar Alpen Rose : Mami Indah, Inna, Tina, QQ, Ami, mbak Tari, Namn, Esti, ika, mbak Yeyen, Dila, Vitri, mbak Vitra, Iwel, Melly, Naiiya, Dina, Feni, Shinta, Erlina, Dewi, Dian, Ukky...Matur nuwun untuk keceriaan

dan kebersamaan selama ini.

13. Buat Mbah Putri, Pakde-pakde, Budhe-budhe, om-om, dan tente-tanteku yang selama ini banyak memberikan bantuan untuk aku. Terima kasih atas perhatian

dan doa kalian semua.

14. Sepupu-sepupuku: mas Adi, Yudit, tata, anang, Fian, mas wahyu, mas Haiban & mbak Eko. Fitra, Nana, terima kasih untuk semua canda tawanya. Buat Fie-fie,semoga pilihan kamu adalah yang terbaik, do your best\\\

(9)

15. Bapak Drs. Agus Ilham Sudrajat, yang telah membenkan kemudahan dalam mencarikan tempat untuk penelitian.

16. Bapak Drs. Imam Nooryanto, M.Pd selaku kepala sekolah Madrasah Aliyah

Negeri Yogyakarta II dan Ibu Dra. Sri Suwartiyah selaku kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta III, yang telah membenkan ljin untuk pengambilan data penelitian dan Try Out.

17. Adik- adik siswa-sisiwi MAN II dan MAN III, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket.

18 Teman- teman DAN (Dunia Anak Nusantara): Mr. Erry, Ika, Sigit, Upi, Mamat, Ningrum, Usnul, Tika, Opi, Mbak Rita, Mbak Ria...senang sekali bisa belajar banyak dengan kalian.

19. Untuk semua anak-anak Psikologi UII 2000, Ahmad, Ita, Arwan, Nita, OQ, Lulu', dan semua yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, tenma kasih untuk

keceriaan hari-hari di kampus.

Semoga semua diikungan, semangat, dan bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. AMIR

Jogjakarta, Desember 2004

(10)

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI BAB I: PENGANTAR

A. Latar belakang masalah B. Tujuan Penelitian

C. Manfaat Penelitian

D. Keaslian Penelitian

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterbukaan Din Remaja Kepada Orangtua.

IX i n IV VI IX X111 XIV XV 10 10

(11)

Orangtua 15

3. Faktor-Faktor Penentu Keterbukaan Diri.... 21 4. Tingkatan-tingkatan Keterbukaan Diri 22

B. Pola Asuh Demokratis Orangtua 24

1. Pengertian Pola Asuh 24

2. Macam-Macam Pola Asuh 25

3. Pola Asuh Demokratis 28

C. Hubungan Atara pola Asuh Demokratis Orangtua Dengan Sikap Keterbukaan Remaja Kepada

Orangtua 30

D. Hipotesis 32

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian 33

B. Defmisi Operasional Variabel Penelitian 33 1. Keterbukaan Diri Remaja kepada

Orangtua 33

2. Pola Asuh Demokrabs Orangtua 34

C. Subjek Penelitian 34

(12)

E. Validitas dan Reliabilitas 37

F. Metode Anahsis Data 38

BAB IV : PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 39

1. Orientasi Kancah 39

2. Persiapan 40

a. Persiapan Administrasi 40

b. Persiapan Alat Ukur 4]

c. Uji Coba Alat Ukur 41

d. Hasil Uji Coba Alat ukur 41

B. Pelaksanaan Penelitian 43

C. Analisis Data Dan Hasil Penelitian 44

1. Deskripsi Subjek Penelitian 44

2. Deskripsi Data Penelitian 44

3. Uji Asumsi 47

a. Uji Normalitas 47

b. Uji Lmieritas 47

4. Hasil Uji Hipotesis 48

(13)

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan 52

B. Saran 52

DAFTAR PUSTAKA 54

(14)

Tabel 1 : Distribusi Butir Angket Pola Asuh Demokratis

Orangtua 36

Tabel 2 : Distribusi Butir Angket Keterbukaan Diri Remaja

Kepada Orangtua 37

Tabel 3 : Data Siswa Ajaran Tahun 2004/2005 40

Tabel 4 : Angket Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua

(Hasil Uji Coba) 42

Tabel 5: Angket Pola Asuh Demokratis Orangtua (Hasil Uji Coba)... 43

Tabel 6 : Deskripsi Subjek Penelitian 44

Tabel 7 : Deskripsi Data Penelitian 45

Tabel 8 : Knteria Kategori 45

Tabel 9 : Kategorisasi Variabel Keterbukaan Din Remaja

Kepada Orangtua 46

Tabel 10: Kategorisasi Variabel Pola Asuh Demokratis Orangtua 46

Tabel 11: Hasil Uji Normalitas 47

(15)

LAMPIRAN A: ALAT UKUR

1. Angket Try Out

2. Angket Penelitian

LAMPIRAN B: DISTRIBUSI JAWABAN

1. Distribusi Jawaban Try Out 2. Distribusi Jawaban Penelitian

LAMPIRAN C :HASiL UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS

1. Angket Pola Asuh Deokratis

2. Angket Keterbukaan Diri Remaja

LAMPIRAN D: UJI ASUMSI

1. Uji Normalitas 2. Uji Linieritas 3. Uji Hipotesis LAMPIRAN E: PERIJINAN xiv HALAMAN 57 58 59 95 116 120 126 127 127 131

(16)

Ratnawati Rahayu

Yulianti Dwi Astuti

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara pola asuh demokratis

orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Hipotesis awal dari penelitian ini adaiah adanya hubungan yang positif antara pola asuh demokratis orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua.

Subjek dalam penelitian ini adaiah siswa dan siswi Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta II, dengan karakteristik usia 15 sampai 19 tahun. Adapun angketyang digunakan adaiah angket keterbukaan diri remaja kepada orangtua yang dibuat sendiri oleh penulis dengan mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Jourard (dalam Petrinio, 2000) dan skala pola asuh demokratis orangtua yang merupakan hasil modifikasi skala pola asuh dari Yuniarti (dalam Azwar, 1999). Angket keterbukaan diri remaja kepada orangtua berjumlah

40 aitem dan 28 aitem unmk skala pola asuh demokratis orangtua.

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 10.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Hasil analisis product

moment menunjukkan bahwa koefisien r = 0.474, p = 0.000 yang artinya adanya hubungan

positif yang sangat signifikan antara pola asuh demokratis orangtua dengan keterbukaan diri

remaja kepada orangtua. Jadi hipotesis penelitian ini diterima. Kata kunci: keterbukaan diri, pola asuh demokratis

(17)

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang daliulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan, kini terjadi pada usia awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

Satu di antara sikap yang kuat dalam masa remaja adaiah tertutup terhadap orang dewasa kliususnya terhadap pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi. Hal tersebut timbul karena keinginan mereka untuk menentukan sikap dan keinginan untuk menjadi independent serta memecahkan persoalan-persoalannya sendiri. Dikemukakan dalam Gunarsa dan Gunarsa (2003), masa remaja mempakan masa peralihan, dimana pada masa ini akan berlangsung pelepasan diri dari orangtuanya. Proses pelepasan diri dan orangtua ini menyebabkan peran

(18)

Remaja kadang tidak menyadari sikap mereka yang selaiu tertutup dengan orangtua. Padahal pada masa remaja seperti ini, para remaja masih sangat membutuhkan diikungan dan perhatian dari orangtuanya. Banyak tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang sehanisnya masih melibatkan peran dari orangtua. Di sini penulis melihat ada beberapa penyebab dari masalali tersebut,

antar lain: pola pengasuhan yang diterapkan oleh orangtua di nimah (pola asuli orangtua), serta pengaruh kuat teman sebaya atau sesama remaja mempakan hal penting yang tidak dapat diremehkan juga dalam masa-masa remaja. Selain itu, dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan diri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa, sehingga dalam proses ini remaja ingin mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan, di

samping ingin tahu tentang dirinya sendiri.

Hurlock mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berfikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat juga menolak) pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya (Mu'tadin,2002).

Di antara sesama remaja, terdapat jalinan ikatan perasaan yang sangat kuat. Pada kelompok teman sebaya itu untuk pertama kalinya remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerjasama. Berdasarkan hal tersebut, dapat dimengerti jika hal-hal yang bersangkutan dengan tingkah laku, minat balikan

(19)

Pertentangan nilai dan nonna yang sering terjadi antara nilai dan nonna

kelompok dengan nilai dan norma dalam keluarga (orangtua), seringkali timbul

dalam masa remaja. Remaja berusaha untuk tidak melanggar peraturan orangtua.

sementara iajuga merasa takut dikucilkan oleh teman-teman sekelompok mereka.

Hal yang biasanya terjadi agar remaja keluar dari konflik ini adaiah

mengorbankan peratuaran orangtua mereka dan menjadi lebih solider dengan

anggota kelompoknya.

Pada saat ini remaja akan sangat tergantung pada kelompoknya. Apapun yang dilakukan oleh anggota kelompoknya, akan diikutinya hanya untuk

mendapatkan sebuah pengakuan. Tidak jarang remaja yang tidak dapat membentengi dirinya atau remaja yang berada pada kelompok yang kurang baik

akan cepat terpengaruh atau terbawa oleh kebiasaan bunik yang dilakukan oleh

kelompoknya. Banyak di antara mereka yang terjerumus dalam kenakalan remaja,

seperti penyalahgunaan narkoba, minum-minuman keras, seks bebas, perkelahian antar pelajar, pornografi, dan Iain-lain. Seperti yang dikutip dalam data Badan Narkotika Nasional (BNN), menyatakan jumlah kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia dari tahun 1998 - 2003 adalali 20.301 orang, dimana sebesar 70%

diantaranya remaja yang berusia antara 15 19 tahun. Dikatakan juga baliwa

masalah akan menjadi lebih gawat apabila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/ AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui janim suntik secara bergantian.

(20)

1999 tercatat ada 51 kasus, kemudian tahun 2000 mengalami peningkatan yang

sangat tajam sekitar 70 persen, dan tahun 2001 turun sedikit dan tahun 2002 naik

lagi sekitar 45 persen. Pada tahun 2004, sampai bulan Juni tercatat 107 perkara

dengan 123 tersangka, dengan rincian mereka yang benisia 8 sampai 18 tahun ada

dua orang. Kemudian usia 19 sampai 24 tahun berjumlah 52 orang, usia 25

sampai 40 tahun berjumlah 63 orang, dan usia 40 tahun keatas berjumlah 6 orang. Data ini menunjukkan bahwa usia mahasiswa dan pelajar memang sangat rawan dalam peredaran narkoba ( Kedaulatan Rakyat, 2004). Seperti yang dituliskan

oleh KR tentang seorang mahasiswa PTS di Yogya yang telah bertahun-tahun

mengkonsumsi narkoba, tepatnya semenjak ia duduk di bangku kelas 2 SMP. Ia mengungkapkan baliwa hal ini dilakukan karena ia banyak bergaul dengan komunitas semacam itu, dan ini ia lakukan tanpa sepengetahuan kedua

orangtuanya. Kedua orangtuanya adaiah orang yang sangat sibuk, sehingga

dengan leluasa ia dapat memanfaatkan waktu ketika orangtuanya tidak ada di mmah untuk mengkonsumsi barang haram tersebut. Waktu yang kurang diberikan

oleh orangtuanya membuat ia lari dari mmah dan lebih memilih untuk bersama dengan teman-temannya, dimana ia merasa lebih dapat diterima oleh mereka. Hal

ini membuat ia semakin jarang berada di rumah dan bertemu dengan orangtuanya

sehingga komumkasi antara ia dengan orangtuanya tidak pernah ada. Ia menjadi

(21)

Selain pengamh teman sebaya, hal ini berkaitan juga dengan penerapan

pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya di mmah. Orangtua yang tidak

dapat menerapkan pola asuh yang tepat pada anak remajanya dapat menyebabkan

remaja Ian dari peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh orangtua dan mencari orang lain yang menurutnya dapat membuatnya merasa lebih nyaman dan

dipercaya.

Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Anna Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, menunjukkan peranan penting dari keluarga dalam

kasus-kasus penyalahgunaan NAPZA. Terdapat beberapa tipe keluarga yang

beresiko tinggi anggota keluarganya (terutama anak remajanya) terlibat

penyalahgunaan NAPZA: (1) keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orangtua)

mengalami ketergantungan NAPZA, (2) keluarga dengan manajemen keluarga

yang kacau, yang teriihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan

oleh orangtuanya,. (3) keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik, (4) keluarga

dengan orangtua yang otoriter, yaitu orangtua yang sangat dominan dengan

anaknya serta tidak pernah memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, (5)

keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang meniintut anggotanya mencapai

kesempurnaan dengan standar tinggi yang hams dicapai dalam banyak hal, dan (6) keluarga yang neurosis, yaim keluarga yang dihputi kecemasan dengan alasan

(22)

Dalam penelitian Puspitawati (1999),yang dilakukan di lima Sekolah

Menengah Umum (SMU) baik negeri maupun swasta di Kota Madya Dati II

Bogor, disimpulkan bahwa pola komunikasi yang demokratis antara remaja dan

orangtua serta frekuensi komunikasi yang tinggi berhubungan erat dengan

rendahnya tingkat kenakalan remaja. Gaya pengasuhan yang otoriter dan permisif

mendorong anak untuk bertingkah laku nakal.

Remaja yang berada dalam proses menuju kematangan secara tidak sengaja membawa orangtua untuk menerima dirinya sebagai orang dewasa. Hal

ini menimbulkan konflik di antara keduanya. Konflik antara dua generasi bersumber pada perbedaan nilai, sikap, dan gaya hidup antara orang dewasa

dengan remaja. Apabila konflik-konflik tersebut tidak segera diselesaikan akan

sangat menghambat keterbukaan keduabelah pihak.

Orangtua dan remaja sering mengalami benturan-benturan pendapat,

norma, dan keinginan yang akan mengakibatkan terjadinya hubungan yang kurang menyenangkan. Hal ini bisa terjadi karena terkadang orangtua masih memandang

remaja sebagai anak bukan sebagai orang yang tumbuh menjadi dewasa. Keadaan

ini pula yang mendorong remaja menjadi lebih dekat dengan lingkungannya dimana ia berada bersama teman-temannya. OrangUia tidak akan menjadi

khawatir jika pola nilai dan norma kelompok dimana remaja bergaul adaiah hal-hal yang positif. Namun di sini yang menjadi masalali para orangtua adaiah jika

(23)

yang tidak dapat diatasi (Gunarsa dan Gunarsa, 2003).

Gunarsa (2003) juga mengatakan sebelum masa remaja, anak-anak tergantung secara mutlak pada orangtua. Tingkah laku anak banyak dipengaruhi

dan ditentukan oleh orangtua. Hubungan orangtua dan anak begitu erat, sehingga orangtua pada umumnya mengetahui suasana hati dan jalan pikiran anaknya. Seolali-olah setiap persoalan yang dihadapi anak langsung dapat diketahui.

Pada masa remaja teriihat renggangnya hubungan antara orangtua dengan

anak remajanya. Kerenggangan mi makin lama makin terasa oleh kedua belah

pihak. Hubungan dalam bentuk percakapan makin jarang. Akhimya hubungan tersebut sedemikian renggangnya, sehingga kesan yang diperoleh dan hubungan

mereka benipa usaha melepaskan diri, ingin berdiri sendin. Di smi mulailah masa

penuh kontradiksi antara orangtua dan remaja. Di sam pihak remaja merasa tidak

dimengerti oleh orangtuanya. Sebaliknya orangtua tidak mengetahui isi hati anak

remajanya.

Latar belakang dari perubahan sifat hubungan antara orangtua dan putera-puteri remaja ini menunjukkan bahwa kerenggangan tidak merupakan suatu

bentuk kenakalan atau penyimpangan tingkah laku remaja melainkan suatu akibat

perkembangan yang dialami pada masa remaja. Wajar saja jika seorang remaja

selaiu akan mengalami saat kerenggangan dalam hubungan-hubungan di dalam keluarga. Akan tetapi derajat kerenggangan dan akibat-akibatnya tidak sama,

(24)

orangtua sangat dibutuhkan untuk menciptakan suasana komunikatif, hangat, penuh rasa cinta, dan harmonis, sehingga dalam diri anak terbentuk rasa aman dan tanggungjawab, anak mampu bereksploitasi. pengenalan dan penyesuaian nonna-nonna yang berlaku dalam lingkungannya. Sebaliknya bila hubungan antara

orangtua dengan anak kurang baik, maka yang terjadi adaiah ketegangan-ketegangan dan ketidakharmonisan keluarga, sehingga anak memiliki pengalaman

yang tidak menyenangkan dan menyebabkan anak menjadi semakin menjauhkan

diri dengan orangtua, bahkan menjums pada perilaku yang menyimpang (Gunarsa

dan Gunarsa, 2003).

Orangtua dengan pola asuh demokratis akan menunjukkan sikap dimana

jika seorang anak hams melakukan suatu aktivitas maka orangtua akan

memberikan penjelasan dan alasan perlunya hal tersebut dilakukan, anak diberi

kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum ia menerima hukuman, hukuman akan diberikan berkaitan dengan perbuatannya,

dan berat ringannya hukuman tergantung pada pelanggarannya (Ikawati dan

Udiati, 2000).

Dengan menerapkan pola asuh yang tepat, orangtua dan remaja dapat menjalin suatu hubungan yang lebih intim. Orangtua dan remaja dapat saling berbagi perasaan dan saling membenkan masukan yang baik. Dengan begitu

(25)

merupakan bagian penting dan mendasar dari interaksi

dengan orang lain

(Chaikin & Derlega, 1976). Mengungkapkan perasaan berarti berbicara tentang

diri sendiri, misalnya mengenai perasaan senang, main, muak, maupun tertank.

Seseorang kadang malu untuk berbicara tentang perasaannya sendiri, karena menganggap orang lain tidak bisa menerima apa yang akan diungkapkan.

Membuka diri secara jujur memang memerlukan keberanian yang luar biasa dan

selaiu mengandung resiko. Di sisi lam hams memilih antara berani dikecewakan

karena keterbukaan akan disalahgunakan atau tidak berkembang karena mengunci

diri dalam bentengyang aman.

Keterbukaan dapat membawa seorang anak remaja dan orangtua memiliki

hubungan yang nyaman selayaknya sepasang sahabat. Keterbukaan tidak hanya

diterapkan pada masalah-masalah yang besar, tetapi dapat berawal dari hal-hal

yang kecil dalam kehidupan sehari-han, misalnya saja masalah remaja dengan

temannya di sekolah, masalali pelajaran ataupun masalah-masalah yang lebih intim.

Jika dalam keluarga, khususnya hubungan antara orangtua dan anak remajanya sudah terjalin komunikasi yang cukup demokratis dan terbuka, kiranya

tidak akan ada lagi alasan bagi orangtua untuk tidak menamh kepercayaan pada

anak remajanya.

Akhirnya, dengan berbagai uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti

(26)

perhatian yang lebih dan para orangtua dalam melaksanakan tugas perkembangan

remaja. Sikap yang terbentuk pada masa remaja ini akan sangat menentukan pada

perkembangan selanjutnya. Sedangkan pola asuh demokratis dipihh penulis karena dari uraian diatas kritena orangtua dengan pola asuh demokratis dapat memberikan pengaruh yang besar bagi sikap keterbukaan remaja kepada orangtua.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adaiah untuk menguji secara empirik

apakah ada hubungan antara pola asuh orangma yang demokratis dengan

keterbukaan diri remaja kepada orangtua.

C. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam

perkembangan teori dibidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan,

yang berkaitan dengan pola asuh orangtua.

2. Secara praktis, untuk mengetahui sumbangan pola asuh demokratis orangma

(27)

Topik yang diangkat dalam penelitian ini adaiah hubungan antara pola asuh

demokratis orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua.

Variabel bebas dalam penelitian ini adaiah pola asuh demokratis orangtua dan variabel tergantung adalali keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Dari penelitian-penelitian terdaliulu topik ini beliun pemali diangkat, meskipun dari

penelitian Astntasari (2001) mengangkat judul kemampuan empati remaja

ditmjau dari kedemokratisan pola asuh orangtua, dengan variabej bebas

kedemokratisan pola asuh orangtua, dan variabel tergantung kemampuan

empati. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusbiyanti (1987)

dengan judul hubungan antara sikap keterbukaan kepada orang-orang yang

berarti dengan konsep diri, dimana sikap keterbukaan yang diangkat lebih pada sikap keterbukaan yang ditujukan kepada orang-orang yang berarti,

seperti kepada sahabat/teman dekat, bukan kepada orangtua seperti yang

dilakukan oleh penulis.

2. Keaslian Teori

Beberapa teori yang dipakai oleh penulis pernah dipakai juga pada penelitian Astritasari (2001) dan Rusbiyanti (1987), tetapi penulis juga memakai beberapa teori bam. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek, baik pada variable

(28)

3. Keaslian Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan oleh penulis berdasarkan dua variabel, yaitu pola

asuh demokratis orangtua dan keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Pada

variabel pola asuh demokratis penulis memakai skala yang berbeda dengan

Astritasari (2001) yang dimodifikasi dari skala yang telah dibuat oleh

Yuniarti, sedangkan pada vanabel keterbukaan remaja kepada orangtua

penulis membuat sendiri alat ukur berdasarkan aspek-aspek yang

dikemukakan Jourard, dimana hal ini juga berbeda dengan aspek-aspek yang

drjadikan alat ukur oleh Rusbiyanti (1987). Dalam hal mi Rusbiyanti (1987) membedakan aspek-aspek keterbukaan antara lain: Kedalaman, Tipe, dan

waktu.

4. Keaslian Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang dipakai penulis berbeda dengan subjek pada penelitian

yang dilakukan oleh Astntasan (2001) dan Rusbiyanti (1987). Pada penelitian Rusbiyanti misalnya, subjek penelitian yang digunakan adaiah para siswa

ketas I dan II SMA Santo Thomas Yogyakarta, dengan batasan usia 16 sampai

19 tahun, sedangkan subjek penelitian yang digunakan oleh penulis adaiah siswa dan siswi MAN Yogyakarta II dengan batasan usia 15 sampai 19 tahun,

serta tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan.

Atas dasar tersebut maka penulis disini menganggap bahwa penelitian

(29)

A. Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua

1. Keterbukaan Diri

Selama individu menjalin hubungan dengan orang lain akan terjalin komunikasi antara individu dengan orang tersebut. Komunikasi itu dapat terjalin secara langsung, tidak langsung, secara verbal, maupun non verbal. Melalm komunikasi yang terjalin itu akan diperoleh banyak infonnasi tentang orang lain. Salah satu aspek yang terlibat dalam informasi adaiah selfdisclosure (keterbukaan diri).

Johnson (Supratiknya, 1995) mengatakan, pembukaan diri atau self

disclosure adaiah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi

yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini. Tanggapan terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu lebih mehbatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain tentang perasaan terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikan. Sears, dkk (1991) mengatakan bahwa keterbukaan mempakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang Iain.

(30)

Namun kalau ditmjau dari segi arti, maka kata yang lebih tepat untuk menggantikan istilali self disclosure adalali pengungkapan diri. Menumt kamus besar bahasa Indonesia (1988), kata ungkap atau mengungkapkan berarti melahirkan perasaan hati dengan perkataan, air muka, gerak-gerik, atau menunjukkan pembuktian, menyingkapkan (tentang sesuatu) yang tadmya masih

menjadi sebuali rahasian atau tidak banyak diketahui orang lain.

Menurut Johnson selain membuka din kepada orang lain, kita pun harus

membuka diri bagi orang lain agar dapat menjalin relasi yang baik dengannya.

Terbuka bagi orang Iain berarti menunjukkan baliwa kita menaruh perhatian pada

perasaannya terhadap kata-kata atau perbuatan kita. Artinya, kita menerima

pembukaan dirinya. Kita rela atau mau mendengarkan reaksi atau tanggapannya

terhadap situasi yang sedang dihadapinya kmi maupun terhadap kata-kata dan

perbuatan kita (Johnson dalam Supratiknya 1995).

Keterbukaan diri biasanya otomatis. Orang-orang membuat keputusan

tentang kapan, dimana serta kepada siapa {target person) mereka akan membuka

diri tentang pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan mereka yang paling dalam. Keterbukaan diri akan menjadi tidak memadai dan mempakan kekalahan din jika

dilakukan tidak pada waktu yang tepat, konteks yang tepat, dan orang yang tepat

(target person).

Sears dkk (1991) menyatakan bahwa kebutuhan individu terhadap keterbukaan berbeda berdasarkan tahap hubungan. Tahap awal hubungan, dibumhkan keterbukaan yang bersifat biasa-biasa saja. Tahap selanjutnya

(31)

dibutuhkan keterbukaan yang lebih intim dan bersifat detil untuk mendukung

berlangsungnya sebuah hubungan yang lebih erat.

Disimpulkan bahwa keterbukaan din (self disclosure) adaiah kemampuan

untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap orang lain yang dilakukan secara sengaja dan siikarela

sehingga orang lain dapat memahaminya.

2. Keterbukaan Diri Remaja Pada Orangtua

Hurlock (1991) menganggap masa remaja sebagai usia yang bermasalah. Masalah yang dihadapi remaja antara lain: untuk han depan, masalah dalam

keluarga, masalah dalam pergaulan, masalah kesehatan, masalali kepnbadian,

masalah keuangan, masalah seks dan pengisian waktu luang.

Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.

Tubuhnya kelihatan sudah dewasa akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Beberapa hal yang sering teriihat

pada masa remaja antara lain (Gunarsa dan Gunarsa, 2003):

1. Kegelisahan; Remaja mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selaiu

dapat dipenuhi. Di satu pihak ingin mencan pengaiaman, karena diperlukan

untuk menambah pengetahuan dan keluesan dalam tingkah laku. Di pihak lain mereka merasa diri belum mampu melakukan berbagai hal. Akhirnya mereka hanya dikuasai oleh perasaan gehsah karena keinginan-kemginan yang tidak tersalurkan.

2. Pertentangan; pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat

(32)

menyebabkan timbulnya keinginan yang hebat untuk melepaskan din dari

orangtua. Akan tetapi keinginan untuk melepaskan din ditentang Iagi oleh

keinginan memperoleh rasa aman di mmah. Remaja tidak berani mengambil

resiko dan tindakan meninggalkan lingkungan yang aman di antara

keluarganya.

3. Berkemginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Mereka ingin mengetahui macam-macam hal melalui usaha-usaha yang dilakukan

dalam berbagai bidang.

4. Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendin maupun terhadap

orang lain. Keinginan mencoba ini mehputi segala hal yang berhubungan dengan fungsi-fungsi ketubuhannya. Akhirnya penjelajahan ketubuhan bias

menyebabkan pengalaman dengan akibat yang tidak selaiu menyenangkan,

misalnya kehamilan, dll.

5. Keinginan menjelajah ke alam sekitar pada remaja lebih luas. Keinginan

memelajah dan menyelidiki ini dapat disalurkan dengan baik ke penyehdikan yang bermanfaat. Keinginan mereka menyelidiki tidak selaiu berarti membuang tenaga dengan percuma.

6. Mengkhayal dan berfantasi; Khayalan dan fantasi pada remaja putera banyak

berkisar mengenai prestasi dan tangga karier. Pada remaja puten teriihat lebih

banyak sifat perasa sehingga lebih banyak benntikan romantika hidup.

Khayalan dan fantasi tidak selaiu bersifat negatif, namun dapat pula bersifat

(33)

7. Aktifitas berkelompok; Antara keinginan yang satu dengan keinginan yang

Iain sering timbul pertentangan, baik dan keinginan untuk berdiri sendiri

tetapi kenyataannya beium mampu hidup terlepas dari keluarga, maupun dan

keinginan menjelajah alam, menggali misteri yang ada dalam lingkungan alan tetapi terbatasnya biaya, maten serta kesanggupan remaja. Keadaan ini yang

menyebabkan remaja merasa tidak berdaya terhadap dorongan-dorongan dari

dalam din mereka untuk bertindak maupun terhadap kekangan dari luar

bempa larangan orangtua dan terbatasnya kesanggupan serta kemampuan

finansiil seringkali melemahkan dan memathkan semangat remaja.

Kebanyakan dari remaja menemukan jalan keluar dari masalah ini yaitu dengan cara berkumpul-kumpul melakukan kegiatan bersama, mengadakan

penjelajahan secara berkelompok. Keinginan berkelompok ini tumbuh

sedemikian besarnya dan dapat dikatakan mempakan cirri umum masa remaja.

Setiap periode mempunyai masalah sendin-sendiri, namun masalah masa

remaja sering menjadi masalah yang sulit sekali diatasi. Ada dua alasan bagi

kesulitan itu; pertama, selama kanak-kanak masalah mereka selaiu diselesaikan

oleh orangtua dan gum-gum sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa din mereka mandin,

sehingga mereka ingin mengatasi masalalinya sendiri dan menolak bantuan

orangtua dan gum-gum (Hurlock, 1991).

Hurlock (1991) juga mengungkapkan pembahan-pembahan yang terjadi pada masa remaja. Salah satu yang sangat teriihat adalali para remaja

(34)

Remaja memang menolak bantuan orang dewasa bahkan remaja bersikap

tertutup terhadap orang dewasa tentang masalali yang dihadapmya. Pemecahan

masalali akan lebih baik apabila dibantu oleh orang lain. Untuk mengatasi

kesulitannya dalam memecahkan masalah dan guna membantu pemecahan

masalah yang dihadapinya, remaja memilih untuk bersikap terbuka pada orang

lam, misalnya dengan sahabat, dan bukan pada orangtua.

Melihat berbagai masalah dan pembahan yang dialami oleh remaja, sudah

menjadi tanggung jawab orangtua untuk dapat mengarahkan anak-anak

remajanya. Orangtua dapat membawa dan membimbing anak-anaknya untuk tidak

terpengaruh oleh hal-hal negatif yang dibawa oleh teman-temannya mengingat

pada masa itu teman sebaya sangat memberikan pengamh yang besar bagi remaja

akan membuat remaja taliu mana hal yang baik dan tidak. Adanya keterbukaan antara remaja dengan orangtua akan sangat membantu orangtua dalam mengetahui

sejauh mana perkembangan remaja itu sendiri, baik mengenai pergaulan dengan

teman-temannya ataupun mengenai masalah-masalah lainnya.

Keterbukaan diri remaja pada orangtuanya mempakan suatu sikap dimana

seorang remaja mau dan mampu membagi semua pengalamannya, baik

pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang menyedihkan kepada

(35)

Keterbukaan diri yang dilakukan remaja terhadap orangtuanya mempunyai

dua tujuan: untuk mengimgkap keadaan diri dan untuk mencari bimbingan atau

penjelasan dan pennasalahan yang dihadapi (Youniss dan Smollar, 1985).

Keterbukaan diri, membuat remaja dapat dengan leluasa menceritakan semua

pengalaman yang diaiaminya tanpa hams merasa mendapat tekanan dari orangtua.

Remaja dapat dengan bebas bercenta, berpendapat, ataupun meminta pendapat

dari orangtuanya.

Jourard (Petronio, 2000) mengemukakan beberapa masalah yang sering

dibicarakan untuk mengimgkap atau menggambarkan adanya kemampuan

bersikap terbuka, yaitu:

a. Attitudes & Opinions; di sini seorang remaja akan terbuka atau mengungkapkan kepada orangtuanya tentang pendapat, pendirian, dan

sikapnya terhadap sesuatu.

b. Tastes & Interests: mengungkapkan tentang apa yang menjadi keinginan,

minat atau perasaannya terhadap sesuatu. Misalnya, apa yang menjadi

keinginan/cita-citanya di masa yang akan datang, bagaimana kehidupan yang

dhnginkan di masa yang akan datang.

c. Work Studies: mengungkapkan segala sesuatu tentang sekolah atau

pekerjaannya, mulai dari pelajaran atau pekerjaan yang disukai, masalah atau

hambatan yang dialami, situasi belajar yang dihadapi, keadaan lingkungan

(36)

d. Money: menceritakan/mengatakan segala sesuatu tentang keuangannya,

misalnya tentang cara penggunaan keuangan, masalah kekuarangan/kelebihan

keuangan, dan lain-iain.

e. Personality Atributes: mengungkapkan apa yang dialami atau dirasakan terutama tentang kepribadiannya, seperti ketakutan, kecemasan, perasaan

senang, rasa cinta, dan lain sebagainya.

./. Body Atributes: mengatakan dan mengungkapkan tentang masalah tubuhnva,

apa yang rasakan terhadap tubuhnya, seperti rasa sakit, kelebihan atau kekurangan berat badan, dan lain-lam.

Jourard (Petronio, 2000) juga mengemukakan hal-hal di atas dapat dipakai

untuk menggambarkan keterbukaan seseorang dan dapat diterapkan pada beberapa subjek, seperti: (1). Suami-istri/ kekasih, (2). Orangma, (3). Teman

kanb, (4).kenalan, maupun (5). Orang yang tak dikenal. Hal-hal mi pula lah yang

akan dipakai peneliti sebagai aspek dalam alat ukur nantinya.

Dalam mengkomunikasikan semua infonnasi yang dimiliki, seorang anak

haruslah terlebih dahulu memiliki hubungan komunikasi, baik komunikasi verbal

maupun komunikasi non verbal yang baik dan hangat dengan orangtuanya.

Jadi keterbukaan yang dilakukan remaja kepada orangtuanya adaiah sejauh

mana remaja mampu dan bersedia mengungkap perasaan, pikiran, dan pendapatnya secara bebas, termasuk hal yang sensitif sekalipun.

(37)

3. Faktor-Faktor Penentu Keterbukaan Diri

Menurut Crider (1981) ada lima faktor yang menentukan tingkat keterbukaan

diri seseorang, yaitu:

a. Timbal balik. Keterbukaan din yang terlalu banyak dan berlebihan akan

menimbulkan perasaan tidak nyaman. Tetapi hal itu dapat diatasi dengan

memperhatikan kesesuaian dengan pnnsip timbal balik maka pengungkapan

diri akan menjadi seimbang.

b. Ketepatan norma. Norma dapat menunjukkan berapa banyak pengungkapan

yang tepat dalam suatu situasi. Pengungkapkan diri secara baik terhadap

orangtua dapat mengikuti ketentuan norma dalam keluarga secara tepat.

c. Kepercayaan. Seberapa banyak kepercaya pada orang lain juga menentukan berapa banyaknya mengungkapkan diri yang akan disampaikan. Jika tidak

percaya dengan orang lain, tidak mungkin salmg mengungkapkan din. Ada perasaan takut kalau orang lain menggunakannya sebagai alat untuk melawan

atau menyerang.

d. Kualitas hubungan. Dari pengembangan teori penetrasi sosial, para ahli

menganggap bahwa tingkat keintiman akan membedakan kepercayaan,

pengungkapan, dan kedalaman diskusi dengan orang lain. Kualitas hubungan

tidak hanya mampengamhi pengungkapan diri, tapi bisa mengarahkan pada

suatu hubungan yang lebih intim.

e. Jems kelamin. Ada hubungan antara perasan suka dan keterbukaan din bagi wanita dan pna. Wamta lebih mencintai teman sejenisnya daripada pria

(38)

membuka din kepada teman sejenisnya daripada pria kepada teman sejenisnya. Selain itu, wanita juga tidak menggunakan kata-kata yang terialu

banyak untuk menggambarkan diri mereka daripada kata-kata yang digunakan

pna, namun wanita lebih banyak mengungkapkan informasi yang intim

tentang diri mereka daripadapria.

Melihat beberapa faktor penentu tersebut, dapat dikatakan baliwa pola

asuh demokratis dapat menerapkan faktor-faktor tersebut guna mencapai

keterbukaan diri terutama keterbukaan remaja kepada orangtuanya. Orangtua

dengan pola asuh demokratis akan menerapkan suatu bentuk komunikasi timbal balik dimana antara orangtua dan remaja dapat saling memberi dan menerima satu sama lain, tidak hanya dari satu pikah. Orangtua juga tidak akan membuat standar norma yang terialu beriebihan untuk anak remajanya tetapi akan disesuaikan

dengan kebutuhan anaknya. Selain itu orangtua yang demokratis juga akan membenkan kepercayaan kepada anak-anaknya atas apa yang dilakukannya,

orangtua dapat dijadikan orang yang dipercaya oleh anak untuk menceritakan apa saja. Keadaan yang seperti itu akan memberikan perasaan nyaman kepada anak dan orangtua dapat menciptakan hubungan yang lebih intim sehingga tidak akan

membuat anak lari dan orangtuanya dan mencan orang lam yang lebih bisa

menenmanya.

4. Tingkatan-tingkatan Keterbukaan diri

Proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam keterbukaan din. Menurut Powell (Dayakisni T & Hudaniah,

(39)

a. Basa-basi. Mempakan taraf keterbukaan din yang paling lemah atau dangkal. walaupun terdapat keterbukaan di antara individu, tetapi tidak terjadi

hubungan antar pnbadi. Masmg-masing individu hanya berkomumkasi

sekedar untuk kesopanan.

b. Membicarakan orang lain. Komunikasi hanyalali mengimgkap tentang orang

lain atau hal-hal yang di luar dinnya. Walaupun dalam tingkat ini isi

komunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak

mengungkapkan dirinya.

c. Menyatakan gagasan atau pendapat. Sudah mulai dijalin hubungan yang erat.

Individu mulai mengungkapkan dinnya kepada individu lainnya.

d. Perasaan. Setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama

tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap

individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan

antar pnbadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang

jujur, terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang mendalam.

e. Hubungan puncak. Pengungkapan din telah dilakukan secara mendalam,

individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan

yang dialami individu lainnya.

Sementara itu, upaya untuk mencapai keakraban hubungan antar pnbadi

disebut dengan istilah penetrasi sosial. Penetrasi sosial terjadi dalam dua dimensi

utama yaitu keluasan dan kedalaman. Dimensi keluasan yaitu dimana setiap orang

dapat berkomumkasi dengan siapa, saja baik dengan orang asing atau dengan

(40)

dengan orang dekat. yang diawali dan perkembangan hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan hal-hal yang bersitat

pnbadi tentang dirinya. Pada umumnya ketika berhubungan dengan orang asing

pengungkapan din sedikit mendalam dan rentang sempit (topik pembicaraan

sempit). Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan din lebih mendalam dan

rentang lebih luas. Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik pembicaraan

semakin banyak) (Sears, dalam Dayakisni T & Hudamah, 2003).

B. POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA

1 Pengertian Pola Asuh

Menumt Hurlock (1973) orangma adaiah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju kedewasaan dengan memberi

bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani

kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak, akan berbeda pada masing-masing orangtua. Karena setiap keluarga memihki

kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antar keluarga yang satu dengan

yang lain.

Menumt Kohn (Monks, Knoers, & Haditono, 1994) pola asuh dapat diartikan sebagai perlakuan dari orangtua dalam rangka memberi perlindungan dan pendidikan anak dalam kehidupan sehari-han serta bagaimana sikap orangma

(41)

Pola asuh orangtua mempakan cermman bagaimana mteraksi antara

orangtua dengan anaknya dapat terwujud. Seperti juga pendapat Gemngan (1996) yang mengatakan bahwa pola asuh orangtua mempakan cara-cara dan sikap

orangtua dalam memimpin anaknya apakah dengan otoriter, liberal atau

demokratis mempengamhi perkembangan anak.

Menurut Meichati (Hartanti, 1992) pola asuh dapat juga diartikan sebagai periakuan dari orangtua dalam rangka memberi periindungan dan pendidikan anak

dalam kehidupan sehari-hari serta bagaimana sikap orangtua dalam berhubungan

dengan anak-anaknya.

Jadi pola asuh orang tua dapat disimpulkan sebagai sikap orangtua dalam

berhubungan dengan anak-anaknya. Hal mi dapat dilihat dan beberapa segi,

antara lain dan cara orangma memberikan peraturan pada anak, cara memberikan

hadiah dan hukuman, dan cara orangtua memberikan perhatian atau tanggung

jawab terhadap keinginan anak.

2 Macam-Macam Pola Asuh

Tiga macam pola asuh orangtua (parenting style) yang didasarkan pada

penelitian Baumrind (Yusuf, 2004) adaiah (a). Authoritarian, yaitu orangtua

bersikap kaku (keras), memberi kontrol yang tinggi, bersikap menghamskan atau memenntah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, (b). Permissive, yaitu memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau

(42)

orangtua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, memiliki sikap acceptance

yang tinggi terhadap anak.

Sama halnya dengan Gunarsa (Hartanti, 1992), ada tiga cara menanamkan disiplin pada anak, yaitu cara otoriter, demokratis, dan permisif:

a. Cara Otoriter. Menumt Landis (Hartanti, 1992), pada orangtua yang otoriter,

anak menerima aturan-aturan dan mlai-mlai yang mutiak telah ditentukan oleh orangtua. Orangtua memberikan peraturan yang kaku dan memaksa anak

untuk berperilaku sesuai dengan kehendak orangtua, tidak ada komunikasi

timbal balik, hukuman yang diberikan tanpa alasan yang jelas. Ada beberapa

ciri-cin orangtuayang menggunakan cara otoriter ini, antara lain:

1. tidak ada hadiah maupun pujian yang diberikan oleh orangtua untuk

perbuatan anak yang menyenangkan.

2. anak tidak pernah diberi kesempatan untuk menjelaskan perbuatan yang

dilakukan dalam melanggar peraturan.

3. hukuman yang diberikan oleh orangtua hampir selaiu berwujud hukuman

fisik.

4. orangtua tidak bemsaha menjelaskan kepada anak alasannya mengapa

suatu perbuatan haras dipatuhi.

b. Cara Demokratis. Pada cara ini, orangtua memberikan peraturan yang luwes.

Orangtua memberikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan

yang tidak mutiak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak. Jadi ada komunikasi timbal balik anatara anak dengan orangtua.

(43)

Orangtua yang demokratis akan menghasilkan anak-anak yang penuh rasa

tanggungjawab dan penuh percaya diri.

Ada beberapa cin orangtuayang menggunakan cara ini, antara lain: 1 hukuman diberikan atas peri laku anak yang salah, bukan atas pribadi anak. 2. orangtua membenkan hadiah atau pujian untuk penlaku yang

menyenangkan.

3. orangtua menganggap bahwa anak mempunyai hak untuk mengetahui

mengapa mereka harus mematuhi suatu peraturan.

4. anak diberi kesempatan untuk mengemukakan alasan mengapa mereka melanggar peraturan sebelum orangtua memberikan hukuman, jadi

orangma tidak secara langsung mengambil keputusan tanpa melihat

keadaan anak.

c. Cara Permisif. Pada cara ini sebemlnya hanya ada sedikit disiplin atau malah tidak berdisiplin. Orangtua membiarkan anak mencan dan menemukan sendin

tatacara yang memberi batasan-batasan dan perilakunya. Dalam hal ini anak tidak diberi batas-batas atau kendala yang mengatur apa saja yang boieh

dilakukan, mereka diizinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat

sekehendak mereka sendin.

Ciri-ciri orangtuayang menerapkan cara ini pada anak, antara lain:

1 tidak ada peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh orangtua, anak dibiarkan melakukan segala sesuatu yang dianggapnya baik.

(44)

4. orangtua tidak pemali memberikan hadiah pada perbuatan anak yang baik karena mereka menganggap bahwa anak sudah cukup mendapatkan hadiah

dari kebebasan yang telah diberikan.

3. Pola Asuh Demokratis

Orangtua dengan pola asuh demokratis akan mengajak anaknya terlibat

dalam memecahkan masalali keluarga. Orangtua selaiu menjawab setiap

pertanyaan anak dan menjelaskan dengan baik, menekankan pada segi komunikasi timbal balik antara orangtua dan anak, agar terbentuk sikap mandiri, anak-anak diberi kesempatan untuk mengalami setiap kejadian apapun secara bertaliap di bawah bimbingan orangtua. Anak memperoleh kesempatan beiajar, mandin, dan memperoleh rasa aman yang adekuat. Menumt Hurlock (1973) dalam pola asuh

ini tidak berlaku pemaksaan kehendak. Pujian dan hukuman diberikan secara

sportif, dengan lebih dahulu mendengarkan alasan mengapa anak melakukan kesalahan. Menumt Baumnnd (Fuhrmann, 1990) orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis akan memberi contoh pada anak-anak, berpartisipasi, diskusi, mendukung dan menerapkan logika dalam berargumentasi, hangat, dan membebaskan dalam batas-batas tertentua. Anak-anak menjadi dekat dengan

orangtua, adaptif, mampu berdisiplin diri, bertanggungjawab pada din sendiri, sehingga mengurangi rasa kecemasan orangtua.

(45)

Orangtua yang bersikap demokratis, dapat membuat hubungan yang

harmonis antara orangtua dengan anak. Pola asuh orangtua yang demokratis, kontrol orangtua tidak terialu beriebihan, dimana tetap ada komunikasi timbal balik antara orangtua dengan anak sehingga dapat tercipta sikap saling

menghargai. Bila sudah demikian, anak pun dapat merasa terbuka, aman berbicara dengan orangtua, dan tidak merasa segan meminta nasehat kepada orangtua apabila menghadapi masalali. Anak tidak merasa takut berinisiatif, tidak takut

akan membuat kesalahan, sehingga kepercayaan diri anak dapat berkembang

dengan baik (Walgito, 2000).

Hasil penelitian Baumrind (Yusuf, 2004), ditemukan pula bahwa polaasuh orangtua yang memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak adalali pola asuh orangtua yang bersifat authoritative (demokratis).

Pola asuh orangtua yang demokratis, penjelasan dan diskusi disertakan

agar anak mengerti mengapa mereka diharapkan untuk bertingkah laku dalam cara tertentu (Tjahjanindijah, 1983). Perhatian orangtua terhadap anak sangat besar dan anak mempunyai hak serta kedudukan yang sama dalam keluarga. Pola asuh orangtua yang demokratis ini juga mencakup reward dan punishment. Hukuman

(punishment) yang diberikan tidak keras dan bukan dalam bentuk hukuman

jasmani, serta hanya diberikan jika anak terbukti secara sengaja menolak untuk melakukan apa yang seharasnya dilakukan. Sebaliknya, anak akan diberi penghargaan bempa hadiah atau pujian (reward) bila mencapai keberhasilan

(46)

Disimpulkan bahwa pola asuh demokratis orangtua sebagai sikap orangtua

dimana orangtua menerapkan peraturan-peraturan tidak berdasarkan kehendak

sendin dan tidak terialu membebaskan anak. Hal ini dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain pendangan orangtua terhadap anak dimana orangtua tidak selaiu hams mengarahkan anak-anaknya. cara komunikasi orangtua dengan anak yang

salmg timbal balik, cara penerapan disiplin dan kontrol, serta cara pemenuhan

kebutuhan anak. Bentuk perilaku tersebut juga dijadikan oleh penulis sebagai

aspek untuk penyusunan alat ukur.

C Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Orangtua Dengan

Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua

Keluarga mempakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk

pertama kalinya. Dikatakan juga bahwa keluarga mempakan lingkungan primer bagi hampir setiap individu, sejak ia iahir sampai datang masanya ia

menmggalkan mmah untuk membenmk keluarga sendiri. Hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga karena keluarga mempakan lingkungan primer.

Menumt Gunarsa peran orangtua dapat terjadi secara langsung maupun

tidak langsung. Secara 'langsung dapat ditunjukkan oleh bagaimana cara dan sikap orangtua dalam mendidik, mendisiplinkan, dan menciptaan hubungan yang baik dengan anak-anaknya. Pengamh tidak langsung ditunjukkan oleh bagaimana tata cara dan sikap hidup orangtua sehari-han yang dapat ditim oleh anak melalui proses belajar. Hal ini berati orangtua berperan besar dalam mengajar, mendidik,

(47)

serta memberi contoh atau teladan kepada anak-anaknya mengenai perilaku yang baik, sesuai dengan mlai-nilai yang diharapkan oleh lingkungan masyarakat. Dalam perkembangannya, anak perlu dibimbing untuk mengetahui, mengenai, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan sendiri perilaku yang sesuai dengan

standar-standar moral dan perilaku yang perlu dihindari (Hartanti, 1992).

Orangtua selaiu mengharapkan anak-anak mereka dapat mencentakan

semua pengalamannnya pada mereka. Namun jika orangtua itu sendin tidak dapat menciptakan suasana dan hubungan yang baik di mmah, bagaimana mungkin hal

tersebut dapat terwujud. Orangtua sangat diharapkan untuk dapat membenkan rasa aman dan nyaman kepada anak-anak mereka. Jika seorang anak sudah merasa nyaman berada dekat mereka, maka dengan sendirinya anak-anak akan

mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi dalam percakapan dengan orangtuanya.

Lepas dari semua pengamh luar, orangtua sangat memberikan pengamh

yang besar bagi perkembangan remaja. Orangtua yang penuh kasih dan penuh pengertian, dan selaiu menunjukkan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-han, serta memben kemungkman adanya komunikasi timbal balik antara orangtua dan anak, akan mengembangkan anak yang mampu berkomumkasi baik dengan

orangtuanya. Percakapan sehari-haripun anak tidak akan merasa malu

menceritakan apa saja bahkan akan mempercayai dan membiarkan orangtuanya

mengetahui bagian dan dinnya.

Orangtua yang menginginkan anaknya dapat terbuka dengannya agar

(48)

mengalami suatu masalah akan sangat membutuhkan perliatian dari orangtuanya. Otomatis orangtua dituntut untuk dapat mencurahkan peitiananirva, baik dengan

I'iic-nticiiyarkaii iiiasaiaii >ang dialami oleh sang anak ataupun membenkan solusi dari masalah tersebi't. Bila has tersebut sudah dapat dlpenuh; oleh oraniitua, ~isca}« anak akan merasa sangat nyaman dan ainan berada di dekat orangtuanya.

Pemenuhan kebutuhan disim bukan hanya benipa maten. tetaD= ;i;aa kcbi;T"--—

akaii kasih sayang dan rasa aman dan orangtua.

Menumt Gunarsa (1991) cara mendidik yang demokratis nicn^chU.; —;k bun..!i ^cngeumkakan pendapainya sendin, -ncndiskusikan pandangan-pandangan mereka dengan orangtua. menentukan pengaiabilan keputusan. Oranstua mempunyai sikap menerima, iokraiL sdalu mtiibatkan anak di dalam mengambil

keputusan keluarga sehiugga anak meiasa dihargai dm diakui keberadaannya

dengan orangtua.

D HIPOTESIS

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adaiah:

Adanya hubungan yang positif antara pola asuh demokratis dengan keterbukaan dm remaja kepada orangtua. Semakin tinggi pola asuh demokratis orangtua, maka semakin tinggi puia keterbukaan diri •emaja kepada orangtua Semakin rendah pola asuh demokratis oiangtua. maka ^niakin rendah pula keterbukaan diri remaja kepada orangtua.

(49)

A Identifikasi Variabel-variabel Penelitian

Variabel- variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adaiah sebagai

berikut:

I Variabel tergantung : keterbukaan diri remaja kepada orangtua

2. Variabel bebas : pola asuh demokratis orangtua

B Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Keterbukaan Diri Remaja pada Orangtua

Keterbukaan diri remaja pada orangtua mempakan sikap dimana seorang remaja mau mencentakan segala sesuatu pada orangtuanya, pengalaman-pengalaman, masalah-masalah, mengungkapkan perasaan dan pikiran, termasuk hal yang sensitive sekalipun. maupun masa lalu yang dialaminya, yang meliputi beberapa aspek, yaitu attitudes & opinions, tastes & interests, work I studies,

money,personality attributes, dan bodyattributes.

Tmgkat keterbukaan diri remaja pada orangtua disini akan diungkap dengan angket keterbukaan diri remaja pada orangtua, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula keterbukaan din remaja pada orangtuanya.

(50)

2. Pola Asuh Demokratis Orangtua

Pola asuh demokratis orangtua adaiah persepsi remaja tentang orangtua dalam mengasuh anak dimana orangtua memberikan dan menghargai kebebasan anak, namun dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, ada komunikasi timbal balik antara anak dan orangtua, serta hukuman dibenkan

atas perilaku anak yang salah, bukan atas pnbadi anak, yang meliputi beberapa segi, yaitu pandangan orangtua tentang anak, cara komunikasi orangtua terhadap anak, penerapan disiplin aturan atau kontrol, dan cara pemenuhan kebutuhan anak. Tingkat kedemokratisan pola asuh orangtua ini diungkap dengan menggunakan angket kedemokratisan pola asuh orangtua hasil modifikasi penulis dan skala yang dibuat oleh Yumarti (Azwar, 1999) yang dipersepsi oleh anak, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula tingkat kedemokratisan pola asuh orangtua.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adaiah yang menjadi siswa dan siswi Madrasah Aliyah Negen Yogyakarta II, yang bemsia 15 sampai 19 tahun.

Tidak dibedakan antara jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, maupun jurusan dan tingkat dalam pendidikan.

(51)

D Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini

adaiah metode angket. Subjek penelitian diminta untuk merespon sejumlah

pernyataan dalam angket tersebut sesuai dengan keadaan dirinya untuk

mengungkap hal yang diteliti. Benkut im mempakan alat pengumpulan data yang

menggunakan metode angket, yaitu:

1. Angket Pola Asuh Demokratis Orangtua

Angket kedemokratisan pola asuh orangtua telah dibuat oleh yuniarti

(Azwar, 1999) yang dimodifikasi oleh peneliti dalam hal pengurangan serta penambahan sejumlah aitem dan penyempumaan kalimat beberapa aitem yang terpakai. Angket ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kedemokratisan pola asuh orangma yang dipersepsi oleh anak yang terdiri dari empat aspek sebagai dasar dalam pembuatan dan modifikasi angket im, yaitu (a), pandangan orangtua

tentang anak, (b). cara berkomumkasi orangtua terhadap anak, (c). penerapan disiplin aturan atau kontrol, (d). cara pemenuhan kebutuhan anak. Jumlah aitem yang direncanakan dalam angket ini adaiah 48 aitem. Pada angket modifikasi ini, subjek diminta untuk menanggapi pemyataan-pemyataan yang diajukan, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk jenis aitem yangfavourable (aitem yang mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi skor 3, jawaban TS diben skor 2, dan jawaban STS diberi skor 1. untuk aitem yang jems unfavourable (aitem yang tidak mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 1, jawaban S diberi skor 2, jawaban TS diberi skor 3, jawaban STS diberi skor 4.

(52)

Tabel 1

Distribusi Butir Angket Pola Asuh Demokratis Orangtua

Aspek Butir - butir Aitem Jumlah

Favourable Unfavourable

Pandangan Orangtua 3, 8, 15, 19, 26 5, 6, 10, 11, 14, 12

terhadap anak 24, 25

Cara Komunikasi Orang 7, 9, 20, 27, 31, 33, 4, 12, 17, 21 12 Tua dan anak 39, 44

Penerapan Disiplin dan 22, 28, 29, 32, 34, 35 13, 16, 40, 41, 46 12

Kontrol 47

Pemenuhan Kebutuhan /, 2, 30, 37, 38, 42, 43 18, 23, 36, 45, 48 12

-2h 22 48_

2. Angket Keterbukaan Diri Remaja pada Orangtua

Angket sikap keterbukaan remaja pada orangtua akan dirancang dan dibuat oleh peneliti sendiri. Angket ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sikap keterbukaan remaja pada orangtuanya yang terdiri dari enam aspek dari Jourard

sebagai dasar pembentukan dan modifikasi angket ini, yaitu: (a). Attitudes &

Opinions, (b). Tastes & Interests, (c). Work studies, (d).Money, (e). Personality Atributes, dan (f). Body Atributes. Jumlah aitem yang direncanakan dalam angket

im adaiah 60 aitem. Pada angket modifikasi mi, subjek diminta untuk menanggapi pemyataan-pemyataan yang diajukan, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk jems aitem yang favourable (aitem yang mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi

(53)

skor 3, jawaban TS diberi skor 2, dan jawaban STS diberi skor 1. Untuk aitem yang jenis unfavourable (aitem yang tidak mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 1, jawaban S diberi skor 2, jawaban TS diben skor 3. jawaban STS

diberi skor 4.

Tabel 2

Distribusi Butir Angket Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua

Aspek Butir- butir Aitem Jumlah

Favourable Unfavourable

Attitudes & Opinions 2, 8, 24, 33, 56, 57 15,34,51,53 10

Tastes & Interests 16,25,26,40,44,45 1,9, 10,35 10 Work Studies 3, 27, 28, 36, 46, 48, 49 11, 17,41 10 Money 4, 29, 37, 47, 52 12, 18, 19,42,59 10 Personality A tributes 5, 13,20,21,38,43, 54, 58, 60 30 10 Body Atributes 6,7,22,23,31,32, 50,55 14,39 10 41 19 60

E Validitas dan Reliabilitas

Instmmen yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ilmiah ini adaiah angket. Angket disusun sesusi dengan kaidah-kaidah penelitian ilmiah atau

benar-benar mampu mengungkap hal-hal yang ingin diungkap pada penelitian tersebut. Suatu skala dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) alat ukur. Vaiiditas

(54)

berasal dan kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat pengumpul data dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan

maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 1999).

Reliabilitas adaiah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek dalam din

subjek yangdiukur memang belum berubah (Azwar, 1999).

F. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh untuk menguji hipotesis yang diajukan menggunakan teknik analisis data dengan metode statistik. Metode statistik ini mempakan cara ilmiah untuk menyunpulkan, menyusun, menyajikan, dan menganalisis data penelitian yang berwujud angka-angka, menarik kesimpulan dengan tehti serta mengambil keputusan yang logis.

Koefisien korelasi product moment mempakan teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian mi, untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orangtua dengan sikap keterbukaan anak, untuk mempermudah perhitungan statistik, dalam penelitian im menggunakan program statistik SPSS

(55)

A. Orientasi Kancah dan Persiapan

1. Orientasi Kancah

Situasi dan kondisi MAN Yogyakarta II tahun 1982/1983 s/d sekarang: I. Kondisi lingkungan sekolah

sekolah MAN Yogyakarta II terletak di tepi jalan raya, di tengah-tengah pusat

kesibukan sehari-hari kantor besar, pasar, Rumah Sakit, sekolah dari Taman

Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, Stasiun Kereta Api, gedung-gedung

pertemuan, dan tempat-tempat rekreasi.

2. Kewajiban menyusun Paper sudah dimulai sejak tahun ajaran 1979/1980 3. Latar belakang sosial ekonomi siswa, mayontas sedang bahakan mendekati

'minus', hanya sebagian kecil saja yang diatas. Pekerjaan orangtua siswa antara lain: petani, pedagang/ pengusaha kecil, pegawai negeri/ swasta.

4. Adanya berbagai macam kegiatan yang diikuti oleh siswa, seperti berbagai

macam kegiatan olah raga, majalali dinding/rubnk konsultasi (dimana setiap siswa bias menuangkan segala macam bentuk kreasi mereka, atau bahkan bercerita tentang pengalamannya). karya ilmiah remaja, debat bahasa Inggris.

dan lain sebagainya.

Berikut ditampilkan data siswa ajaran tahun 2004/2005:

(56)

Tabel 3

Data Siswa Ajaran Tahun 2004 2005

Kelas Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan 1 A 15 23 38 1 B 15 22 37 1 C 17 20 37 1 D 17 20 37 1 E 15 20 35 1 F 16 22 38 2 Bahasa 8 1 A 18 Z t \ 1 1t 1i Z.Z. 2 A2 n z u J / 2 SI "V1 Z I 17 -> O J O 2S2 22 18 40 2 S3 22 18 40 3 Bahasa 8 29 37 3A1 8 20 28 3 A2 8 19 27 3 SI 20 20 40 3S2 20 17 37 3 S3 18 22 40 Jumlah 637 2. Persiapan a. Persiapan Administrasi

Persiapan penelitian dimulai dari persiapan administrasi, dalam hal mi surat penzman penelitian. Perizinan penelitian dikeluarkan oleh biro sknpsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia dengan nomer: 718/Dek/ 70/FP/XI/04. Selanjutnya surat ijin ini digunakan sebagai syarat untuk memperoleh data dan penyebaran angket penelitian kepada responden.

(57)

b. Persiapan Alat Ukur

Persiapan awal adaiah menyiapkan alat ukuryaitu angket Keterbukaan diri

remaja kepada orangtua yang disusun oleh peneliti sendin dan angket pola asuh demokratis orangtua yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari skala pola asuh yang disusun oleh Yuniarti (Azwar, 1999). Angket keterbukaan din remaja

kepada orangtua berjumlah 60 aitem, sedangkan angket pola asuh demokratis

orangtua berjumlah 48 aitem. Sebeium dilakukan penelitian yang sesungguhnya, dilakukan uji coba untuk mengukur validitas dan reliabilitas dari aitem-aitem pada

angket-angket yang dibuat.

c. Uji coba alat ukur

Uji coba dilakukan pada tanggal 6 November 2004. subjek penelitian adaiah siswa dan siswi SMU atau yang sederajat, yang berusia antara 15 sampai

19 tahun.

Subjek uji coba berjumlah 77 orang, yang mempakan siswa dan siswi Madrasah Aliyah Yogyakarta III. Subjek diminta untuk mengisi angket yang terdiri dari dua skala, yaitu skala keterbukaan diri remaja kepada orangtua dan skala pola asuh demokratis orangtua.

d. Hasil uji coba alat ukur

Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian mi dilakukan dengan bantuan fasilitas komputer program SPSS 10.00for windows.

Berdasarkan hasil uji coba, angket keterbukaan diri remaja kepada orangtua, dari total 60 aitem terdapat 20 aitem yang gugur. Aitem-aitem yang gugur tersebut memiliki koefisien korelasi aitem total < 0,3, padahal suatu aitem

(58)

dikatakan valid jika memiliki koefisien korelasi > 0,3. Untuk uji reliabilitas

diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.9465. Alat ukur im cukup rehabel

karena mendekati koefisien reliabilitas 1.0. Tabel 4

Angket Keterbukaan Dirt Remaja Kepada Orangtua (hasil uji coba)

Aspek Butir- butir Aitem

Favourable Unfavourable

Attitudes &Opinions 2, 8, 24( 16), 33(21), 15 34(27) 51

56(37), 57(38) ' 53'

Tastes &

Interests-Work Sludii Money 16(11), 25(17), 26(18) 1.9,10,35 40(26), 44, 45(28) 3, 27(19), 28(20), 36(23) 11,17 41 46(29), 48(31), 49(32) 4, 29. 37(24), 47(30) 12,18,19,42 59 52(34) Personality Atrtbutes 5, 13(9), 20(12), 21(13) 30 38(25), 43(27), 54(35) 58(39), 60 Body Atributes 6, 7, 22(14), 23(15), 31 14(10), 39 32, 50(33), 55(36) 38 Jumlah 40

Keterangan: Nomer-nomer yang dicetak tebal adaiah nomer aitem yang gugur.

Nomer-nomer yang di dalam kurung ( ) adaiah n»mw JtZn <,e.tP]ah

Try Out """ "

Angket pola asuh demokratis orangtua dari 48 aitem yang disajikan

terdapat 20 aitem yang gugur, sehingga jumlah aitem yang sahih menjadi 28

aitem. Untuk uji reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0.9087.

(59)

Tabel 5

Angket pola asuh demokratis orangtua (hasil uji coba)

Aspek Butir-butir Aitem Jumlah

Favourable Unfavourable

Pandangan Orangtua 3, 8, 15(8), 19( 10) 5, 6(3), 10, 11 5

terhadap anak 26( 14) (4(7) 24,25

Cara Komunikasi Orang 7(4), 9(5), 20( 11), 4(9), 12. 17, 21(12) 9

Tuadan anak 27(15), 31, 33(20), 39(25), 44(27)

Penerapan Disiplin dan 22(13), 28(16), 29(17), 13(6), 16 40 41 46 8

Kontrol 32(19), 34(21), 35(22) 47(28)

Pemenuhan Kebutuhan 1, 2, 30(18), 37(23), 18(9), 23 36 45 48 6

38(24), 42,43(26)

21 7 28

Keterangan: Nomer-nomer yang dicetak tebal adaiah nomer aitem yang gugur.

Nomer-nomer yang di dalam kurung ( ) adaiah nomer aitem setelah

try out

B. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 29 November 2004. subjek penelitian adaiah siswa dan siswi MAN Yogyakarta II.

Pengambilan data dilakukan pada sebanyak 69 murid yang kelas-kelasnya sudah ditentukan oleh sekolah. Kelas yang dipilih sebanyak dua kelas, yaitu kelas

2S3 dan kelas 3S2, yang tiap-tiap kelas terdiri dari 40 dan 38 murid. Jumlah

keseluruhan adaiah 78 orang. 9 orang tidak hadir, sehingga sisanya berjumlah 69

orang. Setiap subjek diberikan satu angket yang terdiri dari dua skala, yaitu skala

sikap keterbukaan remaja kepada orangtua dan skala pola asuh demokratis

Referensi

Dokumen terkait

Mengikuti belajar tambahan baik di sekolah maupun di luar sekolah merupakan salah satu solusi dalam menangani permasalahan belajar siswa. Penelitian ini bertujuan untuk:

Setiap anak yang berkebutuhan khusus seperti tuna rungu yang berada dalam komunitas deaf art community akan menunjukan kepada masyarkat sekitar bahwa anak tuna rungu bukanlah

2. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan rumus-rumus trigonometri, hasil belajar yang diperoleh siswa

selaku Koordinator Skripsi Teknik Sipil Universitas Bina Nusantara, serta selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan banyak masukan yang sangat berharga.. Made

Pemantauan ibu hamil resiko tinggi yang dilakukan oleh Puskesmas Bandarharjo pada tahun 2015 sebesar 56,8%, Hal tersebut juga didukung dengan jumlah kasus

Dalam situasi ini, agama dominan dapat memiliki pengaruh yang cukup besar

Kita tahu bahwa gereja-gereja di Asia melakukan hal ini, karena kita membaca dalam Kolose 4:16 kata-kata ini, &#34;Dan bilamana surat ini telah dibacakan di antara

We have described to one of the, for the Supplement of the LEATH- ER STANDARD by OEKO ‑ TEX® approved, testing institutes the pre- cautionary measures taken within the company to