SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana SI Psikologi
/"ISLAM
l<0 Oleh : RATNAWATIRAHAYU 00320033 FAKULTAS PSIKOLOGIUNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2004
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dan Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana SI Psikologi
Oleh :
RATNAWATI RAHAYl 00320033
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
Dipertahankan di depan Devvan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Pada Tanggal
> <J DEC 2004
Dewan Penguji
1. Yulianti Dwi Astuti S. Psi
Hepi Wahyuningsih, S. Psi.,M. Si
3 Irwan Nuryana K, S. Psi., M. Si
Mengesahkan, Fakultas Psikologi
Universitas Islam Indonesia
Dekan,
Sukarti, Dr
Bersama ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan membuat laporan penelitian, tidak melanggar etika akademik seperti penjiplakan, pemalsuan data, ataupun manipulasi data. Apabila dikemudian hari saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima konsekuensi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Yang menyatakan,
Ratnawati Rahayu
telah mampu menyelesaikan sebuah karya sederhana ini serta
untuk orang-orang istimewa di hidup-ku:
ALLAH SWT RASULULLAH SAW
"Untuk semua Anugrah-Nya"
BAPAK & IBU KU TERCINTA "Suatu kebanggaan besar dalam hidupku menjadi putri
kalian berdua"
MAS ICHSAN & AABAK NHENY " Selamat membentuk keluarga baru yang bahagia, dan terima kasih untuk semua pelajaran hidup yang berarti"
ofe*8*%tj^ U£ o«i^c^y^^5"
Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk." (QS. Al-Baqarah: 45)
" To like me, to trust me, to be committed to our relationship, tofacilitate my
personal growth andself-understanding, and to be myfriend
you must know me "
petunjuk dan pertolongan-Mu, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini semata-mata adalah karena limpahan Rahmat, kasih sayang, petunjuk, dan pertolongan-Mu. Semoga hamba selaiu mengikuti jalanMu.
Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang memberikan bantuan berupa dorongan, arahan, dan data yang diperlukan mulai dari persiapan, tempat dan pelaksanaan penelitian hingga tersusun skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Ibu Sukarti, Dr., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia.
2 Ibu Yulianti Dwi Astuti, selaku Dosen pembimbing, yang telah dengan sabar selama ini memberikan bimbingan dan bantuannya kepada penulis sampai penulisan skripsi ini dapat terseiesaikan. Terima kasih ibu...
3. Ibu Hepi Wahyuningsih, S. Psi,. M. Si dan bapak Irwan Nuryana K, S. Psi., M.Si selaku dosen penguji pada saat pendadaran.
4. Ibu Mira Aliza S Psi, selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Seluruh Dosen dan karyawan-karyawan yang ada di psikologi UII. terima kasih untuk segala bentuk bantuan dan ilmu yang diberikan.
6. Bapak dan Ibu tercinta, yang selaiu mencuraiikan kasih sayang, diikungan,
perhatian dan curahan doa yang tiada henti, selaiu mendengarkan curahan hati dan tangisan-ku. Tiada hal yang bisa membalas kebaikan kalian...semoga
ALLAH senantiasa sayang kepada kalian.
7. Mas Ichsan tersayang, tenma kasih buat dorongannya selama ini, pengaiaman hidupmu bisa menjadi pelajaran yang berarti buat saya.
8. Mbak Nheny (anggota keluarga baruku)..terima kasih untuk ilmu kedewasaan
yang telah diberikan.
9 Sahabat-sahabatku. Fikri, Fajnn, Okky, Yosi, Tutut... terima kasih untuk sebuah persahabatan yang telah memberikan warna lam dalam hidupku, "seorang sahabat akan selaiu menepati janji, bicara jujur, meluangkan waktu denganmu,
dan bisa tertawa bersamamu"
10. Pipit & Mas Aldi, Nyit2 & Danang... tenma kasih untuk kebersamaannya selama aku di Jogja... "perbedaan temyata bisa menjadi sebuah keindahan"
11 Hendri... terima kasih untuk semua bantuan kamu selama ini, dan segala macam
dukungan lewat SMSnya.
12 Semua keluarga besar Alpen Rose : Mami Indah, Inna, Tina, QQ, Ami, mbak Tari, Namn, Esti, ika, mbak Yeyen, Dila, Vitri, mbak Vitra, Iwel, Melly, Naiiya, Dina, Feni, Shinta, Erlina, Dewi, Dian, Ukky...Matur nuwun untuk keceriaan
dan kebersamaan selama ini.
13. Buat Mbah Putri, Pakde-pakde, Budhe-budhe, om-om, dan tente-tanteku yang selama ini banyak memberikan bantuan untuk aku. Terima kasih atas perhatian
dan doa kalian semua.
14. Sepupu-sepupuku: mas Adi, Yudit, tata, anang, Fian, mas wahyu, mas Haiban & mbak Eko. Fitra, Nana, terima kasih untuk semua canda tawanya. Buat Fie-fie,semoga pilihan kamu adalah yang terbaik, do your best\\\
15. Bapak Drs. Agus Ilham Sudrajat, yang telah membenkan kemudahan dalam mencarikan tempat untuk penelitian.
16. Bapak Drs. Imam Nooryanto, M.Pd selaku kepala sekolah Madrasah Aliyah
Negeri Yogyakarta II dan Ibu Dra. Sri Suwartiyah selaku kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta III, yang telah membenkan ljin untuk pengambilan data penelitian dan Try Out.
17. Adik- adik siswa-sisiwi MAN II dan MAN III, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi angket.
18 Teman- teman DAN (Dunia Anak Nusantara): Mr. Erry, Ika, Sigit, Upi, Mamat, Ningrum, Usnul, Tika, Opi, Mbak Rita, Mbak Ria...senang sekali bisa belajar banyak dengan kalian.
19. Untuk semua anak-anak Psikologi UII 2000, Ahmad, Ita, Arwan, Nita, OQ, Lulu', dan semua yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, tenma kasih untuk
keceriaan hari-hari di kampus.
Semoga semua diikungan, semangat, dan bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. AMIR
Jogjakarta, Desember 2004
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN HALAMAN PERSEMBAHAN HALAMAN MOTTO PRAKATA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN INTISARI BAB I: PENGANTAR
A. Latar belakang masalah B. Tujuan Penelitian
C. Manfaat Penelitian
D. Keaslian Penelitian
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Keterbukaan Din Remaja Kepada Orangtua.
IX i n IV VI IX X111 XIV XV 10 10
Orangtua 15
3. Faktor-Faktor Penentu Keterbukaan Diri.... 21 4. Tingkatan-tingkatan Keterbukaan Diri 22
B. Pola Asuh Demokratis Orangtua 24
1. Pengertian Pola Asuh 24
2. Macam-Macam Pola Asuh 25
3. Pola Asuh Demokratis 28
C. Hubungan Atara pola Asuh Demokratis Orangtua Dengan Sikap Keterbukaan Remaja Kepada
Orangtua 30
D. Hipotesis 32
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel Penelitian 33
B. Defmisi Operasional Variabel Penelitian 33 1. Keterbukaan Diri Remaja kepada
Orangtua 33
2. Pola Asuh Demokrabs Orangtua 34
C. Subjek Penelitian 34
E. Validitas dan Reliabilitas 37
F. Metode Anahsis Data 38
BAB IV : PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 39
1. Orientasi Kancah 39
2. Persiapan 40
a. Persiapan Administrasi 40
b. Persiapan Alat Ukur 4]
c. Uji Coba Alat Ukur 41
d. Hasil Uji Coba Alat ukur 41
B. Pelaksanaan Penelitian 43
C. Analisis Data Dan Hasil Penelitian 44
1. Deskripsi Subjek Penelitian 44
2. Deskripsi Data Penelitian 44
3. Uji Asumsi 47
a. Uji Normalitas 47
b. Uji Lmieritas 47
4. Hasil Uji Hipotesis 48
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan 52
B. Saran 52
DAFTAR PUSTAKA 54
Tabel 1 : Distribusi Butir Angket Pola Asuh Demokratis
Orangtua 36
Tabel 2 : Distribusi Butir Angket Keterbukaan Diri Remaja
Kepada Orangtua 37
Tabel 3 : Data Siswa Ajaran Tahun 2004/2005 40
Tabel 4 : Angket Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua
(Hasil Uji Coba) 42
Tabel 5: Angket Pola Asuh Demokratis Orangtua (Hasil Uji Coba)... 43
Tabel 6 : Deskripsi Subjek Penelitian 44
Tabel 7 : Deskripsi Data Penelitian 45
Tabel 8 : Knteria Kategori 45
Tabel 9 : Kategorisasi Variabel Keterbukaan Din Remaja
Kepada Orangtua 46
Tabel 10: Kategorisasi Variabel Pola Asuh Demokratis Orangtua 46
Tabel 11: Hasil Uji Normalitas 47
LAMPIRAN A: ALAT UKUR
1. Angket Try Out
2. Angket Penelitian
LAMPIRAN B: DISTRIBUSI JAWABAN
1. Distribusi Jawaban Try Out 2. Distribusi Jawaban Penelitian
LAMPIRAN C :HASiL UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS
1. Angket Pola Asuh Deokratis
2. Angket Keterbukaan Diri Remaja
LAMPIRAN D: UJI ASUMSI
1. Uji Normalitas 2. Uji Linieritas 3. Uji Hipotesis LAMPIRAN E: PERIJINAN xiv HALAMAN 57 58 59 95 116 120 126 127 127 131
Ratnawati Rahayu
Yulianti Dwi Astuti
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara pola asuh demokratis
orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Hipotesis awal dari penelitian ini adaiah adanya hubungan yang positif antara pola asuh demokratis orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua.
Subjek dalam penelitian ini adaiah siswa dan siswi Madrasah Aliyah Negeri Yogyakarta II, dengan karakteristik usia 15 sampai 19 tahun. Adapun angketyang digunakan adaiah angket keterbukaan diri remaja kepada orangtua yang dibuat sendiri oleh penulis dengan mengacu pada aspek yang dikemukakan oleh Jourard (dalam Petrinio, 2000) dan skala pola asuh demokratis orangtua yang merupakan hasil modifikasi skala pola asuh dari Yuniarti (dalam Azwar, 1999). Angket keterbukaan diri remaja kepada orangtua berjumlah
40 aitem dan 28 aitem unmk skala pola asuh demokratis orangtua.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 10.0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara pola asuh demokratis orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Hasil analisis product
moment menunjukkan bahwa koefisien r = 0.474, p = 0.000 yang artinya adanya hubungan
positif yang sangat signifikan antara pola asuh demokratis orangtua dengan keterbukaan diri
remaja kepada orangtua. Jadi hipotesis penelitian ini diterima. Kata kunci: keterbukaan diri, pola asuh demokratis
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang daliulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkategorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan, kini terjadi pada usia awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Seorang anak berusia 10 tahun mungkin saja sudah mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja dan sudah siap menghadapi dunia orang dewasa. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Dalam perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.
Satu di antara sikap yang kuat dalam masa remaja adaiah tertutup terhadap orang dewasa kliususnya terhadap pemecahan persoalan-persoalan yang dihadapi. Hal tersebut timbul karena keinginan mereka untuk menentukan sikap dan keinginan untuk menjadi independent serta memecahkan persoalan-persoalannya sendiri. Dikemukakan dalam Gunarsa dan Gunarsa (2003), masa remaja mempakan masa peralihan, dimana pada masa ini akan berlangsung pelepasan diri dari orangtuanya. Proses pelepasan diri dan orangtua ini menyebabkan peran
Remaja kadang tidak menyadari sikap mereka yang selaiu tertutup dengan orangtua. Padahal pada masa remaja seperti ini, para remaja masih sangat membutuhkan diikungan dan perhatian dari orangtuanya. Banyak tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang sehanisnya masih melibatkan peran dari orangtua. Di sini penulis melihat ada beberapa penyebab dari masalali tersebut,
antar lain: pola pengasuhan yang diterapkan oleh orangtua di nimah (pola asuli orangtua), serta pengaruh kuat teman sebaya atau sesama remaja mempakan hal penting yang tidak dapat diremehkan juga dalam masa-masa remaja. Selain itu, dalam pencarian identitas diri, remaja cenderung untuk melepaskan diri sedikit demi sedikit dari ikatan psikis orangtuanya. Remaja mendambakan untuk diperlakukan dan dihargai sebagai orang dewasa, sehingga dalam proses ini remaja ingin mengetahui peranan dan kedudukannya dalam lingkungan, di
samping ingin tahu tentang dirinya sendiri.
Hurlock mengatakan bahwa melalui hubungan dengan teman sebaya, remaja belajar berfikir secara mandiri, mengambil keputusan sendiri, menerima (bahkan dapat juga menolak) pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima di dalam kelompoknya (Mu'tadin,2002).
Di antara sesama remaja, terdapat jalinan ikatan perasaan yang sangat kuat. Pada kelompok teman sebaya itu untuk pertama kalinya remaja menerapkan prinsip-prinsip hidup bersama dan bekerjasama. Berdasarkan hal tersebut, dapat dimengerti jika hal-hal yang bersangkutan dengan tingkah laku, minat balikan
Pertentangan nilai dan nonna yang sering terjadi antara nilai dan nonna
kelompok dengan nilai dan norma dalam keluarga (orangtua), seringkali timbul
dalam masa remaja. Remaja berusaha untuk tidak melanggar peraturan orangtua.
sementara iajuga merasa takut dikucilkan oleh teman-teman sekelompok mereka.
Hal yang biasanya terjadi agar remaja keluar dari konflik ini adaiah
mengorbankan peratuaran orangtua mereka dan menjadi lebih solider dengan
anggota kelompoknya.
Pada saat ini remaja akan sangat tergantung pada kelompoknya. Apapun yang dilakukan oleh anggota kelompoknya, akan diikutinya hanya untuk
mendapatkan sebuah pengakuan. Tidak jarang remaja yang tidak dapat membentengi dirinya atau remaja yang berada pada kelompok yang kurang baik
akan cepat terpengaruh atau terbawa oleh kebiasaan bunik yang dilakukan oleh
kelompoknya. Banyak di antara mereka yang terjerumus dalam kenakalan remaja,
seperti penyalahgunaan narkoba, minum-minuman keras, seks bebas, perkelahian antar pelajar, pornografi, dan Iain-lain. Seperti yang dikutip dalam data Badan Narkotika Nasional (BNN), menyatakan jumlah kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia dari tahun 1998 - 2003 adalali 20.301 orang, dimana sebesar 70%
diantaranya remaja yang berusia antara 15 19 tahun. Dikatakan juga baliwa
masalah akan menjadi lebih gawat apabila karena penggunaan narkoba, para remaja tertular dan menularkan HIV/ AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti dari pemakaian narkoba melalui janim suntik secara bergantian.
1999 tercatat ada 51 kasus, kemudian tahun 2000 mengalami peningkatan yang
sangat tajam sekitar 70 persen, dan tahun 2001 turun sedikit dan tahun 2002 naik
lagi sekitar 45 persen. Pada tahun 2004, sampai bulan Juni tercatat 107 perkara
dengan 123 tersangka, dengan rincian mereka yang benisia 8 sampai 18 tahun ada
dua orang. Kemudian usia 19 sampai 24 tahun berjumlah 52 orang, usia 25
sampai 40 tahun berjumlah 63 orang, dan usia 40 tahun keatas berjumlah 6 orang. Data ini menunjukkan bahwa usia mahasiswa dan pelajar memang sangat rawan dalam peredaran narkoba ( Kedaulatan Rakyat, 2004). Seperti yang dituliskan
oleh KR tentang seorang mahasiswa PTS di Yogya yang telah bertahun-tahun
mengkonsumsi narkoba, tepatnya semenjak ia duduk di bangku kelas 2 SMP. Ia mengungkapkan baliwa hal ini dilakukan karena ia banyak bergaul dengan komunitas semacam itu, dan ini ia lakukan tanpa sepengetahuan kedua
orangtuanya. Kedua orangtuanya adaiah orang yang sangat sibuk, sehingga
dengan leluasa ia dapat memanfaatkan waktu ketika orangtuanya tidak ada di mmah untuk mengkonsumsi barang haram tersebut. Waktu yang kurang diberikan
oleh orangtuanya membuat ia lari dari mmah dan lebih memilih untuk bersama dengan teman-temannya, dimana ia merasa lebih dapat diterima oleh mereka. Hal
ini membuat ia semakin jarang berada di rumah dan bertemu dengan orangtuanya
sehingga komumkasi antara ia dengan orangtuanya tidak pernah ada. Ia menjadiSelain pengamh teman sebaya, hal ini berkaitan juga dengan penerapan
pola asuh yang diberikan orangtua kepada anaknya di mmah. Orangtua yang tidak
dapat menerapkan pola asuh yang tepat pada anak remajanya dapat menyebabkan
remaja Ian dari peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh orangtua dan mencari orang lain yang menurutnya dapat membuatnya merasa lebih nyaman dan
dipercaya.
Berdasarkan hasil penelitian tim UNIKA Anna Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta tahun 1995, menunjukkan peranan penting dari keluarga dalam
kasus-kasus penyalahgunaan NAPZA. Terdapat beberapa tipe keluarga yang
beresiko tinggi anggota keluarganya (terutama anak remajanya) terlibatpenyalahgunaan NAPZA: (1) keluarga yang memiliki sejarah (termasuk orangtua)
mengalami ketergantungan NAPZA, (2) keluarga dengan manajemen keluarga
yang kacau, yang teriihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan
oleh orangtuanya,. (3) keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik, (4) keluarga
dengan orangtua yang otoriter, yaitu orangtua yang sangat dominan dengan
anaknya serta tidak pernah memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat, (5)
keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang meniintut anggotanya mencapai
kesempurnaan dengan standar tinggi yang hams dicapai dalam banyak hal, dan (6) keluarga yang neurosis, yaim keluarga yang dihputi kecemasan dengan alasan
Dalam penelitian Puspitawati (1999),yang dilakukan di lima Sekolah
Menengah Umum (SMU) baik negeri maupun swasta di Kota Madya Dati II
Bogor, disimpulkan bahwa pola komunikasi yang demokratis antara remaja dan
orangtua serta frekuensi komunikasi yang tinggi berhubungan erat dengan
rendahnya tingkat kenakalan remaja. Gaya pengasuhan yang otoriter dan permisif
mendorong anak untuk bertingkah laku nakal.
Remaja yang berada dalam proses menuju kematangan secara tidak sengaja membawa orangtua untuk menerima dirinya sebagai orang dewasa. Hal
ini menimbulkan konflik di antara keduanya. Konflik antara dua generasi bersumber pada perbedaan nilai, sikap, dan gaya hidup antara orang dewasa
dengan remaja. Apabila konflik-konflik tersebut tidak segera diselesaikan akan
sangat menghambat keterbukaan keduabelah pihak.
Orangtua dan remaja sering mengalami benturan-benturan pendapat,
norma, dan keinginan yang akan mengakibatkan terjadinya hubungan yang kurang menyenangkan. Hal ini bisa terjadi karena terkadang orangtua masih memandang
remaja sebagai anak bukan sebagai orang yang tumbuh menjadi dewasa. Keadaan
ini pula yang mendorong remaja menjadi lebih dekat dengan lingkungannya dimana ia berada bersama teman-temannya. OrangUia tidak akan menjadi
khawatir jika pola nilai dan norma kelompok dimana remaja bergaul adaiah hal-hal yang positif. Namun di sini yang menjadi masalali para orangtua adaiah jika
yang tidak dapat diatasi (Gunarsa dan Gunarsa, 2003).
Gunarsa (2003) juga mengatakan sebelum masa remaja, anak-anak tergantung secara mutlak pada orangtua. Tingkah laku anak banyak dipengaruhi
dan ditentukan oleh orangtua. Hubungan orangtua dan anak begitu erat, sehingga orangtua pada umumnya mengetahui suasana hati dan jalan pikiran anaknya. Seolali-olah setiap persoalan yang dihadapi anak langsung dapat diketahui.
Pada masa remaja teriihat renggangnya hubungan antara orangtua dengan
anak remajanya. Kerenggangan mi makin lama makin terasa oleh kedua belah
pihak. Hubungan dalam bentuk percakapan makin jarang. Akhimya hubungan tersebut sedemikian renggangnya, sehingga kesan yang diperoleh dan hubungan
mereka benipa usaha melepaskan diri, ingin berdiri sendin. Di smi mulailah masa
penuh kontradiksi antara orangtua dan remaja. Di sam pihak remaja merasa tidak
dimengerti oleh orangtuanya. Sebaliknya orangtua tidak mengetahui isi hati anak
remajanya.
Latar belakang dari perubahan sifat hubungan antara orangtua dan putera-puteri remaja ini menunjukkan bahwa kerenggangan tidak merupakan suatu
bentuk kenakalan atau penyimpangan tingkah laku remaja melainkan suatu akibat
perkembangan yang dialami pada masa remaja. Wajar saja jika seorang remaja
selaiu akan mengalami saat kerenggangan dalam hubungan-hubungan di dalam keluarga. Akan tetapi derajat kerenggangan dan akibat-akibatnya tidak sama,
orangtua sangat dibutuhkan untuk menciptakan suasana komunikatif, hangat, penuh rasa cinta, dan harmonis, sehingga dalam diri anak terbentuk rasa aman dan tanggungjawab, anak mampu bereksploitasi. pengenalan dan penyesuaian nonna-nonna yang berlaku dalam lingkungannya. Sebaliknya bila hubungan antara
orangtua dengan anak kurang baik, maka yang terjadi adaiah ketegangan-ketegangan dan ketidakharmonisan keluarga, sehingga anak memiliki pengalaman
yang tidak menyenangkan dan menyebabkan anak menjadi semakin menjauhkan
diri dengan orangtua, bahkan menjums pada perilaku yang menyimpang (Gunarsa
dan Gunarsa, 2003).
Orangtua dengan pola asuh demokratis akan menunjukkan sikap dimana
jika seorang anak hams melakukan suatu aktivitas maka orangtua akan
memberikan penjelasan dan alasan perlunya hal tersebut dilakukan, anak diberi
kesempatan untuk memberikan alasan mengapa ketentuan itu dilanggar sebelum ia menerima hukuman, hukuman akan diberikan berkaitan dengan perbuatannya,
dan berat ringannya hukuman tergantung pada pelanggarannya (Ikawati dan
Udiati, 2000).
Dengan menerapkan pola asuh yang tepat, orangtua dan remaja dapat menjalin suatu hubungan yang lebih intim. Orangtua dan remaja dapat saling berbagi perasaan dan saling membenkan masukan yang baik. Dengan begitu
merupakan bagian penting dan mendasar dari interaksi
dengan orang lain
(Chaikin & Derlega, 1976). Mengungkapkan perasaan berarti berbicara tentang
diri sendiri, misalnya mengenai perasaan senang, main, muak, maupun tertank.
Seseorang kadang malu untuk berbicara tentang perasaannya sendiri, karena menganggap orang lain tidak bisa menerima apa yang akan diungkapkan.
Membuka diri secara jujur memang memerlukan keberanian yang luar biasa dan
selaiu mengandung resiko. Di sisi lam hams memilih antara berani dikecewakan
karena keterbukaan akan disalahgunakan atau tidak berkembang karena mengunci
diri dalam bentengyang aman.
Keterbukaan dapat membawa seorang anak remaja dan orangtua memiliki
hubungan yang nyaman selayaknya sepasang sahabat. Keterbukaan tidak hanya
diterapkan pada masalah-masalah yang besar, tetapi dapat berawal dari hal-halyang kecil dalam kehidupan sehari-han, misalnya saja masalah remaja dengan
temannya di sekolah, masalali pelajaran ataupun masalah-masalah yang lebih intim.
Jika dalam keluarga, khususnya hubungan antara orangtua dan anak remajanya sudah terjalin komunikasi yang cukup demokratis dan terbuka, kiranya
tidak akan ada lagi alasan bagi orangtua untuk tidak menamh kepercayaan pada
anak remajanya.
Akhirnya, dengan berbagai uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti
perhatian yang lebih dan para orangtua dalam melaksanakan tugas perkembangan
remaja. Sikap yang terbentuk pada masa remaja ini akan sangat menentukan pada
perkembangan selanjutnya. Sedangkan pola asuh demokratis dipihh penulis karena dari uraian diatas kritena orangtua dengan pola asuh demokratis dapat memberikan pengaruh yang besar bagi sikap keterbukaan remaja kepada orangtua.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adaiah untuk menguji secara empirik
apakah ada hubungan antara pola asuh orangma yang demokratis dengan
keterbukaan diri remaja kepada orangtua.
C. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan dalam
perkembangan teori dibidang psikologi, khususnya psikologi perkembangan,
yang berkaitan dengan pola asuh orangtua.
2. Secara praktis, untuk mengetahui sumbangan pola asuh demokratis orangma
Topik yang diangkat dalam penelitian ini adaiah hubungan antara pola asuh
demokratis orangtua dengan keterbukaan diri remaja kepada orangtua.
Variabel bebas dalam penelitian ini adaiah pola asuh demokratis orangtua dan variabel tergantung adalali keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Dari penelitian-penelitian terdaliulu topik ini beliun pemali diangkat, meskipun daripenelitian Astntasari (2001) mengangkat judul kemampuan empati remaja
ditmjau dari kedemokratisan pola asuh orangtua, dengan variabej bebas
kedemokratisan pola asuh orangtua, dan variabel tergantung kemampuan
empati. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Rusbiyanti (1987)dengan judul hubungan antara sikap keterbukaan kepada orang-orang yang
berarti dengan konsep diri, dimana sikap keterbukaan yang diangkat lebih pada sikap keterbukaan yang ditujukan kepada orang-orang yang berarti,
seperti kepada sahabat/teman dekat, bukan kepada orangtua seperti yang
dilakukan oleh penulis.
2. Keaslian Teori
Beberapa teori yang dipakai oleh penulis pernah dipakai juga pada penelitian Astritasari (2001) dan Rusbiyanti (1987), tetapi penulis juga memakai beberapa teori bam. Hal ini dapat dilihat dari aspek-aspek, baik pada variable
3. Keaslian Alat Ukur
Alat ukur yang digunakan oleh penulis berdasarkan dua variabel, yaitu pola
asuh demokratis orangtua dan keterbukaan diri remaja kepada orangtua. Pada
variabel pola asuh demokratis penulis memakai skala yang berbeda dengan
Astritasari (2001) yang dimodifikasi dari skala yang telah dibuat olehYuniarti, sedangkan pada vanabel keterbukaan remaja kepada orangtua
penulis membuat sendiri alat ukur berdasarkan aspek-aspek yang
dikemukakan Jourard, dimana hal ini juga berbeda dengan aspek-aspek yang
drjadikan alat ukur oleh Rusbiyanti (1987). Dalam hal mi Rusbiyanti (1987) membedakan aspek-aspek keterbukaan antara lain: Kedalaman, Tipe, dan
waktu.
4. Keaslian Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang dipakai penulis berbeda dengan subjek pada penelitian
yang dilakukan oleh Astntasan (2001) dan Rusbiyanti (1987). Pada penelitian Rusbiyanti misalnya, subjek penelitian yang digunakan adaiah para siswa
ketas I dan II SMA Santo Thomas Yogyakarta, dengan batasan usia 16 sampai
19 tahun, sedangkan subjek penelitian yang digunakan oleh penulis adaiah siswa dan siswi MAN Yogyakarta II dengan batasan usia 15 sampai 19 tahun,serta tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan.
Atas dasar tersebut maka penulis disini menganggap bahwa penelitian
A. Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua
1. Keterbukaan Diri
Selama individu menjalin hubungan dengan orang lain akan terjalin komunikasi antara individu dengan orang tersebut. Komunikasi itu dapat terjalin secara langsung, tidak langsung, secara verbal, maupun non verbal. Melalm komunikasi yang terjalin itu akan diperoleh banyak infonnasi tentang orang lain. Salah satu aspek yang terlibat dalam informasi adaiah selfdisclosure (keterbukaan diri).
Johnson (Supratiknya, 1995) mengatakan, pembukaan diri atau self
disclosure adaiah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi
yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan di masa kini. Tanggapan terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu lebih mehbatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain tentang perasaan terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikan. Sears, dkk (1991) mengatakan bahwa keterbukaan mempakan kegiatan membagi perasaan dan informasi yang akrab dengan orang Iain.
Namun kalau ditmjau dari segi arti, maka kata yang lebih tepat untuk menggantikan istilali self disclosure adalali pengungkapan diri. Menumt kamus besar bahasa Indonesia (1988), kata ungkap atau mengungkapkan berarti melahirkan perasaan hati dengan perkataan, air muka, gerak-gerik, atau menunjukkan pembuktian, menyingkapkan (tentang sesuatu) yang tadmya masih
menjadi sebuali rahasian atau tidak banyak diketahui orang lain.
Menurut Johnson selain membuka din kepada orang lain, kita pun harus
membuka diri bagi orang lain agar dapat menjalin relasi yang baik dengannya.
Terbuka bagi orang Iain berarti menunjukkan baliwa kita menaruh perhatian pada
perasaannya terhadap kata-kata atau perbuatan kita. Artinya, kita menerima
pembukaan dirinya. Kita rela atau mau mendengarkan reaksi atau tanggapannya
terhadap situasi yang sedang dihadapinya kmi maupun terhadap kata-kata dan
perbuatan kita (Johnson dalam Supratiknya 1995).
Keterbukaan diri biasanya otomatis. Orang-orang membuat keputusan
tentang kapan, dimana serta kepada siapa {target person) mereka akan membuka
diri tentang pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan mereka yang paling dalam. Keterbukaan diri akan menjadi tidak memadai dan mempakan kekalahan din jika
dilakukan tidak pada waktu yang tepat, konteks yang tepat, dan orang yang tepat
(target person).
Sears dkk (1991) menyatakan bahwa kebutuhan individu terhadap keterbukaan berbeda berdasarkan tahap hubungan. Tahap awal hubungan, dibumhkan keterbukaan yang bersifat biasa-biasa saja. Tahap selanjutnya
dibutuhkan keterbukaan yang lebih intim dan bersifat detil untuk mendukung
berlangsungnya sebuah hubungan yang lebih erat.
Disimpulkan bahwa keterbukaan din (self disclosure) adaiah kemampuan
untuk membuka diri, menyampaikan informasi yang bersifat pribadi dan penghargaan terhadap orang lain yang dilakukan secara sengaja dan siikarela
sehingga orang lain dapat memahaminya.
2. Keterbukaan Diri Remaja Pada Orangtua
Hurlock (1991) menganggap masa remaja sebagai usia yang bermasalah. Masalah yang dihadapi remaja antara lain: untuk han depan, masalah dalam
keluarga, masalah dalam pergaulan, masalah kesehatan, masalali kepnbadian,
masalah keuangan, masalah seks dan pengisian waktu luang.
Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.
Tubuhnya kelihatan sudah dewasa akan tetapi bila diperlakukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Beberapa hal yang sering teriihat
pada masa remaja antara lain (Gunarsa dan Gunarsa, 2003):
1. Kegelisahan; Remaja mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selaiu
dapat dipenuhi. Di satu pihak ingin mencan pengaiaman, karena diperlukan
untuk menambah pengetahuan dan keluesan dalam tingkah laku. Di pihak lain mereka merasa diri belum mampu melakukan berbagai hal. Akhirnya mereka hanya dikuasai oleh perasaan gehsah karena keinginan-kemginan yang tidak tersalurkan.
2. Pertentangan; pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat
menyebabkan timbulnya keinginan yang hebat untuk melepaskan din dari
orangtua. Akan tetapi keinginan untuk melepaskan din ditentang Iagi oleh
keinginan memperoleh rasa aman di mmah. Remaja tidak berani mengambil
resiko dan tindakan meninggalkan lingkungan yang aman di antara
keluarganya.
3. Berkemginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Mereka ingin mengetahui macam-macam hal melalui usaha-usaha yang dilakukan
dalam berbagai bidang.
4. Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendin maupun terhadap
orang lain. Keinginan mencoba ini mehputi segala hal yang berhubungan dengan fungsi-fungsi ketubuhannya. Akhirnya penjelajahan ketubuhan biasmenyebabkan pengalaman dengan akibat yang tidak selaiu menyenangkan,
misalnya kehamilan, dll.
5. Keinginan menjelajah ke alam sekitar pada remaja lebih luas. Keinginan
memelajah dan menyelidiki ini dapat disalurkan dengan baik ke penyehdikan yang bermanfaat. Keinginan mereka menyelidiki tidak selaiu berarti membuang tenaga dengan percuma.
6. Mengkhayal dan berfantasi; Khayalan dan fantasi pada remaja putera banyak
berkisar mengenai prestasi dan tangga karier. Pada remaja puten teriihat lebih
banyak sifat perasa sehingga lebih banyak benntikan romantika hidup.
Khayalan dan fantasi tidak selaiu bersifat negatif, namun dapat pula bersifat
7. Aktifitas berkelompok; Antara keinginan yang satu dengan keinginan yang
Iain sering timbul pertentangan, baik dan keinginan untuk berdiri sendiri
tetapi kenyataannya beium mampu hidup terlepas dari keluarga, maupun dan
keinginan menjelajah alam, menggali misteri yang ada dalam lingkungan alan tetapi terbatasnya biaya, maten serta kesanggupan remaja. Keadaan ini yang
menyebabkan remaja merasa tidak berdaya terhadap dorongan-dorongan dari
dalam din mereka untuk bertindak maupun terhadap kekangan dari luar
bempa larangan orangtua dan terbatasnya kesanggupan serta kemampuan
finansiil seringkali melemahkan dan memathkan semangat remaja.
Kebanyakan dari remaja menemukan jalan keluar dari masalah ini yaitu dengan cara berkumpul-kumpul melakukan kegiatan bersama, mengadakan
penjelajahan secara berkelompok. Keinginan berkelompok ini tumbuh
sedemikian besarnya dan dapat dikatakan mempakan cirri umum masa remaja.
Setiap periode mempunyai masalah sendin-sendiri, namun masalah masa
remaja sering menjadi masalah yang sulit sekali diatasi. Ada dua alasan bagi
kesulitan itu; pertama, selama kanak-kanak masalah mereka selaiu diselesaikan
oleh orangtua dan gum-gum sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa din mereka mandin,
sehingga mereka ingin mengatasi masalalinya sendiri dan menolak bantuan
orangtua dan gum-gum (Hurlock, 1991).
Hurlock (1991) juga mengungkapkan pembahan-pembahan yang terjadi pada masa remaja. Salah satu yang sangat teriihat adalali para remaja
Remaja memang menolak bantuan orang dewasa bahkan remaja bersikap
tertutup terhadap orang dewasa tentang masalali yang dihadapmya. Pemecahan
masalali akan lebih baik apabila dibantu oleh orang lain. Untuk mengatasi
kesulitannya dalam memecahkan masalah dan guna membantu pemecahan
masalah yang dihadapinya, remaja memilih untuk bersikap terbuka pada orang
lam, misalnya dengan sahabat, dan bukan pada orangtua.
Melihat berbagai masalah dan pembahan yang dialami oleh remaja, sudah
menjadi tanggung jawab orangtua untuk dapat mengarahkan anak-anak
remajanya. Orangtua dapat membawa dan membimbing anak-anaknya untuk tidak
terpengaruh oleh hal-hal negatif yang dibawa oleh teman-temannya mengingat
pada masa itu teman sebaya sangat memberikan pengamh yang besar bagi remaja
akan membuat remaja taliu mana hal yang baik dan tidak. Adanya keterbukaan antara remaja dengan orangtua akan sangat membantu orangtua dalam mengetahuisejauh mana perkembangan remaja itu sendiri, baik mengenai pergaulan dengan
teman-temannya ataupun mengenai masalah-masalah lainnya.
Keterbukaan diri remaja pada orangtuanya mempakan suatu sikap dimana
seorang remaja mau dan mampu membagi semua pengalamannya, baik
pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang menyedihkan kepada
Keterbukaan diri yang dilakukan remaja terhadap orangtuanya mempunyai
dua tujuan: untuk mengimgkap keadaan diri dan untuk mencari bimbingan atau
penjelasan dan pennasalahan yang dihadapi (Youniss dan Smollar, 1985).
Keterbukaan diri, membuat remaja dapat dengan leluasa menceritakan semua
pengalaman yang diaiaminya tanpa hams merasa mendapat tekanan dari orangtua.
Remaja dapat dengan bebas bercenta, berpendapat, ataupun meminta pendapat
dari orangtuanya.
Jourard (Petronio, 2000) mengemukakan beberapa masalah yang sering
dibicarakan untuk mengimgkap atau menggambarkan adanya kemampuan
bersikap terbuka, yaitu:
a. Attitudes & Opinions; di sini seorang remaja akan terbuka atau mengungkapkan kepada orangtuanya tentang pendapat, pendirian, dan
sikapnya terhadap sesuatu.
b. Tastes & Interests: mengungkapkan tentang apa yang menjadi keinginan,
minat atau perasaannya terhadap sesuatu. Misalnya, apa yang menjadi
keinginan/cita-citanya di masa yang akan datang, bagaimana kehidupan yang
dhnginkan di masa yang akan datang.
c. Work Studies: mengungkapkan segala sesuatu tentang sekolah atau
pekerjaannya, mulai dari pelajaran atau pekerjaan yang disukai, masalah atau
hambatan yang dialami, situasi belajar yang dihadapi, keadaan lingkungan
d. Money: menceritakan/mengatakan segala sesuatu tentang keuangannya,
misalnya tentang cara penggunaan keuangan, masalah kekuarangan/kelebihankeuangan, dan lain-iain.
e. Personality Atributes: mengungkapkan apa yang dialami atau dirasakan terutama tentang kepribadiannya, seperti ketakutan, kecemasan, perasaan
senang, rasa cinta, dan lain sebagainya.
./. Body Atributes: mengatakan dan mengungkapkan tentang masalah tubuhnva,
apa yang rasakan terhadap tubuhnya, seperti rasa sakit, kelebihan atau kekurangan berat badan, dan lain-lam.
Jourard (Petronio, 2000) juga mengemukakan hal-hal di atas dapat dipakai
untuk menggambarkan keterbukaan seseorang dan dapat diterapkan pada beberapa subjek, seperti: (1). Suami-istri/ kekasih, (2). Orangma, (3). Teman
kanb, (4).kenalan, maupun (5). Orang yang tak dikenal. Hal-hal mi pula lah yang
akan dipakai peneliti sebagai aspek dalam alat ukur nantinya.
Dalam mengkomunikasikan semua infonnasi yang dimiliki, seorang anak
haruslah terlebih dahulu memiliki hubungan komunikasi, baik komunikasi verbal
maupun komunikasi non verbal yang baik dan hangat dengan orangtuanya.
Jadi keterbukaan yang dilakukan remaja kepada orangtuanya adaiah sejauh
mana remaja mampu dan bersedia mengungkap perasaan, pikiran, dan pendapatnya secara bebas, termasuk hal yang sensitif sekalipun.
3. Faktor-Faktor Penentu Keterbukaan Diri
Menurut Crider (1981) ada lima faktor yang menentukan tingkat keterbukaan
diri seseorang, yaitu:
a. Timbal balik. Keterbukaan din yang terlalu banyak dan berlebihan akan
menimbulkan perasaan tidak nyaman. Tetapi hal itu dapat diatasi dengan
memperhatikan kesesuaian dengan pnnsip timbal balik maka pengungkapan
diri akan menjadi seimbang.
b. Ketepatan norma. Norma dapat menunjukkan berapa banyak pengungkapan
yang tepat dalam suatu situasi. Pengungkapkan diri secara baik terhadaporangtua dapat mengikuti ketentuan norma dalam keluarga secara tepat.
c. Kepercayaan. Seberapa banyak kepercaya pada orang lain juga menentukan berapa banyaknya mengungkapkan diri yang akan disampaikan. Jika tidak
percaya dengan orang lain, tidak mungkin salmg mengungkapkan din. Ada perasaan takut kalau orang lain menggunakannya sebagai alat untuk melawan
atau menyerang.
d. Kualitas hubungan. Dari pengembangan teori penetrasi sosial, para ahli
menganggap bahwa tingkat keintiman akan membedakan kepercayaan,
pengungkapan, dan kedalaman diskusi dengan orang lain. Kualitas hubungan
tidak hanya mampengamhi pengungkapan diri, tapi bisa mengarahkan pada
suatu hubungan yang lebih intim.
e. Jems kelamin. Ada hubungan antara perasan suka dan keterbukaan din bagi wanita dan pna. Wamta lebih mencintai teman sejenisnya daripada pria
membuka din kepada teman sejenisnya daripada pria kepada teman sejenisnya. Selain itu, wanita juga tidak menggunakan kata-kata yang terialu
banyak untuk menggambarkan diri mereka daripada kata-kata yang digunakan
pna, namun wanita lebih banyak mengungkapkan informasi yang intim
tentang diri mereka daripadapria.
Melihat beberapa faktor penentu tersebut, dapat dikatakan baliwa pola
asuh demokratis dapat menerapkan faktor-faktor tersebut guna mencapai
keterbukaan diri terutama keterbukaan remaja kepada orangtuanya. Orangtua
dengan pola asuh demokratis akan menerapkan suatu bentuk komunikasi timbal balik dimana antara orangtua dan remaja dapat saling memberi dan menerima satu sama lain, tidak hanya dari satu pikah. Orangtua juga tidak akan membuat standar norma yang terialu beriebihan untuk anak remajanya tetapi akan disesuaikan
dengan kebutuhan anaknya. Selain itu orangtua yang demokratis juga akan membenkan kepercayaan kepada anak-anaknya atas apa yang dilakukannya,
orangtua dapat dijadikan orang yang dipercaya oleh anak untuk menceritakan apa saja. Keadaan yang seperti itu akan memberikan perasaan nyaman kepada anak dan orangtua dapat menciptakan hubungan yang lebih intim sehingga tidak akan
membuat anak lari dan orangtuanya dan mencan orang lam yang lebih bisa
menenmanya.
4. Tingkatan-tingkatan Keterbukaan diri
Proses hubungan interpersonal terdapat tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam keterbukaan din. Menurut Powell (Dayakisni T & Hudaniah,
a. Basa-basi. Mempakan taraf keterbukaan din yang paling lemah atau dangkal. walaupun terdapat keterbukaan di antara individu, tetapi tidak terjadi
hubungan antar pnbadi. Masmg-masing individu hanya berkomumkasi
sekedar untuk kesopanan.
b. Membicarakan orang lain. Komunikasi hanyalali mengimgkap tentang orang
lain atau hal-hal yang di luar dinnya. Walaupun dalam tingkat ini isikomunikasi lebih mendalam tetapi pada tingkat ini individu tidak
mengungkapkan dirinya.
c. Menyatakan gagasan atau pendapat. Sudah mulai dijalin hubungan yang erat.
Individu mulai mengungkapkan dinnya kepada individu lainnya.
d. Perasaan. Setiap individu dapat memiliki gagasan atau pendapat yang sama
tetapi perasaan atau emosi yang menyertai gagasan atau pendapat setiap
individu dapat berbeda-beda. Setiap hubungan yang menginginkan pertemuan
antar pnbadi yang sungguh-sungguh, haruslah didasarkan atas hubungan yang
jujur, terbuka dan menyatakan perasaan-perasaan yang mendalam.
e. Hubungan puncak. Pengungkapan din telah dilakukan secara mendalam,
individu yang menjalin hubungan antar pribadi dapat menghayati perasaan
yang dialami individu lainnya.
Sementara itu, upaya untuk mencapai keakraban hubungan antar pnbadi
disebut dengan istilah penetrasi sosial. Penetrasi sosial terjadi dalam dua dimensi
utama yaitu keluasan dan kedalaman. Dimensi keluasan yaitu dimana setiap orang
dapat berkomumkasi dengan siapa, saja baik dengan orang asing atau dengan
dengan orang dekat. yang diawali dan perkembangan hubungan yang dangkal sampai hubungan yang sangat akrab, atau mengungkapkan hal-hal yang bersitat
pnbadi tentang dirinya. Pada umumnya ketika berhubungan dengan orang asing
pengungkapan din sedikit mendalam dan rentang sempit (topik pembicaraan
sempit). Sedangkan perkenalan biasa, pengungkapan din lebih mendalam dan
rentang lebih luas. Sementara hubungan dengan teman dekat ditandai adanya pengungkapan diri yang mendalam dan rentangnya terluas (topik pembicaraan
semakin banyak) (Sears, dalam Dayakisni T & Hudamah, 2003).
B. POLA ASUH DEMOKRATIS ORANGTUA
1 Pengertian Pola Asuh
Menumt Hurlock (1973) orangma adaiah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas orang tua melengkapi dan mempersiapkan anak menuju kedewasaan dengan memberi
bimbingan dan pengarahan yang dapat membantu anak dalam menjalani
kehidupan. Dalam memberikan bimbingan dan pengarahan pada anak, akan berbeda pada masing-masing orangtua. Karena setiap keluarga memihki
kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya antar keluarga yang satu dengan
yang lain.
Menumt Kohn (Monks, Knoers, & Haditono, 1994) pola asuh dapat diartikan sebagai perlakuan dari orangtua dalam rangka memberi perlindungan dan pendidikan anak dalam kehidupan sehari-han serta bagaimana sikap orangma
Pola asuh orangtua mempakan cermman bagaimana mteraksi antara
orangtua dengan anaknya dapat terwujud. Seperti juga pendapat Gemngan (1996) yang mengatakan bahwa pola asuh orangtua mempakan cara-cara dan sikap
orangtua dalam memimpin anaknya apakah dengan otoriter, liberal atau
demokratis mempengamhi perkembangan anak.
Menurut Meichati (Hartanti, 1992) pola asuh dapat juga diartikan sebagai periakuan dari orangtua dalam rangka memberi periindungan dan pendidikan anak
dalam kehidupan sehari-hari serta bagaimana sikap orangtua dalam berhubungan
dengan anak-anaknya.
Jadi pola asuh orang tua dapat disimpulkan sebagai sikap orangtua dalam
berhubungan dengan anak-anaknya. Hal mi dapat dilihat dan beberapa segi,
antara lain dan cara orangma memberikan peraturan pada anak, cara memberikan
hadiah dan hukuman, dan cara orangtua memberikan perhatian atau tanggung
jawab terhadap keinginan anak.
2 Macam-Macam Pola Asuh
Tiga macam pola asuh orangtua (parenting style) yang didasarkan pada
penelitian Baumrind (Yusuf, 2004) adaiah (a). Authoritarian, yaitu orangtua
bersikap kaku (keras), memberi kontrol yang tinggi, bersikap menghamskan atau memenntah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, (b). Permissive, yaitu memberikan kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau
orangtua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, memiliki sikap acceptance
yang tinggi terhadap anak.
Sama halnya dengan Gunarsa (Hartanti, 1992), ada tiga cara menanamkan disiplin pada anak, yaitu cara otoriter, demokratis, dan permisif:
a. Cara Otoriter. Menumt Landis (Hartanti, 1992), pada orangtua yang otoriter,
anak menerima aturan-aturan dan mlai-mlai yang mutiak telah ditentukan oleh orangtua. Orangtua memberikan peraturan yang kaku dan memaksa anak
untuk berperilaku sesuai dengan kehendak orangtua, tidak ada komunikasi
timbal balik, hukuman yang diberikan tanpa alasan yang jelas. Ada beberapa
ciri-cin orangtuayang menggunakan cara otoriter ini, antara lain:
1. tidak ada hadiah maupun pujian yang diberikan oleh orangtua untuk
perbuatan anak yang menyenangkan.
2. anak tidak pernah diberi kesempatan untuk menjelaskan perbuatan yang
dilakukan dalam melanggar peraturan.
3. hukuman yang diberikan oleh orangtua hampir selaiu berwujud hukuman
fisik.
4. orangtua tidak bemsaha menjelaskan kepada anak alasannya mengapa
suatu perbuatan haras dipatuhi.
b. Cara Demokratis. Pada cara ini, orangtua memberikan peraturan yang luwes.
Orangtua memberikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan
yang tidak mutiak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak. Jadi ada komunikasi timbal balik anatara anak dengan orangtua.
Orangtua yang demokratis akan menghasilkan anak-anak yang penuh rasa
tanggungjawab dan penuh percaya diri.
Ada beberapa cin orangtuayang menggunakan cara ini, antara lain: 1 hukuman diberikan atas peri laku anak yang salah, bukan atas pribadi anak. 2. orangtua membenkan hadiah atau pujian untuk penlaku yang
menyenangkan.
3. orangtua menganggap bahwa anak mempunyai hak untuk mengetahui
mengapa mereka harus mematuhi suatu peraturan.
4. anak diberi kesempatan untuk mengemukakan alasan mengapa mereka melanggar peraturan sebelum orangtua memberikan hukuman, jadi
orangma tidak secara langsung mengambil keputusan tanpa melihat
keadaan anak.
c. Cara Permisif. Pada cara ini sebemlnya hanya ada sedikit disiplin atau malah tidak berdisiplin. Orangtua membiarkan anak mencan dan menemukan sendin
tatacara yang memberi batasan-batasan dan perilakunya. Dalam hal ini anak tidak diberi batas-batas atau kendala yang mengatur apa saja yang boieh
dilakukan, mereka diizinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat
sekehendak mereka sendin.
Ciri-ciri orangtuayang menerapkan cara ini pada anak, antara lain:
1 tidak ada peraturan-peraturan yang ditetapkan oleh orangtua, anak dibiarkan melakukan segala sesuatu yang dianggapnya baik.
4. orangtua tidak pemali memberikan hadiah pada perbuatan anak yang baik karena mereka menganggap bahwa anak sudah cukup mendapatkan hadiah
dari kebebasan yang telah diberikan.
3. Pola Asuh Demokratis
Orangtua dengan pola asuh demokratis akan mengajak anaknya terlibat
dalam memecahkan masalali keluarga. Orangtua selaiu menjawab setiap
pertanyaan anak dan menjelaskan dengan baik, menekankan pada segi komunikasi timbal balik antara orangtua dan anak, agar terbentuk sikap mandiri, anak-anak diberi kesempatan untuk mengalami setiap kejadian apapun secara bertaliap di bawah bimbingan orangtua. Anak memperoleh kesempatan beiajar, mandin, dan memperoleh rasa aman yang adekuat. Menumt Hurlock (1973) dalam pola asuh
ini tidak berlaku pemaksaan kehendak. Pujian dan hukuman diberikan secara
sportif, dengan lebih dahulu mendengarkan alasan mengapa anak melakukan kesalahan. Menumt Baumnnd (Fuhrmann, 1990) orangtua yang menerapkan pola asuh demokratis akan memberi contoh pada anak-anak, berpartisipasi, diskusi, mendukung dan menerapkan logika dalam berargumentasi, hangat, dan membebaskan dalam batas-batas tertentua. Anak-anak menjadi dekat dengan
orangtua, adaptif, mampu berdisiplin diri, bertanggungjawab pada din sendiri, sehingga mengurangi rasa kecemasan orangtua.
Orangtua yang bersikap demokratis, dapat membuat hubungan yang
harmonis antara orangtua dengan anak. Pola asuh orangtua yang demokratis, kontrol orangtua tidak terialu beriebihan, dimana tetap ada komunikasi timbal balik antara orangtua dengan anak sehingga dapat tercipta sikap saling
menghargai. Bila sudah demikian, anak pun dapat merasa terbuka, aman berbicara dengan orangtua, dan tidak merasa segan meminta nasehat kepada orangtua apabila menghadapi masalali. Anak tidak merasa takut berinisiatif, tidak takut
akan membuat kesalahan, sehingga kepercayaan diri anak dapat berkembang
dengan baik (Walgito, 2000).
Hasil penelitian Baumrind (Yusuf, 2004), ditemukan pula bahwa polaasuh orangtua yang memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan kepribadian anak adalali pola asuh orangtua yang bersifat authoritative (demokratis).
Pola asuh orangtua yang demokratis, penjelasan dan diskusi disertakan
agar anak mengerti mengapa mereka diharapkan untuk bertingkah laku dalam cara tertentu (Tjahjanindijah, 1983). Perhatian orangtua terhadap anak sangat besar dan anak mempunyai hak serta kedudukan yang sama dalam keluarga. Pola asuh orangtua yang demokratis ini juga mencakup reward dan punishment. Hukuman
(punishment) yang diberikan tidak keras dan bukan dalam bentuk hukuman
jasmani, serta hanya diberikan jika anak terbukti secara sengaja menolak untuk melakukan apa yang seharasnya dilakukan. Sebaliknya, anak akan diberi penghargaan bempa hadiah atau pujian (reward) bila mencapai keberhasilan
Disimpulkan bahwa pola asuh demokratis orangtua sebagai sikap orangtua
dimana orangtua menerapkan peraturan-peraturan tidak berdasarkan kehendak
sendin dan tidak terialu membebaskan anak. Hal ini dapat dilihat dari beberapa segi, antara lain pendangan orangtua terhadap anak dimana orangtua tidak selaiu hams mengarahkan anak-anaknya. cara komunikasi orangtua dengan anak yang
salmg timbal balik, cara penerapan disiplin dan kontrol, serta cara pemenuhan
kebutuhan anak. Bentuk perilaku tersebut juga dijadikan oleh penulis sebagai
aspek untuk penyusunan alat ukur.
C Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis Orangtua Dengan
Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua
Keluarga mempakan lingkungan kehidupan yang dikenal anak untuk
pertama kalinya. Dikatakan juga bahwa keluarga mempakan lingkungan primer bagi hampir setiap individu, sejak ia iahir sampai datang masanya ia
menmggalkan mmah untuk membenmk keluarga sendiri. Hubungan antar manusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga karena keluarga mempakan lingkungan primer.
Menumt Gunarsa peran orangtua dapat terjadi secara langsung maupun
tidak langsung. Secara 'langsung dapat ditunjukkan oleh bagaimana cara dan sikap orangtua dalam mendidik, mendisiplinkan, dan menciptaan hubungan yang baik dengan anak-anaknya. Pengamh tidak langsung ditunjukkan oleh bagaimana tata cara dan sikap hidup orangtua sehari-han yang dapat ditim oleh anak melalui proses belajar. Hal ini berati orangtua berperan besar dalam mengajar, mendidik,
serta memberi contoh atau teladan kepada anak-anaknya mengenai perilaku yang baik, sesuai dengan mlai-nilai yang diharapkan oleh lingkungan masyarakat. Dalam perkembangannya, anak perlu dibimbing untuk mengetahui, mengenai, mengerti, dan akhirnya dapat menerapkan sendiri perilaku yang sesuai dengan
standar-standar moral dan perilaku yang perlu dihindari (Hartanti, 1992).
Orangtua selaiu mengharapkan anak-anak mereka dapat mencentakan
semua pengalamannnya pada mereka. Namun jika orangtua itu sendin tidak dapat menciptakan suasana dan hubungan yang baik di mmah, bagaimana mungkin hal
tersebut dapat terwujud. Orangtua sangat diharapkan untuk dapat membenkan rasa aman dan nyaman kepada anak-anak mereka. Jika seorang anak sudah merasa nyaman berada dekat mereka, maka dengan sendirinya anak-anak akan
mengungkapkan hal-hal yang bersifat pribadi dalam percakapan dengan orangtuanya.
Lepas dari semua pengamh luar, orangtua sangat memberikan pengamh
yang besar bagi perkembangan remaja. Orangtua yang penuh kasih dan penuh pengertian, dan selaiu menunjukkan contoh yang baik dalam kehidupan sehari-han, serta memben kemungkman adanya komunikasi timbal balik antara orangtua dan anak, akan mengembangkan anak yang mampu berkomumkasi baik dengan
orangtuanya. Percakapan sehari-haripun anak tidak akan merasa malu
menceritakan apa saja bahkan akan mempercayai dan membiarkan orangtuanya
mengetahui bagian dan dinnya.
Orangtua yang menginginkan anaknya dapat terbuka dengannya agar
mengalami suatu masalah akan sangat membutuhkan perliatian dari orangtuanya. Otomatis orangtua dituntut untuk dapat mencurahkan peitiananirva, baik dengan
I'iic-nticiiyarkaii iiiasaiaii >ang dialami oleh sang anak ataupun membenkan solusi dari masalah tersebi't. Bila has tersebut sudah dapat dlpenuh; oleh oraniitua, ~isca}« anak akan merasa sangat nyaman dan ainan berada di dekat orangtuanya.
Pemenuhan kebutuhan disim bukan hanya benipa maten. tetaD= ;i;aa kcbi;T"--—
akaii kasih sayang dan rasa aman dan orangtua.
Menumt Gunarsa (1991) cara mendidik yang demokratis nicn^chU.; —;k bun..!i ^cngeumkakan pendapainya sendin, -ncndiskusikan pandangan-pandangan mereka dengan orangtua. menentukan pengaiabilan keputusan. Oranstua mempunyai sikap menerima, iokraiL sdalu mtiibatkan anak di dalam mengambil
keputusan keluarga sehiugga anak meiasa dihargai dm diakui keberadaannya
dengan orangtua.
D HIPOTESIS
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adaiah:
Adanya hubungan yang positif antara pola asuh demokratis dengan keterbukaan dm remaja kepada orangtua. Semakin tinggi pola asuh demokratis orangtua, maka semakin tinggi puia keterbukaan diri •emaja kepada orangtua Semakin rendah pola asuh demokratis oiangtua. maka ^niakin rendah pula keterbukaan diri remaja kepada orangtua.
A Identifikasi Variabel-variabel Penelitian
Variabel- variabel yang hendak diteliti dalam penelitian ini adaiah sebagai
berikut:
I Variabel tergantung : keterbukaan diri remaja kepada orangtua
2. Variabel bebas : pola asuh demokratis orangtua
B Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Keterbukaan Diri Remaja pada Orangtua
Keterbukaan diri remaja pada orangtua mempakan sikap dimana seorang remaja mau mencentakan segala sesuatu pada orangtuanya, pengalaman-pengalaman, masalah-masalah, mengungkapkan perasaan dan pikiran, termasuk hal yang sensitive sekalipun. maupun masa lalu yang dialaminya, yang meliputi beberapa aspek, yaitu attitudes & opinions, tastes & interests, work I studies,
money,personality attributes, dan bodyattributes.
Tmgkat keterbukaan diri remaja pada orangtua disini akan diungkap dengan angket keterbukaan diri remaja pada orangtua, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula keterbukaan din remaja pada orangtuanya.
2. Pola Asuh Demokratis Orangtua
Pola asuh demokratis orangtua adaiah persepsi remaja tentang orangtua dalam mengasuh anak dimana orangtua memberikan dan menghargai kebebasan anak, namun dengan bimbingan yang penuh pengertian antara kedua belah pihak, ada komunikasi timbal balik antara anak dan orangtua, serta hukuman dibenkan
atas perilaku anak yang salah, bukan atas pnbadi anak, yang meliputi beberapa segi, yaitu pandangan orangtua tentang anak, cara komunikasi orangtua terhadap anak, penerapan disiplin aturan atau kontrol, dan cara pemenuhan kebutuhan anak. Tingkat kedemokratisan pola asuh orangtua ini diungkap dengan menggunakan angket kedemokratisan pola asuh orangtua hasil modifikasi penulis dan skala yang dibuat oleh Yumarti (Azwar, 1999) yang dipersepsi oleh anak, yang menunjukkan bahwa semakin tinggi skor yang diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula tingkat kedemokratisan pola asuh orangtua.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adaiah yang menjadi siswa dan siswi Madrasah Aliyah Negen Yogyakarta II, yang bemsia 15 sampai 19 tahun.
Tidak dibedakan antara jenis kelamin, tingkat sosial ekonomi, maupun jurusan dan tingkat dalam pendidikan.
D Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini
adaiah metode angket. Subjek penelitian diminta untuk merespon sejumlah
pernyataan dalam angket tersebut sesuai dengan keadaan dirinya untuk
mengungkap hal yang diteliti. Benkut im mempakan alat pengumpulan data yang
menggunakan metode angket, yaitu:
1. Angket Pola Asuh Demokratis Orangtua
Angket kedemokratisan pola asuh orangtua telah dibuat oleh yuniarti
(Azwar, 1999) yang dimodifikasi oleh peneliti dalam hal pengurangan serta penambahan sejumlah aitem dan penyempumaan kalimat beberapa aitem yang terpakai. Angket ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kedemokratisan pola asuh orangma yang dipersepsi oleh anak yang terdiri dari empat aspek sebagai dasar dalam pembuatan dan modifikasi angket im, yaitu (a), pandangan orangtua
tentang anak, (b). cara berkomumkasi orangtua terhadap anak, (c). penerapan disiplin aturan atau kontrol, (d). cara pemenuhan kebutuhan anak. Jumlah aitem yang direncanakan dalam angket ini adaiah 48 aitem. Pada angket modifikasi ini, subjek diminta untuk menanggapi pemyataan-pemyataan yang diajukan, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk jenis aitem yangfavourable (aitem yang mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi skor 3, jawaban TS diben skor 2, dan jawaban STS diberi skor 1. untuk aitem yang jems unfavourable (aitem yang tidak mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 1, jawaban S diberi skor 2, jawaban TS diberi skor 3, jawaban STS diberi skor 4.
Tabel 1
Distribusi Butir Angket Pola Asuh Demokratis Orangtua
Aspek Butir - butir Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
Pandangan Orangtua 3, 8, 15, 19, 26 5, 6, 10, 11, 14, 12
terhadap anak 24, 25
Cara Komunikasi Orang 7, 9, 20, 27, 31, 33, 4, 12, 17, 21 12 Tua dan anak 39, 44
Penerapan Disiplin dan 22, 28, 29, 32, 34, 35 13, 16, 40, 41, 46 12
Kontrol 47
Pemenuhan Kebutuhan /, 2, 30, 37, 38, 42, 43 18, 23, 36, 45, 48 12
-2h 22 48_
2. Angket Keterbukaan Diri Remaja pada Orangtua
Angket sikap keterbukaan remaja pada orangtua akan dirancang dan dibuat oleh peneliti sendiri. Angket ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sikap keterbukaan remaja pada orangtuanya yang terdiri dari enam aspek dari Jourard
sebagai dasar pembentukan dan modifikasi angket ini, yaitu: (a). Attitudes &
Opinions, (b). Tastes & Interests, (c). Work studies, (d).Money, (e). Personality Atributes, dan (f). Body Atributes. Jumlah aitem yang direncanakan dalam angket
im adaiah 60 aitem. Pada angket modifikasi mi, subjek diminta untuk menanggapi pemyataan-pemyataan yang diajukan, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk jems aitem yang favourable (aitem yang mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 4, jawaban S diberi
skor 3, jawaban TS diberi skor 2, dan jawaban STS diberi skor 1. Untuk aitem yang jenis unfavourable (aitem yang tidak mendukung objek sikap), jawaban SS diberi skor 1, jawaban S diberi skor 2, jawaban TS diben skor 3. jawaban STS
diberi skor 4.
Tabel 2
Distribusi Butir Angket Keterbukaan Diri Remaja Kepada Orangtua
Aspek Butir- butir Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
Attitudes & Opinions 2, 8, 24, 33, 56, 57 15,34,51,53 10
Tastes & Interests 16,25,26,40,44,45 1,9, 10,35 10 Work Studies 3, 27, 28, 36, 46, 48, 49 11, 17,41 10 Money 4, 29, 37, 47, 52 12, 18, 19,42,59 10 Personality A tributes 5, 13,20,21,38,43, 54, 58, 60 30 10 Body Atributes 6,7,22,23,31,32, 50,55 14,39 10 41 19 60
E Validitas dan Reliabilitas
Instmmen yang digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ilmiah ini adaiah angket. Angket disusun sesusi dengan kaidah-kaidah penelitian ilmiah atau
benar-benar mampu mengungkap hal-hal yang ingin diungkap pada penelitian tersebut. Suatu skala dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas) alat ukur. Vaiiditas
berasal dan kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat pengumpul data dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan
maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 1999).
Reliabilitas adaiah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya, artinya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, selama aspek dalam din
subjek yangdiukur memang belum berubah (Azwar, 1999).
F. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh untuk menguji hipotesis yang diajukan menggunakan teknik analisis data dengan metode statistik. Metode statistik ini mempakan cara ilmiah untuk menyunpulkan, menyusun, menyajikan, dan menganalisis data penelitian yang berwujud angka-angka, menarik kesimpulan dengan tehti serta mengambil keputusan yang logis.
Koefisien korelasi product moment mempakan teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian mi, untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis orangtua dengan sikap keterbukaan anak, untuk mempermudah perhitungan statistik, dalam penelitian im menggunakan program statistik SPSS
A. Orientasi Kancah dan Persiapan
1. Orientasi Kancah
Situasi dan kondisi MAN Yogyakarta II tahun 1982/1983 s/d sekarang: I. Kondisi lingkungan sekolah
sekolah MAN Yogyakarta II terletak di tepi jalan raya, di tengah-tengah pusat
kesibukan sehari-hari kantor besar, pasar, Rumah Sakit, sekolah dari Taman
Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi, Stasiun Kereta Api, gedung-gedung
pertemuan, dan tempat-tempat rekreasi.
2. Kewajiban menyusun Paper sudah dimulai sejak tahun ajaran 1979/1980 3. Latar belakang sosial ekonomi siswa, mayontas sedang bahakan mendekati
'minus', hanya sebagian kecil saja yang diatas. Pekerjaan orangtua siswa antara lain: petani, pedagang/ pengusaha kecil, pegawai negeri/ swasta.
4. Adanya berbagai macam kegiatan yang diikuti oleh siswa, seperti berbagai
macam kegiatan olah raga, majalali dinding/rubnk konsultasi (dimana setiap siswa bias menuangkan segala macam bentuk kreasi mereka, atau bahkan bercerita tentang pengalamannya). karya ilmiah remaja, debat bahasa Inggris.
dan lain sebagainya.
Berikut ditampilkan data siswa ajaran tahun 2004/2005:
Tabel 3
Data Siswa Ajaran Tahun 2004 2005
Kelas Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan 1 A 15 23 38 1 B 15 22 37 1 C 17 20 37 1 D 17 20 37 1 E 15 20 35 1 F 16 22 38 2 Bahasa 8 1 A 18 Z t \ 1 1t 1i Z.Z. 2 A2 n z u J / 2 SI "V1 Z I 17 -> O J O 2S2 22 18 40 2 S3 22 18 40 3 Bahasa 8 29 37 3A1 8 20 28 3 A2 8 19 27 3 SI 20 20 40 3S2 20 17 37 3 S3 18 22 40 Jumlah 637 2. Persiapan a. Persiapan Administrasi
Persiapan penelitian dimulai dari persiapan administrasi, dalam hal mi surat penzman penelitian. Perizinan penelitian dikeluarkan oleh biro sknpsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia dengan nomer: 718/Dek/ 70/FP/XI/04. Selanjutnya surat ijin ini digunakan sebagai syarat untuk memperoleh data dan penyebaran angket penelitian kepada responden.
b. Persiapan Alat Ukur
Persiapan awal adaiah menyiapkan alat ukuryaitu angket Keterbukaan diri
remaja kepada orangtua yang disusun oleh peneliti sendin dan angket pola asuh demokratis orangtua yang telah dimodifikasi oleh peneliti dari skala pola asuh yang disusun oleh Yuniarti (Azwar, 1999). Angket keterbukaan din remaja
kepada orangtua berjumlah 60 aitem, sedangkan angket pola asuh demokratis
orangtua berjumlah 48 aitem. Sebeium dilakukan penelitian yang sesungguhnya, dilakukan uji coba untuk mengukur validitas dan reliabilitas dari aitem-aitem pada
angket-angket yang dibuat.
c. Uji coba alat ukur
Uji coba dilakukan pada tanggal 6 November 2004. subjek penelitian adaiah siswa dan siswi SMU atau yang sederajat, yang berusia antara 15 sampai
19 tahun.
Subjek uji coba berjumlah 77 orang, yang mempakan siswa dan siswi Madrasah Aliyah Yogyakarta III. Subjek diminta untuk mengisi angket yang terdiri dari dua skala, yaitu skala keterbukaan diri remaja kepada orangtua dan skala pola asuh demokratis orangtua.
d. Hasil uji coba alat ukur
Uji validitas dan reliabilitas pada penelitian mi dilakukan dengan bantuan fasilitas komputer program SPSS 10.00for windows.
Berdasarkan hasil uji coba, angket keterbukaan diri remaja kepada orangtua, dari total 60 aitem terdapat 20 aitem yang gugur. Aitem-aitem yang gugur tersebut memiliki koefisien korelasi aitem total < 0,3, padahal suatu aitem
dikatakan valid jika memiliki koefisien korelasi > 0,3. Untuk uji reliabilitas
diperoleh koefisien reliabilitas alpha sebesar 0.9465. Alat ukur im cukup rehabel
karena mendekati koefisien reliabilitas 1.0. Tabel 4
Angket Keterbukaan Dirt Remaja Kepada Orangtua (hasil uji coba)
Aspek Butir- butir Aitem
Favourable Unfavourable
Attitudes &Opinions 2, 8, 24( 16), 33(21), 15 34(27) 51
56(37), 57(38) ' 53'
Tastes &
Interests-Work Sludii Money 16(11), 25(17), 26(18) 1.9,10,35 40(26), 44, 45(28) 3, 27(19), 28(20), 36(23) 11,17 41 46(29), 48(31), 49(32) 4, 29. 37(24), 47(30) 12,18,19,42 59 52(34) Personality Atrtbutes 5, 13(9), 20(12), 21(13) 30 38(25), 43(27), 54(35) 58(39), 60 Body Atributes 6, 7, 22(14), 23(15), 31 14(10), 39 32, 50(33), 55(36) 38 Jumlah 40
Keterangan: Nomer-nomer yang dicetak tebal adaiah nomer aitem yang gugur.
Nomer-nomer yang di dalam kurung ( ) adaiah n»mw JtZn <,e.tP]ahTry Out """ "
Angket pola asuh demokratis orangtua dari 48 aitem yang disajikan
terdapat 20 aitem yang gugur, sehingga jumlah aitem yang sahih menjadi 28
aitem. Untuk uji reliabilitas diperoleh koefisien reliabilitas Alpha sebesar 0.9087.Tabel 5
Angket pola asuh demokratis orangtua (hasil uji coba)
Aspek Butir-butir Aitem Jumlah
Favourable Unfavourable
Pandangan Orangtua 3, 8, 15(8), 19( 10) 5, 6(3), 10, 11 5
terhadap anak 26( 14) (4(7) 24,25
Cara Komunikasi Orang 7(4), 9(5), 20( 11), 4(9), 12. 17, 21(12) 9
Tuadan anak 27(15), 31, 33(20), 39(25), 44(27)
Penerapan Disiplin dan 22(13), 28(16), 29(17), 13(6), 16 40 41 46 8
Kontrol 32(19), 34(21), 35(22) 47(28)
Pemenuhan Kebutuhan 1, 2, 30(18), 37(23), 18(9), 23 36 45 48 6
38(24), 42,43(26)
21 7 28
Keterangan: Nomer-nomer yang dicetak tebal adaiah nomer aitem yang gugur.
Nomer-nomer yang di dalam kurung ( ) adaiah nomer aitem setelah
try out
B. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan pada tanggal 29 November 2004. subjek penelitian adaiah siswa dan siswi MAN Yogyakarta II.
Pengambilan data dilakukan pada sebanyak 69 murid yang kelas-kelasnya sudah ditentukan oleh sekolah. Kelas yang dipilih sebanyak dua kelas, yaitu kelas
2S3 dan kelas 3S2, yang tiap-tiap kelas terdiri dari 40 dan 38 murid. Jumlah
keseluruhan adaiah 78 orang. 9 orang tidak hadir, sehingga sisanya berjumlah 69
orang. Setiap subjek diberikan satu angket yang terdiri dari dua skala, yaitu skala
sikap keterbukaan remaja kepada orangtua dan skala pola asuh demokratis