• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES MORFOLOGIS, MORFEM, PERUBAHAN BENTUK KATA BAHASA JEPANG, DAN RAGAM BAHASA HORMAT (KEIGO) SONKEIGO DAN KENJOUGO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES MORFOLOGIS, MORFEM, PERUBAHAN BENTUK KATA BAHASA JEPANG, DAN RAGAM BAHASA HORMAT (KEIGO) SONKEIGO DAN KENJOUGO"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES MORFOLOGIS, MORFEM, PERUBAHAN BENTUK KATA BAHASA JEPANG, DAN RAGAM

BAHASA HORMAT (KEIGO) SONKEIGO DAN KENJOUGO

2.1 Proses Morfologis

2.1.1 Proses Morfologis dalam Bahasa Indonesia

Secara umum, Chaer (2007:177) membagi proses morfologis proses atau proses pembentukan kata ke dalam 7 proses, yaitu:

1. Afiksasi

Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Proses ini dapat bersifat infleksi dan dapat pula bersifat derivatif. Namum, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhakan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata. Afiks dibedakan menjadi dua jenis, yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Afiks inflektif adalah afiks yang digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional. Sedangkan afiks derivatif adalah kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.

Dilihat dari posisis melekatnya pada bentuk dasar proses morfologi, afikasasi dapat dibedakan atas 6, yaitu:

a. Prefiks: afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar. b. Infiks: afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.

(2)

d. Konfiks: afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal bentuk dasar dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar.

e. Interfiks: sejenis infiks atau elemen penyambung yang muncul dalam proses penggabungan dua buah unsure.

f. Transfiks: afiks yang berwujud vokal-vokal yang diimbuhkan pada keseluruhan dasar.

2. Reduplikasi

Reduplikasi adalah proses morfologis yang mengulang bentuk dasar, baik keseluruhan, secara sebagian maupun dengan perubahan bunyi. Proses reduplikasi dapat bersifat paragdimatis (infleksional) dan dapat pula bersifat derivasional. Reduplikasi yang paragdimatis tidak mengubah identitas leksikal, melainkan hanya member makna gramatikal. Dan yang bersifat derivasional membentuk kata baru atau kata yang identitas leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya.

Chaer, 2007:183 membagi reduplikasi menjadi 3 jenis, yaitu reduplikasi penuh, reduplikasi sebagian dan reduplikasi dengan perubahan bunyi. Dalam bahasa Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana (dalam Chaer, 2007:183) mencatat adanya reduplikasi semu, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak tampak jekas bentuk dasar yang diulang.

3. Komposisi

Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah kontruksi yang memiliki identitas leksikal yang berbeda atau yang baru.

(3)

Konversi sering disebut derivari zero, transmutasi dan transposisi. Konvensi adalah proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa penurunan unsur segmental.

5. Modifikasi internal

Modifikasi internal sering disebut penambaham internal atau perubahan internal. Modifikasi internal adalah proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap (biasanya berupa konsonan). Perubahan yang terjadi dalam proses modifikasi internal bersifat derivative karena makna identitas leksikalnya sudah berbeda.

6. Suplesi

Suplesi sejenis modifikasi internal, tetapi dalam proses suplesi perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi (bentuk dasar berubah total).

7. Pemendekan

Pemendekan adalah proses pengulangan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil proses pemendekan disebut kependekan.

2.1.2 Proses Morfologis dalam Bahasa Jepang

Dalam bahasa Jepang, proses morfologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Afiksasi (Setsuji)

Afiks menurut Muraki (dalam Hasibuan, 2003:30) adalah unsur membentuk kata jadian dengan bergabung pada dasar kata. Afiks terdiri dari prefix (settouji 接 頭辞), sufiks (setsubiji 接尾辞) dan infiks (secchuuji 接中辞)

(4)

Muraki (dalam Hasibuan, 2003:12) juga menambahkan dalam proses afiksasi terdapat kombinasi afiks juga, yang sangat dominan dalam bahasa Jepang.

1) Prefiks (settouji), Koizumi (1993:95) mengatakan settouji atau prefix yaitu imbuhan yang ditambahkan di depan kata dasar (gokan). Contohnya Prefiks {o} dan {go} dalam ragam hormat bahasa Jepang (keigo).

2) Sufiks (setsuji), Koizumi (1993:95) mengatakan setsubiji atau akhiran adalah imbuhan yang ditambahkan dibelakang kata dasar. Sebagian imbuhan dalam bahasa jepang berbentuk sufiks.

3) Infiks (setcchuuji), Koizumi (1993:95) mengatakan setcchuuji adalah imbuhan yang disisipkan ke dalam atau ke tengah akar kata (gokan). 4) Kombinasi afiks adalah kombunasi dari dua afiks atau lebih yang

diletakkan pada kata dasar.

2. Komposisi (Fukugo)

Koizumi (1993:109) berpendapat bahwa komposisi adalah penggabungan beberapa morfem yang terbagi atas berbagai variasi.

3. Reduplikasi (Jufuku)

Reduplikasi adalah pengulangan kata. Dalam bahasa jepang onomatope juga mengandung unsur proses pengulangan Tsujimura ((dalam Hasibuan, 2003:16)

Selain teori di atas, Sutedi (2003) menuliskan bahwa proses morfologi atau pembentukan kata dalam dalam bahasa Jepang adalah dengan cara yang dinamakan (1) haseigo, (2) fukogougo/goseigo, (3)karikomi/shouryaku, (4) Toujigo. Penjelasan lengkapnya penulis tuliskan di bagian kerangka teori skripsi ini. Teori yang dituliskan Sutedi (2003) ini penulis gunakan dalam menganalisis

(5)

proses pembentukan kata ragam bahasa hormat sonkeigo dan kenjougo yang terdapat dalam komik “Kamisama Hajimemashita” karya Jurietta Suzuki.

2.2. Pengertian Morfem

Morfem yang dalam bahasa Jepang disebut keitaiso adalah potongan terkecil dari kata yang tidak bisa dipecah lagi ke dalam satuan makna yang lebih kecil lagi.. Potongan kata tersebut ada yang dapat berdiri sendiri dan ada yang tidak dapat berdiri sendiri atau terikat dengan morfem lain (koizumi dalam situmorang, 2007:11).

2.2.1. Morfem Dalam Bahasa Jepang

Sutedi (2003) menjelaskan bahwa dalam bahasa Jepang, kata yang bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi suatu kalimat tunggal, meskipun hanya terdiri dari satu kata, dinamakan jiyuu keitaiso (morfem bebas). Sedangkan kata yang tidak bisa berdiri sendiri dinamakan kousoku keitaiso (morfem terikat). Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat melalui contoh kalimat di bawah ini:

Contoh: Watashi ga yoku rajio o kiita.

Pada contoh kalimat di atas, kata {watashi} dan {rajio}merupakan morfem bebas, karena tiap satuannya atau kata watashi dan rajio bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi kalimat walau hanya dengan satu kata tersebut. Partikel {ga} dan {o}, kata keterangan {yoku}, verba kiita yang terdiri dari gokan {ki} dan gobi {ita}, masing-masing termasuk ke dalam morfem terikat karena tidak bisa berdiri sendiri.

(6)

Dalam bahasa Jepang, ada kata yang hanya terdiri dari satu suku kata seperti ha (gigi) dan su (cuka), kata ini karena bisa berdiri sendiri dan bisa menjadi satu kalimat, maka merupakan satu morfem, yaitu morfem bebas. Kata hana (bunga) yang meskipun terdiri dari dua silabis, yaitu /ha/ dan /na/, tetapi tetap merupakan satu morfem saja yaitu morfem bebas karena /ha/ dan /na/ pada kata hana tidak mengandung suatu makna. Dalam bahasa Jepang, lebih banyak penggunaan morfem terikat daripada morfem bebas. Salah satu contoh morfem terikat dalam bahasa Jepang adalah kata nihon yang terdiri dari dua morfem yaitu {ni} dan {hon} yang masing-masing adalah morfem terikat karena tidak bisa berdiri sendiri. Berbeda halnya dengan verba dan adjektiva yang bisa terdiri dari beberapa morfem karena terdiri dari dua bagian, yaitu gokan atau bagian depan yang tidak mengalami perubahan dan gobi atau bagian belakang yang mengalami perubahan. Misalnya verba yomu (membaca) dan adjektiva hikui (rendah) yang terdiri dari {yo} dan {hiku} sabagai gokan dan {mu} dan {i} sebagai gobi, kedua bagian tersebut masing-masing terdiri dari satu morfem. Akan tetapi, jika verba dan adjektiva tersebut diubah ke dalam bentuk menyangkal, kedua kata tersebut masing-masing menjadi tiga buah morfem, yaitu {yo}, {ma}, {nai} dan {hiku},{ku}, {nai}.

Sutedi (2013) menuliskan pemilahan lain dalam morfem bahasa Jepang, yaitu adanya morfem isi (内容形態素 „naiyou keitaiso‟): morfem yang menunjukkan makna aslinya. Seperti nomina, adverbia, gokan dari verba atau adjektiva, dan morfem fungsi (機能形態素 „kinou keitaiso‟) : morfem yang menunjukkan fungsi gramatikanya. Seperti partikel, gobi dari verba atau adjektiva, kopula dan morfem pengekspresi kala(時勢形態素 „jiseikeitaiso’). Misalnya, verba taberu (makan)

(7)

yang terdiri dari bagian gokan {tabe} dan gobi {ru}, bagian gokan tersebut menunjukkan arti “makan” yang merupakan morfem isi, sedangkan bagian gobinyamenunjukkan kala akan yang merupakan morfem fungsi. Dalam bahasa Jepang, partikel (joshi), kopula (jodoushi), dan unsur pembentuk kala (jisei keitaiso) merupakan morfem yang termasuk ke dalam kousoku keitaiso (morfem terikat) dan juga termasuk ke dalam kinou keitaiso (morfem fungsi). Machida dan Momiyama dalam Sutedi (2003) menggolongkannya sebagai bagian dari setsuji (imbuhan). Setsuji yang diletakkan di depan morfem yang lainnya disebut settouji (awalan), sedangkan setsuji yang diletakkan di belakang morfem yang lainnya disebut setsubiji.

Perlu diingat, bahwa analisis morfem yang mengacu pada penggunaan huruf Jepang (hiragana dan kanji) akan lain hasilnya dibanding dengan mengacu pada huruf Alfabet dengan menggunakan sistem Kunrei. Mengingat proses pengajaran bahasa Jepang serta bahan ajar bahasa Jepang yang digunakan di Indonesia khususnya di Depertemen Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara lebih banyak mengacu pada huruf hiragana dan kanji serta huruf alphabet yang menggunakan sistem Hepburn, maka analisis morfem bahasa Jepang dalam skripsi ini mengacu pada pengunaan huruf Jepang (hiragana dan kanji) serta alphabet dengan sistem Hepburn.

2.3. Kelas Kata

2.3.1 Kelas Kata Bahasa Indonesia

Dalam bahasa Indonesia (www.wikipedia.com/kelas-kata-bahasa-indonesia) kelas kata terdiri dari :

(8)

1. Kata keterangan (adverbial): jenis kata yang memberikan keterangan pada kata kerja, kata sifat dan bilangan bahkan mampu memberikan keterangan pada seluruh kalimat. Kataketerangan dapat dibagi lagi menjadi beberapa bagian, yaitu: kata keterangan waktu, kata keterangan tempat, kata keterangan alat dan kata keterangan sebab.

2. Kata bilangan (numeralia): jenis kelompok kata yang menyatakan jumlah, kumpulan, urutan sesuatuyang dibendakan. Kata bilangan juga dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu: kata bilangan tentu, kata bilangan tak tentu, kata bilangan pisahan, kata bilangan himpunan, kata bilangan pecahan dan kata bilangan ordinal/giliran.

3. Kata tugas ialah kata yang memiliki arti gramatikal dan tidak memiliki arti leksikal. Kata tugas juga memiliki fungsi sebagai perubah kalimat yang minim hingga menjadi kalimat transformasi. Jenis-jenis kata tugas yaitu preposisi (kata depan), konjungsi (kata sambung), artikula (kata sandang), interjeksi (kata seru) dan partikel penegas.

2.3.2 Kelas Kata Bahasa Jepang

Secara garis besar, Sutedi (2003:42) membagi jenis kata dalam bahasa Jepang menjadi 6 macam, yaitu:

1. Nomina (meishi): kata benda yang bisa berfungsi sebagai subjek atau objek dalam kalimat, bisa disertai dengan kata tunjuk dan bisa berdiri sendiri. 2. Verba (doushi): kata kerja yang bisa berfungsi menjadi predikat dalam sebuah

(9)

3. Adjektiva (keiyoushi): kata sifat, mengalami perubahan bentuk dan bisa berdiri sendiri.

4. Adverbia (fukushi): kata keterangan, tidak mengalami peubahan bentuk. 5. Kopula (jodoushi): kata kerja bantu, mengalami perubahan bentuk dan tidak

dapat berdiri sendiri.

6. Partikel (joshi): kata bantu, tidak bisa berdiri sendiri dan tidak mengalami perubahan bentuk.

2.4. Perubahan Bentuk Kata dalam Bahasa Jepang

Dalam bahasa Jepang, kata yang mengalami perubahan bentuk disebut yougen, sedangkat kata yang tidak mengalami perubahan bentuk disebut taigen. Perubahan bentuk kata menurut Sutedi (2003:47-59) terdiri atas:

1. Perubahan bentuk verba

Perubahannya digolongkan dalam 3 kelompok berikut: a. Kelompok I (godandoushi)

Kelompok ini disebut godandoushi , karena mengalami perubahan lima deretan bunyi bahasa Jepang yaitu (あ{a} い{i} う{u} え{e} お{o}). Cirinya yaitu verba yang berakhiran (gobi) huruf ( う{u} つ{tsu} る{ru} く{ku} ぐ{gu} む{mu} ぬ{nu} ぶ{bu}す{su}).

a. Kelompok II (ichidan-doushi)

Kelompok ini disebut ichidan-doushi, karena perubahannya terjadi pada stu deretan bunyi saja. Ciri utama dari kelompok ini adalah berakhiran suara (e-る {eru}) disebut kami ichidan-doushi atau (i-る{iru}) disebut shimo ichidan-doushi.

(10)

b. Kelompok III

Kelompok ini merupakan verba yang perubahannya tidak beraturan, sehingga disebut henkaku-doushi dan hanya terdiri dari dua verba berikut: する{suru} 来る {kuru}.

Perubahan bentuk kata (verba, adjektiva dan kopula) disebut katsuyou (konjugasi). Konjugasi verba bahasa Jepang secara garis besar ada 6 macam, yaitu a. Mizenkei: perubahan bentuk verba yang didalamnya mencakup bentuk menyangkal (bentuk NAI), bentuk maksud (bentuk OU/YOU), bentuk pasif (bentuk RERU) dan bentuk menyuruh (bentuk SERU).

b. Renyoukei: perubahan bentuk verba yang mencakup bentuk sopan (bentuk MASU), bentuk sambung (bentuk TE) dan bentuk lampau (bentuk TA). c. Shuushikei: verba bentuk kamus atau yang digunakan di akhir kalimat. d. Rentaikei: verba (bentuk kamus) yang digunakan sebagai modifikator. e. Kateikei: perubahan verba ke dalam bentuk pengandaian (bentuk BA). f. Meireikei: perubahan verba ke dalam bentuk perintah.

2. Perubahan bentuk adjektiva dan kopula DA

Adjektiva dalam bahasa jepang ada dua macam, yaitu yang berakhiran (gobi) I yang disebut keiyoushi atau I-keiyoushi dan yang berakhiran (gobi) DA atau NA yang disebut keiyoudoushi atau NA-keiyoushi.

Kopula atau yang dikenal jodoushi dalam bahasa Jepang banyak sekali jumlahnya. Salah satunya adalah kopula DA, yang bisa berubah menjadi DESU dalam bentuk halus, dan menjadi DEARU dalam bahasa tulisan. Fungsi utama kopula ini yaitu menyatakan suatu predikat dalam kalimat yang berprediksi nomina dan adjektiva NA.

(11)

2.5. Keigo

Kata keigo bila ditulis dengan kanji menjadi 敬語 yang dibentuk dari kanji 敬 う {uyamau} yang berarti mengormati dan kanji 語{go} yag berarti bahasa, kata, istilah atau ungkapan. Berdasarkan kamus Meikyou kokugo jiten (dalam primawati. 2010:9) kata keigo mengandung makna berikut:

話してや 書きてが 相手や 輪中の 第三者に 対して 敬意を 表す言葉 遣い。

(Hanashite ya kakite ga aite ya machuu no daisansha ni taishite keii wo arawasu kotobatsukai).

“keigo merupakan ekspresi dalam menunjukkan rasa hormat kepada mitra tutur atau orang ketiga yang menjadi topik pembicaraan”.

Menurut Sudjianto (2004:124) keigo adalah bahasa/ kata-kata yang khusus dipergunakan untuk menunjukkan kerendahan hati pembicara dan untuk menyatakan rasa hormat pembicara terhadap teman bicara atau orang yang dibicarakan.

Berdasarkan cara pemakaiannya, Danasasmita (dalam sudjianto, 2004:126) membagi keigo menjadi tiga jenis yaitu:

1. Sonkeigo

Sonkeigo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menyatakan rasa hormat pembicara dengan cara menaikkan derajat orang yang menjadi pokok pembicaraan (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:126).

Sudjianto (2004:129-130) menuliskan beberapa proses pembentukan sonkeigo, yaitu:

(12)

1) Dengan cara menggunakan pola kalimat o+verba bentuk renyoukei+ni naru.

Contoh: 社長は もう お 休みに なりました。 Shachou wa mou o yasumi ni narimashita.

“Ketua sudah pulang”

2) Dengan cara menggunakan kata kerja bantu ...reru (gol.1) dan rareru (gol.2 & 3).

Contoh : 伊藤先生は でかけられました。 Ito sensei wa dekakeraremashita. “Ito sensei sudah keluar”

3) Dengan pola gabungan kata kerja irassharu, asobasu, kudasaru dengan kata kerja lain

Contoh:

書いて くださる。 Kaite kudasaru.

“menulis”

Misalnya contoh pada kalimat: Sensei ga sore o kaite

kudasaimashita. “Guru yang telah menuliskan hal itu”

お出かけあそばす。

O dekake asobasu.

三浦先生 は 新聞 を 読んでいらっしゃる。 Miura sensei wa shinbun wo yonde irrasharu. “Miura sensei sedang membaca koran.”

(13)

4) Dengan cara menggunakan verba hormat (sonkei no doushi) khusus Contoh: お嬢様は めしあがりましたか。

Ojousama wa meshiagarimashitaka.

“Tuan Putri sudah makan kah?”

5) Dengan cara menggunakan nomina (pronomina persona) hormat (sonkei no meishi).

Contoh: どうぞ こちらに お かけ ください。 Douzo kochira ni o kake kudasai.

“Silahkan letakkan di sini.”

6) Dengan cara menggunakan prefik atau sufik yang menjadikan kata hormat. Contoh: 関谷 様 (sufik) Sekiya sama “Tuan Sekiya” お なまえ (prefik) O namae “Nama Anda” 2. Kenjougo

Kenjougo adalah bahasa hormat yang dipergunakan untuk menghormati orang kedua atau orang yang menjadi pokok pembicaraan dengan cara merendahkan diri sendiri (Bunkachou dalam Sudjianto, 2004:130).

Sudjianto (2004:133) juga membagi proses pembentukan kenjougo, yaitu sebagai berikut:

(14)

1. Dengan cara menggabungkan kata kerja ...itasu, ...moshiageru, ageru dengan kata kerja lain.

Contoh: お待ち もしあげましょう。 O machi moshiagemashou

“Maaf membuat anda menunggu”

2. Dengan cara menggunakan verba sopan (kenson no doshi) khusus Contoh: 私は アメリカから 参りました。

Watashi wa amerika kara mairimashita. “Saya datang dari Amerika”

3. Dengan cara menggunakan pola o + kata kerja bentuk renyoukei +.suru Contoh: 今月の スケジュールを おおくりします。

Kyou no sukejuuru wo ookuri shimasu “Akan saya kirim jadwal hari ini”

4. Dengan cara menggunakan nomina bentuk sopan (kenson no meishi) Contoh: 私 (watakushi)、家内 (kanai)。

3. Teineigo

Teineigo adalah bahasa hormat yang dipakai untuk menghaluskan kata-kata yang

diucapkan tanpa adanya hubungan merendahkan atau menaikkan derajat orang yang menjadi pokok pembicaraan (Danasasmita, 1983:81).

Hiromi Hata dan Ishida Shoichiro (dalam Sudjianto, 2004:126) menambahkan johingo dan bikago ke dalam keigo. Johingo adalah bahasa yang halus, sopan, atau bahasa yang menunjukkan kelembutan. Johingo menjadi ciri bahasa perempuan yang termasuk golongan masyarakat atas (kaum bangsawan)

(15)

(Sudjianto, 2004:137). Johingo biasanya dipakai dengan cara pemakaian prefiks o atau prefiks go pada kata-kata tertentu.

Contoh:

お気持 okimochi

ご心配 goshinpai

Dan bikago adalah bahasa hormat yang menghaluskan dan memperindah bahasa yang di ucapkan. Bikago juga biasanya dipakai sebagai hiasan bahasa perempuan.

Contoh:

Referensi

Dokumen terkait

Dari gambar 4.12 sampai dengan 4.15 dapat dilihat bahwa saat tidak dihubungkan dengan jala-jala listrik sistem mampu mengirim dan menerima data dengan baik pada kecepatan

Tujuan penelitian ini untok mengkaji polimorfisme genApo-b dengan tehnik PCR-RLFP menggukan enzim restriksi Rsa-1, pada DNA yang menyandi gen Apo-b pada tikos putih yang

Berdasarkan uraian tersebut rumusan masalah pada penelitian ini yaitu fenomena gap antara kemampuan berhitung dan literasi keuangan individu dan adanya perbedaan

• Sebagai contoh bila dikatakan Percentile ke‐ 95 dari suatu pengukuran tinggi badan berarti bahwa 95% populasi merupakan data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah

Proses pengenalan karakter plat nomor kendaraan bermotor dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu akuisisi citra, pra proses yang meliputi grayscale, binerisasi, segmentasi,

Dari tiga kali hasil running pada kota L dengan 30 generasi didapatkan tiga nilai presentase coverage dengan tiga konfigurasi penempatan pemancar SFN yang berbeda-beda

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan dan luas mangrove di daerah penangkapan ikan, mengetahui hasil tangkap nelayan di kawasan mangrove

Berdasarkan hasil penelitian dengan data yang diperoleh maka dapat ditemukan beberapa catatatan penting akan peningkatan yang terjadi dari proses pemberian