• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANUAL LEI KEBIJAKAN LOGO / MEREK LEMBAGA EKOLABEL INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANUAL LEI KEBIJAKAN LOGO / MEREK LEMBAGA EKOLABEL INDONESIA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MANUAL LEI 22 - 01

KEBIJAKAN LOGO / MEREK

LEMBAGA EKOLABEL INDONESIA

BAB I. PENDAHULUAN

Visi Yayasan Lembaga Ekolabel Indonesia (YLEI) adalah menjadi organisasi yang memperjuangkan terselenggaranya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara berkelanjutan melalui sistem sertifikasi ekolabel yang kredibel. Untuk mencapai visi tersebut LEI mengembangkan sistem sertifikasi ekolabel di Indonesia.

Salah satu cara untuk mengenalkan sistem sertifikasi tersebut adalah melalui logo atau merek yang akan digunakan sebagai jaminan bahwa suatu produk telah memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan sumberdaya alam yang lestari.

Kebijakan logo yang dikembangkan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) untuk menjelaskan siapa yang berwenang memakai logo dan untuk tujuan apa logo digunakan. Selain itu, kebijakan logo juga menjelaskan siapa yang bertanggungjawab untuk memberikan, menyetujui dan mengawasi pemakaian logo.

Kebijakan logo LEI terbagi menjadi 3 bagian, yang meliputi :

2. Bagian pertama memberikan prinsip umum mengenai penggunaan, distribusi dan pengawasan penggunaan logo LEI.

3. Bagian kedua menjelaskan tentang pemakaian logo oleh pemegang sertifikat (Certificate Holders). Pengawasan terhadap pemakaian logo oleh pemegang sertifikat menjadi tanggungjawab lembaga-lembaga sertifikasi, pelatihan dan lembaga sertifikasi personel yang diakreditasi oleh LEI.

4. Bagian ketiga menjelaskan tentang pemakaian logo oleh bukan pemegang sertifikat (Non-Certificate Holders). Semua pemakaian tersebut adalah off-product dan pengawasannya adalah menjadi tanggung jawab lembaga akreditasi (LEI).

BAB II. PRINSIP UMUM

Sub-Bab 2.1. Pihak-pihak yang berhak menggunakan, mendistribusikan, dan mengawasi penggunaan logo LEI

Pihak-pihak yang mendapat mandat dari LEI untuk penggunaan, distribusi, dan mengawasi LOGO LEI adalah: 2. Lembaga Sertifikasi

3. Lembaga Pelatihan

4. Lembaga Sertifikasi Personel 2.1.1. Lembaga Sertifikasi

2.3.1.1. Lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi LEI (LEI Accredited Certification Bodies) adalah pihak-pihak yang menjalankan kegiatan sertifikasi menggunakan sistem LEI dan diberi mandat untuk menyetujui, mengendalikan dan memantau pemakaian logo dan merek LEI.

(2)

2.3.1.2. Lembaga Sertifikasi harus mengawasi penggunaan logo oleh lembaga/unit manajemen/unit usaha industri yang mendapatkan sertifikat ekolabel

2.3.1.3. Lembaga Sertifikasi harus mencatat dan mengawasi besaran volume produk yang menggunakan logo LEI dan dilaporkan kepada LEI sebagai bahan perhitungan besaran biaya untuk penggunaan logo LEI pada produk.

2.3.1. Lembaga Pelatihan

2.3.1.1. Lembaga Pelatihan yang telah diakreditasi oleh LEI adalah pihak-pihak yang mendapat mandat dari LEI untuk menyelenggarakan pelatihan yang memenuhi persyaratan sistem pelatihan LEI.

2.3.1.2. Lembaga Pelatihan sesuai dengan syarat-syarat persetujuan LEI harus mengawasi penggunaan logo dalam berbagai media atau produk yang digunakan untuk mendukung kegiatan pelatihan. Jenis media yang sering digunakan adalah Sertifikat kualifikasi, Training Kit, yang terdiri dari : tas, ballpoint, pensil, penggaris, souvenir-souvenir.

2.1.3. Lembaga Sertifikasi Personel (LSP)

2.3.1.1. LSP yang telah di akreditasi oleh LEI adalah pihak-pihak yang mendapat mandat LEI untuk menjalankan registrasi personel, pengujian kompetensi personel, dan melakukan pengawasan personel bersertifikat.

2.3.1.2. LSP sesuai dengan syarat-syarat persetujuan LEI harus mengawasi penggunaan logo dalam berbagai media dan digunakan untuk mendukung kegiatan sertifikasi dan registrasi personel. Jenis media yang sering digunakan adalah Sertifikat kompetensi, peralatan uji kompetensi, peralatan pendukung lain seperti: tas, ballpoint, pensil, penggaris, souvenir-souvenir.

Sub-Bab 2.2. Pemakaian Logo LEI oleh Pemegang Sertifikat (certificate holders)

2.3.1. Penggunaan logo pada produk (on-product), dimana logo LEI dapat dipakai pada produk dan

pembungkus produk. Pemakaian utama logo LEI adalah untuk mempromosikan produk yang berasal dari sumberdaya alam yang dikelola secara lestari.

2.3.2. Penggunaan logo pada non product (off-product), dimana logo LEI dapat dipakai oleh

pemegang sertifikat dalam brosur, selebaran, iklan-iklan, promosi, dan pada prospektus dan laporan perusahaan, dan sebagainya.

2.3.3. Logo LEI juga dapat dipakai oleh pemegang sertifikat untuk mempromosikan hubungannya dengan LEI, atau dukungan dari LEI serta menyebarkan informasi dalam organisasi mereka tentang LEI. 2.3.4. Lembaga sertifikasi, LSP dan Lembaga Pelatihan bertanggung jawab atas pengeluaran logo LEI

pada pemegang sertifikat, dan untuk penyetujuan, pengendalian dan pemantauan pemakaiannya. 2.3.5. Perincian kebijakan logo LEI tentang pemakaian logo oleh pemegang sertifikat ada pada BAB III

(3)

Sub-Bab 2.3. Pemakaian Logo LEI oleh Bukan Pemegang Sertifikat (non-certificate holders)

2.3.1. Logo dapat dipakai oleh pihak-pihak yang bukan pemegang sertifikat seperti Media massa, LSM, Pemerintah, lembaga pendidikan dan lain-lain, untuk tujuan ilustrasi artikel-artikel, ceramah, dan percakapan tentang LEI dan sertifikasi hutan, serta kegiatan serupa yang bersifat tidak komersial. 2.3.2. Logo dapat dipakai oleh lembaga sertifikasi guna mengiklankan dan memasarkan jasa sertifikasi

mereka melalui akreditasi LEI, dan hubungan mereka dengan LEI.

2.3.3. Logo LEI dapat dipakai off-product oleh penjual eceran, penjual borongan dan lain-lain guna mempromosikan penjualan produk yang sudah diberi logo LEI. .

2.3.4. Lembaga Akreditasi (LEI) bertanggung jawab atas keluarnya logo LEI kepada bukan pemegang sertifikat, untuk penyetujuan, pengendalian dan pemantauan pemakaiannya.

2.3.5. Perincian kebijakan tentang pemakaian logo LEI oleh bukan pemegang sertifikat ada pada BAB IV dokumen ini.

Sub-Bab 2.4. Paket Standar Logo LEI (PSL)

2.3.1. Logo LEI yang dikeluarkan untuk tujuan komersial, seharusnya dikeluarkan berdasarkan Paket

Standar Logo LEI (PSL). Satu PSL ini dibuat untuk memudahkan pembuatan standar format logo

yang sesuai dengan Manual Logo LEI.

2.3.2. Pemakaian komersial meliputi pemakaian oleh pemegang sertifikat, pengusaha, penjual eceran, penjual borongan, Lembaga Pelatihan, dan lembaga Sertifikasi personel.

2.3.3. Pemakaian komersial juga meliputi semua pemakaian yang dimaksud untuk memasarkan atau mempromosikan jasa atau produk. Dengan demikian meliputi semua pemakaian untuk tujuan tersebut oleh lembaga-lembaga sertifikasi.

2.3.4. PSL memasukkan:

2.3.4.1. Reproduksi berkualitas copy cetakan Logo LEI.

2.3.4.2. Beberapa reproduksi berkualitas contoh Logo LEI dalam Compact Disc (CD)

2.3.4.3. Satu copy Dokumen Manual Logo LEI (MLL) dan Kebijakan Logo LEI (KLL) untuk Pemegang Sertifikat atau Buku MLL untuk Non Pemegang Sertifikat.

2.3.4.4. Satu set stempel logo LEI (Palu Tok logo LEI, dan Cap press bakar logo LEI) lengkap dengan nomor registrasinya (ID) yang digunakan oleh unit usaha industri.

2.3.5. Besarnya biaya 1 PSL LEI ditetapkan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh LEI.

2.3.6. Lembaga sertifikasi dapat mempersiapkan secara khusus bahan sosialisasi dalam penerapan logo LEI.

2.3.7. Lembaga sertifikasi dapat memasukkan bahan tambahan seperti surat pengantar yang menjelaskan secara ringkas persyaratan yang dibutuhkan.

2.3.8. Setiap PSL membawa kode khusus (safety code) yang harus dipakai pada setiap pemakaian Logo LEI, baik on-product maupun off-product .

(4)

2.3.9. Hanya Lembaga Akreditasi (LEI) dan lembaga-lembaga sertifikasi yang diakreditasi LEI yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan PSL.

2.3.10. PSL dikeluarkan secara sentral oleh Lembaga Akreditasi (LEI) dan diberikan pada lembaga-lembaga sertifikasi pada waktu dimintakan. Lembaga Akreditasi (LEI) akan minta ongkos untuk Pack tersebut sesuai dengan harga pokok.

Sub-Bab 2.5. Paket Kecil Logo LEI (PKL)

2.3.1. Jika logo LEI dikeluarkan untuk penggunaan non-komersial, maka harus dalam bentuk PKL. 2.3.2. PKL berisi :

2.3.2.1. Reproduksi berkualitas contoh cetakan Logo LEI.

2.3.2.2. Contoh-contoh reproduksi berkwalitas Logo LEI dalam Compact Disc (CD). 2.3.2.3. Surat pengantar yang menjelaskan syarat-syarat untuk pemakaiannya. 2.3.2.4. Satu set dokumen MLL dan KLL

2.3.3. PKL diproduksi secara sentral oleh Lembaga Akreditasi (LEI) dan akan diberikan pada pihak-pihak yang telah mendapat persetujuan.

2.3.4. Pemakai hanya diminta ongkos produksi untuk penyediaan PKL.

Sub-Bab 2.6. Biaya Penggunaan Logo

2.6.1. Biaya-biaya dalam penggunaan logo LEI meliputi : 2.6.1.1. Biaya pembelian paket standard logo (PSL);

Biaya untuk paket standard logo diberlakukan kepada lembaga sertifikasi, yang besaran biayanya akan ditetapkan berdasarkan kontrak perjanjian penggunaan logo.

2.6.1.2. Biaya penggunaan logo pada produk sertifikasi;

Biaya penggunaan logo LEI pada produk sertifikasi dihitung berdasarkan besarnya satuan produksi dan ditetapkan dalam kontrak perjanjian penggunaan logo. Biaya tersebut harus dibayarkan di awal perjanjian.

2.6.1.3. Biaya penggunaan paket kecil logo (PKL);

Biaya penggunaan paket kecil logo diberlakukan kepada lembaga sertifikasi personel, lembaga pelatihan, dan lembaga/badan non-komersial.

2.6.1.4 Besarnya standard biaya sebagaimana tersebut di atas (2.6.1.1; 2.6.1.2; dan 2.6.1.3) dapat dilihat pada lampiran

Sub-Bab 2.7. Tanggung jawab pengeluaran Logo LEI

2.3.1. LEI berkewajiban untuk melakukan kontrol terhadap semua PSL melalui penggunaan nomor identifikasi tertentu (safety code) untuk pemakaian sendiri oleh lembaga-lembaga sertifikasi dalam bentuk tunggal maupun borongan (pesanan) dengan harga yang ditentukan.

2.3.2. Lembaga sertifikasi bertanggung jawab untuk pengeluaran PSL kepada pemegang sertifikat yang telah mendapatkan sertifikat.

(5)

2.3.3. Lembaga Akreditasi (LEI) bertanggung jawab atas pengeluaran PSL kepada bukan pemegang sertifikat untuk pamakaian komersial dan PKL untuk pemakaian non-komersial.

2.3.4. Lembaga sertifikasi dapat menarik ongkos dari pemakai dengan harga nominal PSL yang telah ditentukan LEI dan tidak boleh minta lebih dari harga tersebut.

Sub-Bab 2.8. Tanggung jawab untuk menyetujui dan memantau pemakaian Logo LEI

2.3.1. Lembaga sertifikasi bertanggung jawab atas persetujuan dan pemantauan pemakaian logo LEI oleh pemegang sertifikat. Lembaga sertifikasi harus menjalankan pemantauan khusus melalui kontrak (ijin khusus) di luar surveillance.

2.3.2. Lembaga Akreditasi (LEI) bertanggung jawab atas persetujuan dan pengendalian pemakaian logo LEI oleh non pemegang sertifikat.

2.3.3. Lembaga Akreditasi (LEI) bertanggung jawab atas persetujuan dan pemantauan logo LEI oleh semua pemakai lain dan lembaga-lembaga sertifikasi, dan mempunyai tanggung jawab secara keseluruhan untuk pengendalian pemakaian logo.

2.3.4. Lembaga sertifikasi diharuskan melapor pemakaian merek dagang oleh pemegang sertifikat yang belum disetujui dan belum menyesuaikan diri pada Lembaga Akreditasi (LEI). Sekretariat akan mengevaluasi bahan untuk mempertimbangkan tindakan apa yang harus diambil seterusnya, termasuk tindakan hukum apabila diperlukan.

2.3.5. Logo LEI adalah bahan hak cipta dan merek dagang yang terdaftar secara nasional dan internasional (telah mendapat pengesahan dan perlindungan dari Direktorat Jendral Hak kekayaan Intelektual (HAKI). Huruf awal LEI dan judul ‘Lembaga Ekolabel Indonesia” juga adalah Merek dagang yang juga terdaftar. Hak cipta dan merek dagang adalah milik Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Pemakaian tanpa izin dilarang dan akan dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. LEI berhak untuk mangambil tindakan hukum terhadap siapapun yang memperbanyak atau menyalin Logo LEI dalam bentuk apapun tanpa diberikan kuasa terlebih dahulu oleh salah satu dari badan-badan berwewenang yang telah disebut dalam petunjuk ini.

2.3.6. Mitra kerja LEI (Forum Komunikasi Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Asosiasi Pengusaha, Pakar, penilai lapangan, dan masyarakat luas) dimohon memberitahu pada Lembaga Akreditasi (LEI) tentang pemakaian nama LEI, huruf awal atau logo yang terlihat tidak benar atau meragukan. Mitra kerja LEI dapat mengajukan pula keterangan yang dapat menunjang seperti asal, tanggal pemakaian, dan lainnya, seharusnya diajukan pada Lembaga Akreditasi (LEI). Sekretariat akan mengevaluasi bahan untuk mempertimbangkan tindakan selanjutnya yang harus diambil, termasuk tindakan hukum, apabila diperlukan.

Sub-Bab 2.9. Sertifikat-sertifikat

2.3.1. Lembaga-lembaga sertifikasi dapat mengeluarkan beberapa macam sertifikat LEI : sertifikat pengelolaan hutan alam produksi lestari; sertifikat pengelolaan hutan tanaman lestari; sertifikat pengelolaan hutan berbasis masyarakat, sertifikat lacak produk (chain of custody); dan sertifikat yang digabungkan dengan chain of custody (dalam satu paket).

2.3.2. Sertifikat pengelolaan hutan memberi suatu garansi bahwa pengelolaan hutan yang telah ditetapkan di dalam sertifikat sudah sesuai dengan Standard penilaian LEI.

(6)

2.3.3. Sertifikat lacak produk (chain of custody) memberi jaminan bahwa sumber dari bahan dalam satu produk datang dari hutan yang lulus sertifikasi. Sertifikat chain of custody memberi hak pada pemegang sertifikat untuk menyediakan produk-produk yang telah mempunyai sertifikat. Produk-produk dapat diklasifikasi sebagai pemasukkan yang telah disertifikasi untuk pembuatan berikutnya, dan apabila syarat-syarat untuk labeling LEI telah dipenuhi (lihat bagian 3.1.3: ‘tuntutan hak berdasarkan prosentasi’) produk-produk tersebut dapat diberi label dengan logo LEI. Pemegang sertifikat chain of custody mempunyai hak untuk menggambarkan produk-produk tersebut dalam faktur-faktur dan di tempat lain sebagai produk yang telah diberi sertifikasi, atau sebagai produk yang mempunyai prosentasi minimal yang telah ditetapkan untuk bahan sertifikasi.

2.3.4. Tanpa ada dua sertifikat atau sertifikat bersama pengelolaan sumber daya alam dan sertifikat chain of custody (termasuk kayu bulat), suatu produk tidak dapat diberi label oleh pengelola sumberdaya alam maupun pembeli berikutnya atau pengusaha.

Sub-Bab 2.10. Sistem Pengkodean

2.3.1. Pada waktu PSL diberikan pada lembaga-lembaga sertifikasi untuk didistribusikan, paket tersebut akan diberikan kode (safety code) yang dibuat oleh LEI.

2.3.2. Orang yang memberikan PSL harus melengkapi informasi berikutnya di kotak tercetak di dalam paket:

2.3.2.1. Nama organisasi atau institusi dan orang yang diberikan PSL 2.3.2.2. Tanggal, bulan dan tahun pemberian;

2.3.2.3. Kode sertifikat registrasi (untuk pemegang sertifikat) berupa safety code atau Kode Identifikasi LEI (untuk bukan pemegang sertifikat);

2.3.2.4. Nama pihak yang berwenang mengeluarkannya (misalnya, nama lembaga sertifikasi); 2.3.2.5. Nama orang yang mengeluarkan PSL;

2.3.2.6. Tanda tangan orang yang mengeluarkan PSL.

2.10.3. Kode-kode registrasi sertifikat ditetapkan dan dikeluarkan hanya oleh LEI. Kode tersebut mempunyai tiga bagian:

2.3.1.1. surat-surat referensi dari lembaga sertifikasi yang mengeluarkan; 2.3.1.2. jenis sertifikasi;

2.3.1.3. pengenalan khusus yang ditentukan oleh lembaga sertifikasi.

2.10.4. Adapun beberapa macam sertifikat yang dimungkinkan: Tipe PHPL untuk sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari; CoC untuk sertifikat lacak produk atau chain of custody, PHPL-CoC untuk sertifikat bersama pengelolaan hutan lestari dan chain of custody, PHTL-CoC untuk sertifikat bersama pengelolaan hutan tanaman lestari dan chain of custody, CBFM-CoC untuk sertifikat bersama pengelolaan hutan berbasis masyarakat dan chain of custody.

2.10.5. Pengenalan khusus akan tergantung pada sistem intern atau kebijakan dari LEI. Dapat merupakan satu angka, atau suatu seri pendek dari angka-angka/atau huruf, misalnya ‘1234abc’. 2.3.1. Suatu contoh dari kode sertifikat registrasi mungkin adalah LEI-GGL-CoC-ABCD-1234abc untuk

sertifikat lacak produk LEI yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi GGL dengan sumber produk yang tersertifikasi ABCD untuk klien nomor 1234abc.

(7)

2.3.2. Kode Identifikasi LEI ditetapkan oleh Lembaga Akreditasi (LEI) untuk mengeluarkan PSL. Kode-kode tersebut memulai dengan huruf ‘LEI, diikuti dengan huruf-huruf (misalnya, SEKR untuk Lembaga Akreditasi (LEI)), dan empat angka nomor pengeluaran (misalnya, 1234). Contoh kode identifikasi yang lengkap adalah seperti berikut: LEI-SEKR-1234, untuk pak yang dikeluarkan oleh Lembaga Akreditasi (LEI).

2.3.3. Lembaga sertifikasi harus memilihara suatu catatan dengan nama dan alamat setiap organisasi atau orang yang telah diberi P SL dengan kode yang dikeluarkan. Lembaga Akreditasi (LEI) akan minta pembaharuan sewaktu-waktu dari daftar pemegang PSL dan akan memilihara suatu database secara sentral dari semua pemakai tercatat berikut kode masing-masing.

Sub-Bab 2.11. Pemakaian Kode

2.11.1. Setiap kali logo LEI dipakai oleh pemegang sertifikat atau non pemegang sertifikat yang sudah diberi paket logo, logo harus dipakai dengan kode yang tepat. Hal ini memudahkan lembaga-lembaga sertifikasi dan Lembaga Akreditasi (LEI) melakukan pengecekan terhadap para pemakai. Langkah ini juga memudahkan identifikasi terhadap para pemakai yang tidak berhak agar tindakan tepat dapat diambil guna terlindunginya hak setiap orang di LEI.

2.11.2. Perincian cara bagaimana registrasi kode sertifikat dengan Logo LEI, untuk on-product maupun off-product ada pada Kebijakan Logo LEI bagi Pemegang Sertifikat.

Sub-Bab 2.12. Perubahan atau kebijakan baru

2.3.1. Buku pedoman kebijakan ini memberi petunjuk umum mengenai cara pamakaian logo dalam keadaan tertentu. Situasi baru yang memerlukan interpretasi khusus dari petunjuk yang ada, atau pengembangan kebijakan baru masih dimungkinkan.

2.3.2. Jika terdapat keraguan terhadap pemakaian Logo LEI yang benar, pemegang sertifikat seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan LEI atau lembaga sertifikasi.

2.3.3. Sekretariat bertanggung jawab untuk menjamin bahwa lembaga-lembaga sertifikasi diberitahu tentang perubahan atau tambahan pada kebijakan pemakaian Logo LEI.

BAB III. PEMAKAIAN LOGO OLEH PEMEGANG SERTIFIKAT (CERTIFICATE HOLDERS)

Sub-Bab 3.1. Pemakaianon-product (pada produk)

2.3.1. Logo LEI dapat dipakai on-product hanya oleh pemegang sertifikat chain of custody atau pemegang sertifikat bersama pengelolaan sumberdaya alam dan chain of custody. Dalam semua kasus pemakaian tersebut harus sesuai dengan syarat-syarat untuk reproduksi grafis dari logo seperti digambarkan di dalam Manual Logo LEI (MLL) untuk Pemegang Sertifikat, dan harus disetujui oleh lembaga sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat.

2.3.2. Lembaga sertifikasi harus menjamin bahwa produk adalah salah satu dari kategori berikut:

A Produk kayu utuh dimana kayu disertifikasi oleh lembaga sertifikasi sebagai produk yang datang dari hutan yang dikelola secara lestari (certified).

(8)

B Produk non-kayu yang telah disertifikasi oleh lembaga sertifikasi sebagai produk yang datang dari hutan yang dikelola secara lestari (certified). Mohon berkonsultasi dengan Lembaga Akreditasi (LEI) untuk peryaratan tentang tuntutan-tuntutan hak berdasarkan prosentasi dan persyaratan yang berhubungan dengan labeling yang dikenakan pada produk non-kayu).

C Produk dipasang (seperti meubel, alat musik, dan lainnya termasuk kayu tripleks) dan produk-produk campuran (seperti papan serat, papan dari keping-keping kayu, bubur kayu dan kertas) dimana:

- tidak lebih dari 75% dari volume (untuk produk dipasang) atau dari berat (untuk produk campuran) adalah produk daur ulang atau serat non-kayu, dan

- paling sedikit, 70% dari volume (untuk produk dipasang) atau dari berat (untuk produk campuran) dari kayu dan/atau serat kayu murni yang terdapat didalam produk telah disertifikasi oleb lembaga sertifikasi sebagai produk yang datang dari hutan yang dikelola secara lestari (certified).

2.3.1 Tuntutan Hak berdasarkan prosentase (Kategori C di atas)

2.3.1.1. Apabila kurang dari 100% dari kayu atau serat dalam produk telah disertifikasi, prosentase minimum harus dibuktikan oleh lembaga sertifikasi berakreditasi LEI sebagai bagian dari evaluasi chain of custody. Prosentase minimum harus tercantum secara jelas pada label on-product, dan juga pada faktur atau gambaran produk. Perincian tentang persyaratan labeling ditetapkan dalam Panduan Penggunaan Logo LEI untuk Pemegang Sertifikat.

2.3.1.2. Dalam hal produk dipasang, hak prosentasi minimum harus dapat dikenakan pada kesatuan produk sendiri dan tidak pada seluruh macam produk. Dalam hal produk campuran, hak prosentase minimum harus dikenakan pada suatu satuan produksi unit tertentu (e.g. volume, sekumpulan, atau periode waktu).

2.3.1.3. Sertifikat chain of custody dapat dikeluarkan untuk produk yang berisi kurang dari persyaratan minimum tersebut dalam alinea 3.1.2 C di atas. Dalam kasus seperti ini, produk tidak boleh diberi Logo LEI akan tetapi prosentasi minimum dari bahan yang telah disertifikasi dapat disebut dalam faktur-faktur, dan prosentase ini dapat ditambah pada prosentase dari bahan sertifikasi yang nantinya akan dibuat dari bahan tersebut. Misalnya, bubur kayu dapat diberi sertifikasi dengan berisi 10% bahan sertifikasi. Kertas yang dibuat dari kayu bubur tidak dapat membawa Logo LEI. Tetapi, apabila kayu bubur tersebut dicampur dalam kwantitas yang sama dengan kayu bubur kedua yang 90% dari bahan sertifikasi, kertas yang dibuat dari campuran terseut dapat diberi Logo LEI, bersama quantitas minimum dari bahan sertifikasi (misalnya, 50%).

2.3.1.4. Definisi teknis dan masalah berikutnya akan diidentifikasi dan diatasi oleh suatu Techinical Working Group yang melaporkan pada Lembaga Akreditasi (LEI). Definisi teknis akan didasarkan pada definisi-definisi standar yang pernah dikembangkan oleh organisasi-organisasi nasional dan internasional. Masalah-masalah yang akan dicari pemecahan oleh kelompok kerja tersebut meliputi:

2.3.1.4.1. Cara menangani kayu daur ulang/dipakai kembali (e.g. dari pelbet lama, tiang telgrap, bangunan lama, dsb).

(9)

2.3.1.4.2. Cara menangani penjarangan, kayu dari pembukaan hutan, serbuk gergaji, dan sisa-sisa pengergajian. Sekarang semua bahan ini masih dianggap bahan mentah murni.

2.3.1.4.3. Cara manangani bahan pertanian (e.g. jerami, katun), dan bahan bukan dari kayu seperti potongan-potongan kain. Untuk sementara, bahan-bahan tersebut masih dianggap serat non-kayu.

2.3.1.4.4. Definisi-definisi tepat dari kesatuan produksi yang pantas (volume, sekumpulan, jangka waktu) dimana prosentase minimum akan dikenakan. 2.3.2. Dalam semua kasus, lembaga sertifikasi harus memeriksa dan menyetujui semua bukti dari

rencana pemakaian untuk menjamin bahwa petunjuk grafis dalam Panduan Penggunaan Logo LEI untuk Pemegang Sertifikat terpenuhi, sebelum pemakai mencetak rencana.

2.3.3. Khususnya, ungkapan on-product yang telah disetujui seperti “Kayu dalam produk ini datang dari hutan sertifikasi yang dikelola dengan baik sesuai dengan sistem sertifikasi Lembaga Ekolabel Indonesia” harus dimasukkan. Hal ini diperlukan baik untuk menjalaskan arti dari Logo (dan dengan demikian memenuhi keperluan internasional untuk pemakaian ‘Eco-label’), maupun untuk menyangkal tanggung jawab atas sifat-sifat lain dari produk. Dengan demikian mempunyai implikasi hukum penting untuk LEI. Ungkapan on-product alternatif dapat disetujui dengan melihat kasus per kasus oleh LEI. Ungkapan ini terdapat dalam beberapa bahasa (lihat Lampiran 1). 2.3.4. Proses pemberian persetujuan digambarkan dibawah (lihat Sub-Bab 3.4).

Sub-Bab 3.2. PemakaianOff-product

2.3.1. Logo LEI dapat dipakai off-product oleh semua pemegang sertifikat dalam laporan resmi, pengumuman pers, iklan-iklan, brosur, selebaran dan mekanisme pemasaran lainnya dan media. Dalam semua kasus, pemakaian tersebut harus disesuaikan dengan peraturan untuk reproduksi grafis dari logo seperti digambarkan dalam MLL untuk Pemegang Sertifikat dan harus disetujui oleh lembaga sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat.

2.3.2. Pemakaian product logo LEI oleh pemegang sertifikat harus memasukkan suatu ungkapan off-product yang telah disetujui seperti ‘Logo LEI mengidentifikasi hutan yang telah diberi sertifikasi sesuai dengan peraturan’ atau ‘Logo LEI mengidentifikasi produk yang berisi kayu dari hutan sertifikasi yang dikelola dengan baik sesuai dengan peraturan’. Hal ini diperlukan baik untuk menjelaskan arti dari logo (dan dengan demikian memenui paraturan international untuk pemakain 'eco-label' maupun menyangkal tanggung jawab untuk sifat-sifat lain dari produk. Dengan demikian mempunyai implikasi hukum penting untuk LEI. Ungkapan off-product alternatif dapat disetujui kasus per kasus oleh LEI.

2.3.3. Pemakaian off-product dari Logo LEI dapat disertai dengan tuntutan tentang pengelolaan hutan sertifikasi dan produk-produk dari hutan sertifikasi. Dalam semua kasus, tuntutan hak harus meliputi informasi dan data yang pantas.

2.3.4. Untuk kehutanan hal tersebut dapat meliputi informasi tentang areal tanah total yang dimiliki oleh penuntut hak, berapa besarnya areal yang telah disertifikasi, dan jadwal waktu untuk evaluasi berikut. Peraturan dasar tersebut adalah untuk menjamin bahwa tuntutan hak pemegang sertifikat

(10)

yang berhubungan dengan sertifikasi dan pengelolaan hutan adalah benar dan jujur. Tuntutan tidak akan membesar-besarkan areal yang disertifikasi. Sangat penting bahwa kalau pemilik hutan atau pengelolah bertanggung jawab atas areal hutan yang besar, harus jelas areal mana yang telah disertifikasi dan mana yang belum. Tuntutan tersebut juga tidak membesar-besarkan implikasi lingkungan hidup dari sertifikasi. Kata ‘berkelanjutan’ seharusnya dihindarkan—kata-kata seperti ‘dikelola dengan baik,’ dikelola dengan taggung jawab’ dan ‘pekerjaan mengurus hutan’ direkomendasikan. Harus ada perhatian untuk menjamin bahwa pemegang sertifikat tidak menyatakan secara tidak langsung bahwa lembaga sertifikasi atau LEI mengesahkan tuntutan hak apapun yang dibuat oleh pemegang sertifikat, tingkah laku dan kegiatan perusahaan yang mengelola hutan, atau aspek-aspek lain yang ada diluar jangkauan sistem sertifikasi.

2.3.5. Apabila seorang pengusaha atau leveransir mengiklankan beberapa macam produk hutan, harus jelas produk mana yang mempunyai sertifikasi dan mana yang belum. Apabila suatu produk mempunyai kurang dari 100% bahan sertifikasi, hal ini harus diungkapkan dengan jelas bersama dengan prosentase minimum yang telah disertifikasi. Pemasang iklan tidak boleh membesar-besarkan implikasi lingkungan hidup dari sertifikasi tersebut, misalnya dengan memberi kesan bahwa tehnik produksi mereka adalah ‘ramah lingkungan.’—sertifikat hanya menyebut bahwa produk terbuat dari kayu dari hutan yang dikelola dengan baik. Apabila perusahaan merancanakan untuk menjamin bahwa akan ada lebih banyak produk yang akan disertifikasi, harus jelas bahwa hal ini hanya suatu rencana dan belum tercapai. Rencana tersebut harus mempunyai jadwal, yang dapat dibuktikan oleh lembaga sertifikasi sebagai rencana yang masuk akal.

Sub-Bab 3.3. Pemakaian logo di website

2.3.1. Karena website seperti brosur, seluruh teks harus diperiksa oleh lembaga sertifikasi untuk menjamin bahwa eksistensi dari logo dalam teks dalam hubungan dengan areal atau produk yang disertifikasi tidak dipakai untuk penggambaran yang keliru di tempat lain di teks dan memberi kesan bahwa organisasi secara keseluruhan dan semua kegiatan operasional telah disertifikasi. 2.3.2. Dimana Logo LEI dipakai , harusnya tanda hak cipta juga dicantumkan.

2.3.3. Tuntutan hak atas hak cipta dengan ungkapan seperti “Tuntutan hak sertifikasi LEI hanya menunjuk operasional X dari perusahaan Y” harus kelihatan dibagian bawah halaman.

2.3.4. Seluruh website harus diperiksa dalam cara yang sama seperti brosur dan perubahan apapun dalam struktur website atau perubahan pada referensi LEI juga harus mempunyai persetujuan sebelumnya dari lembaga sertifikasi.

Sub-Bab 3.4. Prosedur Persetujuan

2.3.1. Prosedur persetujuan sama untuk pemakaian on-product dan off product dari logo LEI oleh pemegang sertifikat :

2.3.1.1. Pemegang sertifikat merencanakan bahan on-product dan off-product sesuai dengan petunjuk grafis yang ditunjukkan MLL untuk Pemegang Sertifikat.

2.3.1.2. Pemegang sertifikat menyerahkan cetakan percobaan kepada lembaga sertifikasi yang mengeluarkan sertifikat, sebelum bahan dibawa ke percetakan.

(11)

2.3.1.3. Lembaga sertifikasi memeriksa cetakan percobaan bersama peraturan LEI yang ditunjuk dalam MLL untuk Pemegang Sertifikat.

2.3.1.4. Apabila bahan cetakan percobaan tidak memenuhi peraturan LEI, lembaga sertifikasi memberi penjalasan secara tertulis atau lisan kepada pemegang sertifikat. Pemegang sertifikat merubah rencana, dan menyerahkan cetakan percobaan yang telah diubah. 2.3.1.5. Apabila lembaga sertifikasi telah setuju bahwa cetakan percobaan sudah memenui

peraturan LEI, lembaga sertifikasi memberi persetujuan pada pemegang sertifikat dan bahan tersebut dapat dibawa ke percetakan.

2.3.1.6. Lembaga sertifikasi mencatat dan menyimpan kopi dari bahan cetakan percobaan yang telah disetujui di tempat arsip yang sesuai bersama catatan tertulis persetujuan.

BAB IV. PEMAKAIAN LOGO OLEH BUKAN PEMEGANG SERTIFIKAT Sub-Bab 4.1. Mengiklankan atau mempromosikan produk dengan label LEI

2.3.1. Non pemegang sertifikat tidak diizinkan memakai logo LEI kecuali sudah ada persetujuan yang ditandatangani dengan mereka yang mengatur pemakaian logo LEI.

2.3.2. Logo LEI dapat dipakai oleh pedagang eceran, pedagang borongan dan lain guna mempromosikan penjualan hasil hutan yang telah mendapat label dengan logo LEI. Pemakaian semacam ini meliputi promosi dalam toko, poster-poster, stiker jendela, pamflet, iklan selembaran, dan lain-lain.

2.3.3. Pemakaian off-product semacam itu harus diikuti suatu ungkapan off-product yang disetujui seperti ‘Logo LEI mengidentifikasikan produk-produk yang berisi kayu dari hutan dikelolah dengan baik dan disertifikasi sesuai dengan peraturan.’. Hal ini diperlukan guna menjelaskan arti dari Logo (dan dengan demikian memenuhi persyaratan international untuk pemakaian ‘Eco-labels), maupun mengelakan tanggung jawab untuk sifat lain dari produk. Dengan demikian mempunyai implikasi hukum penting untuk LEI. Ungkapan off-product alternatif dapat disetujui secara kasus per kasus oleh LEI.

2.3.4. Semua pemakaian off product harus sesuai dengan peraturan untuk reproduksi grafis dari logo seperti digambarkan dalam Panduan Penggunaan Logo LEI oleh Non Pemegang Sertifikat, dan harus disetujui oleh Lembaga Akreditasi (LEI). Kode Identifikasi LEI untuk Paket Standar Logo LEI harus disertai.

2.3.5. Informasi yang diberikan dengan bahan off-product harus akurat dan harus lengkap dan mengarah secara jelas pada produk yang telah diberi label LEI.

2.3.6. Apabila suatu organisasi sedang mengiklankan dan mempromosikan berbagai produk hasil hutan, harus jelas produk yang mana yang telah disertifikasi dan mana yang belum. Informasi tersebut harus tidak memberi kesan, baik secara sengaja atau tidak disengaja bahwa organisasi-organisasi atau produk-produk yang tidak berhak atas label LEI seolah-olah telah didukung oleh LEI.

2.3.7. Pengakuan-pengakuan seharusnya tidak membesar-besarkan implikasi lingkungan hidup dari sertifikasi. Kata ‘berkelanjutan’ seharusnya dihindarkan; kata-kata seperti ‘dikelola dengan baik’,

(12)

dan ‘dikelolah dengan taggung jawab’ direkomendasikan untuk dipakai. Perhatian harus diberikan untuk menjamin bahwah pemasang iklan tidak memberi kesan bahwa lembaga sertifikasi atau LEI mendukung sifat apapun yang ada diluar jangkauan sertifikasi.

2.3.8. Badan/ lembaga yang diberi wewenang mengeluarkan Paket Standar Logo LEI harus memeriksa dan menyetujui semua cetakan percobaan dari rencana pemakaian guna menjamin bahwa petunjuk grafis yang telah ditetapkan dalam Panduan Penggunaan Logo LEI oleh Non Pemegang Sertifikat telah dipenuhi sebelum pemakai mencetaknya. Langkah-langka untuk memberi persetujuan telah digambarkan di bawah (lihat Sub-Bab 4.5).

2.3.9. Logo LEI seharusnya tidak direproduksi pada sampul dokumentasi apabila kesan yang akan diberikan adalah bahwa dokumen dikeluarkan atau disahkan oleh LEI. Pemakaian Logo LEI pada sampul dokumen pada umumnya memberi kesan bahwa LEI yang bertanggung jawab atas pengeluaran dokumen tersebut.

2.3.10. Dalam hal Logo LEI dipakai pada sampul dokumen, hubungan antara LEI dan organisasi yang memakai logo LEI harus diungkapkan secara jelas.

Sub-Bab 4.2. Lembaga sertifikasi akreditasi LEI

2.3.1. Logo LEI dapat dipakai oleh lembaga-lembaga sertifikasi dengan menambah kata “akreditasi” di bawah logo untuk mengiklankan dan memasarkan jasa sertifikasi akreditasi LEI dan hubungan mereka dengan LEI. Pemakaian tersebut meliputi pemakaian logo LEI pada alat tulis-menulis, brosur, selembaran, prospektus perusahaan, laporan, dsb.

2.3.2. Semua pemakaian tersebut harus memenui peraturan untuk reproduksi grafis dari logo seperti digambarkan dalam Panduan Penggunaan Logo LEI oleh Non Pemegang Sertifikat. Kode Identifikasi LEI untuk Paket Standar Logo LEI harus disertai. Syarat-syarat hukum yang berhubungan dengan pemakaian Logo LEI tercantum dalam perjanjian akreditasi yang ditandatangani oleh lembaga-lembaga sertifikasi pada waktu mendapat akreditasi.

2.3.3. Apabila suatu lembaga sertifikasi sedang mengiklankan atau mempromosikan berbagai jasa atau kegiatan, harus jelas jasa dan kegiatan mana yang ada di dalam jangkauan akreditasi LEI dan mana yang tidak. Informasi harusnya tidak memberi kesan, baik secara sengaja atau tidak disengaja, bahwa jasa-jasa di luar jangkauan akreditasi LEI telah didukung oleh LEI.

2.3.4. Apabila suatu lembaga sertifikasi mempunyai keraguraguan apakah rencana pemakaian sesuai dengan keperluan LEI, atau ada kemungkinan bahwa rencana tersebut akan menimbulkan kontroversi, pemakaian tersebut diserahkan ke Lembaga Akreditasi (LEI) dan menunggu persetujuan sebelum dibawa ke percetakan.

2.3.5. LEI menyatakan berhak dalam hal pemakaian yang tidak benar untuk meminta kesalahan tersebut dibenahi atau dihentikan sama sekali, dengan ongkos ditanggung oleh lembaga sertifikasi.

Sub-Bab 4.3. LSM, Lembaga Non-profit

2.3.1. Dalam konteks kegiatan promosi dan komunikasi di daerah geografis sendiri, Lembaga Akreditasi (LEI) dapat memberi kopi dari Logo LEI kepada LSM, dan lembaga non-profit lainnya dalam bentuk Paket Standar Logo LEI guna memberi gambar pada selembaran tentang LEI dan

(13)

sertifikasi hutan. Lembaga Akreditasi (LEI) harus memberi pemeriksaan visual dan membuktikan pemakaian bahan guna menjamin bahwa logo akan dipakai secara benar. Semua pemakaian tersebut harus sesuai dengan keperluan untuk reproduksi grafis dari logo sebagaimana digambarkan dalam Panduan Penggunaan Logo LEI oleh Non Pemegang Sertifikat.

Sub-Bab 4.4. Media dan Lembaga Pendidikan

2.3.1. Untuk pemakaian non-komersial, dalam konteks kegiatan promosi dan komunikasi di daerah geografis sendiri, Lembaga Akreditasi (LEI) dapat memberikan kopi dari Logo LEI pada media dan lembaga pendidikan untuk digunakan sebagai ilustrasi pada artikel-artikel tentang LEI dan sertifikasi hutan. Dalam hal tersebut, Logo LEI harus disebarluaskan dalam Paket Mini Logo LEI (lihat Sub-Bab 2.5 diatas). Sekretariat LEI sebaiknya menawarkan pemeriksaan visual dari pemakaian bahan guna menjamin bahwa logo tersebut telah dipakai secara benar.

2.3.2. Lembaga Akreditasi (LEI) diharapkan akan melaksanakan kewajiban dalam hal apakah pemakaian oleh perusahaan-perusahaan, misalnya anggota Kelompok Pembeli (Buyers Groups), dianggap pemakaian komersial atau bukan komersial. Selembaran-selembaran yang memprosikan produk-produk tertentu akan dianggap komersial.

Sub-Bab 4.5. Pemakaian Logo di Website/ Situs Internet

2.3.1. Non pemegang sertifikat tidak diizinkan memakai Logo LEI di website selama belum ada perjanjian yang ditandatangani yang mengatur pemakaian Logo LEI. Peraturan ini juga berlaku untuk pihak ketiga yang tidak mempunyai perjanjian dengan LEI.

2.3.2. Karena website dapat dianggap seperti brosur, seluruh teks harus diperiksa kembali oleh Lembaga Akreditasi (LEI) untuk menjamin bahwa keberadaan logo pada teks berhubungan dengan wilayah atau produk yang telah disertifikasi dan tidak dipakai untuk penyajian yang keliru dengan memberi kesan bahwa organisasi dan seluruh kegiatannya telah diberi sertifikasi.

2.3.3. Dimana Logo LEI dipakai, tanda hak cipta harus juga dicantumkan.

2.3.4. Tuntutan hak cipta dengan ungkapan “Tuntutan hak sertifikasi berlaku hanya untuk pekerjaan X perusahaan Y” harus terlihat di bagian bawah halaman.

2.3.5. Seluruh website harus diperiksa kembali seperti dengan pemeriksaan brosur dan perubahan apapun di dalam struktur website juga harus disetujui sebelumnya oleh Lembaga Akreditasi (LEI).

Sub-Bab 4.6. Prosedur Persetujuan

2.3.1. Persetujuan hanya diperlukan untuk pemakaian komersial seperti digambarkan di Sub-Bab 4.1 di atas untuk mendapat persetujuan.

2.3.1.1. Pemakai merencanakan off-product bahan yang diperlukan dengan mengikuti petunjuk yang ditentukan di Panduan Penggunaan Logo LEI oleh Non Pemegang Sertifikat. 2.3.1.2. Pemakai menyerahkan bahan cetakan percobaan pada Lembaga Akreditasi (LEI) yang

(14)

2.3.1.3. Lembaga Akreditasi (LEI) akan memeriksa bahan cetakan percobaan dengan syarat-syarat yang ditentukan di Panduan Penggunaan Logo LEI oleh Non Pemegang Sertifikat. 2.3.1.4. Apabila bahan cetekan percobaan belum memenuhi persyaratan, Lembaga Akreditasi

(LEI) memberi penjelasan secara lisan atau tertulis pada pemakai. Pemakai harus merevisi rencana dan menyerahkan kembali bahan cetakan percobaan yang telah direvisi.

2.3.1.5. Apabila bahan cetakan percobaan telah memenuhi persyaratan, Lembaga Akreditasi (LEI) memberi persetujuan pada pemakai dan bahan dapat dicetak.

2.3.1.6. Lembaga Akreditasi (LEI) mencatat salinan dari bahan cetakan percobaan yang telah disetujui pada tempat yang sesuai, bersama dengan suatu catatan tertulis tentang persetujuan.

BAB V. BEBERAPA STUDI KASUS Sub-Bab 5.1. Pendahuluan

2.3.1. Petunjuk penggunaan logo LEI dimaksudkan untuk memudahkan pemakaian Logo LEI yang konsisten dan tanpa masalah. Namun petunjuk tidak dapat mencakup setiap kemungkinan pemakaian. Lembaga-lembaga sertifikasi dan Lembaga Akreditasi (LEI) diharapkan menjawab dengan cara mudah disesuaikan pada waktu menemukan situasi baru dan menantang. Bagian ini menyajikan beberapa kasus dengan memperlihatkan bagaimana kasus-kasus tersebut telah diatasi di masa lampau.

2.3.2. Di setiap situasi baru dimana lembaga sertifikasi merencanakan untuk meringankan persyaratan yang telah ditentukan di Petunjuk Logo LEI, persetujuan seharusnya diminta dari Lembaga Akreditasi (LEI) sebelum mengeluarkan persetujuan untuk pemakaiannya.

Sub-Bab 5.2. Pemakaian Logo pada Produk-Produk kecil

5.2.1. Jika pengusaha ingin mamakai Logo LEI pada samping pensil dari kayu. Pensil tersebut harus kurang dari 10 mm dalam ukuran penggaris, dan tidak ada tempat untuk ungkapan on-product. 5.2.2. Sudah jelas ada alasan-alasan praktis bahwa petunjuk logo tidak dapat diikuti secara sempurna.

Dalam keadaan seperti ini, logo tidak bisa dipakai dalam ukuran lebih kecil dari 10mm. Ungkapan on-product tidak perlu dicantumkan pada pensil-pensil sendiri. Perusahaan dimohon supaya memasukkan Logo LEI dalam ukuran yang lebih besar, bersama ungkapan on-product pada kemasan besar atau pada selebaran yang diberikan dengan pensil.

Sub-Bab 5.3. Tanggung Jawab untuk mencetak label

2.3.1. Pengawasan chain of custody harus menangani pengawasan sampai pada pencantuman label-label yang dicetak pada produk yang telah diberi sertifikasi. Ini meliputi jaminan bahwa label-label-label-label yang membawa logo LEI tidak dicantumkan pada produk-produk yang tidak mempunya sertifikat. Pemegang sertifikat chain of custody harus mempunyai sistem terjamin untuk mencantumkan label

(15)

pada produk. Jangkauan evaluasi chain of custody meliputi perhatian pada rencana pencetakkan dan pencantuman label. Secara teknis, klien harus merencanakan suatu cara untuk mengatasi masalah dan lembaga sertifikasi harus memastikan bahwa cara mengatasi masalah tersebut telah memuaskan. Dalam prakteknya, sebaiknya lembaga sertifikasi dan klien (pengusaha) harus mencari solusi yang memuaskan.

2.3.2. Dalam hal seperti ini, ada dua solusi yang mungkin dapat dilaksanakan:

2.3.2.1. Pengusaha dapat meneruskan Paket Standar Logo LEI pada percetakan dengan instruksi bahwa petunjuk untuk reproduksi grafis Logo LEI harus diikuti dan cetakan percobaan dari label harus diserahkan pada pengusaha sebelum dicetak. Dengan cara demikian, pengusaha dapat mohon persetujuan resmi dari lembaga sertifikasi sebelum memberi persetujuan pada percetakan untuk meneruskan pencetakan label.

2.3.2.2. Sebagai alternatif, lembaga sertifikasi dapat menyetujui pengusaha untuk berhubungan langsung dengan pengecer atau percetakan yang dipakai oleh pengecer. Percetakan dapat menyerahkan salinan dari cetakan percobaan label pada lembaga sertifikasi langsung untuk mendapatkan persetujuan resmi sebelum bahan akan dicetak.

2.3.1 Pada dua kasus diatas seharusnya sudah jelas bahwah suatu sistem pengawasan yang cukup memadai merupakan persyaratan sertifikasi chain of custody. Kode pendaftaran sertifikat chain of custody dari pengusaha harus dicetak pada label, dan pengusaha akan menghadapi risiko apabila produk-produk salah label.

2.3.2 Dalam kasus seperti ini, lembaga sertifikasi dapat memutuskan untuk mengeluarkan Paket Standar Logo LEI yang kedua. Dalam kasus ini, paket logo yang kedua harus mempunyai nomor pendaftaran sertifikat yang sama dengan yang pertama. Lembaga sertifikasi harus mencatat nama dan perincian perjanjian dari dua pemegang paket.

Sub-Bab 5.4. Logo LEI pada kayu bundar/kayu gergaji

2.3.1. Perusahaan pengelolaan hutan mempunyai sertifikat bersama pengelolaan hutan dan sertifikat chain of custody. Perusahaan yang ingin memakai Logo LEI pada kayu bundar akan dibuat dalam bentuk stensil dicat. Pemakaian stensil tidak memungkinkan ungkapan on-product direproduksi.

2.3.2. Ada alasan teknis yang jelas mengapa ungkapan on-product tidak dapat di reproduksi. Pemakaian ungkapan ‘on-product’ dapat ditiadakan. Namun demikian, nomor pendaftaran sertifikasi harus dimasukkan.

2.3.3. Keadaan yang sama telah timbul dengan kayu digergaji kasar dengan sertifikasi chain of custody. Mengenai kayu bundar, lembaga sertifikasi mengizinkan pemakaian Logo LEI dengan nomor registrasi sertifikasi dan syarat untuk pemakaian ungkapan ‘on-product’ ditiadakan.

Sub-Bab 5.5. Gabus

2.3.1. Banyak produk seperti papan pengumuman dibuat dengan gabus. Gabus telah digolongkan oleh LEI sebagai hasil hutan bukan kayu. Ini mengikuti penggolongan yang dipakai oleh FAO.

(16)

2.3.2. Sebagai produk bukan kayu, pada saat ini, gabus tidak termasuk dalam definisi ‘kayu’ untuk maksud labeling LEI. Prosentase gabus dalam produk tidak termasuk dalam perhitungan prosentase kayu dalam produk. Misalnya, papan pengumuman dengan belakang gabus dengan bingkai dari 100 % kayu sertifikasi dapat memakai LEI label walupun lebih dari 30% dari volume produk tersebut adalah gabus.

2.3.3. Untuk menghindari kemungkinan bahwa pembeli kebingungan, label seharusnya menjelaskan bahwa pernyataan berlaku hanya pada kayu dan bukan pada gabus di dalam produk.

Kasus-Kasus akan ditambah pada waktu ada yang terpecahkan.

BAB VI. DEFINISI Produk-produk dipasang :

Produk-produk yang dibuat dari dua atau lebih potongan kayu padat dipasang bersama untuk membentuk produk baru. Contoh contoh adalah meubel, satuan rak, alat musik, tripleks, kayu keras yang dilaminasi, papan blok.

Hasil sambilan :

Produk dari pengolahan kedua atau belakangan, misalnya sesudah penggergajian. Produk-produk tersebut dapat dihasilkan dari pembuatan papan panel, bangunan gedung, dll. Produk-produk dapat terdiri dari salah/sisa potong, serbuk gergaji, sisa potong racikan kayu halus, kayu atau papan panel. Semua digolongkan pada Golongan B, atau bahan netral. Mill broke atau co-produk pengergajian tidak termasuk Golongan ini. Perbedaan antara hasil sambilan dan co-produk memerlukan perhatian yang hati-hati di tempat-tempat pengolahan terintegrasi, misalnya pabrik meubel dimana pengolahan kayu bundar dan produksi meubel diadakan di satu tempat. Sekias dengan “kayu daur ulang dan serat kayu sebelum dikonsumpsi.” Produk keping dan serat :

Semua produk yang memakai kayu pemasukan yang dikeping atau dijadikan serat. Termasuk sebagai produk tersebut adalah bubur kayu, kertas, kertas karton, papan partikel, dan papan keping.

Kayu Apung :

Kayu yang telah terapung di air tanpa sengaja, tidak termasuk kayu bundar yang dengan sengaja dirakit, diapung dan diangkut melalui air. Digolongkan di golongan B, bahan netral. Penjelasan lebih lanjut mengenai golongan ini dapat diperlukan pada waktu masalah ini ditemui dalam praktek.

Kayu Daur Ulang dan Kayu Serat Setelah Dipakai :

Bekas pemakaian kertas domestik, rumah, atau kantor dan bahan kayu yang diperoleh kembali, misalnya bekas pembongkaran, pelbet lama, tiang-tiang, meubel bekas. Digolongkan dalam Golongan B, bahan netral.

Kayu Daur Ulang dan Kayu Serat Sebelum Dipakai :

(17)

Co-produk Penggergajian :

Produk yang dihasilkan dari pengolahan pertama kayu bundar, termasuk salah/sisa potong, kayu bubur dan kulit kayu yang dihasilkan pada waktu penggergajian. Perbedaan antara hasil sambilan dan co-produk akan memmerlukan perhatian khusus di tempat-tempat pengolahan, misalnya dimana pabrik meubel mengolah kayu bundar dan memproduksi meubel di satu tempat.

Produk Kayu Padat :

Satu batang kayu yang padat, seperti kayu bundar, balok, papan, sendok kayu Penjarangan :

Pohon-pohon yang dibuang sebelum panen terakhir untuk meningkatkan perkembangan dan kwalitas dari kayu yang tersisa, atau untuk memberi penghasilan ekonomi dari hutan dalam beberapa tahap. Satu tingkat kayu bundar, di Golongan A atau C.

Kayu Kota :

Pohon-pohon dan kayu dari lingkungan kota, termasuk kayu dari jalan, taman dan kebon. Arboricultural arisings. Digolongkan dalam Golongan B, sumber netral, kecuali dari sumber y ang disertifikasi LEI, dalam hal tersebut di Golongan A.

(18)

Lampiran 1: Terjemahan Terminologi dan Ungkapan

Bahasa LEI ungkapanon-product ungkapanoff-product

Indonesia Lembaga Ekolabel Indonesia

Kayu dalam produk ini adalah kayu dari hutan-hutan yang dikelola dengan baik dan secara

independen, telah

disertifikasi sesuai dengan syarat-syarat dari Lembaga Ekolabel Indonesia

Merek Dagang dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) membuktikan bahwa kayu yang dipakai untuk membuat produk datang dari hutan yang dikelola dengan baik sesuai dengan lingkungan hidup, sosial dan ekonomi yang kuat. Hutan asal dari kayu telah secara independen dan dievaluasi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kriteria untuk mengelolah hutan yang telah disepakati dan disetujui oleh LEI adalah suatu lembaga non-profit internasional yang beranggota kelompok-kelompok lingkungan hidup dan social dan ilmu kehutanan yang maju, dan perusahaan-perusahaan pengecer kayu. ATAU

Logo LEI mengidentifikasi hutan-hutan yang telah disertifikasi sesuai dengan peraturan-peraturan Lembaga Ekolabel Indonesias.

ATAU

Logo LEI mengidentifikasi hasil hutan yang berisi kayu dari hutan-hutan yang dikelolah dengan baik dan disertifikasi sesuai dengan syarat-syarat Lembaga Ekolabel Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Hal-hal yang menjadi faktor penghambat terlaksananya pembinaan iman bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Wirogunan Yogyakarta adalah waktu yang disediakan oleh

Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan yang terdiri dari perwakilan penduduk desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah,

Langkah terakhir yang dilakukan adalah menambahkan nama package project Aplikasi Semaphore dan menentukan Android SDK minimal yang dapat

Oral Health-Related Quality of Life in Complete Denture Wearers.. Depending on Their Socio-Demographic Background, Prosthetic-Related Factors and

Puskesmas di Kabupaten banyumas memiliki persepsi positif terhadap peran Apoteker yang berarti semua kepala Puskesmas setuju dengan peran Apoteker tentang

Karya seni audio visual Program Dokumenter Televisi “Ayo Budhal!” dengan Banyuwangi sebagai Objek Wisata Pilihan bertujuan untuk mengenalkan daerah wisata potensial di

Tujuan penelitian ini adalah 1) Untuk mengetahui pengaruh advertising terhadap keputusan pembelian, 2) Untuk mengetahui pengaruh brand awareness terhadap keputusan