(Skripsi)
OLEH
Nama : Veronica Ratna Damayanti
NPM : 0641031138
No Telp : 085768626569
Email : fingerprint_sensor@yahoo.co.id
Pembimbing I : R. Weddie Andriyanto, S.E., M.Si, CPA Pembimbing II : Basuki Wibowo, S.E., Akt
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2012
ABSTRAK
ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA
DENGAN ASPEK PERPAJAKAN
Oleh
Veronica Ratna Damayanti
Perusahaan memiliki tujuan untuk memperoleh laba dalam setiap kegiatan operasionalnya. Dalam menunjang kegiatan operasional perusahaan, dana memegang peranan penting. Dana dalam perusahaan digunakan sebagai alat investasi melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan salah satunya digunakan untuk membeli aset tetap. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perlakuan akuntansi atas perolehan aset tetap dan untuk mengetahui perlakuan perpajakan atas perolehan aset tetap. Perolehan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan pembelian secara tunai, pembelian kredit, sewa guna usaha (leasing), dan pertukaran. Entitas harus mengalokasikan jumlah aset tetap yang dapat disusutkan secara sistematis selama umur manfaat. Penyusutan dimulai ketika suatu aset tetap tersedia untuk digunakan. Menurut akuntansi baik berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS, pada dasarnya masa manfaat suatu aset tetap berdasarkan keputusan dari manajemen.
Perlakuan akuntansi berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS atas pertukaran aset tetap sejenis tidak mengakui adanya laba pertukaran, sedangkan menurut perpajakan pertukaran aset tetap sejenis ataupun tidak sejenis mengakui adanya laba pertukaran. Perlakuan akuntansi berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS atas sewa guna usaha (leasing), penyusutan dilakukan sejak aset tetap diperoleh. Dalam perpajakan selama hak opsi belum digunakan, semua biaya dicatat dalam akun biaya aktiva leasing. Setelah hak opsi membeli digunakan, entitas dapat melakukan penyusutan berdasarkan nilai sisa atas aset tetap leasing tersebut. Dalam SAK IFRS mengharuskan entitas melakukan penilaian kembali berdasarkan nilai wajar, sedangkan SAK ETAP tidak diperkenankan melakukan penilaian kembali terhadap aset tetap. Penilaian kembali aset tetap dalam SAK IFRS dapat menimbulkan kenaikan nilai wajar. Menurut perpajakan selisih lebih nilai wajar dari penilaian kembali dikenakan PPh final sebesar 10%. Dalam SAK IFRS dan SAK ETAP mengakui adanya penurunan nilai aset tetap, sedangkan dalam perpajakan tidak mengakui adanya penurunan nilai aset tetap.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Dalam hal pengadaan barang modal, ada beberapa alternatif pembiayaan yang bisa dilakukan oleh perusahaan. Pembiayaan dari sumber internal dan pembiayaan dari sumber eksternal. Pembiayaan dari sumber internal dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, diantaranya adalah laba ditahan, modal saham, dan lain-lain. Sedangkan pembiayaan dari sumber eksternal berasal dari luar perusahaan.
Aset tetap merupakan barang modal yang berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Pertukaran aset tetap dibagi menjadi pertukaran dengan aset sejenis dan tidak sejenis. Dalam pertukaran dengan aset sejenis tidak mengakui adanya laba
pertukaran, sedangkan di dalam pertukaran aset tidak sejenis mengakui adanya laba pertukaran. Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease) yaitu apabila dalam transaksi perusahaan lessor bertindak sebagai pihak yang membiayai barang modal dimana secara berkala lessor menerima pembayaran sewa guna usaha dari lessee dan di akhir masa sewa terdapat hak opsi bagi lessee.
Perlakuan tersebut di atas adalah perlakuan yang biasa terjadi pada akuntansi komersial berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS, perlakuan untuk perpajakan
tentunya memiliki perbedaan dikarenakan adanya ketentuan-ketentuan perpajakan yang secara khusus mengaturnya. Adanya perbedaan tersebut memotivasi penulis untuk mencoba meneliti bagaimana perlakuan akuntansi perpajakan atas transaksi perolehan aset tetap.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis mengambil judul : “ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perlakuan akuntansi atas perolehan aset tetap? 2. Bagaimanakah perlakuan perpajakan atas perolehan aset tetap?
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah perolehan aset tetap dengan cara pembelian tunai, pembelian kredit, sewa guna usaha (leasing), dan pertukaran.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perlakuan akuntansi atas perolehan aset tetap. 2. Untuk mengetahui perlakuan perpajakan atas perolehan aset tetap.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perlakuan Akuntansi Pajak
2.1.1 Pengertian Akuntansi
Akuntansi adalah aktivitas jasa. Fungsinya adalah untuk menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, tentang entitas (kesatuan) usaha yang dipandang akan bermanfaat dalam pengambilan keputusan ekonomi dalam menetapkan pilihan yang tepat di antara berbagai alternatif tindakan.
2.1.2 Pengertian Akuntansi Pajak
Akuntansi pajak tercipta karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam undang-undang perpajakan dan pembentukannya terpengaruh oleh fungsi perpajakan dalam mengimplementasikan sebagai kebijakan pemerintah (Waluyo, 2008). Akuntansi perpajakan secara khusus menyajikan laporan keuangan dan informasi lain kepada administrasi pajak.
2.2 Aktiva Tetap
2.2.1 Pengertian Aktiva tetap
Aset Tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode (Standar Akuntansi Keuangan No.16, 2011).
2.2.2 Bentuk-Bentuk Aset Tetap
Secara garis besar aset tetap dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan yaitu :
1. Aset Tetap Berwujud
Aset berwujud merupakan aset yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun terlebih dahulu, yang digunakan dalam menunjang kegiatan atau operasi utama perusahaan, dimiliki tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat jangka panjang (Santoso, 2009).
Jadi aset tetap berwujud ini mempunyai sifat permanen atau dengan kata lain dapat digunakan dalam jangka waktu yang relatif lama. Aset tetap berwujud ini masih dibagi lagi menjadi :
a. Aset tetap yang umurnya tidak terbatas, seperti tanah
b. Aset tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aset sejenis, misalnya: bangunan, mesin, peralatan, kendaraan dan lain-lain.
c. Aset tetap yang umurnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aset sejenis, misalnya: sumber-sumber alam seperti hasil tambang, hutan, dan lain-lain 2. Aset Tetap Tidak Berwujud
Aset tetap tidak berwujud merupakan aktiva yang menjadi subjek untuk diamortisasikan (Santoso, 2009). Aset tidak berwujud adalah aset non moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta
dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (Standar Akuntansi Keuangan, 2009).
2.3 Penyusutan Aset Tetap Berwujud
2.3.1 Pengertian Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi yang sistematis dari harga perolehan aset selama periode-periode berbeda yang memperoleh manfaat dari penggunaan suatu aset (Stice, dkk, 2005).
2.3.2 Metode Penyusutan
Jumlah yang dapat disusutkan dialokasi ke setiap periode akuntansi selama masa manfaat aset dengan berbagai metode yang sistematis. Metode manapun yang dipilih, konsistensi dalam penggunaannya adalah perlu, tanpa memandang tingkat profitabilitas perusahaan dan pertimbangan perpajakan, agar dapat menyediakan daya banding hasil operasi perusahaan dari periode ke periode.
2.3.3 Metode Penyusutan Menurut Ketentuan Perpajakan
Metode penyusutan menurut peraturan perpajakan diatur dalam pasal 11 Undang-undang No.7 Tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. Metode
penyusutan yang diperbolehkan berdasarkan ketentuan ini adalah :
Dalam ketentuan fiskal metode ini disebut penyusutan dalam bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang ditetapkan bagi harta tersebut.
2. Metode saldo menurun atau declining balance method
Penyusutan atas harta berwujud dilakukan dalam bagian-bagian yang menurun selama masa manfaat, yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku, dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan, dengan syarat dilakukan secara taat asas.
2.4 Perolehan Aset Tetap Menurut SAK ETAP dan SAK IFRS
2.4.1 Pembelian Tunai
Perolehan aset tetap secara tunai dicatat sebesar jumlah uang tunai atau setara kas yang dibayarkan, termasuk didalamnya harga beli ditambah biaya-biaya lain yang dikeluarkan sejak aset tersebut dipesan sampai siap untuk digunakan sesuai dengan tujuannya (Santoso, 2009).
2.4.1.1 Pembelian Tunai Menurut SAK ETAP
Menurut SAK ETAP perolehan aset tetap tidak menggunakan pendekatan komponenisasi seperti yang ada di PSAK. Umur manfaat aset terbatas serta tidak perlu diadakan review terhadap nilai residu.
2.4.1.2 Pembelian Tunai Menurut SAK IFRS
Menurut SAK IFRS perolehan aset tetap dapat menggunakan pendekatan komponenisasi. Masa manfaat, nilai sisa, dan metode penyusutan harus direview
minimum setiap tanggal neraca. Biaya perbaikan atau pembongkaran aset tetap dapat dikapitalisasi terhadap aset yang terkait. Perlakuan akuntansi untuk pertukaran aset tetap dilihat dari substansi komersial dari aset tersebut.
2.4.2 Pembelian Kredit
Apabila aset tetap diperoleh dari pembelian secara angsuran, maka dalam harga perolehan aset tetap tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama masa angsuran baik jelas-jelas dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan tersendiri, harus dikeluarkan dari harga perolehan dan dibebankan sebagai biaya bunga.
2.4.3 Sewa Guna Usaha (Leasing)
Secara umum jenis leasing bisa dibedakan menjadi dua kelompok utama yaitu :
1. Capital lease (Sewa guna usaha dengan hak opsi)
Pada transaksi leasing jenis ini Lessee yang membutuhkan barang menentukan sendiri jenis serta spesifikasi barang yang dibutuhkan.
Lessee juga mengadakan negosiasi langsung dengan supplier mengenai harga, syarat-syarat perawatan serta lain-lain hal yang berhubungan dengan pengoperasian barang tersebut. Pada akhir masa
lease, lessee mempunyai hak pilih untuk membeli barang tersebut seharga nilai sisanya, mengembalikan barang tersebut kepada lessor atau juga mengadakan perjanjian leasing lagi untuk tahap yang kedua atas barang yang sama.
2. Operating Lease (Sewa guna usaha tanpa hak opsi)
Pada transaksi leasing jenis ini, lessor membeli barang dan kemudian menyewakannya kepada lessee untuk jangka waktu tertentu. Pada prakteknya lessee membayar uang secara berkala yang besarnya secara keseluruhan tidak meliputi harga barang serta biaya yang telah
dikeluarkan oleh lessor. Disini secara jelas tidak ditentukan adanya nilai sisa serta hak opsi bagi lessee. Setelah masa lease berakhir, lessor merundingkan kemungkinan dilakukannya kontrak lease yang baru dengan lessee yang sama atau juga lessor mencari calon lessee yang baru.
2.4.3.1 Sewa Guna Usaha (Leasing) Menurut SAK IFRS
Menurut Standar Akuntansi Keuangan IFRS, klasifikasi dalam sewa ditentukan oleh tingkat risiko dan manfaat terkait dengan aset sewaan. Sewa pembiayaan akan terjadi apabila secara individual atau gabungan mengarah pada :
1. Pengalihan kepemilikan aset kepada lessee di akhir masa sewa.
2. Lessee mempunyai hak opsi untuk membeli aset pada harga tertentu yang cukup rendah.
3. Masa sewa merupakan sebagian besar dari umur ekonomis aset, tanpa harus ada pemindahan hak milik.
4. Pada awal masa sewa, nilai sekarang dari jumlah pembayaran mendekati nilai wajar.
5. Aset sewaan bersifat khusus dimana hanya lessee yang dapat menggunakannya tanpa modifikasi khusus.
2.4.3.2 Sewa Guna Usaha (Leasing) Menurut SAK ETAP Menurut Standar Akuntansi Keuangan ETAP, lessee harus
mengungkapkan hal-hal berikut atas transaksi capital lease dalam laporan keuangan :
a. Jumlah pembayaran sewa yang harus dibayar selama masa sewa. b. Penyusutan aset sewaan yang dibebankan dalam periode berjalan. c. Jaminan yang diberikan sehubungan dengan transaksi sewa.
d. Keuntungan atau kerugian yang ditangguhkan beserta amortisasinya sehubungan dengan transaksi jual dan sewa-balik.
e. Ikatan-ikatan penting yang dipersyaratkan dalam perjanjian sewa. 2.4.4 Pertukaran Aset Tetap
2.4.4.1 Pertukaran Aset Tetap Menurut SAK ETAP
Menurut Standar Akuntansi Keuangan ETAP, jika aset tetap diperoleh melalui pertukaran dengan aset moneter atau kombinasi aset moneter dan aset moneter, maka biaya perolehan diukur pada nilai wajar, kecuali transaksi pertukaran tidak memiliki substansial komersial atau nilai wajar aset yang
diterima atau aset yang diserahkan tidak dapat diukur secara wajar, sehingga biaya perolehan diukur pada jumlah tercatat aset yang diserahkan.
2.4.4.1 Pertukaran Aset Tetap Menurut SAK IFRS
Menurut Standar Akuntansi Keuangan IFRS, pertukaran aset tetap diukur dengan nilai wajar. Akan tetapi, jangan menghitungnya pada nilai wajar jika pertukaran itu tidak memiliki substansi komersial atau tidak memungkinkan untuk mengukur aset yang diterima itu secara andal atau jika aset itu dihibahkan. Jika
tidak memungkinkan untuk menghitungnya pada nilai wajar, maka hitunglah aset yang diperoleh melalui hibah itu pada nilai bukunya.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah suatu batasan studi yang menjelaskan fokus studi agar tidak melebar pada masalah yang lain. Dengan demikian seorang peneliti tahu persis data mana yang perlu dikumpulkan dan data mana yang tidak perlu dikumpulkan. Ruang lingkup penelitian ini adalah perolehan aset tetap dengan cara pembelian tunai, pembelian kredit, sewa guna usaha, dan pertukaran.
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah berupa literatur dan buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
3.3 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
3.4 Teknik Analisis
Untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan di awal, maka teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Menyusun data-data yang diperlukan yang berhubungan dengan perolehan aktiva kendaraan.
2. Menghitung perolehan aktiva kendaraan dengan berbagai metode.
3. Menerapkan perlakuan akuntansi perpajakan yang tepat atas transaksi tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum
Pada pembahasan ini penulis menggunakan ilustrasi dengan obyek PT Makmur Selalu yang merupakan perusahaan perdagangan dan distributor bahan material. Kebijakan akuntansi untuk aset tetap dalam perusahaan adalah aset tetap
disusutkan dengan menggunakan metode garis lurus dan disajikan sebesar harga perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan.
4.2 Perolehan Aset Tetap Dengan Pembelian Tunai
Ilustrasi 1 :
Pada tanggal 2 Februari 2010 PT Makmur Selalu membeli 1 unit komputer yang terdiri dari CPU sebesar Rp. 4.160.000 dan monitor sebesar Rp. 2.075.000 secara tunai belum termasuk PPN. Kebijakan manajemen perusahaan memutuskan masa manfaat kendaraan tersebut adalah 5 tahun.
4.2.1 Perolehan Aset Tetap Dengan Pembelian Tunai Berdasarkan SAK ETAP
Jurnal pada saat perolehan aset tetap komputer dapat dicatat sebagai berikut :
PPN Rp. 623.500
Kas Rp. 6.858.500
Beban penyusutan tahun 2010 = Rp. 6.858.500 x 20% x 11/12
= Rp. 1.257.392
4.2.2 Perolehan Aset Tetap Dengan Pembelian Tunai Berdasarkan SAK IFRS
Dalam ilustrasi 1 telah disebutkan bahwa pembelian 1 unit komputer yang terdiri dari CPU sebesar Rp. 4.160.000 dan monitor sebesar Rp.2.075.000.
Jurnal untuk mencatat perolehan CPU :
CPU Rp. 4.160.000
PPN Rp. 416.000
Kas Rp. 4.576.000
Jurnal untuk mencatat perolehan monitor :
Monitor Rp. 2.075.000
PPN Rp. 207.500
Kas Rp. 2.282.500
Perhitungan beban penyusutan dan jurnalnya adalah sebagai berikut : 1. Perhitungan beban penyusutan CPU
Beban penyusutan tahun 2010 = Rp. 4.576.000 x 20% x 11/12
2. Perhitungan beban penyusutan monitor
Beban penyusutan tahun 2010 = Rp. 2.282.500 x 20% x 11/12
= Rp. 418.458
4.2.3 Perolehan Aset Tetap Dengan Pembelian Tunai Berdasarkan Perpajakan
1. Pada saat penggunaan SAK ETAP
Beban penyusutan tahun 2010 = Rp. 6.858.500 x 12,5% x 11/12
= Rp. 785.870
Perbedaan nilai beban penyusutan yang diperoleh akan mengakibatkan koreksi positif pada rekonsiliasi fiskal yang akan mengurangi jumlah beban penyusutan sebesar Rp. 471.522 dan secara langsung akan menambah laba kena pajak dan memperbesar pajak penghasilan.
2. Pada saat penggunaan SAK IFRS
Perhitungan beban penyusutan dan pencatatan atas beban penyusutan dapat diperoleh sebagai berikut :
a. Perhitungan beban penyusutan CPU
Beban penyusutan tahun 2010 = Rp. 4.576.000 x 12,5% x 11/12
Perbedaan nilai beban penyusutan yang diperoleh akan mengakibatkan koreksi positif pada rekonsiliasi fiskal yang akan mengurangi jumlah beban penyusutan sebesar Rp.314.600 dan secara langsung akan menambah laba kena pajak dan memperbesar pajak penghasilan.
b. Perhitungan beban penyusutan monitor
Beban penyusutan tahun 2010 = Rp. 2.282.500 x 12,5% x 11/12
= Rp. 261.536
Perbedaan nilai beban penyusutan yang diperoleh akan mengakibatkan koreksi positif pada rekonsiliasi fiskal yang akan mengurangi jumlah beban penyusutan sebesar Rp. 156.922 dan secara langsung akan menambah laba kena pajak dan memperbesar pajak penghasilan.
4.3 Perolehan Aset Tetap Dengan Pembelian Kredit
Ilustrasi 2 :
Pada tanggal 6 Juli 2009 PT Makmur Selalu membeli mesin produksi seharga Rp.115.000.000 yang diangsur selama 3 tahun dengan bunga 12% per tahun (flat
interest rate). Pembayaran angsuran mesin produksi menurut kontrak harus dilakukan setiap tanggal 6. Kebijakan manajemen PT Makmur Selalu memutuskan masa manfaat mesin selama 5 tahun.
4.3.1 Perolehan Aset Tetap Dengan Pembelian Kredit Berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS
Pada ilustrasi 2 PT Makmur Selalu membeli 1 unit mesin produksi seharga Rp. 115.000.000 dengan masa kredit selama 3 tahun dan dibebankan bunga sebesar 12% per tahun. Jurnal atas perolehan 1 unit mesin produksi sebagai berikut :
Mesin Produksi Rp. 115.000.000
Hutang Angsuran Rp. 115.000.000
PT Makmur Selalu dapat menghitung besarnya jumlah yang harus diangsur setiap bulannya selama tiga tahun, sebagai berikut :
Pada saat angsuran tahun ke-1 sampai ke-3 :
Pokok angsuran Rp. 115.000.000 : 3 = Rp. 38.333.334
Bunga : 12% x Rp. 115.000.000 = Rp. 13.800.000 +
Jumlah angsuran = Rp. 52.133.334
Biaya bunga harus dikeluarkan dari elemen harga perolehan, sehingga jurnal atas pembayaran angsuran sebagai berikut :
Hutang Angsuran Rp. 38.333.334 Beban Bunga Rp. 13.800.000
Kas Rp. 52.133.334
Beban penyusutan tahun ke-1 = Rp. 115.000.000 x 20% x 6/12
= Rp. 11.500.000
Beban penyusutan tahun ke-2 = Rp. 115.000.000 x 20%
= Rp. 23.000.000
Perhitungan beban penyusutan tahun ke-3
Beban penyusutan tahun ke-3 = Rp. 115.000.000 x 20%
= Rp. 23.000.000
4.3.2 Perolehan Aset Tetap Dengan Pembelian Kredit Berdasarkan Pajak Jurnal atas perolehan mesin :
Mesin Produksi Rp. 115.000.000
Hutang Angsuran Rp. 115.000.000
Tidak ada perbedaan antara perpajakan dan akuntansi dalam menghitung besarnya jumlah yang harus diangsur setiap bulannya selama tiga tahun.
Beban penyusutan tahun ke-1 = Rp. 115.000.000 x 12,5% x 6/12 = Rp. 7.187.500
Perbedaan beban penyusutan menurut akuntansi dan perpajakan mengakibatkan koreksi positif sebesar Rp. 4.312.500 pada rekonsiliasi fiskal, yang
mengakibatkan bertambahnya laba kena pajak. Perhitungan beban penyusutan tahun ke-2
Beban penyusutan tahun ke-2 = Rp. 115.000.000 x 12,5% = Rp. 14.375.000
Perbedaan beban penyusutan menurut akuntansi dan perpajakan mengakibatkan koreksi positif sebesar Rp. 8.625.000 pada rekonsiliasi fiskal, yang
Beban penyusutan tahun ke-3 = Rp. 115.000.000 x 12,5% = Rp. 14.375.000
Perbedaan beban penyusutan menurut akuntansi dan perpajakan mengakibatkan koreksi positif sebesar Rp. 8.625.000 pada rekonsiliasi fiskal, yang
mengakibatkan bertambahnya laba kena pajak.
4.4 Perolehan Aset Tetap Dengan Sewa Guna Usaha (Leasing)
4.4.1 Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Finance Lease)
Ilustrasi 3 :
Pada akhir tahun 2006 Makmur Selalu memiliki kendaraan yang diperoleh secara
finace lease sebagai berikut :
Tabel 4.1
Daftar Aktiva Sewa Guna Usaha PT Makmur Selalu Tahun 2007-2010
TAHUN LAMA NILAI PENY.
REKENING KETERANGAN JML PEROLEHAN PENY. PEROLEHAN per bulan
(Th) (Rp.) (Rp.)
121.12.1009 Toyota Kijang Innova 1 30-12-2006 5 188.987.091 3.149.784
121.12.1010 Daihatsu Grand Max 1 01-01-2007 5 154.751.798 2.579.196
Jumlah 343.738.889 5.728.980
Rincian transaksinya adalah sebagai berikut :
1. Toyota Kijang Innova. Transaksi dilakukan pada bulan
Desember 2006 dengan jangka waktu perjanjian selama 4 tahun. a. Harga Barang : Rp. 188.987.091,-
c. Angsuran per bulan : Rp. 5.567.095,-
d. Nilai Sisa (Hak opsi) : Rp. 72.322.692,- 2. Daihatsu Grand Max. Transaksi dilakukan pada bulan Januari
2007 dengan jangka waktu perjanjian selama 4 tahun.
a. Harga Barang : Rp. 154.751.798,- b. Bunga 4 tahun @ 7,5% : Rp. 34.683.281,-
c. Angsuran per bulan : Rp. 2.531.574,- d. Nilai Sisa (Hak opsi) : Rp. 67.500.000,-
4.4.1.1 Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Finance Lease) Berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS
Berdasarkan data-data transaksi sewa guna usaha di atas, maka dapat disusun ayat jurnalnya sebagai berikut :
1. Satu unit Toyota Kijang Innova
a. Aktiva SGU 188.987.091
Hutang SGU 188.987.091
Jurnal pada saat lessee memperoleh aktiva SGU b. Hutang SGU 3.567.094
Kas 3.567.094
Jurnal pada saat pembayaran angsuran
c. Beban Penyusutan 37.797.418
Akum. Penyusutan Aktiva SGU 37.797.418 Jurnal pada saat mencatat penyusutan untuk tahun 2006-2010
d. Toyota Kijang Innova 261.309.783 Akum. Penyusutan Aktiva SGU 188.987.091
Akum. Penyusutan Kijang Innova 188.987.091
Kas 72.322.692
Jurnal pada saat menggunakan hak opsi 2. Satu unit Daihatsu Grand Max
a. Aktiva SGU 154.751.798
Hutang SGU 154.751.798
Jurnal pada saat lessee memperoleh aktiva SGU b. Hutang SGU 2.531.573
Kas 2.531.573
Jurnal pada saat pembayaran angsuran
c. Beban Penyusutan 30.950.359
Akum. Penyusutan Aktiva SGU 30.950.359 Jurnal pada saat mencatat penyusutan tahun 2006-2010
e. Daihatsu Grand Max 222.251.798 Akum. Penyusutan Aktiva SGU 154.751.798
Aktiva SGU 154.751.798
Akm. Penyusutan Daihatsu Grand max 154.751.798
Kas 67.500.000
Jurnal pada saat menggunakan hak opsi
4.4.1.2 Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi (Finance Lease) Berdasarkan Perpajakan
Peraturan perpajakan yang terkait dengan transaksi sewa guna usaha yaitu: 1. Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 27
Nopember 1991 tentang kegiatan sewa guna usaha (leasing).
2. Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-29/PJ.42/1992 tanggal 19 Desember 1991 tentang perlakuan Pajak Penghasilan terhadap kegiatan sewa guna usaha (leasing).
4.4.1.3 Analisa Beda Pajak antara Akuntansi Komersial dengan Fiskal Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tanggal 27 Nopember 1991, selama masa sewa guna usaha, lessee tidak
diperkenankan melakukan penyusutan atas aktiva sewa guna usaha. Lessee diperkenankan melakukan penyusutan atas aktiva sewa guna usaha setelah lessee melakukan opsi pembelian untuk membeli aktiva tersebut. Hal ini tentunya berbeda dengan kebijakan akuntansi komersial yang menetapkan bahwa
penyusutan atas aktiva sewa guna usaha dilakukan setelah perjanjian sewa guna usaha ditandatangani, yang berarti selama masa sewa guna usaha, lessee
mengakui adanya penyusutan atas aktiva sewa guna usaha tersebut. 4.4.2 Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Operating Lease) Ilustrasi 4 :
Tanggal 2 Januari 2011 PT Makmur Selalu menyewa aset berupa alat berat sebesar Rp. 5.000.000 per bulan dengan jangka waktu 4 tahun, sewa ini memenuhi kriteria operating lease.
4.4.2.1 Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Operating Lease) Berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS
PT Makmur Selalu menyewa aset berupa alat berat sebesar Rp. 5.000.000 setiap bulan dengan jangka waktu 4 tahun, sewa ini memenuhi kriteria operating lease, jurnal akuntansi untuk mencatat transaksi sewa setiap bulan selama 4 tahun adalah sebagai berikut :
Biaya Sewa Rp. 5.000.000
4.4.2.2 Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi (Operating Lease) Berdasarkan Perpajakan
Jurnal atas transaksi sewa guna usaha tanpa hak opsi untuk ilustrasi 4 tersebut di atas berdasarkan perpajakan adalah :
Biaya Sewa Rp. 5.000.000 PPN Masukan Rp. 500.000
Hutang PPh 23 Rp. 100.000
Kas Rp. 5.400.000
4.5 Perolehan Aset Tetap Dengan Pertukaran
4.5.1 Perolehan Aset Tetap Melalui Pertukaran Dengan Aset Sejenis Ilustrasi 5 :
PT Makmur Selalu pada tanggal 5 Januari 2004 membeli mesin secara tunai dengan biaya Rp. 175.000.000, memiliki estimasi masa kegunaan lima tahun dan estimasi nilai residu sebesar Rp. 15.000.000. Manajer meminta informasi yang menyangkut pengaruh penggunaan metode pilihan pada jumlah beban penyusutan setiap tahun. Berdasarkan data yang disajikan untuk manajer, metode garis lurus yang dipilih. Pada minggu pertama tahun ke-6 mesin dipertukarkan dengan mesin yang serupa senilai Rp. 240.000.000. Penyisihan pertukaran peralatan yang lama diperoleh Rp. 25.000.000.
4.5.1.1 Perolehan Aset Tetap Melalui Pertukaran Dengan Aset Sejenis Berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS
Biaya untuk mesin baru = kas yang harus dibayar + nilai buku mesin lama = Rp. 265.000.000 + Rp. 15.000.000
Jurnal atas pertukaran mesin :
Akumulasi penyusutan mesin lama Rp. 160.000.000 Mesin (Baru) Rp. 280.000.000
Mesin (Lama) Rp. 175.000.000
Kas Rp. 265.000.000
4.5.1.2 Perolehan Aset Tetap Melalui Pertukaran Dengan Aset Sejenis Berdasarkan Perpajakan
Berdasarkan ilustrasi 5, maka jurnal atas pertukaran mesin secara perpajakan sebagai berikut :
Akumulasi penyusutan mesin lama Rp. 160.000.000
Mesin baru Rp. 240.000.000
Kas Rp. 215.000.000
Mesin lama Rp. 175.000.000
Laba pertukaran Rp. 10.000.000
4.5.2 Perolehan Aset Tetap Melalui Pertukaran Dengan Aset Tidak Sejenis
Ilustrasi 6 :
Jika PT Makmur Selalu pada tanggal 5 Januari 2004 membeli mesin secara tunai dengan biaya Rp. 175.000.000, memiliki estimasi masa kegunaan lima tahun dan estimasi nilai residu sebesar Rp. 15.000.000. Manajer meminta informasi yang menyangkut pengaruh penggunaan metode pilihan pada jumlah beban penyusutan setiap tahun. Berdasarkan data yang disajikan untuk manajer, metode garis lurus yang dipilih. Pada minggu pertama tahun ke-6 mesin dipertukarkan dengan aset
lain yaitu sebuah truk senilai Rp. 210.000.000. Nilai wajar mesin lama Rp.20.000.000.
4.5.2.1 Perolehan Aset Tetap Melalui Pertukaran Dengan Aset Tidak Sejenis Berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS
Pada ilustrasi 6 PT Makmur Selalu telah mendapatkan nilai wajar mesin lama yaitu Rp. 20.000.000, maka perhitungan untuk laba pertukaran mesin dengan truk dapat diperoleh sebagai berikut :
Harga perolehan truk = Rp. 210.000.000 Nilai wajar mesin = Rp. 20.000.000 - Kas yang harus dibayarkan = Rp. 190.000.000
Perhitungan laba pertukaran :
Nilai wajar mesin = Rp. 20.000.000
Harga perolehan mesin = Rp. 175.000.000 Akumulasi penyusutan = Rp. 160.000.000 -
Nilai Buku = Rp. 15.000.000 -
Laba pertukaran = Rp. 5.000.000
Setelah melalui perhitungan dapat diperoleh laba yaitu Rp.5.000.000, maka jurnal atas pertukaran mesin dengan truk sebagai berikut :
Truk Rp. 210.000.000
Akumulasi penyusutan mesin lama Rp. 160.000.000
Mesin (Lama) Rp. 175.000.000
Laba pertukaran Rp. 5.000 000
4.5.2.2 Perolehan Aset Tetap Melalui Pertukaran Dengan Aset Tidak Sejenis Berdasarkan Perpajakan
Berdasarkan ilustrasi 6, maka jurnal pertukaran secara perpajakan sebagai berikut :
Truk Rp. 210.000.000
Akumulasi penyusutan mesin lama Rp. 160.000.000
Mesin (Lama) Rp. 175.000.000
Kas Rp. 190.000.000
Laba pertukaran Rp. 5.000 000
4.6 Penilaian Kembali Aset Tetap dan Penurunan Aset Tetap
4.6.1 Penilaian Kembali Aset Tetap Menurut SAK IFRS Ilustrasi 7 :
Pada akhir tahun 2010, manajemen PT Makmur Selalu memutuskan untuk melakukan penilaian kembali aset tetap berdasarkan SAK IFRS.
1. Metode Proporsional
Dari hasil penilaian kembali aset tetap tersebut, jurnal yang harus dicatat oleh PT Makmur Selalu sebagai berikut :
a. Jurnal atas revaluasi tanah
Tanah Rp. 191.500.000
Surplus penilaian kembali Rp. 191.500.000 b. Jurnal atas revaluasi CPU
Surplus penilaian kembali Rp. 177.566
Akumulasi Penyusutan Rp. 878.796 c. Jurnal atas revaluasi monitor
Monitor Rp. 281.625
Surplus penilaian kembali Rp. 176.442
Akumulasi Penyusutan Rp. 458.067 d. Jurnal atas revaluasi mesin produksi
Mesin Produksi Rp. 45.815.898
Surplus penilaian kembali Rp. 19.802.821 Akumulasi Penyusutan Rp. 26.013.077 e. Jurnal atas revaluasi kijang innova
Kijang Innova Rp. 88.329.227
Surplus penilaian kembali Rp. 20.953.482 Akumulasi Penyusutan Rp. 67.375.746 f. Jurnal atas revaluasi grand max
Grand Max Rp. 36.967.517
Surplus penilaian kembali Rp. 28.944.640 Akumulasi Penyusutan Rp. 8.022.877 g. Jurnal atas revaluasi mesin
Mesin Rp. 125.365.633
Surplus penilaian kembali Rp. 40.096.900 Akumulasi Penyusutan Rp. 85.268.733 h. Jurnal atas revaluasi truk
Truk Rp. 104.548.333
Surplus penilaian kembali Rp. 61.645.000 Akumulasi Penyusutan Rp. 42.903.333 2. Metode Eliminasi
Pada ilustrasi 7, jika direvaluasi dengan metode eliminasi, dapat diperoleh jurnal sebagai berikut :
a. Jurnal atas revaluasi tanah
Surplus penilaian kembali Rp. 191.500.000 b. Jurnal atas revaluasi CPU
Akumulasi Penyusutan Rp. 838.934
CPU Rp. 838.934
Surplus penilaian kembali Rp. 177.566
Akumulasi Penyusutan Rp. 177.566 c. Jurnal atas revaluasi monitor
Akumulasi Penyusutan Rp. 418.458
Monitor Rp. 418.458
Surplus penilaian kembali Rp. 176.442
Akumulasi Penyusutan Rp. 176.442 d. Jurnal atas revaluasi mesin produksi
Akumulasi Penyusutan Rp. 34.500.000
Mesin Produksi Rp. 34.500.000
Mesin Produksi Rp. 19.802.821
Surplus penilaian kembali Rp. 19.802.821 e. Jurnal atas revaluasi kijang innova
Akumulasi Penyusutan Rp. 151.189.673
Kijang Innova Rp. 151.189.673
Kijang Innova Rp. 20.953.482
Surplus penilaian kembali Rp. 20.953.482 f. Jurnal atas revaluasi grand max
Akumulasi Penyusutan Rp. 123.801.438
Grand Max Rp. 123.801.438
Grand Max Rp. 28.944.640
Surplus penilaian kembali Rp. 28.944.640 g. Jurnal atas revaluasi mesin
Akumulasi Penyusutan Rp. 112.000.000
Mesin Rp. 112.000.000
Surplus penilaian kembali Rp. 40.096.900 h. Jurnal atas revaluasi truk
Akumulasi Penyusutan Rp. 84.000.000
Truk Rp. 84.000.000
Truk Rp. 61.645.000
Surplus penilaian kembali Rp. 61.645.000 4.6.2 Penilaian Kembali Aset Tetap Menurut Perpajakan
Jurnal untuk mencatat penilaian kembali aset tetap yang terjadi adalah sebagai berikut : Tanah Rp. 716.500.000 Mesin Produksi Rp. 100.302.821 Kijang Innova Rp. 58.750.900 Grand Max Rp. 59.895.000 Mesin Rp. 208.096.900 Truk Rp. 187.645.000
Selisih Penilaian Aset Tetap Rp. 362.942.843
Jurnal untuk mencatat pembayaran PPh final atas selisih lebih penilaian kembali aset tetap sebagai berikut :
PPh Final penilaian kembali Aset Tetap Rp. 36.294.284
Kas Rp. 36.294.284
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil pembahasan yang dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
1. Tidak ada perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan atas perolehan aset tetap dengan cara pembelian tunai dan kredit.
2. Perlakuan akuntansi berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS atas pertukaran aset tetap sejenis tidak mengakui adanya laba pertukaran, sedangkan menurut perpajakan pertukaran aset tetap sejenis ataupun tidak sejenis mengakui adanya laba pertukaran.
3. Perlakuan akuntansi berdasarkan SAK ETAP dan SAK IFRS atas sewa guna usaha (leasing), penyusutan dilakukan sejak aset tetap diperoleh. Dalam perpajakan selama hak opsi belum digunakan, semua biaya dicatat dalam akun biaya aktiva leasing. Setelah hak opsi membeli digunakan, entitas dapat melakukan penyusutan berdasarkan nilai sisa atas aset tetap
leasing tersebut.
4. Dalam SAK IFRS mengharuskan entitas melakukan penilaian kembali berdasarkan nilai wajar, sedangkan SAK ETAP tidak diperkenankan melakukan penilaian kembali terhadap aset tetap.
5. Penilaian kembali aset tetap dalam SAK IFRS dapat menimbulkan kenaikan nilai wajar. Menurut perpajakan selisih lebih nilai wajar dari penilaian kembali dikenakan PPh final sebesar 10%.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya membahas tentang perolehan aset tetap dengan cara membangun sendiri, pertukaran dengan surat berharga, dan donasi atau hadiah serta penghentian aset tetap berdasarkan akuntansi dan perpajakan.