• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber potensial dari stres para karyawan di tempat kerja (Robbins, 2006:796). Davis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber potensial dari stres para karyawan di tempat kerja (Robbins, 2006:796). Davis"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jam Kerja

2.1.1 Pengertian Jam Kerja

Jam kerja merupakan bagian dari empat faktor organisasi yang merupakan sumber potensial dari stres para karyawan di tempat kerja (Robbins, 2006:796). Davis dan Newstrom (dalam Imatama, 2006:4) menyatakan adanya beberapa karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung stres kerja yang salah satunya adalah terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas-tugas kantor yang dibebankan kepadanya, kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas tepat waktu sesuai yang ditetapkan atasan.

Fathoni (2006:176) menyatakan bahwa Jam kerja sebagai faktor penyebab stres kerja dengan mengatakan bahwa terdapat enam faktor penyebab stres kerja karyawan antara lain beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, waktu dan peralatan yang kurang, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah, masalah-masalah kerluarga. Jam kerja merupakan bagian paling umum yang harus ada pada sebuah perusahaan. Jam kerja karyawan tersebut umumnya ditentukan oleh

(2)

pemimpin perusahaan berdasarkan kebutuhan perusahaan, peraturan pemerintah, kemampuan karyawan bersangkutan. Jam kerja kerja dapat menjadi pemicu stres jika terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan atau tidak terdapat waktu yang cukup untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau dengan kata lain pekerja dituntut untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu (Ivancevich 2009:298)

Jam Kerja adalah waktu yang ditentukan untuk melakukan pekerjaan. Jam kerja ideal karyawan yaitu 8 jam dalam 1 hari. Apabila Jam kerja yang di realisasikan dengan tidak baik maka bisa menyebabkan terjadinya waktu yang tidak efektif dalam bekerja sehingga menyebabkan terjadinya keterlambatan dalam melaksanakan pekerjaan. Jam Kerja bagi para pekerja di sektor swasta diatur dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya pasal 77 sampai dengan pasal 85 Pasal 77 ayat 1, UU No. 13/2003 mewajibkan kepada tiap-tiap pengusaha untuk melaksanakan mewajibkan setiap pengusaha untuk melaksanakan ketentuan jam kerja. Untuk karyawan yang bekerja 6 hari dalam seminggu, jam kerjanya adalah 7 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu. Sedangkan untuk karyawan dengan 5 hari kerja dalam 1 minggu, kewajiban bekerja mereka 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu.Ketentuan jam kerja telah diatur dalam 2 sistem seperti yang telah disebutkan diatas yaitu:

a. 7 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu.

b. 8 jam kerja dalam 1 hari atau 40 jam kerja dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

(3)

Ada pula pekerjaan-pekerjaan tertentu yang harus dijalankan terus-menerus, termasuk pada hari libur resmi (Pasal 85 ayat 2 UU No.13/2003). Pekerjaan yang terus-menerus ini kemudian diatur dalam Kepmenakertrans No. Kep-233/Men/2003 Tahun 2003 tentang Jenis dan Sifat Pekerjaan yang dijalankan secara terus menerus, dan dalam penerapannya tentu pekerjaan yang dijalankan terus-menerus ini dijalankan dengan pembagian waktu kerja ke dalam shift-shift.

2.1.2 Pengertian Shift

Pengertian shift kerja adalah pembagian waktu kerja berdasarkan waktu tertentu. Sistem shift merupakan suatu sistem pengaturan kerja yang memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia agar mampu mengoperasikan pekerjaan. Sistem shift digunakan sebagai suatu cara yang paling mungkin untuk memenuhi tuntutan akan kecendrungan semakin meningkatnya permintaan barang-barang produksi. Pelaksanaan dari shift itu sendiri adalah dengan cara bergantian, yakni karyawan pada periode tertentu bergantian dengan karyawan pada periode berikutnya untuk melakukan pekerjaan yang sama.

Karyawan yang bekerja pada waktu normal digunakan istilah diurnal, yaitu individu atau karyawan yang selalu aktif pada waktu siang hari atau setiap hari. Sedangkan karyawan yang bekerja pada waktu malam hari digunakan istilah nocturnal, yaitu individu atau karyawan yang bekerja atau aktif pada malam hari dan istirahat pada siang hari (Riggio, 2000). Adapun pengertian yang digunakan dalam penelitian ini adalah, bahwa shift kerja merupakan sistem pengaturan waktu kerja yang memungkinkan karyawan berpindah dari satu waktu ke waktu yang lain setelah

(4)

periode tertentu, yaitu dengan cara bergantian antar kelompok kerja satu dengan kelompok kerja yang lain sehingga memberi peluang untuk memanfaatkan keseluruhan waktu yang tersedia untuk mengoperasikan pekerjaan.

2.2 Jaminan Keamanan Kerja

2.2.1 Pengertian Jaminan Keamanan Kerja

Jaminan Keamanan Kerja adalah jaminan kesehatan dan keselamatan kerja yang diberikan perusahaan kepada karyawan sehingga karyawan merasa aman secara fisik. Salah satu jaminan keamanan kerja karyawan yaitu program kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Perusahaan yang terlalu banyak aturan terhadap peralatan kerja karyawan menyebabkan karyawan merasa kurang nyaman memakai peralatan kesehatan dan keselamatan kerja sehingga menyebabkan rasa jenuh memakai alat tersebut. Program kesehatan dan keselamatan kerja bertalian dengan mesin, alat kerja, tempat kerja, lingkungan kerja dan cara melakukannya (Yuli, 2005:211)

Faktor penyebab stres kerja atau sumber stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja berupa keamanan secara fisik, kondisi fisik, manajemen atau hubungan sosial dilingkungan pekerjaan. (Dwiyanti, 2001:31). Schuler (2000 : 233) menyatakan penyebab umum stres kerja bagi pekerja adalah atasan, gaji, jaminan keamanan dan keselamatan. Menurut Siagian (2004), kurang terpenuhinya jaminan keamanan di tempat kerja, akan berhubungan dengan kinerja kerja yang merosot, keinginan pindah yang besar, kepuasan kerja yang rendah,

(5)

tingkat stres yang tinggi, disiplin kerja tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi, konflik yang berlarut-larut tidak diselesaikan dan berbagai hal negatif lainnya. Dengan demikian, diketahui bahwa kurang terpenuhinya jaminan keamanan bagi karyawan di tempat kerja, berkaitan langsung dengan terjadinya stres pada karyawan.

Sedarmayanti (2009:66) menyatakan bahwa jaminan keamanan kerja, peralatan kerja yang tidak nyaman, kebisingan ditempat kerja, tempratur yang terlalu panas merupakan faktor yang mempengeraruhi stres kerja yang bersumber dari lingkungan kerja. Perusahaan yang terlalu banyak aturan terhadap peralatan kerja karyawan menyebabkan karyawan merasa kurang nyaman memakai peralatan kesehatan dan keselamatan kerja sehingga menyebabkan rasa jenuh memakai peralatan tersebut. Program kesehatan dan keselamatan kerja bertalian dengan mesin, alat kerja, bahan tempat kerja, lingkungan kerja dan cara melakukannya (Yuli, 2005 : 211).

Jaminan Keamanan secara fisik yaitu tidak terganggu dalam aktifitas bekerja sehingga karyawan merasa aman secara fisik, memakai peralatan dan perlengkapan kerja sesuai dengan pelaksanaan kerja serta trampil dan mampu bekerja tim sehingga tingkat kecelakaan kerja menjadi rendah. Dalam bekerja, seorang karyawan membutuhkan adanya jaminan atas kesehatan dan keselamatan kerja dari perusahaan. Hal ini merupakan suatu kebutuhan karena dengan adanya jaminan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja membuat karyawan merasa aman (Yuli, 2005 : 209).

(6)

2.2.2 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja emperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal (Husni, 2003:113). Kesehatan menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebab kan oleh lingkungan kerja (Yuli, 2005:211).

Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan sebagai suatu kejadian tidak diduga semula dan tidak dikehendaki dan mengacaukan yang suatu aktivitas yang telah diatur (Husni 2003:110). Kesehatan dan keselamatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik.

Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara material, selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih nyaman, sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja secara lebih produktif. (Mondy, 2005:360). Perwujudan program kesehatan dan keselamatan kerja yang ditujukan sebagai program perlindungan khusus bagi tenaga kerja adalah Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu suatu program perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang

(7)

hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Program Jamsostek lahir dan dilegitimasi dalam Undang-undang No.3 Tahun 1992 yang meliputi, jaminan keamanan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua dan jaminan pemeliharaan. Jamsostek merupakan instrumen atau alat untuk mencegah dan mengurangi risiko yang mungkin terjadi pada karyawan. Program Jamsostek harus diimplementasikan perusahaan karena memiliki konsekuensi hukum apabila dilanggar.

Menurut Husni (2005:131) dalam pasal 86 ayat 1 Undang-undang No.13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. Keselamatan dan kesehatan kerja b. Moral dan kesusilaan

c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Berdasarkan upaya yuridis formil yang dijabarkan melalui pasal-pasal tersebut, dapat disimpulkan bahwa aturan penyelenggaraan kesehatan dan keselamatan kerja pada hakikatnya adalah pengadaan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan peralatan dalam bekerja serta pengaturan dalam penyimpanan bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan sehingga potensi bahaya dapat diminimalisir. Keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan dan

(8)

dilaksanakan di setiap tempat kerja (perusahaan). Tempat kerja adalah setiap tempat yang didalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu :

a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomi maupun usaha sosial. b. Adanya sumber bahaya.

c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus-menerus maupun hanya sewaktu-waktu.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu spesialisasi tersendiri, karena didalam pelaksanaannya disamping dilandasi oleh peraturan perundang- undangan juga dilandasi oleh ilmu-ilmu tertentu, terutama ilmu teknik dan medik. Demikian pula keselamatan dan kesehatan kerja merupakan masalah yang mengandung banyak aspek, misalnya ; hukum, ekonomi maupun sosial.

Pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan dilakukan secara bersama-sama oleh pimpinan atau pengurus perusahaan dan seluruh tenaga kerja. Dalam pelaksanaannya pimpinan atau pengurus dapat dibantu oleh petugas keselamatan dan kesehatan kerja dari perusahaan yang bersangkutan. Petugas keselamatan dan kesehatan kerja adalah karyawan yang mempunyai pengetahuan atau keahlian di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dan ditunjuk oleh pimpinan atau pengurus perusahaan maupun Departemen Tenaga Kerja. Sedangkan yang bertugas mengawasi atas ditaati atau tidak peraturan perundang-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja ini menurut Husni (2005:133) adalah :

(9)

a. Pegawai pengawas keselamatan dan kesehatan kerja yaitu pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja

b. Ahli keselamatan dan kesehatan kerja yaitu tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar Departemen Tenaga Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, antara lain: keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Keempat faktor tersebut saling berpengaruh satu sama lainnya, bilamana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi yang optimal, maka status kesehatan akan tercapai secara optimal. Keselamatan kerja merupakan keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan pengolahanya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta melakukan cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1989:12).

2.2.3 Indikator Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Faktor manusia / Pribadi meliputi, antara lain kurangnya kemampuan fisik, mental dan psikologi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, dan stres serta motivasi yang tidak cukup.

2. Faktor Kerja / Lingkungan Meliputi, tidak cukup kepemimpinan dan pengawasan, rekayasa, pembelian dan pengadaan barang, perawatan, standar-standar kerja dan penyalahgunaan. Dari beberapa uraian diatas

(10)

dapat ditarik kesimpulan mengenai indikator tentang keselamatan dan kesehatan kerja meliputi, faktor lingkungan dan faktor manusia. (Anoraga, 2005:76)

3. Lingkungan Kerja merupakan tempat dimana seseorang atau keryawan dalam beraktifitas bekerja. Lingkungan kerja dalam hal ini menyangkut kondisi kerja, suhu, penerangan, dan situasinya

4. Alat Kerja dan Bahan merupakan hal yang pokok dibutuhkan oleh perusahaan untuk memproduksi barang. Dalam memproduksi barang alat-alat kerja sangatlah vital digunakan oleh para pekerja dalammelakukan kegiatan proses produksi dan disamping itu adalah bahan-bahan utama yang akan dijadikan barang.

5. Cara melakukan Pekerjaan

Setiap bagian-bagian opersional memiliki cara melakukan pekerjaan yang berbeda-beda yang dimiliki oleh karyawan. Kecelakaan kerja merupakan hal yang tidak dapat ditolelir lagi kalau tidak adanya kehati-hatian dalam bekerja, pekerja harus mematuhi petunjuk keselamatan kerja.

2.3 Stres Kerja

2.3.1 Pengertian Stres Kerja

Robbins (2002: 38) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi dinamis seorang individu daharapkan dengan kesempatan, keterbatasan atau tuntutan sesuai dengan harapan dan hasil yang ingin dicapai dalam kondisi penting dan tidak

(11)

menentu. Faktor di dalam organisasi yang dimaksud antara lain yaitu upaya untuk menghindari kekeliruan dalam pekerjaan, menyelesaikan tugas dalam kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, atasan yang otoriter serta rekan kerja yang tidak bisa bekerja sama. (Robbins, 2006 : 796).

Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan dimana tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan dimana karyawan tersebut berada (Veithzal, 2004:516). Menurut Nimran (dalam Siregar, 2006:17), ada beberapa alasan mengapa masalah stres yang berkaitan dengan organisasi perlu diselesaikan pada saat ini. diantaranya adalah :

a. Masalah stres adalah masalah yang sering dibicarakan dan posisinya sangat penting dalam kaitannya dengan kinerja karyawan

b. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi, stres juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam organisasi. c. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman terhadap

cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang sehat dan efektif. d. Individu pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa organisasi, baik sebagai

atasan maupun sebagai bawahan, pernah mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.

e. Zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini menuntut manusia

(12)

dan efisien, dan di lain pihak beban kerja pada satuan organisasi juga semakin bertambah sehingga menuntut energi karyawan lebih besar dari sebelumnya dan tampak dari fenomena ini adalah stres kerja yang meningkat.

Menurut Imatama (Siregar, 2006:18) untuk melihat gejala stres di tempat kerja terdapat beberapa faktor -faktor antara lain:

a. kepuasan kerja rendah b. kinerja yang menurun

c. tidak mempunyai semangat kerja d. komunikasi tidak berjalan dengan baik e. melakukan tugas-tugas yang tidak produktif. 2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

Faktor- faktor yang menyebabkan timbulnya stres dalam diri seorang individu dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu faktor yang bersumber dari dalam maupun dari luar individu itu tersebut. Penyebab stres yang bersumber dari dalam individu itu sendiri seperti kepribadiannya, nilai, kebutuhan, tujuan, umur dan kondisi kesehatan. Penyebab stres yang bersumber dari luar individu dibedakan lagi menjadi stres yang bersumber dari dalam perusahaan dan dari luar perusahaan. Sumber stres berasal dari luar perusahaan itu seperti faktor keluarga, masyarakat dan faktor keuangan. Sedangkan dari dalam perusahaan seperti faktor lingkungan fisik, faktor pekerjaan, faktor kelompok kerja, faktor perusahaan dan faktor karir (Gitosudarmo, 2000:46).

(13)

Menurut Robbins (2002:38) ada beberapa faktor penyebab stres kerja, yaitu konflik antar pribadi dengan pimpinan, beban kerja yang sulit dan berlebihan, terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan, tekanan dan sikap kepemimpinan yang kurang adil dan tidak wajar.

1. Konflik Kerja

Konflik kerja adalah ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya secara bersama – sama atau menjalankan kegiatan bersama – sama, atau karena mereka mempunyai status, tujuan, nilai – nilai dan persepsi yang berbeda.

2. Beban Kerja

Beban kerja adalah keadaan dimana karyawan dihadapkan pada sejumlah pekerjaan dan tidak mempunyai cukup waktu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Karyawan juga merasa tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut karena standard pekerjaan terlalu tinggi.

3. Waktu Kerja

Karyawan selalu dituntut untuk segera menyelesaikan tugas pekerja sesuai dengan yang telah ditentukan. Dalam melakukan pekerjaannya karyawan merasa dikejar oleh waktu untuk mencapai target kerja.

4. Sikap Pimpinan

Dalam setiap organisasi kedudukan pemimpin sangat penting,dalam pekerjaan yang bersifat stres, para karyawan bekerja lebih baik jika pemimpinnya mengambil tanggung jawab lebih besar dalam memberikan pengarahan.

(14)

Menurut Robbins (2008:370) Ada tiga kategori potensi pemicu stres (Stresor) yaitu:

a. Faktor-faktor Lingkungan

1. Selain mempengaruhi disain struktur sebuah perusahaan, ketidakpastian lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres para karyawan dalam perusahaan. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi.

2. Ketidakpastian politik juga merupakan pemicu stres diantara karyawan. 3. Perubahan teknologi adalah faktor lingkungan ketiga yang dapat

menyebabkan stres, karena inovasi-inovasi baru yang dapat membuat ketrampilan dan pengalaman seorang karyawan jadi usang dalam waktu singkat, komputer, sistem robotik, otomatisasi dan berbagai bentuk inovasi teknologis lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan membuat mereka stres.

b. Faktor-faktor Perusahaan

1) Tuntutan tugas : faktor yang terkait dengan pekerjaan seseorang, meliputi: desain pekerjaan individual (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan.

2) Tuntutan peran : adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada.

(15)

3) Tuntutan antarpribadi : yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk dapat menyebabkan stres

c. Faktor-faktor Pribadi

Faktor-faktor ini terutama adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang. Berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak merupakan masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan, yang lalu terbawa sampai ketempat kerja. Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja mereka. 2.3.3 Dampak Stres Kerja Pada Karyawan

Pengaruh Stres kerja dapat merugikan bagi karyawan, stres kerja menyebabkan kuantitas kerja karyawan menjadi buruk yaitu karyawan bekerja tidak sesuai dengan target dan kurang berkompetensi dalam bekerja. Selain itu kualitas karyawan yang mengalami stres kerja juga mengakibatkan kurangnya ketelitian, ketuntasan, dan kerapian dalam melaksanakan pekerjaan.

Dampak stres kerja bagi individu menurut Luthans (2005), antara lain: a. Kesehatan

Tubuh manusia dalam mencegah dan mengatasi pengaruh penyakit tertentu, dengan cara memproduksi antibodi sehingga orang yang terkena stres mudah pula terkena penyakit.

(16)

b. Psikologis

Stres akan menyebabkan kekwatiran atau ketegangan secara terus menerus, dan akan menyebabkan kurangnya ketelitian, kerapian dan ketuntasan dalam melaksanakan pekerjaan

c. Interaksi Interpersonal

Karyawan yang bekerja di suatu organisasi menunjukan bahwa stres kerja menyebabkan terjadinya ketegangan dan konflik antara pihak karyawan dengan pihak manejemen. Tingginya emosi berpotensi menghambat kerja sama antara individu satu dengan yang lain.

Dampak stres kerja terhadap karyayawan adalah munculnya masalah yang berhubungan dengan kesehatan, psikologis dan interaksi interpersonal. Masalah kesehatan seperti gejala Gangguan fisik misalnya : tekanan darah tinggi, penyakit jantung. Masalah psikologis seperti depresi, cemas, apatisme, reaksi emosional, kemarahan dan konsentrasi menurun.

2.3.4 Mengelola Stres Kerja

Menurut Robbins (2008:377) dari sudut pandang perusahaan, manajemen mungkin tidak peduli ketika karyawan mengalami tingkat stres rendah hingga menengah, karena kedua tingkat stres ini mungkin bermanfaat dan membuahkan kinerja karyawan yang lebih tinggi atau meski rendah tetapi berlangsung terus menerus dalam periode yang lama dapat menurunkan kinerja karyawan. Dengan demikian, membutuhkan tindakan dari pihak manajemen. Ada dua pendekatan dalam mengelola stres kerja yaitu:

(17)

1. Pendekatan Individual

Seorang karyawan memiliki tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stres. Strategi individual yang telah terbukti efektif meliputi penerapan manajemen waktu, penambahan waktu olah raga, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial. Karyawan yang teratur, sering dapat merampungkan pekerjaan dua kali lebih banyak daripada karyawan yang tidak teratur. Karena itu pemahaman dan pemanfaatan prinsip-prinsip dasar manajemen waktu dapat membantu individu mengatasi ketegangan akibat tuntutan kerja secara lebih baik. Beberapa prinsip manajemen waktu yang dapat dipraktekkan adalah:

1. Membuat daftar kegiatan harian yang harus dirampungkan

2. Memprioritaskan kegiatan berdasarkan tingkat kepentingan dan urgensinya 3. Menjadwalkan kegiatan menurut prioritas yang telah disusun

4. Memahami siklus harian dan menangani pekerjaan yang banyak menuntut dalam siklus kerja tertinggi ketika anda dalam keadaan paling siap dan produktif. 2. Pendekatan Perusahaan

Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan tuntutan peran dikendalikan oleh manajemen. Dengan sendirinya faktor-faktor tersebut dapat dimodifikasi atau diubah. Strategi yang bisa manajemen pertimbangkan meliputi: seleksi personel dan penempatan kerja yang lebih baik, pelatihan, penetapan tujuan yang realistis, pendesainan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan dalam komunikasi perusahaan, penawaran cuti panjang atau masa sabatikal (biasanya untuk penelitian, kuliah atau bepergian) kepada karyawan dan

(18)

penyelenggara program-program kesejahteraan perusahaan. Siagian (2003:302-303) mengatakakan bahwa ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk mengatasi stres kerja karyawan, yaitu :

a. Merumuskan kebijakan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stres.

b. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres.

c. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya.

d. Membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya.

e. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat diidentifikasikan dan dihilangkan secara dini. f. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian

rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dapat dielakkan.

g. Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka sempat mengahadapi stres.

(19)

Rivai (2004:518) mengatakan bahwa langkah pertama dari program penanggulangan stres ialah mengakui bahwa stres itu ada, sehingga langkah tersebut masih tetap di dalam batas yang dapat ditolerir. Dua program cikal bakal manajemen stres yang sering digunakan ialah klinis dan keorganisasian. Yang pertama diprakarsai oleh perusahaan dan memusatkan perhatian atas masalah–masalah individu . Yang berikutnya menyangkut unit atau kelompok dalam angkatan kerja dan memusatkan perhatian atas masalah-masalah kelompok atau organisasi secara keseluruhan.

1. Program klinis

Program ini penanggulangannya didasarkan atas pendekatan medis tradisional. Beberapa unsur dari program tersebut mencakup : diagnosis, pengobatan dan pencegahan

2. Program keorganisasian

Program keorganisasian ditujukan lebih luas meliputi seluruh karyawan. Program tersebut sering didorong oleh masalah-masalah yang ditemukan dalam kelompok atau suatu unit, atau oleh perubahan penangguhan seperti relokasi pabrik, dan sebagainya. Termasuk dalam daftar program semacam itu ialah manajemen, berdasarkan sasaran, program pengembangan organisasi, pengayaan pekerjaan, perancangan kembali struktur organisasi, pembentukan kelompok kerja otonom, pembentukan jadwal kerja variabel, penyediaan fasilitas kesehatan karyawan. 3. Penanggulangan secara mandiri

(20)

b. Kenali permasalahan, coba kenali akar permasalahnnya , apa yang membuat diri resah.

c. Terapi, ikutilah kegiatan sosial sehingga dapat menghindari permasalahan sejenak. d. Hadapilah , sebaiknya dihadapi dan selesaikan agar tidak mengganggu lagi.

e. Atur jadwal, buat jadwal yang harus diprioritaskan lebih dahulu dan tentukan mana yang dapat ditunda. Perkecil peluang untuk timbulnya stres dengan mempersibuk diri sendiri.

2.4 Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Anggia Prihayandari (2006) berjudul : “Pengaruh Organisasi Terhadap Stres Kerja Karyawan di PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) Medan “ dengan sampel 50 karyawan. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa organisasi yang terdiri dari variabel waktu kerja dan karakteristik tugas secara simultan berpengaruh terhadap stres kerja karyawan. Berdasarkan analisis kuantitatif melalui analisis regresi linier berganda, variabel waktu kerja (X1) adalah -0,132 artinya berpengaruh negatif terhadap stres kerja karyawan (Y) dan variabel karakteristik tugas (X2) adalah 0,976 artinya berpengaruh positif terhadap stres kerja karyawan (Y).

Hasil penenelitian Herawaty Dalimunthe (2009) berjudul : “Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Stres Kerja Karyawan PDAM Tiratanadi Cab. Medan Sunggal” menyatakan bahwa : Kondisi lingkungan kerja yang terdiri dari kondisi fisik kerja dan kondisi temporer kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap

(21)

stres kerja karyawan. Kondisi temporer kerja merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi stres kerja karyawan.

Hasil Penelitian Devi Amelia lubis (2009) berjudul : “Pengaruh Dukungan Organisasi Terhadap Stres Kerja Karyawan Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Medan Putri Hijau” menyatakan bahwa Dukungan organisasi yang terdiri dari komponen promosi, dan komponen komunikasi secara serentak mempengaruhi stres kerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Medan Putri Hijau. Komunikasi berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap stres kerja karyawan pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang.

Hasil Penelitian analisis stres kerja karyawan Siti Rahmawati (2008) : Analisis Stres kerja karyawan pada PT pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Bogor “ menyatakan bahwa Faktor-faktor penyebab stres kerja (stresor) karyawan PT BRI (Persero) Tbk Cabang Bogor terdiri dari tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur oganisasi, kepemimpinan organisasi, dan tahap hidup organisasi. Tingkat stres kerja karyawan PT BRI (Persero) Tbk Cabang Bogor secara keseluruhan tergolong pada kategori rendah. Seluruh karakteristik karyawan tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan stres kerja.

2. 5 Kerangka Konseptual

Kerangka Konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan teori dengan faktor- faktor penting yang telah diketahui dalam suatu

(22)

masalah tertentu. Teori ini secara logis mencermati dokumentasi-dokumentasi dari riset sebelumnya yang terdapat pada suatu area masalah secara umum. (Kuncoro 2009:45). Robbins (2002: 38) menyatakan bahwa stres merupakan kondisi dinamis seorang individu daharapkan dengan kesempatan, keterbatasan atau tuntutan sesuai dengan harapan dan hasil yang ingin dicapai dalam kondisi penting dan tidak menentu.

Faktor organisasi merupakan salah satu sumber potensial dari stres para karyawan di perusahaan. Faktor di dalam organisasi yang dimaksud antara lain : yaitu upaya untuk menghindari kekeliruan dalam pekerjaan, menyelesaikan tugas dalam kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, atasan yang otoriter serta rekan kerja yang tidak bisa bekerja sama. (Robbins, 2006 : 796). Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan dimana tekanan tersebut disebabkan oleh lingkungan pekerjaan dimana karyawan tersebut berada (Veithzal, 2004:516).

Fathoni (2006:176) mengatakan bahwa jam kerja sebagai faktor penyebab stres kerja dengan mengatakan bahwa terdapat enam faktor penyebab stres kerja karyawan antara lain beban kerja yang sulit dan berlebihan, tekanan dan sikap pimpinan yang kurang adil dan tidak wajar, waktu dan peralatan yang kurang, konflik antara pribadi dengan pimpinan atau kelompok kerja, balas jasa yang terlalu rendah, masalah-masalah kerluarga. Jam kerja merupakan bagian paling umum yang harus ada pada sebuah perusahaan. Jam kerja karyawan umumnya ditentukan oleh

(23)

pemimpin perusahaan berdasarkan kebutuhan perusahaan, peraturan pemerintah, kemampuan karyawan bersangkutan. Jam kerja kerja dapat menjadi pemicu stres jika terlalu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan atau tidak terdapat waktu yang cukup untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau dengan kata lain pekerja dituntut untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu (Ivancevich 2009:298)

Jaminan Keamanan Kerja adalah jaminan kesehatan dan keselamatan kerja yang diberikan perusahaan kepada karyawan sehingga karyawan merasa aman secara fisik . Salah satu jaminan keamanan kerja karyawan yaitu program kesehatan dan keselamatan kerja karyawan. Kesehatan dan keselamatan kerja adalah kebebasan dari kekerasan fisik. Resiko kesehatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi atau gangguan fisik. Kesehatan pekerja bisa terganggu karena penyakit, stres, maupun karena kecelakaan. Program kesehatan yang baik akan menguntungkan para pekerja secara material, selain itu mereka dapat bekerja dalam lingkungan yang lebih nyaman, sehingga secara keseluruhan para pekerja akan dapat bekerja secara lebih produktif. (Mondy, 2005:360). Faktor penyebab stres kerja atau sumber stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja. Faktor lingkungan kerja berupa jaminan keamanan secara fisik, yang mempengaruhi kondisi fisik, manajemen atau hubungan sosial dilingkungan pekerjaan. (Dwiyanti, 2001:75). Schuler (2000 : 233) menyatakan penyebab umum stres kerja bagi pekerja adalah atasan, gaji, jaminan keamanan dan keselamatan

(24)

Menurut Siagian (2004), kurang terpenuhinya jaminan keamanan di tempat kerja, akan berhubungan dengan kinerja kerja yang merosot, keinginan pindah yang besar, kepuasan kerja yang rendah, tingkat stres yang tinggi, disiplin kerja tidak sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi, konflik yang berlarut-larut tidak diselesaikan dan berbagai hal negatif lainnya. Dengan demikian, diketahui bahwa kurang terpenuhinya jaminan keamanan bagi karyawan di tempat kerja, berkaitan langsung dengan terjadinya stres pada karyawan. Sedarmayanti (2009:66) menyatakan bahwa jaminan keamanan kerja, peralatan kerja yang tidak nyaman, kebisingan ditempat kerja, tempratur yang terlalu panas merupakan faktor yang mempengeraruhi stres kerja yang bersumber dari lingkungan kerja.

Berdasarkan teori- teori yang dikemukakan, maka model kerangka konseptual yang digunakan adalah:

Sumber : (Ivancevich 2009:298) (Sedarmayanti, 2009 : 66 ) diolah Gambar 2.1. Kerangka Konseptual

Jam Kerja (X1)

Jaminan Keamanan Kerja (X2)

(25)

2.4 Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang mencerminkan hubungan antar variabel yang sedang diteliti dan merumuskan hipotesis yang berbentuk alur yang dilengkapi dengan penjelasan kualitatif.

Berdasarkan kerangka konseptual, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: ” Jam kerja dan jaminan keamanan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap stres kerja karyawan”

Referensi

Dokumen terkait

18 Fischer menyebutkan bahwa “rasa takut merupakan emosi yang timbul pada situasi stress dan tidak menentu (uncertainty) sehingga orang merasa dirinya terancam atau tidak berdaya

Hasil penelitian menunjukkan produksi ASI pada ibu postpartum setelah diberikan intervensi pijat oksitosin semuanya (100%) mempunyai produksi ASI cukup dan hasil uji

Pada penelitian ini metode tes digunakan untuk mengumpulkan data mengenai hasil belajar matematika siswa dengan cara memberikan soal tes yang sama pada kedua

Pasal 12 ayat (3) KUHP menyatakan bahwa : pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim

Berdasarkan analisis regresi faktor abiotik terhadap keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan jenis Collembola pada perkebunan apel didapatkan hasil bahwa faktor abiotik

Homologi antara 93-95% menunjukkan bahwa spesies yang dibaningkan terdapat pada tingkatan genus yang berbeda.Data urutan basa dari berbagai spesies mikroba

Penelitian ini merupakan penelitian analisis korelasional yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan derajat demam berdarah dengue

Praktik Makan Bersama telah menjadi metafora dan metonymy Pendidikan Kristiani yang diproduksi oleh masyarakat dalam konteks perubahan sosial di Ambon.. Di