• Tidak ada hasil yang ditemukan

INCREASING MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING SKILLS THROUGH CORE LEARNING APPLICATION TO JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INCREASING MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING SKILLS THROUGH CORE LEARNING APPLICATION TO JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |24

INCREASING MATHEMATICAL PROBLEM SOLVING SKILLS

THROUGH CORE LEARNING APPLICATION TO

JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS

Nuning Purwanti1, Lukman Ibrahim2, dan Novi Trina Sari3

1,2,Prodi Pendidikan Matematika FTK Universitas Islam Negeri Banda Aceh 3Dosen Prodi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Aceh

ABSTRACT

The purpose of this study is to find the mathematical problem solving abilities of junior high school students who are taught between the CORE model and conventional learning, increase students' mathematical problem solving abilities after implementing the CORE model. The research method used was experimental research with a pretest-posttest control group design. The population in this study were all students of SMP Negeri 3 Meulaboh, with sampling carried out using simple random sampling techniques. In this study the sample consisted of two classes, namely VIII4 as the experimental class and VIII6 as the control class. From the research results, it was obtained (1) the mathematical problem solving abilities of students who were taught the CORE learning model were better than conventional learning, this could be obtained from the t-test statistical data with t-count = 3.45 and t-table = 1.67. (2) increase in mathematical problem solving abilities of class VIII students of SMP Negeri 3 Meulaboh who are taught through the CORE learning model,𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔>

𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙13,86 > 1,67. Thus rejected, which means accepted 𝐻0. Therefore, it can be concluded that there isincreasing students' mathematical problem solving abilities through the application of the CORE learning model to junior high school students.

Keyword : CORE Model, Mathematical Problem Solving Skills

ABSTRAK

Tujuan dalam penelitian untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang diajarkan antara model CORE dengan pembelajaran konvensional, peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah diterapkan model CORE. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen dengan desain pretest-posttest control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa/siswi SMP Negeri 3 Meulaboh, dengan pengambilan sampel yang dilakukandengan pemilihan sampel menggunakan teknik random sampling dengan merandom kelas yang paralel. Pada penelitian ini sampelnya terdiri atas dua kelas yaitu VIII4 sebagai kelas eksperimen dan VIII6 sebagai kelas kontrol.Dari hasil penelitian diperoleh

(1) kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan model pembelajaran CORE lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, hal ini dapat diperoleh dari data statistik uji-t dengan thitung= 3,45 dan ttabel = 1,67.(2) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis

siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Meulaboh yang diajarkan melalui model pembelajaran CORE, hal ini dapat diketahui dari hasil N-Gain pretest yang tergolong pada kategori rendah dan posttest yang tergolong pada kategori sedang dan hasil uji paired sample t-test diperoleh 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙sebesar 1,67 dan

𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔sebesar 13,86 yang berarti 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔> 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 yaitu 13,86 > 1,67. Dengan demikian H0ditolak

sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa melalui penerapan model pembelajaran CORE pada siswa SMP.

(2)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |25

Kata Kunci: Model Pembelajaran CORE, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. PENDAHULUAN

Matematika merupakan suatu ilmu hitung dan ilmu pasti yang berkenaan dengan tata cara berpikir secara nalar dan logika yang mewujudkan hasil akhir secara tepat dan akurat. Matematika bukan hanya sebatas segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dan angka, akan tetapi matematika bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan untuk memecahkan suatu masalah yang terkait. Abdurrahman mengatakan bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena: (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan ketrampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang (Abdurrahman, 2003:253).

Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang telah dilakukan peneliti pada tanggal 16 Agustus 2018, memperoleh data siswa yang dapat menjawab soal pemecahan masalah diperoleh untuk indikator memahami masalah misalnya dengan menuliskan unsur-unsur diketahui dan ditanya tentang matematika yang telah dipelajari belum sepenuhnya terjalankan hampir mencapai 10%, sedangkan untuk indikator merencanakan strategi belum terpenuhi sama sekali mencapai 90%, dan untuk indikator melaksanakan permasalahan rata-rata hampir mencapai target yang terpenuhi dimana siswa sudah mampu melaksanakan strategi-strategi persoalan yang ingin dijawab mencapai 60% dan untuk indikator memeriksa kembali dan menarik kesimpulan dari suatu persoalan masih belum mencapai target yang terpenuhi adalah 40%. Jadi dapat disimpulkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih tergolong rendah dan ada indikator-indikator yang tidak memenuhi sama sekali. Hal tersebut diduga penyebabnya bisa muncul dari berbagai faktor di antaranya adalah siswa enggan untuk mengajukan pertanyaan, meskipun guru selalu berupaya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan hal-hal yang belum dipahami. Kemudian, masih terdapat juga sebagian guru yang kurang mengembangkan kreativitas dan kemampuan literasi matematis siswa, cenderung pembelajaran menggunakan soal yang umumnya berisikan soal-soal rutin dan solusi jawaban yang tunggal.

Selain itu berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika di kelas VIII yang mengatakan bahwa, ternyata selama ini siswa lebih banyak

(3)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |26 diberikan soal-soal dengan level 1, 2, dan 3. Kemudian siswa jarang diberikan soal-soal yang membutuhkan nalar dan beberapa kemampuan pengetahuan lainnya untuk menyelesaikan persoalan yang ada, sehingga jika siswa dihadapkan dengan soal-soal yang membutuhkan nalar, siswa akan sulit untuk menyelesaikannya (Wawancara Guru Bidang Studi Matematika, 2018).

Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hasil penelitian Hariyanto (2016:40) menunjukkan keberhasilan dari penerapan model pembelajaran CORE terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Selain itu, penelitian Gusti Ayu Nyoman (2015:9) juga menunjukkan model pembelajaran CORE berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang signifikan antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model CORE dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Dengan demikian, diharapkan model pembelajaran CORE ini mampu mewujudkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang lebih baik.

Keterkaitan atau kecocokan penerapan model pembelajaran CORE dengan kemampuan pemecahan masalah matematis adalah suatu diskusi yang terjalankan dari awal hingga akhir pembelajaran. Hal ini terlihat dalam salah satu langkah pembelajaran model CORE yaitu adanya keterkaitan materi yang sudah diterima sebelum pembelajaran dengan materi yang akan dibelajarkan. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa model pembelajaran CORE dapat dijadikan alternatif untuk mewujudkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa menjadi lebih baik.

METODE PENELITIAN

Adapun rancangan penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian eksperimen, dengan pendekatan kuantitatif.Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Meulaboh, sedangkan sampel yang digunakan adalah siswa yang terdapat pada kelas VIII4 sebagai kelas eksperimen dan VIII6 sebagai kelas kontrol. Dalam penelitian ini peneliti juga mengambil sampel dengan menggunakan teknik random sampling dimana setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel.

Instrumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah tes. Tes yang diberikan berbentuk essay yang dirancang mengacu pada indikator yang ditetapkan pada

(4)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |27 RPP. Soal tes yang diberikan sebanyak 3 butir soal, dan juga pada penelitian ini dilakukan dua kali tes yaitu pretest dan posttest.

Analisis data pada penelitian terdiri dari tes kemampuan pemecahan masalah. Adapun beberapa langkah untuk menganalisis datanya sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu data digunakan uji chi-kuadrat pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 dan dk = (n – 1)

2. Untuk menguji homogenitas suatu data

3. Setelah diuji data pretest dan posttest antara siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistibusi normal dan homogen, maka langkah selanjutnya adalah menguji kesamaan dua rata-rata dari hasil tes kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan uji-t.

Uji yang digunakan adalah uji pihak kanan maka “kriteria pengujian yang dilakukan adalah tolak H0 jika 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑡(1−∝) dalam hal lainnya H1 diterima. Analisis hasil kemampuan pemecahan masalah yang digunakan adalah uji-t satu pihak.

Adapun hipotesis pengujian yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut: H0 : Tidak adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang

signifikan setelah diterapkan model pembelajaran CORE pada siswa SMP.

H1: Adanya peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang signifikan setelah diterapkan model pembelajaran CORE pada siswa SMP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan perhitungan nilai pretest untuk kelas eksperimen diperoleh skor rata-rata (x̅ ) = 33,193, variansnya (𝑠1 12) = 9,20, dan simpangan bakunya (𝑠1) = 3,03. Sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh skor rata-rata (x̅ ) = 33,136, variansnya (𝑠2 22) = 14,55, dan simpangan bakunya (𝑠2) = 3,81.

Berdasarkan perhitungan nilai posttest untuk kelas eksperimen diperoleh skor rata-rata (x̅ ) =43,940, variansnya (𝑠1 12) = 3,52 dan simpangan bakunya (𝑠1) =1,86. Sedangkan untuk kelas kontrol diperoleh skor rata-rata (x̅ ) = 40,635, variansnya (𝑠2 22) = 16,99, dan simpangan bakunya (𝑠2) = 4,12.

Uji normalitas pada tes hasil kemampuan pemecahan masalah untuk pretest pada kelas eksperimen diperoleh x̅ = 33,193 dan 𝑠1 12 = 9,20. Maka dapat disimpulkan bahwa

data tes hasil kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen adalah berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelas kontrol 𝜒2 ≤ 𝜒2(1 − )(𝑘 − 1) yaitu

(5)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |28 7,9275≤11,1. Maka dapat disimpulkan bahwa data tes akhir dari kelas kontrol berdistribusi normal. Tes hasil kemampuan pemecahan masalah untuk posttest pada kelas eksperimen diperoleh x̅ =43,940 dan 𝑠1 12 = 3,52. Maka dapat disimpulkan bahwa data tes hasil kemampuan pemecahan masalah dari kelas eksperimen berdistribusi normal. Sedangkan untuk kelas kontrol 𝜒2 ≤ 𝜒2(1 − )(𝑘 − 1) yaitu 4,9504 ≤ 11,1. Maka dapat disimpulkan bahwa data tes akhir dari kelas kontrol berdistribusi normal.

Uji homogenitas pretest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah Fhitung ˂ Ftabel yaitu 0,63 < 1,98 sehingga terima H1 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan varians antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selanjutnya adapun rumusan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:

𝐻0: μ1 = μ2: Nilai rata-rata pretest kelas eksperimen sama dengan nilai rata-rata

pretest kelas kontrol.

𝐻1: μ1 ≠ μ2: Nilai rata-rata pretest kelas eksperimen tidak sama dengan nilai rata-rata

pretest kelas kontrol.

Berdasarkan perhitungan diperoleh s = 3,20 dan t hitung = 3,448. Sehingga diperoleh 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 3,448 dengan dk = 25 + 25 – 1 = 48. Pada taraf signifikan 𝛼 = 0,05 dan derajat kebebasan 48 dari tabel distribusi t diperoleh 𝑡(0,95) = 1,68+1,67

2 = 1,675 sehingga 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑡(1−𝛼) yaitu 3,448 > 1,675.Sehingga berdasarkan kriteria penolakan dapat diputuskan bahwa H0 ditolak, oleh karenanya dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diterapkan model pembelajaran CORE lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Dengan demikian dapat dapat disimpulkanbahwa model pembelajaran CORE sangat berkaitan dengan teori kontruktivisme dimana dalam proses pembelajaran siswa mampu membangun pemahaman yang dapat menimbulkan minat belajar yang tinggi. Proses membangun pemahaman inilah yang lebih penting daripada hasil belajar karena pemahaman akan bermakna terhadap materi yang dipelajari. Dan siswa diupayakan harus aktif dalam membangun pengetahuannya sendiri, serta mengembangkan kemampuannya untuk berfikir secara lebih mandiri, dan juga kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang diajarkan dengan model pembelajaran CORE lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

(6)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |29 Selanjutnya dilakukan uji n-gain dimana n-gain itu sendiri adalah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran.

Berikut ini disajikan uji N-Gain untuk kelas eksperimen sebagai berikut: Tabel 1. Hasil N-Gain Kelas Eksperimen

No Nama Kelompok Skor

Pretest Skor Posttest N-Gain Kategori 1 A1 Eksperimen 35,47 48,24 0,51 Sedang 2 A2 Eksperimen 38,75 43,57 0,22 Rendah 3 A3 Eksperimen 37,64 45,40 0,34 Sedang 4 A4 Eksperimen 34,46 42,71 0,32 Sedang 5 A5 Eksperimen 37,69 42,03 0,19 Rendah 6 A6 Eksperimen 23,71 42,48 0,51 Sedang 7 A7 Eksperimen 31,16 45,78 0,50 Sedang 8 A8 Eksperimen 34,34 39,98 0,21 Rendah 9 A9 Eksperimen 34,37 43,44 0,35 Sedang 10 A10 Eksperimen 36,50 41,03 0,19 Rendah 11 A11 Eksperimen 33,39 44,87 0,42 Sedang 12 A12 Eksperimen 32,30 45,55 0,47 Sedang 13 A13 Eksperimen 33,32 46,28 0,47 Sedang 14 A14 Eksperimen 31,19 42,91 0,40 Sedang 15 A15 Eksperimen 34,42 43,82 0,36 Sedang 16 A16 Eksperimen 35,48 39,97 0,18 Rendah 17 A17 Eksperimen 29,07 43,67 0,46 Sedang 18 A18 Eksperimen 33,31 46,82 0,49 Sedang 19 A19 Eksperimen 31,19 44,40 0,45 Sedang 20 A20 Eksperimen 32,25 46,60 0,51 Sedang 21 A21 Eksperimen 30,13 44,95 0,49 Sedang 22 A22 Eksperimen 33,32 43,90 0,39 Sedang 23 A23 Eksperimen 32,22 44,72 0,44 Sedang 24 A24 Eksperimen 34,38 43,90 0,36 Sedang 25 A25 Eksperimen 31,24 42,62 0,39 Sedang

Sumber: Hasil Pengolahan Data N-Gain

Dari tabel di atas terlihat bahwa sebanyak 5 atau 20% siswa yang memiliki tingkat

N-Gain dengan kategori “Rendah”, kemudian sebanyak 20 atau 80% siswa yang memiliki

tingkat N-Gain dengan kategori “Sedang” selama mengikuti pembelajaran dengan menggunakan model CORE. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model CORE pada kelas eksperimen memiliki nilai rata-rata 0,38 dengan tingkat N-Gain kategori “Sedang”.

(7)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |30 Data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh dari hasil tes yang diberikan pada akhir pertemuan. Tes tersebut berbentuk soal essay yang terdiri dari 3 butir soal yang berisikan materi tentang sistem persamaan linear dua variabel. Tiap butir soal mempunyai bobot skor yang sesuai dengan rubrik penskoran kemampuan pemecahan masalah. Soal tes yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah sama tanpa perbedaan sedikitpun.

Berikut disajikan presentase hasil tes awal dan tes akhir kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah dilakukannya analisis data sebagai berikut:

Tabel 2. Presentase Hasil Tes Awal (Pretest) dan Tes Akhir (Posttest) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Hasil Tes Awal

Aspek yang diamati Rendah Sangat baik

Menuliskanunsur-unsur yang diketahuidanditanya 80 % 20 %

Menuliskanrumusatau (konsep) 79 % 21 %

Menerapkanprosedur (operasihitung) 84 % 16 %

Memeriksakembaliprosedur 99 % 1 %

Hasil Tes Akhir

Aspek yang diamati Rendah Sangat baik

Menuliskan unsur-unsur yang diketahuidanditanya 5 % 95 %

Menuliskanrumusatau (konsep) 75 % 25 %

Menerapkanprosedur (operasihitung) 31 % 69 %

Memeriksakembaliprosedur 45 % 55 %

Sumber: Hasil Pengolahan data

Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa keadaan awal kemampuan pemecahan masalah matematis siswa untuk tiap-tiap indikator memiliki presentase sebagai berikut:

1. Menuliskan unsur-unsur yang diketahui dan ditanya

Presentase menuliskan unsur-unsur yang diketahui dan ditanya dalam kategori rendah mengalami penurunan dari yang sebelumnya 80% menurun menjadi 5 %, sedangkan dalam kategori sangat baik mengalami peningkatan dari yang sebelumnya 20% menjadi 95%.

2. Menuliskan rumus atau konsep

Presentase menuliskan rumus atau konsep dalam kategori rendah mengalami penurunan dari yang sebelumnya 79% menurun menjadi 75%, sedangkandalam kategori sangat baik mengalami peningkatan dari yang sebelumnya 21% menjadi 25%.

(8)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |31 4.

Presentase menerapkan prosedur (operasi hitung)dalam kategori rendah mengalami penurunan dari yang sebelumnya84% menurun menjadi 31%, sedangkan dalam kategori sangat baik mengalami peningkatan dari yang sebelumnya 16% menjadi 69%.

5. Memeriksa kembali prosedur

Presentase memeriksa kembali prosedur dalam kategori rendah mengalami penurunan dari yang sebelumnya 99% menurun menjadi 45%, sedangkan dalam kategori sangat baik mengalami peningkatan dari yang sebelumnya 1% menjadi 55%.

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dalam kategori rendah mengalami penurunan, sedangkan siswa yang berkategori sangat mengalami peningkatan. Maka hal tersebut dapat disimpulkan bahwa model CORE dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan data dan hasil analisisnya yang sesuai dengan permasalahan dicoba mencari solusi dengan didukung oleh hasil kerja literatur dan metodologi yang akurat dari penelitian ini, dirumuskan beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan pada pembahasan sebelumnya, disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran CORE lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Berdasarkan hasil uji N-gain pada kelas eksperimen diperoleh hasil rendah sebanyak 20% dan sedang sebanyak 80%. Sedangkan hasil uji hipotesis menggunakan uji t berpasangan disimpulkan bahwa tolak H0 terima H1, yaitu peningkatan model CORE terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

(9)

Jurnal JIPPMA Vol. 1, No. 1, Juni 2021 |32

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 2003. Penelitian Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Rineka Cipta. Burhanuddin. Et. Al. 2013. Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang:

Universitas Negeri Malang

Hariyanto. 2016. Penerapan Model CORE dalam Pembelajaran Matematika untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa, JurnalGammath, Vol.1,

No.2

Hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMPN 3 Meulaboh, 2018.

Savinainen dkk. 2002. The Force Concept Inventory, A tool monitoring Student Learning. Sudjana. 2005. Metoda Statistika, Bandung: Tarsito.

Gambar

Tabel 1. Hasil N-Gain Kelas Eksperimen  No  Nama  Kelompok  Skor

Referensi

Dokumen terkait

ABSTRAK— Minat seseorang akan sebuah produk sangat berbeda, terutama para wali murid siswa taman kanak-kanak dalam pemilihan busananya, busana pesta adalah salah satu

The purpose of this research is to know the factors that influence the number of children that is wife age, family income and the value of the child through the

Di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah diterangkan tentang keutamaan berdzikir kepada Allah, baik yang sifatnya muqayyad (tertentu dan terikat) yaitu

Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan entitas pelaporan

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas segala kasih dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Meningkatkan

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan kerja praktek ini benar-benar merupakan hasil2. karya saya sendiri dan bukan merupakan hasil karya orang lain, baik

Berdasarkan hal tersebut peran yang dilakukan oleh orang tua menjadi salah satu hal yang menarik peneliti untuk meneliti tentang ” Peran Orang Tua dalam

Dalam teori pada kasus TBC dibuktikan diagnosa keperawatan utama yang muncul adalah 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret,