• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah proses perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga pada satu saat akan tercapai kesetimbangan panas. Kesetimbangan panas terjadi jika panas dari sumber panas sama dengan jumlah panas yang dilepas oleh benda atau material tersebut ke lingkungan sekitarnya. Proses perpindahan panas berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu: [3]

1. Konduksi. 2. Konveksi. 3. Radiasi.

Dalam prakteknya ketiga proses perpindahan panas tersebut sering terjadi secara bersama-sama.

Dalam bab ini akan dijelaskan teori perpindahan panas secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

2.1.1 Konduksi

2.1.1.1 Laju Perpindahan Panas

Konduksi adalah proses perpindahan panas dari suatu bagian benda padat atau material ke bagian lainnya. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung pada benda padat umumnya logam.

Jika salah satu ujung sebuah batang logam diletakkan di atas nyala api, sedangkan ujung yang satu lagi dipegang, bagian batang yang dipegang ini suhunya akan naik, walaupun tidak kontak secara langsung dengan nyala api. Pada perpindahan panas secara konduksi tidak ada bahan dari logam yang berpindah. Yang terjadi adalah molekul-molekul logam yang diletakkan di atas nyala api membentur molekul-molekul yang berada di dekatnya dan memberikan sebagian panasnya. Molekul-molekul terdekat kembali membentur molekul-molekul terdekat lainnya dan memberikan sebagian panasnya, dan begitu seterusnya di sepanjang bahan sehingga suhu logam naik.

(2)

Jika pada suatu logam terdapat perbedaan suhu, maka pada pada logam tersebut akan terjadi perpindahan panas dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah. Besarnya laju perpindahan panas (q) berbanding lurus dengan luas bidang (A) dan perbedaan suhu (𝜕𝑇 𝜕𝑥⁄ ) pada logam tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1. Secara matematis dinyatakan sebagai :

𝑞 = 𝐴𝜕𝑇

𝜕𝑥 2 − 1

Gambar 2.1 Perpindahan laju panas pada sebuah konduktor

Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktifitas termal didapat persamaan berikut yang disebut juga dengan hukum Fourier tentang konduksi:

𝑞 = −𝑘𝐴𝜕𝑇

𝜕𝑥 2 − 2

Dimana : q = Laju perpindahan panas (W)

k = Konduktifitas termal (W/m 0C) A = Luas penampang (m2)

𝜕𝑇 𝜕𝑥⁄ = Gradien suhu,yaitu laju perubahan suhu T dalam arah aliran x(0C/m)

Tanda minus (-) menunjukkan arah perpindahan panas terjadi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah.

Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan menunjukkan laju perpindahan panas yang mengalir dalam suatu bahan. Konduktifitas thermal kebanyakan bahan merupakan fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau suhu naik, akan tetapi variasinya kecil dan sering kali diabaikan. Jika nilai konduktifitas thermal suatu bahan makin besar, maka makin besar juga panas yang mengalir melalui benda tersebut. Karena itu, bahan yang

(3)

harga k-nya besar adalah penghantar panas yang baik, sedangkan bila k-nya kecil bahan itu kurang menghantar atau merupakan isolator. Nilai Konduktifitas thermal berbagai bahan diberikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Konduktifitas thermal berbagai bahan[1]

Bahan K(W/m.0C) Bahan K(W/m.0C)

Logam Bukan logam

Perak Tembaga Aluminium Nikel Besi Baja karbon Timbal Baja krom-nikel Emas 410 385 202 93 73 43 35 16,3 314 Kuarsa Magnesit Marmar Batu pasir Kaca jendela Kayu Serbuk gergaji Wol kaca Karet Polystyrene Polyethylene Polypropylene Polyvinyl Chlorida Kertas 41,6 4,15 2,08 - 2,94 1,83 0,78 0,08 0,059 0,038 0,2 0,157 0,33 0,16 0,09 0,166

Zat Cair Gas

Air raksa Air Amonia Minyak lumas SAE 50 Freon 12 8,21 0,556 0,540 0,147 0,073 Hidrogen Helium Udara

Uap air (jenuh) Karbondioksida 0,175 0,141 0,024 0,0206 0,0146

(4)

2.1.1.2 Konduksi pada bidang Datar [6]

Perpindahan panas pada suatu dinding datar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, dapat diturunkan dengan menerapkan Persamaan 2-2.

Gambar 2.2 Konduktifitas pada bidang datar Jika Persamaan 2-2 diintegrasikan :

∫ 𝑞𝜕𝑥 = − ∫ 𝑘𝐴𝜕𝑇 Maka akan diperoleh

𝑄∆𝑥 = −𝑘𝐴∆𝑇 𝑄 = −𝑘𝐴

∆𝑥(𝑇2− 𝑇1) 2 − 3 Dimana : T1 = Suhu dinding sebelah kiri (0C)

T2 = Suhu dinding sebelah kanan (0C) ∆𝑥 = Tebal dinding (m)

Apabila dalam sistem itu terdapat lebih dari satu macam bahan, misalnya dinding berlapis rangkap seperti pada Gambar 2.3, maka aliran panas dapat dituliskan sebagai :

(5)

Q 𝑄 = −𝑘𝐴𝐴 ∆𝑥𝐴(𝑇2− 𝑇1) = − 𝑘𝐵𝐴 ∆𝑥𝐵(𝑇3− 𝑇2) = −𝑘𝐶𝐴 ∆𝑥𝐶(𝑇4− 𝑇3) 2 − 4

Gambar 2.3 Dinding konduktor yang yang terdiri dari tiga lapisan Persamaan tersebut mirip dengan hukum Ohm dalam aliran listrik. Dengan demikian perpindahan panas dapat dianalogikan dengan aliran arus listrik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Analogi listrik aliran panas pada konduktor berlapis tiga Menurut analogi diatas, perpindahan panas sama dengan:

𝑄 =∆𝑇𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛

𝑅𝑡ℎ 2 − 5 Jika ketiga Persamaan 2-4 dipecahkan serentak, maka aliran panas adalah:

𝑄 =∆𝑥 𝑇1− 𝑇4 𝐴 𝑘𝐴𝐴 ⁄ + ∆𝑥𝐵 𝑘𝐴𝐵 ⁄ + ∆𝑥𝐶 𝑘𝐴𝐶 ⁄ 2 − 6 Sehingga persamaan Fourier dapat dituliskan sebagai berikut :

𝐴𝑙𝑖𝑟𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 =𝐵𝑒𝑑𝑎 𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 𝑃𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑇𝑎ℎ𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑇𝑒𝑟𝑚𝑎𝑙

(6)

Harga tahanan thermal total 𝑅𝑡ℎ tergantung pada susunan dinding penyusunnya, apakah bersusun seri atau paralel atau gabungan.

2.1.1.3 Konduksi pada Silinder [6]

Arah perpindahan panas pada benda berbentuk silinder seperti tabung atau pipa adalah radial. Pada Gambar 2.5 ditunjukkan suatu pipa logam dengan jari- jari dalam 𝑟𝑖, jari-jari luar 𝑟𝑜, dan panjang L, perbedaan suhu permukaan dalam dengan permukaan luar adalah ∆𝑇 = 𝑇𝑖− 𝑇𝑜.

Perpindahan panas pada elemen dr yang jaraknya r dan titik pusat adalah : 𝑞𝑟 = −𝑘𝐴𝑟𝜕𝑡

𝜕𝑟 2 − 7

Gambar 2.5 Aliran radial panas di dalam silinder Luas bidang permukaan silinder berjari jari r adalah

𝐴𝑟 = 2𝜋𝑟𝐿 2 − 8 Sehingga

𝑞𝑟 = −2𝜋𝑘𝑟𝐿 𝜕𝑡

𝜕𝑟 2 − 9 Perpindahan panas dari permukaan dalam ke permukaan luar silinder adalah :

𝑄 = ∫ 𝑞𝑟 = −2𝜋𝑘𝐿 ∫ 𝑟 𝜕𝑇

𝜕𝑟 2 − 10 Batas integral suhu adalah Tt dan To, sedang batas integral r adalah ri dan ro.

(7)

Q

𝑄 =2𝜋𝑘𝐿(𝑇𝑖 − 𝑇𝑜) ln (𝑟𝑜 𝑟

𝑖

⁄ ) 2 − 11 Menurut Persamaan 2-11 di atas:

1 𝑅𝑡ℎ= 2𝜋𝑘𝐿 ln (𝑟𝑜 𝑟 𝑖 ⁄ )

Maka tahanan thermal silinder adalah :

𝑅𝑡ℎ=

ln (𝑟𝑜 𝑟 𝑖 ⁄ )

2𝜋𝑘𝐿 2 − 12 Dengan demikian, analogi listrik aliran panas pada silinder dapat dibuat seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Analogi listrik aliran panas pada silinder

Konsep tahanan thermal dapat juga digunakan pada silinder berlapis seperti halnya dengan dinding datar berlapis. Pada Gambar 2.7 ditunjukkan silinder berlapis dan analogi listriknya.

(8)

Gambar 2.7 Silinder berlapis dan analogi listrik

Untuk silinder berlapis seperti pada Gambar 2.7 penyelesaiannya adalah : 𝑄 = 2𝜋𝐿(𝑇1− 𝑇4) ln (𝑟2 𝑟 1 ⁄ ) 𝑘𝐴 + ln (𝑟3 𝑟 2 ⁄ ) 𝑘𝐵 + ln (𝑟4 𝑟 3 ⁄ ) 𝑘𝐶 2 − 13

Dimana : kA = Konduktifitas termal bahan A

kB = Konduktifitas termal bahan B

kC = Konduktifitas termal bahan C

2.1.2 Konveksi

Konveksi adalah perpindahan panas oleh gerakan massa pada fluida dari suatu daerah ke daerah lainnya. Perpindahan panas konveksi merupakan mekanisme perpindahan panas antar permukaan benda padat dengan fluida.

Pada Gambar 2.8 ditunjukkan sebuah plat panas yang suhunya Tw. Di

atas plat datar mengalir fluida dengan kecepatan U∞ yang merata dengan suhu

T∞. Dengan adanya perbedaan suhu maka panas akan terdistribusi dari plat ke

(9)

Gambar 2.8 Perpindahan panas konveksi dari suatu plat

Mekanisme fisis perpindahan panas konveksi berhubungan dengan proses konduksi. Guna menyatakan pengaruh konduksi secara menyeluruh digunakan hukum Newton tentang pendinginan :

𝑄 = ℎ𝐴(𝑇𝑤−𝑇) 2-14

Dimana Q = Laju perpindahan panas (W)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC) A = Luas permukaan (m2)

Tw = suhu dinding (oC) T∞ = Suhu fluida (oC)

Koeisien perpindahan panas konveksi diberikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Koefisien perpindahan panas konveksi[1]

Fluida-Kondisi H(W/m2. oC)

Udara – konveksi bebas 6-30

Udara – konveksi paksa 30-300

Minyak – konveksi paksa 60-1.800

Air – konveksi bebas 170-1.500

Air – konveksi paksa 300-6.000

Didihan air 3.000-60.000

Kondensasi uap 6.000-120.000

Apabila fluida tidak bergerak (atau tanpa sumber penggerak) maka perpindahan panas tetap ada karena adanya pergerakan fluida akibat perbedaan massa jenis fluida. Peristiwa ini disebut dengan konveksi alami (natural convection) atau konveksi bebas (free convection). Lawan dari konveksi ini adalah konveksi paksa (Forced convection) yang terjadi apabila fluida dengan sengaja dialirkan (dengan suatu penggerak) di atas plat.

2.1.3 Radiasi

Radiasi adalah perpindahan panas tanpa memerlukan zat perantara (medium) tetapi dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Sebagai contoh perpindahan panas dari matahari ke bumi. Panas dari

(10)

matahari tidak dapat mengalir melalui atmosfer bumi secara konduksi karena antara bumi dan matahari adalah hampa udara. Panas matahari tidak dapat sampai ke bumi melalui proses konveksi karena konveksi juga harus melalui pemanasan bumi terlebih dahulu. Selain itu, konduksi dan konveksi memerlukan medium sebagai perantara untuk membawa panas. Jadi walaupun antara bumi dan matahari merupakan ruang hanpa, panas matahari tetap akan sampai ke bumi melalui perpindahan panas secara radiasi.

Besarnya laju perpindahan panas secara radiasi adalah:

𝑄 = 𝑒𝜎𝐴(𝑇14− 𝑇

24) 2-15

Dimana: Q = Laju perpindahan panas (W)

e = Emisivitas benda yang terkena radiasi (0<e<1) 𝝈 = Konstanta Stefan-Bolztman = 5,67 x 10-5 W/m2K4 T1 = Suhu benda (oK)

T2 = Suhu lingkungan (oK)

Emisivitas benda adalah besaran yang bergantung pada sifat permukaan benda. Benda hitam sempurna (black body) memiliki harga emisivitas (e = 1). Benda ini merupakan pemancar dan penyerap yang paling baik. Permukaan pemantul sempurna memilki nilai e = 0.

2.1.4 Perpindahan Panas Pada Kabel[6]

Pada penghantar kawat telanjang yang dialiri arus listrik, arus akan menimbulkan panas pada penghantar. Perpindahan panas pada kawat telanjang yang dialiri arus listrik berlangsung dengan konveksi seperti di tunjukkan Gambar 2.9.

(11)

Gambar 2.9 Perpindahan panas pada kawat telanjang dan analogi listriknya

Perpindahan panas yang terjadi adalah : 𝑄 = ℎ𝐴(𝑇𝑖−𝑇)

Jika panjang kawat adalah L, maka luas permukaan kawat adalah 𝐴 = 2𝜋𝑟𝑖𝐿

Sehingga

𝑄 = 2𝜋𝑟𝑖𝐿ℎ(𝑇𝑖−𝑇∞)

Menurut persamaan diatas, sepertahanan termal adalah : 1 𝑅𝑡ℎ= 2𝜋𝑟𝑖𝐿ℎ Atau 𝑅𝑡ℎ = 1 2𝜋𝑟𝑖𝐿ℎ 2 − 16 Perpindahan panas dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑄 = 𝑇𝑖 − 𝑇1 ∞ 2𝜋𝑟𝑖𝐿ℎ

2 − 17

Dimana: Q = Laju perpindahan panas (W)

Ti = Suhu kawat (oC)

T∞ = Suhu lingkungan (oC)

ri = Jari-jari kabel (m) L = Panjang kabel (m)

(12)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)

Perpindahan panas pada kabel yang dialiri arus listrik berlangsung dengan cara konduksi dan konveksi. Konduksi terjadi dari permukaan dalam isolasi (atau permukaan luar tembaga) ke permukaan luar isolasi. Sedangkan secara konveksi, dari permukaan luar isolasi ke lingkungan. Dengan demikian tahanan thermal yang dilalui panas adalah Rkonduksi dan Rkonveksi seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Perpindahan panas pada kabel berisolasi dan analogi listriksnya Dengan demikian perpindahan panas yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut : 𝑄 = 𝑇𝑖 − 𝑇∞ 𝑅𝑘𝑜𝑛𝑑+ 𝑅𝑘𝑜𝑛𝑣 𝑄 = 𝑇𝑖− 𝑇∞ ln(r0 r i ⁄ ) 2𝜋𝐿𝑘 +2𝜋r10𝐿ℎ 𝑄 = 2𝜋𝐿(𝑇𝑖 − 𝑇∞) ln(r0 r i ⁄ ) 𝑘 +r10h 2 − 18

Diman : Q = Laju perpindahan panas (W)

Ti = Suhu permukaan dalam isolasi (oC)

Ti = Suhu lingkungan (oC)

Q Q

(13)

ro = Jari-jari luar isolasi (m)

ri = Jari-jari kabel (m) L = Panjang kabel (m)

h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)

Untuk kabel lapis rangkap dengan jenis isolasi yang berbeda seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11, maka perpindahan panas yang terjadi adalah :

𝑄 = 2𝜋𝐿(𝑇𝑖 − 𝑇∞) ln(r2 r 1 ⁄ ) 𝑘𝐴 + ln(r3 r 2 ⁄ ) 𝑘𝐵 +r31h 2 − 19

Gambar 2.11 Perpindahan panas pada kabel berisolasi rangkap dan analogi listriknya

2.2 BAHAN ISOLASI

Bahan isolasi digunakan untuk memisahkan bagian-bagian peralatan listrik yang berbeda tegangan. Hal yang sangat penting diperhatikan pada suatu bahan isolasi adalah sifat kelistrikannya. Namun demikian sifat mekanis, sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia perlu juga diperhatikan. Dalam bab ini akan dijelaskan sifat kelistrikan, sifat mekanis, sifat thermal, dan ketahanan terhadap bahan kimia dari bahan isolasi.

2.2.1 Sifat Kelistrikan

Berikut ini dijelaskan 4 hal sifat kelistrikan suatu bahan isolasi yakni: 1. Kekuatan dielektrik.

2. Konduktansi. Q

(14)

3. Rugi-rugi dielektrik 4. Tahanan isolasi

2.2.1.1. Kekuatan Dielektrik[2]

Suatu dielektrik tidak mempunyai elektron-elektron bebas, melainkan elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk dielektrik tersebut. Pada Gambar 2.12 ditunjukkan suatu bahan dilektrik yang ditempatkan di antara dua elektroda piring sejajar.

Gambar 2.12 Medan elektrik dalam dielektrik[2]

Bila elektroda diberi tegangan searah V, maka timbul medan elektrik (E) di dalam dielektrik. Medan elektrik ini memberi gaya kepada elektron- elektron agar terlepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Dengan kata lain, medan elektrik merupakan suatu beban yang menekan dielektrik agar berubah sifat menjadi konduktor. Beban yang dipikul dielektrik ini disebut terpaan medan elektrik(Volt/cm).

Setiap dielektrik mempunyai batas kekuatan untuk memikul terpaan elektrik. Jika terpaan elektrik yang dipikul melebihi batas tersebut, dan berlangsung cukup lama, maka dielektrik akan menghantar arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini dielektrik disebut tembus listrik atau breakdown.

Terpaan elektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu dielektrik tanpa menimbulkan tembus listrik pada dielektrik disebut kekuatan dielektrik. Jika suatu dielektrik mempunyai kekuatan dielektrik Ek, maka terpaan

V Elektroda Dielektrik Elektroda

+

-

E

(15)

elektrik yang dapat dipikulnya adalah lebih kecil atau sama dengan Ek.

Jika terpaan elektriknya melebihi Ek, maka di dalam dielektrik akan terjadai

proses ionisasi berantai yang dapat membuat dielektrik mengalami tembus listrik. Proses ini membutuhkan waktu dan lamanya tidak tentu tetapi bersifat statistik. Waktu yang dibutuhkan sejak mulai terjadi ionisasi sampai terjadi tembus listrik disebut waktu tunda tembus (time lag). Jadi, tidak selamanya terpaan elektrik dapat menimbulkan tembus listrik, tetapi harus memenuhi dua syarat yaitu:

1. Terpaan elektrik yang dipikul dielektrik harus lebih besar atau sama dengan kekuatan dielektriknya, dan

2. Lama terpaan elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan waktu tunda tembus.

Untuk tegangan sinusoidal frekuensi daya dan untuk tegangan searah, syarat kedua tidak berlaku, karena waktu puncak tegangan berlangsung dalam orde mili detik sedang waktu tunda tembus ordenya dalam mikro detik. Tetapi untuk tegangan impuls yang durasinya dalam orde mikro detik kedua syarat tersebut dipenuhi. Untuk tegangan impuls, sekalipun tegangan yang diberikan telah menimbulkan terpaan elektrik yang lebih besar daripada kekuatan dielektrik, masih ada kemungkinan dielektrik tidak tembus listrik. Kemungkinan ini terjadi jika terpaan elektrik itu berlangsung lebih singkat daripada waktu tunda tembus. Tembus listrik terjadi jika terpaan elektrik yang melebihi kekuatan dielektrik itu berlangsung lebih lama daripada waktu tunda tembusnya. Lamanya waktu tunda tembus tidak tentu, oleh karena itu ditentukan dengan statistik. Jadi, tembus listrik suatu dielektrik bersifat statistik, sehingga terpaan elektrik yang menimbulkan tembus listrik dinyatakan dalam suatu harga statistik, yaitu harga yang memberikan probabilitas tembus 50%.

Tegangan tembus yang menyebabkan dielektrik tersebut tembus listrik disebut tegangan tembus atau breakdown voltage. Tegangan tembus adalah besar tegangan yang menimbulkan terpaan elektrik pada dielektrik sama dengan atau lebih besar daripada kekutan dielektriknya. Untuk tegangan impuls, tegangan tembus dinyatakan dalam harga tegangan yang

(16)

memberi probabilitas tembus 50% (V50%) yang artinya adalah: [2]

1. Jika suatu dielektrik diberi n kali tegangan impuls sebesar V50% , maka

dielektrik tersebut akan mengalami tembus listrik sebanyak 0,5n kali. 2. Jika ada sejumlah dielektrik yang sama, masing-masing diberi tegangan

impuls V50%, maka setengah dari dielektrik itu akan tembus listrik.

2.2.1.2 Konduktansi[2]

Pada Gambar 2.13.a ditunjukkan suatu dielektrik yang ditempatkan diantara dua elektroda piring sejajar. Kedua elektroda dan dielektrik merupakan suatu kondensator.

(a) (b) (c)

Gambar 2.13 Konduksi pada suatu dielektrik[2]

Jika kondensator ini merupakan kondensator murni dan dihubungkan ke sumber arus searah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13.a, maka muatan mengalir ke kondensator sehingga tegangan kondensator naik. Aliran muatan akan berhenti ketika tegangan kondensator telah sama dengan tegangan sumber. Dengan perkataan lain, arus mengalir melalui dieletrik hanya selama berlangsung pengisian muatan ke kondensator dan arus ini berlangsung hanya dalam waktu yang sangat singkat. Kurva pengisian ditunjukkan pada Gambar 2.13.b.

Jika kondesator yang dibentuk dielektrik dengan kedua elektroda adalah berupa kondensator komersial, maka kurva arus adalah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.13.c. arus pengisian terjadi selama waktu t1.

kemudian arus berkurang perlahan-lahan selama waktu t2, arus ini disebut

absorpsi. Akhirnya arus mencapai suatu harga tertentu (ik) arus ini disebut arus

(17)

benar-benar tak berhingga.

Beda tegangan (V) diantara kedua elektroda menimbulkan terpaan elektrik (E) dalam dielektrik. Terpaan elektrik ini menggerakkan molekul-molekul dielektrik sampai semuanya terpolarisasi. Molekul-molekul tersebut ada yang bergerak cepat dan ada yang bergerak lamban. Molekul-molekul yang bergerak cepat terpolarisasi dengn cepat yang menimbulkan arus pengisian. Sedangkan molekul-molekul yang bergerak lamban, terpolarisasi dengan lambat yang menimbulkan arus absorpsi.[2]

2.2.1.3. Rugi-Rugi Dielektrik[2]

Tegangan yang diterapkan pada suatu dilektrik menimbulkan tiga komponen arus, yaitu: arus pengisian, arus absorpsi dan arus konduksi. Oleh karena itu rangkaian ekivalen suatu dielektrik harus dapat menampilkan adanya ketiga komponen arus tersebut diatas. Rangkaian ekivalen yang mendekati ditunjukkan pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen suatu dielektrik[2] Keterangan: Cg = Kapasitansi geometris

Rk = Tahanan dielektrik

Ra = Tahanan arus absorbsi

Ca = Kapasitansi arus absorsi

Jika terminal a-b dihubungkan ke sumber tegangan searah maka ada ketiga komponen arus mengalir pada terminal a-b. Arus ip yang mengisi

kondensator Cg, arus ia yang mengisi kondensator Ca dan arus ik yang mengalir

(18)

melalui tahanan Rk. Karena adanya tahanan Ra , maka arus ia berlangsung

lebih lambat dari arus ip. Arus ip berlangsung dengan cepat dan berhenti jika

tegangan kondensator telah sama dengan tegangan sumber. Ketika arus pengisian ip berhenti, ia masih mengalir mengisi kondensator Ca dan arus ini

juga akan berhenti ketika tegangan kondensator Ca telah sama dengan tegangan

sumber. Akhirnya arus yang tersisa adalah arus konduksi yang mengalir melalui tahanan Rk, dan rangkaian dapat disederhanakan menjadi Gambar 2.15 berikut

dan terminal a-b dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik.

Gambar 2.15 Rangkaian ekivalen penyederhanaan Maka arus tiap komponen:

𝐼𝑅 = 𝑉

𝑅𝑒 2 − 20 𝐼𝐶 = 𝜔𝐶𝑒𝑉 2 − 21 Arus total yang diberikan sumber tegangan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.16 adalah:

𝐼 = √𝐼𝑅2+ 𝐼

𝐶2 2 − 22

(19)

Gambar 2.16 Komponen arus dielektrik

Arus IR menimbulkan rugi-rugi daya pada tahanan Re. Rugi-rugi ini disebut

rugi-rugi dielektrik. Rugi-rugi dielektrik adalah rugi-rugi pada dielektrik yang berbentuk panas karena adanya arus yang mengalir pada dielektrik dan adanya tahanan dielektrik. Besarnya rugi-rugi dielektrik adalah perkalian V dan IR atau:

𝑃𝑑 = 𝑉𝐼𝑅 = 𝑉𝐼 𝐶𝑜𝑠 𝜑 = 𝑉𝐼 𝑆𝑖𝑛 𝛿 2 − 23 Menurut Gambar 2.16, cos 𝛿 =𝐼𝑐

𝐼, sehingga arus sumber adalah : 𝐼 = 𝐼𝑐

cos 𝛿 2 − 24 Dengan mensubstitusi Persamaan 2-21 ke Persamaan 2-24 maka diperoleh:

𝐼 =𝜔𝐶𝑒𝑉

cos 𝛿 2 − 25 Dari Persamaan 2-25 dan Persamaan 2-23, maka dieroleh:

𝑃𝑑 =𝜔𝐶𝑒𝑉

cos 𝛿𝑉 𝑆𝑖𝑛 𝛿 = 𝜔𝐶𝑒𝑉2tan 𝛿 2 − 26 Rugi-rugi dielektrik menimbulkan panas yang dapat menaikkan temperatur dielektrik dan pada akhirnya dapat mempercepat penuaan dielektrik. Rugi-rugi dielektrik tergantung kepada frekuensi tegangan sumber. Oleh karena itu, rugi- rugi dielektrik tidak terjadi jika dielektrik dihubungkan ke sumber tegangan searah. Rugi-rugi dielektrik sebanding dengan faktor rugi-rugi dielektrik (Tan δ). Jika Tan δ besar, maka rugi-rugi dielektrik makin besar.[2].

2.2.1.4. Tahanan Isolasi[2]

(20)

Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah seperti ditunjukkan pada Gambar 2.17, maka arus yang mengalir pada dielektrik terdiri atas dua komponen yaitu:

1. Arus yang mengalir pada permukaan dielektrik (arus permukaan, Is ).

2. Arus yang mengalir melalui volume dielektrik (arus volume, Iv).

Sehingga arus sumber adalah :

𝐼𝑎 = 𝐼𝑠+ 𝐼𝑣 2 − 30 Hambatan yang dialami arus permukaan disebut tahanan permukaan (Rs)

sedang hambatan yang dialami arus volum disebut tahanan volume (Rv).

Gambar 2.17 Arus pada suatu dielektrik[2]

Dalam prakteknya, hasil pengukuran tahanan isolasi tergantung kepada besar dan polaritas tegangan pengukuran serta jenis bahan isolasi. Pada Gambar 2.18 ditunjukkan pengaruh tegangan terhadap hasil pengukuran tahanan isolasi, masing-masing untuk bahan isolasi gas, cair, dan bahan isolasi padat.

Untuk keperluan evaluasi, didefenisikan suatu faktor yang disebut faktor titik lemah, yaitu perbandingan tahanan pada tegangan V1 dengan tahanan

pada tegangan V2 , dimana V2 lebih nggi daripada V1 .

V

(21)

a. Isolasi cair dan gas b. Isolasi padat Gambar 2.18 Pengaruh tegangan terhadap tahanan isolasi Jika faktor titik lemah semakin besar, merupakan pertanda bahwa isolasi semakin buruk.

𝛼𝑡1 =𝑅𝑣1

𝑅𝑣2 2 − 31 Akibat adanya arus absorpsi, maka hasil pengukuran tergantung juga pada waktu pengukuran. Pada Gambar 2.19 ditunjukkan perubahan tahanan isolasi terhadap waktu.

Perbandingan tahanan pada saat 1 menit dan 10 menit disebut indeks polarisasi. 𝛼𝑝 = 𝑅10 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡

𝑅1 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 2 − 32 Indeks polarisasi untuk dielektrik kelas isolasi A>1,5 dan kelas isolasi B>2,5.

Tahanan dielektrik juga tergantung kepada temperature, kelembapan, dan bentuk benda uji.

Gambar 2.19 Perubahan tahanan terhadap waktu[2] t(me nit) RIsolas i R 1 0 R 1 1 1 0

(22)

2.2.2. Sifat Terhadap Panas

Suatu bahan isolasi dapat rusak disebabkan oleh panas dalam kurun waktu tertentu. Waktu tertentu disebut sebagai umur-panas bahan isolasi. Sedangkan kemampuan bahan menahan suatu panas tanpa terjadi kerusakan disebut ketahanan panas (heat resistance).

Klasifikasi bahan isolasi menurut IEC (International

Electrotechnical Commision) didasarkan atas batas suhu kerja bahan, seperti

di tunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Klasifikasi bahan isolasi[1]

Kelas Bahan Suhu kerja

maksimum

Y

Katun, sutera alam, wol sintetis, rayon, serat poliamid, kertas, prespan, kayu, poliakrilat, polietilen, polivinil, karet

90 OC

A

Bahan kelas Y yang telah dicelup dalam vernis, aspal, minyak trafo. Email yang dicampur dengan vernis dan poliamid.

105 OC

E

Email kawat yang terbuat dari : polivinil formal, poli urethan dan damar, bubuk plastik, bahan selulosa pengisi pertinaks, tekstolit, triasetat, polietilen tereftalat.

120 OC

B

Bahan non organik (mika, fiberglas, asbes) dicelup atau direkat menjadi satu dengan pernis atau kompon, bitumen, bakelit, poli monochloro tri flour etilen, poli etilen tereftalat, poli karbonat, sirlak.

130 OC

F

Bahan-bahan anorganik yang dicelup atau direkat menjadi satu dengan epoksi, poliurethan atau vernis dengan ketahanan panas yang tinggi.

155 OC

H Mika, fiberglas, dan asbes yang dicelup

dalam silicon tanpa campuran bahan 180 OC

(23)

berserat, karet silikon, email kawat poliamid murni.

C

Bahan-bahan anorganik yang tidak dicelup dan tidak terikat dengan substansi organik misalnya mika, mikanit yang tahan panas, mikaleks, gelas, keramik, Teflon (politetra

fluoroetilen) adalah satu-satunya substansi

organik.

Diatas 180 OC

2.2.3. Sifat Kimia

Beberapa sifat kimia yang dibahas adalah: sifat kemampuan larut, resistansi kimia, higroskopisitas, permeabilitas uap, pengaruh tropis dan resistansi radio aktif.

2.2.3.1. Sifat Kemampuan Larut

Sifat ini diperlukan untuk menentukan macam bahan pelarut suatu bahan, misalnya: vernis, plastik dan sebagainya. Sifat ini juga diperlukan untuk menguji kemampuan ketahanan bahan isolasi di dalam cairan selama diimpregnasi dan selama pemakaiannya (bahan isolasi minyak trafo).

Kemampuan larut bahan padat dapat dievaluasi berdasarkan banyaknya bagian permukaan bahan yang dapat larut setiap satuan waktu jika diberi bahan pelarut. Kemampuan larut suatu bahan akan lebih besar jika suhunya dinaikkan. Umumnya bahan pelarut komposisi kimianya sama dengan bahan yang dilarutkan. Contohnya : hidro karbon (parafin, karet alam) dilarutkan dengan cairan hidro karbon atau phenol formaldehida.

2.2.3.2. Resistansi Kimia

Bahan isolasi mempunyai kemampuan yang berbeda ketahanannya terhadap korosi yang disebabkan oleh: gas, air, asam, basa dan garam. Hal ini perlu diperhatikan untuk pemakaian bahan isolasi yang digunakan di daerah yang konsentrasi kimianya aktif, suhu di atas normal. Karena kecepatan korosi dipengaruhi pula oleh kenaikan suhu.

(24)

Bahan isolasi yang digunakan pada instalasi tegangan tinggi harus mampu menahan terjadinya ozon. Artinya, bahan tersebut harus mempunyai resistansi ozon yang tinggi. Karena ozon dapat menyebabkan isolasi berubah menjadi regas. Pada prakteknya, bahan isolasi anorganik mempunyai ketahanan terhadap ozon yang baik.

2.2.3.3. Higroskopisitas

Beberapa bahan isolasi ternyata mempunyai sifat higroskopisitas, yaitu sifat menyerap air di sekelilingnya. Uap air ternyata dapat mengakibatkan perubahan mekanis–fisik dan memperkecil daya isolasi.

Untuk itu selama penyimpanan atau pemakaian bahan isolasi agar tidak terjadi penyerapan uap air oleh bahan isolasi, maka hendaknya ditambahkan bahan penyerap uap air yaitu senyawa P2O5 atau CaCl2.

2.2.3.4. Permeabilitas Uap

Kemampuan bahan isolasi untuk dilewati uap disebut permeabilitas uap bahan tersebut. Faktor ini perlu diperhatikan bagi bahan yang digunakan untuk: isolasi kabel, rumah kapasitor.

Banyak uap M dalam satuan mikro-gram, selama t jam, melalui permukaan

S meter persegi, dengan beda tekanan pada kedua sisi bahan P dalam satuan

mm-Hg, adalah:

𝑀 =𝐴. ℎ. 102

𝑆. 𝑡. 𝑃 6 − 33 Dimana : A = Permeabilitas uap yang disebut juga konstanta difusi

g = Permeabilitas uap air (𝑔 𝑐𝑚. 𝑗𝑎𝑚. 𝑚𝑚𝐻𝑔⁄ ) Pada Tabel 2.4 ditunjukkan permeabilitas uap beberapa bahan

Tabel 2.4 Permeabilitas beberapa bahan[1]

No. Nama Bahan

A

(𝒈 𝒄𝒎. 𝒋𝒂𝒎. 𝒎𝒎𝑯𝒈⁄ )

(25)

2 3 4 5 6 Polistirin Karet Selulosa triasetat Cellophane Kaca atau logam

0,03 0,03-0,08 1 5 0 2.2.3.5. Pengaruh Tropis

Terdapat 2 macam daerah tropis yaitu tropis yang basah (termasuk Indonesia) dan daerah tropis yang kering.

Di daerah tropis basah memungkinkan tumbuhnya jamur dan serangga dapat hidup dengan baik. Suhu yang cukup tinggi disertai kelembaban yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan turunnya resistivitas isolasi, menambah besarnya sudut rugi dielektrik, menambah permitivitas dan mengurangi kemampuan kelistrikan bahan.

Pada penggunaan bahan isolasi di daerah tropis harus diperhatikan 2 hal yaitu: perubahan sifat kelistrikan setelah bahan direndam dan kecepatan pertumbuhan jamur pada bahan tersebut. Karena hal-hal tersebut maka bahan isolasi sebaiknya dilapisi dengan bahan anti jamur, antara lain: paranitro phenol, penthachloro phenol.

2.2.3.6. Resistansi Radiasi

Sifat bahan isolasi sering dipengaruhi energi radiasi yang menerpa bahan isolasi tersebut, pengaruh ini dapat mengubah sifat bahan isolasi.

Radiasi sinar matahari mempengaruhi umur bahan isolasi, khususnya jika bahan tersebut bersinggungan langsung dengan oksigen. Sinar ultra violet dapat merusak beberapa bahan organik yaitu menurunnya kekuatan mekanik, elastisitas dan retak-retak.

Sinar X, sinar-sinar dari reaktor nuklir misalnya: sinar α, β,dan γ partikelpartikel radio isotop, mempunyai pengaruh sangat besar pada bahan isolasi. Bahan polimer organik akan menjadi lebih keras dan akan menjadi lebih

(26)

tahan terhadap panas jika terkena sinar-sinar tersebut, misalnya: politetra flouroethilen.

Kemampuan suatu bahan isolasi untuk menahan pengaruh radiasi tanpa mengalami kerusakan disebut resistansi radiasi.

2.2.4. Sifat-sifat Mekanis

Kekuatan mekanis bahan-bahan isolasi maupun logam adalah kemampuan menahan beban dari dalam atau luar. Beberapa sifat mekanis yang dibahas adalah:

Kekuatan (strength), modulus elastisitas, kekerasan. 2.2.4.1. Kekuatan (Strength)

Kekuatan adalah kemampuan bahan untuk tahan terhadap gaya-gaya luar tanpa mengalami kerusakan. Kekuatan bahan isolasi terbagi menjadi 4 jenis yaitu kekuatan regangan, kekuatan tekuk, kekuatan tekanan, dan kekuatan tekanan dadakan Kekuatan bahan isolasi merupakan salah satu sifat mekanis terpenting dalam isolasi. Jenis kekuatan bahan isolasi yang dibutuhkan tergantung pada pemakaiannya, seperti yang diberikan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.5 Contoh isolator dan sifat mekanis terpenting[2]

No. Pemakaian Bahan Isolasi Jenis kekuatan yang paling dibutuhkan

1 2 3 4

Isolator hantaran udara

Isolator pendukung pada gardu induk Isolator antenna Pemutus daya Kekuatan regangan Kekuatan tekuk Kekuatan tekanan

Ketahanan tekanan dadakan

2.2.4.2. Modulus Elastisitas

Elastisitas adalah sifat dari suatu bahan dalam batas tegangan tertentu yang memungkinkan bahan kembali ke bentuk semula setelah gaya yang mengubah bentuknya dihilangkan. Batas elastisitas adalah tegangan satuan dimana di luar tegangan tersebut suatu bahan isolasi tidak kembali lagi ke bentuk semula. Set

(27)

permanen adalah perubahan bentuk yang tetap yang dialami suatu bahan elastisitas akibat mengalami tegangan di luar batas elastis.

Ukuran elastisitas suatu bahan tertentu disebut modulus elasitisitas yang merupakan ukuran dari kekauan suatu bahan elastis atau ketahanannya terhadap perubahan bentuk akibat pembebanan.

2.2.4.3. Kekerasan

Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk tahan terhadap penetrasi. Pengujian derajat kekerasan dapat dilakukan dengan penggoresan atau penumbukan dengan benda lancip terhadap bahan yang dapat mengalami deformasi plastis yaitu logam dan plastik.

Satuan derajat kekerasan bahan dengan penggoresan adalah Moh dengan intan sebagai bahan terkeras nilainya 10 dan kapur sebagai yang terlunak dengan nilai 1. Sedangkan untuk mengukur derajat kekerasan berdasarkan tumbukan digunakan metode-metode: Brinell, Rockwell dan Vickres.

Pada cara pengujian dengan metode Brinell, sebuah bola baja dengan diameter 10 mm dan sudah diperkeras, ditekankan ke permukaan bahan yang diuji dengan beban statis sehingga menimbulkan lekukan pada permukaan bahan yang diuji. Derajat kekerasan dapat dihitung dengan persamaan:

𝐾𝑒𝑘𝑒𝑟𝑎𝑠𝑎𝑛 = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛 (𝑘𝑔)

𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑖𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑒𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 (𝑚𝑚2) 2 − 34 Derajat kekerasannya dinyatakan dengan satuan Brinell (HG).

Pada pengujian derajat kekerasan metode Vickres menggunakan intan yang berbentuk piramid. Pengujian dengan cara ini lebih menguntungkan dibanding dengan metode Brinell, karena pada intan tidak akan terjadi deformasi plastis. Untuk menetukan derajat kekerasannya digunakan p Persamaan 2-34 yang membedakan di sini, lekukannya tidak berbentuk bidang bola. Pada pengujian dengan metode Vickres satuannya dalah Vickres (HD).

Pada pengujian kekerasan dengan metode Rockwell hasil pengujiannya dapat langsung terbaca pada alat pengujian. Sehingga pengujian dengan metode ini lebih mudah dan cepat. Mata penumbuk yang digunakan adalah intan bebentuk kerucut untuk bahan yang keras atau bola baja jika bahan yang diuji lunak.

Gambar

Tabel 2.1 Konduktifitas thermal berbagai bahan [1]
Gambar 2.3 Dinding konduktor yang yang terdiri dari tiga lapisan  Persamaan  tersebut  mirip  dengan  hukum  Ohm  dalam  aliran  listrik
Gambar 2.5 Aliran radial panas di dalam silinder  Luas bidang permukaan silinder berjari jari r adalah
Gambar 2.6 Analogi listrik aliran panas pada silinder
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian yang relevan oleh Alfian Pragustomo (2017) “Dampak Relokasi Pedagang Olahan Ikan Terhadap Pendapatan dan Lingkungan Di Sentra Ikan Bulak Kota Surabaya (Studi

Route Profitability merupakan alat untuk mengukur informasi profitabilitas yang dapat dianalisa dan difokuskan pada transportasi angkutan udara (on board pesawat)

Puji syukur alhamdulillah Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi berjudul “Algoritma

Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat diberikan untuk membantu siswa yang mengalami miskonsepsi dalam mempelajari bilangan desimal yaitu menggunakan model permukaan

 Nugget merupakan produk olahan makanan yang banyak dibuat dari daging ayam, Kemasan yang praktis dan banyak mengandung protein menjadi kelebihan makanan yang banyak

Jawa Dwipa melakukan pembayaran, pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) secara rutin setiap bulannya, namun dalam melakukan pencatatanya belum tepat

Asas maju berkelanjutan (continuous progress) yang artinya memberi kemungkinan kepada murid untuk mempelajari sesuatu sesuai dengan kemampuannya. Penekanan pada

dijelaskan secara lebih lanjut mengenai instansi yang berwenang dan tidak ada kriteria dan kualifikasi akuntan publik yang dapat ditunjuk untuk menghitung kerugian