• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti:"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 KOMPOR PEMBAKAR JENAZAH

Pada kompor pembakar jenazah menggunakan jenis kompor tekan dengan bahan bakar minyak tanah. Prinsip kerja kompor pembakar jenazah adalah mengubah bahan bakar dari fase cair menjadi fase gas dan membakarnya dengan nyala api sehingga menyala dan menghasilkan energi panas.

Kompor pembakar jenazah memiliki beberapa bagian seperti: - Tangki bahan bakar

Berfungsi sebagai tempat penyimpanan bahan bakar - Selang bahan bakar

Berfungsi sebagai penyalur bahan bakar ke kompor

Gambar 2.1 Tangki Bahan Bakar Dan Selang Bahan Bakar Pada Kompor Pembakar Jenazah

- Kompor ( Burner )

Berfungsi sebagai tempat terjadinya pembakaran bahan bakar. Pada kompor terdapat bagian yang disebut dengan lilitan kompor dan nozzle. Lilitan kompor berfungsi mengubah bahan bakar cair menjadi fase gas. Nozzle berfungsi sebagai tempat penyemprotan dan keluarnya bahan bakar yang akan menghasilkan nyala api.

(2)

bahan bakar yang mengalir pada pipa. Nozzle berfungsi sebagai tempat keluarnya bahan bakar yang akan menghasilkan nyala api.

Gambar 2.2 Kompor Pembakar Jenazah

- Kompresor

Berfungsi memampatkan tekanan angin pada tangki bahan bakar sehingga bahan bakar dapat mengalir menuju kompor dan sebagai penyuplai udara bertekanan menuju pipa udara.

Gambar 2.3 Kompressor

2.2 BURNER DENGAN BAHAN BAKAR CAIR

Didalam pembakaran dari bahan bakar cair, diperlukan suatu proses penguapan atau proses atomisasi bahan bakar. Hal ini diperlukan untuk mendapatkan campuran yang baik dengan udara pembakaran. Minyak bakar distilat bisa terbakar dengan api yang biru jika secara sempurna bahan bakar ini diuapkan dan tercampur merata (homogenous) dengan udara sebelum terbakar. Burner yang digunakan untuk membakar bahan bakar dalam bentuk uap atau bentuk atom-atom

(3)

(spray-droplet.) sebelum terbakar berbeda konstruksi dasarnya, yaitu vaporizing burner dan atomizing burner.

2.2.1 Vaporizing Burner

Burner jenis ini menggunakan panas dari api untuk menguapkan bahan bakar secara terus menerus. Prinsip penguapan ini dipakai pada kompor lidah api (blow torch) terlihat pada gambar 2.4, kompor tipe pot, lampu minyak tanah dan Iain-lain.

Cara kerja kompor lidah api tersebut adalah dengan memanaskan minyak bakar yang dialirkan ke koil pipa pemanas. Panas didapat dari radiasi lidah api yang diselubungi oleh koil. Uap bahan bakar yang terbentuk kemudian disemprotkan oleh nozzle dengan tekanan yang sama dengan tekanan minyak cair.

Setelah keluar dari nozzle, uap bahan bakar akan bercampur dengan udara dan terbakar membentuk lidah api (torch).

Lidah api akan berwarna kuning, dan apabila suhu uap bahan bakar terlalu tinggi maka akan terbentuk nyala api biru yang mempunyai sifat tidak stabil.

Gambar 2.4 Kompor Lidah Api ( Blow Torch )

(sumber : Tjokrowisastro dan Widodo, Teknik Pembakaran Dasar dan Bahan Bakar, 1990)

Vaporizing burner dibuat dengan kapasitas 30 - 40 l/jam dengan tekanan bahan bakar 0,5 - 3,5 kg/cm2. Bahan bakar yang digunakan adalah minyak tanah (kerosine).

(4)

2.2.2 Atomizing Oil Burner

Pada atomizing oil burner bahan bakar diatomisasikan dalam bentuk spray

droplet dengan tekanan 7-20 kg/cm2. atau diatomisasi oleh udara/uap dengan tekanan 0,1

- 15 kg/cm2..

Dari cara atomisasinya maka atomizing oil burner dapat dibedakan menjadi 4 jenis.

a. Steam air atomizing burner

b. Mechanical/oil pressure atomizing burner c. Centrifuging /rotary cup atomizing burner d. High-intensitas burner.

2.3 PEMBAKARAN

Pembakaran adalah serangkaian reaksi-reaksi kimia eksotermal antara bahan bakar dan oksidan berupa udara yang disertai dengan produksi energi berupa panas dan konversi senyawa kimia. Pelepasan panas dapat mengakibatkan timbulnya cahaya dalam bentuk api. Bahan bakar yang umum digunakan dalam pembakaran adalah senyawa organik, khususnya hidrokarbon dalam fasa gas, cair atau padat.

Pembakaran yang sempurna dapat terjadi jika ada oksigen dalam prosesnya. Oksigen (O2) merupakan salah satu elemen bumi paling umum yang jumlahnya mencapai 20.9% dari udara. Bahan bakar padat atau cair harus diubah ke bentuk gas sebelum dibakar. Biasanya diperlukan panas untuk mengubah cairan atau padatan menjadi gas. Bahan bakar gas akan terbakar pada keadaan normal jika terdapat udara yang cukup.

Hampir 79% udara (tanpa adanya oksigen) merupakan nitrogen, dan sisanya merupakan elemen lainnya. Nitrogen dianggap sebagai pengencer yang menurunkan suhu yang harus ada untuk mencapai oksigen yang dibutuhkan untuk pembakaran. Nitrogen mengurangi efisiensi pembakaran dengan cara menyerap panas dari pembakaran bahan bakar dan mengencerkan gas buang. Nitrogen juga mengurangi transfer panas pada permukaan alat penukar panas, juga meningkatkan volume hasil samping pembakaran, yang juga harus dialirkan melalui alat penukar panas sampai ke cerobong.

Nitrogen ini juga dapat bergabung dengan oksigen (terutama pada suhu nyala yang tinggi) untuk menghasilkan oksida nitrogen (NOx), yang merupakan pencemar beracun. Karbon,

(5)

hidrogen dan sulfur dalam bahan bakar bercampur dengan oksigen di udara membentuk karbon dioksida, uap air dan sulfur dioksida, melepaskan panas masing-masing 8.084 kkal, 28.922 kkal dan 2.224 kkal. Pada kondisi tertentu, karbon juga dapat bergabung dengan oksigen membentuk karbon monoksida, dengan melepaskan sejumlah kecil panas (2.430 kkal/kg karbon). Karbon terbakar yang membentuk CO2 akan menghasilkan lebih banyak panas per satuan bahan bakar daripada bila menghasilkan CO atau asap.

Terdapat bermacam-macam jenis pembakaran yang dapat dijelaskan pada poin-poin berikut ini :

2.3.1 Complete combustion (Pembakaran Sempurna)

Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen, menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Ketika hidrokarbon yang terbakar dengan oksigen, maka hanya akan dihasilkan gas karbon dioksida dan uap air. Namun kadang kala akan dihasilkan senyawa nitrogen dioksida yang merupakan hasil teroksidasinya senyawa nitrogen di dalam udara. Pembakaran sempurna hampir tidak mungkin tercapai pada kehidupan nyata.

2.3.2 Incomplete combustion (PembakaranTidak Sempurna)

Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya oksigen dalam jumlah yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga dihasilkannya karbon dioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan zat-zat seperti karbon dioksida, karbon monoksida, uap air dan karbon. Pembakaran yang tidak sempurna sangat sering terjadi, walaupun tidak diinginkan, karena karbon monoksida merupakan zat yang sangat berbahaya bagi manusia. Kualitas pembakaran dapat ditingkatkan dengan perancangan media pembakaran yang lebih baik dan optimisasi proses.

2.3.3 Smouldering combustion

Smouldering merupakan bentuk pembakaran yang lambat, bertemperatur rendah, dan tidak berapi, yang dipertahankan oleh panas ketika oksigen menyerang permukaan

(6)

dari bahan bakar pada fase yang terkondensasi. Pembakaran ini dapat dikategorikan sebagai pembakaran yang tidak sempurna. Contoh pembakaran ini adalah inisiasi kebakaran yang dikarenakan rokok, dan sisa kebakaran hutan yang masih menghasilkan hawa panas.

2.3.4 Rapid combustion

Rapid combustion merupakan pembakaran yang melibatkan energi dalam jumlah yang banyak dan menghasilkan pula energi cahaya dalam jumlah yang besar. Jika dihasilkan volume gas yang besar dalam pembakaran ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan yang signifikan, sehingga terjadi ledakan.

2.3.5 Turbulent combustion

Pembakaran yang menghasilkan api yang turbulen sangat banyak digunakan untuk aplikasi industri, misalnya mesin berbahan bakar bensin, turbin gas, dll, karena turbulensi membantu proses pencampuran antara bahan bakar dan pengoksida.

2.4 AIR FUEL RATIO (AFR)

Air Fuel Ratio (AFR) merupakan perbandingan massa udara yang ada selama proses pembakaran. Ketika semua bahan bakar bergabung dengan udara bebas, campuran tersebut berdasarkan reaksi kimia setimbang dan perbandingan AFR ini disebut dengan campuran stoikiometri. Dalam proses pembakaran hal yang sering diperhatikan adalah jumlah udara dan bahan bakar. Ratio massa udara dengan massa bahan bakar tersebut biasa disebut dengan Air Fuel Ratio (AFR).

A/F ratio = ………(2.1)

Dimana : ma = massa udara mf = massa bahan bakar

(7)

Relative Air/Fuel Ratio ini memberikan parameter informasi yang lebih guna menetapkan komposisi campuran udara-bahan bakar yang baik.

Jika

λ > 1 : maka campuran itu miskin λ < 1 : maka campuran itu kaya

Lambda (λ) dapat digunakan sebagai suatu alternatif untuk mewakili AFR. Lambda (λ) merupakan ukuran untuk mengetahui seberapa besar stoikiometri tersebut berperan dalam campuran. Suatu campuran dikatakan campuran kaya bahan bakar apabila lamda (λ) < 1. Sedangkan campuran dikatakan kurus bahan bakar apabila λ > 1. Sementara itu, campuran dikatakan ideal atau sesuai dengan stoikiometri bila λ≈1. Jika jumlah lamda sama dengan 1 maka dikatakan setimbang, jika kurang dari 1 disebut campuran kaya dan jika lebih besar dari 1 disebut campuran miskin.

Hubungan langsung antara lambda (λ) dan stoikiometri dapat dihitung melalui harga lambda (λ) yang telah diketahui, perkalian lambda (λ) hasil pengukuran terhadap AFR stoikiometri untuk bahan bakar yang dimaksud. Untuk memperoleh harga lamda (λ) dari nilai (F/A), dapat dihitung melalui pembagian F/A terhadap AFR stoikiometri. Biasanya lamda untuk bahan bakar biomassa sekitar 1,4 – 1,6. Persamaan reaksi ini dapat ditulis dengan:

….………..…(2.2)

Jika oksigen yang dibutuhkan tercukupi, bahan bakar hidrokarbon dapat dioksidasi secara sempurna. Karbon didalam bahan bakar kemudian berubah menjadi karbon dioksida CO2 dan hydrogen berubah menjadi uap air H2O.

Jika jumlah udara yang diberikan kurang dari yang dibutuhkan secara stoikiometri maka akan terjadi campuran kaya akan bahan bakar. Produk dari campuran kaya akan bahan bakar adalah CO, CO2, H2O, dan HC (Hidrokarbon tidak terbakar). Jika jumlah udara yang diberikan lebih besar dari kebutuhan maka akan terjadi campuran miskin bahan bakar.

(8)

2.5 API

Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma adalah bentuk gas yang mana sebagian dari partikel diionisasi. Seperti halnya gas, plasma tidak memiliki bentuk yang tetap maupun volume yang tetap, kecuali jika dikurung dalam suatu wadah yang tetap.

Gambar 2.5 Api

Segitiga api mengilustrasikan hubungan antara tiga elemen dasar yang diperlukan untuk membangkitkan api. Tiga eleman dasar yang dibutuhkan untuk membangkitkan api adalah senyawa oksigen, bahan bakar yang dapat terbakar dan mengandung energi, serta sumber api atau sumber panas. Jika salah satu dari ketiga eleman dasar tersebut telah habis, maka api akan padam, atau reaksi pembakaran tidak dapat dilanjutkan dengan baik. Ketiga elemen dasar yang dapat mebangkitkan api tersebut digambarkan di dalam sebuah segitiga, yang sangat umum dikenal sebagai segitiga api. Gambar segitiga api dapat dilihat pada gambar 2.6.

(9)

Pada gambar 2.6 di atas heat yang dimaksud merupakan panas dalam jumlah yang cukup untuk penyalaan. Panas tersebut bersumber dari api atau sumber panas, yang pada awalnya disediakan atau didapatkan dari sumber di luar sistem pembakaran, misalnya dari korek api, kilat ketika hujan, percikan listrik, dan sumber-sumber api lainnya. Panas yang didapatkan dari luar sistem tersebut akan mulai memutuskan ikatan kimia di dalam bahan bakar, yang pada umumnya merupakan senyawa organik. Pemutusan awal ikatan kimia di dalam bahan bakar merupakan reaksi yang eksoterm atau menghasilkan energi panas. Energi panas yang dihasilkan dari pemutusan awal tersebut akan digunakan sebagai energi untuk pemanasan ikatan kimia berikunya di dalam bahan bakar. Api menyala ketika panas yang dihasilkan dari pemutusan ikatan kimia di dalam bahan bakar dapat digunakan seterusnya untuk memutuskan ikatan-ikatan kimia lain di dalam bahan bakar. Oleh karena itu, sumber panas hanya merupakan inisiator terbenuknya api. Setelah proses penyalaan api, sumber panas tidak lagi dibutuhkan, melainkan api dari reaksi pembakaran akan menghasilkan panas yang dapat digunakan oleh manusia untuk menunjang proses-proses yang akan dilakukan.

Bahan bakar pada umumnya berupa senyawa organik. Senyawa organic merupakan senyawa yang mengandung unsur-unsur berupa karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O). Reaksi oksidasi terhadap senyawa organik pada umumnya merupakan reaksi pemutusan rantai ikatan pada senyawa organik. Pemutusan ikatan pada rantai senyawa organik pada umumnya menghasilkan panas. Pada proses pembakaran, oksigen yang berperan sebagai oksidator akan bergabung, mengikat unsur-unsur C dan H yang putus akibat energi panas dari proses pembakaran. Api akan padam jika salah satu dari ketiga elemen dasar tidak lagi tersedia. Prinsip segitiga api ini banyak digunakan sebagai prinsip dasar untuk menyalakan atau memadamkan api.

2.6 TIPE NYALA API

Gambar 2.7 menunjukkan tipe nyala api yang berbeda dari sebuah combustor atau burner. Perbedaan tersebut disebabkan oleh semprotan bahan bakar dan suplai oksigen atau udara yang berbeda. Pada gambar 2.7.(a) kondisi campuran kaya bahan bakar tanpa proses pencampuran awal udara-bahan bakar yang memadai, menghasilkan yellow sooty diffusion flame. Secara bertahap ke arah kanan proses penyemprotan bahan bakar dan pencampuran udara-bahan bakar lebih baik, menghasilkan campuran miskin bahan bakar yang sudah tercampur sempurna dengan

(10)

udara (fully pre-mixed) menghasilkan pembakaran dan nyala api yang jauh lebih baik dan tanpa soot (jelaga, karbon halus sisa pembakaran tidak sempurna).

Gambar 2.7 Nyala Api Dari Burner

(sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Flame)

Diffusion flame adalah nyala api yang dihasilkan oleh diffusion combustion, yaitu reaksi bahan bakar dan oksigen yang tanpa pencampuran awal yang baik. Pada spray combustion, ini bisa disebabkan oleh butiran-butiran droplet bahan bakar hasil semburan/semprotan/injeksi yang terlalu besar, menghasilkan pembakaran yang terjadi pada sisi luar butiran bahan bakar menuju ke dalam yang berlangsung secara lambat. Pre-mixed flame adalah nyala api yang dihasilkan oleh reaksi bahan bakar dan oksigen yang telah mengalami pencampuran awal yang baik. Sebuah nyala api umumnya merupakan campuran antara diffusion dan pre-mixed flame karena ada bagian tertentu nyala api dimana udara dan bahan bakar tercampur dengan baik dan pada bagian lain tercampur secara tidak memadai.

Studi baik berupa analisis teoritis maupun eksperimental mengenai kompor pembakaran jenazah untuk Ngaben belum ditemukan, sehingga penelitian ini dimulai dari prinsip-prinsip dasar dalam pembakaran, yang nantinya akan diaplikasikan dalam konteks kompor pembakaran jenazah.

a

c

b

b

c

d

(11)

Studi awal dengan pengamatan pada kompor pembakaran jenazah seperti dalam Gambar 2.7.(a) mengindikasikan bahwa nyala apinya didominasi oleh diffusion flame. Dan fakta bahwa kompor pembakaran jenazah umumnya menggunakan bahan bakar solar, hal ini semakin memperkuat indikasi tersebut karena bahan bakar solar membutuhkan tekanan injeksi (penyemprotan) yang tinggi untuk menghasilkan karakteristik semprotan bahan bakar yang menghasilkan ukuran droplet yang halus agar menghasilkan pembakaran yang efisien.

Gambar 2.8 Karakteristik semprotan

(Sumber : Arthur H. Lefebvre, 1989 Atomization and Sprays)

Karakteristik geometri semprotan (spray) bahan bakar ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Karakteristik ini penting untuk dipahami agar sesuai dengan tujuan penggunaan sistem pembakaran. semakin tinggi tekanan injeksi maka butiran droplet yang dihasilkan semakin halus dan dalam konteks pembakaran akan menghasilkan pembakaran yang lebih baik karena droplet bahan bakar bisa bercampur dengan baik dengan udara sebelum terbakar.

2.6.1 Klasifikasi Nyala api.

Dalam bidang teknik pembakaran terdapat berbagai macam jenis katagori nyala. Jika di tinjau dari metode pencampuran reaktan nyala api digolongkan menjadi dua jenis, yaitu nyala api premix dan nyala api difusi.

Nyala api premix (Premixed Flame) adalah nyala api dimana bahan bakar dan udara bercampur di dalam burner sebelum di alirkan ke nozzle dan mulai dibakar, sedangkan nyala api difusi adalah nyala api dimana bahan bakar dan udara pada awalnya

(12)

terpisah. Aliran bahan bakar yang keluar dari ujung nozzle akan bercampur dengan udara lingkungan secara difusi.

2.6.2 Stabilitas Nyala Api

Kestabilan nyala api dapat dinyatakan dari berbagai macam parameter antara lain :

a. Batas Mampu Nyala ( Limits of Flammability)

Dalam kenyataan terjadinya nyala api dapat tercapai jika tercapai campuran oksidator dan bahan bakar yang mendukung. Ada kisaran campuran bahan dan oksidator yang menyebabkan nyala api. Kisaran itu yaitu kisaran batas bawah mampu nyala dan batas atas mampu nyala atau lebih dikenal dengan istilah lower dan upper flammability limits.

b. Flashback

Flashback terjadi ketika kecepatan pembakaran lebih cepat daripada kecepatan campuran udara-bahan bakar sehingga nyala api merambat kembali ke dalam tabung pembakar. Fenomena ini kadang disebut juga back fire atau light back. Flashback tidak hanya mengganggu, tetapi juga dari sisi keamanan bisa menjadi berbahaya.

Fenomena flashback berhubungan dengan kecepatan nyala laminar lokal dan kecepatan aliran lokal. Flashback secara umum merupakan kejadian sesaat jika aliran bahan bakar dikurangi atau ditutup. Ketika kecepatan nyala lokal melebihi kecepatan aliran lokal, perambatan nyala menjauh melalui tabung. Saat aliran bahan bakar dihentikan, nyala akan membalik atau flashback.

c. Lift-off

Lift-off adalah kondisi di mana nyala api tidak menyentuh permukaan mulut tabung pembakar, tetapi agak stabil pada jarak tertentu dari tabung pembakar. Sama seperti halnya flashback, fenomena lift-off juga berhubungan dengan kecepatan nyala api laminar lokal dan kecepatan aliran lokal yang sebanding. Fenomena nyala api terangkat (lift-off) sangat tergantung pada nyala api lokal dan sifat aliran dekat ujung (mulut) tabung pembakar.

(13)

Apabila kecepatan aliran cukup rendah, ujung bawah nyala api berada sangat dekat dengan ujung tabung pembakar. Jika kecepatan dinaikkan, maka sudut kerucut nyala turun sesuai dengan kondisi dan ujung nyala bergeser sedikit ke bawah. Dengan meningkatkan kecepatan aliran hingga tercapai kecepatan kritis, ujung nyala akan meloncat ke posisi jauh dari ujung (mulut) pembakar dan nyala dikatakan terangkat. Kondisi nyala terangkat inilah yang dinamakan sebagai lift-off, dan jika kecepatan aliran terus dinaikkan, maka nyala akan padam dan kondisi ini tidak diinginkan.

d. Blow-off

Blow-off merupakan suatu keadaan di mana nyala api padam akibat dari batas kecepatan aliran lebih besar dari laju nyala atau kecepatan pembakaran. Kondisi seperti ini juga sangat dihindari.

e. Lift-up

Lift-up adalah kondisi saat pangkal nyala api terlihat berpindah dari sebelumnya pada ujung burner menuju benda penghalang. Pada pembakaran premix kondisi lift-up terjadi pada pembakaran yang miskin bahan bakar. Jenis material benda penghalang mempengaruhi temperatur dan besarnya AFR untuk terjadinya lift-up. Hal ini berhubungan dengan laju kehilangan kalor benda penghalang seperti pada kondisi flame stabilized by a large bluff body.

2.7 ATOMISASI (PENGABUTAN) CAIRAN

Proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas disebut dengan atomisasi. Tujuan atomisasi adalah meningkatkan luas permukaan cairan dengan cara memecahkan butiran cairan menjadi banyak butiran kecil. Proses atomisasi disini terjadi karena efek venturi, efek venturi adalah penurunan tekanan fluida yang terjadi ketika fluida tersebut bergerak melalui pipa menyempit. Kecepatan fluida dipaksa meningkat untuk mempertahankan debit fluida yang sedang bergerak tersebut, sementara tekanan pada bagian sempit ini harus turun akibat pemindahan energi potensial tekanan menjadi energi kinetik sehingga udara dan bahan bakar tercampur sebelum akhirnya bahan bakar yang telah tercampur ini dialirkan menuju ke nozzle.

Energi potensial cairan (diukur sebagai tekanan cairan untuk nosel hidrolik atau tekanan udara dan cairan untuk nosel pneumatik) dengan bantuan geometri nosel menyebabkan cairan diubah menjadi bongkahan-bongkahan kecil.Bongkahan ini selanjutnya pecah menjadi pecahan

(14)

yang sangat kecil yang biasanya disebut dengan butir (drop), butiran (droplet), atau partikel cairan.

Setiap semburan (spray) menghasilkan suatu rentang besar butir, rentang ini dinyatakan sebagai distribusi besar butir (drop size distribution).Distribusi besar butiran ini tergantung pada jenis nosel dan sangat bervariasi untuk setiap jenisnya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar butir adalah sifat-sifat fisik cairan, dan kondisi operasi.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi ukuran dari butiran (droplet). Diantara faktor-faktor tersebut adalah sifat-sifat cairan, seperti tegangan permukaan, viskositas, dan kerapatan.

2.7.1 Tegangan permukaan

Tegangan permukaan cenderung untuk menstabilkan cairan, mencegah cairan menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Cairan dengan ketegangan permukaan yang lebih tinggi cenderung memiliki ukuran rata-rata tetesan yang lebih besar pada atomisasi.

2.7.2 Viskositas

Viskositas fluida memiliki pengaruh yang sama pada ukuran butiran droplet seperti pada tegangan permukaan. Viskositas menyebabkan fluida melawan agitasi, cenderung untuk mencegah pemecahan cairan dan mengarah ke ukuran droplet yang rata-rata lebih besar. Gambar 2.9 menunjukkan hubungan antara viskositas dan ukuran droplet ketika atomisasi terjadi.

(15)

Gambar 2.9. Hubungan antara viskositas dan ukuran droplet (Graco 1995)

(sumber : Mada Hunter Pardede, http://fateta.ipb.ac.id/index.php/View-document/66-MADA-HUNTER-PARDEDE-F14060138.pdf)

2.7.3 Densitas

Densitas menyebabkan cairan mempertahankan akselerasi. Densitas serupa dengan sifat-sifat baik tegangan permukaan dan viskositas, lebih tinggi cenderung menghasilkan ukuran tetesan yang rata-rata lebih besar.

Pada proses pembuatan butiran cairan di dalam fase gas, dalam hal ini densitas gas jauh lebih kecil dari densitas cairan. Sehingga mekanisme formasi butiran jauh berbeda untuk perbedaan densitas yang rendah, terutama pada kecepatan tinggi. Pengabutan banyak digunakan untuk keperluan-keperluan pengabutan bahan bakar, pembuatan produk berbentuk granular (bongkahan), operasi perpindahan massa, dan pelapisan permukaan (pengecatan, dan lain-lain).

Mekanisme atomisasi dilihat dari fluida kerja dapat dibagi atas atomisasi hidrolik dan pneumatik.

a. Atomisasi hidrolik

Pada atomisasi hidrolik, atomisasi terjadi karena tekanan cairan atau gaya gravitasi pada cairan yang keluar pada mulut nosel dan pecah pada waktu jet berbentuk lembaran. b. Atomisasi pneumatik

Pada atomisasi pneumatik, atomisasi terjadi sebagai akibat saling aksi antara cairan dengan udara yang berkecepatan tinggi. Gaya gesek antara cairan dengan udara menyebabkan terdisintegrasinya cairan menjadi butiran. Jika ditinjau proses pencampuran dengan udara dengan cairan, nosel pneumatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu jenis pencampuran dalam dan pencampuran luar.

2.8 DEFINISI BAHAN BAKAR

Bahan bakar ( fuel ) merupakan suatu bahan ( material ) yang di konsumsi untuk menghasilkan energi. Bahan bakar didefinisikan sebagai senyawa kimia, terutama tersusun atas karbon dan atau hydrogen, yang bila direaksikan dengan oksigen pada tekanan dan suhu tertentu

(16)

akan menghasilkan produk berupa gas dan sejumlah energi panas. Bahan bakar diklasifikasikan menurut kondisi fisiknya yaitu bahan bakar padat, cair, dan gas.

2.9 MINYAK SOLAR

Solar adalah hasil dari pemanasan minyak bumi antara 250-340°C, dan merupakan bahan bakar mesin diesel. Solar tidak dapat menguap pada suhu tersebut dan bagian minyak bumi lainnya akan terbawa ke atas untuk diolah kembali. Umumnya, solar mengandung belerang dengan kadar yang cukup tinggi. Kualitas minyak solar dinyatakan dengan bilangan setana. Angka setana adalah tolak ukur kemudahan menyala atau terbakarnya suatu bahan bakar di dalam mesin diesel. Saat ini, Pertamina telah memproduksi bahan bakar solar ramah lingkungan dengan merek dagang Pertamina DEX© (Diesel Environment Extra). Angka setana DEX dirancang memiliki angka setana minimal 53 sementara produk solar yang ada di pasaran adalah 48. Bahan bakar ramah lingkungan tersebut memiliki kandungan sulfur maksimum 300 ppm atau jauh lebih rendah dibandingkan solar di pasaran yang kandungan sulfur maksimumnya mencapai 5000 ppm.

Gambar

Gambar  2.1  Tangki  Bahan  Bakar  Dan  Selang  Bahan  Bakar  Pada  Kompor  Pembakar  Jenazah
Gambar 2.2  Kompor Pembakar Jenazah
Gambar 2.5 Api
Gambar 2.8  Karakteristik semprotan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini diharapkan untuk: pertama, memberikan rujukan tentang pengelolaan Yayasan yang bergerak di bidang pengelolaan masjid dan makam yang selama ini

Percakapan dalam wawancara dilakukan oleh dua pihak, yaitu peneliti sebagai pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan kepala sekolah serta guru yang

Penelitian TROPICS di Indonesia telah dilakukan di perairan sekitar estuarin Mamberamo, Irian Jaya pada bulan Agustus 2003 dengan menggunakan wahana Kapal Angkatan Laut milik

Faktor-faktor sosiogeografis yang menjadi inspirasi dalam penciptaan pantun Melayu, sehingga dapat digunakan untuk melihat perubahan alam Melayu sebagaimana hendak diketahui

Kelancaran ASI selain dipengaruhi oleh pijat oksitosin dan perawatan payudara juga bisa dipengaruhi oleh informasi tentang pentingnya manfaat ASI bagi bayi, faktor

13) transducer pengirim adalah suatu alat yang mengubah sinyal elektronik yang dibangkitkan oleh alat perum gema menjadi sinyal akustik yang diarahkan ke dasar;.

Pengembangan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD.. Soetomo dengan

Pada penelitian kali ini, metode injeksi kimia yang digunakan adalah dengan menggunakan injeksisurfaktan, dimaksudkan untuk menurunkan tegangan antarmuka (interfacial tension)