• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TEORI PARIWISATA DAN RELEVANSINYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III TEORI PARIWISATA DAN RELEVANSINYA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

D

BAB III

TEORI PARIWISATA

DAN RELEVANSINYA

alam mengembangkan suatu daerah menjadi tempat wisata tentu saja diperlukan beberapa teori dasar untuk membedah persoalan yang ada di wilayah tersebut. Secara umum teori pariwisata sudah cukup banyak beredar dalam setiap buku maupun hasil penelitian para peneliti. Penggunaan teori-teori ini didasarkan pada persoalan atau bidang kajian yang diteliti pada suatu wilayah atau objek penelitian. Artinya, tidak semua teori pariwisata digunakan dalam menganalisis suatu fenomena kepariwisataan. Oleh sebab itu, ada beberapa teori yang disajikan dalam buku ini untuk memperdalam kajian-kajian pariwisata yang sesuai dengan masalah yang sedang diteliti ataupun menjadi referensi tambahan pada kajian-kajian ilmu sosial humaniora yang berkaitan dengan kepariwisataan.

3.1 Teori Motivasi

Motivasi adalah hasil proses yang bersifat inter- nal atau ekternal bagi seorang individu yang menim- bulkan sikap entusias dan persistensi untuk mengikuti

(2)

38

arah tindakan-tindakan tertentu (Winardi, 2002: 25). Oleh sebab itu, mo- tivasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam mempelajari ten- tang wisatawan maupun pariwisata secara keselu- ruhan karena motivasi merupakan trigger dari proses perjalanan wisata. Walaupun motivasi ini

Motivasi merupakan proses internal mau- pun eksternal yang timbul dari setiap orang terhadap ses- uatu hal yang ada di sekitarnya. Motivasi seseorang didasarkan pada kebutuhan-ke- butuhan fisik, rohani atau psikologisnya.

acapkali tidak disadari secara penuh oleh wisatawan itu sendiri (Pitana & Gayatri 2005: 58).

Menurut Abraham Maslow (1943) pada prinsip- nya manusia memiliki lima tingkat atau hierarki kebu- tuhan, yaitu: kebutuhan fisik (fisiological need), kebutu- han rasa aman, (security need), kebutuhan sosial (social

need), kebutuhan penghargaan atau pengakuan (esteem need), dan kebutuhan jati diri (self actualization need).

Jika kebutuhan yang paling mendasar yaitu kebutuhan fisik sudah terpenuhi maka manusia akan mencari ke- butuhan pada tingkat berikutnya dan seterusnya. Pada proses seperti ini manusia memiliki sifat tidak pernah merasa puas tentang yang telah dimilikinya.

Dengan mengacu pada teori hirarki kebutuhan yang diungkapkan oleh Maslow di atas, maka

(3)

moti-vasi setiap wisatawan dalam melakukan perjalanan ke suatu destinasi wisata dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) katogori, yaitu: Pertama, physical motivators (motivasi yang bersifat fisik), meliputi yang berhubun- gan dengan istirahat fisik (relaksasi), kenyamanan, berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, bersantai dan sebagainya, termasuk motivasi yang berhubungan langsung dengan kesehatan jasmani seseorang. Kese- luruhan motivasi-motivasi ini memiliki satu kesamaan yaitu pengurangan ketegangan melalui aktivitas-ak- tivitas yang berhubungan dengan faktor-faktor fisik.

Kedua, cultural motivator (motivasi kebudayaan) diidentifikasikan dengan keinginan wisatawan untuk mengetahui musik, seni, sejarah, tari-tarian, lukisan- lukisan, agama dan aktivitas-aktivitas budaya dari negara-negara lain. Ketiga, interpersonal motivators (motivasi yang bersifat pribadi) yang mencakup keinginan untuk bertemu dengan orang-orang baru, mengunjungi teman dankeluarga, pelarian darirutinitas hidup yang membosankan, atau untuk membangun pertemuan-pertemuan baru dan seterusnya.

Keempat, status dan prestige motivators (motivasi karenastatusatauprestise)yaitumotivasi-motivasiyang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan kepercayaan diri dan pengembangan pribadi. Dalam kategori ini adalah perjalanan-perjalanan yang berkaitan dengan bisnis, menghadiri konvensi, belajar, pemenuhan hobi

(4)

40

dan pendidikan, seringkali ketertarikan pekerjaan atau profesi. Motivasi-motivasi seperti keinginan untuk diakui, diketahui, penghargaan dan reputasi yang baik dapat diraih dengan melakukan perjalanan.

Selain keempat dasar motivasi di atas, maka McIntoch dan Goeldner (1986: 124-125) menegaskan bahwa motivasi utama seseorang untuk melakukan perjalanan wisata didorong oleh motivasi fisik, budaya, motivasi antar orang, serta pengembangan status dan pribadi. Pengertian dari masing-masing motivasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Motivasi fisik, motivasi yang berhubungan dengan kebutuhan untuk beristirahat, mengurangi ketegangan dan penyegaran pada tubuh dan pikiran melalui aktifitas fisik seperti berpartisipasi dengan olah raga, bersantai atau dapat juga berhubungan dengan kesehatan. b. Motivasi budaya, yaitu adanya keinginan utuk

melihat dan mempelajari mengenai kota lain seperti musiknnya, makanan, sejarah, agama, dan kesenian.

c. Adanya keinginan untuk bertemu dengan orang baru, mencari teman, melarikan diri dari rutinitas disebut motivasi antar pribadi.

d. Motivasi pengembangan status dan pribadi adalah motivasi yang lebih mementingkan kebutuhan akan ego dan pengembangan pribadi,

(5)

seperti keinginan untuk dikenal, dihormati, dan diperhatikan. Teori motivasi ini digunakan untuk menjawab pokok permasalahan mengenai motivasi wisatawan untuk memilih mengunjungi suatu daerah wisata.

Motivasi setiap wisatawan saat melakukan perjalanan wisata dikelompokkan dalam 4 (empat) katogori, yaitu: Physical motivators (motivasi yang bersifat fisik), cultural moti- vator (motivasi kebudayaan), interpersonal motivators (motivasi yang bersifat pribadi), dan status dan prestige motivators (motivasi karena status atau prestise).

3.2 Teori Persepsi

Menurut Assael (Suradnya dkk, 2002: 2) bahwa persepsi diartikan sebagai “the process by which people

select, organize, and interpret sensory stimuli into a meaningful and coherent picture” atau dengan kata lain

“the way consumers view an object (e.g., their mental picture

of a brand or the traits they attribute to the brand”. Dalam

hal ini, persepsi merupakan suatu proses pengenalan terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan menggunakan pancaindra serta proses psikologisnya. Kesan yang diterima oleh setiap individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar. Dari

(6)

42

setiap proses tersebut tentu saja dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari alam individu tersebut. Dengan demikian persepsi seseorang sangat tergantung pada masing-masing individu dalam menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan segala stimulus yang mempengaruhi inderanya ke dalam gambaran yang nyata. Dengan kata lain, persepsi bersifat subjektif yaitu wisatawan yang berbeda dihadapkan kepada stimulus yang sama, besar kemungkinan keputusan yang diambilnya akan berbeda pula.

Pernyataan di atas sejalan dengan Robbins dan Judge (2008: 175) yang mengatakan bahwa persepsi sebagai proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif. Seharusnya tidak perlu ada perbedaan tersebut. Sejumlah faktor berperan dalam membentuk bahkan terkadang mengubah persepsi karena: (a) faktor yang terletak dalam diri pembentuk persepsi; (b) faktor dalam diri objek atau target yang diartikan; dan, (c) faktor situasi di mana persepsi tersebut dibuat.

Persepsi diidentifikasi sebagai suatu proses di mana individu memilih, mengorganisasikan, mengartikan stimulus yang diterima melalui alat indranya menjadi suatu makna (Rangkuti, 2003: 33).

(7)

Selanjutnya, Rangkuti menambahkan bahwa persepsi berkaitan dengan cara mendapatkan pengetahuan khusus tentang kejadian pada waktu tertentu. Persepsi dapat terjadi kapan saja, yaitu saat stimulus menggerakkan indra. Persepsi mencakup penerimaan stimulus, pengorganisasian stimulus, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi prilaku dan membentuk sikap.

Menurut Schiffman-Kanuk (Widjaja, 2009: 32), persepsi sebagai suatu proses di mana individu menyeleksi, mengorganisasi, dan menerjemahkan stimulasi menjadi sebuah arti. Pernyataan ini ditegaskan lagi oleh Rangkutti (2003: 32) bahwa persepsi pelanggan didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu memilih, mengorganisasikan serta mengartikan stimulus yang diterima melalui inderanya menjadi suatu makna. Meskipun demikian makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi pengalaman masa lalu individu yang bersangkutan.

Persepsi merupakan suatu proses pengenalan setiap individu terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya dengan menggunakan panca indra serta proses psikologisnya. Kesan yang diterima oleh setiap individu sangat tergan- tung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar serta segala gejala alam di sekitarnya.

(8)

44

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap sesuatu hal yaitu faktor eksternal dan internal. Kedua faktor ini diuraikan oleh Rangkuti (2003) sebagai berikut:

1) Faktor Eksternal. Pada faktor eksternal ini dibagi dalam beberapa aspek, yaitu: Pertama, concreteness yaitu wujud atau gagasan yang abstrak yang sulit dipersepsikan dibandingkan secara objektif. Kedua,

novelty atau hal yang baru, biasanya lebih menarik

unutk dipersepsikan dibandingkan dengan hal-hal yang lama. Ketiga, velocity percepatan misalnya gerak yang cepat untuk menstimulasi munculnya persepsi lebih effektif dibandingkan dengan gerakan yang lambat. Keempat, conditional stimuli yaitu stimulus yang dikondisikan seperti bel pintu, deringan telpon dan lain-lain.

2) Faktor Internal. Pada faktor internal juga dibagi dalam beberapa aspek, yaitu: Pertama, motivation, misalnya merasa lelah unutk menstimulasi untuk berespon terhadap istirahat. Kedua, interest, hal- hal yang menarik lebih diperhatikan daripada yang tidak menarik. Ketiga, needs, kebutuhan pada hal-hal tertentu akan menjadi pusat perhatian. Keempat, assumptions, persepsi sesuai dengan pengalaman melihat, merasakan dan lain-lain.

Dalam konteks ini menegaskan bahwa konsep persepsi dapat diartikan dengan suatu proses individu

(9)

untuk menginterpretasikan stimulus yang diterima oleh indera untuk diberi makna secara subkektif. Pemberian makna ini dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri dan luar individu tersebut. Dengan demikian, persepsi seseorang terhadap objek wisata semakin lengkap dan memberi penilaian apakah akan kembali berkunjung ke daerah itu atau tidak.

3.3 Teori the Tourist Qualities of a Destination

Menurut Burkat dan Medlik (1976: 44) bahwa seberapa penting unit geografis sebuah destinasi wisata ditentukan oleh tiga faktor utama, yaitu: atraksi, aksesibilities, dan fasilitas. Atraksi wisata adalah suatu perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup seni budaya, serta sejarah bangsa, dan tempat atau fenomena alam yang mempunyai daya tarik. Atraksi wisata dapat berupa sumber daya alam, budaya, etnisitas, ataupun hiburan (Latupapua, 2011).

Atraksi di sini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: objek wisata (site attraction) dan atraksi wisata (event attraction). Objek wisata bersifat statis, terikat pada tempat, dapat dijamah (tangible) seperti: pantai, gunung, danau,pemandangan alam, taman nasional. Sedangkan Atraksi wisata (event attraction) bersifat dinamis yang mencerminkan adanya gerak, tidak terikat tempat dan tidak dapat dijamah seperti: adat istiadat, pakaian tradisional, seni budaya yang

(10)

46

melekat pada kehidupan masyarakat, upacara ritual keagamaan (caretourism.wordpress.com).

Menurut Kuncoro (Nandi, 2008) bahwa atraksi wisata dikelompokkan menjadi dua yaitu: (1) atraksi sumber daya alam adalah setiap ekosistem dan segala isinya. Sumber daya alam fisik dan hayati merupakan atraksi wisata yang dapat dikembangkan untuk objek wisata alam; (2) atraksi buatan manusia meliputi atraksi budaya (agama, budaya modern, museum, galeri, seni, situs arekeologi, bangunan), tradisi (kepercayaan, animisme budaya, festival) dan peristiwa olahraga (olimpiade, piala dunia, turnamen).

Atraksi dapat berbentuk atraksi situs (contohnya kongres-kongres, pameran dan acara olah raga), yang keduanya memiliki sebuah pengaruh gravitasional pada orang-orang bukan penduduk. Selanjutnya dapat diartikan aksesibilitas adalah sebuah fungsi dari jarak antar pusat-pusat populasi, yang berbentuk pasar wisatawan, dan dari transportasi eksternal dan komunikasi yang memungkinkan sebuah destinasi untuk dijangkau. Fasilitas pada setiap destinasi mencakup akomodasi, cattering, hiburan, dan juga transportasi internal dan komunikasi, yang memungkinkan wisatawan untuk berkeliling selama tinggal di tempat tersebut. Jelas bahwa fasilitas-fasilitas menyumbang banyak pada resor-resor yang terkenal sebagai destinasi wisatawan, kebalikannya pada area

(11)

yang kurang dalam penyediaan akomodasi tertentu bagi pengunjung.

Sebuah destinasi wisata harus juga memiliki sebuah organisasi kepariwisataan. Hal ini bertujuan untuk menyediakan kerangka kerja dimana pariwisata dapat beroperasi untuk mengembangkan produk wisata dan untuk mempromosikannya dalam pasar-pasar wisatawan yang sesuai serta dapat menentukan tingkat kepentingan dan kesuksesan dari sebuah destinasi tersebut. Ketiga faktor ini dapat diterminologikan sebagai kualitas wisatawan terhadap sebuah destinasi wisata pada suatu daerah.

(12)

Referensi

Dokumen terkait

Sistem peradilan di Indonesia didasari pada Pancasila, terutama pada sila kelima, yang kemudian diturunkan ke dalam UUD 1945 pasal 24 ayat 2 dan 3 yang menyebutkan

Oleh sebab itu untuk mengatasi faktor penghambat keterbatasan anggaran yang ada kaitannya dengan faktor politis, yaitu para anggota DPRD Kabupaten Mojokerto yang lebih

Hasil pengolahan data gempa bumi dari jaringan Mini Regional Palu dalam kurun waktu Januari 2012 - Maret 2013 dengan (Gambar 4 dan 5) menunjukkan bahwa sebaran gempa bumi

Kewajiban Pelaku Usaha Perjalanan Wisata untuk memiliki Sertifikat Usaha Jasa Perjalanan Wisata tercantum dalam Pasal 7 ayat (1), yang menyatakan bahwa “Setiap Usaha Jasa

Pada penelitian kali ini dibuatnya jamu simulasi yang sengaja ditambahkan BKO glibenklamid yang bertujuan untuk melihat bercak yang sejajar dengan BKO yang terdapat di

perpustakaan tingkat tiga memuat informasi: judul sebenarnya, penandaan bahan umum [PBU], judul paralel, informasi judul lain/pernyataan tanggung jawab, pernyataan tanggung

Untuk menentukan kandungan masing- masing unsur tanah jarang yang terkandung dalam monasit dan senotim dapat dilakukan dengan menggunakan kurva baku dari hasil

Dinas Pariwisata NTB telah melakukan pemasaran pariwisata Destinasi Pariwisata Super Prioritas Mandalika untuk calon wisatawan millennial, walaupun dalam melakukan