• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN SIMULASI BEBAN RESISTIF SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN SIMULASI BEBAN RESISTIF SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL

GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN

SIMULASI BEBAN RESISTIF

SKRIPSI

MUHAMAD HAJAR MURDANA 0806366106

FAKULTAS TEKNIK PROGRAM TEKNIK ELEKTRO

(2)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : MUHAMAD HAJAR MURDANA

NPM : 0806366106

Tanda Tangan :

(3)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ir. I Made Ardita Y, M.T. (... )

Penguji : Prof. Dr. Ir. Iwa Garniwa, M.K., M.T. (... )

Penguji : Chairul Hudaya, S.T., M.Sc. (... )

Ditetapkan di : Fakultas Teknik Universitas Indonesia Tanggal : 2 Juli 2010

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka persyaratan tahap awal penyelesaian skripsi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Ir. I Made Ardita Y, M.T. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;

(2) Bpk. Sony Djuhansyah selaku manager Training Center P.T. Trakindo Utama dan Bpk. Bibin Dwijo Sugito sebagai senior yang telah membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan;

(3) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; serta

(4) sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan bisa dikembangkan di masa yang akan datang.

Depok, 2 Juli 2010 Penulis

(5)

Fakultas / Program Studi : Teknik / Listrik Departmen : Teknik Elektro Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set yang Optimal dengan Simulasi Beban Resistif

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis / pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 2 Juli 2010

Yang menyatakan

(6)

ABSTRAK

Nama : Muhamad Hajar Murdana Program Studi : Teknik Elektro

Judul : Pembagian Beban pada Operasi Paralel Generator Set yang Optimal dengan Simulasi Beban Resistif

Skripsi ini membahas mengenai suatu percobaan untuk mendapatkan pembagian beban genset yang dioperasikan parallel, ataupun dioperasikan tunggal secara optimal dan tidak melebihi kapasitas daya listrik unit tersebut. Caranya dengan penyetelan governor dan kontrol pembagi beban (LSM) pada setiap penggeraknya. Untuk mengetahui seberapa besar efisiensi dan batas maksimum kapasitas dayanya, dilakukanlah pengujian Technical Analysis Level 2 (TA2) secara individu. Kemudian memparalelkannya dengan sinkronisasi otomatis pada kedua genset dan pengujian pengambilan data pun dilakukan dengan membebani genset secara bertahap hingga batas tertentu. Hasilnya, didapatkan karakteristik pembagian beban masing-masing genset di setiap tahapan pembebanan dengan perbedaan speed setting governor dan akan dibandingkan pengaturan mana yang paling optimal berdasarkan biaya per kWh dan konsumsi bahan bakarnya. Hal tersebut bisa dijadikan acuan pengoperasian unit pembangkit secara tunggal atau paralel berdasarkan beban sistem tertentu.

Kata kunci:

(7)

The focus of this study is to research to get the optimum of load division that is operated in parallel, or operated in single and don’t exceed capacity of electric power unit. Those ways are adjustment for governor and load division / sharing control (LSM) are done each prime mover. To know its efficiency and maximum power capacity limit, is done Technical Analysis Level 2 (TA2) test individually. Then parallel and synchronize them automatically and testing to get the data measurements are done with loading both gensets in stages until certain of load. The result, got the characteristic of loading division on each genset in every stage of loading with different the speed setting for governor and will be compared which one of the speed setting is most optimum based on cost per kWh and fuel consumption. That matter can to be reference for operation of genset in single or parallel based on load system.

Key words:

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

1. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 2 1.3 Batasan Masalah ... 2 1.4 Metodologi ... 2 1.5 Sistematika Penulisan ... 3 2. TEORI DASAR ... 4 2.1 Generator Sinkron ... 4

2.1.1 Prinsip Kerja Generator Sinkron... 4

2.1.2 Reaksi Jangkar ... 5

2.1.3 Generator Tanpa Beban... 5

2.1.4 Generator Berbeban ... 6

2.1.5 Reaktansi Sinkron ... 7

2.1.6 Pengaturan Tegangan ... 7

2.1.7 Generator Tiga Phasa ... 9

2.1.8 Paralel Generator... 10

2.2 Faktor Daya (Power Factor)... 12

2.2.1 Daya Semu (Apparent Power) ... 13

2.2.2 Daya Aktif (Real Power) ... 13

2.2.3 Daya Reaktif (Reactive Power)... 13

2.3 Operasi Pembagian Beban ... 15

2.3.1 Sistem Isochronous ... 15

2.3.2 Sistem Speed Droop... 15

2.3.3 Hubungan antara Speed Droop dan Pembagian Beban... 16

2.4 Generator Set... 17

2.4.1 Tenaga pada Engine Diesel... 17

2.4.2 Konsep Tenaga Genset... 18

2.4.3 Rating Genset ... 18

2.4.4 Rating Arus ... 19

2.5 Reverse Power Generator... 19

3. KARAKTERISTIK DAN OPERASI PEMBANGKITAN ... 22

3.1 Deskripsi Sistem Secara Umum... 22

3.2 Sistem pada Prime Mover ... 25

3.3 Komposisi dan Kandungan Energi Kalor Gas Alam ... 26

(9)

4.1.4.3 Pengaturan Speed Droop pada Kedua Genset... 39

4.1.5 Tabel Evaluasi... 40

4.1.5.1 Data Pengujian Sinkronisasi Frekwensi... 40

4.1.5.2 Data Hasil Technical Analysis 2 pada Kedua Genset... 40

4.1.5.3 Data Paralel Kedua Genset dengan Isochronous ... 42

4.1.5.4 Data Paralel Genset Droop Diesel 2% dan Gas 3%... 42

4.1.5.5 Data Paralel Genset Droop Diesel 3% dan Gas 2%... 43

4.2 Analisis Data ... 44

4.2.1 Pengujian Technical Analysis 2 ... 44

4.2.2 Pembagian Beban Isochronous ... 45

4.2.3 Pembagian Beban Droop Diesel 2% dan Gas 3% ... 47

4.2.4 Pembagian Beban Droop Diesel 3% dan Gas 2% ... 50

4.2.5 Perhitungan Biaya dan Perbandingan Efisiensi ... 51

4.2.6 Pengoperasian Unit Pembangkit ... 55

5. KESIMPULAN... 57

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip generator sinkron... 4

Gambar 2.2 Hubungan celah udara... 6

Gambar 2.3 Rangkaian dan vektor beban induktif... 6

Gambar 2.4 Reaktansi sinkron... 7

Gambar 2.5 Perbedaan V dan Eo... 8

Gambar 2.6 Hubungan pf dengan tegangan output... 8

Gambar 2.7 Generator tiga phasa dua kutub... 9

Gambar 2.8 Bentuk gelombang sinusoidal tiga phasa... 9

Gambar 2.9 Gelombang tegangan sinusoidal – rotor 4 kutub... 10

Gambar 2.10 Sinkronisasi manual... 11

Gambar 2.11 Kondisi belum sinkron (kiri) dan telah sinkron (kanan)………. 11

Gambar 2.12 Synchronizer... 12

Gambar 2.13 Segitiga daya……… 12

Gambar 2.14 Karakteristik phasa dan vektor pada beban resitif murni... 13

Gambar 2.15 Karakteristik phasa dan vektor pada beban induktif murni... 14

Gambar 2.16 Karakteristik phasa dan vektor pada beban kapasitif murni... 14

Gambar 2.17 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan isochronous... 15

Gambar 2.18 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan speed droop... 15

Gambar 2.19 Pengaruh speed droop terhadap pembagian beban……….. 16

Gambar 2.20 Konversi energi kimia ke mekanis kemudian listrik... 18

Gambar 2.21 Mesin generator set... 18

Gambar 2.22 Relay reverse power... 20

Gambar 3.1 Skema paralel sistem... 23

Gambar 3.2 Diagram daya... 23

Gambar 3.3 Electronic Control Module II (ECM II)... 24

Gambar 3.4 Sistem bahan bakar pada diesel 3406E... 25

Gambar 3.5 Air intake dan exhaust, fuel, dan ignition system engine gas….. 26

Gambar 3.6 Perhitungan Low Heat Value (LHV) dari komposisi gas... 27

Gambar 3.7 Konstruksi generator tipe PMPE pada genset G3508... 28

Gambar 3.8 Konstruksi generator tipe SE pada genset diesel 3406... 29

Gambar 3.9 Blok diagram kerja speed control... 30

Gambar 3.10 Blok diagram kerja synchronizer... 31

Gambar 4.1 Pemasangan alat ukur di genset diesel ataupun gas... 32

Gambar 4.2 Frekwensi sinkron isochronous... 45

Gambar 4.3 Grafik prosentase pembagian beban isochronous... 46

Gambar 4.4 Grafik pembagian beban isochronous... 47

Gambar 4.5 Frekwensi sinkron droop diesel 2% dan gas 3%... 47

Gambar 4.6 Kurva droop diesel 2% dan gas 3%... 48

Gambar 4.7 Grafik prosentase pembagian beban droop D2% dan G3%... 48

Gambar 4.8 Grafik pembebanan unit droop D2% dan G3%... 49

Gambar 4.9 Frekwensi sinkron droop D3% dan G2%... 50

Gambar 4.10 Grafik prosentase pembagian beban droop D3% dan Gas 2%.... 51

Gambar 4.11 Grafik pembebanan unit droop D3% dan G2%... 51

Gambar 4.12 Biaya bahan bakar per jam sebagai fungsi beban... 53

(11)
(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Spesifikasi nameplate kedua genset... 22

Tabel 4.1 Daftar peralatan... ... 33

Tabel 4.2 Pengujian frekwensi sinkron... 40

Tabel 4.3 Data technical analysis 2 genset diesel 3406E... 40

Tabel 4.4 Pengujian kebocoran kompresi (cylinder cut out) engine 3406E... 41

Tabel 4.5 Data technical analysis 2 genset gas G3508... 41

Tabel 4.6 Data lab paralel genset isochronous... 42

Tabel 4.7 Data lab paralel genset diesel 2% dan gas 3%... 42

Tabel 4.8 Data lab paralel genset diesel 3% dan gas 2%... 43

Tabel 4.9 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada isochronous... 52

Tabel 4.10 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 2% dan gas 3%.... 52

Tabel 4.11 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 3% dan gas 2%.... 53

(13)

Lampiran.10 Data Paralel Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%... 68

Lampiran.11 Grafik Pembebanan Paralel Genset Isochronous... 69

Lampiran.12 Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 2% dan G3508 3%... 70

Lampiran.13 Grafik Pembebanan Droop Genset 3406E 3% dan G3508 2%... 71

Lampiran.14 Perbandingan Biaya Pembangkitan di Kedua Genset... 72

Lampiran.15 Test Spec 3406E……… 73

Lampiran.16 Test Spec G3508………..…. 74

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada biaya operasi penyediaan tenaga listrik umumnya membutuhkan biaya ± 60% untuk operasi pembangkitan listrik khususnya untuk membeli bahan bakar. Apalagi pada pusat listrik yang menggunaan PLTD yang membutuhkan biaya kWh yang sangat besar. Akibatnya unit pembangkit kini sudah mulai beralih ke PLTG dan kebanyakan PLTD hanya dioperasikan saat mendapat beban menengah ataupun puncak.

Biaya penyediaan energi primer yaitu BBM solar dan gas alam untuk industri semakin meningkat. Kenaikan harga per liter solar untuk industri pada pertengahan tahun 2010 sudah mencapai Rp.6.275,- dan kenaikan harga gas alam untuk golongan K-1, naik menjadi US$ 4,1 per MMBTU. Lalu, biaya angkut gas naik menjadi Rp 770 per meter kubik. Mengingat kondisi tersebut maka haruslah mengetahui besarnya efisiensi kondisi pembangkit secara individu dan mendapatkan pengaturan pembebanan dan pengoperasian genset yang tepat bagi sistem listrik secara keseluruhan artinya dicapai biaya bahan bakar yang minimum.

Umumnya pada pusat listrik, tidak hanya dilayani oleh satu unit pembangkit saja melainkan bisa dua atau lebih yang beroperasi paralel (interkoneksi) yang disesuaikan dengan karakteristik bebannya. Tentu diperlukan adanya operator yang mengatur pengoperasian di antara unit pembangkit tersebut.

Kebanyakan pada pusat listrik skala kecil menggunakan metode pembagian beban secara isochronous yang dinilai sederhana dalam pengaturannya. Namun, perlu diteliti dan dibandingkan efisiensinya dengan pengaturan yang lainnya seperti speed droop. Oleh karena itu, perlu diujicobakan pada genset yang terpisah dari sistem. Dengan latar belakang permasalahan tersebut maka skripsi ini diberi judul:

“PEMBAGIAN BEBAN PADA OPERASI PARALEL GENERATOR SET YANG OPTIMAL DENGAN SIMULASI BEBAN RESISTIF”.

(15)

fungsi beban tertentu.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka pembahasan penulisan skripsi ini dibatasi pada pengaturan kontrol governor engine yang berpengaruh terhadap pembagian beban genset yang beroperasi paralel dan pengoperasian genset yang efisien dengan biaya bahan bakar yang minim pada beban tertentu. Supaya terarah dan tidak keluar dari permasalahan pokok.

1.4 Metodologi

Berbagai metode yang digunakan untuk menyusun skripsi ini adalah: 1. Metode Observasi

Yaitu meninjau informasi yang ada mengenai skripsi yang dibuat secara langsung, yang berhubungan dengan kegiatan yang dilaksanakan.

2. Metode Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data–data referensi yang berhubungan dengan pembuatan skripsi ini.

3. Metode Konsultasi dan Diskusi

Yaitu mendiskusikan dan berkonsultasi langsung dengan dosen pembimbing dan juga pihak lainnya yang kompeten di bidangnya.

4. Metode Pengujian

Menguji sistem yang tersedia dengan melakukan percobaan tertentu sesuai dengan tujuannya dan mendapatkan data-data hasil percobaan untuk dianalisis.

(16)

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan maka sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab agar pembahasan yang diberikan mudah dipahami dan sistematis. Pada Bab I adalah pendahuluan yang berisikan latar belakang, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi, dan sistematika penulisan. Pada Bab II adalah teori dasar yang menerangkan tentang teori dasar yang digunakan, baik secara umum maupun khusus yang menunjang pembuatan skripsi ini. Pada Bab III adalah karakteristik dan operasi pembangkitan yang menjelaskan tentang karakteristik, spesifikasi, pembebanan sistem pembangkit, dan sistem operasi. Pada Bab IV adalah percobaan dan analisis data yang menganalisis data hasil percobaan yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada Bab V adalah penutup yang terdapat kesimpulan yang didapat dari pembahasan skripsi ini.

(17)

ini mempunyai rating daya dari ratusan sampai ribuan mega Volt Ampere (MVA). Disebut mesin sinkron, karena bekerja pada kecepatan dan frekuensi konstan di bawah kondisi ”Steady state”. Mesin sinkron bisa dioperasikan baik sebagai generator maupun motor. Mesin sinkron bila difungsikan sebagai motor berputar dalam kecepatan konstan. Apabila dikehendaki kecepatan yang bersifat variabel, maka motor sinkron dilengkapi dengan dengan pengubah frekwensi seperti inverter atau cyclo-converter.

2.1.1 Prinsip Kerja Generator Sinkron

Memiliki kumparan jangkar pada stator dan medan pada rotor. Kumparan jangkarnya berbentuk sama dengan mesin induksi, sedangkan kumparan medannya dapat berbentuk sepatu kutub atau kutub dengan celah udara sama rata. Arus searah (DC) untuk menghasilkan fluks pada kumparan medan dialirkan ke rotor melaui cincin.

(18)

Apabila kumparan jangkar dihubungkan dengan sumber tegangan tiga fasa akan menimbulkan medan putar pada stator. Kutub medan rotor yang diberi penguat DC mendapat tarikan dari kutub medan putar stator hingga turut berputar dengan kecepatan yang sama (sinkron). Dilihat dari segi adanya interaksi dua medan magnet maka fungsi sudut kopelnya (δ).

T = Br Bs sin δ (2.1)

2.1.2 Reaksi Jangkar

Apabila generator sinkron melayani beban maka pada kumparan jangkar stator mengalir arus; dan ini akan menimbulkan fluks jangkar. Fluks jangkar yang ditimbulkan arus (ΦA) akan berinteraksi dengan kumparan medan rotor (ΦF), sehingga menghasilkan resultan fluks (ΦR). Adanya interaksi ini dikenal sebagai reaksi jangkar.

ΦR = ΦF + ΦA (2.2)

2.1.3 Generator Tanpa Beban

Dengan memutar generator pada kecepatan sinkron dan rotor diberi arus medan (If); tangangan (Eo) akan terinduksi pada kumparan jangkar stator.

Eo = c n Φ (2.3) c = konstanta mesin

n = putaran sinkron

Φ = fluks yang dihasilkan oleh If

Dalam keadaan tanpa beban, arus jangkar tidak mengalir pada stator, karenanya tidak terdapat pengaruh reaksi jangkar. Fluks hanya dihasilkan oleh arus medan (If). Apabila arus medan (If) diubah-ubah nilainya maka akan diperoleh nilai Eo seperti yang terlihat pada Gambar 3.2. Celah udara kurva kemagnetan merupakan garis lurus

(19)

AB = tahanan arus medan yang diperlukan untuk daerah jenuh Ra = tahanan stator

Xa = fluks bocor

Eo = V (keadaan tanpa beban)

2.1.4 Generator Berbeban

Dalam keadaan berbeban arus jangkar akan mengalir dan mengakibatkan terjadinya reaksi jangkar. Reaksi jangkar bersifat reaktif karena itu dinyatakan sebagai reaktansi, dan disebut reaktansi pemagnet (Xm). Xm ini bersama-sama dengan reaktansi fluks bocor (Xa) dikenal sebagai reaktansi sinkron (Xs). Model rangkaian dan diagram vector dari generator berbeban induktif (pf lagging) terdapat pada gambar di bawah ini.

E = V + IRa + jXs; Xs = Xm + Xa (2.4)

(20)

2.1.5 Reaktansi Sinkron

Harga Xs didapat dari dua macam percobaan yakni percobaan tanpa beban dan hubung singkat. Dari percobaan tanpa beban diperoleh harga Eo sebagai fungsi arus medan (If). Hubungan ini menghasilkan kurva kemagnetan yang berharga liniernya (unsaturated). Kelebihan arus medan pada keadaan jenuh sebenarnya dikompesasi oleh adanya reaksi jangkar.Percobaan hubung singkat menghasilkan hubungan antara arus jangkar (I) sebagai fungsi arus medan (If), dan ini merupakan garis lurus (Ihs).

Gambar 2.4 Reaktansi sinkron Jadi, nilai reaktansi sinkron adalah:

Xs = Ihs Eo = BC OA (2.5) 2.1.6 Pengaturan Tegangan

Gambar di bawah ini, terjadi perbedaan antara tegangan terminal V dalam keadaan berbeban, dengan tegangan Eo pada saat tanpa beban, dipengaruhi selain oleh faktor kerja juga oleh besarnya arus jangkar (I).

(21)

Gambar 2.5 Perbedaan V dan Eo

Dengan perubahan tegangan V untuk faktor kerja berbeda-beda pada vektor di atas, karakteristik tegangan terminal V terhadap arus jangkar I dapat digambarkan pada grafik di bawah ini. Pengaturan tegangan adalah perubahan tegangan terminal generator antara keadaan tanpa beban dan beban penuh dinyatakan: Pengaturan tegangan = V V Eo− (2.6)

(22)

2.1.7 Generator Tiga Phasa

Gambar 2.7 Generator tiga phasa dua kutub

Gambar 2.8 Bentuk gelombang sinusoidal tiga phasa

Generator tiga phasa lebih handal karena konduktor dalam sistem tiga phasa hanya membutuhkan ¾ tembaga dari sistem satu phasa untuk menyalurkan daya yang sama. Effisiensi transmisi tiga phasa juga lebih baik dibanding sistem dua phasa. Selanjutnya, sistem tiga phasa digunakan pada stator (armatur) generator karena lebih efektif dan ukurannya lebih kecil jika dibandingkan sistem satu atau dua phasa dengan daya yang sama. Sistem tiga phasa juga lebih ekonomis dan efisien.

(23)

Gambar 2.9 Gelombang tegangan sinusoidal – rotor 4 kutub

Frekwensi generator tergantung pada jumlah kutub dan putaran (RPM). Bisa dirumuskan sebagai berikut:

60 2 (RPM) . kutub) (Jumlah (Hz) F = (2.7)

Jumlah dari kutub diberi pembagian dua karena membutuhkan dua kutub (utara dan selatan) untuk menghasilkan satu siklus. Sedangkan untuk putaran (RPM) diberi pembagian 60 untuk mendapatkan jumlah dari putaran per detik.

2.1.8 Paralel Generator

Untuk melayani beban yang meningkat, ada kondisi dimana kita harus memparalel 2 atau lebih generator dengan maksud menambah kapasitas daya dan dibutuhkan untuk menjaga kontinuitas pelayanan apabila ada generator yang harus dimatikan misalnya untuk maintenance atau standby. Adapun syarat paralel generator adalah:

• Tegangan (GGL) sesaat harus sama. • Frekwensi harus sama

• Urutan fasa harus sama • Fasa harus sama

(24)

Gambar 2.10 Sinkronisasi manual

R, S, dan T adalah urutan fasa tegangan jala–jala. U, V, dan W adalah urutan fasa tegangan generator. Saat memparalelkan, lampu L1 mati sedangkan L2 dan L3 nyala sama terangnya, dan keadaan ini berlangsung agak lama. Posisi semua fasa sistem tegangan jala-jala berhimpit dengan semua fasa sistem tegangan generator.

Gambar 2.11 Kondisi belum sinkron (kiri) dan telah sinkron (kanan)

Ada kontroler yang digunakan pada aplikasi generator guna mencocokan kecepatan dan phasa tegangan sebelum memparalel dengan generator yang lain atau bus bar yang sedang online.

(25)

2.2 Faktor Daya

Atau disebut juga cosinus sudut (cos α) adalah perbandingan antara daya aktif dengan daya semu. Adanya dan besarnya faktor daya pada sistem tegangan AC disebabkan oleh ada beban dan besarnya tergantung dari karakteristiknya.

Gambar 2.13 Segitiga daya

Daya reaktif yang tinggi akan meningkatkan sudut ini dan sebagai hasilnya faktor daya akan menjadi lebih rendah. Faktor daya (pf) selalu lebih kecil atau sama dengan satu. Secara teori, jika seluruh beban daya memiliki pf = 1, maka daya maksimum yang ditransfer setara dengan kapasitas sistim pendistribusian. Jika faktor daya sangat rendah maka kapasitas jaringan distribusi listrik menjadi tertekan. Jadi, daya reaktif (VAR) harus serendah mungkin untuk keluaran daya aktif (W) yang sama dalam rangka meminimalkan kebutuhan daya semu (VA). Faktor daya yang rendah merugikan karena mengakibatkan arus beban tinggi.

Pada sistem arus bolak-balik, daya listrik tidak sesederhana pada sistem arus searah. Pada arus bolak-balik terdapat tiga jenis daya, yaitu daya semu, daya aktif, dan daya reaktif.

(26)

2.4.1 Daya Semu (Apparent Power)

Atau disebut juga daya total yaitu penjumlahan daya aktif dan daya reaktif. Jadi daya inilah yang dijadikan kapasitas daya maksimal suatu generator.

S = V.I (VA) atau S = P2 +Q2 (2.8)

2.4.2 Daya Aktif (Real Power)

Adanya daya aktif (faktor P)disebabkan beban yang digunakan bersifat resistif seperti lampu pijar, rheostat, load bank, pemanas, motor induksi berbeban berat, dan trafo berbeban tinggi, dll. Beban resistif membuat phasa antara tegangan dan arus selalu sama (inphase) sehingga membuat pf = 1. Adapun perhitungan daya aktif sebagai berikut:

1 phasa P = V x I x cos α (W) dimana Z = R 3 phasa P = 3 x VL-L x I L x cos α (W)

Gambar 2.14 Karakteristik phasa dan vektor pada beban resitif murni

2.4.3 Daya Reaktif (Reactive Power)

Pada dasarnya daya reaktif ini (faktor Q) disebabkan oleh 2 karakteristik beban yaitu beban induktif dan kapasitif. Adanya beban induktif membuat perbedaan phase antara tegangan dan arus dimana arus tertinggal terhadap tegangan atau disebut dengan pf lagging (positif pf). Sehingga membuat pf rendah (pf < 1), atau induktif murni ia memiliki pf = 0 maka hanya ada daya reaktif saja. Contoh beban induktif seperti motor induksi tanpa beban atau berbeban rendah, trafo berbeban rendah, ballast, dll.

(27)

Gambar 2.15 Karakteristik phasa dan vektor pada beban induktif murni

Sedangkan adanya beban kapasitiftif juga membuat perbedaan phase antara tegangan dan arus dimana arus mendahului terhadap tegangan atau disebut dengan pf leading (negatif pf). Sehingga juga membuat pf rendah (pf < 1), atau kapasitif murni ia memiliki pf = 0 maka hanya ada daya reaktif saja. Contoh beban kapasitif seperti penghantar daya yang terlalu panjang, filter kapasitor, motor sinkron yang kelebihan eksitasi, dll. Adapun perhitungan daya reaktif sebagai berikut:

1 phasa Q = V x I x sin α (VAR) Dimana jika lagging Z = jXL 3 phasa Q = 3 x VL-L x I L x sin α (VAR) leading Z = -jXC

(28)

2.3 Operasi Pembagian Beban 2.3.1 Sistem Isochronous

Metode isochronous atau dengan istilah speed droop 0% digunakan untuk kecepatan tetap konstan pada prime mover di berbagai tingkat pembebanan baik aplikasi single operation, atau dua atau lebih prime mover yang dikontrol oleh load sharing control.

Gambar 2.17 Fungsi beban terhadap frekwensi dengan isochronous

2.3.2 Sistem Speed droop

Metode droop digunakan untuk pengendali kecepatan sebagaimana fungsi pembebanan, artinya kecepatan prime mover berubah sesuai tingkat pembebanan. Baik dengan aplikasi single operation prime mover atau operasi paralel dua atau lebih prime mover.

(29)

Gambar 2.19 Pengaruh speed droop terhadap pembagian beban

Terdapat dua buah unit pembangkit yang bekerja secara paralel dan melayani beban sebesar P, hanya saja untuk pembangkit 2, garis beban berarah ke kiri dan sumbu frekwensinya ada di kanan untuk memudahkan penggambaran bahwa beban P selau sama dengan jumlah daya yang dibangkitkan yakni P1 ditambah P2. Unit pembangkit 1 mempunyai speed droop S1 sedangkan pembangkit 2 speed droop-nya S2.

Mula-mula masing-masing unit mempunyai beban P1 dan P2 sedangkan frekwensinya F1 dan jumlah beban adalah P. Kemudian terjadi kenaikan beban menjadi P1 sehingga beban masing-masing unit pembangkit menjadi P11 dan P21 dimana penjumlahan keduanya adalah P1 dan frekwensinya turun menjadi F2. Terlihat bahwa unit pembangkit 1 yang mempunyai speed droop S1 lebih kecil daripada S2 mengalami penambahan beban yang lebih besar daripada penambahan beban pada unit pembangkit 2 yang sebesar P21-P2.

Sistem yang terdiri dari banyak unit pembangkit sesungguhnya dapat dianalogikan dengan sebuah unit pembangkit besar yang memiliki speed droop tertentu.

(30)

2.4 Generator Set

Adalah suatu mesin listrik yang merubah energi kimia pada bahan bakar ke bentuk energi listrik dan panas. Gabungan antara engine, generator, dan kontrolernya disebut juga generator set (genset).

2.4.1 Tenaga pada Engine Diesel

Daya output shaft engine diesel dapat dinyatakan dengan persamaan: P = 2 k n BMEP I A S× × × × × (2.9) Dimana :

P = Daya output engine / indicated horse power (IHP) S = Jumlah silinder

A = Luas lingkaran silinder (cm2) I = Panjang langkah (m)

BMEP = Tekanan rata-rata peledakan tiap silinder (kg/cm2) n = Jumlah putaran per detik (RPS)

2 = Untuk 4 langkah, 1 untuk 2 langkah

k = Konstanta = 1/75 = karena 1 HP = 75 kgm/s

Dalam PLTD, putaran engine harus konstan agar frekwensi yang dikeluarkan generator selalu konstan 50Hz atau 60Hz sehingga untuk pengaturan daya output dari generator (dengan mengacu persamaan di atas), yang dapat diatur hanya nilai BMEP. Pengaturan nilai BMEP ini dilakukan dengan mengatur pemberian bahan bakar yang harus diikuti oleh pengaturan pemberian udara. Hal ini disebabkan bahan bakar memerlukan udara untuk pembakaran.

Terlalu banyak atau sedikit udara untuk pembakaran menyebabkan pembakaran di dalam silinder menjadi tidak efisien. Masalahnya, karena genset putarannya konstan, jadi perubahan pemberian bahan bakar tidak dapat diikuti oleh pemberian udara secara seimbang. Sehingga nilai efisiensi maupun nilai BMEP tidak konstan sebagai fungsi beban. Oleh karena itu, unit PLTD sebaiknya dibebani konstan yang menghasilkan efisiensi maksimum, kira-kira beban 80%.

(31)

Gambar 2.20 Konversi energi kimia ke mekanis kemudian listrik

Engine merubah campuran udara dan bahan bakar (energi kimia) ke dalam energi mekanik. Generator mengambil tenaga dari engine (Brake HP atau kW) dan merubahnya ke dalam energi listrik (Electrical kW). BHP adalah daya yang tertera pada nameplate engine. Tenaga engine (kW) selalu lebih besar antara 105% - 110% dibanding tenaga nyata generator (ekW).

Gambar 2.21 Mesin generator set

2.4.3 Rating Genset

Berdasarkan aplikasinya, genset dibagi dalam beberapa rating yakni: • Emergency Standby Power Rating (ESP Rating)

Diaplikasikan untuk beban yang lebih bervariasi. Load factor normalnya mencapai 70 %. Jumlah jam operasi per tahun selama 50 jam dan maksimum 200 jam. Aplikasi ini cocok dipergunakan untuk building service standby.

(32)

• Standby Power Rating

Diaplikasikan untuk beban yang lebih bervariasi. Load factor normalnya mencapai 70 %. Jumlah jam operasi per tahun selama 200 jam dan maksimum 500 jam. Aplikasi ini cocok dipergunakan sebagai standby power dan rental power.

• Prime Power Rating

Diaplikasikan untuk beban yang bervariasi dengan load factor normal mencapai 70 % dalam jam yang tidak terbatas per tahun. Beban maksimum 100% dengan tambahan 10 % overload capability hanya boleh dioperasikan selama 1 jam dalam 12 jam operasi. Operasi overload tidak boleh lebih dari 25 jam per tahun. Aplikasi ini disarankan pada pembangkit listrik untuk industri, pompa, dan konstruksi.

• Continuous Power Rating

Rating ini dapat memikul beban yang konstan atau sedikit variasi dengan load factor normal mencapai 70% - 100 % dalam jam yang tidak terbatas per tahun. Engine dengan rating ini dapat dibebani secara terus-menerus dengan 100 % beban (ekW). Aplikasi ini disarankan pada pembangkit listrik utama (utility power supply)

2.4.4 Rating Arus

Generator mempunyai rating arus maksimal yang diizinkan yang mengalir di armatur tanpa menyebabkan kerusakan isolasi (overheating). Rating ini dapat dilihat pada nameplate generator.

2.5 Reverse power Generator

Adalah suatu fenomena perubahan unjuk kerja dari generator menjadi motor. Jadi dalam kejadian ini, sebuah generator yang tadinya menghasilkan daya listrik, berubah menjadi menggunakan daya listrik. Hal ini bisa terjadi karena pada dasarnya antara generator dan motor memiliki konstruksi yang sama dan jika: • Generator dihubungkan paralel atau bergabung dalam suatu jaringan dengan

(33)

jaringan, sehingga tegangan di stator menginduksi ke lilitan rotor yang berputar.

Dampak reverse power adalah sebagai berikut:

• Pada diesel generator dapat terjadi ledakan pada ruang bakarnya karena adanya akumulasi bahan bakar yang tak terbakar sedangkan rotor terus berputar,

• Pada gas turbin juga akan merusak gear box-nya dan • Pada hydroplant (turbin air) akan terjadi kavitasi.

Pada suatu sistem pembangkitan yang terdiri dari dua atau lebih generator dan dioperasikan secara paralel maka setiap generator dilengkapi dengan peralatan proteksi berupa relay reverse power untuk mendeteksi dan membuka pemutus apabila ada reverse power (gangguan) yang mengalir dari satu generator ke generator lainnya yang mengalami gangguan pada penggerak mulanya.

(34)

Relay reverse power bekerja dengan mengukur komponen aktif arus beban, I x cos φ. Ketika generator menghasilkan daya listrik maka komponen arus beban I x cos φ bernilai positif, sedangkan dalam kondisi reverse power berubah menjadi bernilai negatif. Jika nilai negatif ini melampaui set point dari relay, maka reverse power relay akan bekerja secara interlock dengan membuka Circuit Breaker (CB). Inti dari semuanya, jika terjadi reverse power pada suatu unit pembangkit listrik maka terjadi kerusakan pada peralatan penggerak mulanya (power mover).

(35)

standby yang akan mem-back-up suplai ke beban jika terjadi pemadaman listrik oleh PLN dan terpasang dengan sistem terpisah oleh kedua genset yang lain. Jadi tidak adanya sistem paralel ataupun pembagian beban bagi genset tersebut. Berikut spesifikasi nameplatenya:

Tabel 3.1 Spesifikasi name plate kedua genset

No. Specification CAT 3406E CAT G3508

1. Fuel Diesel Natural Gas

2. Application Rating Prime Continous

3. SN Genset 8AZ00325 CPJ00324 4. SN Engine 1MZ00507 CTN00186 5. SN Generator 7ZL00384 4WN00655 6. Voltage 230 / 400 V 230 / 400 V 7. Current 656.8 A 866 A 8. Frequency 50 Hz 50 Hz 9. RPM 1500 RPM 1500 RPM

10. kVA 455 kVA 600 kVA

11. kW 364 kW 480 kW

12. pf 0.8 0.8

13. Winding Star Series Star

14. Wire 12 6

15. Insulation Class H F

16. Excitation Voltage 47 V 28 V 17. Excitation Current 8.799 A 5.2 A 18. Max Temp Ambient 40 deg. 40 deg. 19. Max Height Altitude 152.4 m 1000 m

(36)

Gambar 3.1 Skema paralel sistem

(37)

governor elektronik berupa Electronic Control Module (ECM) atau Advanced Diesel Engine Management (ADEM) yang modulnya terpasang pada engine sedangkan pada engine gas memiliki governor elektronik eksternal berupa modul 2301A Load Sharing and Speed Control (LSSC).

Fungsi ECM sebagai pusat kendali yang mengintegrasikan fungsi sistem governor, Air Fuel Ratio Control (AFRC), power curve mapping, monitor input sensing, dan output control. Jadi jika ada unit yang menggunakan ECM, pasti tidak adalagi modul untuk speed control karena fungsi speed control sudah ada di dalam ECM. Jadi hanya membutuhkan input desired engine speed dari electronic load sharing governor (LSM) yang dibutuhkan juga saat paralel. Fungsinya sebagai pembagi sejumlah beban yang diterima dengan prosentase tertentu saat genset diparalel. Kontrol ini juga bisa digunakan untuk membangkitkan sinyal isochronous atau speed droop. Beberapa konfigurasi dan setting point ada di dalam ECM yang bisa diprogram dengan menggunakan software CAT Electronic Technician (ET) melalui perangkat keras Communication Adapter.

(38)

2301A Load Sharing dan Speed Control (LSSC) mempunyai dua fungsi utama yaitu, mengontrol kecepatan engine secara presisi dan membagi beban di antara genset yang diparalel. Kontrol ini juga bisa digunakan untuk membangkitkan sinyal isochronous atau speed droop.

3.2 Sistem Pada Prime Mover

Sistem pada engine gas sebagian kecil berbeda dengan sistem pada engine diesel. Hal yang paling beda adalah pada sistem bahan bakarnya, sistem pemasukkan udaranya, dan sistem penyalaannya sedangkan untuk sistem-sistem yang lainnya umumnya sama, seperti sistem pelumasan, pendinginan, dan kelistrikan. Pada ketiga hal tadi yang paling berhubungan langsung dengan tenaga yang dihasilkan oleh engine sebagai komponen pembentuk api. Namun yang kita teliti di sini adalah prosentase beban yang dipikul maksimal oleh masing-masing engine dan bahan bakar yang dikonsumsi. Penjabaran ketiga sistem tadi dan operasinya mari kita amati skema dan perbedaan sistem engine diesel dan gas berikut.

(39)

konstan diberbagai tingkat pembebanan engine oleh komponen yang disebut gas pressure regulator. Jadi bertemunya gas dan udara terjadi di luar ruang bakar di dalam karburator. Komponen yang mengatur jumlah campuran gas udara yang akan dikonsumsi engine adalah elektronik governor (LSSC) dengan proporsional membuka atau menutup melalui throttle valve.

Gambar 3.5 Air intake dan exhaust, fuel system, dan ignition system pada engine gas

3.3 Komposisi dan Kandungan Energi Kalor Gas Alam

Pada engine gas, tenaga yang bisa dihasilkan sangat tergantung dari komposisi gas yang dikonsumsi. Jika engine tersebut dipindahkan ke daerah lain yang suplai gasnya berbeda maka akan berbeda pula tenaga yang bisa dihasilkan.

(40)

Perhitungannya bisa secara manual ataupun dengan menggunakan software Caterpillar Methane Number di bawah ini untuk memudahkan perhitungan. Beberapa tujuannya adalah mendapatkan estimasi besarnya pemanfaatan kemampuan engine untuk menghasilkan tenaga (relative power capability), Lower Heating Value (LHV) yang merupakan nilai kalor peledakan pencampuran gas di ruang bakar yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan gerak mekanis. Semakin tinggi nilai LHV maka semakin irit konsumsi bahan bakarnya.

Gambar 3.6 Perhitungan Low Heat Value (LHV) dari komposisi gas

3.4 Prinsip Kerja Pembangkitan Tegangan

Pada kedua genset yang diteliti ternyata memiliki tipe konstruksi generatornya berbeda. Ada yang disebut tipe permanent magnet dan residual magnetik.

3.4.1 Generator Tipe Permanent Magnet Pilot Exciter (PMPE)

Generator jenis ini disebut juga triple generator cara kerjanya memanfaatkan pembangkitan awal dari permanent magnet yang berada pada rotor yang mana medannya akan menginduksikan PM Pilot Armature yang akan menghasilkan

(41)

Potentian Transformator (PT). Jika tegangan output-nya masih di bawah nilai set point nya maka ia akan menaikan arus DC menuju Field Exciter dan sebaliknya jika melebihi maka ia akan menurunkan arus.

Main Field Main Armature Exciter Armature Field Exciter Permanent Magnet (PM) PM Pilot Armature F A N F A N Automatic Voltage Regulator (AVR) PT CT Rotor Shaft T1 T2 T3 T0 F1 F2 11 12 13 22 24 20 Rotating Diode Outgoing to Load CAT Generator Stator Stator Stator 5 6 Bearing Bearing DC AC AC AC DC AC Couple to Engine

Gambar 3.7 Konstruksi generator tipe PMPE pada genset G3508

3.4.2 Generator Tipe Self Excited (SE)

Generator jenis ini disebut juga double generator cara kerjanya memanfaatkan pembangkitan awal dari magnet residual yang tersimpan pada inti Main Rotor yang akan menginduksikan Main Armature dan output tegangannya sebagai sinyal ke voltage regulator bahwa generator telah diputar. Kemudian cara

(42)

kerjanya sama seperti PMPE dalam membangkitkan tegangan dan fungsi voltage regulator sebagai peregulasi tegangan. Bedanya unit pembangkit jenis ini bisa hilang kemagnetan residualnya jika tidak dioperasikan dalam jangka waktu yang lama. Jika hilang maka harus di-flashing kemagnetannya. Oleh karena itu perlu secara berkala dioperasikan guna perawatan.

Main Field Main Armature Exciter Armature Field Exciter F A N F A N Automatic Voltage Regulator (AVR) PT CT Rotor Shaft T1 T2 T3 T0 F1 F2 22 24 20 Rotating Diode Outgoing to Load

Front

Rear

CAT Generator Stator Stator 5 6 Bearing AC AC DC DC Couple to Engine

Gambar 3.8 Konstruksi generator tipe SE pada genset diesel 3406

3.5 Pengendali Kecepatan Prime mover

Kontroler mendapatkan input kecepatan aktual prime mover dari speed sensor (Magnetic Pick Up (MPU)) yang berada pada flywheel gear dengan sinyal input berupa frekwensi. Di dalam kontroler terdapat konverter yang mengkonversikan sinyal tegangan AC frekwensi menjadi tegangan DC analog dengan besarnya frekwensi yang diterima berbanding lurus dengan kecepatannya. Nilai input sinyal kecepatan dibandingkan dengan tegangan referensinya di sum point. Jika tegangan sinyal kecepatan lebih rendah atau lebih tinggi daripada tegangan referensi maka sinyal akan dikirimkan ke amplifier untuk menaikan ataupun menurunkan kecepatan. Aktuator merespon sinyal dari amplifier dengan

(43)

Gambar 3.9 Blok diagram kerja speed control

3.6 Sinkronisasi Generator

Kontroler membandingkan kedua sinyal dan menentukan adanya perbedaan antara phasa generator (off-line) dan bus (on-line). Ketika ada perbedaan, kontroler mengirimkan sinyal perbaikan phasa untuk menaikan dan menurunkan kecepatan engine berdasarkan seberapa besar generator tersebut tertinggal atau mendahului terhadap bus. Penguat sinyal koreksi secara proporsional berbanding lurus terhadap nilai ketinggalan atau mendahului (perbedaan phasanya). Kontroler juga membandingkan tegangan generator yang off line dan tegangan pada bus bar yang on-line. Jika ada perbedaan, kontroler memberikan perintah ke voltage regulator untuk menaikan atau menurunkan tegangan output generator melalui kontak relay.

Jika tidak ada 2 bagian yang dibandingkan maka synchronizer tidak akan pernah memerintahkan CB untuk menutup hubungan generator ke bus. Dia mendapat sensing tegangan dari Potential Transformer (PT).

(44)
(45)

yang sesuai dengan produk gensetnya. Selain itu mengikuti regulasi standard safety yang ada di tempat area praktik ataupun rekomendasi khusus.

4.1.1 Diagram Rangkaian Sistem

(46)

4.1.2 Daftar Peralatan

Dalam melakukan penelitian ini, peralatan yang diperlukan adalah:

Tabel 4.1 Daftar peralatan

No. Tools Quantity Unit

Multimeter include: Voltmeter Ohmmeter Frequency meter 1 Insulation tester 1 pcs

2 Ampere meter / Clamp On 1 pcs

3 PC / Notebook 1 pcs

4 Electronic Technician Software 1 pcs

5 Methane Number Software 1 pcs

6 Communication Adapter 2 1 pcs

7 DDT - Service Connector Converter 1 pcs

8 Cabinet Screwdriver 1 pcs

9 Philips Screwdriver 1 pcs

10 Trim Screwdriver pcs

11 Combination Wrench Imperial 1/2 1 pcs

12 Combination Wrench Metrik 10 mm 1 pcs

13 Combination Wrench Metrik 13 mm 1 pcs

14 Combination Wrench Metrik 19 mm 1 pcs

15 Kabel NYAF 1.5 mm2 2 m 16 Safety helmet 1 pcs 17 Safety glases 1 pcs 18 Safety shoes 1 pcs 19 Earmuf 1 pcs 20 Danger Tag 4 pcs 4.1.3 Pengujian Genset

Pengujian terhadap seberapa besar beban yang dipikul oleh masing-masing genset yang optimal tidak hanya berpatokan kepada performa generatornya saja, tetapi melainkan juga performa mesin penggerak (engine)-nya. Harus dipahami bahwa kemampuan daya yang dihasilkan oleh generator sangat tergantung pada kemampuan seberapa besar tenaga yang dihasilkan oleh enginenya.

(47)

apakah sistem engine atau generator yang bermasalah dan juga digunakan sebagai alasan dasar genset di-overhoul atau perawatan.

Tenaga yang dihasilkan oleh engine pun juga dipengaruhi oleh nilai kalor yang terkandung pada bahan bakar (solar ataupun gas). Hal ini perlu diukur agar bisa mengestimasi tenaga yang bisa dihasilkan oleh engine.

Pengukuran yang dilakukan ada yang bersifat elektris dan mekanis. Untuk pengukuran listrik memanfaatkan metering pada Electronic Modular Control Panel (EMCP) yang terpasang pada masing-masing genset dan multimeter digital serta clamp ampermeter untuk pengukuran di luar EMCP. Peletakan masing-masing alat ukur listrik dijelaskan pada Gambar 4.1. Untuk pengukuran mekanis pada parameter engine memanfaatkan LCD monitoring engine dan software Caterpillar Electronic Technician (CAT ET) yang bisa memonitor parameter sensor-sensor dan mendiagnosis bagian engine dengan berkomunikasi ke ECM melalui hardware interface yang disebut Communication Adapter 2 (CA2). Namun parameter pembacaan sensor yang tampil pada menu ET pada genset gas tidak selengkap tampilan ET pada genset diesel. Beberapa tambahan lainnya ada pada monitor LCD gas engine. Jadi lebih efisien tanpa perlu memasang alat ukur mekanis di tiap-tiap bagian parameter engine. Hasil pembacaan parameter sensor dan diagnosisnya dapat disimpan berupa soft file report.

Penyetelan speed droop yang dilakukan pada masing-masing governor engine harus disesuaikan dengan frekwensi sinkron pada sistem oleh genset yang beroperasi paralel. Artinya menentukan besarnya speed droop tidaklah sembarangan dan sesuai dengan unjuk kerja dari governor setiap engine. Untuk mengetahui performa governor, dilakukanlah pengujian TA2 dan kemudian

(48)

menerapkan speed droop padanya serta menentukan besarnya dengan metode try and error. Agar percobaan tersebut aman tanpa kerusakan sistem secara keseluruhan, beban sistem saat awal kali sinkron maksimal sebesar 120kW. Hal tersebut dikarenakan urutan pengoperasian genset diesel yang terlebih dahulu dibebani kemudian genset gas disinkronkan dan paralelkan ke sistem. Nilai tersebut berdasarkan besarnya BMEP diesel 3406E yang berpengaruh terhadap kemampuan genset dalam menahan block loading seandainya terjadi kegagalan lepas sinkron dan beban dialihkan balik ke genset diesel. Bila melebihi nilai tersebut dan berkali-kali terjadi maka dapat menimbulkan kerusakan pada enginenya terutama pada komponen yang memikul beban secara langsung. Pastikan juga sistem tidak mengalami reverse power. Oleh karena itu, segera atur besarnya penguatan medan generator hingga cos α mendekati sama di kedua genset.

4.1.4 Langkah Percobaan

4.1.4.1 Pengujian Technical analysis 2

1. Gunakan peralatan safety (APD) sebelum melakukan percobaan.

2. Siapkan peralatan praktikum yang akan digunakan dan catat pada formulirnya. 3. Yakinkan kedua genset tidak dalam kondisi perawatan dan pisahkan keduanya

dari sistem dan kemudian pasanglah danger tag.

4. Cek dan foto kondisi kedua genset keseluruhan (round inspection) termasuk spesifikasinya dan yakinkan ada oli, coolant, solar atau gas pada level atau nilai yang aman, kabel koneksi, dan catat parameter-parameter yang ada baik di EMCP ataupun posisi potensio di kontroler.

5. Jalankan kedua genset selama ± 8 menit secara single operation dan catat semua parameter yang ada. Untuk genset G3508, pastikan motor radiator dijalankan.

6. Koneksikan ET kemudian simpan konfigurasi dan error code yang muncul dan biarkan ET tetap terpasang. Kemudian matikan genset.

7. Lepaslah kabel negatif baterai dan isolasikan dan kemudian buka penutup (enclosure) generator agar bisa mengakses terminal koneksi kumparan stator

(49)

10. Selesai pengukuran tahanan kumparan, pasanglah kembali sesuai terminalnya sebelumnya. Kemudian bukalah koneksi yang ada pada dioda putar dan varistor. Lakukan pengukuran tegangan konduksi di masing-masing dioda. Ikutilah prosedur pengujian dioda pada manual dan catatlah nilainya.

11. Lakukan pengukuran besarnya tegangan zener pada varistor dengan menggunakan megger tester. Ikutilah prosedur yang tepat mengenai pengukuran varistor dan catatlah nilainya. Buanglah energi sisanya ke ground. 12. Lakukan pengukuran resistor untuk membuktikan kondisi resistor (jika ada).

Catat hasilnya. Kemudian rangkailah kembali semua koneksi pada dioda putar. Tutup kembali penutup generator seperti semula.

13. Ketika engine berhenti, ukurlah tegangan baterai dan catat nilainya. Dengan voltmeter tetap terpasang, pasanglah tang amper pada kabel baterai. Cranking-lah engine dan ukur drop tegangan dan arus saat engine di-cranking dan catat nilainya. Setelah engine dijalankan, kemudian ukurlah tegangan charging pada baterai dan catatlah nilainya.

14. Ketika genset beroperasi tanpa beban, aturlah agar tegangan, frekwensi kerjanya sesuai yang diinginkan (380V / 50Hz), dan governornya dalam mode isochronous. Ikutilah prosedur penyetelan isochronous diesel 364kW dan gas 480 kW. Saat tanpa beban, ukurlah tegangan dan arus eksitasi dari output voltage regulator. Catatlah nilainya.

15. Untuk genset 3406E, lakukanlah prosedur pengujian Cylinder cut out menggunakan ET sebanyak 3 kali dan simpan hasilnya tiap kali pengujian. 16. Kemudian genset dengan load bank secara bertahap hingga beban penuh dan

(50)

genset yang tepat Amati agar frekwensi genset bertahan pada 50Hz.. Ketika sudah mencapai beban penuh kemudian periksa kondisi fisik genset apakah ada sesuatu yang tidak nomal. Jika normal, catat semua parameter yang diperlukan baik dari sisi engine dan juga generatornya. Gunakan ET untuk memonitor dan menyimpan parameter sensor yang diperlukan.

17. Untuk genset 3406E, jangan bebani genset terlalu lama dalam kondisi beban penuh karena aplikasi genset jenis prime yang dikhususkan untuk pembebanan tidak melebihi 70% dari kapasitasnya. Untuk genset G3508, bisa dibebani penuh dalam waktu yang lama karena aplikasi genset jenis continous yang bisa dibebani 90%-100% dari kapasitasnya, asalkan bebannya stabil dan temperatur exhaust stack-nya masih di bawah spesifikasinya. Artinya, kapasitas maksimumnya dibatasi oleh temperatur pada exhaust stack-nya. 18. Turuni beban secara bertahap (berkebalikan dengan tahapan pembebanan)

dengan selalu memperhatikan frekwensi sistem tetap 50Hz. Lakukan sampai beban lepas dari sistem.

19. Untuk genset 3406E, setelah pembebanan penuh, aktifkan mode cooling down pada saklar putar Generator Set Control (GSC) sedangkan untuk genset G3508, aktifkan saklar low idle. Tujuannya untuk menstabilkan kembali temperatur kerja engine. Jika sudah stabil, matikan manual genset G3508 sedangkan genset 3406E, menunggu delay dari cooling down habis, lalu genset akan berhenti.

20. Untuk G3508, lakukan purging (pembuangan campuran gas sisa di dalam manifold dan ruang bakar untuk keperluan safety) dengan menutup kran saluran gas suplai. Lakukanlah round inspection kembali, kembalikan posisi saklar operasi seperti semula, dan lepaskanlah danger tag.

4.1.4.2 Pengaturan Isochronous pada Kedua Genset

1. Cek kembali kondisi kedua genset keseluruhan (round inspection). Yakinkan oli, coolant, solar atau gas pada level atau nilai yang aman, dan kabel koneksi. 2. Jalankan kedua genset secara single operation selama ± 8 menit dan catat

(51)

penuh 100% yaitu ± 364kW dengan prosedur pembebanan secara bertahap. Perhatikan frekwensinya apakah tetap atau berubah. Jika prosedur pengaturan isochronous benar, frekwensi akan bertahan dari tanpa beban hingga beban penuh pada 50Hz. Jika tidak, periksa ulangi langkah No. 3.

5. Lepaskan beban secara bertahap (kebalikan tahapan pembebanan). Jika sudah, aktifkan saklar GSC ke Cooling Down.

6. Untuk genset G3508, aturlah 2301A LSSC untuk bisa bekerja secara isochronous dengan memutar potensio Droop, Load Gain, dan menutup terminal Open For Droop pada frekwensi kerja 50Hz dan saat beban penuh 126kW, dapatkan tegangan load signal test 6.00VDC. Ikutilah prosedur pada manual mengenai pengaturan isochronous pada 2301A LSSC.

7. Ujilah genset tersebut, atur tegangan pada 380V, lalu bebani penuh 100% yaitu 126kW dengan prosedur pembebanan secara bertahap. Perhatikan frekwensinya apakah tetap atau berubah selama pembebanan. Jika prosedur pengaturan isochronous benar, frekwensi akan bertahan dari tanpa beban hingga beban penuh pada 50Hz. Jika tidak, ulangi langkah No. 6.

8. Kemudian lepaskan beban secara bertahap (kebalikan tahapan pembebanan). Jika sudah, lepaskan genset dari sistem dan biarkan genset beroperasi tanpa beban.

9. Jalankan genset 3406E dan bebani pada 38kW (load bank). Lalu masukkan genset G3508 ke sistem dengan mensinkronkan secara otomatis. Jika setelah masuk terjadi reverse power, segera putar potensio Voltage Adjust untuk mengatur tegangan penguat medan sampai power factor-nya mendekati sama di kedua genset. Ketika keduanya paralel, beban total menjadi 60kW, yaitu

(52)

22kW daya motor radiator ditambah 38kW daya load bank. Catatlah dan gunakan ET untuk menyimpan parameter yang diperlukan.

10. Lanjutkan pada beban total 120kW dengan menambahkan beban 60kW. Catatlah dan gunakan ET untuk menyimpan parameter yang diperlukan.

11. Lakukan lagi pada beban total 180kW, 240kW, 300kW, 360kW dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Catatlah dan gunakan ET untuk menyimpan parameter yang diperlukan di setiap langkahnya.

12. Lepas beban dengan cara menurunkannya secara bertahap dan perlahan. Perhatikan frekwensinya jaga pada 50Hz. Jangan menyimpang terlalu jauh. 13. Saling pisahkan dan matikan kedua genset dari sistem. Aktifkan saklar GSC

ke cooling down dan low idle. Lakukan prosedur mematikan genset seperti sebelumnya.

14. Sesegera mungkin tekan tombol emergency untuk mematikan sistem jika terjadi masalah di luar kendali secara tiba-tiba dan kritis.

4.1.4.3 Pengaturan Speed droop pada Kedua Genset

1. Cek kembali kondisi kedua genset keseluruhan (round inspection). Yakinkan ada oli, coolant, solar, atau gas pada level atau nilai yang aman, kabel koneksi. 2. Untuk genset 3406E, aturlah LSM untuk bisa bekerja secara speed droop dengan memutar potensio Droop dan membuka terminal Open For Droop sedangkan untuk genset G3508, aturlah pada 2301A LSSCnya. Genset diesel bekerja dengan frekwensi rated 50Hz pada 364kW sedangkan genset gas pada 126kW. Frekwensi tanpa bebannya disesuaikan dengan speed droop yang diinginkan. Ikutilah prosedur pada manual mengenai pengaturan speed droop. 3. Ujilah salah satu genset tersebut secara bergantian dan bebani sampai

kapasitas yang telah ditentukan (diesel 364kW dan gas 126kW) dengan prosedur pembebanan secara bertahap. Perhatikan frekwensinya, ia harus turun dari frekwensi tanpa beban ke frekwensi beban penuh (50Hz). Jika tidak, periksa ulangi langkah No. 2.

4. Kemudian lepaskan beban secara bertahap (kebalikan tahapan pembebanan). Jika sudah, lepaskan genset dari sistem.

(53)

7. Kemudian lakukan prosedur pelepasan beban dan mematikan genset seperti langkah sebelumnya.

8. Sesegera mungkin tekan tombol emergency untuk safety jika terjadi masalah di luar kendali secara tiba-tiba dan kritis.

4.1.5 Tabel Evaluasi

4.1.5.1 Data Pengujian Sinkronisasi Frekwensi

Tabel 4.2 Pengujian frekwensi sinkron FREQUENCY SYNCHRONIZATION TEST

Speed droop (%) No.

Genset 3406E Genset G3508 Synchronable

1 0 0 OK

2 1 4 NO

3 2 3 OK

4 3 2 OK

5 4 1 NO

4.1.5.2 Data Hasil Technical Analysis 2 pada Kedua Genset

Tabel 4.3 Data technical analysis 2 genset diesel 3406E

TECHNICAL ANALYSIS 2 TEST

GENERATOR SET (8AZ00325) 3406E No Load

Spec. Max P (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FCR (Gph) RPM

364 0 0 50.0 2.8 1500

Full Load

Spec. Max P (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM

(54)

Tabel 4.4 Pengujian kebocoran kompresi (cylinder cutout) engine 3406E

Tabel 4.5 Data technical analysis 2 genset gas G3508

TECHNICAL ANALYSIS 2 TEST

GENERATOR SET (CPJ00324) G3508 No Load Spec. Max

P (kW)

% Load Unit

Exhaust Stack

Temp (Cel) P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM

480 4.58 378 22 50.0 11984 1501 Full Load Spec. Max P (kW) % Load Unit Exhaust Stack

Temp (Cel) P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM

480 96.67 517 464 50.0 78923 1500

Limited by maximum exhaust stack temperature Max utility 26.25% Spec. Max

P (kW)

% Load Unit

Exhaust Stack

Temp (Cel) P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min) RPM

(55)

6 360 71.94 259 50.0 17.5

CATERPILLAR GENERATOR SET G3508 Isochronous No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min)

1 60 40.00 24 50.0 12177 2 120 30.83 37 50.0 14089 3 180 27.78 50 50.0 16301 4 240 27.92 67 50.0 18355 5 300 27.67 83 50.0 20864 6 360 28.06 101 50.0 23711

4.1.5.4 Data Paralel Genset Droop Diesel 2% dan Gas 3%

Tabel 4.7 Data lab paralel genset diesel 2% dan gas 3% GENERATOR LOAD DATA LAB

CATERPILLAR GENERATOR SET 3406E Droop 2% No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FCR (GpH)

1 60 25.00 15 51.0 3.3 2 120 52.50 63 50.8 5.7 3 180 62.22 112 50.7 8.8 4 240 67.08 161 50.6 11.7 5 300 70.00 210 50.4 14.6 6 360 71.67 258 50.3 17.6

CATERPILLAR GENERATOR SET G3508 Droop 3% No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min)

1 60 75.00 45 51.0 16187 2 120 47.50 57 50.8 17665 3 180 37.78 68 50.7 19209 4 240 32.92 79 50.6 20720 5 300 30.00 90 50.4 22014 6 360 28.33 102 50.3 23823

(56)

4.1.5.5 Data Paralel Genset Droop Diesel 3% dan Gas 2%

Tabel 4.8 Data lab paralel genset diesel 3% dan gas 2% GENERATOR LOAD DATA LAB

CATERPILLAR GENERATOR SET 3406E Droop 3% No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FCR (GpH)

1 60 0.00 0 51.5 3.2 2 120 0.00 0 51.5 3.2 3 180 88.89 160 50.8 11.7 4 240 82.92 199 50.7 14.0 5 300 79.67 239 50.5 16.5 6 360 77.22 278 50.4 18.9

CATERPILLAR GENERATOR SET G3508 Droop 2% No. Total Load (kW) % Load Unit P (kW) f (Hz) FFR (BTU/min)

1 60 0.00 22 51.0 12734 2 120 0.00 22 51.0 12734 3 180 11.11 20 50.8 11908 4 240 17.08 41 50.7 15343 5 300 20.33 61 50.5 18137 6 360 22.78 82 50.4 21346

(57)

dilihat dari engine dan generatornya, genset ini bisa dimanfaatkan secara penuh dan dalam kondisi baik mengacu kepada parameter yang didapat. Ada bagian yang kurang baik mengenai kondisi tegangan beterai yang agak di bawah dari spesifikasinya saat digunakan untuk cranking. Namun, hal ini tidak berdampak langsung terhadap efisiensi genset.

Berdasarkan data evaluasi TA2 G3508 didapat bahwa genset ini hanya bisa dimanfaatkan sebesar 26.25% dari kapasitasnya saja. Setelah dilakukan pengujian pembebanan, ternyata pada saat beban 126kW, batasan temperatur exhaust stack-nya sudah tercapai maka genset ini tidak diperbolehkan dibebani melebihi 126kW. Jika melebihi maka akan menimbulkan kerusakan pada komponen exhaust seperti exhaust manifold, turbocharger, wastegate, dan stack. Bagian inilah yang membatasi kemampuan engine gas dalam menahan thermal load. Tingginya temperatur pada exhaust stack ini bisa disebabkan karena terjadinya perubahan komposisi gas yang disuplai dan temperatur campuran gas dan udara sehingga merubah perbandingan jumlah udara dan gas (ΔP1) yang masuk ke karburator mengakibatkan timing pengapian (timing ignition) menjadi tidak tepat. Dalam kasus ini peledakan menjadi terlambat (retard) sehingga masih ada sisa peledakan yang terbawa ke saluran keluar. Jadi perlu dilakukan pengukuran ulang komposisi gas yang terkini guna mendapatkan nilai kalori gas dan timing yang tepat. Kemudian lakukan penyetelan pada gas pressure regulator guna pendapatkan ΔP1 yang tepat dan gunakan campuran miskin (lean mixture). Ada juga bagian yang kurang baik mengenai kondisi tegangan beterai yang agak di bawah dari spesifikasinya saat kondisi berhenti ataupun untuk cranking. Itu disebabkan karena tidak adanya sistem charging pada genset ini. Jadi cara charging baterai

(58)

dengan memakai charger eksternal. Namun, hal ini tidak berdampak langsung terhadap efisiensi genset.

4.2.2 Pembagian Beban Isochronous

Gambar 4.2 Frekwensi sinkron isochronous

Berdasarkan data evaluasi yang didapat, kedua genset mendapatkan frekwensi sinkronnya pada 50Hz dari beban 0kW hingga 360kW. Itu dikarenakan governor kedua enginenya mempertahankan kecepatan engine selalu tetap (50Hz) atas fungsi load gain 0V-6.00V pada saat single operation. Sehingga pada saat paralel, synchronizer hanya melakukan sinkronisasi voltage angle saja dan memasukan CB-nya. Pada percobaan ini, kedua genset menggunakan kapasitas dayanya yaitu diesel 364kW dan gas 126kW.

(59)

Gambar 4.3 Grafik prosentase pembagian beban isochronous

Pada saat pembebanan didapatkan prosentase pembagian beban yang berbeda dan konstan hingga beban tertentu. Hal tersebut dikarenakan kapasitas daya kedua genset berbeda dan keduanya di-setting pada isochronous. Berdasarkan gambar di atas, genset diesel mendapatkan ± 72% sedangkan genset gas mendapatkan ± 28% dari total beban yang diberikan. Pembagian beban ini sesuai dengan perhitungan sebagai berikut:

Prosentase genset gas : 100% 26%

364 126 126 = + kW x kW kW Selisih 2%

Prosentase genset diesel : 100% 74% 364 126 364 = + kW x kW kW Selisih 2%

Terdapat perbedaan dengan hasil perhitungan sebesar 2% yang dikerenakan toleransi dalam pembacaan alat ukur dan tidak presisinya pembebanan masing-masing genset saat penyetelan load gain. Pada saat total beban 60kW terlihat prosentase beban genset gas sedikit lebih besar daripada genset diesel. Hal tersebut dikarenakan karakteristik governor dari engine disel yang kurang optimal pada saat beban rendah dibanding engine gas. Di lain hal, dikarenakan juga temperatur kerja yang belum optimal saat beban masih di bawah 15%. Di atas itu, prosentase pembagian bebannya tetap hingga 360kW. Hasil evalusi yang didapat sesuai dengan teori pembagian beban secara isochronous.

(60)

Gambar 4.4 Grafik pembagian beban isochronous

Terlihat semakin besar beban yang diberikan maka kedua genset akan memikul beban secara proporsional dengan prosentase yang tetap. Sehingga beban genset diesel selalu lebih besar daripada beban yang dipikul oleh genset gas.

4.2.3 Pembagian Beban Droop Diesel 2% dan Gas 3%

Gambar 4.5 Frekwensi sinkron droop diesel 2% dan gas 3%

Berdasarkan data evaluasi yang didapat, kedua genset tidak mendapatkan frekwensi sinkronnya saat kondisi tanpa beban (0kW). Pada saat itu, kedua genset sempat sinkron selama ± 4 detik dan kemudian lepas sinkron yang dikarenakan terjadi reverse power dan relay proteksinya bekerja untuk mengamankan sistem

(61)

Gambar 4.6 Kurva droop diesel 2% dan gas 3%

Terdapat penurunan frekwensi sinkron dari 60kW hingga 360kW sebesar: Droop frekwensi: 100% 1.37% 0 . 51 3 . 50 0 . 51 − = x

dan bisa didapatkan statisme sistem pada konfigurasi ini adalah: Statisme: kW Hz P P F F 300 7 . 0 ) 360 60 ( 3 . 50 0 . 51 ) 2 1 ( 2 1 = − − − = − − −

(62)

Setelah beban diberikan pada 60kW, kedua genset bisa sinkron dengan prosentase genset gas lebih tinggi dibanding genset diesel (gas 75% dan diesel 25%). Pada saat beban ditambah lagi mencapai 120kW genset diesel sedikit mulai lebih besar prosentase bebannya dibanding genset gas. Terjadi prosentase pembebanan sama pada beban kira-kira 110kW. Kemudian setelah beban ditambah lagi hingga mencapai 360kW, terlihat genset diesel semakin naik prosentase pembebanannya yang berbanding terbalik dengan genset gas. Namun perubahan kenaikan dan penurunan prosentasinya semakin kecil seiring dengan kenaikan beban. Hal tersebut dikarenakan penurunan frekwensi sinkron genset gas lebih besar dibanding genset diesel terhadap frekwensi saat tanpa bebannya. Ini merupakan unjuk kerja dari mekanisme governor dalam membagi beban pada speed droop. Dalam penerapannya sistem dengan konfigurasi ini tidak aplikatif saat beban di bawah 60kW karena akan lepas sinkron.

Gambar 4.8 Grafik pembebanan unit droop diesel 2% dan gas 3%

Berdasarkan di atas, semakin besar beban yang diberikan maka kedua genset akan meningkat dalam memikul beban secara proporsional dengan prosentase yang berbeda. Sehingga beban genset diesel selalu lebih besar daripada beban yang dipikul oleh genset gas. Pada beban ± 110kW kedua genset memikul sama besar, namun di bawah itu prosentase genset gas sedikit lebih besar dibandingkan dengan genset diesel.

(63)

Gambar 4.9 Frekwensi sinkron droop diesel 3% dan gas 2%

Berdasarkan grafik di atas, terlihat kedua genset tidak bisa disinkronkan atau mendapatkan frekwensi sinkronnya pada beban di bawah 180kW. Walaupun sempat paralel selama ± 4 detik kemudian lepas lagi karena fungsi relay reverse power. Penyetelan potensio voltage adjust pun telah dilakukan guna menghindari reverse power. Kejadiannya sama seperti percobaan sebelumnya. Hal tersebut juga dikarenakan pada beban di bawah 180kW droop frekwensi sinkronnya masih di atas batas frekwensi high idle genset yang lain sehingga tidak bisa disinkronkan. Terdapat droop frekwensi sinkron dari 60kW hingga 360kW sebesar:

Droop frekwensi: 100% 0.78% 8 . 50 4 . 50 8 . 50 = − x

Besarnya droop frekwensinya pun lebih kecil yaitu 0.78%, artinya perubahan frekwensi sedikit saja sangat berdampak besar dengan perubahan beban di sistem. Untuk mengetahui berapa besar frekwensi akan berubah untuk perubahan beban dalam kW tertentu maka statisme sistemnya adalah:

Statisme: kW Hz P P F F 300 4 . 0 ) 360 60 ( 4 . 50 8 . 50 ) 2 1 ( 2 1 = − − − = − − −

(64)

Gambar 4.10 Grafik prosentase pembagian beban droop diesel 3% dan gas 2%

Prosentase pembebanan pun tidak tetap. Terlihat genset diesel terjadi penurunan prosentase seiring kenaikan beban sistem sedangkan pada genset gas terjadi sebaliknya yang cenderung naik saat beban 180kW hingga beban 360kW.

Gambar 4.11 Grafik pembebanan unit droop diesel 3% dan gas 2%

4.2.5 Perhitungan Biaya dan Perbandingan Efisiensi

Dilihat dari segi ekonomi teknik, komponen biaya terbesar dalam penyediaan tenaga listrik adalah biaya proses pembangkitan, khususnya biaya bahan bakar. Oleh sebab itu upaya penekanan biaya bahan bakar harus diperhitungkan baik dari segi pembangkitannya dan segi operasi sistem tenaga listrik secara terpadu. Harus dipahami bahwa proses pembangkitan tenaga listrik

(65)

tidak tersedianya alat ukur volume gas pada power plant tersebut. Sebagai patokan perbandingan, semua perhitungan hanya digunakan parameter Flow Fuel Rate (FFR) dalam BTU per menit untuk genset gas, sedangkan pada genset diesel digunakan Fuel Consumption Rate (FCR) dalam US Gallon per jam yang dikonversikan ke liter per jam dimana 1 US gallon setara dengan 3.785412 liter dan harga solar Pertamina untuk industri per liternya Rp. 6.275,- berlaku mulai 1 Mei 2010. Adapun perhitungan konsumsi biaya gas adalah:

Harga Gas (Rp/jam) =

BTU BTU Pengukuran US 000 . 000 . 1 60 1 . 4 $ × × x Rp. 9350,- (per US$)

Tabel 4.9 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada isochronous Genset Diesel Genset Gas

Total Beban Liter / hour Rupiah / Jam BTU / min Rupiah / Jam Total Nilai Rupiah / Jam 60 15.8987 99,765 12,177 28,008 127,773 120 26.4979 166,274 14,089 32,406 198,680 180 37.0970 232,784 16,301 37,494 270,278 240 46.5606 292,168 18,355 42,218 334,386 300 56.7812 356,302 20,864 47,989 404,291 360 66.2447 415,686 23,711 54,538 470,223

Tabel 4.10 Biaya konsumsi bahan bakar per jam pada diesel 2% dan gas 3% Genset Diesel Genset Gas

Total Beban Liter / hour Rupiah / Jam BTU / min Rupiah / Jam Total Nilai Rupiah / Jam 60 12.4919 78,386 16,187 37,232 115,618 120 21.5768 135,395 17,665 40,631 176,026 180 33.3116 209,030 19,209 44,183 253,213 240 44.2893 277,915 20,720 47,658 325,574 300 55.2670 346,801 22,014 50,634 397,435 360 66.4340 416,873 23,823 54,795 471,669

Gambar

Gambar 2.3 Rangkaian dan vektor beban induktif
Gambar 2.5 Perbedaan V dan Eo
Gambar 2.7 Generator tiga phasa dua kutub
Gambar 2.9 Gelombang tegangan sinusoidal – rotor 4 kutub
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diharapkan pada Elna Cake &amp; Bakery Bukittinggi dapat lebih meningkatkan kualitas produk dan layaan mereka terhadap konsumennya agar dapat meningkatkan minat

Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan a) seksio sesaria, b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura Uteri, Cedera Kandung/saluran Kemih, d)

Dalam perwujudan karya seni kriya yang berjudul ”pemanfaatan limbah plastik sedotan menjadi produk-produk kriya” ini, pencipta menggunakan bahan.. dasar limbah

Selain itu, Kementerian Agama juga memberikan program beasiswa 5000 Doktor yang akan menjadi garda terdepan dalam pengembangan kajian Islam di lembaga pendidikan tinggi

Formulasi untuk permasalahan ukuran sampel yang lebih general, berdasarkan rancangan studi tertentu, dan statistik uji tertentu yang lebih lengkap akan dibahas dalam

JABATAN FUNGSIONAL ASN TUGAS Jabatan Fungsional melaksanakan tugas pelayanan berdasarkan profesi jabatan fungsional keahlian dan/atau keterampilan tertentu PERAN KEDUDUKAN

Perilaku yang tinggi atau paling sering dilakukan simpai di kandang penangkaran adalah aktivitas lokomosi, grooming dan makan baik pada jantan mau pun betina.. Terdapat perbedaan

Persamaan perancangan terletak pada pemanfaatan sistem informasi berbasis web di bidang kesehatan khususnya data sosial dan data medis pasien.. Perbedaan