• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Kemiskinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Kemiskinan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Kemiskinan sering didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh serba kekurangan : kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Kemiskinan merupakan suatu sindrome permasalahan sosial yang kompleks sebagai bagian dari permasalahan sosial. Oleh karena itu kemiskinan adalah masalah yang multidemensional menyangkut berbagai aspek ekonomi, sosial budaya, dan memiliki dimensi fisik dan mental, serta dimensi diri (internal) dan lingkungan (eksternal).

BPS dan Depsos (2002) yang dikutip Suharto (2005) mendefinisikan bahwa “kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya”.

Yustika (2003) mendefinisikan kemiskinan dengan memahaminya sebagai akibat dari kebijakan yang timpang terhadap 1) kepemilikan modal, 2) kepemilikan tanah dan akses, serta 3) ketidakserasian aktifitas yang dikerjakan. Selanjutnya Yustika mengatakan bahwa kemiskinan merupakan ketidakmampuan individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, kemampuan yang dimaksudkan di sini bukan hanya kemampuan individu itu sendiri, tetapi juga dalam konteks keluarga, artinya meskipun kemiskinan itu merupakan atribut bagi individu yang bersangkutan tetapi pada kenyataannya keadaan tersebut terkait erat dengan keluarga.

Suharto, dkk (2005) mengutip pendapat Friedman (1979) bahwa kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial tersebut meliputi : modal yang produktif atau assets, sumber-sumber keuangan, organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan, jejaring sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, dan lain-lain, pengetahuan dan

(2)

keterampilan yang memadai, dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan masyarakat.

Atas dasar definisi-definisi kemiskinan di atas maka konsep kemiskinan dapat digambarkan sebagai kondisi yang serba kekurangan dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan akan sandang, pangan, papan (tempat tinggal), kesehatan, dan pendidikan.

Penyebab Kemiskinan

Pendapat Elis (1984) yang dikutip suharto (2005), menyatakan bahwa “dimensi kemiskinan menyangkut aspek ekonomi, politik, dan sosial-psikologis”. Secara ekonomis, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumberdaya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyangkut aspek finansial dan jenis kekayaan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini maka kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan standar baku yang disebut garis kemiskinan.Garis kemiskinan yang digunakan BPS sebesar 2100 kalori per orang per hari yang disetarakan dengan pendapatan tertentu. Definisi kemiskinan yang menggunakan pendekatan kebutuhan dasar seperti ini diterapkan oleh Depsos terutama dalam mendefinisikan Fakir Miskin. Bahwa yang disebut Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan.

Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuatan (power). Kekuatan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Dalam konteks ini Friedman yang dikutip suharto (2003) mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang meliputi :

a. modal produksi atau aset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan); b. sumber keuangan (pekerjaan , kredit);

c. organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama;

(3)

d. jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa; e. pengetahuan dan keterampilan;

f. informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan struktur yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktifitas. Dimensi kemiskinan ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada dalam masyarakat. Faktor penghambat tersebut dapat datang dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Faktor dari dalam seperti rendahnya tingkat pendidikan atau hambatan karena budaya. Sedangkan faktor dari luar seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambat seseorang dalam memanfaatkan sumberdaya. Kemiskinan seperti ini sering disebut dengan kemiskinan struktural.

Mengingat kemiskinan bersifat multidimensi, maka penyebnya juga bersifat multidimensi yang diungkapkan oleh Lubis (2004) diantaranya disebabkan oleh faktor : bencana alam, kegagalan panen, etos kerja yang rendah, pendidikan dan kwalitas kesehatan rendah, serta sebab struktur dan proses transaksi politik, ekonomi dan sosial budaya yang tidak adil dan memiskinkan. Selanjutnya Sulistiati dkk, (2005) lebih jelas lagi menguraikan tentang faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan yang dapat dikategorikan dalam dua hal sebagai berikut :

1. Faktor Internal

Faktor - faktor internal (dari dalam individu atau keluarga fakir miskin) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan antara lain berupa kekurangmampuan dalam hal :

a. Fisik (misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan)

b. Intelektual (misalnya kurangnya pengetahuan, kebodohan, kekurangtahuan informasi).

c. Mental emosional (misalnya malas, mudah menyerah, putus asa, temperamental).

d. Spiritual (misalnya tidak jujur, penipu, serakah, tidak disiplin).

e. Sosial psikologis (misalnya kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi/stres, kurang relasi, kurang mampu mencari dukungan).

f. Keterampilan (misalnya tidak mempunyai keahlian yang sesuai dengan permintaan lapangan kerja).

g. Asset (misalnya tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan, kendaraan, dan modal kerja).

(4)

2. Faktor Eksternal

Faktor-faktor eksternal (berada di luar individu atau keluarga) yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, antara lain :

a. Terbatasnya pelayanan sosial dasar.

b. Tidak dilindungi hak atas kepemilikan tanah.

c. Terbatasnya lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor informal.

d. Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung sektor usaha mikro.

e. Belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat banyak.

f. Sistem mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal (seperti zakat).

g. Dampak sosial negatif dari program penyesuaian struktural (Stuctural Adjusment Program / SAP).

h. Budaya yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan. i. Kondisi geografis yang sulit, tandus, terpencil, atau daerah bencana. j. Pembangunan yang lebih berorientasi fisik material.

k. Pembangunan ekonomi antar daerah yang belum merata. l. Kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin.

Faktor internal dan eksternal tersebut mengakibatkan kondisi kemiskinan tidak mampu dalam hal memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari, menampilkan peranan sosial, mengatasi masalah-masalah sosial psikologis yang dihadapinya, mengembangkan potensi diri dan lingkungan, serta mengembangkan faktor-faktor produksi sendiri.

Salah satu penyebab kemiskinan diungkapkan oleh Sumodiningrat (1997) adalah Kemiskinan Struktural . Kemiskinan tersebut merupakan kemiskinan yang langsung atau tidak langsung diakibatkan oleh berbagai kebijakan, peraturan, dan keputusan dalam pembangunan. Kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak yang berlangsung beberapa kali serta naiknya harga beras yang secara otomatis akan diikuti kenaikan harga barang lain khususnya sembako. Kondisi ini menyebabkan masyarakat tidak mampu mengimbangi harga barang untuk memenuhi kebutuhan pokok pada umumnya, sehingga menjadikan kemiskinan pada masyarakat.

Komunitas dan Keluarga Miskin

Di dalam proses pembangunan sosial ekonomi di berbagai bidang perekonomian, pertanian, kesehatan dan sebagainya selalu menggunakan komunitas sebagai titik masuk sebuah kebijakan. Oleh karena itu konsep

(5)

komunitas menjadi penting artinya dalam proses pembangunan masyarakat. Koentjaraningrat (1996), mendefinisikan bahwa komunitas merupakan suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah yang nyata, dan berinteraksi secara kontinyu sesuai dengan suatu sistem adat istiadat dan terikat oleh suatu rasa identitas komunitas.

Pemahaman konsep komunitas secara lebih klasik diungkapkan oleh Wilkinson (1970) yang dikutip Iwan Nugroho (2004) bahwa komunitas merupakan orang-orang yang hidup di suatu tempat (lokasi) , di mana mereka mampu membangun sebuah konfigurasi sosial budaya, dan secara bersama-sama menyusun aktifitas kolektif (collection action). Dari kedua pandangan tersebut terdapat beberapa elemen (aspek) penting pembentuk komunitas yang selalu melekat pada pengertian komunitas, bahwa suatu komunitas terbentuk atas dasar lokalitas, adanya ikatan-ikatan sosial-budaya, adanya interaksi kontinyu antar sesama angota dalam komunitas.

Secara klasikal, dalam struktur sebuah komunitas akan selalu dikenali makna dan pemahaman adanya prinsip saling berbagi dan pertukaran yang adil (mutuality principle). Selain itu, dalam struktur komunitas juga membawa makna solidaritas sosial yang mengintegrasikan individu-individu anggotanya menjadi sebuah kesatuan sosial yang sulit untuk dipisahkan.

Secara umum, gambaran sebuah struktur komunitas akan ditandai oleh serangkaian fenomena sebagai berikut :

1. Prinsip saling berbagi (shared norms and expectation) di antara para anggota suatu komunitas.

2. Pertukaran materi – informasi yang adil di antara individu-individu anggota sebuah komunitas.

3. Kesatuan komunitas yang dibangun oleh to face communicastion yang akrab. (Tonny, 2005)

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, sebuah komunitas harus dibangun. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Arthur (1960) dalam Iwan Nugroho (2004) bahwa pembangunan komunitas sebagai usaha yang terorganisasikan untuk memperbaiki kondisi kehidupan komunitas, kemampuan integrasi, dan kemampuan untuk berkembang secara mandiri. Dalam pemahaman tersebut suatu komuntas dibangun dalam kaitannya dalam upaya pemenuhan kebutuhan anggota komunitas serta upaya pengembangan diri dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian. Upaya pengembangan komunitas tersebut meliputi semua kegiatan yang terdapat dalam komunitas

(6)

tersebut dengan modal sosial yang dimilikinya. Dengan demikian partisipasi dalam sebuah komunitas lebih diutamakan dalam rangka pengembangan diri.

Mengacu pada Unicef (1999) dalam Sumarti. dkk (2005) , terdapat tujuh komponen kapasitas di tingkat komunitas yang dapat dikembangkan untuk dapat mendorong aktivitas-aktivitas ekonomi anggotanya melalui pembentukan kelompok-kerlompok usaha ekonomi produktif seperti KUBE, yaitu :

1. Community leader ; siapa saja orang-orang yang berpengaruh dalam masyaraklat yang dapat mendorong penguatan kelompok usaha ekonomi produktif ?

2. Community technology ; teknologi apa yang digunakan oleh masyarakat untuk memproduksi sesuatu, apa konsekuensi dari suatu intervensi ?

3. Community fund ; apakah ada mekanisme penghimpunan dana dalam masyarakat ?

4. Community material ; sarana apa saja yang ada di masyarakat yang berguna untuk pengembangan kelompok, apa modal usaha keluarga/komunitas ? 5. Community knowledge ; apa persepsi masyarakat berkaitan dengan usaha

mereka, apa harapan terhadap pelayanan ekonomi produktif, sejauhmana kepercayaan pada pelaku pelayanan ekonomi produktif ?

6. Community decision making ; apakah masyarakat disertakan dalam program secara keseluruhan ?

7. Community organizations ; usaha ekonomi mana yang dapat berkembang menjadi organisasi ekonomi produktif ? Kelompok tani, koperasi tani, KUD/LSM, kelembagaan bagi hasil, kelembagaan pedagang, mitra kerja.

Dalam pemberdayan Kelompok Usaha Bersama, kelompok menempati posisi yang penting karena akan berperan dalam mengontrol suatu keputusan program maupun kebijakan yang berpengaruh langsung kepada kehidupan komunitas. Di dalam pembahasan tentang pemberdayaan masyarakat dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat.

Pemberdayaan

Pemberdayaan, menurut Adimihardjo, 2004 merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat dan martabat masyarakat bawah. Konsep ini menjadi sangat penting karena dapat memberikan perspektif positif terhadap masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang bertumpu pada rakyat ( people centered development ). Konsep pemberdayaan

(7)

dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep kemandirian, partisipasi, jaringan kerja, dan keadilan (Adimihardja, 2004).

Pembedayaan menunjuk pada kemampuan orang atau kelompok yang lemah sehingga mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom). Dengan kemampuan dan kekuatannya mereka mampu menjangkau sumber-sumber produksi yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh kebutuhan barang dan jasa yang mereka inginkan.

Ife (1995) mengemukakan bahwa pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yaitu kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan diartikan bukan hanya menyangkut kekuatan politik, melainkan kekuasaan atau penguasaan atas pilihan-pilihan personil dan kesempatan-kesempatan hidup, pendevinisian gagasan kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, dan reproduksi. Dengan demikian pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu dan komunitas tertentu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang diinginkan oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, dan mempunyai pengetahuan serta kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Beragam definisi pemberdayaan pada dasarnya menitik beratkan pada proses pengambilan keputusan. Dalam kaitannya dengan proses pegambilan keputusan tersebut, partisipasi merupakan komponen penting dalam membangkitkan kemandirian dan proses pemberdayaan (Craig dan Mayo, 1995). Dengan demikian pemberdayaan dan partisipasi merupakan strategi dalam paradigma pembangunan yang bertumpu pada rakyat (people centered development), sehingga mereka memiliki kemampuan untuk melaksanakan berbagai aktifitas pembangunan dengan memanfaatkan potensi dan sumber-sumber yang ada dalam masyarakat secara mandiri. Hal tersebut selaras dengan konsep pengembangan masyarakat (community development) yang merupakan suatu pendekatan pembangunan yang diartikan seagai suatu gerakan yang dibangun untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui partisipasi aktif dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas (Suharto, 2003).

(8)

Pemberdayan merupakan gerakan yang dirancang untuk meningkatkan kehidupan seluruh komunitas dengan partisipasi aktif dan atas dasar prakarsa komunitas. Sejalan dengan kerangka berpikir tersebut, strategi pemberdayaan masyarakat secara partisipatif (participatory community empowment) merupakan strategi yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan. Permasalahan sosial yang terjadi pada masyarakat bukan hanya akibat dari adanya penyimpangan perilaku maupun masalah kepribadian. Namun merupakan akibat masalah struktural, kebijakan yang keliru, implementasi yang tidak konsisten, dan tidak adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan (ESCAP, 1999). Dalam kondisi yang demikian itu maka strategi pemberdayaan sangat diperlukan agar dalam upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas masyarakat menjadi terarah dan mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan.

Mark G. Hanna dan Buddy Robinson (1994), mengemukakan ada tiga strategi utama pemberdayaan dalam praktek perubahan sosial, yaitu tradisional, direck action (aksi langsung), dan transformasi. Strategi tradisional menyarankan agar mengetahui dan memilih kepentingan terbaik secara bebas dalam bebagai keadaan. Strategi direct-action (aksi langsung) membutuhkan dominasi kepentingan yang dihormati oleh sebua pihak yang terlibat, dipandang dari sudut perubahan yang mungkin terjadi. Sedangkan strategi transformasi menunjukkan bahwa pendidikan massa dalam jangka panjang dibutuhkan sebelum pengidentifikasian kepentingan diri sendiri.

Dalam proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan di atas dicapai melalui penerapan pendekatan pembangunan untuk menciptakan suasana yang memungkinkan potensi dan sumber yang ada dalam masyarakat dapat berkembang secara optimal. Pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masyarakat diperkuat dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kelompok-kelomok lemah dilindungi agar tidak tertindas oleh kelompok-kelompok yang lebih kuat, serta menghindari persaingan yang tidak seimbang antar yang kuat dan yang lemah. Mencegah sedini mungkin terjadinya eksploitasi antara kelompok kuat terhadap kelompok lemah. Oleh karena itu pemberdayaan diarahkan pada penghapusan segala jenis diskriminasi dan dominasi yang tidak menguntungkan rakyat kecil. Pemberdayaan harus mampu menjamin keselarasan dan keseimbangan yang memungkinkan setiap anggota masyarakat dapat memperoleh kesempatan yang sama dalam berusaha memperbaiki kesejahteraan sosialnya.

(9)

Dalam proses pemberdayan, kelompok menempati posisi yang penting karena akan berperan dalam masyarakat dalam mengontrol suatu keputusan program maupun kebijakan yang berpengaruh langsung kepada kehidupan komunitas. Di dalam pembahasan tentang pemberdayaan masyarakat dikenal suatu konsep modal sosial, yang secara umum dipahami sebagai bentuk institusi, relasi, dan norma-norma yang membentuk kualitas dan kuantitas dari interaksi sosial dalam masyarakat.

Suharto, dkk. 2004. berpendapat bahwa tingkat keberdayaan kelompok dan institusi masyarakat dapat dilihat dari tiga aspek yang dibangun yaitu :

Pertama, Keswadayaan ide dan gagasan. Ide dan gagasan ini mengacu pada kegiatan dan usaha yang akan dilaksanakan harus betul-betul datang dari anggota, mereka diberi kepercayaan untuk memformulasikan ide dan gagasannya mulai dari identifikasi kebutuhan, perencanaan sampai pada evaluasi. Kedua, Keswadayaan modal dan materi. Penyediaan modal dan materi dan bahan baku secara swadaya dari masyarakat akan lebih menjamin kelangsungan dan kelestarian proses dan hasil kegiatan, sehingga dimungkinkan adanya penarikan simpanan-simpanan keanggotaan untuk memperkuat struktur modal seperti simpanan pokok dan simpanan wajib.Ketiga, keswadayaan tenaga, keterampilan, dan keahlian. Kegiatan harus melibatkan tenaga keterampilan dan keahlian para anggotanya.

Kelompok Usaha Bersama

Kelompok usaha bersama adalah kelompok warga atau keluarga binaan sosial yang dibentuk oleh warga atau keluarga binaan sosial yang telah dibina melalui proses kegiatan Program Kesejahteraan Sosial, untuk melaksanakan kegiatan kesejahteraan sosial dan usaha ekonomi dalam semangat kebersamaan sebagai sarana untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai metode pendekatan Prokesos yang berarti sebagai metode pendekatan pelayanan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), merupakan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suasana kebersamaan.

Kelompok Usaha Bersama akan lebih dapat diharapkan keberhasilannya apabila dilaksanakan dalam semangat kebersamaan dalam kelompok. Selain itu dari segi monitoring dan evaluasi akan lebih mudah dan lebih efektif.

(10)

Penanganan secara kelompok dimaksudkan agar terjadi akumulasi potensi dari warga atau keluarga binaan sosial, sehingga dapat saling melengkapi kemampuan satu sama lain. Dengan berkelompok mereka dapat mencapai tujuan bersama, karena tujuan itu barangkali tidak dapat dicapai sendiri dalam usahanya (Sutarmanto, 1987).

KUBE sebagai sebuah organisasi atau kelembagaan terkandung adanya unsur-unsur keorganisasian, keanggotaan, permodalan, perkembangan usaha, kepemimpinan/kepengurusan, memiliki aturan main, serta pendampingan. KUBE akan semakin berdaya dan memberikan manfaat bagu anggota maupun lingkungannya apabila komponen-komponen tersebut dapat berfungsi secara optimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan KUBE meliputi dimilikinya potensi keluarga miskin, adanya dukungan phak luar, adanya hubungan dengan kelompok lokal lainnya, sertaadanya dukungan dari komunitas. Apabila KUBE dapat mengadopsi secara optimal faktor-faktor tersebut maka dapat dipastikan bahwa KUBE akan semakin berdaya.

Sulistiati, dkk (2005) merumuskan bahwa kegiatan pengembangan Kelompok Usaha Bersama bertujuan untuk :

1. Meningkatkan kemampuan anggota kelompok KUBE di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari, ditandai dengan : meningkatnya pendapatan keluarga, meningkatnya kualitas pangan, sandang, papan, kesehatan, tingkat pendidikan, dapat melaksanakan kegiatan keagamaan dan menongkatnya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosialnya.

2. Meningkatnya kemampuan anggota kelompok KUBE dalam mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dalam keluarganya maupun dalam lingkungan sosialnya, yang ditandai dengan kebersamaan dan kesepakatan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga dan dalam lingkungan sosialnya.

3. Meningkatnya kemampuan anggota kelompok KUBE dalam menampilkan peranan-peranan sosialnya baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan sosialnya, yang ditandai dengan semakin meningkatnya kepedulian dan rasa tanggung jawab dan keikutsertaan anggota dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial di lingkungannya.

Adapun arah yang ingin dicapai Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah untuk mempercepat penghapusan kemiskinan melalui :

1. Peningkatan kemampuan berusaha para anggota KUBE secara bersama dalam kelompok;

2. Peningkatan pendapatan; 3. Pengembangan usaha;

4. Peningkatan kepedulian dan kesetiakawanan sosial di antara para anggota KUBE dengan masyarakat sekitar.

(11)

Dengan demikian pembentukan KUBE ditujukan untuk meningkatkan kemampuan bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) khususnya keluarga miskin dalam berwira usaha dan meningkatkan rasa kegotong – royonganan baik di antara anggota maupun dengan masyarakat di sekitarnya. Melalui KUBE mereka dapat saling menopang dalam melaksanakan usaha. Masalah ekonomi dan sosial yang dihadadpi dapat ditanggulangi secara bersama-sama. Dengan demikian program Kesejahteraan Sosial KUBE Fakir Miskin ini sekaligus dimaksudkan untuk menumbuhkan semangat kebersamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan sosial keluarga binaan sosial khususnya keluarga miskin.

KUBE sebagai media pemberdayaan keluarga miskin dikatakan berhasil apabila dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, dengan kata lain keberhasilan KUBE secara umum tercermin dengan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial. Keberhasilan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) bagi keluarga miskin di tengah-tengah masyarakat telah menjadi sarana untuk meningkatkan usaha ekonomi produktif (khususnya dalam peningkatan pendapatan), menyediakan sebagian kebutuhan yang diperlukan bagi keluarga miskin, menciptakan keharmonisan hubungan sosial antar warga, menyelesaikan masalah sosial yang dirasakan keluarga miskin, pengembangan diri dan sebagai wadah berbagi pengalaman antar anggotanya.

Selanjutnya, Sulistiati dkk (2005) merumuskan sembilan kunci sukses dalam pengembangan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yaitu :

1. Usaha ekonomi berdasarkan rencana usaha dan anggaran dasar yang disepakati bersama.

2. Usaha ekonomi berorientasi pasar.

3. Menggunakan modal usaha sesuai dengan kebutuhan usaha.

4. Menggunakan bahan baku yang mudah diperoleh di lingkungan setempat. 5. Melakukan usaha sesuai dengan keterampilan yang dimiliki.

6. Sistem pengelolaan usaha ekonomi dapat dilaksanakan semua anggota dan terbuka bagi anggota.

7. Ada komitmen dan kerjasama yang kuat dari setiap anggota untuk berhasil. 8. Harga yang ditawarkan menguntungkan dan bersaing di pasar.

9. Ada kebersamaan dalam menghadapi berbagai hambatan usaha.

Agar Kelompok Usaha Bersama (KUBE) dapat mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan oleh berbagai pihak, khususnya bagi anggota kelompoknya, maka dalam usaha pengembangannya diperlukan strategi pengembangan KUBE. Adapun strategi pengembangan KUBE tersebut sesuai dengan rumusan Depsos RI (2004) meliputi :

(12)

1. Perlu adanya pengadministrasian dan pengorganisasian kelompok yang baik dan rapi.

2. Pertemuan rutin kelompok minimal seminggu sekali harus disepakati dengan adanya komitmen dari setiap anggota untuk melakukannya.

3. Mempertahankan azas musyawarah untuk mufakat yang ditandai oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan, kegotongroyongan dan kesetiakawanan sosial.

4. Pengelolaan dan pengembangan KUBE harus berorientasi pada pemanfaatan dan penggalian sumber dan potensi yang tersedia di lingkungan masing-masing.

5. Penerapan inovasi-inovasi baru dalam pengembangan dan pengelolaan jenis usaha yang dipilih.

6. Pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan.

Dengan demikian KUBE diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan berpikir para anggota karena mereka dituntut suatu kemampuan manajerial untuk mengelola usaha yang sedang dijalankan, dan berupaya menggali dan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia di lingkungan untuk keberhasilan kelompoknya. Dengan sistem KUBE diharapkan dapat menumbuhkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, kegotongroyongan, rasa kepedulian dan kesetiakawanan sosial, baik diantara anggota maupun kepada masyarakat secara luas.

Indikator Keberhasilan KUBE

Penelitian yang dilakukan oleh Suyanto di Propinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2002 menyimpulkan bahwa KUBE ternyata memberikan beberapa manfaat bagi anggota dan masyarakat. Manfaat menjadi anggota KUBE dapat menambah penghaslan keluarga, selain itu juga menambah keterampilan kerja bagi anggotanya, anggota KUBE merasa memiliki jaringan sosial yang lebih luas dibanding sebelum menjadi anggota KUBE. Sedangkan manfaat bagi masyarakat antara lain sebagai tempat memperoleh barang dan jasa dengan harga lebih murah.

Dahlan (2003) menyatakan bahwa keberhasilan KUBE akan dirasaka manfaatnya baik oleh anggota maupun masyarakat. Manfaat bagi anggota antara lain meliputi :

1. Menambah keterampilan dan pengetahuan anggota dalam pengelolaan usaha secara kelompok.

(13)

3. Memperoleh tambahan penghasilan dari keuntungan usaha.

4. Meningkatnya relasi sosial di masyarakat dengan bertambahnya teman dan pergaulan.

Sedangkan manfaat bagi masyarakat antara lain ; 1. Meningkatnya kegotong royongan masyarakat.

2. Masyarakat bisa belajar berusaha secara kelompok dengan meniru kegiatan serupa.

3. Masyarakat bisa membeli barang hasil usaha KUBE dengan harga yang lebih murah.

4. Tumbuhnya embrio jaminan kesejahteraan sosial masyarakat.

Keberhasilan usaha secara kelompok harus dilakukan melalui langkah-langkah operasional pengembangan usaha terutama untuk usaha kecil yang menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmadja (2005) adalah sebagai berikut : 1. Penumbuhan iklim usaha yang kondusif, meliputi ; a) kebijakan persaingan

yang sehat dan pengurangan distorsi pasar, b) kebijakan ekonomi yang meberikan peluang bagi UKM untuk mengurangi beban biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi, c) kebijakan pertumbuhan kemitraan dengan prinsip saling menguntungkan, memerlukan, dan saling memperkuat. 2. Dukungan penguatan, meliputi ; a) peningkatan sumberdaya manusia,

b) peningkatan penguasaan teknologi, c) peningkatan penguatan informasi, d) peningkatan penguasaan permodalan, e) peningkatan penguasaan pasar, f) perbaikan organisasi dan manajemen, g) pencadangan tempat usaha, h) pencadangan bidang-bidang usaha.

Kerangka Pemikiran

Pemberdayaan merupakan bagian dari strategi program pembangunan kesejahteraan sosial. Pembanguan masyarakat dan pemberdayaan rakyat tidak mungkin dapat dipisahkan dari arena dan konteks di mana ia berada. Untuk memperjelas arah pemberdayaan keluarga miskin maka salah satu cara yang dapat dilakukan dengan melalui program Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sehingga terjadi peningkatan pendapatan sehingga tercapai kesejahteraan dan keberfungsian sosialnya. Pemberdayaan KUBE perlu dilakukan langkah-langkah

(14)

tepat yang dapat mempercepat tingkat keberdayaannya sehingga akan membawa pengaruh kepada peningkatan pendapatan anggotanya.

Sebagaimana telah diuraikan terdahulu bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan kronis adalah kemiskinan yang telah berlangsung dalam jangka waktu yang lama, turun temurun, atau disebut juga sebagai kemiskinan struktural, yaitu akibat kebijakan, peraturan, atau perundangan yang keliru. Masyarakat yang dikategorikan miskin pada dasarnya mereka juga memiliki potensi atau kemampuan diri sebagai modal dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya, walaupun dalam keadaan sangat minim atau terbatas. Keluarga miskin secara faktual dapat dilihat bahwa mereka mampu merespon dan mengatasi permasalahan sosial-ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya. Namun demikian dengan mengembangkan potensi yang mereka miliki maka bukan tidak mungkin kemiskinan tersebut dapat diatasi. Salah satu upaya mengembangkan potensi yang dimiliki keluarga miskin tersebut adalah melalui Kegiatan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan KUBE seperti potensi keluarga miskin, adanya dukungan pihak luar, dukungan kelompok lokal lain di desa, serta dukungan dari komunitas. Untuk mengatasi kelemahan atau permasalahan pada

Terdapat sembilan kunci sukses dalam rangka pengembangan KUBE yang meliputi Usaha ekonomi berdasarkan rencana usaha dan anggaran dasar yang disepakati bersama, usaha ekonomi berorientasi pasar, menggunakan modal usaha sesuai dengan kebutuhan usaha, menggunakan bahan baku yang mudah diperoleh di lingkungan setempat, melakukan usaha sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, sistem pengelolaan usaha ekonomi dapat dilaksanakan semua anggota dan terbuka bagi anggota, ada komitmen dan kerjasama yang kuat dari setiap anggota untuk berhasil, menguntungkan dan bersaing di pasar, ada kebersamaan dalam menghadapi berbagai hambatan usaha. Untuk memperoleh data dan informasi secara lengkap dalam menganalisis data maka dapat dirumuskan performa KUBE yang meliputi unsur-unsur sebagai berikut : keorganisasian, keanggotaan, permodalan, perkembangan usaha, kepemimpinan/kepengurusan, aturan Main, pendampingan.

Dipilihnya pemberdayaan Kelompok Usaha Bersama (KUBE) sebagai wahana peningkatan pendapatan bagi keluarga miskin karena terdapat beberapa alasan yang antara lain bahwa Pertama; KUBE telah diperkenalkan di dalam masyarakat sejak akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980 an, namun sampai

(15)

sekarang belum terdapat KUBE yang benar-benar dapat mengatasi masalah kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Kedua; Pada umumnya, KUBE telah mendapat bantuan modal dari pemerintah namun tidak dapat dikembangkan. Ketiga ; Masih banyak KUBE yang belum terorganisir secara terstruktur sehingga belum berlakunya manajemen yang baik. Keempat ; Pada umumnya indikator KUBE seperti keanggotaan, kepengurusan, serta kegiatannya belum berfungsi dengan baik.

Program KUBE disusun sebagai upaya pengentasan kemiskinan sehingga bagi keluarga-keluarga miskin dapat meningkatkan pendapatan sehingga dapat terwujud kesejahteraan dan keberfungsian sosial anggotanya. Strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pemberdayaan kube adalah sebagai berikut : Perlu adanya pengadministrasian dan pengorganisasian kelompok yang baik dan rapi, pertemuan rutin kelompok minimal seminggu sekali harus disepakati dengan adanya komitmen dari setiap anggota untuk melakukannya, mempertahankan azas musyawarah untuk mufakat yang ditandai oleh semangat kekeluargaan, kebersamaan, kegotongroyongan dan kesetiakawanan sosial, pengelolaan dan pengembangan KUBE harus berorientasi pada pemanfaatan dan penggalian sumber dan potensi yang tersedia di lingkungan masing-masing, penerapan inovasi-inovasi baru dalam pengembangan dan pengelolaan jenis usaha yang dipilih, pengembangan kemitraan dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan.

Kajian Pengembangan Masyarakat ini akan mengkaji kondisi dan perkembangan KUBE di desa Mantaren II dan menyusun program pemberdayaan KUBE sehingga dapat mengangkat derajat keluarga miskin atau menjadikan KUBE ibarat sebuah motor penggerak yang dapat membawa anggotanya menjadi lebih maju. Secara jelas, kerangka pemikiran kajian ini dapat digambarkan sebagaimana pada gambar 1 berikut :

(16)

Gambar 1: Skema kerangka pemikiran dalam Kajian Pemberdayaan Keluarga Miskin melalui KUBE.

Dukungan Komunitas • Orang berpengaruh • Teknologi • Penghimpunan Dana • Sarana • Persepsi Masyarakat • Kesertaan dalam program • Alternatif Usaha Dukungan Kelompok Lokal Lain • Kelompok Arisan • TPSP • UPPKS • UP2K-PKK Potensi Keluarga Miskin • Kepemilikan lahan • Pengetahuan dan keterampilan

• Ulet dan pekerja keras • Solidaritas sosial • Mobilitas • Tidak mudah menyerah • Berorientasi ke depan Dukungan Pihak Luar • Program/ Kebijakan • Pemasaran • Pendanaan/Modal • LSM • Organisasi terkait Strategi Pemberdayaan Kelembagaan KUBE KUBE Berdaya § Peningkatan pendapatan § Mampu mengatasi masalah § Peningkatan keberfungsian sosial anggota Performa KUBE • Keorganisasian • Keanggotaan • Permodalan • Perkembangan Usaha • Kepemimpinan/ Kepengurusan • Aturan Main • Pendampingan

Gambar

Gambar  1: Skema kerangka pemikiran dalam Kajian Pemberdayaan Keluarga   Miskin melalui KUBE

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam upaya pemecahan permasalahan yang ada di perusahaan mengenai pengaruh Citra Merek dan Harga

Masyarakat Jawa yang telah menyadari akan hal tersebut kemudian secara sukarela banyak yang membeli truk bak sapi, sebagai solusi tersendiri dalam menjalani tradisi tilik,

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepercayaan (Trust) , kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction), dan pengalaman aliran

mengkaji perubahan sosial ekonomi petani jeruk di desa

2) Abjad yang diapit antara tanda titik pertama dan tanda titik kedua menunjukkan Subbidang Usaha.. 3) Dua angka yang diapit antara tanda titik kedua dan tanda

Norma norma yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat berperan serta dalam proses ekonomi, aspek kepercayaan mendasari terciptanya sebuah sistem ekonomi yang

Tingginya obesitas pada remaja ada kecenderungan mengalami peningkatan, dengan pola makan yang sudah berubah serta aktivitas fisik yang kurang dengan latar

Hasil pengamatan parameter rata-rata kadar lemak surimi ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) yang diberi perlakuan suhu perendaman yang berbeda dapat dilihat pada