Cyber Law
Abdul Aziz
Pengertian
Aspek hukum yang istilahnya berasal dari
cyberspace law yang ruang lingkupnya meliputi
setiap aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atau subjek hukum yang
menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat mulai online dan
memasuki cyberspace atau dunia maya.
The field of law dealing with computers and the
Internet, including such issues as
intellectual-property rights, freedom of expression, and free
access to information
Ruang Lingkup Cyber Law
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law
Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber
law :
1.
Copy Right
2.Trademark
3.
Defamation (fitnah)
4.
Hate Speech (Kata-kata kebencian)
5.Hacking, Viruses, Illegal Access
6.
Regulation Internet Resource
7.Privacy
Ruang Lingkup Cyber Law
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law
Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber
law :
8.
Duty Care
9.
Criminal Liability
10.
Procedural Issues (Jurisdiction, Investigation,
Evidence, etc)
11.Electronic Contract
12.Pornography
13.Robbery (perampokan)
14.Consumer Protection
15.E-Commerce, E- Government
Urgensi Pengaturan
Cyberlaw di Indonesia
Kepastian Hukum
Untuk mengantisipasi
implikasi-implikasi yang timbul akibat
pemanfaatan TI
Adanya variable global, yaitu
Ruang Lingkup Indonesia’s Cyber
Law
Hukum Publik : jurisdiksi, etika kegiatan
online, perlindungan konsumen, anti
monopoli, persaingan sehat, perpajakan,
regulatory body, data protection dan
cybercrimes.
Hukum Privat : HAKI, E-commerce, Cyber
“Kritike zone in de
Strafrechtswetenschapen (KUHP)
”
Pada tahun 1866 Tweedekamer Belanda
mengkodifikasikan Hukum Pidana dalam
Wetboek van Strafrecht.
Sebelum tahun 1921, mencuri Aliran
Listrik menimbulkan perdebatan apakah
bisa dipidana ataukah tidak.
Pada tanggal 23 Mei 1921 Hoogeraad
Negeri Belanda memutuskan mencuri
aliran listrik dapat dipidana dengan
melakukan interpretasi ekstensif terhadap
pengertian kata ‘barang’.
Cyber Crime adalah kejahatan konvensional yang
MODERN adalah MODUS OPERANDI.
Metodologi Ilmu Hukum Pidana harus berdasar
pada hal-hal yang nyata.
Ada 3 fase dalam pemikiran hukum pidana,
yaitu :
a. Normatif sistematis
b. Naif empiris
c. Refleksi filsafati
“Kritike zone in de
Strafrechtswetenschapen (KUHP)
”
Kegiatan perbankan yang memiliki
potensi Cyber Crimes
Layanan Online Shopping (toko online),
yang memberi fasilitas pembayaran
melalui kartu kredit
Layanan Online Banking (perbankan
Kejahatan Kartu Kredit
(Credit Card Fraud)
Sebelum ada kejahatan kartu kredit melalui
internet, sudah ada model kejahatan kartu kredit
konvensional (tanpa internet)
Jenis kejahatan ini muncul akibat adanya
kemudahan sistem pembayaran menggunakan
kartu kredit yang diberikan online shop
Pelaku menggunakan nomer kartu kredit korban
Konsumen/ Korban
Internet
e-shop www.tokoku.com C A R D E R Transaksi dengan cc di: Hotel, Restoran Mall, dll - mengintip - mencuri - merampok - dllBarang dikirim via POS
Indonesia = NO !
Teman si Carder di Singapura Barang dikirim via POS
MANUAL
TEKNIS
Sniffing
Fenomena Carding
Kejahatan dengan target
online banking
Jenis kejahatan ini muncul dengan
memanfaatkan kelemahan sistem layanan
online banking
Modus yang pernah terjadi di Indonesia
adalah typosite (situs palsu)
Pelaku pembuat typosite mengharapkan
nasabah melakukan salah ketik dan salah
alamat masuk ke situsnya
Sumber Lubang Keamanan
sistem e-banking
www.bank.co.id
Internet
Bank
Pengguna
ISP
Network disadap Network disadap Network disadapTrojan horse -Aplikasi
(database) di bobol -OS hacked 1. Sistem (OS) 2. Network 3. Aplikasi (db) Keamanan
Modus kejahatan : Typo Site
Nasabah/
Korban
Internet
www.bankku.com e-bankwww.banku.com User ID A Password x www.banku.com User ID A Password x OK
Modus Kejahatan : Key-Logger
Nasabah/
Korban User ID A
Internet
www.bankku.com e-bankPassword x User ID A Password x www.bankku.com OK Warnet
Key
Logger
www.bankku.comTindak Pencegahan Kejahatan
Credit Card Fraud dapat diantisipasi
dengan menerapkan sistem otorisasi
bertingkat
Sistem online banking dapat
meningkatkan keamanan dengan
menggunakan sistem penyandian
transmisi data (secure http), digital
Defenisi Cyber Crime
Dalam dua dokumen Kongres PBB mengenai The
Prevention of Crime and the Treatment of
Offenders di Havana, Cuba pada tahun 1990 dan
di Wina, Austria pada tahun 2000, ada dua istilah
yang dikenal:
– Pertama adalah istilah ‘cyber crime.
– Kedua adalah istilah ‘computer related crime’. Dalam
back ground paper untuk lokakarya Kongres PBB X/2000
di Wina, Austria istilah ‘cyber crime’ dibagi dalam dua kategori.
Pertama, cyber crime dalam arti sempit (in a narrow sense)
disebut ‘computer crime’.
Kedua, cyber crime dalam arti luas (in a broader sense) disebut
Secara gamblang dalam dokumen
tersebut dinyatakan:
Cyber crime in a narrow sense (computer crime) : any
legal behaviour directed by means of electronic
operations that targets the security of computer system
and the data processed by them.
Cyber crime in a broader sense (computer related
crime) : any illegal behaviour committed by means on
in relation to, a computer system or network, including
such crime as illegal possession, offering or
distributing information by means of a computer
system or network.
Masih menurut dokumen tersebut, cyber
crime meliputi kejahatan yang dilakukan:
dengan menggunakan sarana-sarana dari
sistem atau jaringan komputer (by means of a
computer system or network)
di dalam sistem atau jaringan komputer (in a
computer system or network) ; dan
terhadap sistem atau jaringan komputer
Peran komputer dalam cyber crimes
1. sebagai sarana
Beberapa kata kunci yang dihasilkan oleh Council Of
Europe dalam Convention On Cyber Crime di Budapest,
Hongaria pada tahun 2001.
Illegal access: sengaja memasuki atau mengakses
sistem komputer tanpa hak.
Illegal interception: sengaja dan tanpa hak mendengar
atau menangkap secara diam-diam pengiriman dan
pemancaran data komputer yang tidak bersifat publik
ke, dari atau di dalam sistem komputer dengan
menggunakan alat bantu teknis.
Data interference: sengaja dan tanpa hak melakukan
perusakan,
penghapusan,
perubahan
atau
penghapusan data komputer.
System interference: sengaja melakukan gangguan
atau rintangan serius tanpa hak terhadap berfungsinya
sistem komputer.
Misuse of devices: penyalahgunaan perlengkapan
komputer termasuk program komputer, password
komputer, kode masuk.
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA
Pertama,
Perlu diperhatikan upaya internasional dalam
menanggulangi cyber crime itu sendiri sehingga terjadi sinergi antara kiat-kiat yang dilakukan untuk menanggulanginya baik secara nasional, regional maupun internasional.
Dalam Resolusi Kongres PBB VIII/1990 mengenai
Computer-related crimes, mengajukan beberapa kebijakan
yang antara lain menghimbau negara-negara anggota untuk mengintensifkan upaya-upaya penaggulangan penyalahgunaan komputer yang lebih efektif dengan mempertimbangkan langkah-langkah sebagai berikut :
Melakukan modernisasi hukum pidana material dan
hukum acara pidana.
Mengembangkan tindakan-tindakan pencegahan dan
pengamanan komputer.
Melakukan langkah-langkah untuk membuat peka warga
masyarakat, aparat pengadilan dan penegak hukum, terhadap pentingnya pencegahan kejahatan yang
berhubungan dengan komputer.
Kedua,
Dalam rangka mengejawantahkan seruan internasional
dalam menaggulangi cyber crime tersebut, hal-hal
menyangkut pidana substantif yang perlu diubah adalah konsep pertanggung jawaban pidana.
Seperti yang diutarakan di atas bahwa pada prinsipnya
pertanggungjawaban dalam hukum pidana adalah
pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (liability base
on fault).
Akan tetapi dalam kaitannya dengan penaggulangan cyber
cirme, khusus perlindungan terhadap sistem keamanan
komputer oleh lembaga penyedia jasa internet atau pejabat/petugas yang diembani tugas tersebut, selain
liability base on fault terhadap para pelaku, perlu dipikirkan
Ketiga,
Masih dalam kaitannya dengan pidana subtantif, sambil
menunggu cyber law yang lebih komprehensif, kiranya perlu dilakukan penambahan beberapa ketentuan dalam KUHP yang menyangkut pencurian, penipuan, pemalsuan maupun perusakan untuk menanggulangi cyber crime yang modus operandinya tiap kali berkembang.
Banyak negara telah menempuh hal yang demikian, antara
lain Belanda, Canada, Denmark, Finlandia, Italia, Jerman, Perancis dan Yunani.
Namun ada beberapa negara yang membuat
undang-undang khusus berkaitan dengan komputer, seperti Israel dan Inggris.
Selain itu pula ada yang memasukan cyber crime ke dalam
Keempat,
Dalam menyusun cyber law yang berkaitan dengan
penaggulangan cyber crime, kiranya dapat membandingkan dengan draft Konvensi Cyber Crime yang dihasilkan oleh
European Committee on Crime Problems Beberapa kata
kunci yang menarik untuk disimak, antara lain Illegal
access,Illegal interception, Data interference, System
interference, Misuse of devices, computer-related forgery
Kelima,
Data elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.
Selain itu apabila kita merujuk kepada 5 alat bukti yang sah sebagaimana yang telah diuraikan di atas,
satu-satunya alat bukti yang cukup kuat dalam hal pembuktian di pengadilan terhadap perkara cyber crime adalah
keterangan ahli.
Sayangnya berdasarkan KUHAP, petunjuk hanya dapat
diperoleh sebagai alat bukti jika berasal dari keterangan saksi, surat atau keterangan terdakwa, tidak termasuk keterangan ahli.
Kelima (lanjutan),
Oleh sebab itu dalam revisi KUHAP atau setidak-tidaknya
dalam hukum acara yang berkaitan dengan cyber crime, perlu ditambahkan bahwa petunjuk sebagai alat bukti juga bisa diperoleh hakim dari keterangan ahli.
Bahkan sangat mungkin, selain kelima alat bukti tersebut
ditambah dengan data elektronik, khusus mengenai pembuktian cyber crime perlu ditambahkan alat bukti pengetahuan hakim. Artinya, hakim yang mengadili
perkara-perkara tersebut, sedikit – banyaknya menguasai atau setidak-tidaknya mengetahui perihal cyber space.
Keenam,
Berkaitan negatief wettelijk bewijs theorie atau hakim terikat pada
alat bukti menurut undang-undang secara negatif . Hakekat dari
teori pembuktian yang didasarkan pada pembuktian berganda yaitu antara alat bukti dan keyakinan, bukanlah sesuatu yang mudah,
maka untuk membuktikan kejahatan yang sulit pembuktiannya, jangan menggunakan dasar pembuktian yang sulit.
Dalam rangka mempermudah pembukian terhadap cyber crime,
maka dasar pembuktian yang sebaiknya digunakan adalah
conviction intime atau setidaknya conviction raisonee.
Conviction intime artinya untuk menjatuhkan putusan, hakim hanya
berdasar pada keyakinan semata tanpa dipengaruhi alat bukti.
Dan conviction raisonne berarti dasar pembuktian adalah keyakinan
hakim dalam batas-batas tertentu atas alasan yang logis.
Pembuktian ini memberi keleluasaan kepada hakim untuk
menggunakan alat-alat bukti secara bebas disertai dengan alasan. Dengan demikian bewijs minimum yang ditentukan dalam KUHAP, bahwa hakim dalam memidana terdakwa minimal harus di dukung dua alat bukti, menjadi tidak relevan.
Ketujuh,
Masih berkaitan dengan pembuktian, khusus perihal
bewijslast atau beban pembuktian, kiranya perlu dipikirkan
kemungkinan diterapkan omkering van bewijslast atau pembuktian terbalik untuk kasus-kasus cyber crime yang sulit pembuktiannya.
Hakekat dari pembuktian terbalik ini adalah si terdakwa
harus bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah atas dakwaan yang dituduhkan kepadanya.
Paling tidak omkering van bewijslast ini digunakan untuk
mengadili para carder yang berbelanja dengan
menggunakan kartu kredit orang lain secara melawan hukum.
Kedelapan,
B
erdasarkan hasil penelitian, selain pembaharuan terhadap hukum pidana matriil dan formil, juga dibutuhkan badan khusus untuk menanggulangi cyber crime. Dalam badan khusus tersebut termasuk penyidik khusus
untuk melakukan investigasi bahkan sampai pada tahap penuntutan.
Di samping itu pula pelatihan perihal cyber space kepada
aparat penegak hukum mutlak dilakukan. Sebab, tidaklah mungkin seorang hakim menolak perkara dengan alasan tidak ada atau tidak tahu hukumnya.
Sudah merupakan postulat dasar dalam ilmu hukum yang
dikenal dengan adagium ius curia novit. Artinya, seorang hakim dianggap tahu akan hukumnya