commit to user
STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI
DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME
ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
ALISTYA AJI PRATAMA
NIM. E0006065
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI
DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME
ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001
oleh :
ALISTYA AJI PRATAMA NIM. E0006065
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 7 Maret 2011
Pembimbing I, Pembimbing II,
EDY HERDYANTO, S.H., M.H. MUH. RUSTAMAJI, S.H.,M.H.
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI
DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME
ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001
oleh :
ALISTYA AJI PRATAMA
NIM. E 0006065
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Selasa
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : ALISTYA AJI PRATAMA
NIM : E 0006065
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) berjudul
STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI
PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001, adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan
hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 7 Maret 2011 yang membuat pernyataan
commit to user
v ABSTRAK
ALISTYA AJI PRATAMA, E0006065. 2011. STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai pengaturan alat bukti dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001. Dari hasil telaah itulah akan menjadi dasar bagi penulis untuk mengetahui pengaturan alat bukti dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif yang bertujuan untuk menemukan jawaban atas isu hukum mengenai pengaturan alat bukti dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime. Dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Jenis bahan hukum yang penulis gunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi pustaka yaitu dengan pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diklarifikasi menyesuaikan dengan masalah untuk kemudian dibahas, dipaparkan, dan untuk selanjutnya dianalisis dengan teknik silogisme untuk membangun logika hukum.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, pertama pengaturan alat bukti cyber crime dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta alat bukti berupa informasi elektronik, sedangkan dalam The Australian Cyber Crime Act Of 2001 adalah tampilan data komputer, modifikasi data komputer dan informasi elektronik. Kedua, sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mencakup sanksi pidana penjara beserta denda yang harus dibayarkan oleh pelaku, sedangkan dalam The Australian Cyber Crime Act Of 2001 hanya mencakup sanksi pidana penjara saja sedangkan dendanya diserahkan kepada hakim yang menangani tindak pidana cyber crime.
commit to user
vi ABSTRACT
ALISTYA AJI PRATAMA, E0006065. 2011. COMPARISON STUDY SETTING TOOL AND EVIDENCE OF CRIMINAL SANCTIONS AGAINST CYBER CRIME BETWEEN BUSINESS LAW NUMBER 11 OF 2008 ON INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS AND THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001. FACULTY OF LAW, UNIVERSITY OF SEBELAS MARET.
This study aimed to know in depth about the setting of evidence and criminal sanctions against perpetrators of cyber crime perpetrators in Law Number 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions and The Australian Cyber Crime Act Of 2001. From the results of its review it will be the basis for the writer to know the settings of evidence and criminal sanctions against perpetrators of cyber crime.
This research is a normative laws that are prescriptive in order to find answers to legal issues regarding the administration of evidence and criminal sanctions against perpetrators of cyber crime. By using the approach of legislation and conceptual approaches. Type of legal materials that I use is the primary law materials and secondary legal materials. Collection techniques of legal materials is done by way of literature study is to collect legal materials of primary and secondary legal materials clarified adjust with the problem to be discussed, presented, and then analyzed with a technique to build the logic of the law of syllogism.
Based on the results of research and discussion of the resulting conclusions, the first cyber crime evidence setting in Act No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transaction is evidence in the investigation, prosecution and examination before the court and evidence in the form of electronic information, whereas in The Australian Cyber Of Crime Act 2001 is the display of computer data, modification of computer data and electronic information. Second, criminal sanctions against perpetrators of cyber crime in Act No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transaction includes the following imprisonment sanctions and fines to be paid by the perpetrator, while in The Australian Cyber Crime Act Of 2001 only includes criminal sanctions alone while in prison penalties handed over to the judges who handle criminal cyber crime.
commit to user
vii MOTTO
Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu
sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya atau
miskin, maka Allah lebih tahu kebaikannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
karena ingin menyimpang dari kebenaran.
(Q.S. An-Nisa ayat 135)
Tinta bagi seorang pelajar lebih suci nilainya daripada darah seorang martir
(H. R. Muslim)
“Sebaik-baiknya manusia, adalah yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain”
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
My special thanks to…
Penulis dengan sepenuh hati mempersembahkan karya ini kepada :
1. Specially untuk Ibuku Harjanti dan Bapakku Suryanto, karya ini aku
persembahkan spesial untuk kalian, terkhusus yang telah membimbing
penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, mendoakan, mendidik,
dan mencurahkan segalanya demi terwujudnya segala hal yang terbaik bagi
diri penulis, yang semua itu tak akan habis diungkapkan dengan kata-kata, tak
dapat tergantikan, dan tak ternilai dengan apapun. Kalianlah orang tua juara
satu.
2. Adikku Aline Novita Dewi dan adikku yang paling kecil Zaidan Naufal
Arrafi aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian dan aku selalu
menyayangi kalian.
3. Untuk Bulek Tanti aku ucapkan terima kasih sekali karena telah dipinjami
printer.
4. Sahabat-sahabatku Adi Kucluk, Erik, Doyok, Juni, Ahimsa, Haris, Rudi,
Didit, Fajar, Shanahan, Faryd, Zaki, Andria Luhur, Adi Bedu, Pras, Nila,
Tina, Sopek, Dawud, Dimas terima kasih untuk waktunya selama ini kawan,
jangan lupakan saya bila kita semua sukses nanti.
5. Untuk sahabat terbaikku Oki, Amo, Rio J, Tyan semoga kalian selalu sukses.
6. Kawan-kawanku ”Sensor Club” Rian, Andi Benjol, Jaming, Pak Bakir, Rizal
Bejo, Mas Gogo, Pakde Riyono, Pak Lurah Desa Merbung yang selalu ikut
badminton.
7. Kawan-kawanku angkatan 2006 Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret
untuk semuanya terima kasih sekali.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan judul : “STUDI
KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI PIDANA
TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG-UNDANG
NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001”.
Penulisan Hukum ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan
guna meraih gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi)
ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia hidup serta nikmat keimanan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan
tinggi ini.
2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga
akhir jaman.
3. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H, M.H., selaku Pembimbing Akademik
penulis di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas
commit to user
x
Pembimbing Pertama dalam Penulisan Hukum ini, yang telah memberikan
bimbingan, nasehat, semangat, arahan, bantuan.
6. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Kedua
Penulisan Hukum ini, yang telah memberikan masukan serta bimbingannya.
Terima kasih atas segala kemudahan dan bantuan yang sangat penulis
butuhkan dan selalu menyempatkan maupun meluangkan waktu untuk penulis
berkonsultasi dengan tangan terbuka.
7. Bapak Bambang Santosa, S.H., M.Hum. selaku ketua dewan penguji yang
telah mamberikan masukan saran dan kritik untuk penulisan hukum ini.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, terima kasih penulis haturkan, atas ilmu yang telah
diberikan pada penulis.
9. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang
telah diberikan.
10. Seluruh keluarga, terima kasih untuk semua doa, perhatian, kasih sayang dan
peluh harap yang diberikan.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan
menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan
saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi
diri pribadi penulis maupun para pembaca.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, 7 Maret 2011 Penulis
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……… iii
HALAMAN PERNYATAAN……….. iv
ABSTRAK………... v
ABSTRACT……….. vi
MOTTO………. vii
PERSEMBAHAN………. viii
KATA PENGANTAR……….. ix
DAFTAR ISI………. xi
DAFTAR GAMBAR ………. xiii
BAB I PENDAHULUAN………. 1
A. Latar Belakang………. 1
B. Rumusan Masalah……… 4
C. Tujuan Penelitian……….. 5
D. Manfaat Penelitian……… 5
E. Metode Penelitian………. 6
F. Sistematika Penulisan Hukum……….. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 11
A. Kerangka Teori……….……… 11
1. Tinjauan Umum Tentang Internet……….. 11
a). Pengertian Internet……… 11
b). Sejarah Internet………. 15
2. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti……….……… 18
3. Tinjauan Umum Tentang Cyber Crime...……… 21
commit to user
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 31
A. Pengaturan Alat Bukti Cyber Crime Antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001………. 31
B. Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Cyber Crime Antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001………... 43
BAB IV PENUTUP………... 57
A. Simpulan……….. 57
B. Saran……… 58
DAFTAR PUSTAKA………... 60
commit to user
xiii
[image:13.595.168.436.237.498.2]DAFTAR GAMBAR
commit to user
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang merupakan hasil dari budaya manusia di samping
membawa dampak positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan
umat manusia ternyata membawa dampak negatif terhadap perkembangan dan
peradaban manusia tersebut. Dampak negatif yang dimaksud adalah yang
berkaitan dengan dunia kejahatan. Semakin maju kehidupan masyarakat, maka
kejahatan juga ikut semakin maju. Kejahatan juga menjadi sebagian dari hasil
budaya tersebut. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat budaya dan semakin
modern suatu bangsa, maka semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk,
sifat dan cara pelaksanaannya (Abdul Wahid, 2000: 16).
Teknologi sebagaimana digambarkan Mc Luhan dalam bukunya
“Understanding of Media, The Extension of Man”, merupakan media yang
mampu mengantarkan kecepatan arus informasi menembus batas antar negara.
Ironis, karena kecanggihan teknologi tersebut tidak saja berguna untuk
kemaslahatan manusia. Nyatanya, perkembangan teknologi juga seringkali
dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk mempermudah kejahatannya (Ari
Juliano Gema, 2000: 45) .
Pernyataan tersebut semakin membenarkan “wajah ganda” teknologi, yang
di satu sisi dapat menjadi alat dan pertanda bagi kemajuan masyarakat secara
positif, namun di sisi lain dapat menjadi alat yang canggih dalam mempermudah
dan memperluas berbagai bentuk perbuatan melanggar hukum dan hak-hak asasi
manusia (HAM). Dapat disaksikan betapa dahsyatnya senjata-senjata mutakhir,
yang dikategorikan sebagai teknologi perang, mempunyai kekuatan yang
sedemikian cepat dan meluas, sehingga ribuan penduduk dalam suatu negara bisa
dibasmi dengan sekejap. Apa yang disebut dengan kejahatan “pembersihan etnis”
(genocide) bukan hanya ada di alam maya, tetapi benar-benar sudah ada di alam
nyata, yang cukup dilakukan oleh satu pleton tentara dengan senjata bio-teknologi
commit to user
nasabah sebuah bank yang “dirampok” (dikuras habis) oleh seseorang dengan
modus operandi memanfaatkan teknologi komputer.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa perkembangan teknologi itu sangat
berpengaruh terhadap sikap tindak dan sikap mental setiap anggota masyarakat.
Kemajuan yang dicapai di bidang teknologi akan mempengaruhi pula perubahan
di dalam kehidupan masyarakat. Setiap masyarakat itu akan selalu berubah dari
masa ke masa. Makin besar pengaruh dari lingkungannya akan semakin pesat pula
perubahan di dalam masyarakat itu sendiri, baik perubahan yang bersifat positif
maupun negatif (Andi Hamzah ,1992: 24).
Perubahan yang mengarahkan pada sisi negatif itu, diingatkan pula oleh
Slouka, “teknologi-teknologi baru itu menciptakan implikasi sosial, gugatan
teknis, dan resiko yang belum pernah ada sebelumnya. Semua ini adalah rekayasa
genetika versi budaya. Hanya saja dalam percobaan ini diri kitalah yang
berpotensi menjadi hibrida baru, menjadi tikus percobaan di laboratorium” (Otje
Salman dan Anthon F. Susanto, 2004: 6).
Pendapat tersebut sudah memperingatkan tentang fungsi teknologi sebagai
alat perubahan. Kemampuannya untuk mendukung perubahan memang sudah
diakui, tetapi kemampuannya untuk mendukung terjadinya dan menguatnya
perkembangan kejahatan juga tidak bisa diingkari.
Teknologi telekomunikasi telah membawa manusia kepada suatu peradaban
baru dengan struktur sosial beserta tata nilainya. Artinya, masyarakat berkembang
menuju masyarakat baru yang berstruktur global yang mengkondisikan
sekat-sekat negara mulai memudar. Sistem tata nilai dalam suatu masyarakat berubah,
dari yang bersifat lokal-partikular menjadi global-universal. Hal ini pada akhirnya
akan membawa dampak pada pergeseran nilai, norma, moral dan kesusilaan.
Pada perkembangannya, dengan ditemukannya komputer sebagai produk
ilmu pengetahuan dan teknologi, terjadilah konvergensi antara teknologi
telekomunikasi, media dan komputer. Konvergensi antara teknologi komunikasi,
commit to user
Melalui kemutakhiran Internet inilah memberikan sesuatu yang sama sekali baru
pada umat manusia.
Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, internet seakan-akan
menjadi tempat perpindahan realitas kehidupan, dari kehidupan nyata ke
kehidupan maya. Hal ini dapat dipahami, dikarenakan dengan internet aktivitas
yang sulit dilakukan di dunia nyata dapat dengan mudah dilakukan di dunia maya.
Seseorang yang ingin membeli barang tidak perlu datang ke tempat penjual
untuk melihat barang yang akan dibeli atau orang yang gemar belanja tidak perlu
susah payah ke mal, tapi cukup di depan komputer yang tersambung jaringan
internet (di mana saja) dengan menekan tuts-tuts pada komputer terlihatlah barang
yang diinginkan. Selanjutnya bila tertarik dapat dilakukan transaksi dengan
memasukkan nomor kartu kredit beserta alamat rumah. Langsung barang dikirim,
sangat mudah. Aktivitas di dalam internet dapat menjangkau seluruh belahan
bumi dengan melampaui batas-batas negara. Sesuatu yang dalam dunia nyata jauh
dari jangkauan, dalam dunia maya dapat dihadirkan.
Kemajuan teknologi yang merupakan hasil budaya manusia di samping
membawa dampak positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan
umat manusia juga membawa dampak negatif terhadap perkembangan manusia
dan peradabannya. Dampak negatif yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan
dunia kejahatan. J.E. Sahetapy telah menyatakan dalam tulisannya, bahwa
kejahatan erat dan bahkan menjadi sebagian dari hasil budaya itu sendiri. Ini
berarti semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka
semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat dan cara pelaksanaannya
(Abdul Wahid, 2002: 21).
Salah satu kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan
teknologi informasi atau telekomunikasi adalah kejahatan yang berkaitan dengan
aplikasi internet. Kejahatan ini dalam istilah asing sering disebut dengan cyber crime.
Cyber crime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Volodymyr
commit to user
sebutan lainnya yang cukup dikenal diberikan kepada jenis kejahatan baru ini di
dalam berbagai tulisan, antara lain, sebagai kejahatan dunia maya (cyber
space/virtual space offence), dimensi baru dari high tech crime, dimensi baru dari transnational crime, dan dimensi baru dari white collar crime. Cyber crime juga merupakan salah satu sisi gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai
dampak negatif sangat luas bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini (Barda
Nawawi Arief, 2006: 257).
Dengan dikeluarkannya dan diberlakukannya pengaturan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka
pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik
harus terus dikembangkan melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya
sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara aman untuk mencegah
penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama, sosial, dan budaya
masyarakat Indonesia, serta untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh
persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi
kepentingan nasional. Konsep Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 demikian,
selanjutnya diperbandingkan dengan produk hukum cyber crime di Australia. Hal
demikian diangkat karena penulis tertarik dengan pengaturan cyber crime di Australia yang penulis anggap lebih lengkap pengaturan alat buktinya daripada di
Indonesia. Tetapi untuk pengaturan sanksi pidananya lebih lengkap di Indonesia
karena telah mencantumkan pidana denda sedangkan di Australia tidak
dicantumkan.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk
mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga
tujuan dan sasaran yang akan dicapai menjadi jelas, terarah dan mendapatkan
hasil yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan
sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun
beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian hukum ini adalah sebagai
commit to user
1. Bagaimanakah pengaturan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001 ?
2. Bagaimana pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka ada suatu tujuan yang
hendak dicapai dalam suatu penelitian. Oleh karena itu dalam penyusunan
penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui pengaturan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The
Australian Cyber Crime Act Of 2001.
b. Untuk mengetahui pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar Strata Satu
dalam bidang Ilmu Hukum pada Universitas Sebelas Maret.
b. Mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran dan pengetahuan
untuk lebih meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang penulis
dapat selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret.
D. Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dapat tercapai.
commit to user 1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan karya ilmiah
dalam perkembangan bidang ilmu hukum pada umumnya, dan Hukum
Acara Pidana pada khususnya, yang utamanya berkaitan dengan alat bukti
dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime baik di Indonesia maupun di Australia.
b. Penelitian ini diharap memperbanyak wawasan dan pengalaman serta
pengetahuan, dan sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang sejenis
berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharap memberikan jawaban atas masalah yang menjadi
pokok bahasan penelitian ini.
b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran dan pola kritis
bagi pihak terkait, dan berkenaan dengan memberikan solusi terhadap
kejahatan cyber crime yang terjadi.
E. Metode Penelitian
Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu faktor yang
penting dalam menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan
dibahas, dimana metode merupakan cara utama yang akan digunakan untuk
mencapai tingkat ketelitian yang dihadapi. Dalam penulisan hukum ini digunakan
metode penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan penelitian judul dan rumusan masalah, penelitian ini
termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau doktrinal.
Hutchinson mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut,
“Doctrinal Research : Research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship
commit to user
Penelitian doktrinal adalah penelitian yang menyertakan eksposisi yang sistematis pada aturan pemerintah berupa kategori peraturan khusus, analisis
hubungan antar aturan, penjelasan tentang kesulitan dan kemungkinan,
prediksi perkembangan peraturan yang akan datang.
2. Sifat Penelitian
Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat
preskriptif dan terapan. Dalam usaha memperoleh data yang diperlukan untuk
menyusun penulisan hukum, maka akan dipergunakan metode penelitian
preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari
tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas keadilan, konsep-konsep hukum,
dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 22).
Berdasarkan penjelasan di atas, dikaitkan upaya penulis untuk
menemukan jawaban atas pengaturan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
dan The Australian Cyber Crime Act of 2001 serta pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act of 2001.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek
mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan
undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),
pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 93).
Adapun penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan satu
pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang dihadapi,
commit to user
Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan
undang-undang suatu negara dengan undang-undang-undang-undang dari satu atau lebih negara lain
mengenai hal yang sama. Hal ini untuk menjawab mengenai isu antara
ketentuan undnag-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang
itu. Dengan melakukan pendekatan perbandingan tersebut, peneliti akan
memperoleh gambaran mengenai konsistensi antara filosofi dan
undang-undang di antara negara-negara tersebut. (Peter Mahmud Marzuki, 2008:95)
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Untuk memecahkan isu hukum sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian.
Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber
penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari
undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder
berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan
pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 141).
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Berdasarkan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka
untuk memperoleh bahan hukum yang mendukung kegiatan penulisan hukum
ini, maka pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan cara
studi kepustakaan atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun
elektronik.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Tehnik analisis bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian
hukum ini adalah silogisme dan interpretasi. Silogisme merupakan metode
commit to user
permasalahan yang berlainan. Dalam mengambil konklusi harus mengambil
sandaran untuk berpijak. Sandaran umum dihubungkan dengan permasalahan
yang lebih khusus melalui term yang ada pada keduanya (Peter Mahmud
Marzuki, 2008: 100).
Metode yang lazim digunakan di dalam penalaran hukum adalah
metode deduksi. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,
penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor
yaitu Aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001. Kemudian diajukan premis minor yaitu mengenai alat bukti dan samksi
pidana. Dari kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 47).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
mempermudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka
peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari
4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi atas sub-sub bagian yang dimaksud
untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini.
Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab ini diketengahkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan
hukum.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis mengetengahkan landasan teori dari para pakar
maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi Tinjauan Umum tentang Internet,
commit to user
memecahkan problematika isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini, maka
dalam bab ini juga disertakan kerangka pemikiran.
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis memaparkan dan membahas hasil penelitian dari
bahan hukum yang berkaitan dengan isu hukum yang diketengahkan. Guna
mempermudah dalam memaparkan dan membahas hasil penelitian, maka penulis
membaginya dalam dua tahap berdasarkan rumusan masalah yang ada.
1. Tahapan pertama, penulis membahas secara mendalam terhadap bahan-bahan
yang berkaitan dengan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The
Australian Cyber Crime Act Of 2001.
2. Tahapan kedua, penulis membahas pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku
cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001.
BAB IV PENUTUP
Dalam bab akhir ini, penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian
dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta saran penulis
terhadap beberapa kekurangan yang ditemukan dan sekiranya perlu diperbaiki
dalam penelitian
commit to user
11 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum tentang Internet
a. Pengertian Internet
Secara harfiah, internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Manakala Internet (huruf ‘I’ besar) ialah sistem komputer
umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai
protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol).
Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet. Cara
menghubungkan rangkaian dengan kaidah ini dinamakan internetworking.
Agus Rahardjo mendefinisikan internet sebagai jaringan komputer
antar negara atau antar benua yang berbasis protocol transmission control protocol/internet protocol (TCP/IP) (Agus Rahardjo, 2002: 59).
Internet telah menghadirkan realitas kehidupan baru kepada umat
manusia. Internet telah mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas.
Dengan medium internet orang dapat melakukan berbagai aktivitas yang
dalam dunia nyata (real) sulit dilakukan, karena terpisah oleh jarak,
menjadi lebih mudah. Suatu realitas yang berjarak berkilo-kilo meter dari
tempat kita berada, dengan medium internet dapat dihadirkan di hadapan
kita. Dapat dilakukan transaksi bisnis, ngobrol, belanja, belajar dan
berbagai aktivitas lain layaknya dalam kehidupan nyata.
Dengan adanya hubungan komunikasi lintas jaringan pada internet,
setiap komputer yang terdapat di dunia dapat terhubung satu dengan yang
lain. Hal inilah yang menyebabkan komunikasi di internet sangat cair.
Karena penggunaan internet tidak mengenal batas negara, status ekonomi,
idiologi dan faktor-faktor lain yang biasanya dapat menghambat
commit to user
sebagian orang menyebut internet sebagai revolusi di bidang teknologi dan
informasi.
Yang lebih hebatnya lagi, internet menawarkan berbagai cara dalam
mendatangkan penghasilan. Maksudnya adalah kerja atau tidak kerja, kita
tetap memperoleh uang. Salah satu cara mencari uang di internet adalah
membuat blog.
Dalam pembuatan sebuah blog atau website tidak luput dengan jasa
internet ini. Dengan internet kita bisa membuat blog kemudian kita bisa
memanfaatkan blog itu untuk menghasilkan uang. Terkadang satu hal yang
sering kita lupakan sebagai pengguna internet ini, kita tidak pernah
berterimakasih pada internet, padahal internet telah banyak memberikan
jasa buat kita.
Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang,
telah mewujudkan budaya Internet. Internet juga mempunyai pengaruh
yang besar atas ilmu dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan
mesin pencari Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses
Internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan
buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran
(decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara
ekstrim.
Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan
ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa
dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos
atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet.
Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-commerce.
Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya
transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui e-government seperti di kabupaten Sragen yang mana ternyata berhasil memberikan peningkatan
pemasukan daerah dengan memanfaatkan Internet untuk transparansi
pengelolaan dana masyarakat dan pemangkasan jalur birokrasi, sehingga
commit to user
negeri sipil dapat pula ditingkatkan kesejahteraannya karena pemasukan
daerah meningkat tajam.
Realitas atau alam baru yang terbentuk oleh medium internet ini
pada perkembangannya menciptakan masyarakat baru sebagai warganya
yang dalam istilah pengguan dan pemerhati internet lazim disebut dengan
netizen. Pada gilirannya, realitas baru yang terbentuk oleh medium internet
ini membawa perubahan paradigma dalam kehidupan umat manusia.
Kehidupan manusia tidak lagi hanya merupakan aktivitas yang bersifat
fisik dalam dunia nyata (real) belaka akan tetapi menjangkau juga aktivitas
non-fisik yang dilakukan secara virtual.
Di “alam baru” ini, bagi kenyataan netter tidak ada hukum. Karena tidak adanya kedaulatan dalam jaringan komputer maha besar (gigantic
network) ini, mereka beranggapan bahwa tidak ada satupun hukum suatu negara yang berlaku, karena hukum network tumbuh dari kalangan masyarakat global penggunanya. “Alam baru” ini seakan-akan menjadi
suatu jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan berkomunikasi
(free flow of information) dan kebebasan mengemukakan pendapat
(freedom of speech) tanpa mengindahkan lagi norma-norma yang berlaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Sama seperti halnya sebuah komunitas, Internet juga mempunyai
tata tertib tertentu, yang dikenal dengan nama Nettiquette atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah netiket. Untuk itu di Indonesia
selain tata tertib sosial di Internet juga diberlakukan peraturan berupa
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
Terdapat kebimbangan masyarakat tentang Internet yang berpuncak
pada beberapa bahan kontroversi di dalamnya. Pelanggararan hak cipta,
pornografi, pencurian identitas dan pernyataan kebencian (hate speech),
adalah biasa dan sulit dijaga. Hingga tahun 2007, Indonesia masih belum
memiliki Cyberlaw, padahal draft akademis RUU Cyberlaw sudah dibahas
commit to user
kaitannya dengan teknologi informasi dan telekomunikasi adalah UU
Telekomunikasi tahun 1999.
Internet telah membuat manusia-manusia (sebagai pengguna)
mampu menjelajah ruang maya ke mana-mana, berkomunikasi dengan
beragam informasi global, memasuki jagad perbedaan dan lintas etnis,
agama, politik, budaya, dan lain sebagainya. Manusia diajak
bercengkerama, berdialog, dan mengasah ketajaman nalar dan
psikologinya dengan alam yang hanya tampak di layar, namun sebenarnya
mendeskripsikan realitas kehidupan manusia.
Di antara layanan yang diberikan internet yang dikenal dan umum
dilakukan antara lain:
1. E-Commerce, contoh paling umum dari kegiatan ini adalah aktivitas transaksi perdagangan umum melalui sarana internet. Dengan
memanfaatkan E-Commerce, para penjual (merchant) dapat menjajakan
produknya secara lintas negara, hal ini karena sifat internet sendiri yang
melintasi batas negara. Transaksi dapat terjadi secara real time di mana
saja, asal terhubung dengan internet. Umumnya transaksi melalui sarana
suatu situs web yang dalam hal ini berlaku sebagai semacam etalase
bagi produk yang dijajakan. Dari situs ini pembeli dapat melihat barang
yang ingin dibeli, lalu bila tertarik dapat melakukan transaksi dan
seterusnya.
2. E-Banking, hal ini diartikan sebagai aktivitas perbankan di dunia maya
(virtual) melalui sarana internet. Layanan ini memungkinkan pihak
bank dan nasabah bank dapat melakukan berbagai jenis transaksi
perbankan melalui sarana internet, khususnya via web. Lewat sarana internet seseorang dapat melakukan pengecekan saldo tabungan,
transfer dana antar rekening hingga melakukan pembayaran tagihan dan
lain sebagainya.
3. E-Government, ini bukan merupakan pemerintahan model baru yang berbasiskan dunia internet, tapi merupakan pemanfaatan teknologi
commit to user
layanan publik dapat menggunakan sarana ini. Dengan membuat suatu
situs tertentu pemerintah dapat memberikan informasi tentang
kebijakan pemerintah mulai regulasi sampai program-program sehingga
dapat diketahui publik yang mengaksesnya. Dalam kerangka demokrasi
dan untuk mewujudkan clean government dan good governance ini tentu sangat menarik sekali.
4. E-Learning, istilah ini didefinisikan sebagai sekolah di dunia maya (virtual). Definisi e-learning sendiri sesungguhnya sangat luas, bahkan
sebuah portal informasi tentang suatu topik juga dapat tercakup dalam
e-learning ini. Namun pada prinsipnya istilah ini ditujukan pada usaha untuk membuat transformasi proses belajar mengajar di sekolah dalam
bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet (My Personal
Library Online, tt.)
b. Sejarah Internet
Sejarah dan perkembangan internet tidak bisa dilepaskan dari perang
dingin antara Uni Soviet (USSR) dan Amerika Serikat yang mulai
mengemuka sejak usainya Perang Dunia II (Agus Rahardjo, 2002: 61).
Perkembangan teknologi komputer seiring dengan perkembangan
teknologi di bidang teknologi telekomunikasi, pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya perpaduan antara kedua bidang teknologi
tersebut (Al Wisnubroto, 1999: 34). Perpaduan keduanya membentuk
piranti baru yang dikenal dengan nama internet. Pada intinya, internet
merupakan jaringan komputer yang terhubung satu sama lain melalui
media komunikasi, seperti kabel telepon, serat optik, satelit atau
gelombang frekuensi (Agus Raharjo, 2002: 59).
Cikal bakal internet yang dikenal saat ini, pertama kali
dikembangkan pada tahun 1969 oleh Departemen Pertahanan Amerika
Serikat dengan nama ARPAnet (US Defence Advanced Research Project
commit to user
di satu titik yang dipandang rawan untuk dihancurkan bila terjadi
peperangan. Dengan cara ini diharapkan apabila satu jaringan terputus,
maka jalur yang melalui jaringan tersebut dapat secara otomatis
dipindahkan ke saluran lainnya (My Personal Library On Line, tt).
Pada awalnya internet hanya menawarkan layanan berbasis teks saja
meliputi remote access, e-mail/mesagging, maupun diskusi melalui news group (usenet). Layanan berbasis grafis seperti www saat itu masih belum ada (My Personal Library On Line, tt).
Perkembangan Sejarah internet dapat dibagi dalam empat aspek yaitu:
1. Adanya aspek evolusi teknologi yang dimulai dari riset packet switching (paket pensaklaran) ARPAnet (berikut teknologi perlengkapannya) yamg pada saat itu dilakukan riset lanjutan untuk
mengembangkan wawasan terhadap infrastruktur komunikasi data
yang meliputi beberapa dimensi seperti skala,
performance/kehandalan, dan kefungsian tingkat tinggi.
2. Adanya aspek pelaksanaan dan pengelolaan sebuah infrastruktur yang
global dan kompleks.
3. Adanya aspek sosial yang dihasilkan dalam sebuah komunitas
masyarakat besar yang terdiri dari para Internauts yang bekerja sama
membuat dan mengembangkan terus teknologi ini.
4. Adanya aspek komersial yang dihasilkan dalam sebuah perusahaan
ekstrim namun efektif dari sebuah penelitian yang mengakibatkan
terbentuknya sebuah infrastruktur informasi yang besar dan berguna.
Internet sekarang sudah merupakan sebuah infrastruktur informasi
global (widespread information infrastructure), yang awalnya disebut “the National (atau Global atau Galactic) Information Infrastructur” di Amerika Serikat. Sejarahnya sangat kompleks dan mencakup
banyak aspek seperti teknologi, organisasi dan komunitas. Dan
pengaruhnya tidak hanya terhadap bidang teknik komunikasi
commit to user
yang sekarang kita lakukan yaitu kita banyak mempergunakan
alat-alat bantu on line.
Indonesia baru bisa menikmati layanan internet komersial pada
sekitar tahun 1994. Sebelumnya, beberapa perguruan tinggi seperti
Universitas Indonesia telah terlebih dahulu tersambung dengan jaringan
internet melalui gateway yang menghubungkan universitas dengan
network di luar negeri.
Dunia maya ini juga memiliki aturan (kelaziman) yang kita
definisikan bersama. Aturan ini ada yang sama dan ada yang berbeda
dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan hukum-hukum fisika
tidak berlaku di dunia ini. Dua orang yang secara fisik berada di tempat
yang jaraknya ribuan kilometer dapat berada di ruang virtual yang sama. Aturan yang sama antara lain sopan santun dan etika berbicara (menulis),
meskipun kadang-kadang disertai dengan implementasi yang berbeda.
Misalnya ketika kita menuliskan email dengan huruf besar semua, maka
ini menandakan kita sedang marah. Sama ketika kita berbicara dengan
berteriak-teriak, maka kita dianggap sedang marah (padahal mungkin saja
karakter kita memang begitu). Semua ini memiliki aturan yang
didefinisikan bersama.
Hal itu mengisyaratkan bahwa dunia maya yang dibangun atau
dikontruksi melalui jaringan internet dapatlah membangun daya rangsang
dan emosi besar penggunanya. Di satu sisi, pengguna internet dapat
memenuhi kepuasan psikologisnya ketika problem yang dihadapinya dapat
diselesaikan dengan jasa internet. Di sisi lain, mereka dapat memilih
informasi yang sekedar memuaskannya, meskipun di beberapa hal bertolak
belakang dengan norma hukum dan agama.
Internet telah mengkontruksi dunia maya, yang sebenarnya (dalam
praktiknya) menjadi dunia tanpa batas, dunia kebebasan, yang bisa
dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapapun. Manusia yang
menggunakannya disediakan ruang sebebas-bebasnya, ibarat konsumen
commit to user
Pengguna internet di Indonesia saat ini diperkirakan baru mencapai
15 juta orang. Mereka inilah “penduduk maya” atau netizen Indonesia. Jumlah ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlah pengguna internet di
negara lain yang jumlah penduduknya juga banyak. Namun jumlah yang
sedikit ini memiliki keuntungan di mana kita dapat mulai menata aturan
dunia cyber Indonesia ini dengan baik. Tidak ada alasan bahwa penataan tidak dapat dilakukan karena jumlah peduduknya sudah banyak, seperti
yang kita alami di dunia nyata di Indonesia. Banyak yang mengatakan
bahwa Singapura lebih mudah ditata karena jumlah penduduknya lebih
sedikit.
Internet telah membuat revolusi baru dalam dunia komputer dan
dunia komunikasi yang tidak pernah diduga sebelumnya. Beberapa
penemuan telegram, telepon, radio dan komputer merupakan rangkaian
kerja ilmiah yang menuntun menuju terciptanya internet yang lebih
terintegrasi dan lebih berkemampuan daripada alat-alat tersebut. Internet
mempunyai kemampuan penyiaran ke seluruh dunia, memiliki mekanisme
diseminasi informasi, dan sebagai media untuk berkolaborasi dan
berinteraksi antara individu dengan komputernya tanpa dibatasi oleh
kondisi geografis.
Internet merupakan sebuah contoh paling sukses dari usaha investasi
yang tak pernah henti dan komitmen untuk melakukan riset berikut
pengembangan infrastruktur teknologi informasi. Dimulai dengan
penelitian packet switching (paket pensklaran), pemerintah, industri dan para civitas academica telah bekerja sama berupaya mengubah dan menciptakan teknologi baru yang menarik ini.
2. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti
Alat bukti adalah alat yang digunakan untuk dapat meyakinkan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan harus dapat membuktikan bahwa
terdakwa benar-benar bersalah. Dalam Pasal 183 KUHAP dijelaskan bahwa
commit to user
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya. Dari rumusan pasal diatas jelaslah bahwa keberadaan alat bukti
mutlak harus ada dalam sebuah kasus pidana. Jika tidak ada alat bukti, maka
hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang. Bahkan disebutkan
dalam pasal diatas harus ada minimal dua alat bukti.
Dalam teori pembuktian, KUHAP menggunakan sistem negatif Wettelijk
yaitu hakim terikat pada alat bukti minimum ditambah keyakinan hakim. Alat
bukti di sini terikat pada apa yang ditentukan oleh undang-undang. Istilah
negatif Wettelijk adalah berdasarkan undang-undang sedang negatif artinya
bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan
undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman, sebelum ia
yakin akan kesalahan terdakwa.
Mengenai alat bukti yang sah disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)
KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa. Benda sitaan adalah semua benda yang berada dalam
penyitaan termasuk benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud yang dimaksudkan untuk kepentingan pembuktian. Barang bukti
ialah benda sitaan yang dipakai dan digunakan sebagai alat bukti dalam
penyidikan dan penuntutan.
Sekiranya dalam suatu penyidikan kepentingan pembuktian atas benda
sitaan harus dikembalikan dalam status semula sebagaimana sebelum disita,
juga bila dalam penyidikan ternyata perkara dihentikan penyidikannya, maka
benda sitaan yang tidak jadi dijadikan barang bukti harus dikembalikan dalam
status semula. Proses penyitaannya dicabut dan benda sitaan dikembalikan
kepada siapa barang tersebut dahulu disita.
Demikian pula apabila benda sitaan tersebut dijadikan barang bukti di
persidangan, akan tetapi menurut keyakinan hakim tidak termasuk dalam alat
pembuktian (Pasal 184 ayat (1) KUHAP), maka benda sitaan tersebut dalam
putusan harus dikembalikan kepada terdakwa atau dari siapa benda itu disita.
commit to user
tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh
dari tindak pidana sebagai hasil dari tindak pidana; benda yang telah digunakan
secara langsung untuk melakukan tindak pidana untuk mempersiapkannya;
benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;
benda yang khusus dibuat dan diperuntukkan melakukan tindak pidana; benda
lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang
dilakukan.
Selanjutnya Pasal 39 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa benda yang
berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit juga dapat disita
untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana,
sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1). Dalam hubungan pengertian barang
bukti dikaitkan dengan alat bukti (Pasal 184 ayat (1) KUHAP) maka barang
bukti adalah merupakan salah satu alat bukti yang digunakan untuk
memperoleh keyakinan akan terjadinya sesuatu tindak pidana. Contoh rumah,
tanah, mobil, pisau, senjata api dapat diklasifikasikan atau dimasukkan dalam
alat bukti petunjuk. Adapun dokumen, surat-surat, kuitansi, BPKB, STNK, dan
lainnya yang sejenis dapat diklasifikasi dan dimasukkan dalam alat bukti surat.
Cyber Crime, khususnya kejahatan terhadap program komputer adalah
jenis tindak pidana yang sulit dideteksi. Tidak seperti kejahatan konvensional
biasa, korban kejahatan pada umumnya tidak menyadari bahwa ia telah
menjadi korban. Walau mengetahui telah menjadi korban, umumnya tidak
melaporkan karena beranggapan bahwa hukum yang ada belum dapat menjerat
pelaku, kurangnya pengetahuan aparat hukum mengenai perkembangan
teknologi sehingga kurang dapat mengantisipasi perkembangan kejahatan ini,
juga karena menganggap pembuktian telah terjadi kejahatan di depan
pengadilan sangatlah sulit.
Untuk membuktikan, apakah benar terdakwa bersalah, atau untuk
mencari kebenaran materiil, diperlukan suatu pemeriksaan di depan
pengadilan. Hal ini sesuai tujuan hukum acara pidana berdasarkan pelaksanaan
KUHAP bahwa: “Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan
commit to user
selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari
siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum,
dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menemukan, apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan
apakah orang yang didakwa itu yang dapat dipersalahkan.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) memungkinkan penahanan langsung apabila ada pihak
yang merasa mengalami penghinaan atau pencemaran nama baik. Penahanan
dimungkinkan tanpa ada proses pengadilan maupun pembuktian terlebih
dahulu. Dalam UU ITE, seseorang bisa didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3,
didakwa berupa hukuman penjara selama 6 tahun dan denda Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Hari itu juga orang tersebut bisa
langsung ditahan tanpa ada proses persidangan.
3. Tinjauan Umum tentang Cyber Crime
Cyber crime bisa diartikan sebagai tindakan yang merugikan orang lain, atau pihak-pihak tertentu yang dilakukan pada media digital atau dengan
bantuan perangkat-perangkat digital.
Bila dicari padanan katanya di dalam Bahasa Indonesia, ‘cyber crime’
dapat diartikan sebagai ‘kejahatan siber’. Hal ini sesuai dengan istilah yang
digunakan oleh Ahmad M. Ramli untuk mengartikan ‘cyber law’, yang
padanan katanya ‘hukum siber’. Namun ada juga pakar yang mengidentikkan
istilah cyber dengan dunia maya. Sehingga mereka menggunakan istilah ‘kejahatan mayantara’ atau ‘kejahatan dunia maya’. Penggunaan istilah dunia
maya ini akan menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan
penegakkan hukumnya. Karena para penegak hukum akan kesulitan untuk
membuktikan suatu persoalan yang maya.
Hingga saat ini terdapat beragam pengertian mengenai kejahatan siber.
commit to user
seperti apa kejahatan siber itu, yakni; kejahatan siber adalah kejahatan yang
lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet (Ari Juliano
Gema, 2000: 20).
Kejahatan siber adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan
pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki
karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi mengandalkan
kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi
yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet (Indra Safitri, 2002: 14).
Dari pengertian di atas, cyber crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai
sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan
ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik kejahatan
siber adalah :
1. Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan
teknologi informasi tanpa batas.
2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat
keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu
teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.
3. Perbuatan tersebut merugikan dan menimbulkan ketidaktenangan di
masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat.
4. Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara, sehingga melibatkan lebih
dari satu yurisdiksi hukum.
Pada dasarnya, tindakan, perilaku dan perbuatan yang termasuk dalam kategori
cyber crime ini dan sering kita temui adalah :
a. Penipuan finansial melalui perangkat komputer dan media komunikasi
digital.
b. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital, data-data milik orang lain
dan jaringan komunikasi data.
commit to user
d. Penetrasi terhadap sistem komputer dan jaringan, sehingga menyebabkan
privasi terganggu atau gangguan pada fungsi komputer yang anda gunakan
(denial of service).
e. Para pengguna internal sebuah organisasi melakukan akses-akses ke server
tertentu atau ke internet yang tidak diijinkan oleh peraturan organisasi.
f. Menyebarkan virus worm, backdoor, trojan pada perangkat komputer
sebuah organisasi yang mengakibatkan terbukanya akses-akses bagi
orang-orang yang tidak berhak.
g. Penyebaran pornografi yang dapat merusak moral serta masa depan
generasi muda.
Meski Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cyber crime pada
tahun 2004, akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah
banyak. Dalam hal ini angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun
oleh POLRI juga bukan data yang berasal dari investigasi POLRI, sebagian
besar data tersebut berupa laporan dari para korban. Ada beberapa sebab
mengapa penanganan kasus cyber crime di Indonesia tidak memuaskan :
1. Cyber crime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cyber crime. Dengan
kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum
masih lemah.
2. Ketersediaan dana atau anggaran untuk peralihan SDM sangat minim
sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka
mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.
3. Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan
waktu dan biaya besar. Pada kasus Dani Firmansyah yang menghack situs
KPU, POLRI harus membawa harddisk ke Australia untuk meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut.
4. Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah
dilakukan. Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk
commit to user
5. Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini
dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, faktor lain
adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui
oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.
Upaya penanganan cyber crime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai
sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan
undang-undang yang mengatur cyber crime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki
kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi
sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan
pembentukan hukum tersebut.
Konferensi Kejahatan di Dunia Maya Dewan Eropa, yang dibentuk pada
1 Juli, meminta agar negara-negara peserta penandatanganan meloloskan
undang-undang senada dan bekerja sama secara erat dengan peserta lainnya.
Sejauh ini ada 30 negara menandatangani konvensi yang menggalang Hukum
Internasional untuk memerangi kejahatan dunia maya, namun hanya delapan
yang menerapkan peraturan tersebut dalam undang-undang nasionalnya.
Menurut laporan Dewan Uni Eropa, diperkirakan terdapat sekitar 600 juta
pengguna internet pada 2002, dua kali lebih banyak dibanding 1999. Kejahatan
di internet diperkirakan telah mengakibatkan kerugian sekitar 150 miliar
hingga 200 miliar Euro (180 miliar Dolar AS) pada 2003.
Computer crimes are requiring law enforcement departments in general and criminal investigators in particular to tailor an increasing amount of their efforts toward successfully identifying, apprehending, and assisting in the successful prosecution of perpetrators. “Computer Crime Investigations in the United States: Leveraging Knowledge from the Past to Address the Future”, by Hinduja, outlines the key research findings in the area of traditional American criminal investigations. Similarities and differences between traditional and computer crime investigations are presented and consequent inferences are discussed. (Thomas, D. and Loader, B, 2000:3)
commit to user
upaya keberhasilan mengidentifikasi, menahan, dan membantu dalam keberhasilan penuntutan pelaku:. "Komputer Investigasi Kejahatan di Amerika Memanfaatkan Pengalaman dari terakhir untuk Alamat "Masa Depan, oleh Hinduja, menguraikan temuan penelitian utama di bidang investigasi kriminal tradisional Amerika. Persamaan dan perbedaan antara komputer kejahatan penyelidikan dan tradisional disajikan dan kesimpulannya dibahas secara konsekuen. (Thomas, D. dan Loader, B, 2000:3).
Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang
berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini dikelompokkan dalam
beberapa bentuk sesuai dengan modus operandi yang ada, antara lain :
a. Unautorized Access to Computer System and Services
Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu
sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa
sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.
Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase
ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga
yang melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk mencoba
keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi.
Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi
internet/intranet.
b. Illegal Contents
Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet
tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis dan dapat dianggap melanggar
hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan
suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau
harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau
pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan
propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.
c. Data Forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen
penting yang tersimpan sebagai scripless document melalui internet.
Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce
commit to user
menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan
nomor kartu kredit yang dapat saja disalahgunakan.
d. Cyber Espionage
Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki
sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen
ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem yang
computerized (tersambung dalam jaringan komputer). e. Cyber Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan
dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus computer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan
komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau
berjalan sebagaimana dikehendaki oleh pelaku.
f. Offense Against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki
pihak lain di internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan pada web page
suatu situs milik orang lain secara illegal, penyiaran suatu informasi di
internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan
sebagainya.
g. Infringements of Privacy
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang
yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara
computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materiil maupun immaterial, seperti nomor kartu kredit,
nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.
Jaringan luas komputer rumah tanpa disadari para pemiliknya disewakan
commit to user
tipuan) dan penyabot digital. Terminal-terminal jaringan telah terinfeksi virus
komputer, yang mengubah komputer menjadi “zombi” (budak-budak yang
tunduk pada perintah pengendali tak terlihat dan berwatak jahat). Dengan
menghubungkan semua terminal tersebut, mereka menghasilkan jaringan
zombie PC (Personal Computer – komputer pribadi) sangat berpengaruh, yang
disebut para pakar sebagai “botnet”.
Banyak peran yang bisa dimainkan komputer. ‘Si mesin pintar’ ini dapat
berfungsi sebagai mesin ketik andal yang mudah diedit, menyimpan data atau
tulisan, membantu perhitungan atau analisis suatu masalah, tempat bermain
semua jenis permainan (game) dari yang lucu-lucu hingga serius seperti main
perang-perangan. Dan terakhir bisa sebagai ‘aktor pencurian’ uang dalam
jumlah besar. Untuk peran terakhir ini, komputer bahkan telah mengambil alih
fungsi pistol sebagai senjata ideal, seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku
kejahatan di internet yang mengambil uang