• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI

DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME

ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

ALISTYA AJI PRATAMA

NIM. E0006065

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI

DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME

ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001

oleh :

ALISTYA AJI PRATAMA NIM. E0006065

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, 7 Maret 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,

EDY HERDYANTO, S.H., M.H. MUH. RUSTAMAJI, S.H.,M.H.

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI

DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME

ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001

oleh :

ALISTYA AJI PRATAMA

NIM. E 0006065

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan

Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Selasa

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : ALISTYA AJI PRATAMA

NIM : E 0006065

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) berjudul

STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI

PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN

TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001, adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam Penulisan Hukum (Skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan

hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 7 Maret 2011 yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

v ABSTRAK

ALISTYA AJI PRATAMA, E0006065. 2011. STUDI KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara mendalam mengenai pengaturan alat bukti dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001. Dari hasil telaah itulah akan menjadi dasar bagi penulis untuk mengetahui pengaturan alat bukti dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif yang bertujuan untuk menemukan jawaban atas isu hukum mengenai pengaturan alat bukti dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime. Dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Jenis bahan hukum yang penulis gunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara studi pustaka yaitu dengan pengumpulan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder diklarifikasi menyesuaikan dengan masalah untuk kemudian dibahas, dipaparkan, dan untuk selanjutnya dianalisis dengan teknik silogisme untuk membangun logika hukum.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, pertama pengaturan alat bukti cyber crime dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta alat bukti berupa informasi elektronik, sedangkan dalam The Australian Cyber Crime Act Of 2001 adalah tampilan data komputer, modifikasi data komputer dan informasi elektronik. Kedua, sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah mencakup sanksi pidana penjara beserta denda yang harus dibayarkan oleh pelaku, sedangkan dalam The Australian Cyber Crime Act Of 2001 hanya mencakup sanksi pidana penjara saja sedangkan dendanya diserahkan kepada hakim yang menangani tindak pidana cyber crime.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

ALISTYA AJI PRATAMA, E0006065. 2011. COMPARISON STUDY SETTING TOOL AND EVIDENCE OF CRIMINAL SANCTIONS AGAINST CYBER CRIME BETWEEN BUSINESS LAW NUMBER 11 OF 2008 ON INFORMATION AND ELECTRONIC TRANSACTIONS AND THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001. FACULTY OF LAW, UNIVERSITY OF SEBELAS MARET.

This study aimed to know in depth about the setting of evidence and criminal sanctions against perpetrators of cyber crime perpetrators in Law Number 11 Year 2008 About the Information and Electronic Transactions and The Australian Cyber Crime Act Of 2001. From the results of its review it will be the basis for the writer to know the settings of evidence and criminal sanctions against perpetrators of cyber crime.

This research is a normative laws that are prescriptive in order to find answers to legal issues regarding the administration of evidence and criminal sanctions against perpetrators of cyber crime. By using the approach of legislation and conceptual approaches. Type of legal materials that I use is the primary law materials and secondary legal materials. Collection techniques of legal materials is done by way of literature study is to collect legal materials of primary and secondary legal materials clarified adjust with the problem to be discussed, presented, and then analyzed with a technique to build the logic of the law of syllogism.

Based on the results of research and discussion of the resulting conclusions, the first cyber crime evidence setting in Act No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transaction is evidence in the investigation, prosecution and examination before the court and evidence in the form of electronic information, whereas in The Australian Cyber Of Crime Act 2001 is the display of computer data, modification of computer data and electronic information. Second, criminal sanctions against perpetrators of cyber crime in Act No. 11 of 2008 on Information and Electronic Transaction includes the following imprisonment sanctions and fines to be paid by the perpetrator, while in The Australian Cyber Crime Act Of 2001 only includes criminal sanctions alone while in prison penalties handed over to the judges who handle criminal cyber crime.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu

sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya atau

miskin, maka Allah lebih tahu kebaikannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu

karena ingin menyimpang dari kebenaran.

(Q.S. An-Nisa ayat 135)

Tinta bagi seorang pelajar lebih suci nilainya daripada darah seorang martir

(H. R. Muslim)

Sebaik-baiknya manusia, adalah yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain”

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

My special thanks to…

Penulis dengan sepenuh hati mempersembahkan karya ini kepada :

1. Specially untuk Ibuku Harjanti dan Bapakku Suryanto, karya ini aku

persembahkan spesial untuk kalian, terkhusus yang telah membimbing

penulis dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, mendoakan, mendidik,

dan mencurahkan segalanya demi terwujudnya segala hal yang terbaik bagi

diri penulis, yang semua itu tak akan habis diungkapkan dengan kata-kata, tak

dapat tergantikan, dan tak ternilai dengan apapun. Kalianlah orang tua juara

satu.

2. Adikku Aline Novita Dewi dan adikku yang paling kecil Zaidan Naufal

Arrafi aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kalian dan aku selalu

menyayangi kalian.

3. Untuk Bulek Tanti aku ucapkan terima kasih sekali karena telah dipinjami

printer.

4. Sahabat-sahabatku Adi Kucluk, Erik, Doyok, Juni, Ahimsa, Haris, Rudi,

Didit, Fajar, Shanahan, Faryd, Zaki, Andria Luhur, Adi Bedu, Pras, Nila,

Tina, Sopek, Dawud, Dimas terima kasih untuk waktunya selama ini kawan,

jangan lupakan saya bila kita semua sukses nanti.

5. Untuk sahabat terbaikku Oki, Amo, Rio J, Tyan semoga kalian selalu sukses.

6. Kawan-kawanku ”Sensor Club” Rian, Andi Benjol, Jaming, Pak Bakir, Rizal

Bejo, Mas Gogo, Pakde Riyono, Pak Lurah Desa Merbung yang selalu ikut

badminton.

7. Kawan-kawanku angkatan 2006 Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret

untuk semuanya terima kasih sekali.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan segala karunia, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini dengan judul : “STUDI

KOMPARASI PENGATURAN ALAT BUKTI DAN SANKSI PIDANA

TERHADAP PELAKU CYBER CRIME ANTARA UNDANG-UNDANG

NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK DAN THE AUSTRALIAN CYBER CRIME ACT OF 2001”.

Penulisan Hukum ini bertujuan untuk melengkapi tugas akhir sebagai persyaratan

guna meraih gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Penulisan Hukum (Skripsi)

ini tidak terlepas dari dukungan serta bantuan yang telah diberikan oleh berbagai

pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala karunia hidup serta nikmat keimanan

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan

tinggi ini.

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga

akhir jaman.

3. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Adriana Grahani Firdausy, S.H, M.H., selaku Pembimbing Akademik

penulis di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Edy Herdyanto, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Acara Fakultas

(10)

commit to user

x

Pembimbing Pertama dalam Penulisan Hukum ini, yang telah memberikan

bimbingan, nasehat, semangat, arahan, bantuan.

6. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Kedua

Penulisan Hukum ini, yang telah memberikan masukan serta bimbingannya.

Terima kasih atas segala kemudahan dan bantuan yang sangat penulis

butuhkan dan selalu menyempatkan maupun meluangkan waktu untuk penulis

berkonsultasi dengan tangan terbuka.

7. Bapak Bambang Santosa, S.H., M.Hum. selaku ketua dewan penguji yang

telah mamberikan masukan saran dan kritik untuk penulisan hukum ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu, terima kasih penulis haturkan, atas ilmu yang telah

diberikan pada penulis.

9. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang

telah diberikan.

10. Seluruh keluarga, terima kasih untuk semua doa, perhatian, kasih sayang dan

peluh harap yang diberikan.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun dan

menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) ini yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum (Skripsi) ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis dengan besar hati menerima kritik dan

saran yang membangun. Semoga Penulisan Hukum (Skripsi) ini bermanfaat bagi

diri pribadi penulis maupun para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surakarta, 7 Maret 2011 Penulis

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……… iii

HALAMAN PERNYATAAN……….. iv

ABSTRAK………... v

ABSTRACT……….. vi

MOTTO………. vii

PERSEMBAHAN………. viii

KATA PENGANTAR……….. ix

DAFTAR ISI………. xi

DAFTAR GAMBAR ………. xiii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

A. Latar Belakang………. 1

B. Rumusan Masalah……… 4

C. Tujuan Penelitian……….. 5

D. Manfaat Penelitian……… 5

E. Metode Penelitian………. 6

F. Sistematika Penulisan Hukum……….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 11

A. Kerangka Teori……….……… 11

1. Tinjauan Umum Tentang Internet……….. 11

a). Pengertian Internet……… 11

b). Sejarah Internet………. 15

2. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti……….……… 18

3. Tinjauan Umum Tentang Cyber Crime...……… 21

(12)

commit to user

xii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 31

A. Pengaturan Alat Bukti Cyber Crime Antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001………. 31

B. Pengaturan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Cyber Crime Antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001………... 43

BAB IV PENUTUP………... 57

A. Simpulan……….. 57

B. Saran……… 58

DAFTAR PUSTAKA………... 60

(13)

commit to user

xiii

[image:13.595.168.436.237.498.2]

DAFTAR GAMBAR

(14)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang merupakan hasil dari budaya manusia di samping

membawa dampak positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan

umat manusia ternyata membawa dampak negatif terhadap perkembangan dan

peradaban manusia tersebut. Dampak negatif yang dimaksud adalah yang

berkaitan dengan dunia kejahatan. Semakin maju kehidupan masyarakat, maka

kejahatan juga ikut semakin maju. Kejahatan juga menjadi sebagian dari hasil

budaya tersebut. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat budaya dan semakin

modern suatu bangsa, maka semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk,

sifat dan cara pelaksanaannya (Abdul Wahid, 2000: 16).

Teknologi sebagaimana digambarkan Mc Luhan dalam bukunya

“Understanding of Media, The Extension of Man”, merupakan media yang

mampu mengantarkan kecepatan arus informasi menembus batas antar negara.

Ironis, karena kecanggihan teknologi tersebut tidak saja berguna untuk

kemaslahatan manusia. Nyatanya, perkembangan teknologi juga seringkali

dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan untuk mempermudah kejahatannya (Ari

Juliano Gema, 2000: 45) .

Pernyataan tersebut semakin membenarkan “wajah ganda” teknologi, yang

di satu sisi dapat menjadi alat dan pertanda bagi kemajuan masyarakat secara

positif, namun di sisi lain dapat menjadi alat yang canggih dalam mempermudah

dan memperluas berbagai bentuk perbuatan melanggar hukum dan hak-hak asasi

manusia (HAM). Dapat disaksikan betapa dahsyatnya senjata-senjata mutakhir,

yang dikategorikan sebagai teknologi perang, mempunyai kekuatan yang

sedemikian cepat dan meluas, sehingga ribuan penduduk dalam suatu negara bisa

dibasmi dengan sekejap. Apa yang disebut dengan kejahatan “pembersihan etnis”

(genocide) bukan hanya ada di alam maya, tetapi benar-benar sudah ada di alam

nyata, yang cukup dilakukan oleh satu pleton tentara dengan senjata bio-teknologi

(15)

commit to user

nasabah sebuah bank yang “dirampok” (dikuras habis) oleh seseorang dengan

modus operandi memanfaatkan teknologi komputer.

Sebagaimana diketahui bersama bahwa perkembangan teknologi itu sangat

berpengaruh terhadap sikap tindak dan sikap mental setiap anggota masyarakat.

Kemajuan yang dicapai di bidang teknologi akan mempengaruhi pula perubahan

di dalam kehidupan masyarakat. Setiap masyarakat itu akan selalu berubah dari

masa ke masa. Makin besar pengaruh dari lingkungannya akan semakin pesat pula

perubahan di dalam masyarakat itu sendiri, baik perubahan yang bersifat positif

maupun negatif (Andi Hamzah ,1992: 24).

Perubahan yang mengarahkan pada sisi negatif itu, diingatkan pula oleh

Slouka, “teknologi-teknologi baru itu menciptakan implikasi sosial, gugatan

teknis, dan resiko yang belum pernah ada sebelumnya. Semua ini adalah rekayasa

genetika versi budaya. Hanya saja dalam percobaan ini diri kitalah yang

berpotensi menjadi hibrida baru, menjadi tikus percobaan di laboratorium” (Otje

Salman dan Anthon F. Susanto, 2004: 6).

Pendapat tersebut sudah memperingatkan tentang fungsi teknologi sebagai

alat perubahan. Kemampuannya untuk mendukung perubahan memang sudah

diakui, tetapi kemampuannya untuk mendukung terjadinya dan menguatnya

perkembangan kejahatan juga tidak bisa diingkari.

Teknologi telekomunikasi telah membawa manusia kepada suatu peradaban

baru dengan struktur sosial beserta tata nilainya. Artinya, masyarakat berkembang

menuju masyarakat baru yang berstruktur global yang mengkondisikan

sekat-sekat negara mulai memudar. Sistem tata nilai dalam suatu masyarakat berubah,

dari yang bersifat lokal-partikular menjadi global-universal. Hal ini pada akhirnya

akan membawa dampak pada pergeseran nilai, norma, moral dan kesusilaan.

Pada perkembangannya, dengan ditemukannya komputer sebagai produk

ilmu pengetahuan dan teknologi, terjadilah konvergensi antara teknologi

telekomunikasi, media dan komputer. Konvergensi antara teknologi komunikasi,

(16)

commit to user

Melalui kemutakhiran Internet inilah memberikan sesuatu yang sama sekali baru

pada umat manusia.

Dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, internet seakan-akan

menjadi tempat perpindahan realitas kehidupan, dari kehidupan nyata ke

kehidupan maya. Hal ini dapat dipahami, dikarenakan dengan internet aktivitas

yang sulit dilakukan di dunia nyata dapat dengan mudah dilakukan di dunia maya.

Seseorang yang ingin membeli barang tidak perlu datang ke tempat penjual

untuk melihat barang yang akan dibeli atau orang yang gemar belanja tidak perlu

susah payah ke mal, tapi cukup di depan komputer yang tersambung jaringan

internet (di mana saja) dengan menekan tuts-tuts pada komputer terlihatlah barang

yang diinginkan. Selanjutnya bila tertarik dapat dilakukan transaksi dengan

memasukkan nomor kartu kredit beserta alamat rumah. Langsung barang dikirim,

sangat mudah. Aktivitas di dalam internet dapat menjangkau seluruh belahan

bumi dengan melampaui batas-batas negara. Sesuatu yang dalam dunia nyata jauh

dari jangkauan, dalam dunia maya dapat dihadirkan.

Kemajuan teknologi yang merupakan hasil budaya manusia di samping

membawa dampak positif, dalam arti dapat didayagunakan untuk kepentingan

umat manusia juga membawa dampak negatif terhadap perkembangan manusia

dan peradabannya. Dampak negatif yang dimaksud adalah yang berkaitan dengan

dunia kejahatan. J.E. Sahetapy telah menyatakan dalam tulisannya, bahwa

kejahatan erat dan bahkan menjadi sebagian dari hasil budaya itu sendiri. Ini

berarti semakin tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka

semakin modern pula kejahatan itu dalam bentuk, sifat dan cara pelaksanaannya

(Abdul Wahid, 2002: 21).

Salah satu kejahatan yang ditimbulkan oleh perkembangan dan kemajuan

teknologi informasi atau telekomunikasi adalah kejahatan yang berkaitan dengan

aplikasi internet. Kejahatan ini dalam istilah asing sering disebut dengan cyber crime.

Cyber crime merupakan salah satu bentuk atau dimensi baru dari kejahatan masa kini yang mendapat perhatian luas di dunia internasional. Volodymyr

(17)

commit to user

sebutan lainnya yang cukup dikenal diberikan kepada jenis kejahatan baru ini di

dalam berbagai tulisan, antara lain, sebagai kejahatan dunia maya (cyber

space/virtual space offence), dimensi baru dari high tech crime, dimensi baru dari transnational crime, dan dimensi baru dari white collar crime. Cyber crime juga merupakan salah satu sisi gelap dari kemajuan teknologi yang mempunyai

dampak negatif sangat luas bagi seluruh bidang kehidupan modern saat ini (Barda

Nawawi Arief, 2006: 257).

Dengan dikeluarkannya dan diberlakukannya pengaturan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka

pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik

harus terus dikembangkan melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya

sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara aman untuk mencegah

penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai agama, sosial, dan budaya

masyarakat Indonesia, serta untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh

persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan demi

kepentingan nasional. Konsep Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 demikian,

selanjutnya diperbandingkan dengan produk hukum cyber crime di Australia. Hal

demikian diangkat karena penulis tertarik dengan pengaturan cyber crime di Australia yang penulis anggap lebih lengkap pengaturan alat buktinya daripada di

Indonesia. Tetapi untuk pengaturan sanksi pidananya lebih lengkap di Indonesia

karena telah mencantumkan pidana denda sedangkan di Australia tidak

dicantumkan.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian dimaksudkan untuk

mempermudah penulis dalam membatasi masalah yang akan diteliti sehingga

tujuan dan sasaran yang akan dicapai menjadi jelas, terarah dan mendapatkan

hasil yang diharapkan. Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan

sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan untuk dikaji lebih rinci. Adapun

beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian hukum ini adalah sebagai

(18)

commit to user

1. Bagaimanakah pengaturan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001 ?

2. Bagaimana pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001 ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka ada suatu tujuan yang

hendak dicapai dalam suatu penelitian. Oleh karena itu dalam penyusunan

penelitian ini tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pengaturan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The

Australian Cyber Crime Act Of 2001.

b. Untuk mengetahui pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memenuhi syarat akademis guna memperoleh gelar Strata Satu

dalam bidang Ilmu Hukum pada Universitas Sebelas Maret.

b. Mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran dan pengetahuan

untuk lebih meningkatkan dan mendalami berbagai teori yang penulis

dapat selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret.

D. Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dapat tercapai.

(19)

commit to user 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan karya ilmiah

dalam perkembangan bidang ilmu hukum pada umumnya, dan Hukum

Acara Pidana pada khususnya, yang utamanya berkaitan dengan alat bukti

dan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime baik di Indonesia maupun di Australia.

b. Penelitian ini diharap memperbanyak wawasan dan pengalaman serta

pengetahuan, dan sebagai bahan untuk mengadakan penelitian yang sejenis

berikutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharap memberikan jawaban atas masalah yang menjadi

pokok bahasan penelitian ini.

b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran dan pola kritis

bagi pihak terkait, dan berkenaan dengan memberikan solusi terhadap

kejahatan cyber crime yang terjadi.

E. Metode Penelitian

Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu faktor yang

penting dalam menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan

dibahas, dimana metode merupakan cara utama yang akan digunakan untuk

mencapai tingkat ketelitian yang dihadapi. Dalam penulisan hukum ini digunakan

metode penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan penelitian judul dan rumusan masalah, penelitian ini

termasuk dalam kategori penelitian hukum normatif atau doktrinal.

Hutchinson mendefinisikan penelitian hukum doktrinal sebagai berikut,

“Doctrinal Research : Research which provides a systematic exposition of the rules governing a particular legal category, analyses the relationship

(20)

commit to user

Penelitian doktrinal adalah penelitian yang menyertakan eksposisi yang sistematis pada aturan pemerintah berupa kategori peraturan khusus, analisis

hubungan antar aturan, penjelasan tentang kesulitan dan kemungkinan,

prediksi perkembangan peraturan yang akan datang.

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat

preskriptif dan terapan. Dalam usaha memperoleh data yang diperlukan untuk

menyusun penulisan hukum, maka akan dipergunakan metode penelitian

preskriptif. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari

tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas keadilan, konsep-konsep hukum,

dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 22).

Berdasarkan penjelasan di atas, dikaitkan upaya penulis untuk

menemukan jawaban atas pengaturan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

dan The Australian Cyber Crime Act of 2001 serta pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act of 2001.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya.

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah Pendekatan-pendekatan

undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 93).

Adapun penelitian ini penulis memilih untuk menggunakan satu

pendekatan yang relevan dengan permasalahan penelitian yang dihadapi,

(21)

commit to user

Pendekatan komparatif dilakukan dengan membandingkan

undang-undang suatu negara dengan undang-undang-undang-undang dari satu atau lebih negara lain

mengenai hal yang sama. Hal ini untuk menjawab mengenai isu antara

ketentuan undnag-undang dengan filosofi yang melahirkan undang-undang

itu. Dengan melakukan pendekatan perbandingan tersebut, peneliti akan

memperoleh gambaran mengenai konsistensi antara filosofi dan

undang-undang di antara negara-negara tersebut. (Peter Mahmud Marzuki, 2008:95)

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Untuk memecahkan isu hukum sekaligus memberikan preskripsi

mengenai apa yang seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian.

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-sumber

penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoratif artinya

mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder

berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks,

kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 141).

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Berdasarkan jenis penelitian yang merupakan penelitian normatif maka

untuk memperoleh bahan hukum yang mendukung kegiatan penulisan hukum

ini, maka pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan cara

studi kepustakaan atau bahan pustaka baik dari media cetak maupun

elektronik.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Tehnik analisis bahan hukum yang digunakan penulis dalam penelitian

hukum ini adalah silogisme dan interpretasi. Silogisme merupakan metode

(22)

commit to user

permasalahan yang berlainan. Dalam mengambil konklusi harus mengambil

sandaran untuk berpijak. Sandaran umum dihubungkan dengan permasalahan

yang lebih khusus melalui term yang ada pada keduanya (Peter Mahmud

Marzuki, 2008: 100).

Metode yang lazim digunakan di dalam penalaran hukum adalah

metode deduksi. Sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,

penggunaan metode deduksi ini berpangkal dari pengajuan premis mayor

yaitu Aturan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan

Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001. Kemudian diajukan premis minor yaitu mengenai alat bukti dan samksi

pidana. Dari kedua premis ini kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2008: 47).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk

mempermudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka

peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari

4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi atas sub-sub bagian yang dimaksud

untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini.

Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab ini diketengahkan mengenai latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan

hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis mengetengahkan landasan teori dari para pakar

maupun doktrin hukum berdasarkan literatur yang berkaitan dengan permasalahan

penelitian. Landasan teoritik tersebut meliputi Tinjauan Umum tentang Internet,

(23)

commit to user

memecahkan problematika isu hukum yang diangkat dalam penelitian ini, maka

dalam bab ini juga disertakan kerangka pemikiran.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis memaparkan dan membahas hasil penelitian dari

bahan hukum yang berkaitan dengan isu hukum yang diketengahkan. Guna

mempermudah dalam memaparkan dan membahas hasil penelitian, maka penulis

membaginya dalam dua tahap berdasarkan rumusan masalah yang ada.

1. Tahapan pertama, penulis membahas secara mendalam terhadap bahan-bahan

yang berkaitan dengan alat bukti cyber crime antara Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The

Australian Cyber Crime Act Of 2001.

2. Tahapan kedua, penulis membahas pengaturan sanksi pidana terhadap pelaku

cyber crime antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan The Australian Cyber Crime Act Of 2001.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab akhir ini, penulis memberikan kesimpulan dari hasil penelitian

dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta saran penulis

terhadap beberapa kekurangan yang ditemukan dan sekiranya perlu diperbaiki

dalam penelitian

(24)

commit to user

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum tentang Internet

a. Pengertian Internet

Secara harfiah, internet (kependekan dari interconnected-networking) ialah rangkaian komputer yang terhubung di dalam beberapa rangkaian. Manakala Internet (huruf ‘I’ besar) ialah sistem komputer

umum, yang berhubung secara global dan menggunakan TCP/IP sebagai

protokol pertukaran paket (packet switching communication protocol).

Rangkaian internet yang terbesar dinamakan Internet. Cara

menghubungkan rangkaian dengan kaidah ini dinamakan internetworking.

Agus Rahardjo mendefinisikan internet sebagai jaringan komputer

antar negara atau antar benua yang berbasis protocol transmission control protocol/internet protocol (TCP/IP) (Agus Rahardjo, 2002: 59).

Internet telah menghadirkan realitas kehidupan baru kepada umat

manusia. Internet telah mengubah jarak dan waktu menjadi tidak terbatas.

Dengan medium internet orang dapat melakukan berbagai aktivitas yang

dalam dunia nyata (real) sulit dilakukan, karena terpisah oleh jarak,

menjadi lebih mudah. Suatu realitas yang berjarak berkilo-kilo meter dari

tempat kita berada, dengan medium internet dapat dihadirkan di hadapan

kita. Dapat dilakukan transaksi bisnis, ngobrol, belanja, belajar dan

berbagai aktivitas lain layaknya dalam kehidupan nyata.

Dengan adanya hubungan komunikasi lintas jaringan pada internet,

setiap komputer yang terdapat di dunia dapat terhubung satu dengan yang

lain. Hal inilah yang menyebabkan komunikasi di internet sangat cair.

Karena penggunaan internet tidak mengenal batas negara, status ekonomi,

idiologi dan faktor-faktor lain yang biasanya dapat menghambat

(25)

commit to user

sebagian orang menyebut internet sebagai revolusi di bidang teknologi dan

informasi.

Yang lebih hebatnya lagi, internet menawarkan berbagai cara dalam

mendatangkan penghasilan. Maksudnya adalah kerja atau tidak kerja, kita

tetap memperoleh uang. Salah satu cara mencari uang di internet adalah

membuat blog.

Dalam pembuatan sebuah blog atau website tidak luput dengan jasa

internet ini. Dengan internet kita bisa membuat blog kemudian kita bisa

memanfaatkan blog itu untuk menghasilkan uang. Terkadang satu hal yang

sering kita lupakan sebagai pengguna internet ini, kita tidak pernah

berterimakasih pada internet, padahal internet telah banyak memberikan

jasa buat kita.

Jumlah pengguna internet yang besar dan semakin berkembang,

telah mewujudkan budaya Internet. Internet juga mempunyai pengaruh

yang besar atas ilmu dan pandangan dunia. Dengan hanya berpandukan

mesin pencari Google, pengguna di seluruh dunia mempunyai akses

Internet yang mudah atas bermacam-macam informasi. Dibanding dengan

buku dan perpustakaan, Internet melambangkan penyebaran

(decentralization) / pengetahuan (knowledge) informasi dan data secara

ekstrim.

Perkembangan Internet juga telah mempengaruhi perkembangan

ekonomi. Berbagai transaksi jual beli yang sebelumnya hanya bisa

dilakukan dengan cara tatap muka (dan sebagian sangat kecil melalui pos

atau telepon), kini sangat mudah dan sering dilakukan melalui Internet.

Transaksi melalui Internet ini dikenal dengan nama e-commerce.

Terkait dengan pemerintahan, Internet juga memicu tumbuhnya

transparansi pelaksanaan pemerintahan melalui e-government seperti di kabupaten Sragen yang mana ternyata berhasil memberikan peningkatan

pemasukan daerah dengan memanfaatkan Internet untuk transparansi

pengelolaan dana masyarakat dan pemangkasan jalur birokrasi, sehingga

(26)

commit to user

negeri sipil dapat pula ditingkatkan kesejahteraannya karena pemasukan

daerah meningkat tajam.

Realitas atau alam baru yang terbentuk oleh medium internet ini

pada perkembangannya menciptakan masyarakat baru sebagai warganya

yang dalam istilah pengguan dan pemerhati internet lazim disebut dengan

netizen. Pada gilirannya, realitas baru yang terbentuk oleh medium internet

ini membawa perubahan paradigma dalam kehidupan umat manusia.

Kehidupan manusia tidak lagi hanya merupakan aktivitas yang bersifat

fisik dalam dunia nyata (real) belaka akan tetapi menjangkau juga aktivitas

non-fisik yang dilakukan secara virtual.

Di “alam baru” ini, bagi kenyataan netter tidak ada hukum. Karena tidak adanya kedaulatan dalam jaringan komputer maha besar (gigantic

network) ini, mereka beranggapan bahwa tidak ada satupun hukum suatu negara yang berlaku, karena hukum network tumbuh dari kalangan masyarakat global penggunanya. “Alam baru” ini seakan-akan menjadi

suatu jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan berkomunikasi

(free flow of information) dan kebebasan mengemukakan pendapat

(freedom of speech) tanpa mengindahkan lagi norma-norma yang berlaku

dalam kehidupan sehari-hari.

Sama seperti halnya sebuah komunitas, Internet juga mempunyai

tata tertib tertentu, yang dikenal dengan nama Nettiquette atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah netiket. Untuk itu di Indonesia

selain tata tertib sosial di Internet juga diberlakukan peraturan berupa

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik.

Terdapat kebimbangan masyarakat tentang Internet yang berpuncak

pada beberapa bahan kontroversi di dalamnya. Pelanggararan hak cipta,

pornografi, pencurian identitas dan pernyataan kebencian (hate speech),

adalah biasa dan sulit dijaga. Hingga tahun 2007, Indonesia masih belum

memiliki Cyberlaw, padahal draft akademis RUU Cyberlaw sudah dibahas

(27)

commit to user

kaitannya dengan teknologi informasi dan telekomunikasi adalah UU

Telekomunikasi tahun 1999.

Internet telah membuat manusia-manusia (sebagai pengguna)

mampu menjelajah ruang maya ke mana-mana, berkomunikasi dengan

beragam informasi global, memasuki jagad perbedaan dan lintas etnis,

agama, politik, budaya, dan lain sebagainya. Manusia diajak

bercengkerama, berdialog, dan mengasah ketajaman nalar dan

psikologinya dengan alam yang hanya tampak di layar, namun sebenarnya

mendeskripsikan realitas kehidupan manusia.

Di antara layanan yang diberikan internet yang dikenal dan umum

dilakukan antara lain:

1. E-Commerce, contoh paling umum dari kegiatan ini adalah aktivitas transaksi perdagangan umum melalui sarana internet. Dengan

memanfaatkan E-Commerce, para penjual (merchant) dapat menjajakan

produknya secara lintas negara, hal ini karena sifat internet sendiri yang

melintasi batas negara. Transaksi dapat terjadi secara real time di mana

saja, asal terhubung dengan internet. Umumnya transaksi melalui sarana

suatu situs web yang dalam hal ini berlaku sebagai semacam etalase

bagi produk yang dijajakan. Dari situs ini pembeli dapat melihat barang

yang ingin dibeli, lalu bila tertarik dapat melakukan transaksi dan

seterusnya.

2. E-Banking, hal ini diartikan sebagai aktivitas perbankan di dunia maya

(virtual) melalui sarana internet. Layanan ini memungkinkan pihak

bank dan nasabah bank dapat melakukan berbagai jenis transaksi

perbankan melalui sarana internet, khususnya via web. Lewat sarana internet seseorang dapat melakukan pengecekan saldo tabungan,

transfer dana antar rekening hingga melakukan pembayaran tagihan dan

lain sebagainya.

3. E-Government, ini bukan merupakan pemerintahan model baru yang berbasiskan dunia internet, tapi merupakan pemanfaatan teknologi

(28)

commit to user

layanan publik dapat menggunakan sarana ini. Dengan membuat suatu

situs tertentu pemerintah dapat memberikan informasi tentang

kebijakan pemerintah mulai regulasi sampai program-program sehingga

dapat diketahui publik yang mengaksesnya. Dalam kerangka demokrasi

dan untuk mewujudkan clean government dan good governance ini tentu sangat menarik sekali.

4. E-Learning, istilah ini didefinisikan sebagai sekolah di dunia maya (virtual). Definisi e-learning sendiri sesungguhnya sangat luas, bahkan

sebuah portal informasi tentang suatu topik juga dapat tercakup dalam

e-learning ini. Namun pada prinsipnya istilah ini ditujukan pada usaha untuk membuat transformasi proses belajar mengajar di sekolah dalam

bentuk digital yang dijembatani oleh teknologi internet (My Personal

Library Online, tt.)

b. Sejarah Internet

Sejarah dan perkembangan internet tidak bisa dilepaskan dari perang

dingin antara Uni Soviet (USSR) dan Amerika Serikat yang mulai

mengemuka sejak usainya Perang Dunia II (Agus Rahardjo, 2002: 61).

Perkembangan teknologi komputer seiring dengan perkembangan

teknologi di bidang teknologi telekomunikasi, pada akhirnya

mengakibatkan terjadinya perpaduan antara kedua bidang teknologi

tersebut (Al Wisnubroto, 1999: 34). Perpaduan keduanya membentuk

piranti baru yang dikenal dengan nama internet. Pada intinya, internet

merupakan jaringan komputer yang terhubung satu sama lain melalui

media komunikasi, seperti kabel telepon, serat optik, satelit atau

gelombang frekuensi (Agus Raharjo, 2002: 59).

Cikal bakal internet yang dikenal saat ini, pertama kali

dikembangkan pada tahun 1969 oleh Departemen Pertahanan Amerika

Serikat dengan nama ARPAnet (US Defence Advanced Research Project

(29)

commit to user

di satu titik yang dipandang rawan untuk dihancurkan bila terjadi

peperangan. Dengan cara ini diharapkan apabila satu jaringan terputus,

maka jalur yang melalui jaringan tersebut dapat secara otomatis

dipindahkan ke saluran lainnya (My Personal Library On Line, tt).

Pada awalnya internet hanya menawarkan layanan berbasis teks saja

meliputi remote access, e-mail/mesagging, maupun diskusi melalui news group (usenet). Layanan berbasis grafis seperti www saat itu masih belum ada (My Personal Library On Line, tt).

Perkembangan Sejarah internet dapat dibagi dalam empat aspek yaitu:

1. Adanya aspek evolusi teknologi yang dimulai dari riset packet switching (paket pensaklaran) ARPAnet (berikut teknologi perlengkapannya) yamg pada saat itu dilakukan riset lanjutan untuk

mengembangkan wawasan terhadap infrastruktur komunikasi data

yang meliputi beberapa dimensi seperti skala,

performance/kehandalan, dan kefungsian tingkat tinggi.

2. Adanya aspek pelaksanaan dan pengelolaan sebuah infrastruktur yang

global dan kompleks.

3. Adanya aspek sosial yang dihasilkan dalam sebuah komunitas

masyarakat besar yang terdiri dari para Internauts yang bekerja sama

membuat dan mengembangkan terus teknologi ini.

4. Adanya aspek komersial yang dihasilkan dalam sebuah perusahaan

ekstrim namun efektif dari sebuah penelitian yang mengakibatkan

terbentuknya sebuah infrastruktur informasi yang besar dan berguna.

Internet sekarang sudah merupakan sebuah infrastruktur informasi

global (widespread information infrastructure), yang awalnya disebut “the National (atau Global atau Galactic) Information Infrastructur” di Amerika Serikat. Sejarahnya sangat kompleks dan mencakup

banyak aspek seperti teknologi, organisasi dan komunitas. Dan

pengaruhnya tidak hanya terhadap bidang teknik komunikasi

(30)

commit to user

yang sekarang kita lakukan yaitu kita banyak mempergunakan

alat-alat bantu on line.

Indonesia baru bisa menikmati layanan internet komersial pada

sekitar tahun 1994. Sebelumnya, beberapa perguruan tinggi seperti

Universitas Indonesia telah terlebih dahulu tersambung dengan jaringan

internet melalui gateway yang menghubungkan universitas dengan

network di luar negeri.

Dunia maya ini juga memiliki aturan (kelaziman) yang kita

definisikan bersama. Aturan ini ada yang sama dan ada yang berbeda

dengan aturan yang ada di dunia nyata dikarenakan hukum-hukum fisika

tidak berlaku di dunia ini. Dua orang yang secara fisik berada di tempat

yang jaraknya ribuan kilometer dapat berada di ruang virtual yang sama. Aturan yang sama antara lain sopan santun dan etika berbicara (menulis),

meskipun kadang-kadang disertai dengan implementasi yang berbeda.

Misalnya ketika kita menuliskan email dengan huruf besar semua, maka

ini menandakan kita sedang marah. Sama ketika kita berbicara dengan

berteriak-teriak, maka kita dianggap sedang marah (padahal mungkin saja

karakter kita memang begitu). Semua ini memiliki aturan yang

didefinisikan bersama.

Hal itu mengisyaratkan bahwa dunia maya yang dibangun atau

dikontruksi melalui jaringan internet dapatlah membangun daya rangsang

dan emosi besar penggunanya. Di satu sisi, pengguna internet dapat

memenuhi kepuasan psikologisnya ketika problem yang dihadapinya dapat

diselesaikan dengan jasa internet. Di sisi lain, mereka dapat memilih

informasi yang sekedar memuaskannya, meskipun di beberapa hal bertolak

belakang dengan norma hukum dan agama.

Internet telah mengkontruksi dunia maya, yang sebenarnya (dalam

praktiknya) menjadi dunia tanpa batas, dunia kebebasan, yang bisa

dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapapun. Manusia yang

menggunakannya disediakan ruang sebebas-bebasnya, ibarat konsumen

(31)

commit to user

Pengguna internet di Indonesia saat ini diperkirakan baru mencapai

15 juta orang. Mereka inilah “penduduk maya” atau netizen Indonesia. Jumlah ini masih sedikit dibandingkan dengan jumlah pengguna internet di

negara lain yang jumlah penduduknya juga banyak. Namun jumlah yang

sedikit ini memiliki keuntungan di mana kita dapat mulai menata aturan

dunia cyber Indonesia ini dengan baik. Tidak ada alasan bahwa penataan tidak dapat dilakukan karena jumlah peduduknya sudah banyak, seperti

yang kita alami di dunia nyata di Indonesia. Banyak yang mengatakan

bahwa Singapura lebih mudah ditata karena jumlah penduduknya lebih

sedikit.

Internet telah membuat revolusi baru dalam dunia komputer dan

dunia komunikasi yang tidak pernah diduga sebelumnya. Beberapa

penemuan telegram, telepon, radio dan komputer merupakan rangkaian

kerja ilmiah yang menuntun menuju terciptanya internet yang lebih

terintegrasi dan lebih berkemampuan daripada alat-alat tersebut. Internet

mempunyai kemampuan penyiaran ke seluruh dunia, memiliki mekanisme

diseminasi informasi, dan sebagai media untuk berkolaborasi dan

berinteraksi antara individu dengan komputernya tanpa dibatasi oleh

kondisi geografis.

Internet merupakan sebuah contoh paling sukses dari usaha investasi

yang tak pernah henti dan komitmen untuk melakukan riset berikut

pengembangan infrastruktur teknologi informasi. Dimulai dengan

penelitian packet switching (paket pensklaran), pemerintah, industri dan para civitas academica telah bekerja sama berupaya mengubah dan menciptakan teknologi baru yang menarik ini.

2. Tinjauan Umum tentang Alat Bukti

Alat bukti adalah alat yang digunakan untuk dapat meyakinkan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan harus dapat membuktikan bahwa

terdakwa benar-benar bersalah. Dalam Pasal 183 KUHAP dijelaskan bahwa

(32)

commit to user

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa

suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya. Dari rumusan pasal diatas jelaslah bahwa keberadaan alat bukti

mutlak harus ada dalam sebuah kasus pidana. Jika tidak ada alat bukti, maka

hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang. Bahkan disebutkan

dalam pasal diatas harus ada minimal dua alat bukti.

Dalam teori pembuktian, KUHAP menggunakan sistem negatif Wettelijk

yaitu hakim terikat pada alat bukti minimum ditambah keyakinan hakim. Alat

bukti di sini terikat pada apa yang ditentukan oleh undang-undang. Istilah

negatif Wettelijk adalah berdasarkan undang-undang sedang negatif artinya

bahwa walaupun dalam suatu perkara terdapat cukup bukti sesuai dengan

undang-undang, maka hakim belum boleh menjatuhkan hukuman, sebelum ia

yakin akan kesalahan terdakwa.

Mengenai alat bukti yang sah disebutkan dalam Pasal 184 ayat (1)

KUHAP, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan

keterangan terdakwa. Benda sitaan adalah semua benda yang berada dalam

penyitaan termasuk benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak

berwujud yang dimaksudkan untuk kepentingan pembuktian. Barang bukti

ialah benda sitaan yang dipakai dan digunakan sebagai alat bukti dalam

penyidikan dan penuntutan.

Sekiranya dalam suatu penyidikan kepentingan pembuktian atas benda

sitaan harus dikembalikan dalam status semula sebagaimana sebelum disita,

juga bila dalam penyidikan ternyata perkara dihentikan penyidikannya, maka

benda sitaan yang tidak jadi dijadikan barang bukti harus dikembalikan dalam

status semula. Proses penyitaannya dicabut dan benda sitaan dikembalikan

kepada siapa barang tersebut dahulu disita.

Demikian pula apabila benda sitaan tersebut dijadikan barang bukti di

persidangan, akan tetapi menurut keyakinan hakim tidak termasuk dalam alat

pembuktian (Pasal 184 ayat (1) KUHAP), maka benda sitaan tersebut dalam

putusan harus dikembalikan kepada terdakwa atau dari siapa benda itu disita.

(33)

commit to user

tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh

dari tindak pidana sebagai hasil dari tindak pidana; benda yang telah digunakan

secara langsung untuk melakukan tindak pidana untuk mempersiapkannya;

benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana;

benda yang khusus dibuat dan diperuntukkan melakukan tindak pidana; benda

lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang

dilakukan.

Selanjutnya Pasal 39 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa benda yang

berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit juga dapat disita

untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana,

sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1). Dalam hubungan pengertian barang

bukti dikaitkan dengan alat bukti (Pasal 184 ayat (1) KUHAP) maka barang

bukti adalah merupakan salah satu alat bukti yang digunakan untuk

memperoleh keyakinan akan terjadinya sesuatu tindak pidana. Contoh rumah,

tanah, mobil, pisau, senjata api dapat diklasifikasikan atau dimasukkan dalam

alat bukti petunjuk. Adapun dokumen, surat-surat, kuitansi, BPKB, STNK, dan

lainnya yang sejenis dapat diklasifikasi dan dimasukkan dalam alat bukti surat.

Cyber Crime, khususnya kejahatan terhadap program komputer adalah

jenis tindak pidana yang sulit dideteksi. Tidak seperti kejahatan konvensional

biasa, korban kejahatan pada umumnya tidak menyadari bahwa ia telah

menjadi korban. Walau mengetahui telah menjadi korban, umumnya tidak

melaporkan karena beranggapan bahwa hukum yang ada belum dapat menjerat

pelaku, kurangnya pengetahuan aparat hukum mengenai perkembangan

teknologi sehingga kurang dapat mengantisipasi perkembangan kejahatan ini,

juga karena menganggap pembuktian telah terjadi kejahatan di depan

pengadilan sangatlah sulit.

Untuk membuktikan, apakah benar terdakwa bersalah, atau untuk

mencari kebenaran materiil, diperlukan suatu pemeriksaan di depan

pengadilan. Hal ini sesuai tujuan hukum acara pidana berdasarkan pelaksanaan

KUHAP bahwa: “Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan

(34)

commit to user

selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan

hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari

siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum,

dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna

menemukan, apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan

apakah orang yang didakwa itu yang dapat dipersalahkan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik (UU ITE) memungkinkan penahanan langsung apabila ada pihak

yang merasa mengalami penghinaan atau pencemaran nama baik. Penahanan

dimungkinkan tanpa ada proses pengadilan maupun pembuktian terlebih

dahulu. Dalam UU ITE, seseorang bisa didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3,

didakwa berupa hukuman penjara selama 6 tahun dan denda Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Hari itu juga orang tersebut bisa

langsung ditahan tanpa ada proses persidangan.

3. Tinjauan Umum tentang Cyber Crime

Cyber crime bisa diartikan sebagai tindakan yang merugikan orang lain, atau pihak-pihak tertentu yang dilakukan pada media digital atau dengan

bantuan perangkat-perangkat digital.

Bila dicari padanan katanya di dalam Bahasa Indonesia, ‘cyber crime’

dapat diartikan sebagai ‘kejahatan siber’. Hal ini sesuai dengan istilah yang

digunakan oleh Ahmad M. Ramli untuk mengartikan ‘cyber law’, yang

padanan katanya ‘hukum siber’. Namun ada juga pakar yang mengidentikkan

istilah cyber dengan dunia maya. Sehingga mereka menggunakan istilah ‘kejahatan mayantara’ atau ‘kejahatan dunia maya’. Penggunaan istilah dunia

maya ini akan menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan

penegakkan hukumnya. Karena para penegak hukum akan kesulitan untuk

membuktikan suatu persoalan yang maya.

Hingga saat ini terdapat beragam pengertian mengenai kejahatan siber.

(35)

commit to user

seperti apa kejahatan siber itu, yakni; kejahatan siber adalah kejahatan yang

lahir sebagai dampak negatif dari perkembangan aplikasi internet (Ari Juliano

Gema, 2000: 20).

Kejahatan siber adalah jenis kejahatan yang berkaitan dengan

pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki

karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi mengandalkan

kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi

yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet (Indra Safitri, 2002: 14).

Dari pengertian di atas, cyber crime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai

sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan

ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik kejahatan

siber adalah :

1. Perbuatan anti sosial yang muncul sebagai dampak negatif dari pemanfaatan

teknologi informasi tanpa batas.

2. Memanfaatkan rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat

keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi. Salah satu

teknologi yang dimanfaatkan adalah internet.

3. Perbuatan tersebut merugikan dan menimbulkan ketidaktenangan di

masyarakat, serta bertentangan dengan moral masyarakat.

4. Perbuatan tersebut dapat terjadi lintas negara, sehingga melibatkan lebih

dari satu yurisdiksi hukum.

Pada dasarnya, tindakan, perilaku dan perbuatan yang termasuk dalam kategori

cyber crime ini dan sering kita temui adalah :

a. Penipuan finansial melalui perangkat komputer dan media komunikasi

digital.

b. Sabotase terhadap perangkat-perangkat digital, data-data milik orang lain

dan jaringan komunikasi data.

(36)

commit to user

d. Penetrasi terhadap sistem komputer dan jaringan, sehingga menyebabkan

privasi terganggu atau gangguan pada fungsi komputer yang anda gunakan

(denial of service).

e. Para pengguna internal sebuah organisasi melakukan akses-akses ke server

tertentu atau ke internet yang tidak diijinkan oleh peraturan organisasi.

f. Menyebarkan virus worm, backdoor, trojan pada perangkat komputer

sebuah organisasi yang mengakibatkan terbukanya akses-akses bagi

orang-orang yang tidak berhak.

g. Penyebaran pornografi yang dapat merusak moral serta masa depan

generasi muda.

Meski Indonesia menduduki peringkat pertama dalam cyber crime pada

tahun 2004, akan tetapi jumlah kasus yang diputus oleh pengadilan tidaklah

banyak. Dalam hal ini angka dark number cukup besar dan data yang dihimpun

oleh POLRI juga bukan data yang berasal dari investigasi POLRI, sebagian

besar data tersebut berupa laporan dari para korban. Ada beberapa sebab

mengapa penanganan kasus cyber crime di Indonesia tidak memuaskan :

1. Cyber crime merupakan kejahatan dengan dimensi high-tech dan aparat penegak hukum belum sepenuhnya memahami apa itu cyber crime. Dengan

kata lain kondisi sumber daya manusia khususnya aparat penegak hukum

masih lemah.

2. Ketersediaan dana atau anggaran untuk peralihan SDM sangat minim

sehingga institusi penegak hukum kesulitan untuk mengirimkan mereka

mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri.

3. Ketiadaan Laboratorium Forensik Komputer di Indonesia menyebabkan

waktu dan biaya besar. Pada kasus Dani Firmansyah yang menghack situs

KPU, POLRI harus membawa harddisk ke Australia untuk meneliti jenis kerusakan yang ditimbulkan oleh hacking tersebut.

4. Citra lembaga peradilan yang belum membaik, meski berbagai upaya telah

dilakukan. Buruknya citra ini menyebabkan orang atau korban enggan untuk

(37)

commit to user

5. Kesadaran hukum untuk melaporkan kasus ke kepolisian rendah. Hal ini

dipicu oleh citra lembaga peradilan itu sendiri yang kurang baik, faktor lain

adalah korban tidak ingin kelemahan dalam sistem komputernya diketahui

oleh umum, yang berarti akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan web masternya.

Upaya penanganan cyber crime membutuhkan keseriusan semua pihak mengingat teknologi informasi khususnya internet telah dijadikan sebagai

sarana untuk membangun masyarakat yang berbudaya informasi. Keberadaan

undang-undang yang mengatur cyber crime memang diperlukan, akan tetapi apalah arti undang-undang jika pelaksana dari undang-undang tidak memiliki

kemampuan atau keahlian dalam bidang itu dan masyarakat yang menjadi

sasaran dari undang-undang tersebut tidak mendukung tercapainya tujuan

pembentukan hukum tersebut.

Konferensi Kejahatan di Dunia Maya Dewan Eropa, yang dibentuk pada

1 Juli, meminta agar negara-negara peserta penandatanganan meloloskan

undang-undang senada dan bekerja sama secara erat dengan peserta lainnya.

Sejauh ini ada 30 negara menandatangani konvensi yang menggalang Hukum

Internasional untuk memerangi kejahatan dunia maya, namun hanya delapan

yang menerapkan peraturan tersebut dalam undang-undang nasionalnya.

Menurut laporan Dewan Uni Eropa, diperkirakan terdapat sekitar 600 juta

pengguna internet pada 2002, dua kali lebih banyak dibanding 1999. Kejahatan

di internet diperkirakan telah mengakibatkan kerugian sekitar 150 miliar

hingga 200 miliar Euro (180 miliar Dolar AS) pada 2003.

Computer crimes are requiring law enforcement departments in general and criminal investigators in particular to tailor an increasing amount of their efforts toward successfully identifying, apprehending, and assisting in the successful prosecution of perpetrators. “Computer Crime Investigations in the United States: Leveraging Knowledge from the Past to Address the Future”, by Hinduja, outlines the key research findings in the area of traditional American criminal investigations. Similarities and differences between traditional and computer crime investigations are presented and consequent inferences are discussed. (Thomas, D. and Loader, B, 2000:3)

(38)

commit to user

upaya keberhasilan mengidentifikasi, menahan, dan membantu dalam keberhasilan penuntutan pelaku:. "Komputer Investigasi Kejahatan di Amerika Memanfaatkan Pengalaman dari terakhir untuk Alamat "Masa Depan, oleh Hinduja, menguraikan temuan penelitian utama di bidang investigasi kriminal tradisional Amerika. Persamaan dan perbedaan antara komputer kejahatan penyelidikan dan tradisional disajikan dan kesimpulannya dibahas secara konsekuen. (Thomas, D. dan Loader, B, 2000:3).

Kejahatan yang berhubungan erat dengan penggunaan teknologi yang

berbasis komputer dan jaringan telekomunikasi ini dikelompokkan dalam

beberapa bentuk sesuai dengan modus operandi yang ada, antara lain :

a. Unautorized Access to Computer System and Services

Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu

sistem jaringan komputer secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa

sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya.

Biasanya pelaku kejahatan (hacker) melakukannya dengan maksud sabotase

ataupun pencurian informasi penting dan rahasia. Namun begitu, ada juga

yang melakukannya hanya karena merasa tertantang untuk mencoba

keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi tinggi.

Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi

internet/intranet.

b. Illegal Contents

Merupakan kejahatan dengan memasukkan data atau informasi ke internet

tentang suatu hal yang tidak benar, tidak etis dan dapat dianggap melanggar

hukum atau mengganggu ketertiban umum. Sebagai contohnya, pemuatan

suatu berita bohong atau fitnah yang akan menghancurkan martabat atau

harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan dengan pornografi atau

pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara, agitasi dan

propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah dan sebagainya.

c. Data Forgery

Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada dokumen-dokumen

penting yang tersimpan sebagai scripless document melalui internet.

Kejahatan ini biasanya ditujukan pada dokumen-dokumen e-commerce

(39)

commit to user

menguntungkan pelaku karena korban akan memasukkan data pribadi dan

nomor kartu kredit yang dapat saja disalahgunakan.

d. Cyber Espionage

Merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk

melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain, dengan memasuki

sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran.

Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen

ataupun data pentingnya (data base) tersimpan dalam suatu sistem yang

computerized (tersambung dalam jaringan komputer). e. Cyber Sabotage and Extortion

Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau

penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan

komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya kejahatan ini dilakukan

dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus computer ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem jaringan

komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau

berjalan sebagaimana dikehendaki oleh pelaku.

f. Offense Against Intellectual Property

Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki

pihak lain di internet. Sebagai contoh, peniruan tampilan pada web page

suatu situs milik orang lain secara illegal, penyiaran suatu informasi di

internet yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain, dan

sebagainya.

g. Infringements of Privacy

Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang

yang tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara

computerized, yang apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materiil maupun immaterial, seperti nomor kartu kredit,

nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan sebagainya.

Jaringan luas komputer rumah tanpa disadari para pemiliknya disewakan

(40)

commit to user

tipuan) dan penyabot digital. Terminal-terminal jaringan telah terinfeksi virus

komputer, yang mengubah komputer menjadi “zombi” (budak-budak yang

tunduk pada perintah pengendali tak terlihat dan berwatak jahat). Dengan

menghubungkan semua terminal tersebut, mereka menghasilkan jaringan

zombie PC (Personal Computer – komputer pribadi) sangat berpengaruh, yang

disebut para pakar sebagai “botnet”.

Banyak peran yang bisa dimainkan komputer. ‘Si mesin pintar’ ini dapat

berfungsi sebagai mesin ketik andal yang mudah diedit, menyimpan data atau

tulisan, membantu perhitungan atau analisis suatu masalah, tempat bermain

semua jenis permainan (game) dari yang lucu-lucu hingga serius seperti main

perang-perangan. Dan terakhir bisa sebagai ‘aktor pencurian’ uang dalam

jumlah besar. Untuk peran terakhir ini, komputer bahkan telah mengambil alih

fungsi pistol sebagai senjata ideal, seiring dengan meningkatnya jumlah pelaku

kejahatan di internet yang mengambil uang

Gambar

Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran…………………………………..
Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Jenis Instrumen Keuangan PSAK 55 14 Instrumen Keuangan Aset Keuangan Liabilitas Keuangan Instrumen Ekuitas Instrumen Derivatif Instrumen Lindung Nilai Aset Keuangan yang diukur

Misalnya saja, dikarenakan keterbatasan space pada media cetak, maka setiap berita yang disajikan harus menggunakan bahasa yang singkat, padat sederhana, lugas

[r]

Sehingga, untuk membangun loyalitas guna memperkuat kesolidan koalisi pendukungnya, presiden cenderung bersikap lunak-akomodatif (Politik akomodasi) dengan

PENGART]S PIMBIRI,IN B'RBAGAI MINYAX NASATI... Pro'Li quircmsr

Penyusun berusaha memberikan alternatif dengan cara merancang ulang tata letak fasilitas produksi yang telah ada sebelumnya dengan metode CRAFT yaitu mempertukarkan lokasi

Karena Indonesia beranjak dari negara agraris menuju negara Industri yang maju, maka peranan sektor pertanian masih tetap mewarnai kemajuan di sektor industri,

Seperti yang diungkapkan oleh Aris arya dkk (2012) yang mengatakan letak kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita materi sistem persamaan linear dua variabel