• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II STUDI PUSTAKA. Transportasi adalah bagian yang penting dan diperlukan dalam kehidupan kita.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II STUDI PUSTAKA. Transportasi adalah bagian yang penting dan diperlukan dalam kehidupan kita."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II STUDI PUSTAKA

2.1 Definisi Jalan Tol

Transportasi adalah bagian yang penting dan diperlukan dalam kehidupan kita. Transportasi (angkutan ) memegang peranan utama atas kemudahan dan kelancaran aktifitas sehari – hari, serta memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap perkembangan masyarakat kita.

Pengertian jalan bebas hambatan dan jalan tol menurut undang – undang RI NO.13 TH 1980, yaitu :

a. Jalan bebas hambatan (Free Way)

Jalan bebas hambatan adalah suatu lintas jalan yang mempunyai persyaratan teknis, antara lain :

1. Tidak mempunyai Persilangan yang sebidang dengan jalan lain, sehingga kendaraan – kendaraan yang menggunakan jalan dapat melaju dengan bebas sesuai dengan kecepatan yang dipersyaratkan.

2. Lalu lintas tidak searah diusahakan untuk dipisahkan oleh suatu jalan pemisah (median).

3. Kendaraan – kendaraan hanya dapat memasuki jalan – jalan tersebut dengan melewati suatu jalan silang.

4. Untuk mengamankan agar hewan – hewan ternak dan sebagainya tidak melintas jalan, disepanjang jalan dipasang pagar.

(2)

b. Jalan Tol Jalan tol adalah :

1. Suatu lintas jalan yang merupakan alternative dari pada lintas jalan umum yang ada.

2. Mempunyai spesifikasi jalan bebas hambatan

3. Jalan tol hanya diperuntukkan bagi pemakai jalan yang menggunakan kendaraan beroda empat atau lebih dengan membayar tol.

Tol adalah sejumlah uang tertentu yang dibayarkan oleh pemakai jalan tol karena yang memiliki dan menyelenggarakan jalan tol adalah pemerintah, jenis kendaraan dan besarnya tol ditentukan oleh Keputusan Presiden, dan mulai tahun 2006 melalui Kepmen PU, sedangkan wewenang pengelolaannya diberikan kepada PT. Jasa Marga (Persero) dan pengelola jalan tol lainnya.

2.2 Syarat – Syarat Jalan Tol

a. Jalan tol harus mempunyai spesifikasi yang lebih tinggi dari pada lintas jalan umum yang ada.

b. Jalan tol harus memberikan keandalan yang lebih tinggi kepada para pemakainya dari pada lintas umum yang ada.

c. Pelaksanaan ketentuan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah

(Sumber : Undang – Undang RI no.13 th 1980 tentang jalan, Departemen PU)

2.3 Manfaat Jalan Tol

a. Mengadakan fasilitas jalan bebas hambatan seperti dapat memepersingkat waktu tempuh.

(3)

b. Memberikan alternative lain bagi pengguna kendaraan untuk menghindari dari kemacetan atau kepadatan lalu lintas.

c. Menguarangi kepadatan arus lalu lintas yang terjadi disepanjang jalan non tol

(Sumber : Peraturan Pemerintah RI no.26 th 1985 tentang jalan, Dirjen Bina Marga)

2.4 Jaringan Jalan Tol

a. Maksud dan tujuan penyelenggaraan jalan tol

1. Jalan tol diselenggarakan dengan maksud untuk mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil – hasilnya serta keseimbangan dalam pengembangan wilayah dengan memperhatikan keadilan yang dapat dapat dicapai dengan cara membina jaringan jalan yang danannya berasal dari pemakai jalan.

2. Jalan tol diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan efisiensi pelayanan jasa distribusi guna menunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi terutama di wilayah yang sudah tinggi tingkat perkembangannya.

b. Peranan jalan tol Jalan tol berperan

1. Untuk melayani jasa distribusi utama yang mempunyai spesifikasi bebas hambatan agar dicapai tingkat efisiensi yang maksimal dalam penggunaan sumber daya.

2. Sebagai pemacu pengembangan wilayah untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar daerah.

c. Syarat – syarat jalan tol

(4)

2. Jalan tol di desain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 (delapan puluh) km/jam untuk jalan tol antar kota dan 60 (enam puluh) km/jam untuk jalan tol di wilayah perkotaan.

3. Jalan tol didesain untuk mampu menahan muatan sumbu terpusat tunggal kendaraan sekurang – kurangnya 8 1/5 (delapan satu perlima) ton atau muatan sumbu terpusat tandem kendaraan sekurang – kurangnya 14 ½ (empat belas satu perdua) ton.

4. Jumlah jalan masuk ke jalan tol dibatasi secara efisien dan didesain sedemikian rupa sehingga semua jalan masuk terkendali.

5. Jalan tol memberi pelayanan keamanan dan keselamatan lalu lintas yang mantap.

6. Jalan tol mempunyai spesifikasi :

- Tidak ada persilangan sebidang dengan jalan lain atau prasarana transportasi yang lain.

- Sekurang – kurangnya terdiri dari dua lajur untuk masing – masing arah.

- Lebar bahu jalan yang cukup untuk digunakan sebagai lajur darurat. 7. Pada setiap jalan tol :

- Dilakukan pemagaran untuk keamanan keselamatan lalu lintas jalan tol.

- Pada tempat – tempat yang diperlukan diadakan jembatan terowongan penyeberangan orang dan hewan.

8. Pada tempat – tempat yang membahayakan bagi pemakai jalan tol diadakan rel pengaman atau kabel pengaman.

(5)

9. Ketentuan – ketentuan teknik pada point (5), (6), (7), dan (8) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

10. Pada setiap jalan tol harus tersedia sarana komunikasi, sarana deteksi pengamanan, atau pelayanan lain yang memungkinkan pertolongan dengan segera ketempat kejadian, serta upaya pengamanan terhadap pelanggaran, kecelakaan dan ganguan keamanan lainnya.

11. Pada jalan tol anatar kota di masing – masing jurusan setiap jarak 50 (lima puluh) km tersedia sekurang – kurangnya satu tempat istirahat.

12. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam poin (11) tidak berlaku pada jalan tol di wilayah perkotaan

13. Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam poin (11) diatur oleh Menteri.

(Sumber : Peraturan Pemerintah RI no. 8 th 1990)

2.5 Pengaturan Pemakaian Jalan Tol dan Pengamanan Jalan Tol

1. Pemakaian jalur lalu lintas jalan tol diatur sebagai berikut :

a. Jalur lalu lintas diperuntukkan bagi arus lalu lintas pemakai jalan tol.

b. Lajur sebelah kanan hanya dioeruntukkan bagi kendaraan yang mendahului kendaraan lain.

c. Dilarang menarik/menderek/mendorong kendaraan kecuali menggunakan kendaraan Derek yang ditetapkan oleh Badan.

d. Dilarang membuang benda dengan sengaja/tidak sengaja disepanjang jalan tol.

(6)

a. Lajur bahu jalan dapat digunakan bagi arus lalu lintas dalam keadaan darurat.

b. Lajur bahu jalan diperuntukkan bagi kendaraan yang berhenti darurat. c. Dilarang menarik/menderek/mendorong dilajur bahu jalan.

3. Pemakaian median jalan tol diatur sebagai berikut :

a. Median digunakan sebagai jalur pemisah antara dua jalur lalu lintas yang berlawanan.

b. Dilarang memotong atau melintas median kecuali dalam keadaan darurat. 4. Pemakaian gerbang tol diatur sebagai berikut :

a. Bagian gerbang tol dipergunakan untuk pelaksanaan pengumpulan tol. b. Digerbang tol pemakai jalan wajib menghentikan kendaraan untuk

mengambil karcis masuk dan atau membayar tol.

c. Dilarang menaikkan atau menurunkan penumpang atau hewan dijalan tol. d. Tempat istirahat di jalan tol digunakan sebagai tempat berhenti sementara

bagi pemakai jalan.

(Sumber : Peraturan Pemerintah RI no. 8 th 1990)

2.6 Gambaran Umum

Jalan Tol Jakarta – Tangerang merupakan salah satu jalan penghubung antara kota Jakarta dengan Kota Tangerang, dibangun untuk dapat mengurangi beban lalu lintas jalan Daan Mogot Yang sebelumnya dipergunakan sebagai jalur utama ke arah Tangerang. Namun dalam beberapa tahun kemudian, jalan tol Jakarta – Tangerang berubah menjadi jalur utama dan kemudian pembangunannya dilanjutkan hingga Merak. Dilihat dari kondisi fisik jalan tol Jakarta – Tangerang dapat dimaklumi masyarakat sangat tertarik untuk menggunakan jalan tol tersebut

(7)

mengingat dari segi jarak relative lebih pendek dan waktu tempuh dapar lebih cepat serta kenyamanan dan keamanan lebih memuaskan bagi pengguna jalan, walaupun harus membayar tol. Hal ini pula yang menyebabkan banyak perusahaan bis mengubah/menambah/membuka rute perjalanannya dari jalan Arteri Daan Mogot ke jalan Tol Jakarta – Tangerang. Hal ini dapat dilihat dari hampir semua bis regular dari/ke Tangerang, Cikupa, Balaraja, Serang, Rangkasbitung serta dari/kearah Sumatera melalui jalan tol Jakarta – Tangerang.

Akibat berubah/bertambahnya rute bus regular tersebut menjadi salah satu penyebab utama timbulnya tempat berkumpul penumpang bus disepanjang sisi jalan tol Jakarta Tangerang. Penumpukan penumpang yang naik/turun bus pada jalan tol Jakarta – Tangerang sudah dimulai sejak dibawah jembatan Karawaci, Tangerang Ciledug, Kunciran, Pondok Bahar, Puri Kembangan, Meruya, Kebon Jeruk hingga Tomang. Volume kendaraan yang terus meningkat dan kondisi lahan yang tebatas tidak memungkinkan untuk dilakukan pelebaran jalan tol/arteri maupun dibuatkan tempat persitirahatan disekitar Gerbang Tol Kebon Jeruk disamping itu, adanya kendaraan bus yang berhenti menaik/turunkan penumpang disembarang tempat dan banyak penumpang yang naik/turun dijalan tol meyebabkan kemacatan dan kecelakaan di jalan tol tersebut.

Berhentinya bus tersebut pada jam – jam sibuk di pagi hari (07.30 – 08.00) dan sore hari (17.30 – 18.30) dapat menambah kemacetan, sehingga tingkat pelayanan jalan terutama di jalan tol menurun drastis. Untuk mencegah turunnya tingkat pelayanan jalan tol disekitar Gerbang Tol Kebon Jeruk tersebut, maka perlu diatur

(8)

lokasi pemberhentian bus dan naik/turun penumpang sedemikian rupa sehingga tingkat kenyamanan dan pelayanan bagi pengendara tol tetap terjaga.

2.7 Kondisi Eksisting Gerbang Tol Kebon Jeruk

Gerbang Tol Kebon Jeruk yang masih berfungsi pada saat ini yaitu : 1 Gerbang tol ramp arah Jakarta (Jalur Bandung) dan 1 Gerbang tol ramp arah Tangerang (jalur Ambon). Dua buah gerbang tol utama pada jalur Ambon Arah Tangerang telah dibongkar dan transaksi kartu dilaihkan ke Gerbang Tol Karang Tengah.

Adanya penumpukan penumpang yang naik/turun bus di Gerbang Tol Kebon Jeruk, baik Jalur Ambon maupun Jalur Bandung pada saat ini nampaknya sulit diatas/ yang sangat berkaitan erat dengan makin berkembangnya kawasan Kebon Jeruk dan sekitarnya menjadi kawasan perumahan, perkantoran, perdagangan dan pendidikan. Hal ini dapat terlihat jelas dengan bermunculannya perkantoran dan ruko – ruko disepanjang Jl. Terusan Arjuna,, Jl. Raya Perjuangan maupun Jl. Panjang yang menuju Permata Hijau – Kebayoran, begitu juga adanya Rumah Sakit dan beberapa Universitas disekitar Kebon Jeruk seperti Universitas Esa Unggul, UNkrida, ISTA dll.

Penanganan tehadap penumpang yang naik/turun di jalan tol, khususnya di jalur khusus bus Gerbang Tol Kebon Jeruk saat ini Oleh PT. Jasa Marga Cabang Jakarta – Tangerang yaitu di jalur Ambon Arah Tangerang, bis yang akan menaikkan dan menurunkan penumpang dialihkan ke jalur ke luar (Off ramp selatan/utara) Gerbang Tol Kebon Jeruk (bayar tol) dan langsung masuk kembali melalui jalur khusus bus. Namun hal ini sangat dikeluhkan oleh pengguna kendaraan pribadi yang akan keluar menuju Kebon Jeruk dan sekitarnya, karena

(9)

kendaraan bus – bus tersebut menghambat jalan keluar tol dan sering pula adanya penumpukan penumpang yang mengganggu laju kendaraan keluar pintu tol. Sedangkan pada jalur Bandung (arah Jakarta) pada saat belum ada pengaturan tersebut, banyak bus menaikkan dan menurunkan penumpang secara sembarangan dibawah jembatan Jl. Panjang yang dapat mengganggu kelancaran lalu lintas dan kenyamanan pengguna kendaraan, bahkan dapat menimbulkan kemacetan dan kecelakaan karena kendaraan yang berkecepatan tinggi bisa mengerem mendadak bila tiba –tiba ada bus yang akan menaikkan dan menurunkan penumpang. Terlebih lagi lokasi dibawah jembatan Jl. Panjang merupakan daerah penyempitan jalan pada jalur Bandung, sehingga bila lokasi tersebut penuh dengan penumpang dan bus yang berhenti, maka akan mengakibatkan kemacetan pada seluruh ruas jalur Bandung (arah Jakarta) baik yang dari Tangerang maupun dari kawasan Kebon Jeruk sendiri.

2.8 Kendaraan Bis yang Lewat Jalan Tol Jakarta – Tangerang

Jumlah kendaraan bus yang melalui jalan Tol Jakarta – Tangerang cukup banyak, dalam satu hari dapat mencapai lebih dari 1300 bus/ hari, karena jalan Tol Jakarta – Tangerang merupakan salah satu jalur penghubung utama keluar kota Jakarta menuju arah Barat seperti : Tangerang, Cikupa, Balaraja, Rangkasbitung, Serang, Merak dan wilayah Sumatera, terlebih lagi perkembangan kota diwilayah Barat Jakarta sangat pesat berupa perumahan dan kawasan industri, sehingga sarana transportasi umum seperti bus juga mengikuti pertumbuhan Jakarta, Tangerang dan lain sebagainya.

(10)

Dari hasil pengamatan di lapangan data bus regular yang setiap hari melaui jalan Tol Jakarta – Tangerang adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Jenis Bus Serta Trayeknya.

No Nomor Bus Nama

perusahaan Jurusan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Patas 24 Patas 25 Patas 45 Patas 72 Patas 77 Patas 100 Patas 103 Patas 104 Patas 105 Patas 106 AC 21 AC 33 AC 34 AC 62 AC 74 AC 104 AC 115 AC 116 AC 119 AC 133 AJA Bekasi AJA Kp. Rambutan AJA Pl. Gadung AJA Priok Cikarang PPD PPD PPD Himpuna Himpuna ARH AJA AJA AJA AJA PPD Mayasari Bakti Mayasari Bakti Mayasari Bakti Mayasari Bakti Stedy Safe Mayasari Bakti Mayasari Bakti AJA Mayasari Bakti AJA AJA AJA AJA Maya Raya Tangerang – Grogol Tangerang – PS. Senen Tangerang – Blok M

Tangerang – Ps. Tanah Abang Tangerang – PS. Senen Tangerang – PS. Senen Tangerang – Grogol Tangerang – Grogol Tangerang – Grogol Tangerang – PS. Senen Tangerang – Blok M Tangerang Kota Tangerang – Blok M Tangerang – PS. Senen Tangerang – Kp. Rambutan Tangerang – Kp. Melayu Tangerang – Pulo Gadung Tangerang – PS. Senen Tangerang – Kp. Melayu Tangerang – Ps. Tanah Abang Tangerang – Bekasi

Tangerang – Kp. Rambutan Tangerang – Pulo Gadung Tangerang – Tanjung Priok Tangerang – Cikarang

(11)

2.9 Fasilitas Angkutan Umum

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan terdapat suatu kaidah peraturan yang menyatakan bahwa angkutan umum kota harus melalui tempat – tempat yang telah ditetapkan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang, oleh karena itu tempat henti angkutan umum harus disediakan disekitar kawasan.

2.10 Pemberhentian Angkutan Umum

Untuk prasarana perhentian angkutan umum, kriteria yang harus diikuti adalah sebagai berikut :

1. Merupakan tempat yang cukup nyaman bagi calon penumpang yang menunggu, naik dan turun dari kendaraan angkutan umum.

2. Merupakan prasarana dimana interaksi antara penumpang dan kendaraan angkutan umum dapat berlangsung secara aman, selamat tidak mencelakakan. 3. Memungkinkan kendaraan angkutan umum dengan mudah dapat berhenti dan

melanjutkan perjalanan tanpa mengganggu lalu lintas liannya, sehingga jika mungkin kapasitas ruas jalan dimana perhentian ditempatkan tidak terganggu. 4. Mempunyai dampak yang seminimal mungkin bagi lingkungan sekitarnya.

Perhentian angkutan umum yang lengkap adalah perhentian yang memiliki prasaranan dan fasilitas sebagai berikut :

1. Prasarana untuk pemberhentian bus (curbside, lay-by, atau bus bay) 2. Shelter.

(12)

2.11 Tipe Perhentian

Pada kondisi yang paling sederhana, suatu perhentian dapat hanya dilengkapi rambu dan marka.

Tipe perhentian moda dibedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan posisi dan perhentian yang dimaksud terhadap lalu lintas, secara umum ada 3 jenis perhentian angkutan umum ini, yaitu :

1. Crub Side

Crub Side Merupakan perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan jalan tanpa melakukan perubahan pada perkerasan jalan yang bersangkutan ataupun perubahan daerah pedestrian. Sehingga kondisi geometric dan perkerasan tidak berubah, yang dibutuhkan hanya penambahan marka dan rambu lalu lintas.

2. Lay Bay

Lay bay merupakan perhentian yang terletak pada pinggir perkerasan dengan sedikit menjorok ke daerah luar perkerasan, dalam hal ini ada perubahan yang dilakukan terhadap geometrik jalan agar memungkinkan angkutan umum dapat berhenti. Perubahan geometrik yang dilakukan adalah melebarkan tempat perhentian dengan tujuan pada angkutan umum berhenti, tanpa mengganggu arus lalu lintas, penumpang lebih aman naik turun. Dalam pelaksanaannya dilapangan Lay Bay ini kurang dioptimalkan, penggunaannya oleh pengemudi, kebanyakan pengemudi berhenti pada pinggir perkerasan jalan, dengan alasan mereka tidak mendapatkan prioritas oleh lalu lintas lainnya, sehingga akan sulit untuk masuk ke lay bay ataupun keluar dari lay bay ke lalu lintas lainnya.

(13)

3M R1 R2 R3 R4

Sumber : Perencanaan Prasarana Angkutan Umum Kota Tangerang, 1996.

Gambar 2.2 Lay Bay

Tabel 2.2 Karakteristik Geometrik Lay Bay Kecepatan (Km/jam) Panjang Entrance (m) Panjang Exit (m) R1 (m) R2 (m) R3 (m) R4 (m) 10.0 15.0 12.0 20.0 10.0 10.0 15.00 30.0 20.0 20.0 40.0 20.0 20.0 40.0 50.0 40.0 40.0 40.0 20.0 20.0 40.0

Sumber : Perencanaan Prasarana Angkutan Umum Kota Tangerang, 1996

3. Bus Bay

Bus bay nerupakan perhentian yang dibuat khusus dan terpisah dari perkerasan jalan yang ada. Bus bay ini merupakan kondisi ideal yang diingkinkan oleh pengemudi dan penumpang serta bagi lalu lintas lainnya. Karena dengan adanya bay bus ini penumpang akan aman dalam turun naik kendaraan dan kendaraan yang berhenti pun tidak akan mengganggu lalu lintas lainnya pada saat berhenti.

Secara geometrik antara lay bay dan bay bus bentuknya hamper sama tetapi bedanya adalah antara ruang bebas dan ruas jalan untuk bay bus dibatasi dengan pulau pemisah, seperi pada gambar berikut :

(14)

a b c

R4

R3 R2

R1 W

Gambar 2.3 Bus Bay

Tabel 2.3 Karakteristik Geometrik Bus Bay (dalam m)

a b* c W R1 R2

Minimum 20 13 20 3 18 12

Minimum Mutlak 10 13 13 2.75 10 12

Sumber : Produk Standar untuk Jalan Perkotaan

Untuk setiap penambahan panjang harus ditambah 13 m (perkendaran).

2.12 Keterpaduan Fasilitas

Setiap fasilitas tidaklah berdiri sendiri, masing – masing membutuhkan atau memberikan dukungan dari fasilitas lain agar berfungsi secara optimal. Misalkan saja fasilitas pemyebrangan yang harus secara jelas menghubungkan dua jalur pejalan kaki lainnya yang sedapat mungkin memberikan jarak perjalanan paling dekat bagi pejalan kaki, atau posisi penyebrangan sebidang dengan perhentian angkutan umum. Penyebrangan tersebut harus berada di belakang barisan kendaraan umum yang menurunkan penumpang. Tujuannya adalah agar penyebrang jalan tidak terhalang pandangan oleh kendaraan yang berhenti dan angkutan dapat segera berangkat setelah menurunkan atau menaikkan penumpang tak terhalang oleh penyebrang jalan.

(15)

2.13 Rambu

Rambu merupakan objek fisik yang dapat menyampaikan informasi berupa perintah, peringatan dan petunjuk kepada pengguna jalan.

Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam ukuran standar rambu lalu lintas yang digunakan, yaitu :

¾ Ukuran rambu standar, 90 cm x 90 cm atau diameter 90 cm, sedangkan untuk rambu yang berupa kata – kata, dimensi rambu ditentukan berdasarkan huruf, jarak antara huruf serta jarak tulisan ke tepi panel.

¾ Warna yang digunakan sesuai dengan Kep. Men. Hub No.61 tahun 1992 tentang ranbu lalu lintas, warna – warna tersebut adalah :

- Rambu larangan, warna dasar putih dengan gambar dan garis tepi berwarna merah.

- Rambu peringatan, warna dasar hijau dengan gambar dan garis tepi putih. - Rambu petunjuk bukan jurusan, warna dasar hijau dengan gambar dan

tulisan putih atau hitam, untuk rambu berupa kata – kata, waran dasar hijau denga tulisan dan garis tepi hitam atau putih.

- Rambu petunjuk bukan jurusan, warna dasar hijau dengan simbol, tulisan dan garis tepi berwarna putih atau hitam.

- Rambu peringatan, warna dasar kuning dengan simbol dan garis tepi berwarna putih.

¾ Penempatan dan pemasangan rambu, dipasang pada ruang bebas kendaran bermotor dan dapat dengan mudah terlihat jelas oleh pengemudi pada saat mengemudi.

(16)

¾ Tinggi rendah dari rambu adalah 1.75 m, dan maksimum 2.65 m, diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah, atau papan tambahan bagian bawah, jika rambu dipasang pada failitas pejalan kaki, tinggi rambu adalah 2.00 – 2.65 m. khusus untuk rambu peringatan, ditempatkan dengan ketinggian 1.20 m dan jika ditempatkan pada daerah manfaat jalan minimum tingginya 5.00 m.

¾ Penempatan rambu harus sesuai dengan standar kebebasan samping, sekurang – kurannya 60 cm dari tepi badan jalan kota yang normal, dan meningkat menjadi 120 cm pada jalan dengan kecepatan tinggi, serta 30 cm jika dipasang pada median jalan. Rambu ditempatkan pada sisi jalan sebelah kiri sesuai dengan arah lalu lintas, dalam penempatan posisi pemasangan rmbu dengan kemiringan 30, sehingga mudah dilihat oleh pengendara.

2.14 Geometrik

a. Lebar jalur lalu lintas ; kapasitas meningkat dengan bertambahnya lebar jalur lalu lintas.

b. Karakteristik bahu ; kinerja pada suatu arus tertentu, akan meningkat dengan bertambahnya lebar bahu. Pengemudi pada jalan bebas hambatan di daerah Jabodetabek mempunyai kebiasaan menggunakan bahu yang diperkeras sebagai lajur tambahan bila lajur lalu lintas yang biasa mengalami kemacetan. Faktor ini belum diperhitungkan dalam manual, Karena dari pertimbangan keselamatan sangat tidak dianjurkan.

c. Ada atau tidak adanya median (jalan bebas hambatan terbagi atau tak terbagi) ; median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas,

(17)

tetapi mungkin ada alasan lain mengapa median tidak diinginkan, misalnya kurang tempat, biaya dan sebagainya.

d. Lengkung vertical, makin pegunungan medannya, melalui jalan bebas hambatan, makin rendah kapasitas dan kinerja pada suatu arus tertentu. e. Lengkung horizontal ; jalan bebas hambatan tak terbagi dengan bagian

lurus yang panjang, sedikit tikungan dan sedikit pundak-bukit memungkinkan jarak pandang lebih panjang dan penyalipan lebih mudah, memberikan kapasitas lebih tinggi.

(MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia)

2.15 Kapasitas

1. Kapasitas Jalan Bebas Hambatan

Kapasitas didefinisikan sebagai arus maksimum yang melewati suatu titik pada jalan bebas hambatan yang dapat dipertahankan persatuan jam dalam kondisi yang berlaku. Untuk jalan bebas hambatan terbagi, kapasitas adalah arus maksimum dua arah (kombinasi kedua arah), untuk jalan bebas hambatan terbagi kapasitas adalah maksimum perlajur.

Nilai kapsitas telah diamati dengan pengumpulan data lapangan sejauh memungkinkan. Oleh karena kurangnnya lokasi dengan arus lalu lintas mendekati kapasitas dan segmen jalan bebas hambatan itu sendiri (bukan kapasitas simpang sepanjang jalan bebas hambatan). Kapasitas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp).

(18)

Dimana :

C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)

Co = Kapasitas dasar (ideal) untuk kondisi (ideal) tertentu (smp/jam) FCw = Penyesuaian lebar jalan

FCsp = Faktor penyesuaian pemisahan arah (hanya untuk jalan tak Terbagi).

2.15.1 Faktor – faktor yang mempengaruhi kapasitas

1. Faktor jalan

a. Lebar lajur : kondisi lebar jalur yang lebih kecil dari keadaan ideal (3.5 m) akan mengurangi kapasitas.

b. Kebebasan samping : halangan – halangan disisi jalan yang terlalu dekat dengan batas jalur akan mempengaruhi jalannya kendaraan, sehingga akan mempengaruhi lebar efektif dari jalur yang bersangkutan. Batas minimum dengan tepi lajur dimana halangan tidak bepengaruh adalah kurang lebih 1,2 m.

c. Batas jalan : jalur tambahan (tempat parkir, jalur perubahan, dll) akan mempengaruhi lebar efektif jalur yang berdampingan dengannya.

d. Keadaan permukaan jalan : keadaan permukaan yang sangat jelek sehingga tidak mencapai kecepatan 50 km/jam akan mempengaruhi besar kapasitas.

(19)

2. Faktor lalu lintas

a. Truk dan bus : truk dan bus akan mempengaruhi kapasitas, karena panjang kedua kendaraan ini melebihi panjang kendaraan pribadi, ditambah lagi dengan kecepatan yang rata – rata lamban.

b. Pembagian jurusan : hal ini juga mempengaruhi kapasitas, jika pembagian jurusan lalu lintas tidak seimbang.

c. Variasi dalam arus lalu lintas : variasi dalam lalu lintas akan dicerminkan dalam jumlah waktu dan besarnya volume sibuk terhadap volume rata – rata yang dinyatakan dengan istilah faktor kesibukan (peak hour factor). d. Gangguam lalu lintas : gangguan lalu lintas dapat berupa tempat – tempat

ramai (pasar), bisa juga pekerjaan perbaikan jalan.

Tabel 2.4 Kapasitas Dasar (Co) 2 Lajur Tak Terbagi

Tipe jalan bebas hambatan Kapasitas dasar (smp/jam) Total 2 Arah

Datar Bukit Gunung 3400 3300 3200

(MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia)

Tabel 2.5 Faktor penyesuaian lebar jalan (FCw) untuk lebar jalur lalu lintas

Tipe jalan Lebar jalur lalu lintas (m) FCw Empat lajur terbagi atau

jalan satu arah Per lajur 3.25 3.50 3.75

0,96 1,00 1,04 Dua lajur tak terbagi Total lajur

6,5 7 7,5 0,96 1,00 1,00

(MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia)

(20)

Tabel 2.7 Faktor Penyesuai Kapasitas Untuk Hambatan Samping (FCsf) FCsf Lebar Bahu Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping <0.5 1.0 1.5 >2.0 4 lajur / 2 arah VL L M H VH 0.96 0.94 0.92 0.88 0.84 0.98 0.97 0.95 0.92 0.88 1.00 1.00 0.98 0.95 0.92 1.03 1.02 1.00 0.98 0.96 3 lajur / 1 arah VL L M H VH 0.94 0.92 0.89 0.82 0.73 0.96 0.94 0.92 0.86 0.79 0.99 0.97 0.95 0.90 0.85 1.01 1.00 0.98 0.95 0.91 FCsf Lebar Kerb Tipe Jalan Kelas Hambatan Samping <0.5 1.0 1.5 >2.0 4 lajur / 2 arah VL L M H VH 0.95 0.94 0.91 0.86 0.81 0.97 0.96 0.93 0.89 0.85 0.99 0.98 0.95 0.92 0.88 1.01 1.00 0.98 0.95 0.92 3 lajur / 1 arah VL L M H VH 0.93 0.90 0.86 0.78 0.68 0.95 0.92 0.88 0.81 0.72 0.97 0.95 0.91 0.84 0.77 0.99 0.97 0.94 0.88 0.82

(MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia)

2.16 Kecepatan

1. Kecepatan tempuh

MKJI menggunakan kecepatan tempuh (sinonim dengan kecepatan perjalanan) sebagai ukuran kinerja utama dari segmen jalan bebas hambatan, karena sudah dimengerti dan diukur, dan merupakan masukan perlu bagi biaya pemakaian jalan bebas hambatan pasca analisa ekonomi. Dalam MKJI, kecepatan tempuh didefinisikan sebagai kecepatan rata – rata ruang dari kendaraan ringan sepanjang segmen jalan bebas hambatan :

(21)

(Waktu tempuh rata – rata dalam detik dapat dihitung dengan TT x 3600) Dimana :

V = Kecepatan rata – rata kendaraan ringan (km/jam) L = Panjang segmen (km)

TT = Waktu tempuh rata – rata kendaraan ringan sepanjang segmen (jam)

2. Kecepatan arus bebas

Kecepatan arus bebas didefinisikan sebagai kecepatan pada tingkat arus nol, yaitu kecepatan yang akan dipilh pengemudi jika akan mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain dijalan.

Persamaan untuk menentukan kecepatan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai berikut :

FV = FVo + FVw (2.3)

Dimana :

FV = Kecepatan arus bebas untuk kondisi sesungguhnya (km/jam). FVo = Kecepatan arus bebas dasar pada jalan yang diamati unnutk kondisi

ideal.

FVw = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan.

2.17 Volume Lalu Lintas

Volume adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tinjau tertentu pada suatu ruas jalan persatuan waktu tertentu. Satuan yang digunakan adalah kendaraan / jam atau kendaraan / hari (FD. Hoobs).

(22)

2.18 Hambatan Samping

Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktifitas samping segmen jalan, seperti :

1. Pejalan kaki

2. Kendaraan umum/kendaraan lain berhenti 3. Kendaraan masuk/keluar sisi jalan

4. Kendaraan dengan kecepatan lambat

Tabel 2.8 Kelas Hambatan Samping

Kelas hambatan

samping kode kejadian per 200 m Jumlah berbobot Per jam (dua sisi)

Kondisi khusus Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi VL L M H VH < 100 100 – 299 300 – 499 500 – 899 > 900

Pemukiman ; jalan samping tersedia Pemukiman ; beberapa angkutan umum Industri ; beberapa toko disisi jalan Komersil ; aktivitas sisi jalan tinggi Komersil ; aktifitas pasar sisi jalan

(MKJI : Manual Kapasitas Jalan Indonesia)

2.19 Faktor penyesuaian ukuran kota (FCsc)

Untuk menentukan nilai ukuran kota didasarkan pada data jumlah penduduk, dimana ukuran yang digunakan adalah jumlah penduduk per 1.000.000 orang. Nilai untuk masing – masing ukuran jumlah penduduk adalah sebagai berikut.

Tabel 2.9 : Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs)

Kelas ukuran kota Ukuran kota (juta penduduk) FCcs

Sangat kecil < 0,1 0,86 Kecil 0,1 – 0,5 0,90 Sedang 0,5 – 1,0 0,94 Besar 1,0 – 3,0 1,00 Sangat besar > 3 1,04 Sumber : MKJI

(23)

2.20 Satuan mobil penumpang (SMP)

Kendaraan terdiri dari berbagai jenis yang mempunyai karakteristik pergerakan berbeda, karena dimensi, kecepatan, maupun percepatannya. Oleh karena itu untuk menyamakan satuan dari masing – masing jenis kendaraan digunakan suatu satuan yang biasa dipakai dalam perencanaan lalu lintas yang disebut satuan mobil penumpang atau SMP, yang di dapat dengan menggunakan EMP (Ekivalen Mobil Penumpang).

Harga emp dipersimpangan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.10 Nilai EMP Untuk MW 2/2 UD (Jalan Bebas Hambatan Tak Terbagi Dua Arah Dua - Lajur

Emp Tipe Alinyemen Total arus

kend/jam MHV LB LT Datar 0 900 1450 > 2100 1.2 1.8 1.5 1.3 1.2 1.8 1.6 1.5 1.8 2.7 2.5 2.5 Bukit 0 700 1200 > 1800 1.2 1.8 1.5 1.3 1.6 2.5 2.0 1.7 5.2 5.0 4.0 3.2 Gunung 0 500 1000 > 1450 3.5 3.0 2.5 1.9 2.5 3.2 2.5 2.2 6.0 5.5 5.0 4.0 Sumber : MKJI

(24)

Tabel 2.11 Nilai EMP Untuk Jalan Bebas Hambatan Dua-Arah Empat Lajur

Arus kend/jam Emp

Tipe alinyemen MW terbagi per arah kend/jam MHV LB LT Datar 0 1250 2250 >2800 1.2 1.4 1.6 1.3 1.2 1.4 1.7 1.5 1.6 2.0 2.5 2.0 Bukit 0 900 1700 > 2250 1.8 2.0 2.2 1.8 1.6 2.0 2.3 1.9 4.8 4.6 4.3 3.5 Gunung 0 700 1450 > 2000 3.2 2.9 2.6 2.0 2.2 2.6 2.9 2.4 5.5 5.1 4.8 3.8 Sumber : MKJI

Tabel 2.12 Nilai EMP Untuk Jalan Bebas Hambatan Dua-arah Enam - Lajur

Arus kend/jam Emp

Tipe alinyemen MW terbagi per arah kend/jam MHV LB LT Datar 0 1900 3400 >4150 1.2 1.4 1.6 1.3 1.2 1.4 1.7 1.5 1.6 2.0 2.5 2.0 Bukit 0 1450 2600 > 3300 1.8 2.0 2.2 1.8 1.6 2.0 2.3 1.9 4.8 4.6 4.3 3.5 Gunung 0 1150 2150 > 3000 3.2 2.9 2.6 2.0 2.2 2.6 2.9 2.4 5.5 5.1 4.8 3.8 Sumber : MKJI

Keterangan LB = Bus Besar LT = Truk Besar

MHV = Kendaraan Berat Menengah

2.21 Pengaruh Kendaraan Berhenti

Kendaraan berhenti akibat menaikkan atau menurunkan penumpang tidak pada ramp khusus akan menyebabkan berkurangnya kapasitas jalan. Dengan semakin kecilnya kapasitas, maka kemungkinan untuk terlampauinya akan semakin besar.

(25)

Apabila volume kendaraan yang melewati jalan tersebut besar, kemungkinan terjadinya antrian dan kelambatan adalah besar.

Antrian dan kelambatan ini besarnya sangat tergantung pada waktu kedatangan dan waktu keberangkatan.

Ada beberapa, model yang dapat digunakan untuk mempelajari antrian kelambatan, antara lain adalah model fluida atau model kontinum. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh May.

Persamaan yang diperkenalkan May, sebagai berikut : Total waktu antrian, (Tq) :

q -C Cb -C r x Tq ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ = (2.4)

Jumlah kendaraan yang terganggu (η)

η = Tq x q (2.5)

Jumlah maksimum kendaraan dalam antrian, (Qm)

Qm = r x (q – Cb) (2.6)

Rata – rata kendaraan dalam antrian (Q)

Q = Qm/2 (2.7)

Kelambatan individu maksimum (Dm), (menit)

Dm = q Cb 1 r x ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − (2.8)

Kelambatan individu rata – rata (Dr), (menit) :

q Cb 1 r x Dr ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = (2.9)

(26)

2 Tq x Cb) -(q r x D = (2.10) Dimana :

Tq = Total waktu terjadinya antrian (menit) sejak awal blockade sampai kembali normal setelah kendaraan yang menghalangi bergerak. q = Volume kendaraan (kend/menit)

r = Waktu terhalangnya suatu lajur (menit) C = Kapasitas jalan normal (kend/menit) Cb = Kapasitas bottleneck (kend/menit)

η = Jumlah kendaraan yang teranganggu (kendaraan)

2.22 Penurunan Kecepatan Akibat Kendaraan Berhenti

Kecepatan adalah jarak yang ditempuh suatu kendaraan per satuan waktu (km/jam). Kecepatan rata – rata merupakan ukuran penting untuk performansi lalu lintas pada salah satu titik atau penjang tertentu dari segmen jalan.

Ada dua cara untuk mendapatkan kecepatan rata – rata, yaitu ditinjau dari ruang geraknya pada segmen jalan dan ditinjau dari suatu titik tertentu. Untuk itu kecepatan rata – rata dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Kecepatan rata –rata ruang (space mean speed)

Jarak tempuh dibagi dengan rata – rata aritmatika waktu tempuh kendaraan untuk menempuh jarak tersebut.

Kecepatan rata – rata ruang ini diberi notasi US

Secara matematis dapat ditulis :

= = n 1 i 1 1 u n 1 u (2.11)

(27)

2. Kecepatan rata – rata waktu (time mean speed)

Kecepatan rata – rata waktu adalah rata – rata aritmatika dari pengukuran kecepatan yang melewati titik pengamatan pada jalan selama interval waktu tertentu.

Secara matematis dapat ditulis :

S s u u 2 S 1 u σ + = (2.12)

hubungan antara kedua kecepatan rata – rata tersebut pertama kali diturunkan oleh (Wardrop, 1952).

Adapun rurmus yang diturunkan adalah sebagai berikut

t t u u 2 t 1 u σ + = (2.13) dimana :

σt2 = Varians dari kecepatan rata – rata waktu

σS2 = Varians dari kecepatan rata – rata ruang

Karena harga varians selalu positif, untuk dapat disimpulkan bahwa kecepatan rata – rata waktu selalu lebih besar dari kecepatan rata – rata ruang, kecuali pada kondisi semua kendaraan berjalan dengan kecepatan sama.

Pada analisa lalu lintas kecepatan rata – rata ruang lebih tepat untuk digunakan, dibandingkan kecepatan rata – rata waktu.

2.23 Tingkat Pelayanan Jalan

Mutu pelayanan dapat didefinisikan sebagai pengakuan kualitas untuk meggambarkan kondisi operasional dalam aliran lalu lintas dipandang dari kaca

(28)

meliputi kondisi operasional aliran lalu lintas dipandang dari beberapa faktor seperti kecepatan, waktu perjalanan, kebebasan samping serta keamanan dan kenyamanan dalam berkendaraan membuat definisi mutu pelayanan untuk setiap tipe jalan menjadi 6 tingkat, lengkap dengan analisis prosedur yang berlaku. Ke- 6 tingkatan tersebut disajikan dengan huruf A sampai F dengan mutu A menunjukkan pelayanan operasi terbaik dan F terburuk.

Dibawah ini adalah tabel mengenai tingkat pelayanan ruas jalan dilihat dari segi nilai V/C ratio.

(29)

Tabel 2.13 Angka tingkat pelayanan ruas jalan Tingkat

pelayanan

Karakteristik V/C ( Ratio )

A Kondisi arus bebas kecepatan tinggi Volume lalu lintas sedang

0.0 – 0.20

B Arus stabil

Kecepatan mulai dibatasi oleh kendaraan lain

0.21 – 0.44

C Arus stabil

Kecepatan dan gerakan kendaraan dikendalikan

0.45 – 0.75

D Arus mendekati tidak stabil

Kecepatan masih dapat dikendalikan

0.76 – 0.84

E Arus tidak stabil

Kecepatan kadang terhenti Permintaan mendekati kapasitas

0.85 – 1.00

F Arus dipaksa, kecepatan rendah, volume dibawah

Kapasitas antrian panjang

1.00

Sumber : Silvia Sukirman ‘Dasar- dasar Perencanaan Geometrik jalan’

Untuk tipe jalan dengan arus tidak terganggu ke 6 tingkatan mutu pelayanan secara umum dapat didefinisikan sebagai berikut :

(30)

laju kendaraan yang dikehendaki dan pergerakan dalam aliran lalu lintas sangat tinggi.

2. Tingkat pelayanan B

Arus dalam kondisi stabil, tetapi kehadiran kendaraan lain dalam aliran lalu lintas mulai perlu mendapatkan perhatian pengemudi kendaraan. Kebebasan dalam memilih laju kecepatan relatif tidak dipengruhi oleh kendaraan lain, tetapi kebebasan bergerak dalam aliran lalu lintas membutuhkan kewaspadaan tinggi bagi pengemudinya. Biasanya penurunan tingkatan kenikmatan dan kenyamanan pada mutu pelayanan ini perlu diperhatikan.

3. Tingkat pelayanan C

Arus masih dalam kondisi stabil, tetapi pengoperasian pada kondisi ini menunjukkan gejala mulai saling mempengruhi diantara kendaraan dalam aliran lalu lintas. Pemilihan laju kecepatan oleh pengemudi dibatasi kehadiran kendaraan dalam arus lalu lintas menbutuhkan kewaspadaan tinggi bagi pengemudinya. Biasanya penurunan tingkatan kenikmatan dan kenyamanan pada mutu pelayanan ini perlu diperhatikan.

4. Tingkat pelayanan D

menunjukkan tingkat kepadatan yang tinggi tetapi kondisi arus lalu lintas yang stabil. Kecepatan dan kebebasan bergerak setiap kendaraan sau demi satu dibatasi. Berdasarkan pengalaman pengendara, biasanya tingkatan kenikmatan dan kenyamanan berkendaraan pada kondisi mutu pelayanan ini jelek, sedikit penambahan arus lalu lintas biasanya akan menyebabkan masalah operasional pada mutu pelayanan ini.

(31)

5. Tingkat pelayanan E

Menunjukkan kondisi operasional lalu lintas kepadatan dekat nilai kapasitas. Semua kecepatan kendaraan menjadi lambat, tetapi nilainya relative masih seragam. Pergerakan dalam aliran lalu lintas sangat sulit, biasanya dilakukan dengan memaksa pengendara untuk saling memberi kesempatan bergerak. Tingkatan kenikmatan dan kenyamanan berkendara pada kondisi mutu pelayanan ini sangat jelek, biasanya frustasi pengendara sangat tinggi. Kondisi operasional arus lalu lintas pada mutu pelayanan ini biasanya tidak stabil, karena sedikit penambahan arus lalu lintas akan menyebabkan arus berhenti (break down).

6. Tingkat pelayanan F

Digunakan untuk menentukan arus dipaksakan atau terhenti (force of break down flow). Pada kondisi mutu pelayanan ini, terdapat sejumlah kendaraan mendekati sebuah titik pada ruas jalan melebihi jumlah kendaraan yang dapat melewati titik tersebut.

Gambar

Tabel 2.1 Jenis Bus Serta Trayeknya.
Gambar 2.2 Lay Bay
Gambar 2.3 Bus Bay
Tabel 2.4 Kapasitas Dasar (Co) 2 Lajur Tak Terbagi
+6

Referensi

Dokumen terkait

Satuan mobil penumpang digunakan untuk mengkonversi arus lalu lintas (Q) (untuk setiap gerakan belok kiri, lurus dan belok kanan) dari kendaraan per jam menjadi

Kecelakaan adalah peristiwa yang terjadi pada suatu pergerakan lalu lintas akibat adanya kesalahan pada sistem pembentuk lalu lintas, yaitu pengemudi (manusia), kendaraan, jalan,

Pada umunya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai komposisi kendaraan, sehingga volume lalu lintas menjadi lebih praktis jika dinyatakan dalam

Pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor, semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kendaraan bermotor. Tarif pajak bahan bakar kendaraan

Pemasangan sinyal lalu-lintas dengan alasan keselamatan lalu-lintas umumnya diperlukan bila kecepatan kendaraan yang mendekati simpang sangat tinggi dan/atau jarak pandang

a) Mata mengawasi arah depan. Pandangan mata harus diarahkan jauh kedepan secara menyeluruh, tidak hanya memperhatikan mobil didepan kendaraan saja, tetapi juga lalu lintas

Dalam perencanaan abutment dan pilar jembatan data-data tanah yang dibutuhkan berupa data-data sudut geser , kohesi dan berat jenis tanah yang digunakan untuk menghitung tekanan

Sirkulasi parkir mobil pada kondisi eksisting sering terjadi konflik antara kendaraan yang sedang mencari ruang parkir dan kendaraan yang akan keluar dari pelataran parkir