• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING STICK BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR IPS"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

STICK BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP HASIL

BELAJAR IPS

Ni Nym. Desi Wijayanti

1

, Ni Wayan Arini

2

, Ni Ketut Suarni

3 1,2

Jurusan PGSD,

3

Jurusan BK, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail:

{[email protected]

1

, [email protected]

2

,

[email protected]

3

}@undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Talking

Stick berbantuan media audio visual dan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran

konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain non-equivalen post test only control group design. Populasi dari penelitan ini adalah seluruh kelas V di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2016/2017 sebanyak 5 sekolah. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas SD Negeri 1 Tegallalang dan SD Negeri 5 Tegallalang yang diambil menggunakan teknik

random sampling. Data hasil belajar IPS siswa dikumpulkan melalui instrument tes hasil

belajar dengan bentuk tes objektif. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deksriptif dan statistik inferensial (uji-t) dengan taraf signifikansi 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada mata pelajaran IPS siswa Sekolah Dasar kelas V di Gugus I Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar (thitung = 9,424

sedangkan ttabel = 1,980 sehingga thitung > ttabel). Adanya perbedaan terseut menunjukan

bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick berbantuan media audio visual berpengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa Sekolah Dasar kelas V di Gugus I Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar tahun Ajaran 2016/2017.

Kata kunci: talking stick, audio visual, IPS Abstract

The purpose of this research aims at knowing the difference of IPS learning outcomes between groups of students who were taught by cooperative learning model Talking Stick type assisted by audio visual media and students who were taught by conventional learning. This type of research is a quasi-experimental research with non-equivalen post test only control group design. The population of this research is the entire class V in SD Gugus I District Tegallalang, Gianyar Regency Year 2016/2017 Lessons as many as 5 schools. The sample in this research is the students of SD Negeri 1 Tegallalang and SD Negeri 5 Tegallalang which is taken using random sampling technique. Student learning outcomes data were collected through the learning result test instrument with objective test form. The data obtained were then analyzed using descriptive and inferential statistical techniques (t-test) with a significance level of 5%. The results showed that there were significant differences in IPS learning outcomes between students who were taught by cooperative learning model of talking stick type audio visual aids with students who were taught by conventional learning on Social subjects of V grade Elementary

(2)

2

School in Gugus I, Tegallalang Sub-district, Gianyar Regency T-test = 9,424 while ttable = 1,980 so t-htest> ttabel). The existence of the difference shows that the cooperative learning model of Talking Stick type with audio visual media has an effect on the learning result of IPS of V grade Elementary School in Gugus I, Tegallalang District, Gianyar Regency, in the academic year 2016/2017.

Key words: talking stick, audio visual, IPS PENDAHULUAN

Pendidikan mempunyai peran yang penting dalam kehidupan setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang akan mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan juga sebagai wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan yang baik dan terarah sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pendidikan bisa ditempuh melalui 3 jalur yaitu pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur mulai dari jenjang terendah sampai jenjang tertinggi yang diselenggarakan di lingkungan sekolah. Pendidikan nonformal adalah jenjang pendidikan yang dilakukan diluar pendidikan formal, pendidikan ini diselenggarakan di lingkungan masyarakat. Sedangkan Pendidikan informal adalah jenjang pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga. Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu jenjang pendidikan formal. Sekolah Dasar merupakan jenjang pendidikan yang sangat penting untuk siswa, karena pada jenjang ini siswa memperoleh pengetahuan dan kemampuan dasar untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa.

Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang diberikan pada jenjang sekolah dasar. Ilmu pengetahuan sosial merupakan mata pelajaran atau ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial. Luasnya kajian IPS mencakup berbagai cabang ilmu sosial antara lain sosiologi, ekonomi, antropologi, sejarah dan geografi. IPS berusaha mengintegrasikan materi dari berbagai ilmu sosial dengan menampilkan permasalahan sehari-hari masyarakat di sekitarnya. Tujuan utama pembelajaran IPS ialah untuk mengembangkan potensi

peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sediri maupun yang menimpa masyarakat (Trianto, 2015: 176).

Mata pelajaran IPS sangat penting diberikan untuk siswa SD, karena siswa akan dibelajarkan untuk mengenal lingkungan di sekitarnya dan peka terhadap lingkungan atau masalah yang timbul di masyarakat agar dapat hidup saling berdampingan dengan baik di masyarakat. Dalam mata pelajaran IPS seorang guru tidak boleh hanya sekedar mentransfer ilmu saja kepada peserta didik, melainkan harus mampu mengajarkan pengetahuan sosial melalui proses yang bermakna seperti interaksi di dalam kelas yang difokuskan pada pendalaman topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materinya. Selain itu guru hendaknya melakukan perencanaan atau persiapan pelaksanaan pembelajaran yang aktif. Dengan demikian pembelajaran IPS tidak hanya dalam bentuk konsep dan siswa akan semangat untuk belajar serta mengalami sendiri proses pembelajarannya dengan ikut secara aktif dalam kegiatan pembelajaran, sehingga akan menimbulkan kebermaknaan dalam belajar.

Namun pada kenyataannya, dari hasil observasi di kelas V yang dilakukan dibeberapa SD di Gugus I Kecamatan Tegallalang ditemukan berbagai permasalahan dalam proses pembelajaran IPS. Permasalahan yang ditemukan diantaranya proses pembelajaran masih berpusat pada guru dimana guru sebagai sumber utama pengetahuan. Proses pembelajaran di kelas masih didominasi oleh guru dan kurang melibatkan siswa saat pembelajaran berlangsung.

(3)

3 Keterlibatan siswa dalam pembelajaran masih terbatas pada penerimaan materi saja dengan mendengarkan dan menunggu informasi catatan dari guru. Dalam mengajar, model pembelajaran yang digunakan oleh guru kurang bervariasi dan inovatif cenderung menggunakan model pembelajaran konvensional, yaitu berpusat pada guru yang mengandalkan ceramah dan penugasan sehingga hanya ada komunikasi satu arah dari guru terhadap siswa yang menyebabkan siswa menjadi kurang antusias, merasa jenuh dan tidak sedikit siswa mengantuk di kelas karena hanya menerima informasi dari guru.

Di samping itu, guru tidak terlihat menggunakan alat atau media pembelajaran saat mengajar. Padahal dalam proses pembelajaran IPS media akan sangat membantu untuk penyampaian materi yang tidak bisa dibawa atau diperlihatkan langsung oleh guru. Dengan menggunakan media saat pembelajaran siswa akan lebih tertarik mengikuti proses pembelajaran. Seperti yang diketahui, pelajaran IPS merupakan suatu pembelajaran dengan cakupan kajian yang luas, banyak materi yang dipelajari tidak dapat tersampaikan secara konkret. Jika mengajar dengan cakupan materi yang luas ataupun membahas tentang peristiwa yang terjadi dimasa lampau dalam penyampaian materi tanpa berbantuan alat atau media pembelajaran maka, akan sulit bagi siswa untuk memahami materi dan siswa merasa jenuh dalam belajar serta pembelajaran kurang bermakna bagi siswa.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa guru kelas V

SD di Gugus I Kecamatan Tegallalang, diperoleh informasi bahwa masalah yang dihadapi guru saat mengajar adalah sulitnya memusatkan perhatian siswa saat proses pembelajaran terhadap materi IPS, materi yang disampaikan oleh guru kurang direspon aktif oleh siswa kondisi ini diperkuat dari hasil observasi pengamatan di kelas. Pada saat observasi siswa terlihat kurang bersemangat dan tak sedikit siswa yang mengantuk dikelas saat penyampaian materi oleh guru. Guru juga kurang menerapkan model pembelajaran yang bervarias karena kurangnya pemahaman tentang strategi pembelajaran. Selain itu, Dalam mengajar guru kurang memanfaatkan sarana dan prasarana serta media yang dapat mendukung pelaksanaan pembelajaran IPS. Bahkan guru tidak pernah mempersiapkan alat atau media yang berhubungan dengan materi yang dibahas karena merasa kesulitan dalam pemilihan media yang cocok untuk materi IPS yang akan dibahas. Dengan tindakan seperti itu, mengakibatkan kurangnya minat siswa untuk belajar dan dapat memicu rendahnya hasil belajar siswa.

Berdasarkan hasil pencatatan dokumen di SD yang ada di gugus I Kecamatan Tegallalang kelas V pada semester I tahun ajaran 2016/2017 diperoleh nilai rata-rata hasil ulangan tengah semester masih rendah khususnya pada mata pelajaran IPS. Rendahnya rata-rata nilai siswa menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM. Nilai rata-rata ulangan tengah semester siswa mata pelajaran IPS pada kelas V semester ganjil disajikan pada tabel sebagai berikut. Tabel 1.

Rata-rata nilai IPS Kelas V pada Semester I Tahun Ajaran 2016/2017 di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang

No Sekolah Rata-rata Nilai KKM

1 SD No. 1 Tegallalang 68,89 72

2 SD No. 3 Tegallalang 61,62 65

3 SD No. 4 Tegallalang 67,47 75

4 SD No. 5 Tegallalang 66,27 75

5 SD No. 6 Tegallalang 62,38 65

(4)

4

Mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial dalam proses pembelajaran di sekolah dasar diharapkan dapat mengembangkan pemahaman siswa pada lingkungannya, yaitu lingkungan sosial maupun lingkungan alam. Mata pelajaran IPS sering kali dianggap mata pelajaran yang mudah, karena bersifat hafalan dan abstrak. Ini terjadi karena siswa belum sepenuhnya menyukai mata pelajaran IPS. Oleh karena itu, untuk menanggulangi kekurangpedulian siswa terhadap IPS dianjurkan guru memperluas dan menyajikan bahan pembelajaran dalam bentuk baru atau inovatif. Sehingga salah satu cara lain membangkitkan semangat belajar siswa sebaiknya keterlibatan siswa di kelas diatur seefektif mungkin.

Maka upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan belajar yang nyaman bagi siswa, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan belajar yang lebih baik. Pada penelitian ini model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe talking

stick berbantuan media audio visual. Model

pembelajaran talking stick merupakan satu dari sekian banyak model pembelajaran kooperatif. Model ini dapat merangsang siswa aktif dalam proses pembelajaran, melatih siswa berbicara untuk menyampaikan pendapat, mengajarkan siswa untuk bekerja sama di dalam suatu kelompok, mengembangkan sikap saling menghargai pendapat, meningkatkan hasil belajar dan dapat membantu guru untuk menyampaikan tujuan dan materi pembelajaran dengan baik.

Rusman (2014: 202) menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat

heterogen”. Sedangkan menurut Sanjaya

(dalam Rusman, 2014: 203) menyatakan bahwa “Cooperatif learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model

pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”. Dari dua pendapat tersebut, dijelaskan bahwa pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, mengajarkan siswa untuk belajar dan bekerjasama di dalam kelompok serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama siswa yang berbeda latar belakangnya. Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick adalah salah satu model yang dapat mengaktifkan seluruh siswa dan mengandung unsur permainan, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Model pembelajaran ini dilakukan dengan tongkat, siapa yang membawa tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi. Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick ini akan membuat suasana yang lebih kondusif dan membuat peserta didik aktif berbeda dengan pembelajaran monoton seperti yang dilakukan guru-guru di sekolah.

Dalam penerapan model pembelajaran dipandang bahwa bantuan media sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa mengikuti proses pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar di kelas. Media sering digunakan untuk membantu guru menyampaikan materi yang sulit ditampilkan secara langsung. Media yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah media audio visual. Media ini mengandalkan pengelihatan dan pendengaran untuk menyimak materi yang disajikan pada media. Arsyhar (2012: 73) berpendapat bahwa “Media ini dapat menampilkan unsur gambar (visual) dan suara (audio) secara bersamaan pada saat mengkomunikasi pesan atau informasi” Media audio visual adalah media yang dapat dilihat dan didengar melalui video yang berisi materi pembelajaran. Media audio visual yang dimaksud berupa film atau video suatu peristiwa yang berkaitan

(5)

5 dengan materi IPS yang akan dipelajari siswa atau pokok bahasan yang akan disampaikan oleh guru.

Penggunaan media ini akan membuat siswa lebih fokus dan tertarik mengikuti proses pembelajaran IPS karena siswa memiliki pengalaman dan pengetahuan baru setelah menyimak apa yang ditayangkan pada media. Dengan demikian semangat untuk belajar IPS datang dari siswa kemudian ditopang oleh semangat dan upaya guru sehingga diharapkan pengajaran IPS yang selama ini kurang mendapat perhatian optimal dari siswa nantinya akan lebih dipedulikan oleh siswa sehingga tujuan pembelajaran IPS akan tercapai secara optimal.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Berbantuan Media Audio Visual Terhadap Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas V Di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Tahun Ajaran 2016/2017”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe

talking stick berbantuan media audio visual

dan siswa yang dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V Di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2016/2017.

METODE

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian eksperimen ini adalah eksperimen semu (quasi

eksperimen), dengan tujuan untuk menguji

pengaruh suatu model pembelajaran dengan menerapkan treatmen pada suatu kelompok subjek penelitian. Dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas eksperimen dan kontrol. Kelas eksperimen mendapatkan perlakuan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pada kelas kontrol tidak mendapatkan perlakuan khusus. Selanjutnya, pada kedua kelas tersebut diberikan pengukuran yang sama. Perbedaan yang ditimbulkan dianggap bersumber dari perlakuan.

Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen “post test only

control group design” yang secara

prosedural mengikuti pola seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 2. Rancangan Penelitian

Kelas Treatment Post-test

Eksperimen X1 O1

Kontrol - O2

(Dimodifikasi dari Gall, et al., dalam Agung, 2014:163) O1 = post-test terhadap kelompok eksperimen, O2 = post-test terhadap kelompok kontrol , X1 = treatment terhadap kelompok eksperimen (model pembelajaran kooperatif tipe talking stick

berbantuan media audio visual)

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2016/2017. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar yang berjumlah 5 sekolah dasar. Adapun jumlah seluruh populasi adalah 123. Hasil dari uji kesetaraan pada populasi adalah bahwa kemampuan siswa kelas V pada mata

pelajaran IPS di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar tahun ajaran 2016/2017 dinyatakan setara. Kemudian, populasi yang sudah diuji kesetaraannya dapat dilakukan teknik random sampling untuk menentukan dua

kelas sampel. Setelah diperoleh dua kelas sebagai sampel, selanjutnya sampel dirandom kembali untuk menentukan kelas yang bertindak sebagai kelas eksperimen dan kelas bertindak sebagai kelas kontrol.

(6)

6 Dari pengundian kedua mendapatkan dua kelas sampel yaitu siswa SD N 1 Tegallalang sebagai kelas eksperimen yang akan dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual dan SD N 5 Tegallalang sebagai kelas kontrol yang akan dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional.

Penelitian ini menggunakan rancangan

non-equivalent post-test only control group design. Penelitian ini melibatkan dua

variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe

talking stick berbantuan media audio visual

dan pembelajaran konvensional sedangkan variabel terikatnya adalah hasil belajar IPS.

Pada penelitian ini data yang dikumpulkan yaitu data hasil belajar IPS.Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode tes. Metode tes

digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa adalah tes pilihan objektif. Tes tersebut kemudian diuji coba lapangan untuk mencari validitas, reabilitas, taraf kesukaran dan daya bedanya. Hasil tes uji lapangan akan diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kontrol. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial melalui Uji-t.

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL

Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang hasil belajar IPS kelompok eksperimen yang dibelajarkan model pembelajaran kooperatif tipe talking

stick berbantuan media audio visual dan

kelompok kontrol yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar IPS Siswa Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Skor maksimum 30 23 Skor minimum 15 8 Rentangan 16 16 Mean 23,30 13,58 Median 23,85 12,75 Modus 24,58 11,49 Varians 18,473 16,057 Standar Deviasi 4,240 3,951

Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa mean data hasil belajar IPS kelompok eksperimen = 23,30 lebih besar daripada kelompok kontrol = 13,58 Kemudian data hasil belajar kelompok eksperimen dapat disajikan dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 1

Gambar 1. Grafik Poligon Data Hasil Belajar Kelompok Eksperimen

Berdasarkan grafik polygon di atas, dapat diketahui bahwa 5 siswa memiliki skor antara 15-17, 4 siswa memiliki skor antara 18-20, 8 siswa memiliki skor antara 21-23, 13 siswa memiliki skor antara 24-26, 4 siswa memiliki skor 27-29, 3 siswa memiliki skor antara 30-32. Jika skor modus (Mo), median (Md), dan mean (M) digambarkan dari grafik tampak bahwa kurva sebaran skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual merupakan kurva juling negatif, karena Mo>Md>M (24,58>23,85>23,30). Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar skor kelompok

(7)

7 eksperimen cenderung tinggi. Sedangkan

Data hasil hasil belajar IPS kelompok

kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk

poligon seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Grafik Polygon Data Hasil Belajar IPS Kelompok Kontrol

Berdasarkan grafik poligon diatas, dapat diketahui bahwa 9 siswa memiliki skor antara 8-10, 12 siswa memiliki skor antara 11-13, 6 siswa yang memiliki skor antara 14-16, 6 siswa memiliki skor antara 17-19, 2 siswa yang memiliki skor antara 20-22, dan 1 siswa yang memiliki skor antara 23-25. Jika skor modus (Mo), median (Md), dan mean (M) digambar dari grafik, tampak bahwa kurva sebaran skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional merupakan kurva juling positif karena Mo<Md<M (11,49<12,75<13,58). Hal Ini Menunjukan bahwa sebagian besar skor kelompok kontrol cenderung rendah.

Untuk mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari variabel hasil belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, skor rata-rata hasil belajar IPA siswa dikonversikan ke dalam Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala lima. Berdasarkan hasil analisis data, diketahui skor rata-rata hasil belajar IPS siswa kelompok kontrol (M) adalah 23,30. Jika dikonversikan ke dalam PAP skala lima maka, dinyatakan bahwa rata-rata hasil belajar IPS kelompok eksperimen termasuk dalam kategori sangat tinggi. Sedangkan diketahui skor rata-rata hasil belajar IPS siswa kelompok kontrol adalah 13,58. Jika dikonversikan ke dalam PAP skala lima maka, dinyatakan bahwa rata-rata hasil belajar IPS kelompok kontrol termasuk dalam kategori sedang.

Sebelum melakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians. Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk membuktikan bahwa data hasil penelitian benar-benar berdistribusi normal. Uji normalitas sebaran data dilakukan terhadap data hasil post-test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Normalitas sebaran data diuji dengan menggunakan rumus Chi-Square (χ2) dengan criteria pengujian data

berdistribusi normal jika χ2

hitung< χ2tabel, pada

taraf signifikan 5% derajat kebebasan dk (jumlah kelas interval-parameter-1). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus Chi-Square (χ2), diperoleh harga χ2

hitung sebesar 6,116hasil post-test kelompok eksperimen lebih kecil

dari χ2

tabel (6,116<7,815) sehingga data hasi post-test kelompok eksperimen berdistribusi

normal. Sedangkan χ2 hitung hasil post-test

kelompok kontrol sebesar 5,299 dan χ2 tabel

dengan derajat kebebasan (dk) = 3 pada tarafsignifikan 5% adalah7,815 Hal ini berarti χ2 hitung hasil post-test kelompok

kontrol lebih kecil dari χ2

tabel (5,299<7,815)

sehingga data hasil post-test kelompok kontrol berdistribusi normal.

Selanjutnya dilakukan uji prasyarat yang kedua yaitu uji homogenitas varians. Uji homogenitas varians dilakukan terhadap pasangan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Homogenitas data di analisis kelompok eksperimen dan klompok kontrol. Homogenitas data di analisis dengan uji-F dengan kriteria jika Fhitung<Ftabel, maka H0 diterima dan varians

homogen, sedangkan Fhitung>Ftabel, maka H0

ditolak dan varians tidak homogen. Bedasarkan hasil uji-F, diperoleh hasil

post-test kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol dengan db pembilang 37-1=36 dan db penyebut 36-1=35 pada taraf signifikan 5% diketahui Ftabel= 1,84 dan Fhitung= 1,15

(1,15<1,84) sehingga data hasil belajar IPS bersifat homogen.

Berdasarkan hasil uji prasyarat analisis diperoleh bahwa data hasil belajar IPS kelompok eksperimen dan kontrol adalah normal dan varians kedua kelompok homogen. Selanjutnya, dilaksanakan pengujian hipotesis dilakukan

(8)

8 menggunakan uji-t dengan rumus polled

varians. Rangkuman hasil perhitungan uji-t

antar kelompok eksperimen dan kontrol

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis

Kelompok Data Hasil Belajar IPA

Varians (s2) N db thitung Ttabel dengan taraf signitifikansi 5% Kesimpulan Kelompok

Eksperimen 18,473 37 71 9,424 1,980 thitung> ttabel (H0

ditolak) Kelompok Kontrol 16,057 36

Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t di atas, dapat diketahui bahwa hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung sebesar

9,424 Untuk mengetahui signitifikasinya maka perlu dibandingkan nilai ttabel, db = (n1

+ n2 – 2) = 37 + 36 – 2 = 71 dan taraf

signitifikansinya diperoleh nilai ttabel yaitu

1,980 Karena nilai thitung> ttabel

(9,424>1,980), maka H0 ditolak dan H1

diterima. Ini berati bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking

stick berbantuan media audio visual dan

kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Tegalallang Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2016/2017.

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil uji hipotesis, hasil perhitungan yang diperoleh H0 ditolak dan

H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan

hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Gugus I Kecamatan Tegalallang Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2016/2017. Rata-rata hasil belajar IPS antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking

stick berbantuan media audio visual lebih

tinggi dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. Selain hasil uji hipotesis dan rata-rata hasil belajar,

perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual membuat siswa lebih aktif dan menarik minat siswa mengikuti pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe talking stick merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif berpendapat atau menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru dengan bantuan tongkat. Tongkat dijalankan secara bergilir, siswa yang memegang tongkat wajib menjawab soal yang diberikan oleh guru. Sebelum pelaksanaan talking stick siswa harus menyiapkan diri dengan mempelajari materi pokok melalui bimbingan guru. Saat pembelajaran terlihat siswa belajar menjadi lebih aktif dan bersemangat dalam menggali informasi atau materi bersama guru maupun teman kelompoknya. Keaktifan siswa terlihat saat aktif berinteraksi dengan guru atau antar teman kelompok untuk bertanya dan saling bertukar informasi mengenai materi yang telah dipelajari siswa. Selain itu, keaktifan siswa terlihat juga saat pelaksanaan talking

stick, dengan bantuan tongkat siswa

menjadi lebih berani berbicara untuk mengemukakkan pendapat di dalam kelompok besar. Model ini cocok digunakan pada proses pembelajaran, terlihat pada proses pembelajaran yang berlangsung siswa sangat tertarik untuk belajar dan siswa menjadi lebih aktif. Hal ini dikarenakan siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran sehingga memperoleh pengalaman belajar

(9)

9 yang bermakna. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Shoimin (2014) yang menyatakan bahwa model pembelajaran talking stick sangat cocok diterapkan kepada peserta didik seluruh jenjang pendidikan termasuk sekolah dasar. Selain untuk melatih berbicara, pembelajaran ini akan membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian Wahyudiantari (2015) juga menyatakan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick lebih memicu keaktifan siswa dan menarik minat siswa dalam proses pembelajaran. Selain itu, pengalaman belajar yang lebih mengaktifkan siswa akan sangat berpengaruh pada kualitas hasil belajar siswa.

Kedua, adanya unsur permainan pada pelaksanaan model pembelajaran

talking stick membuat suasana belajar

menyenangkan. Saat proses pembelajaran siswa tampak bersemangat melaksanakan permainan talking stick. Hal tersebut terlihat saat pelaksanaan talking stick siswa ikut berpartisipasi bernyanyi bersama saat menjalankan tongkat secara bergilir, siswa merasa gembira dan tidak tegang menunggu giliran menjawab pertanyaan. Saat lagu selesai tongkat berhenti bergilir dan siswa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru. Pembelajaran yang memiliki unsur permainan seperti ini tampak menyenangkan sesuai dengan karakter siswa SD yang senang belajar sambil bermain sehingga pembelajaran tidak membosankan dan monoton. Hal ini sejalan dengan Pradnyani (2014) yang menyatakan bahwa dengan diselingi permainan dalam kegiatan pembelajaran tentu siswa akan merasa lebih senang saat belajar dan tidak akan cepat merasa bosan. Model pembelajaran talking stick sangat sesuai dengan karakteristik siswa SD yang senang belajar sambil bermain.

Ketiga, media audio visual berupa video merupakan media baru dan belum pernah dijumpai oleh siswa karena sebelumnya guru tidak pernah menggunakan media tersebut saat mengajar di kelas. Penggunaan media ini sebagai alat bantu dalam penyampaian materi sangat berpengaruh terhadap

keefektifan jalannya pembelajaran karena materi yang disampaikan oleh guru tidak berupa ceramah saja melainkan disampaikan pula melalui media. Adanya media ini saat proses pembelajaran membuat siswa menjadi tertarik mengikuti pembelajaran. Pada tahap penyampaian materi siswa terlihat sangat tertarik untuk menyimak materi yang disajikan pada media pembelajaran. Penggunaan media saat penyampaian materi memberikan pengalaman baru untuk siswa karena materi yang ditampilkan pada media menggambarkan materi yang akan dipelajari siswa. Penggunaan media pembelajaran mampu menarik perhatian siswa menjadi terpusat pada apa yang ditayangkan di media sehingga, siswa tertarik mengikuti pembelajaran dari awal pembelajaran. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Arsyad (2016) yang menyatakan bahwa media video menggambarkan atau visualisasi materi pembelajaran. Pada awal pelajaran media harus mempertunjukan atau menayangkan sesuatu yang dapat menarik perhatian semua siswa.

Keempat, model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar berinteraksi dengan baik dan saling membantu belajar bersama dalam klompok. Guru dalam proses pembelajaran tidak mendominasi kegiatan pembelajaran, namun memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari sendiri pengetahuannya dengan memberikan tugas kelompok kepada siswa. Belajar secara berkelompok melatih siswa untuk berinteraksi dengan baik yang dapat menciptakan interaksi secara luas seperti siswa dengan guru dan siswa dengan siswa untuk saling bertukar informasi. Saat diskusi kelompok berlangsung siswa bergantian menyampaikan pendapat di dalam kelompok untuk bersama-sama memecahkan suatu masalah atau menjawab tugas-tugas kelompok yang diberikan oleh guru. Siswa segera bertanya kepada guru jika ada materi atau hal-hal yang belum di pahami siswa. Siswa terlihat berkerja sama untuk saling membantu sesama anggota untuk belajar dan

(10)

10 menyelesaikan tugas kelompok. Saat berdiskusi siswa juga menjadi saling menghargai pendapat satu sama lain dengan baik sehingga, secara tidak langsung siswa sudah berinteraksi dengan baik dan saling berbagi informasi. Sejalan dengan Rusman (2014) yang menyatakan bahwa pembelajaran secara berkelompok akan menciptakan sebuah interaksi yang lebih luas yaitu guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Dalam sistem belajar yang kooperatif atau berkelompok, siswa belajar berinteraksi dan bekerja sama dengan angggota lain untuk saling membantu sesama anggota kelompok didalam belajar. Pemaparan di atas sejalan dengan tujuan pembentukan kelompok yang disampaikan oleh Puspitawangi (2016) yang menyatakan bahwa pembentukan kelompok bertujuan untuk mengajarkan siswa berintraksi dan saling membantu dalam belajar sehingga diharapkan siswa bisa bertukar pikiran.

Kelima, Keterlibatan guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator dan motivator memberikan penguatan yang lebih kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam kelas. Guru terlibat sebagai fasilitator dalam pelaksanaan

talking stick menjadi pengarah tongkat dan

mebacakan soal yang akan dijawab oleh siswa. Selain itu guru juga sebagai penghitungan skor yang diperoleh setiap kelompok dari hasil akumulasi setiap anggota yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar. Hal ini dapat membentuk hubungan guru dengan siswa dan siswa dengan siswa menjadi lebih baik sehingga, akan berdampak baik dalam proses pembelajaran. Selain fasilitator, keterlibatan guru dalam pembelajaran sebagai motivator juga berpengaruh untuk merangsang siswa agar lebih aktif dalam proses pembelajaran. Guru memberikan penghargaan (reward) kepada setiap siswa yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan kelompok yang mengumpulkan skor terbanyak dari akumulasi setiap skor yang didapatkan oleh masing-masing anggota kelompok. Sebelum memulai pelaksanaan talking stick guru telah menyampaikan kepada siswa bahwa setiap pertanyaan yang mampu dijawab benar oleh siswa akan diberikan penghargaan

berupa skor dan bintang prestasi. Secara tidak langsung siswa akan termotivasi untuk menjawab pertanyaan dengan baik secara individu ataupun membantu di dalam kelompok untuk berlomba agar menjadi kelompok yang memiliki skor tertinggi. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPS kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual pada siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar diperoleh skor nilai rata-rata M=23,30 (kriteria sangat tinggi). Sedangkan hasil belajar IPS kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar diperoleh skor nilai rata-rata M=13,58 (kriteria sedang). Dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan dengan menggunakan uji-t diperoleh thitung = 9,424 sedangkan ttabel

dengan taraf signitifikan 5% dan db 71= (37+36-2) diperoleh ttabel adalah 1,980.

Hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa thitung lebih besar dari ttabel

(9,424>1,980), sehingga H0 ditolak dan H1

diterima. Hal ini berarti, terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPS antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe talking

stick berbantuan media audio visual dan

kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas V di SD Gugus I Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar Tahun Ajaran 2016/2017.

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat dikemukakan beberapa saran yaitu

pertama, Disarankan kepada siswa di

sekolah dasar agar mampu mengikuti pembelajaran yang sudah dirancang dengan baik dan selalu memotivasi diri untuk belajar serta fokus mengikuti pembelajaran agar mampu mencapai hasil sesuai tujuan. Kedua, Disarankan kepada guru sekolah dasar agar menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dan inovatif seperti model pembelajaran

(11)

11 kooperatif tipe talking stick berbantuan media audio visual dalam proses pembelajaran, sehingga akan berpegaruh dalam peningkatan hasil belajar siswa.

Ketiga, Disarankan kepada kepala sekolah

agar selalu mendukung untuk diterapkannya model pembelajaran yang bervariasi dan inovatif dalam pembelajaran di sekolah serta menyediakan guru sarana dan prasarana seperti media yang mendukung proses pembelajaran.

Keempat, Disarankan kepada peneliti lain

yang berminat melaksanakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran Kooperatif Tipe Talkig Stick berbantuan media audio visual pada pembelajaran IPS maupun pada mata pelajaran lainnya agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, Azhar. 2016. Media Pembelajaran. Jakarta: PT RajaGafindo Persada. Arsyhar, H Rayandra. 2012. Kreatif

Mengembangkan Media

Pembelajaran. Jakarta: Referensi

Jakarta

Pradnyani, Ni Luh Kd. Dwi. 2014. “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Talking Stick Terhadap Hasil Belajar

IPS Siswa Kelas 4 SDN 2 Sesetan Denpasar”. Singaraja: e-Jurnal Edutech Undiksha.

Puspitawangi, Kadek Rai. 2016. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Talking Stick Berbantuan Media Audio

Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa IV di Gugus VIII Kecamatan Sawan Tahun Ajaran 2015/2016”. e-Journal PGSD Pendidikan Ganesha. Volume: 4 Nomor: 1 Tahun: 2016.

Rusman, 2014. Model-model Pembelajaran

Mengembangkan Profesionalisme

Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada.

Shoimin, Aris. 2014. 68 Model

Pembelajaran Inovatif dalam

Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media.

Trianto. 2015. Model Pembelajaran

Terpadu Konsep, Strategi, dan

Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Jakarta: Bumi Aksara.

Wahyudiantari, I Gst A A. 2015. “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Talking Stick Berbantuan Multimedia

Pembelajaran Interaktif dalam Meningkatkan Hasil belajar IPA siswa kelas VIII di SMP N 7 Singaraja”. Singaraja: e-Journal Edutech Undiksha. Volume : 3 Nomor: 1 Tahun: 2015.

Gambar

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Hasil Belajar IPS Siswa  Statistik  Kelompok Eksperimen  Kelompok Kontrol
Gambar 2. Grafik Polygon Data Hasil  Belajar IPS Kelompok Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:.. Untuk mengetahui aktivitas guru dalam pembelajaran

Luaran yang dihasilkan oleh program IbM ini adalah keterampilan mitra untuk memproduksi produk kerjainan dari hasil daur ulang sampah rumah tangga dan sistem

Halim (2012:232) menyatakan bahwaProduk Bersama (Joint Products) yaitu beberapa produk yang dihasilkan dari suatu rangkaian atau seri proses produksi secara

Dalam hal ini, United Nations sebagai badan organisasi internasional yang memfasilitasi pembuatan kesepakatan substantive norms dengan mengeluarkan CRC dan ICCPR

Walaupun perairan Gresik bukan jalur utama Arus Lintas Indonesia (Arlindo), tetapi terhubung melalui arus lokal yang dipengaruhi oleh angin muson, sehingga

Kita saat ini tengah berada di penghujung bulan Dzulqa’dah. Kurang dari sepekan kita akan memasuki bulan Dzulhijjah 1430 H. Dengan demikian kita telah 2 bulan keluar dari

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan dalam penelitian ini, persepsi masyarakat terhadap dampak pengembangan migas dari kegiatan migas menunjukkan bahwa adanya kegiatan migas

ƒ Question, pertanyaan lanjutan apa yang dimiliki siswa. Siswa diminta mengisi kolom KWH saja sedangkan sisanya diisi diakhir pelajaran. Disini siswa dilatih berpikir