MEDIA MASSA dan DEMOKRATISASI
Manakala dalam suatu negara,
media massa mampu menjadi
salah satu instrumen bagi
adanya kebebasan berekspresi
dan berpendapat, hal ini
mengindikasikan bahwa negara
tersebut bercorak demokratis,
demikian pula sebaliknya.
Eksekutif, Legislatif, YudikatifMEDIA MASSA dan DEMOKRASI
DEMOKRATISASI DAN MEDIA MASSA
PASCA ORDE BARU
• Di Indonesia terlihat jelas bahwa keberadaan media massa tidak lepas dari
karakteristik sistem politik. Terdapat perbedaan posisi dan peran media ketika Indonesia berada di dalam pemerintahan Orde Baru yang otoriter dengan ketika pasca-Orde Baru yang relatif demokratis. Pada masa Orde Baru, terdapat keinginan kuat membangun pemerintahan yang stabil dan efektif. Upaya ini dilakukan melalui bangunan negara yang kuat dengan
relasi terhadap kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat secara terbatas atau state corporatisme.
• Di dalam negara yang seperti itu, kekuatan yang ada di luar negara,
BREDEL TEMPO, DETIK dan EDITOR
Ketika media berseberangan dengan konstruksi semacam ini, media massa yang mencoba memberi informasi berlawanan dengan kebijakan
pemerintah diberi sanksi berat yaitu pembreidelan. Majalah TEMPO dan Tabloid Detik merupakan contoh media yang dianggap berseberangan dengan pemerintah dan karena itu harus
dikeluarkan dari konstuksi negara korporatis itu. Majalah Tempo yang
terbit 7 Juni 1994 mengkritik pembelian 39 kapal perang bekas dari Jerman Timur dari USD 12,7 juta menjadi USD 1,1 miliar.
Sepekan sebelumnya, majalah Tempo mengungkapkan pembengkakan harga kapal bekas sebesar 62 kali lipat. Pada 9 Juni 1994, Soeharto
KEBEBASAN PERS PASCA ORDE BARU
Jatuhnya pemerintahan Soeharto
membuat pertumbuhan media menjadi
tidak terkontrol. Sebelumnya, untuk
memperoleh SIUPP (Surat Izin Umum
Penerbitan Pers) tidak mudah. Pasca
runtuhnya Orde Baru, menteri
penerangan Yunus Yosfiah mencabut
ketentukan mengenai SIUPP dan
memperbaikinya. Implikasinya banyak
orang mendirikan surat kabar dan
majalah. Termasuk efeknya adalah
REGULASI PERS PASCA ORDE BARU
Media massa di dalam pemerintahan pasca Orde Baru, telah merefleksikan dinamika, termasuk dinamika politik yg ada di dalam masyarakat. Media massa secara cepat dan luas juga menyiarkan peristiwa yang ada di dalam masyarakat tanpa sensor yang cukup sebagaimana di dalam pemerintahan Orde Baru. Memang media massa tidak lepas dari
pengaturan-pengaturan, yang diatur dalam Undang-Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, yang menyebutkan
pembentukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI yang dibentuk dengan beranggotakan orang-orang independen ini dimaksudkan untuk mengurangi kontrol pemerintah di bidang penyiaran. Tetapi, pengaturan-pengaturan itu tidak lebih
sebagai rule of the game agar media massa juga tetap dalam kerangka penghormatan terhadap hak-hak orang dan
MEDIA: MENGONTROL dan DIKONTROL
Peran politik media massa di dalam negara demokratis dapat dilihat dari dua peristiwa. Pertama adalah pada proses seleksi kepemimpinan politik (di dalam pemilu atau pemilihan pejabat publik dan di dalam proses pemilihan pemimpin di dalam organisasi-organisasi politik). Di dalam pemilu, media massa dapat memublikasikan berbagai isu, termasuk program yang ditawarkan oleh calon atau partai. Media massa juga bisa mengkritisi isu-isu tersebut. Dalam situasi ini, media massa dapat menguntungkan atau merugikan calon dan partai
PENINGKATAN BELANJA IKLAN
• Semakin kuatnya minat para politisi menggunakan media massa
sebagai instrumen membangun relasi dengan masyarakat guna
memperoleh dan mempertahankan dukungan itu terlihat dari
meningkatnya belanja iklan politik dalam tahun-tahun menjelang
pemilu. Pengaruh iklan politik terhadap perilaku sejauh ini masih
diperdebatkan apakah cukup berarti atau tidak, (Kaid, 1999; 2004).
Tetapi mengingat penggunaan media sebagai institusi untuk
memperoleh informasi mengenai calon atau partai semakin
MEDIA: MENGONTROL dan DIKONTROL
Kedua adalah pascapemilu, berkaitan
dengan perjalanan pemerintahan
sehari-hari. Media massa setiap harinya
memublikasikan berbagai peristiwa
yang terjadi dan berkembang. Di bidang politik, selain menyiarkan berbagai
kegiatan aktor-aktor politik yang
dipandang memiliki pengaruh terhadap kehidupan masyarakat berikut interaksi para aktor itu antara yang satu dengan yang lain, media juga menyiarkan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh para elite.
MEDIA dan KEPENTINGAN PEMILIK
Realitas semacam ini juga terjadi pada kehidupan media massa pasca-pemerintahan Orde Baru. Meskipun iklim demokrasi memungkinkan banyak orang mendirikan
media, tetapi yg mampu terus hidup dan berkembang hanya sebagian kecil saja. Saat ini, bisnis media massa hanya terkonsentrasi pada kelompok-kelompok tertentu. Hal ini
Media massa di satu sisi diharapkan dapat berfungsi sebagai saluran dari
berbagai kelompok yang ada di dalam masyarakat, tetapi di sisi yang lain,
pengaruh pemilik modal terhadap eksistensi media juga tidak kecil. Robert
Hackett dan William Carrol (2006) berpendapat, pengaruh pemilik media
mungkin saja tidak dipakai. Tetapi ketika pemilik itu berkepentingan di dalam
memengaruhi isu-isu tertentu, tidak mudah untuk dikendalikan.
Kecenderungan ini pula yang membuat Edwin Baker sampai pada pandangan bahwa
Ketika pemilik media memiliki perhatian untuk memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, tidaklah masalah. Tetapi ketika pemiliknya itu memiliki kepentingan berlawanan dengan nilai-nilai
demokrasi dan
PARADOKS MEDIA
• Pasca-pemerintahan Orde Baru telah memberi ruang kebebasan yang cukup besar kepada media massa, mulai dari kebebasan untuk berdiri sampai kebebasan untuk memberitakan berbagai
peristiwa yang terjadi. Isu-isu yang pada masa pemerintahan Orde Baru dianggap tabu untuk diberitakan, saat ini bisa leluasa disebarkan. Liputan meda massa juga telah melahirkan tekanan-tekanan dari publik kepada pemerintah atau pejabat publik yang dianggap bermasalah. Salah satu contohnya ketika ada perselisihan antara Kepolisian-Kejaksaan-KPK, soal kriminalisasi Chanda Hamzah dan Bibit Samad Riyanto.
• Dalam kasus tersebut, media massa telah menjadi bagian dari institusi untuk menjaga keberlangsungan demokrasi pasca-pemerintahan Orde Baru. Manakala ditengarai terjadi
penyalahgunaan kekuasaan di dalam ruang publik, media, dalam kasus ini telah berfungsi sebagai instrumen dan aktor untuk mengontrol. Media massa telah berada pada pihak publik yang berusa mencari keadilan dan kebenaran.
• Tetapi peran media semacam ini berlainan atau paradoks dengan fakta tadi, ketika media massa berada dalam kendali pemilik. Sehingga siaran tidak lepas dari bingkai kepentingan pemilik modal yang mengendalikan media. Berkaitan dengan kepentingan modal ini, pertanyaannya adalah,