• Tidak ada hasil yang ditemukan

MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang) TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang) TESIS"

Copied!
153
0
0

Teks penuh

(1)

MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH

(Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh :

Emusti Rivasintha.M S861008010

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2012

(2)

MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH

(Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)

Disusun oleh Emusti Rivasintha Marjito

S861008010

Telah disetujui oleh tim pembimbing Dewan Pembimbing

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Suyatno Kartodirjo NIP : 130324012

Pembimbing II Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum.

NIP : 195907081986012001

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret

Dr. Hermanu Joebagyo, M.Pd NIP : 195603031986031001

(3)

MUATAN MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS SEJARAH

(Studi Kasus Di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)

Disusun oleh

Emusti Rivasintha. M S861008010

Telah disetujui oleh tim penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Ketua Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd

Sekretaris Dr. Warto, M.Hum Anggota Penguji 1. Dr. Suyatno Kartodirdjo

2. Dra. Sutiyah, M.Pd, M.Hum

Mengetahui Ketua Prodi Dr. Hermanu Joebagio, M.Pd Pendidikan Sejarah NIP 195603031986031001

Direktur Program Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S Pascasarjana NIP 196107171986011001

(4)

PERNYATAAN

Nama : Emusti Rivasintha Marjito

Nim : S861008010

Menyatakan dengan sesunguhnya bahwa tesis yang berjudul “Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara)” adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis ini.

Surakarta, Januari 2012 Yang Memuat Pernyataan

(5)

MOTTO

Bismillahirrohmanirohim,

v “…Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu Dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

(QS AL-Mujadilah : 11)

v Kita terlahir bukanlah untuk membaca dan menghapal sejarah orang lain saja. Tetapi kita tercipta untuk membuat sejarah tentang diri kita sendiri !!!

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kecintaanku Kepada-Mu Ya Robbi,

Kupersembahkan Karya dan Hasil Perjuanganku untuk :

v Papah dan Mamah tersayang, terima kasih atas segala semangat dan doa yang telah diberikan

v Suamiku Karel Juniardi, terima kasih atas Motivasi dan dorongan yang tak habis-habisnya agar studi ini terselesaikan

v Kakak dan Adikku (Endhang Nilaprapti. M dan Prayogi Pujazuli Erlangga) v Lembaga STKIP PGRI Pontianak

Terima kasih atas segala dukungan ,doa, cinta, dan semangat yang telah diberikan Semoga Allah SWT membalasnya dengan segala kebaikkan di Syurga

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah, Tuhan yang Maha Kuasa, yang dengan rahmat-Nya tesis dengan judul “Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang)” telah diselesaikan. Disadari bahwa dalam penyusunan tesis ini, keberhasilan bukan semata-mata diraih oleh penulis, melainkan diraih berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam penyusunan tesis ini. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Prof. Dr. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian.

2. Dr. Hermanu Joebagyo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan motivasi dan dukungan yang berharga dalam penyusunan tesis ini. 3. Dr. Suyatno Kartodirdjo, selaku penasehat Program Studi Pendidikan Sejarah

Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing I tesis yang memberikan motivasi dan petunjuk dalam penyusunan tesis ini. 4. Dra. Sutiyah, M.Pd., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan

Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus pembimbing II tesis, atas masukan-masukan yang sangat berharga, koreksi-koreksi yang kritis, dan bimbingan dengan penuh kesabaran.

(8)

5. Dosen-dosen pengampu mata kuliah pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan.

6. Lembaga STKIP-PGRI Pontianak yang memberikan dukungan dan dorongan demi selesainya studi ini.

7. Kepala Dinas Pendidikan Kota Singkawang beserta jajarannya yang telah memberikan ijin penelitian guna mempermudah pengumpulan data di lapangan. 8. Kepala Sekolah dan para guru SMP Negeri 8 dan 12 Singkawang yang telah

banyak membantu dalam penelitian ini.

9. Teman-tema pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta terutama angkatan 2010 dan 2011 atas kekompakan dan nasehat-nasehatnya pada penulis.

10. Kedua orang tuaku, suamiku tercinta yang telah memberikan motivasi dan dorongan sampai terselesaikannya tesis ini.

Pada penyusunannya, tesis ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran sangat dibutuhkan sebagai upaya perbaikan.

Surakarta, Januari 2012

Penulis DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

(9)

PENGESAHAN PEMBIMBING ……….. i

SURAT PERNYATAAN ……….. ii

MOTTO ……….. iii

PERSEMBAHAN ……….. iv

KATA PENGANTAR ……… v

DAFTAR ISI ……… vii

DAFTAR TABEL ……… ix DAFTAR GAMBAR ……… x DAFTAR LAMPIRAN ………. xi ABSTRAK ……… xii ABSTRAC ……… xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ………... 1 B. Rumusan Masalah ……….. 6 C. Tujuan Penelitian………. 6 D. Manfaat Penelitian ……….. 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Teori ……… 8

1. Pendidikan Karakter ………. 8

2. Integrasi Pendidikan Karakter ……….. 20

3. Pembelajaran IPS Sejarah ……… 21

B. Penelitian Yang Relevan ……… 30

C. Kerangka Pikir ……… 31

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. 36

(10)

C. Sumber Data ……… 38

D. Teknik Pengumpulan Data ……….. 39

E. Teknik Cuplikan ………. 41

F. Validitas Data ……….. 42

G. Teknik Anilisis ………. 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Latar ……….. 46

2. Sajian Data ……… 57

B. Pokok-pokok Temuan 1. Materi Pendidikan Karakter dalam Materi Pembelajaran IPS Sejarah ..118

2. Kegiatan Pembelajaran pada Mata Pelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan Karakter ………118

3. Penilaian yang Dilakukan Guru Sejarah dalam Pembelajaran IPS Sejarah yang Memuat Pendidikan Karakter ………. 119

C. Pembahasan ……… 120

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan ………. 138

B. Implikasi ………. 139

C. Saran ……… 141

DAFTAR PUSTAKA ………. 143

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel : Hlm

1. Jadwal Kegiatan Penelitian ………. 37 2. Nama Kelurahan di Kecamatan Singkawang Utara Tahun 2007/2008… 46 3. Identitas Guru IPS Sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara ……….. 52

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Hlm

1. Kerangka Pikir Penelitian ………. 35

2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif …………. 45

3. Guru Memeriksa Kerapihan dan Kebersihan Kelas……… 82

4. Suasana Diskusi yang Ramai………. 85

5. Guru Mengawasi Peserta Didik dalam Kelompok………. 86

6. Kelompok Mempresentasikan Hasil Diskusi ……… 86

7. Gaya Guru dalam Mengembangkan Sikap Nasionalisme ………. 90

8. Gaya Guru Bercerita di depan Kelas ………. 91

9. Guru Melempar Pertanyaan Saat Diskusi ……….. 94

10. Guru Memantau Peserta didik Berdiskusi dengan Duduk di Belakang ………. 103

11. Guru Memperhatikan Ruangan Kelas ………. 111

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : Hlm

1. Pedoman Wawancara dan Observasi ………. 146

2. Daftar Informan ………. 153

3. Contoh Silabus, RPP, dan Materi Ajar ……….. 155

4. Tugas Peserta Didik ……… 184

5. Dokumentasi Penelitian ………. 248

(14)

ABSTRAK

Emusti Rivasintha. M, S861008010. 2012. Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang). Tesis: Program Studi Pendidikan Sejarah, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Komisi Pembimbing I: Dr. Suyatno Kartodirdjo dan pembimbing II : Dra. Sutiyah, M.Pd, M.Hum.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang (1) Muatan materi pendidikan karakter dalam materi pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang; (2) Kegiatan pembelajaran mata pelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter; (3) Penilaian yang dilakukan guru sejarah dalam pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter.

Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri Singkawang Utara, yaitu di SMP N 8 dan SMP N 12 Singkawang, dengan menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus tunggal terpancang. Sumber data terdiri atas informan (guru-guru IPS sejarah dan peserta didik), dokumen (silabus dan RPP) serta tempat dan peristiwa (kelas dan kegiatan pembelajaran). Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi, dan analisis dokumen. Validitas data menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi metode. Analisis data menggunakan analisis interaktif dengan tiga tahapan analisis, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan/verifikasi.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa: (1) Muatan materi pendidikan karakter seperti nasionalisme, rela berkorban, pantang menyerah, demokrasi, dan cinta tanah air tersirat dalam materi pembelajaran IPS sejarah yang diuraikan pada uraian pokok materi ; (2) Kegiatan pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter dilakukan dengan menyisipkan nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran misalnya pada saat diskusi guru menanamkan sikap kerja sama dan tanggungjawab; (3) Penilaian yang dilakukan guru dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter baru mengarah pada kognitif.

(15)

ABSTRACT

Emusti Rivasintha. M, S861008010. 2012. Character Education Material Content In History Social Studies Learning (A Case Study on SMP Negeri Singkawang Utara of Singkawang City). Thesis: History Education Study Program, Postgraduate Program of Surakarta Sebelas Maret University. First Consultant Commission: Dr. Suyatno Kartodirjo and Second Consultant: Dra. Sutiyah, M.Pd, M.Hum.

This research aims to describe (1) the character education material content in History Social Study learning material in Public Junior High Schools in Singkawang Utara of Singkawang City; (2) learning activity of History Social Study learning material in Public Junior High Schools in Singkawang Utara of Singkawang City containing character education; (3) the assessment the history teacher does in History Social Study learning in Public Junior High Schools in Singkawang Utara of Singkawang City containing character education.

This study was taken place in the in Public Junior High Schools in Singkawang Utara, namely in SMP N 8 and SMP N 12 Singkawang, using a qualitative method with a single embedded case study. The data source consisted of informant (teachers of history social study and students), document (syllabus and RPP) as well as place and event (class and learning activity). Technique of collecting data used was in-depth interview technique, observation, and document analysis. Data validity used data triangulation and method triangulation. The data analysis was done using an interactive analysis encompassing three stages of analysis: data reduction, data display, and conclusion drawing/verification.

The result of research concluded that: (1) the character education material content such as nationalism, self-sacrifice, never surrender, democracy, and love to the homeland was implied in the History Social Study elaborated in the main elaboration of material; (2) the activity of History Social Study learning containing character education was done by inserting the character values into learning activities, for example, during discussion, the teacher instilled the cooperative and responsible attitude; (3) the assessment the teacher did in History Social Study containing character education still focused on the cognitive aspect.

Keywords: Character education material, History Social Study learning, Junior High School.

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Komitmen nasional tentang perlunya pendidikan karakter, secara imperatif tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal 3 Undang-undang tersebut secara tegas dinyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, maka pendidikan disetiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal itu berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik, sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

Jika diperhatikan dengan seksama potensi peserta didik yang harus dikembangkan tersebut berkaitan erat dengan pembentukan karakter bangsa. Ironisnya praktik pendidikan di sekolah-sekolah lebih banyak menekankan pada aspek kecerdasan intelektual. Pembentukan dan pengembangan karakter peserta didik kurang pendapat porsi yang memadai. Pendidikan karakter di sekolah sekarang ini lebih banyak pada aspek pengetahuan untuk memahami norma atau nilai-nilai, dan belum pada tingkatan internalisasi dan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari.

(17)

Pendidikan karakter di sekolah yang dapat berjalan sebagaimana mestinya, akan mengantarkan setiap peserta didik bukan hanya berkembang dalam hal perilaku moral atau karakternya saja tetapi berdampak juga pada perkembangan akademisnya. Pernyataan ini didasari pada dua alasan. Pertama, jika program pendidikan karakter di sekolah mengembangkan kualitas hubungan antara guru dan peserta didik, serta hubungan antara peserta didik dengan orang lain, maka secara tidak langsung akan tercipta lingkungan yang baik untuk mengajar dan belajar. Kedua, pendidikan karakter juga mengajarkan kepada peserta didik tentang kemampuan dan kebiasaan bekerja keras serta selalu berupaya untuk melakukan yang terbaik dalam proses belajar mereka (Lickona, 2004).

Karakter yang dibangun pada peserta didik tidak semata-mata tugas guru atau sekolah. Mengingat peserta didik beraktivitas tidak hanya di sekolah, melainkan juga menghabiskan waktu di rumah dan sekaligus menjadi anggota masyarakat yang merupakan bagian dari warga negara Indonesia. Dengan tercapainya pendidikan karakter yang berhasil di sekolah, tidaklah logis jika tuntutan itu hanya dialamatkan pada peserta didik. Tanggung jawab yang seharusnya lebih besar lagi justru terletak pada guru yang dalam hal ini adalah guru sejarah, karena bagaimana pun setiap peserta didik yang dibina akan melihat contoh nyata pelaksanaan karakter yang diajarkan. Oleh sebab itu, guru harus menjadi teladan atau pelaku pertama dari karakter yang diajarkan kepada setiap peserta didik.

(18)

Pembelajaran yang dilakukan dalam pendidikan formal menunjuk pada pendidikan sistem persekolahan yang sudah terstandarisasi secara legal formal. Berdasarkan jenjangnya, lama belajar, paket kurikulum, persyaratan unsur-unsur pengelolaannya, persyaratan usia dan tingkat pengetahuan dan prosedur hasil evaluasi belajar. Pendidikan formal juga merujuk pada sistem pendidikan yang terlembagakan secara hirarkis dan terstruktur, mempunyai kelas yang berurutan yang terentang dari sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pembelajaran sesuai standar kurikulum yang ditetapkan pemerintah. Pembelajaran yang dilakukan guna mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kepribadian, kecerdasan, pengendalian diri, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Nilai dan karakter peserta didik yang dikembangkan sangatlah berguna bagi dirinya dalam bermasyarakat.

Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan dari karakter itu menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum (kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, bahasa Indonesia, matematika, agama, pendidikan jasmani dan olahraga, seni, serta keterampilan). Dalam mengembangkan karakter peserta didik, kesadaran akan siapa diri dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui pembelajaran sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa

(19)

lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Artinya, dalam kurikulum perlu ada pengembangan nilai-nilai yang menjadi dasar bagi pendidikan budaya dan karakter bangsa. Dengan demikian, nilai dan karakter yang dikembangkan pada peserta didik akan sangat kokoh dan memiliki dampak nyata dalam kehidupan diri, masyarakat, dan bangsa.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional.

Di sekolah pembentukan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPS sejarah. Materi pembelajaran sejarah yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari, misalnya pembelajaran IPS sejarah pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kelas VIII semester pertama dengan standar Kompetensi (SK) memahami proses Kebangkitan Nasional dan kompetensi dasar (KD) menjelaskan proses perkembangan Kolonialisme dan Imperialisme Barat dan pengaruh yang ditimbulkannya diberbagai daerah.

Mata Pelajaran IPS Sejarah adalah salah satu mata pelajaran yang dapat membentuk karakter dan moralitas bangsa, pembelajaran sejarah di sekolah tidak semata-mata pembelajaran pengetahuan saja, tetapi lebih dari itu yaitu menanaman

(20)

moral, nilai-nilai etika, estetika, budi pekerti yang luhur, dan kepribadian yang mandiri. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan penanaman karakter dalam pembelajaran sejarah. Muatan pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah sangat mempengaruhi terhadap karakter dan watak peserta didik yang akan dibangun dalam pendidikan formal. Dengan demikian, pembelajaran IPS sejarah tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyeluruh pada internalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat.

Mata pelajaran IPS sejarah yang dilaksanakan di Kota Singkawang berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga guru hanya berperan sebagai fasilisator untuk mengantarkan peserta didik menemukan konsep-konsep materi pembelajaran tersebut. Hal ini membantu peserta didik untuk membangun kemandirian belajar sejarah. Banyak penelitian mengenai pembelajaran sejarah di sekolah, akan tetapi masih jarang penelitian mengenai muatan materi pendidikan karakter dalam pembelajaran IPS Sejarah. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba melihat kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran IPS Sejarah yang memuat materi pendidikan karakter, serta bagaimana evaluasi yang dilakukan guru sejarah dalam pembelajaran IPS sejarah yang memuat pendidikan karakter.

(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana muatan materi pendidikan karakter dalam materi pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang?

2. Bagaimana kegiatan pembelajaran pada mata pelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter?

3. Bagaimana penilaian yang dilakukan guru sejarah dalam pembelajaran IPS Sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat pendidikan karakter?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan :

1. Muatan Pendidikan Karakter dalam Materi Pembelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang.

2. Kegiatan pembelajaran pada Mata Pelajaran IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat Pendidikan Karakter. 3. Penilaian yang dilakukan Guru sejarah dalam pembelajaran IPS Sejarah di

SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang yang memuat Pendidikan Karakter.

(22)

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan mampu memberikan kajian ilmiah mengenai Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah (Studi Kasus di SMP Negeri Singkawang Utara Kota Singkawang). 2. Manfaat Praktis

a) Memberikan masukan bagi guru dalam memilih materi pembelajaran IPS sejarah yang terdapat muatan Pendidikan Karakter.

b) Bagi pihak sekolah dan pemerintah dapat digunakan sebagai masukan dalam menentukan suatu kebijakan mengenai pembentukan Karakter peserta didik dalam pembelajaran sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.

(23)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR A. Kajian Teori

1. Pendidikan Karakter a. Pengertian Karakter

Karakter (character) mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills). Karakter meliputi sikap seperti keinginan untuk melakukan hal yang terbaik, kapasitas intelektual seperti berpikir kritis dan alasan moral, perilaku seperti jujur dan bertanggung jawab, mempertahankan prinsip-prinsip moral dalam situasi penuh ketidakadilan, kecakapan interpersonal dan emosional yang memungkinkan seseorang berinteraksi secara efektif dalam berbagai keadaan, dan komitmen untuk berkontribusi dengan komunitas dan masyarakatnya. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, sosial, emosional, dan etika). Individu yang berkarakter baik adalah seseorang yang berusaha melakukan hal yang terbaik (Battistich, 2008: 18).

Karakter menurut Alwisol (2006: 8) diartikan sebagai gambaran tingkah laku yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian (personaliy) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke lingkungan sosial. Keduanya

(24)

relative permanen dan menuntun, mengarahkan serta mengorganisasikan aktivtas individu.

Kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne,1991: 11). Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan orang yan berkarakter mulia mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang. Seseorang bisa disebut orang yang berkarakter apabila perilakunya sesuai dengan kaidah moral.

b. Prinsip Pengembangan Karakter

Tujuan pendidikan karakter adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik. Begitu tumbuh dalam karakter yang baik, anak-anak akan tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar, serta cenderng memiliki tujuan hidup. Pendidikan karakter yang efektif, ditemukan dalam lingkungan sekolah yang memungkinkan peserta didik menunjukkan potensi mereka untuk mencapai tujuan yang sangat penting (Battistich, 2008: 8).

Karakter, menurut Fromm (yang dikutip Via Alwisol, 2006:152) berkembang berdasarkan kebutuhan mengganti insting kebinatangan yang hilang ketika manusia berkembang tahap demi tahap. Karakter membuat seseorang mampu berfungsi di

(25)

dunia tanpa harus memikirkan apa yang harus dikerjakan. Karakter manusia berkembang dan dibentuk oleh pengaturan sosial (social arrangements). Masyarakat membentuk karakter melalui pendidik dan orangtua agar anak bersedia bertingkah laku seperti yang dikehendaki masyarakat. Karakter yang dibentuk secara sosial meliputi accepting, preserving, taking, exchanging, dan biophilous (Alwilsol, 2006: 154-155).

Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju kebiasaan (habit). Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan. Menurut William Kilpatrick, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai pengetahuannya itu kalau ia tidak terlatih untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter tidak sebatas pengetahuan. Karakter lebih dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian, diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral felling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik mampu memahami, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Masnur Muslich, 2011: 130).

Yang termasuk dalam moral knowing adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil menentukan sikap (decision making), dan pengenalan diri

(26)

(self knowledge). Unsur moral knowing mengisi ranah kognitif mereka (Masnur Muslich, 2011: 133)

Moral Feeling merupakan penguatan aspek emosi siswa untuk menjadi manusia yang berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh siswa, yaitu kesadaran akan jadi diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility). Moral Action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu: 1) kompetensi (competence), 2) keinginan (will), dan 3) kebiasaan (habit) (Masnur Muslich, 2011: 134).

Menurut T. Lickona, E. Schaps & C. Lewis (2003: 102), pendidikan karakter harus didasarkan pada sebelas prinsip yaitu,

(1) mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter; (2) mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku; (3) menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter; (4) menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian; (5) memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukan perilaku yang baik; (6) memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses; (7) mengusahakan tumbuhnya motifasi diri pada para siswa; (8) memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan karakter dan setia pada nilai dasar yang sama; (9) adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter; (10) memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha

(27)

membangun karakter; (11) mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa.

c. Karakter dalam Perspektif Pendidikan

Secara harfiah karakter artinya “kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nama atau reputasi ” (Hornby dan Pornwell, 1972: 49). Dalam kamus Psikologi dinyatakan bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang yang biasanya mempunyai kaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap (Dali Gulo, 1982: 29). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah (Masnur Muslich, 2011: 84-85).

(28)

Pendidikan karakter di sekolah sangat terkait dengan manajemen atau pengelolaan sekolah. Pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pendidikan karakter direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan dalam kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah secara memadai. Pengelolaan tersebut antara lain meliputi, nilai-nilai yang perlu ditanamkan, muatan kurikulum, pembelajaran, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, dan komponen terkait lainnya. Dengan demikian manajemen sekolah merupakan salah satu media yang efektif dalam pendidikan karakter di sekolah (Masnur Muslich, 2011: 87).

Pada tataran sekolah, kriteria pencapaian pendidikan karakter adalah terbentuknya budaya sekolah. Budaya sekolah yang dimaksud yaitu perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Keberhasilan program pendidikan karakter dapat diketahui melalui pencapaian indikator oleh peserta didik (Kemendiknas, 2010: 3) yang antara lain sebagaimana uraian berikut:

(1) mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; (2) memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; 3) menunjukkan sikap percaya diri; (4) mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; (5) menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional; (6) mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif; (7) menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; (8) menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya; (9) menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; (10) mendeskripsikan gejala alam dan sosial; (11) memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; (12) menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik

(29)

Indonesia; (13) menghargai karya seni dan budaya nasional; (14) menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; (15) menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; (16) berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; (17) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; (18) menghargai adanya perbedaan pendapat.

d. Hakikat Pendidikan Karakter

Pendidikan menurut John Dewey yang dikutip Masnur Muslich, (2011: 67) adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Tujuan pendidikan adalah agar generasi muda sebagai generasi penerus dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma, dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma hidup dan kehidupan.

Pendidikan karakter, alih-alih pendidikan budi pekerti, sebagai pendidikan nilai moraliras manusia yang disadari dan dilakukan dalam tindakan nyata. Di sini ada unsur proses pembentukan nilai dan sikap yang didasari atas pengetahuan mengapa nilai itu dilakukan. Nilai moralitas yang disadari dan dilakukan bertujuan untuk membantu manusia menjadi manusia yang lebih utuh. Nilai itu adalah nilai yang membantu manusia menjadi orang yang lebih baik hidup bersama orang lain dan dunianya (learning to live together) untuk menuju kesempurnaan. Nilai itu menyangkut berbagai bidang kehidupan seperti hubungan sesame (orang lain, keluarga), diri sendiri (learning to be), hidup bernegara, alam dunia, dan Tuhan. Dalam penanaman nilai moralitas tersebut unsur kognitif (pikiran, pengetahuan,

(30)

kesadaran), dan unsur afektif (perasaan) juga unsur psikomotor (perilaku) (Masnur Muslich, 2011: 67).

Pada sisi lain, ada ungkapan yang menyatakan bahwa harapan besar masyarakat terletak pada karakter tiap individu. Ungkapan ini bila diartikan secara lebih luas mengandung makna bahwa tiap individu berperan dalam pembangunan peradaban, karena masyarakat terdiri dari individu sehingga untuk membangun masyarakat, peran tiap individu dibutuhkan. Peradaban ini berupa sistem-sistem simbolik (matematika, bahasa, musik), budaya, serta aturan-atran sosial yang dibuat oleh manusia dan mengarahkan tingkah laku manusia dalam beradaptasi dengan lingkungannya yang dalam arti yang sangat luas adalah dunianya (Masnur Muslich, 2011: 68).

Menurut Vygotsky dalam Miller, 1999 yang dikutip Masnur Muslich (2011: 68-69) perkembangan dan adaptasi manusia berperan dalam lingkungan tempat tingalnya dan fungsi kognisi manusia berperan di dalamnya. Pengendalian kognisi manusia diatur dalam suatu fungsi mental yang disebut sebagai higher mental function. Higher mental function berkembang melalui proses internalisasi, dimana hal-hal yang ada di luar individu menjadi bagian dari individu itu sendiri. Hal yang diinternalisasi oleh manusia adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk hidup dan internalisasi ini mampu terjadi bila individu di masa awalnya mendapatkan guidance dari orang-orang di sekitarnya. Guidance inilah yang dimanifestasikan dalam pendidikan.

(31)

Dengan demikian, pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradap. Pendidikan bukan sekedar sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi, yaitu sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi). Anak harus mendapat pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan. Dimensi kemausiaan mencakup tiga hal yang paling mendasar, yaitu (1) afektif; (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan serta menguasai ilmu pengetahuandan teknologi; (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis (Masnur Muslich, 2011: 69).

Dalam mewujudkan pendidikan karakter, tidak dapat dilakukan tanpa penanaman nilai-nilai (Azra, 2002: 175). Terdapat Sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1) Karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) Kemandirian dan tanggungjawab; (3) Kejujuran/ amanah, diplomatis; (4) Hormat dan santun; (5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong/ kerjasama; (6) Percaya diri dan pekerja keras; (7) Kepimimpinan dan keadilan; (8) Baik dan rendah hati, dan; (9) Karakter toleransi, kedamaian, dan kesantunan (Masnur Muslich, 2011: 78).

Kesembilan pilar itu, diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good, dan acting the good. Knowing the good mudah diajarkan , sebab pengetahuan bersifat kognitif saja.

(32)

Setelah knowing the good harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat suatu kebaikan. Dengan cara demikian akan tumbuh kesadaran bahwa orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan maka acting the good itu berubah menjadi kebiasaan (Masnur Muslich, 2011: 78).

Pada tingkat institusi, pendidikan karakter mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak dan cinta sekolah di mata masyarakat luas (Masnur Muslich, 2011: 81).

e. Peran Guru dalam Pendidikan Karakter

Membangun peradaban sebuah bangsa pada hakikatnya adalah pengembangan watak dan karakter manusia unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Guru adalah profesi yang mulia, mendidik, dan mengajarkan pengalaman baru bagi peserta didik. Guru yang berkarakter memiliki ciri : (1) Mencintai anak; (2) Bersahabat dengan anak dan menjadi teladan bagi anak; (3) Mencintai pekerjaan guru; (4) Luwes dan mudah beradaptasi dengan perubahan; dan (5) Tidak mudah berhenti belajar (Masnur Muslich, 2011: 56).

(33)

Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Demikian juga seorang pendidik dikatakan berkarakter, jika memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian yang ditinjau dari titik tolak etis atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar dalam arti sempit (transfer pengetahuan /ilmu), melainkan juga harus memiliki kemampuan mendidik dalam arti luas (keteladanan sehari-hari) (Furqon Hidayatullah, 2010: 25).

Dalam upaya implementasi pendidikan karakter di sekolah, tentu tidak lepas dari peran guru yang membina dan memberikan contoh keteladanan kepada peserta didik. Menurut Uhar Suharputra (2011: 2) keberhasilan pendidikan karakter salah satunya diwarnai oleh faktor guru itu sendiri, karena guru adalah seseorang yang telah menyerahkan dirinya dalam organisasi sekolah, ia tidak bisa melakukan tindakan dan berprilaku sesuai keinginan sendiri, tetapi harus dapat menyusuaikan diri dengan peran dan tugasnya sesuai peran dan tuntutan tugas serta aturan yang mejadi kewajiban bagi seorang guru. Sesungguhnya guru yang berkarakter bukanlah sesuatu yang bersifat to be or not to be, melainkan a process of becoming. Guru dalam pendidikan karakter adalah orang yang siap untuk terus menerus meninjau arah hidup dan kehidupannya serta menjadikan profesi guru sebagai suatu kesadaran

(34)

akan panggilan hidup. Guru yang berkarakter senantiasa berusaha dan berjuang mengembangkan aneka potensi kecerdasan yang dimilikinya (Uhar Suharputra, 2011: 3).

Dalam pendidikan karakter, perlu dikembangkan nilai-nilai etika dan estetika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Guru harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik berdasarkan nilai-nilai serta mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Intinya semua komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti (Furqon Hidayatullah, 2010: 28).

Menurut Masnur Muslich (2011: 56) guru adalah profesi yang mulia, mendidik dan mengajarkan pengalaman baru bagi peserta didiknya, guru yang berkualitas dilihat dari bagaimana karakter yang dimiliki peserta didik yang dibina. Adapun peranan guru dalam membina karakter peserta didik sesuai dengan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pendidik yaitu; (1) Menemukan pribadi, yakni guru memfasilitasi peserta didik untuk mengenali kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri dan peserta didik menerimanya secara positif dalam rangka mengembangkan dirinya ke arah yang lebih baik; (2) Mengenal lingkungan, yakni guru memfasilitasi peserta didik agar mengenal lingkungannya seperti lingkungan sosial, ekonomi, budaya dan dapat menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif; (3)

(35)

Merencanakan masa depan, yakni guru memfasilitasi peserta didik agar mereka dapat merencanakan masa depannya (Masnur Muslich, 2011: 59)

2. Integrasi Pendidikan Karakter Ke Dalam Materi dan Proses Pembelajaran a. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter di Sekolah

Menurut M. Furqon (2010: 15) fungsi pendidikan Karakter di Sekolah adalah: (1) Pengembangan, pengembangan potensi peserta didik untuk menjadi pribadi yang berperilaku baik bagi peserta didik yang telah memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter bangsa; (2) Perbaikan, memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk bertanggung jawab dalam pengembangan potensi peserta didik yang lebih bermartabat; (3) Penyaring, untuk menyaring budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Tujuan pendidikan karakter dalam pembelajaran (Masnur Muslich, 2011: 12) sebagai berikut : (1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang berkarakter; (2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius; (3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa; (4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; (5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).

(36)

b. Pengintegrasian Dalam Mata Pelajaran

Pengembangan materi pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan dari setiap mata pelajaran. Materi pendidikan karakter tersebut dicantumkan dalam silabus dan RPP. Pengembangan materi pendidikan karakter itu dalam silabus ditempuh melalui cara-cara berikut ini, (1) Mengkaji Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) pada Standar Isi (SI) untuk menentukan apakah materi pendidikan karakter yang tercantum itu sudah tercakup di dalamnya; (2) Menggunakan tabel yang memperlihatkan keterkaitan antara SK dan KD dengan karakter dan Indikator untuk menentukan karakter yang akan dikembangkan; (3) Mencantumkankan materi pendidikan karakter dalam tabel itu ke dalam silabus; (5) Mencantumkan karakter yang sudah tertera dalam silabus ke dalam RPP; (6) Mengembangkan proses pembelajaran peserta didik secara aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan internalisasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku yang sesuai; (7) Memberikan bantuan kepada peserta didik, baik yang mengalami kesulitan untuk menginternalisasi nilai maupun untuk menunjukkannya dalam perilaku (Lickona, 2007: 18).

3. Pembelajaran IPS Sejarah a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kemudahan (Haryanto, 2003: 2-3). Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padan dari kata instruction yang berasal dari bahasa inggris. Kata instruction memiliki pengertian

(37)

yang lebih luas daripada pengajaran. Jika pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas (ruang) formal, maka pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena itu dalam instruction ditekankan proses belajar, maka terdapat usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri peserta didik disebut pembelajaran. Pembelajaran juga dapat berarti proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

Kosasih Djahiri yang dikutip Isjoni, (2007: 78) menyatakan bahwa “ pembelajaran merupakan proses keterlibatan totalitas diri peserta didik dan kehidupannya atau lingkungannya secara terarah, terkendali ke arah penyempurnaan, pembudayaan, pemberdayaan totalitas diri dan kehidupannya melalui proses learning to know, learning to belief, learning to do dan to be serta learning to life together”.

Menurut Darsono (2000: 26), pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan secara sadar dan sengaja untuk membantu peserta didik agar memperoleh pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku bertambah baik dari segi kuantitas. Tingkah laku tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku peserta didik.

Berdasar tinjauan pendekatan psikologi humanistik dijelaskan oleh Rusda, K.S. dkk (1996:16), bahwa pembelajaran adalah usaha guru/dosen (pengajar) untuk menciptakan suasana yang menyenangkan untuk belajar (enjoy learning), yang membuat orang yang belajar agar dapat terpanggil untuk belajar dan kegiatan belajar

(38)

yang dilakukan pembelajar dirasakan dan disadari sebagai suatu kebutuhan sendiri bukan suatu paksaan dari orang lain.

Menurut Lindgren yang dikutip Oemar Hamalik (2007: 17) fokus sistem pembelajaran mencakup tiga aspek, yaitu; (1) Peserta didik, peserta didik merupakan faktor yang paling penting sebab tanpa peserta didik tidak akan ada proses belajar; (2) Proses belajar, proses belajar adalah apa saja yang dihayati peserta didik apabila mereka belajar,bukan apa yang harus dilakukan pendidik untuk mengerjakan materi pembelajaran melainkan apa yang akan dilakukan peserta didik untuk mempelajarinya; (3) Situasi belajar, situasi belajar adalah lingkungan tempet terjadinya proses belajar dan semua faktor yang mempengarui peserta didik atau proses belajar seperti pendidik, kelas dan interaksi di dalamnya.

Pembelajaran yang efektif adalah yang berpusat pada siswa yaitu, siswa sebagai subjek pembelajaran yang harus aktif kreatif dan mampu berfikir kritis, dalam hal ini peran guru sebagai pembimbing dan fasilitator. Guru memiliki peranan penting artinya selain sebagai pembimbing dan fasilitator bagi siswa, guru juga harus bertindak secara profesional. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kemampuan dasar (kompetensi) antara lain sebagai berikut: Menguasai bahan, mengelola program belajar-mengajar, mengelola kelas, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan-landasan kependidikan, mampu mengelola interaksi belajar mengajar, mampu menilai prestasi untuk kepentingan pengajaran, mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan, mengenal dan

(39)

menyelenggarakan administrasi sekolah, memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran (W. Gulo, 2002: 37).

b. Pengertian IPS Sejarah

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu Pengetahuan Sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, dan ekonomi). IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi (Sumantri, 2001:89).

Mulyono Tj (1980: 8) memberi batasan IPS adalah merupakan suatu pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan Intergrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu Sosial seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya. Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1964: 4) bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti : Geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik. Mata pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, sehingga dipadukan menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial. Dengan demikian jelas bahwa IPS adalah Fusi dari disiplin-disiplin Ilmu-ilmu sosial.

(40)

Model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu sistem pembelajaran yang dimungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik, Depdikbud yang dikutip Sugiyanto (2008: 118) mengemukakan salah satu di antaranya adalah untuk memadukan kompetensi dasar melalui pembelajaran terpadu, dengan cara ini peserta didik akan memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari.

Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran sejarah, seorang guru harus mampu menciptakan pembelajaran yang dialogis, sehingga terselenggaranya pembelajaran yang aktif. Dengan cara seperti ini, peserta didik akan mampu memahami sejarah secara lebih benar, tidak hanya mampu menyebutkan fakta sejarah. Pemahaman konsep belajar sejarah yang demikian, memerlukan pendekatan dan metode pengajaran yang lebih bervariasi, agar peserta didik benar-benar dapat mengambil manfaat dari belajar sejarah. Hasil belajar yang dimaksud adalah terjadinya perubahan, perbedaan dalam cara berfikir, dan merasakan, serta kemampuan untuk bertindak dan mendapat pengalaman (Abu Suud, 1994: 6). Selanjutnya Isjoni (2007: 13) menyatakan bahwa,

Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan guna atau tujuan dari belajar sejarah, melalui pembelajaran sejarah dapat juga dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa lampau.

(41)

Sebagai sebuah sistem, pembelajaran merupakan suatu rangkaian yang merupakan suatu kesatuan. Pembelajaran sebagai sistem merupakan interaksi fungsional antar subsistem (Ahmad Sugandi dkk, 2004: 20). Sebagai sistem pembelajaran merupakan suatu kesatuan berbagai unsur/elemen yang memiliki hubungan fungsional dan berinteraksi secara dinamis untuk mencapai tujuan/fungsi sistem tersebut.

Di dalam pembelajaran terdapat komponen-komponen yang menyusun suatu pembelajaran yaitu (a) tujuan, (b) subjek belajar, (c) materi pelajaran, (d) strategi pembelajaran, (e) media pembelajaran, (f) evaluasi, dan (g) penunjang (Ahmad Sugandi dkk, 2004: 28-30). Tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran adalah membantu peserta didik agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu, tingkah laku peserta didik bertambah. Tujuan pembelajaran ini mengacu pada ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik. Subjek belajar mencakup pribadi yang ada dalam proses pembelajaran, yakni peserta didik dan guru. Materi merupakan hal/informasi yang diberikan dalam proses pembelajaran. Materi ini telah disesuaikan dengan kurikulum. Strategi pembelajaran merupakan pola umum dalam mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektifitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran merupakan alat yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk menyampaikan informasi atau pesan pembelajaran. Evaluasi merupakan kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur jenjang dan

(42)

jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Komponen penunjang dalam pembelajaran antara lain fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk melancarkan dan mempermudah proses pembelajaran.

Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran guru perlu mengembangkan perencanaan pembelajaran. Dalam pembelajaran, pembuatan perencanaan atau desain pembelajaran berfungsi untuk memudahkan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, karena terjadi kegiatan pembelajaran yang terencana dan efektif. Desain pembelajaran atau desain instruksional merupakan proses analisis dan tujuan belajar serta pengembangan teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut (Ahmad Sugandi dkk, 2004: 46). Agar terjadi efektivitas pembelajaran dan agar tujuan bisa terwujud dengan mudah harus ada perencanaan yang matang.

Dalam kegiatan pembelajaran IPS sejarah, seorang guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang dapat memberi peluang untuk terjadinya interaksi antara peserta didik dan guru serta antara sesama peserta didik. Di samping faktor kemampuan pengajar, pengembangan strategi pembelajaran sangat berkaitan dengan tersedianya media dalam pembelajaran, baik yang bersifat statis seperti gambar, model, maupun yang bersifat dinamis seperti kehidupan nyata di sekitar peserta didik. Ini berarti pengembangan strategi pembelajaran sejarah harus sudah diperhitungkan pula alokasi waktu yang diperlukan, sebab tanpa memperhitungkan itu semua, strategi yang telah direncanakan dengan baik hasilnya tidak akan efektif (I Gede Widja, 1989: 9).

(43)

Pemilihan materi dan pengembangan tujuan pembelajaran IPS sejarah tidak dapat hanya dipandang sebagai rutinitas. Di samping memerlukan pemahaman mengenai hakekat belajar sejarah dan wawasan mengenai nilai edukatif dalam kaitan dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, guru juga harus mampu memenuhi acuan dalam pencapaian standar isi (SI) yang memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melalui pembelajaran dalam jenjang dan waktu tertentu, sehingga pada gilirannya mencapai standar kompetensi kelulusan (SKL) setelah menyelesaikan pembelajaran pada satuan pendidikan tertentu secara tuntas (I Gede Widja, 1989: 60).

Untuk membantu peserta didik mencapai berbagai kompetensi yang diharapkan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Analisis terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar merupakan bagian yang sangat penting dalam mendukung keseluruhan komponen dari materi pembelajaran (C. Wijaya, 1992: 142).

Penjabaran standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Silabus merupakan penjabaran secara umum dengan mengembangkan SK-KD menjadi indikator, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar dan

(44)

penilaian. Sebagai bagian dari langkah pengembangan silabus, pengembangan indikator merupakan langkah strategis yang berpengaruh pada kualitas pembelajaran di kelas. Kemampuan guru dan sekolah dalam mengembangkan indikator berpengaruh pada kualitas kompetensi peserta didik di sekolah tersebut (I Gede Widja, 1989: 60).

Menurut Wayan Nurkancana (1986: 27) untuk mengetahui derajat efesiensi dan efektifitas pengajaran guru harus melakukan penilaian atau evaluasi pada periode-periode tertentu proses belajar mengajar, karena dengan evaluasi suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu. Evaluasi hasil belajar bertujuan untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selain itu evaluasi terhadap proses dan hasil belajar bertujuan untuk mengetahui ketuntasan peserta didik. Dari hasil evaluasi penilaian tersebut dapat diketahui kompetensi dasar yang belum dikuasai peserta didik (Kunandar, 2007: 335).

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 6-7) evaluasi (penilaian) mempunyai makna bagi peserta didik, guru, maupun sekolah. Bagi peserta didik dengan diadakan evaluasi, maka dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Bagi guru untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran sudah dapat tercapai atau belum. Di samping itu untuk mengetahui seberapa persen materi yang telah diserap oleh peserta didik, dengan kata lain untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki pembelajaran. Bagi sekolah dengan penilaian dapat diketahui apakah kondisi belajar

(45)

yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum, sebab hasil belajar merupakan cermin dari kualitas sekolah.

B. Penelitian Yang Relevan

Penelitian tentang pendidikan karakter yang berjudul “ Integrasi Nilai-Nilai Karakter Bangsa pada Kegiatan Pembelajaran” Jurnal Cakrawala Pendidikan Volume 9 Nomor 1tahun 2002 oleh Syukur Ghazali. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran sastra. Pendidikan karakter dapat memompa dan membangun karakter manusia menjadi lebih baik. Pengintegrasian nilai-nilai karakter dalam pembelajaran dapat menimbulkan perubahan pada diri peserta didik yang mengarah pada perbaikan perilaku dan watak yang dapat mencerminkan karakter bangsa.

Penelitian yang kedua yang berjudul “ Upaya Penerapan Pendidikan Karakter bagi Mahasiswa (Studi Kasus di Jurusan Teknik Industri UK Petra)” Jurnal Teknik Industri Volume 7 Nomor 1 tahun 2005 oleh Wanda Chrisiana. Pendidikan karakter di beberapa negara sudah mendapatkan prioritas sejak pendidikan dasar dimulai, namun di Indonesia, pendidikan karakter masih dipandang sebagai wacana dan belum menjadi bagian yang terintegrasi dalam pendidikan formal. Penelitian ini membahas tentang pentingnya pendidikan karakter dalam sistem pendidikan formal. Dimulai dengan melihat contoh manfaat pendidikan karakter di negara lain seperti Amerika dan Cina. Kemudian, dilanjutkan dengan usaha-usaha yang dilakukan oleh Jurusan Teknik Industri UK Petra untuk merancang pendidikan karakter yang sistematis dan

(46)

terintegrasi dalam kurikulum bagi mahasiswa sebagai persiapan menuju ke dunia kerja. Usaha tersebut antara lain penetapan pendidikan karakter sebagai salah satu rencana strategis jurusan, penetapan tim, perancangan dan pelaksanaan program pendidikan karakter, evaluasi, serta usaha perbaikan terus menerus.

Selain itu juga ada penelitian yang disusun oleh Tadkiroatun Musfiroh, M.Hum, yang berjudul “ Pengembangan Karakter Anak melalui Pendidikan Karakter, dalam Jurnal Nasional pusat studi PAUD lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta. Kesimpulan yang diambil adalah pendidikan karakter sangat baik apabila telah dimulai sejak dini, termasuk dalam wilayah formal, informal, dan nonformal. Pendidikan karakter pada usia ini sangat membutuh contoh (sebagai modelling) dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari (sebagai habit). Pendidikan karakter dapat dilakukan melalui cara-cara seperti, bermain, bercerita, bercakap-cakap dan dengan pengalaman nyata. Dalam proses pembentukan manusia berkualitas, pendidikan karakter amat diperlukan agar manusia bukan hanya mengetahui kebajikan (knowing the good), tetapi juga merasakan (feeling the good), mencintai (loving the good), menginginkan (desiring the good) dan mengerjakan kebajikan (acting the good).

Dari ketiga penelitian di atas, semuanya berusaha mengkaji bagaimana penerapan atau integrasi pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan relevansi penelitian ini terletak pada aspek bagaimana guru menerapkan pendidikan karakter dalam pengembangan karakter peserta didik melalui kegiatan pembelajaran. Penelitian ini masih bersifat penelitian dasar untuk mengetahui

(47)

bagaimana muatan materi pendidikan karakter dalam materi pembelajaran IPS sejarah dan bagaimana penerapannya dalam perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran serta bagaimana evaluasi yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran yang memuat pendidikan karakter. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif-deskriptif mengingat penelitian ini lebih menekankan pada kegiatan untuk memperoleh informasi tentang keadaan yang sedang berlangsung.

C. Kerangka Pikir

Di era globalisasi sekarang ini fungsi pendidikan tidak lain adalah pembentukan karakter peserta didik, sehingga tercipta kekuatan mental dalam proses pembentukan kepribadian peserta didik. Hal ini dilakukan agar peserta didik sebagai generasi muda bangsa Indonesia memiliki jati dirinya di tengah dunia yang terus berkembang.

Melalui pendidikan peserta didik dikembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan , sehingga mampu mengimplementasikan semua gagasan, pandangan, dan nilai-nilai karakter, untuk menjadi generasi yang unggul dan memiliki kompetensi yang kompetitif, dengan ciri-ciri ; (1) memiliki motivasi berfikir dan berkarya; (2) motivasi dalam mengembangkan bakat dan potensi; (3) memiliki daya saing sekaligus daya kerja sama; (4) daya nalar yang tinggi; (5) mampu berprakarsa; (6) mampu menghitung resiko dan; (7) sikap mencapai prestasi dalam persaingan.

(48)

Kurikulum sebagai acuan dalam program pembelajaran dirancang demi terselenggaranya sistem pembelajaran yang menekankan keaktifan peserta didik (student centered), lingkungan yang kondusif, terpusat pada pemecahan masalah, merefleksi cara penggunaan ilmu dalam kehidupan nyata dan sistem pembelajaran yang berkolaboratif akan sangat berpengaruh pada peserta didik dalam kesehariannya.

Pendidikan karakter adalah pengajaran atau arahan kepada peserta didik agar menyadari kebenaran, kebaikan, dan keindahan melalui proses pertimbangan karakter yang tepat dan pembiasaan bertindak yang konsisten. Pendidikan karakter ditujukan untuk : (1) Menerapkan pembentukan karakter kepada anak, (2) Menghasilkan sikap yang mencerminkan karakter atau nilai yang diinginkan, (3) Membimbing perilaku yang konsisten dengan karakter tersebut.

Pembelajaran IPS sejarah merupakan komponen yang penting dalam upaya membentuk karakter peserta didik. Di dalam bahan pembelajaran sejarah pun terkandung materi-materi pendidikan karakter yang memberikan bimbingan kepada peserta didik untuk bersikap terhadap hal-hal yang baik dan buruk serta hal yang benar dan salah. Sebagai pendidikan yang memuat nilai karakter, Pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter diintegrasikan dalam setiap pokok bahasan yang dicantumkan dalam silabus dan RPP .

Pembelajaran IPS sejarah memiliki kemampuan untuk mengarahkan pada peserta didik, karena muatan materi pendidikan karakter yang terdapat dalam pembelajaran IPS sejarah dapat membimbing peserta didik untuk berkembang

(49)

menjadi beradap, penuh rasa susila dan bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi-kan nilai-nilai karakter dalam kehidupan sehari-hari.

Pengembangan materi pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam materi pembelajaran pada setiap kompetensi dasar. Muatan materi pendidikan karakter tersebut dicantumkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dijadikan pedoman guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter pada setiap pokok bahasan perlu dikembangkan, dieksplisitkan dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari sehingga kegiatan pembelajaran tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi juga agar dapat membentuk karakter peserta didik.

Materi pembelajaran sejarah dalam IPS menempati posisi yang sangat penting dalam membentuk karakter peserta didik, sehingga harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan pembelajaran sejarah dipilih seoptimal mungkin agar dapat membantu peserta didik dalam pengembangan karakter.

(50)

Secara singkat kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian tentang Muatan Materi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran IPS Sejarah

Pendidikan Karakter KTSP Pembelajaran IPS Sejarah Pere ncanaan Pembelajaran KBM Materi Muatan Materi Pendidikan Karakter Penilaian Pembelajaran

Gambar

Tabel :                    Hlm
Gambar 2.  Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif Reduksi  Data Sajian Data Penarikan Simpulan / Verivikasi Pengumpulanan Data
Tabel 2 : Nama Kelurahan di Kecamatan Singkawang Utara  Tahun 2007/2008
Tabel 3 : Identitas Guru IPS sejarah di SMP Negeri Singkawang Utara  No  Nama  Unit Sekolah  L/
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peserta yang memasukkan dokumen penawaran secara lengkap dapat menyampaikan sanggahan secara elektronik melalui aplikasi SPSE atas penetapan dan Pengumuman Pemenang kepada Pokja 01

[r]

Definisi pengendali banjir adalah sungai yang mengalirkan debit banjir kiriman dari luar kota atau dari daerah perbukitan serta mempunyai DAS yang cukup luas, sedangkan drainase

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan sumber daya yang dapat dimanfaatkan sebagai sebagai bahan bakar nabati/biofuel, Pemanfaatan biofuel sebagai energi

A.. Mengulek adalah salah satu kegiatan yang berat dilakukan. Meskipun terjadi peningkatan angka penderita arthritis dan CTS, hingga saat ini belum ada pengembangan

Berdasar atas hasil penelitian yang dilakukan dibanding dengan hasil penelitian lain telah membuktikan bahwa variabel masa kerja tidak terdapat hubungan yang bermakna walaupun

Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya yang suram dan akan menderita penyakit yang disebut night blindness (buta senja) atau xerophthalmia.

kualifikasi Asli dan Copy hasil scan (copy diserahkan ke pokja) saudara yang.. telah di upload di aplikasi Web LPSE Provinsi