• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Sebagai suatu acuan pengetahuan konsep Pengetahuan (Knowledge)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Sebagai suatu acuan pengetahuan konsep Pengetahuan (Knowledge)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

7

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan

Sebagai suatu acuan pengetahuan konsep Pengetahuan (Knowledge) adalah satu definisi dimana terdapat suatu posisi di dalam bidang Information

System (IS) yang dapat menimbulkan suatu perspektif berbeda dalam

melintasi ilmu pengetahuan (e.g.,Grant, 1996). Menurut Davenport and Prusak (1998), dalam Buku mereka yang berjudul ”Working Knowledge”:

Knowledge merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi

kontektual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan suatu lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dengan informasi. Dalam perusahaan, knowledge sering terkait tidak saja pada dokumen atau tempat penyimpanan barang berharga, tetapi juga pada rutinitas, proses, praktek dan norma usaha.

Berdasarkan definisi tersebut diatas, maka penulis simpulkan bahwa

knowledge menjadi sangat penting dengan alasan sebagai berikut:

a. Knowledge adalah aset institusi, yang menentukan jenis tenaga kerja, informasi, keterampilan dan struktur organisasi yang diperlukan.

b. Pengetahuan dan pengalaman perusahaan merupakan sumber daya yang berlanjut (sustainable resources) dari keuntungan daya saing kompetitif

(2)

(competitive advantages) dibandingkan dengan produk andalan dan teknologi tercanggih yang dimiliki.

c. Pengetahuan dan pengalaman mampu menciptakan, mengkomunikasikan dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai semua hal terkait untuk mencapai tujuan perusahaan.

Pendekatan lainnya mendifinisikan knowledge dalam 4 level operasional sebagai berikut (Quinn, B. James, Philip Anderson and Sydney Finkelstein, 2000) :

a. Know what atau cognitive knowledge

Merupakan knowledge yang diperoleh melalui pelatihan, pembelajaran dan kualifikasi formula. Level ini sangat penting bagi perusahaan namun umumnya masih kurang mencakupi keberhasilan komersial.

b. Know how – merupakan level aplikasi praktis

Pada level ini apa yang terjadi pada level I diterjemahkan dalam pelaksanaan. Pada tahap ini merupakan area dimana knowledge menambahkan nilai dalam suatu organisasi melalui kemampuan untuk menerjemahkan knowledge yang bersifat teoritis menjadi eksekusi yang efektif.

c. Know why disebut juga system understanding

Merupakan knowledge terdalam dari jaringan hubungan sebab akibat yang ada pada suatu disiplin ilmu. Level ini memungkinkan profesional untuk berpindah dari pelaksanaan kerja ke pemecahan masalah yang lebih

(3)

besar dan kompleks dan menciptakan solusi baru bagi permasalahan yang baru.

d. Care why - Tahapan lanjutan dari kreatifitas diri (selft-motivated

creativity)

Merupakan level dimana inovasi radikal dapat terjadi melalui lompatan imajinatif dan pemikiran lateral.

Gambar 2.1 Level Operasional dari definisi Knowledge (Carl Davidson and PhilipVoss, 2003)

2.1.2 Pengertian Manajemen Pengetahuan

Menurut Maier (2002), Manajemen Pengetahuan (Knowledge

Management) adalah didefinisikan sebagai manajemen fungsi

bertanggungjawab untuk pemilihan reguler, implementasi dan evaluasi strategi pengetahuan berorientasikan tujuan yang mengarahkan pada peningkatkan dari penanganan pengetahuan internal dan eksternal pada perusahaan dalam rangka untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

(4)

Knowledge management (KM) dalam perusahaan sebenarnya

merupakan suatu cara bagaimana perusahaan mengelola karyawan mereka dari pada berapa lama mereka menghabiskan waktu untuk teknologi informasi serta bagaimana orang-orang dari berbagai tempat yang berbeda mulai saling berbicara (Carl Davidson dan Philip Voss, 2003).

Berdasarkan keterangan diatas, penulis berpendapat bahwa adanya KM dalam sebuah perusahan tidak dapat diabaikan karena terdapat beberapa hal dalam KM yang dapat meningkatkan pertumbuhan bisnis di sebuah perusahaan.

Menurut Tiwana (2000), KM dibagi menjadi 6 bagian besar pendorong (Driver) dalam meningkatkan pertumbuhan bisnis, yaitu :

a. Knowledge-Centric Drivers:

1. Kegagalan perusahaan mengetahui apa yang telah mereka ketahui. 2. Kebutuhan mendesak untuk distribusi knowledge yang cerdas. 3. Kecepatan dan kelambatan knowledge.

4. Masalah pemogokan pengetahuan (knowledge walkout) dan tingkat ketergantungan yang tinggi pada pengetahuan yang diam-diam.

5. Kebutuhan untuk mengangani kecenderungan penumpukan pengetahuan (knowledge-hoarding) diantara pegawai .

6. Kebutuhan akan systemic unlearning (belajar meninggalkan hal-hal lama/using bila sudah tidak seuai dengan kebutuhan).

(5)

b. Technology Drivers:

7. Berakhirnya peranan teknologi sebagai differentiator jangka panjang yang layak.

8. Kompresi dari siklus hidup produk dan proses.

9. Kebutuhan akan rantai penghubung yang sempurna antara

knowledge, strategi bisnis dan teknologi informasi.

c. Organizational structure-based Drivers:

10. Kebutuhan akan rantai penghubung yang sempurna antara

knowledge, strategi bisnis dan teknologi informasi.

11. Munculnya struktur organisasi project-centric. 12. Tantangan yang muncul akibat deregulasi.

13. Ketidak mampuan perusahaan untuk mengimbangi perubahan kompetitif akibat globalisasi.

14. Konvergensi produk pendukung dan jasa layanan d. Personnel Drivers:

15. Konvergensi fungsional yang sangat luas.

16. Kebutuhan untuk mendukung kolaborasi cross-functional yang efektif.

17. Mobilitas dan fluidititas tim.

18. Kebutuhan akan menghadapi ekspektasi korporasi yang kompleks. e. Process focused Drivers:

19. Kebutuhan untuk mencegah kesalahan yang mahal dan berulang-ulang.

(6)

20. Kebutuhan untuk mencegah penemuan kembali yang tidak perlu. 21. Kebutuhan untuk antisipasi prediksi yang akurat.

22. Kebutuhan yang muncul akan tanggapan yang kompetitif. f. Economic Drivers:

23. Potensi untuk menciptakan kemampuan yang luar biasa melalui

knowledge.

24. Permintaan untuk diferensiasi produk dan layanan yang ampuh. Berdasakan keterangan yang menyebutkan KM sebagai pendorong bagi pertumbuhan bisnis, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam KM terdapat proses yang luas dimana dapat membantu dalam menemukan (discovering), menangkap (capturing), berbagi (Sharing) dan penerapan pengetahuan (applying knowledge). Oleh karena proses tersebut tujuan-tujuan KM dalam meningkatkan pertumbuhan bisnis perusahaan dapat terwujud dan tercapai dengan adanya bagian-bagian dari proses yang dapat mendukung terciptanya keseuaian antara ilmu pengetahuan dan informasi.

2.1.3 Proses Manajemen Pengetahuan

Proses manajemen pengetahuan mungkin menjadi dipandang sebagai suatu “meta” pemprosesan dimana adanya tanggungjawab untuk mengimplementasi KM inisiatif, perancangan organisasi dan instrumen

Information and Communication Technology (ICT) untuk mengontrol

pengetahuan serta proses perencanaan ulang pengetahuan (Hoffmann et al. 2001, Staab et al. 2001, 5).

(7)

Dalam kata lain, Proses manajemen pengetahuan dapat mengelola dan mengemudikan siklus pengetahuan dalam satu organisasi serta meliputi penentuan sasaran, implementasi dan evaluasi KM organisasi inisiatif (Probst et al. 1998, 54ff). Pada Gambar 2.2 dapat dilihat suatu tipikal proses pengetahuan yang secara formal menjadi definisi sebagai sebuah proses layanan.dalam satu organisasi.

Gambar 2.2 Knowledge process and Knowledge-intensive business process (Remus, 2002, p121)

Menurut Schwartz, Divitini, & Brasethvik (2000), terdapat 4 kunci sukses dalam KM proses yang dijelaskan dan digambarkan sebagai berikut : a. Knowledge Creation

Knowledge creation (kreasi pengetahuan) disebut juga konstruksi

pengetahuan (knowledge construction) dimana pengetahuan diciptakan sehubungan dengan proses dari individu dan pembelajaran kolektif yang

(8)

tidak dapat “dikelola” tetapi mendukung tidak hanya dengan pertolongan khusus Research and Development (R&D) unit dan proyek, tetapi juga dengan instrumen dimana mendukung ide kreativitas dan inovasi dengan cara menyediakan ruang untuk ide-ide dan interaksi serta men-toleransi error di dalam organisasi, dan terakhir tapi bukan tidak penting satu kreativitas-mendukung kultur organisasi. Menurut Pautzke (1989, p79), Pengetahuan diciptakan menjadi suatu pembeda dengan kesesuaian keadaan dalam siklus pengetahuan individual yang mana dapat diakses oleh organisasi, bersama berbagi pengetahuan dan institusi pengetahuan b. Knowledge Identification & Capture

Knowledge identification and capture direferensikan sebagai proses

mengidentifikasikan kemampuan kritis, jenis-jenis pengetahuan, dan hak individu untuk mempunyai keahlian yang diperlukan dan ditangkap agar dapat membagi pengetahuan tersebut bersama antara individu, departemen, dan semacamnya. Dalam proses knowledge identification and

capture tidak hanya meliputi sumber pengetahuan organisasi (seperti

dokumen, data base dan gudang data, laporan, buku, majalah, menghubungkan pada Situs-situs web dan on-line data base) tetapi juga menagkap pengetahuan yang diciptakan dalam siklus belajar organisasi dengan menyediakan satu awal struktur pengetahuan yang dapat meningkatkan pengunaan dan mengorganisir pengetahuan (e.g., Nissen et al. 2000, 25).

(9)

c. Knowledge Sharing

Knowledge Sharing didefinisikan sebagai titik pertukaran (exchange) atau

proses transfer fakta, opini, ide-ide, teori, prinsip dan model di dalam serta antara organisasi meliputi jalan kecil serta error, umpan balik dan penyesuaian timbal balik dari kedua pengirim serta penerima pengetahuan (Szulanski, 1996). Dan pada prosesnya knowledge sharing merupakan hasil transaksi dari suatu pengetahuan saat terjadi perpindahan pengetahuan (knowledge transfer) antara pekerja pengetahuan (knowledge

worker) dengan cara memberikan fasilitas belajar, melalui berbagi,

menjadi ide-ide dapat dipakai, produk dan proses (Foy, 1999, p. 15-20). Dalam strategi pengetahuan implementasi knowledge sharing berorientasi pada pekerja pengetahuan (knowledge worker) dengan menggabungkan instrumen perusahaan dan teknologi handal untuk mengoptimalkan perluasan pada tingkat kemampuan, pendidikan dan kemampuan untuk pembelajaran karyawan perusahaan serta pengembangkan kecerdasan kolektif.

d. Knowledge Application

Tahap aplikasi pengetahuan mencakup pengetahuan penerapan yang meliputi mengambil kembali dan menggunakan pengetahuan dalam dukungan dari keputusan, tindakan, dan pemecahan masalah, dan yang pada akhirnya bisa menciptakan pengetahuan baru. Sejalan dengan pengetahuan baru adalah diciptakan, itu diperlukan untuk adalah menangkap, dibagi bersama, dan menerapkan, dan siklus berlanjut.

(10)

Aplikasi Pengetahuan mengacu pada pengambilan pengetahuan untuk dibagi bersama baik internal maupun eksternal secara satu perspektif dalam sudut pandangan yang meluas.

Gambar 2.3 The Knowledge Management Process Cycle (Schwartz, Divitini, & Brasethvik, 2000)

2.2 Sistem Manajemen Pengetahuan 2.2.1 Definisi Sistem

Terdapat dua kelompok pendekatan di dalam mendefenisikan sistem, yaitu kelompok yang menekankan pada prosedurnya dan yang menekankan pada komponen atau elemennya. Pendekatan sistem yang lebih menekankan pada prosedurnya oleh Jerry Fitzgerald, Ardra F. Fitzgerald, Warren D. Stalling, Jr (Jogiyanto, 2001, h.1) adalah:”Suatu sistem adalah suatu jaringan kerja atas prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul

(11)

bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu sasaran tertentu”. Sedangkan

pendekatan sistem yang lebih menekankan pada komponen atau elemennya oleh Jogiyanto H. M. adalah:”Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang saling berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.

2.2.2 Pengertian Sistem Manajemen Pengetahuan

Pada suatu sistem informasi tidak ada satupun sistem tunggal yang dapat mencakup semua pengetahuan kebutuhan manajemen dalam satu perusahaan. Hal ini adalah bukti dari tersebar luas potensial dari IT dalam proses manajemen pengetahuan. Sistem Manajemen Pengetahuan (Knowledge

Management System) mengacu pada suatu pengelompokan sistem informasi

menjadi diterapkan untuk mengelola pengetahuan organisasi.

Menurut Alavi and Leidner (2001, p.114) definisi Knowledge

Management System (KMS) adalah Sistem yang dikembangkan berdasarkan

pada information technology (IT) dan diciptakan untuk mendukung tahapan pada peningkatkan proses perusahaan dalam kreasi pengetahuan (knowledge

creation), tempat penyimpanan/pengambilan kembali (knowledge storage and retrieval), transfer (knowledge transfer), dan aplikasi (knowledge application)

(12)

Konsep IT untuk KMS dibangun dengan cara memanggil bagian pada sistem Information and Communication Technology (ICT) dalam mendukung fungsi-fungsi dimana tidak hanya pada knowledge lifecyle saja tetapi juga mendukung konstruksi (construction), identifikasi (identification), menangkap (capturing), akuisisi (acquisition), pemilihan (selection), valuasi (valuation), organisasi (organization), menghubungkan (linking), struktur (structuring), formalitas (formalization), visualisasi (visualization), distribusi (distribution), ingatan (retention), pemeliharaan (maintenance), penyulingan/perbaikan (refinement), evolusi (evolution), akses (access), pencarian (search), dan aplikasi (application) (Maier, 2002).

Keseluruhan proses pada knowledge lifecyle dan juga perluasan dari

ICT untuk pengetahuan dan informasi yang diwujudkan dalam KMS menjadikan IT tidak hanya sebagai dukungan akan tetapi menjadi suatu keunggulan pada perusahaan yang mengembangkan pengetahuan dengan teknologi informasi. Adapun manfaat IT dalam Knowledge Management

System (Alavi and Leidner,2001, p.114) :

• IT sebagai suatu enabler dalam meningkatkan kinerja individual di antara

knowledge worker.

• IT menjadi pemicu kinerja organisasi yang ditingkatkan oleh bisnis baru proses.

• IT merupakan satu enabler interorganizational dalam meningkatkan kinerja oleh jaringan pengetahuan yang efektif.

(13)

Penulis berpendapat bahwa dalam menggunakan suatu sistem teknologi informasi yang tidak hanya bisa mengelola informasi tetapi juga mendistribusikan pengetahuan diperlukan penerapan IT dalam secara sistematis sesuai dengan kultur korporat dan struktur insentif untuk mencapai suatu penghargaan pada saat berbagi pengetahuan (sharing knowledge) antara pekerja pengetahuan (knowledge worker). Menurut Debowski (2005, p17), mendefinisikan knowledge workers sebagai pekerja yang menghabiskan sebagian besar dari waktunya untuk menciptakan, mengaplikasikan atau menyampaikan knowledge.

2.2.3 Faktor Kesuksesan Sistem Manajemen Pengetahuan

Untuk mengetahui keberhasilan pada proses yang berjalan pada KMS diperlukan suatu pengukuran proses terhadap penggunaannya. Menurut Turban and Aronson (2001), terdapat 3 alasan untuk mengukur kesuksesan dari suatu KMS ;

• Untuk menyediakan satu basis evaluasi perusahaan

• Untuk men-stimulasi manajemen dalam memfokuskan kepentingan • Untuk mengisolasi investasi dalam KM aktivitas-aktivitas

Pengukuran kesuksesan pada KMS merupakan sesuatu yang krusial karena pengguna dari sistem tersebut harus mengetahui sejauh mana efektifitas dari proses KM dan mengidentifikasikan dampak penggunaan KMS. Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan sebuah model yang dapat

(14)

mengetahui kesuksesan berdasarkan variabel dan mengidentifikasikan faktor-faktor yang membangkitan dampak positif dari penggunaan KM pada KMS.

Mengacu pada model kesukesan KMS oleh DeLone and McLean (1992), yang dikutip oleh Maier (2002), terdapat beberapa uraian penting pada tiap dimensi yang mengukur spesifikasi dalam mengidentifikasikan model kesuksesan KMS. Model tersebut digambarkan pada gambar 2.9 dengan menggunakan dimensi sebagai berikut :

Gambar 2.4 KMS success model (Maier, 2002)

• System Quality : diambil secara langsung dari DeLone dan McLean (1992) dan mengacu pada keseluruhan kualitas dari perangkat keras dan perangkat lunak

• Information, Communication, and Knowledge Quality : kualitas data menyimpan, informasi, dan pengetahuan, dan kualitas metode aliran pengetahuan

(15)

• Knowledge-Specific Service : seberapa baik pakar dan para manajer KMS mendukung KMS

• System Use and User Satisfaction : diambil secara langsung dari DeLone dan McLean (1992) dan mengacu pada KMS yang aktual dengan orientasi kepuasan pemakai

• Individual Impact : diambil secara langsung dari DeLone dan McLean (1992) dan mengacu pada dampak pengguanaan KMS yang mengarah terhadap efektivitas individu

• Impact on Collectives of People : meningkatkan efektivitas di dalam tim, kelompok kerja (work groups) maupun komunitas (communities) yang datang untuk menggunakan KMS

• Organizational Impacts : diambil secara langsung dari DeLone dan McLean (1992) dan mengacu pada peningkatkan keseluruhan efektivitas organisasi sebagai hasil penggunaan KMS.

2.3 Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia (SDM)

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisai bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Prawirosentono, 1999). Kinerja karyawan lebih mengarah pada tingkatan prestasi kerja karyawan. Kinerja karyawan merefleksikan

(16)

bagaimana karyawan memenuhi keperluan pekerjaan dengan baik (Rue dan Byars, 1995).

Menurut Mathis dan Jackson (2002), bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi yang antara lain termasuk :

1. Kuantitas keluaran 2. Kualitas keluaran 3. Jangka waktu keluaran 4. Kehadiran di tempat kerja 5. Sikap kooperatif

Sumber daya manusia sebagai aktor yang berperan aktif dalam menggerakkan perusahaan /organisasi dalam mencapai tujuannya. Tercapainya tujuan perusahaan hanya dimungkinkan karena upaya para pelaku yang terdapat dalam perusahaan, untuk berkinerja dengan baik.

Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job

Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi

sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang Kusriyanto (1991: 3) adalah: "perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam)".

(17)

Penilaian kinerja (performance appraisal, PA) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan, ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan (Mathis dan Jackson, 2002). Penilaian kinerja disebut juga sebagai penilaian karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan kinerja, evaluasi kinerja dan penilaian hasil pedoman. Penilaian kinerja Menurut Armstrong (1998) adalah sebagai berikut:

1. Ukuran dihubungkan dengan hasil.

2. Hasil harus dapat dikontrol oleh pemilik pekerjaan. 3. Hasil harus dapat dikontrol oleh pemilik pekerjaan. 4. Ukuran obyektif dan observable.

5. Data harus dapat diukur.

6. Ukuran dapat digunakan dimanapun.

Data atau informasi tentang kinerja karyawan terdiri dari tiga kategori (Mathis dan Jackson, 2002):

1. Informasi berdasarkan ciri-ciri seperti kepribadian yang menyenangkan, inisiatif atau kreatifitas dan mungkin sedikit pengaruhnya pada pekerjaan tertentu.

2. Informasi berdasarkan tingkah laku memfokuskan pada perilaku yang spesifik yang mengarah pada keberhasilan pekerjaan. Informan perilaku lebih sulit diidentifikasikan dan mempunyai keuntungan yang secara jelas memberikan gambaran akan perilaku apa yang ingin dilihat oleh pihak manajemen.

(18)

3. Informasi berdasarkan hasil mempertimbangkan apa yang telah dilakukan karyawan atau apa yang telah dicapai karyawan. Untuk pekerjaan-pekerjaan dimana pengukuran itu mudah dan tepat, pendekatan hasil ini adalah cara yang terbaik. Akan tetapi, apa-apa yang akan diukur cenderung ditekankan, dan apa yang sama-sama pentingnya dan tidak merupakan bagian yang diukur mungkin akan diabaikan karyawan. Sebagi contoh, seorang tenaga penjualan mobil yang hanya dibayar berdasarkan penjualan mungkin tidak berkeinginan untuk mengerjakan tugas-tugas administrasi atau pekerjaan lain yang tidak berhubungan secara langsung dengan penjualan mobil. Lebih jauh lagi, masalah etis atau legal bisa jadi timbul ketika hasilnya saja yang ditekankan dan bukannya bagaimana hasil itu diperoleh.

Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara sistimatis (Mathis dan Jackson, 2002). Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan karyawan memberikan kesempatan bagi kinerja karyawan untuk dinilai. Penilaian sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan karyawan bersifat formal, dan sistemnya digunakan dapat melaporkan kesan dan observasi terhadap kinerja karyawan atau sumber daya manusia.

(19)

Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada nantinya akan membangkitkan kinerja sumber daya manusia dalam sebuah organisasi atau perusahaan. Dari cara penilaian kinerja yang ada, penulis mengambil penilaian secara sistematis atau penilaian kepada sistem. Dan untuk hal tersebut penulis menggunakan pendekatan terhadap penggunaan sistem agar dapat mengetahui kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dengan cara menganalisa penerimaan sistem informasi terhadap penggunanya.

2.4 Penerimaan pengguna terhadap sistem informasi

Bagi sebuah organisasi, sistem informasi berfungsi sebagai alat bantu untuk pencapaian tujuan organisasi melalui penyediaan informasi. Kesuksesan sistem informasi dapat mempengaruhi peningkatan kinerja sumber daya manusia yang menggunakannya. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana sistem dalam memproses masukan dan menghasilkan informasi dengan baik, tetapi juga bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakannya, sehingga mampu mencapai tujuan organisasi.

Penerimaan terhadap sistem informasi dapat diukur dengan beberapa model evaluasi yang sudah dikembangkan saat ini. Ada banyak model evaluasi yang digunakan untuk mengukur keberhasilan sistem informasi yang digunakan oleh setiap organisasi atau institusi publik, salah satunya yang banyak digunakan dalam penelitian sistem informasi adalah Technology

(20)

2.4.1 Technology Acceptance Model (TAM)

Technology Acceptance Model (TAM) yang dikenalkan oleh Davis

pada tahun 1989 ini adalah teori sistem informasi yang membuat model tentang bagaimana pengguna mau menerima dan menggunakan teknologi. TAM ini adalah salah satu model evaluasi kesuksesan sistem informasi dilihat berdasar penggunaan sistem. Model ini akan memberikan gambaran bahwa ada sejumlah faktor yang mempengaruhi keputusan pengguna dalam menggunakan sistem yang baru yakni kebermanfaatan dan kemudahan. Kebermanfaatan menunjukan keyakinan pengguna pada kontribusi sistem informasi terhadap kinerja pengguna sistem informasi. Sedangkan kemudahan menunjukkan tingkat pengguna menyakini bahwa penggunaan sistem informasi adalah mudah dan tidak memerlukan usaha keras.

Konsep ini mencakup kejelasan tujuan penggunaan sistem informasi dan kemudahan penggunaan sistem untuk tujuan sesuai dengan keinginan pengguna (Davis, 1989, h. 320), sehingga apabila sistem informasi mudah digunakan, maka pengguna akan cenderung untuk menggunakan sistem informasi tersebut. Maka dalam mengembangkan suatu sistem informasi perlu dipertimbangkan faktor kebermanfaatan (perceived usefulness) dan kemudahan (perceived ease of use) bagi pengguna terhadap pemanfaatan sistem informasi. Model hubungan faktor yang mempengaruhi penerimaan dalam TAM dapat dilihat pada gambar berikut:

(21)

Gambar 2.5 Technology Acceptance Model (TAM) (Davis, 1989)

2.4.2 Perkembangan model TAM

Berdasarkan penelitian meta analisis tahun 1983-2003 yang dilakukan oleh Lee, Kozar, dan Larse (Hermana, 2005, h. 454) ditemukan 101 makalah hasil penelitian oleh 32 peneliti ternama dengan berbagai model pengembangan TAM. Pada kurun waktu selama 18 tahun dibagi menjadi 4 periode, yaitu tahap pengenalan, tahap validasi, tahap perluasan, dan tahap elaborasi.

Menurut Barbara (2005, h. 87) pengembangan TAM yang telah dilakukan dewasa ini dapat dilihat pada tiga karekteristik utama yang populer dalam perubahannya. Pertama adanya perubahan model dengan memperkenalkan faktor-faktor baru yang terkait dengan model dan berhubungan langsung dengan variabel intesitas penggunaan sistem, seperti norma subjektif, persepsi kontrol prilaku dan keyakinan diri. Kedua adanya

(22)

perubahan model dengan menambahkan faktor-faktor keyakinan lainnya pada model dan yang ketiga terjadi pada penambahan eksternal variabel yang mendahului variabel kemudahan dan kemanfaatan.

Gambar 2.6 The TAM (David 1989) and Three Popular Extentions (Barbara H. Wixom, 2005, h. 87)

Gambar 2.7 The Purposed Integrated Research Model (Barbara H. Wixom, 2005, h. 87)

Gambar

Gambar 2.1 Level Operasional dari definisi Knowledge (Carl Davidson and  PhilipVoss, 2003)
Gambar 2.2 Knowledge process and Knowledge-intensive business process  (Remus, 2002, p121)
Gambar 2.4 KMS success model (Maier, 2002)
Gambar 2.6 The TAM (David 1989) and Three Popular Extentions (Barbara  H. Wixom, 2005, h

Referensi

Dokumen terkait

15 Data yang ingin digali dengan teknik wawancara ini adalah: data yang berkaitan dengan proses pemberdayaan Kelompok Wanita Tani “Karya Mina Mandiri” melalui

Berdasarkan nilai komposisi nutrisi pakan yang diberikan dapat diketahui bahwa tingginya pertumbuhan panjang mutlak benih ikan nila yang diberi perlakuan pakan C

Ant ditulis dengan menggunakan bahasa pemrograman Java, sehingga bekerja di seluruh platform dan tidak bergantung pada perintah khusus dari sebuah shell, yang

Penghalusan dilakukan dengan cara mengasumsikan bahwa zeolit Bayah mengandung campuran dua fasa yakni fasa mordenit bentuk poli kation memiliki data parameter

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: (1) pengaruh perhatian orang tua terhadap prestasi belajar siswa kelas tinggi SD Negeri 03 Nglebak, (2) pengaruh fasilitas belajar

Perbedaan yang dilakukan oleh penulis sekarang, tujuan dari laporan kasus adalah untuk meningkatkan pemahaman dengan menerapkan asuhan kebidanan pada ibu hamil,

PRESS OK TO START RINSING: Place the container used to collect the descaler solution empty under the coffee spouts and hot wa- ter/steam spout (fig.. Hot water is delivered

Pada tahapan ini bahan awal yang harus dipersiapkan adalah turbin dan prototipe Pembangkit Listrik Tenaga Piko Hidro (PLTPH), maka tahap selanjutnya adalah pembuatan generator