• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Jawa Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia.Ibu kotanya berada di Kota Bandung.Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat.Jawa Barat

merupakan provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di

Indonesia.Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bandung Barat dan 9 kota yaitu Kota Bogor, Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Depok, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya, dan Kota Banjar.

Berdasar sumber dari www.djpk.kemenkeu.go.id Jumlah penduduk Jawa Barat menurut BPS Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 mencapai 44.548.431 jiwa atau 18,24% penduduk Indonesia, terdiri dari laki-laki sebanyak 22.609.621 jiwa dan perempuan sebanyak 21.938.810 jiwa (ditambah spasi) (Pusdalisbang Provinsi Jawa Barat, 2013). Secara demografis, komposisi penduduk Jawa Barat berdasarkan kelompok umur menurut Sensus Penduduk (SP) Tahun 2010 adalah kelompok umur 0-14

(2)

2 tahun sebesar 29,27%, kelompok umur 15 – 59 tahun (usia produktif) sebesar 63,69% , dan kelompok umur 60 tahun keatas (kelompok masyarakat lanjut usia berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia) sebesar 7,04%. Berdasarkan publikasi BPS selama kurun waktu Tahun 2007-2012, perekonomian Jawa Barat tumbuh rata-rata 5,86% dengan capaian tertinggi pada Tahun 2011 sebesar 6,48%. Rata-rata inflasi selama periode tersebut sebesar 5,45% dengan capaian terendahnya adalah 3,09% pada Tahun 2009 dan inflasi tertinggi adalah 11,11% pada Tahun 2008.

Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui kondisi ekonomi Provinsi Jawa Barat diilustrasikan melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang menggambarkan kemampuan sumber daya ekonomi dan kapasitas lapangan usaha dalam periode tahun berjalan.Berdasarkkan sisi produksi, kapasitas sektor non-tradable (sektor jasa dan perdagangan) semakin besar terkait dengan keunggulan Jawa Barat sebagai pusat kuliner dan fashion yang menarik bagi turis domestik maupun asing untuk mengunjungi Jawa Barat terutama Kota Bandung dan sekitarnya. Sementara itu, pertumbuhan sektor tradable (pertanian dan industri) cenderung lebih rendah dari rata-rata LPE Jawa Barat. Sektor industri pengolahanyang merupakan sektor dominan PDRB Jawa Barat tumbuh 6,21% Tahun 2011 setelah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2009 sebesar 1,74%. Namun Tahun 2012 melambat menjadi 3,94% seiring dengan melambatnya pertumbuhan ekspor Jawa Barat menjadi 5,52% dibandingkan Tahun 2011 yang mencapai 6,51%.

Selain PDRB,pemerintah daerah dapat mengukur kemampuan keuangan daerahnya menggunaka Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasar data dari Total pendapatan daerah provinsi Jawa Barat tahun 2011adalah 11 Trilliun sedangkan PAD provinsi Jawa Barat adalah 8Trilliun. Rasio Pendapatan

(3)

3 Asli Daerah terhadap pendapatan daerah tahun 2011 adalah sebesar 76,9%. Sedangkan tahun 2012 total Pendapatan Daerah provinsi Jawa Barat adalah 16 Trilliun sedangkan Pendapatan Asli Daerah provinsi Jawa Barat adalah 9 Trilliun. Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Pendapatan daerah tahun 2012 adalah sebesar 59,18%.

1.2 Latar Belakang Penelitian

Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia, khususnya di Provinsi Jawa Barat semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Salah satu Ketetapan MPR yaitu Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang “Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan serta perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia” (Mardiasmo, 2002) merupakan landasan hukum bagi dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.

Menurut Koswara(2000) dalam Yuliarto (2001) dalam Gregorius (2009) daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sember keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin sehinggan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar yang didukung kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam system pemerintahan Negara.

Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomuntuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan

(4)

perundang-4 undangan.Hal tersebutsesuai dengan ketentuan umum di UU No.32 Tahun 2004 tentang PemerintahDaerah yang telah menggantikan UU No.22 Tahun 1999.Pelaksanaan kebijakanIndonesia tentang Otonomi daerah, dimulai secara efektif pada tanggal 1 Januari2001, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhiaspek desentralisasi yang sesungguhnya. Otonomi daerah disatu sisi memberikankewenangan yang luas kepada pemerintah daerah, namun disisi lain memberikanimplikasi tanggung jawab yang lebih besar bagi pemerintah daerah dalam upayapeningkatan kesejahteraan masyarakat.Dalam UU No.32 Tahun 2004 disebutkan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda), Pemerintah Pusat (Pempus) akan mentransfer Dana Perimbangan yang terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan bagian daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) yang terdiri dari pajak dan sumber daya alam. Disamping dana perimbangan tersebut, pemda mempunyai sumber pendanaan sendiri berupa Pendapatan Asli Daerah (PAD), pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Kebijakan penggunaan semua dana tersebut diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Dana transfer dari pemerintah pusat seharusnya digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemda untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan penggunaan dana tersebut sudah seharusnya secara transparan dan akuntabel. Pada praktiknya transfer dana Pempus merupakan sumber dana utama Pemda untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari yang oleh Pemda “dilaporkan” di dalam perhitunagn APBD. Tujuan dari transfer ini adalah untuk mengurangi (kalau tidak mungkin menghilangkan) kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum diseluruh negeri (Simanjuntak dalam et al,2002).

Tujuan utama implementasi transfer yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah adalah untuk merubah dari eksternalisasi

(5)

5 fiskal menjadi internalisasi, perbaikan sistem perpajakan, koreksi ketidakefisienan fiskal, dan pemerataan fiskal antardaerah (Oates, 1999) dalam Hastuti (2011). Sayangnya, alokasi transfer di negara-negara sedang berkembang pada umumnya lebih banyak didasarkan pada aspek belanja tetapi kurang memperhatikan kemampuan pengumpulan pajak lokal (Naganathan dan Sivagnanam, 1999) dalam Hastuti (2011).Akibatnya, dari tahun ke tahun pemerintah daerah selalu menuntut transfer yang lebih besar lagi dari pusat (Shah, 1994) dalam Hastuti (2011), bukannya mengeksplorasi basis pajak lokal secara lebih optimal (Oates, 1999) dalam Hastuti (2011). Keadaan tersebut juga ditemui pada kasus pemerintah daerah kota dan kabupaten di Indonesia.

Dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah diberikan otonomi atau kewenangan kepada daerah untuk mengurus urusan rumah tangganya sendiri. Adanya desentralisasi keuangan merupakan konsekuensi dari adanya kewenangan untuk mengelola keuangan secara mandiri. Apabila pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan mendapat kebebasan dalam pengambilan keputusan pengeluaran disektor publik maka mereka harus mendapat dukungan sumber-sumber keuangan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain dari pendapatan yang sah (Halim, 2009).

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyebutkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri dari pendapatan, belanja, dan pembiayaan.Pendapatan terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana

(6)

6 Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan yang Sah.Belanja terdiri dari Belanja Langsung dan Tidak Langsung.

Pengertian belanja dalam PSAP BA 02 paragraf 07 adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Belanja daerah dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.Belanja dalam Pemerintahan terdiri dari Belanja Daerah dan Belanja Modal.Listiorini (2012) menyebutkan bahwa unsur belanja daerah terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.Pembagian tersebut terkait dan berhubungan dengan program atau kegiatan.Belanja modal dalam PSAP BA 02 paragraf 37 adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.

Di dalam penggunaan Pendapatan dan Transfer dari pemerintah, Provinsi Jawa Barat membagi Belanja yaitu menjadi Belanja Daerah dan Belanja Modal yang kegunaan masing-masing belanja tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan porsi masing-masing. Realisasi Belanja daerah dan Belanja Modal provinsi Jawa Barat sebagai berikut

Tabel 1.1

Realisasi Belanja Daerah dan Belanja Modal Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012. NO JENIS 2011 2012 1 PAD 8.502.566.839.986,35 9.998.972.938.028,00 2 DAU 1.181.553.108.000,00 1.269.960.760.000,00 3 DBH 1.298.760.318.559,00 1.514.429.568.832,00 4 DAK 45.764.600.000,00 48.356.280.000,00

(7)

7 5 Belanja Daerah 10.296.990.786.507,00 16.938.532.581.535,00 a. Belanja Langsung 2.690.187.634.956,00 3.274.066.947.316,00 b. Belanja Tidak Langsung 7.606.803.150.551,00 13.664.465.634.219,00 6 Belanja Modal 718.650.834.808,00 1.135.251.237.347,00

Sumber : Dirjen Perimbangan Keuangan

Berdasarkan Tabel 1.1 , Pemerintah Provinsi Jawa Barat lebih banyak menggunakan Pendapatannya untuk mendanai Belanja Daerah daripada untuk mendanai Belanja Modal. Hal ini dikarenakan Belanja daerah diprioritaskan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat sebagai kewajiban daerah.

Belanja Daerah dirinci menurut urusan pemerintah daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, objek, dan rincian objek belanja. Belanja Daerah digunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan penanganannya dalam bagian dan bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antar pemerintah dan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan sehingga anggaran dari belanja daerah lebih besar dibanding belanja modal.

Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan sering menimbulkan sirkulasi negatif, yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dapat dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat

(8)

8 pemerintah lebih atas.Isdijoso dan Brahmantio(2002) dalam Rokhaniyah dan Nugroho (2011). Hal ini mengharuskan adanya dana transfer dari pemerintah pusat. Ketika penerimaan daerah berasal dari transfer, maka stimulasi atas belanja yang ditimbulkan berbeda dengan stimulasi yang muncul dari pendapatan daerah (terutama pajak daerah).

Berdasarkan data Kementrian Keuangan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Tahun 2007-2011, rata-rata jumlah PAD hanya sekitar 17% dan Lain-lain Pendapatan hanya 10% dari total Pendapatan Daerah, sementara Dana Perimbangan mencapai 73% dimana 67% dari Dana Perimbangan merupakan DAU (djpk.kemenkeu.go.id). Rata-rata jumlah PAD tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan keuangan daerah di Indonesia masih rendah sekali dimana dana perimbangan khususnya DAU masih menjadi sumber pendapatan daerah terbesar. Dengan kata lain bahwa Belanja Daerah di Indonesia sebagian besar masih didanai dari Dana Perimbangan yaitu Dana Alokasi Umum yang mendapat porsi lebih dari 50% untuk mendanai Belanja Daerah.

Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelengaraan pemerintahan dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan.

(9)

9 Pemerintah daerah dalam pelaksanaan rumah tangganya untuk mendanai belanja daerah memerlukan sumber pendapatan yang berasal dari PAD. Tanpa adanya dana yang cukup, maka ciri pokok otonomi daerah menjadi hilang. Meskipun daerah juga mendapat sumber-sumber dari PAD, namun PAD mempunyai peranan strategis di dalam keuangan daerah karena bagi suatu daerah sumber pendapatan daerah merupakan tiang utama penyangga kehidupan daerah.

PAD provinsi Jawa Barat tahun 2011 adalah sebesar 8 Trilliun dan tahun 2012 adalah sebesar 9 Trilliun.(www.djpkn.kemenkeu.ac.id) Dapat dilihat bahwa PAD Jawa Barat mengalami peningkatan setiap tahunnya karena potensi sumber daya provinsi Jawa Barat yang terus meningkat terutama dalam sektor non-tradable (sektor barang dan jasa) karena Jawa Barat sebagai pusat fashion dan kuliner terutama kota Bandung.

Dari beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah oleh Salampessy (2011)Pengaruh Dana Aloakasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus pada pemerintah Kabupaten Maluku Tengah) menghasilkan kesimpulan penelitian bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap Belanja Daerah.

Penelitian lainnya menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara PAD dan Belanja Daerah. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) yaitu Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Langsung pada Pemerintahan Kota/Kabupaten di Provinsi Riau dimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara parsial tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap Belaja Daerah.

Sementara itu, Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam

(10)

10 rangka pelaksanaan desentralisasi. Tujuannya guna mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan antar-Pemerintah Daerah.Dana Perimbangan terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam.DAU bersumber dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.DAK juga bersumber dari APBN, tetapi nilainya tidak signifikan jika dibandingkan dengan DAU.

Menurut UU NO 30 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Pembagian dana untuk daerah melalui bagi hasil berdasarkan daerah penghasil cenderung menimbulkan ketimpangan antar daerah. Daerah yang mempunyai potensi pajak dan Sumber Daya Alam (SDA) yang besar hanya terbatas pada sejumlah daerah tertentu saja.Peranan Dana Alokasi Umum terletak pada kemampuannya untuk menciptakan pemerataan berdasarkan pertimbangan atas potensi fiskal dan kebutuhan nyata dari masing-masing daerah (UU No.33 Tahun 2004).

Dana Alokasi Umum (DAU) memberikan kepastian bagi daerah dalam

memperoleh sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan

pengeluarannya yang menjadi tanggung jawab masing-masing daerah. Dana transfer dari Pemerintah pusat diharapkan digunakan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang diproksikan kepada belanja daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.

DAU provinsi Jawa Barat tahun 2011 adalah sebesar 1,2 Trilliun dan tahun 2012 adalah sebesar 1,3 Trilliun.(www.djpkn.kemenkeu.ac.id). Dapat

(11)

11 dilihat bahwa terjadi peningkatan dari tahun 2011 ke tahun 2012.Dengan bertambahnya DAU maka makin besar juga kemampuan daerah dalam membiaya belanja daerahnya.Pemerintah provinsi Jawa Barat menggunakan DAU dan PAD secara efektif sehingga dilihat dari kemandirian keuangannya dapat dikatakan bahwa provinsi Jawa Barat telah mandiri dalam mengelola dan membiayai keuangan daerahnya.

Penelitian sebelumnya yang menjelaskan keterkaitan antara Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah adalah menurut Nugraheni (2011) tentang Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia) yang menghasilkan kesimpulan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh positif secara signifikan terhadap Belanja Daerah.

Namun penelitian tersebut berbeda denganSalampessy(2011)Pengaruh Dana Aloakasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah (Studi Kasus pada pemerintah Kabupaten Maluku Tengah) yang menghasilkan kesimpulan bahwaDana Alokasi Umum memiliki pengaruh signifikan namun pengaruh signifikan jauh lebih rendah daripada PAD.

Menurut Sumardi dan Prasetyani (2011 : 26) Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

Tujuan utama dari Dana Bagi Hasil adalah untuk mengurangi ketimpangan fiscal antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

DBH provinsi Jawa Barat tahun 2011 adalah sebesar 1.01 Trilliun dan tahun 2012 adalah sebesar 1 Trilliun.(www.djpkn.kemenkeu.ac.id).Dana Bagi Hasil juga merupakan komponen dana perimbangan yang memiliki kontribusi dalam pembiayaan belanja daerah. Semakin tinggi DBH maka

(12)

12 semakin baik pula bagi hasil pajak dan sumber daya berkontribusi dalam pembiayaan belanja daerah.Tahun 2011 ke 2012 DBH provinsi Jawa Barat mengalami penurunan sehingga kontribusi DBH dalam membiayai belanja daerah juga sedikit menurun.

Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.Dalam mengurus pemerintahan yang mandiri, Dana Bagi hasil juga digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah berupa Belanja daerah karena Dana Bagi Hasil bersumber dari Pajak dan SDA daerah sesuai dengan presentase.

Dalam penelitian sebelumnya yang miliki keterkaitan antara Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Daerah adalah Wulandari (2009) yaitu Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Daerah.Pada Kabupaten dan Kota di Indonesia.Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) berpengaruh secara signifikan positif terhadap Belanja Daerah.

Menurut Sumardi dan Prasetyani (2011:35) Dana Alokaso Khusus yang seharusnya disingkat dengan DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.

DAK provinsi Jawa Barat tahun 2011 adalah sebesar 45,76 Milliar dan tahun 2012 adalah sebesar 48,36 Milliar.(www.djpkn.kemenkeu.ac.id). DAK dari tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan.DAK juga merupakan komponen penting dalam pembiayaan belanja daerah.Semakin meningkat DAK maka semakin baik pula DAK berkontribusi dalam pembiayaan belanja daerah.

Dalam penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan antara Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah adalah penelitian Marlina (2009)

(13)

13 yaitu Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Dana Alokasi Khusus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah.

Dalam penelitian sebelumnya yang tidak miliki keterkaitan antara Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah adalah Handayani dan Nuraina (2012) yaitu Pengaruh Pajak Daerah dan Dana Alokasi Khusus terhadap alokasi Belanja Daerah Kabupaten Madiun. Penelitian ini menunjukkan bahwa Dana Alokasi Khusus tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah.

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa perlu untuk meneliti lebih jauh mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus serta pengaruhnya terhadap Belanja DaerahProvinsi Jawa Barat. Penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Belanja Daerah (Studi pada Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat Tahun 2011-2012)”

1.3 Rumusan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus, dan Belanja Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat?

2. Bagaimana pengaruh secara simultan Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah Kota/Kabupaten di Provinsi Jawa Barat?

(14)

14 3. Bagaimana pengaruh secara parsial Pendapatan Asli Daerah Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Belanja Daerah Kota/Kabupaten diProvinsi Jawa Barat, yaitu :

a. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah?

b. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah?

c. Bagaimana Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Daerah? d. Bagaimana Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja

Daerah ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui bagaimana Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khusus, dan Belanja Daerah Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat?

2. Mengetahui bagaimana pengaruh secara simultan Pendapatan Asli Daerah,Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khususterhadap Belanja Daerah Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat?

3. Mengetahui bagaimana pengaruh secara parsial Pendapatan Asli Daerah,Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Khususterhadap Belanja Daerah Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yaitu:

a. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah? b. Pengaruh DanaAlokasi Umum terhadap Belanja Daerah? c. Pengaruh Dana Bagi Hasil terhadap Belanja Daerah ? d. Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Daerah ?

(15)

15 1.5 Kegunaan Penelitian

1.5.1 Kegunaan Teoretis

Kegunaan akademis dari penelitian ini adalah :

a. Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan sebagai perbandingan bagi pihak-pihak yang mendalami bidang akuntansi sektor publik khususnya penganggaran pemerintahan. b. Sebagai tambahan informasi dan referensi bagi peneliti selanjutnya

yang memilih topik yang sama sebagai bahan penelitian.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai kontribusi praktis kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengenai bagaimana pengaruh PAD, DAU, DBH, DAK terhadap Belanja Daerah Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat.

1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir

Untuk memudahkan pembaca dalam memahami materi yang terdapat dalam proposal skripsi, maka penulisan proposal skripsi ini disusun sebagai berikut:

BAB : I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan secara singkat tinjauan objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB : II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan diuraikan dengan jelas, ringkas dan padat hasil kajian kepustakaan yang berhubungan dengan masalah yang dibahas. Bab ini juga menguraikan penelitian terdahulu sebagai acuan penelitian ini, kerangka

(16)

16 pemikiran yang membahas rangkaian pola pikir untuk menggambarkan masalah penelitian, hipotesis penelitian, serta ruang lingkup dalam penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan diuraikan tentang pendekatan, operasionalisasi variabel, tahapan penelitian, data dan sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menjelaskan secara rinci tentang pembahasan yang sudah dirumuskan sebelumnya dan juga akan dilakukan analisis mengenai data-data yang telah dikumpulkan dan diolah. Menjelaskan hasil penelitian yang telah diidentifikasi, serta pembahasan mengenai pengaruh variabel independent (Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Khusus) terhadap variabel dependent (Belanja Daerah).

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi kesimpulan hasil analisis data penelitian, saran-saran yang berisi implikasi kesimpulan yang berhubungan dengan masalah dan alternative pemecahan masalah serta implikasi atau rekomendasi.

Referensi

Dokumen terkait

Data sekunder yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber antara lain dari Bank Sentral Nigeria, Kantor Federal Statistik dan Organisasi Perdagangan Pangan dan

Nilai raw accelerometer yang dihasilkan dimana pada dasarnya memiliki (noise) difilter dengan menggunakan low-pass filter dan nilai raw gyroscope yang dihasilkan memiliki

dibantu perencana Comprehensive Planning Perencana dibantu aspirasi masyarakat Strategic Planning Stakeholders di- bantu perencana Participatory Planning Masyarakat

Persetujuan tertulis dibuat dalm bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu

Cooper, (1982:38) latihan aerobik adalah kerja tubuh yang memerlukan oksigen untuk kelangsungan proses metabolisme energi selama latihan. Sehingga latihan aerobik

Dalam melakukan perilaku menggosok gigi adalah dengan memecah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam sebuah task analysis. Berikut ini merupakan task analysis

Terdapat implementasi pengelolaan fauna tetapi tidak mencakup kegiatan pengelolaan secara keseluruhan sesuai dengan ketentuan terhadap jenis-jenis yang

(2) Menjelaskan penerapan model kooperatif tipe Contextual Teaching and Learning Pada Tema 4 Berbagai Pekerjaan Muatan IPS dan Bahasa Indonesia untuk Meningkatkan Hasil Belajar