• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kata Kunci : Radikalisme, FPI, dan Kota Bukittinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kata Kunci : Radikalisme, FPI, dan Kota Bukittinggi"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBELA ISLAM KOTA BUKITTINGGI “ ini ditulis oleh Muhammad Ikhsan Fadilla, Nim 4616.030, mahasiswa Fakultas Ushuludin Adab dan

Dakwah Prorgam Studi Sosiologi Agama pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Yang menjadi latar belakang penelitian ialah tentang radikalisme yang dicap kepada FPI di Kota Bukittinggi. Secara bahasa radikalisme berasal dari kata radix adalah akar, dan secara konseptual radikalisme merupakan orang yang berfikir mendalam sampai keakar-akarnya maka disebut radikalisme, disamping itu, radikalisme juga diartikan suatu perubahan dalam kelompok melakukan mencapai tujuanya dengan cara kekerasan. Munculnya pandangan-pandangan masyarakat Kota Bukittinggi terhadap FPI yang dianggap sebagai radikal, karena tindakan yang dilakukan FPI masih dianggap dengan kekerasan itu berarti di cap sebagai radikal. Tujuan penelitian ini ialah mencari data tentang FPI yang dianggap radikal yang meliputi dari konsep FPI tentang radikalisme, respon FPI dicap sebagai radikal, dan bentuk FPI dalam menegakan amar ma’ruf nahi mungkar di Kota Bukittinggi.

Untuk menjawab persoalan ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sedangkan dalam pengumpulan data penulis menggunakan wawancara mendalam dengan informan, observasi non participant serta dokumen terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat. Yang dijadikan sebagai objek kajian adalah FPI yang dicap sebagai kelompok radikal. Penelitian ini berusaha menjawab persoalan tentang bagaimana respon FPI yang dicap sebagai radikal. Penelitian ini dipandu untuk menganalisis teori sosiologi yang menurut johan galtung tentang teori kekerasan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka penulis menyimpulkan. Pertama, konsep FPI tentang radikalisme itu tidak ditemukan , hal itu konsep istilah dari orang barat dan bukan dari Islam. Kedua, respon aktivis FPI dicap sebagai radikal ada dua respon FPI, yakni, tudingan kepada FPI dan pemberitaan media yang menyebarkan berita negatif tentang FPI. Ketiga, bentuk FPI dalam menegakan amar ma’ruf nahi mungkar di Kota Bukitinggi ada 3 sayap juang FPI, yakni, dakwah, hisbah, dan jihad.

(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan Islam di Indonesia munculnya fenomena menguatnya religiusitas umat Islam. Hal ini fenomena yang sering ditengarai sebagai kebangkitan Islam (Islamic Revivalism) ini muncul dalam bentuk meningkatnya kegiatan peribadatan, menjamurnya pengajian merebanknya busana yang Islami, munculnya lembaga ekonomi Islam (Bank Syariah), Islamisasi hukum keluarga (UU perkawinan), menguatnya warna keagamaan dalam sistem pendidikan (UU Pendidikan Nasional), fenomena “ ijo- royo-royo “ diparlemen dan birorkasi, dipakainya simbol-simbol Islam dalam cara kenegaraan, dan munculnya partai-partai yang memakai platform Islam. Fenomena ini akan menguatnya kecenderung formalisasi syariat Islam. 1

Sebagaimana di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan mengenai kebangkitan islam pada surat Al- Imran ayat 110 :

1

Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivalisme Islam Timur

(3)

















































110. kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeluruh kepada yang ma’urf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.2

Berdasarkan ayat diatas dapat dijelaskan, bahwa sebagai umat manusia diperintahkan untuk ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah SWT. Kebangkitan islam dalam mencegah dari yang mungkar melakukan purifikasi sesuai dengan syariat islam.

Setelah reformasi, kebangkitan Islam ini ditandai oleh munculnya aktor gerakan Islam baru. Pada aktor baru ini berada dengan aktor gerakan Islam yang lama, seperti, NU, Muhammadiyah, dan sebagainya. Gerakan mereka berada di luar kerangka mainstream proses politik, maupun wacana dalam gerakan Islam dominan. Fenomena munculnya aktor baru ini sering disebut “ gerakan Islam Baru” (New Islamic Movement). Kelompok-kelompok Tarbiyah yang kemudian menjadi Partai Keadilan Sejahtera, Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidin Indonesia, Front Pembela Islam, Lasykar Jihad dan sebagainya, merupakan representasi

2

(4)

generasi baru gerakan Islam di Indonesia. 3 Dengan kehadiran kelompok kelompok tersebut yang seperti Hizbut Tahrir Indonesia, Front Pembela Islam, dan sebagainya, kehadiran kelompok ini di Indonesia dan gerakan yang dilakukan yang intoleran antar umat beragama, sehingga merusak citra umat Islam yang dianggap Radikal.

Radikal dari akar kata root, radix, artinya akar, berarti menghubungkan sifat atau bentuk dasar dari sesuatu mirip dengan kosakata fundamental. Orang atau kelompok radikal adalah orang atau kelompok yang ingin membuat perubahan besar didalam sistem politik, misalnya sayap radikal dari suatu partai politik.Sikap radikal itu dapat melahirkan radikalisme yaitu ideologi (seringkali lebih kiri dari pada kanan) non-konformis yang berpusat pada inovasi, perubahan, dan konsep kemajuan, dari pada sebuah ideologi yang didasarkan pada nilai-nilai masa lalu, atau lebih lunak. Radikalisme adalah pendekatan yang bersifat non-konformis pada masa sosial dan politik yang ditandai oleh ketidakpuasaan yang tinggi pada status quo, dan oleh karenannya juga merupakan panggilan kepada perubahan masyarakat secepat mungkin dengan alat yang memiliki daya paksa. Radikalisme sebagai satu ideologi terletak pada tataran forum internam, demikian juga sikap mental internal yang belum diragakan, sedangkan tindakan radikal adalah ekspresi sosial teraga dari radikalisme. Dalam perspektif manusia, radikalisme adalah paham/ keyakinan yang menjadi hak asasi non-derogable setiap orang untuk

3

(5)

memilih atau tidak memilihnya, sedangkan tindakan sosial yang dapat melibatkan orang lain, sehingga oleh karena itu bersifat derogable yang dapat diatur dan dibatasi dengan syarat tertentu. 4

Menurut Dawindha, radikalisme merupakan sikap jiwa yang membawa pada tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan politik mapan dan biasanya dengan cara kekerasan dan mengantinya dengan sistem baru. Istilah radikal ini mengacu kepada gagasan dan tindakan kelompok yang bergerak untuk menumbungkan tatanan politik mapan, negara atau rezim yang bertujuan melemahkan otoritas politik dan legitimasi negara dan rezim lain, dan negara yang berusaha menyesuaikan atau mengubah hubungan kekuasaan yang ada dalam sistem internasional. Istilah radikalisme karenanya secara intrinsik berkaitan dengan konsep tentang perubahan politik dan sosial pada berbagai tingkatan. 5 oleh karena itu, radikalisme yang melakukan perubahan dalam tindakan ataupun gerakan dalam suatu sistem politik, maka itu radikalisme tidak terlepas dari sejarah yang menyebabkan munculnya radikalisme yang terdapat di Indonesia.

Sejarah kemunculan radikalisme pada masa pra kemerdekaan melakukan perlawanan pada masa kolonialisme di indonesia yang diwakili Gerakan Islam lama dimulai dengan Organisasi yang melakukan mengusir penjajahan di Indonesia, dari dekade ini dimulai organisasi NU (Nadhatul

4

Tim Pusham UII, Bersama Bergerak Riset Aktivis Islam Di Dua Kota, (Yogyakarta : Pusham UII , 2009) h. Xiii-Xiv

5

Azumardi Azra, Transformasi Politik Islam Radikalisme, Khilafatisme, dan Demokrasi, (Jakarta : Prenadamedia Group , 2016), h. 155

(6)

Ulama). NU (Nadhatul Ulama ) muncul ketika masa kolonialisme dan imperialisme dalam melakukan perlawanan terhadap masa kolonialisme, organisasi NU dikatakan konstruk Mitsuo Nakamura sebagai “ tradisionalisme radikal “. Yang menarik tentang Radikalisme ini terkait dengan tradisi kiri, merah, dan komunisme, tetapi sesuatu yang tradisional. Pasca 11 September 2001, organisasi NU ini terlihat melakukan sesuatu yang diarahkan NU ini sebagai Islam moderat, dan menjadi muslim yang toleran, pluralis, dan seterusnya.6

Seiring waktu berjalan dari dekade tahun ke tahun, ketika pasca kemerdekaan radikal ini mulai berkembang pada masa orde baru dan reformasi, sejarah k Kartosuwirjo memimpin operasi 1950-an dibawah bendera Darul Islam (DI). Sebuah gerakan politik dengan mengatasnamakan agama. Dalam sejarahnya gerakan ini akhirnya digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan ini muncul kembali pada masa soeharto, hanya saja bedanya , gerakan radikalisme di Era Soeharto sebagian muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui intelijen melalui Ali Moertopo dengan opsusnya. 7

Setelah DI, muncul komando jihad (komji) pada tahun 1976 kemudian meledakkan tempat ibadah. Pada tahun 1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal yang sama dan tindakan teror oleh perjuangan revolusioner Islam pada tahun 1978. Tidak lama kemudian,

6

Ahmad, Baso, NU Studies Pergolakan Pemikiran Antara Fundamentalisme Islam dan

Fundamentalisme Neo-Liberal, (Jakarta : Erlangga , 2006) , h. 3-5

7

Khudzaifah Dimyati, Dkk, “ Radikalisme Islam Dan Peradilan : Pola-Pola Intervensi Kekuasaan Dalam Kasus Komando Jihad di Indonesia” dalam Jurnal Dinamika Hukum, h. 381

(7)

pasca reformasi muncul gerakan yang beraroma radikal yang dipimpin oleh Azhari dan Nurdin M Top dan gerakan-gerakan radikal lainya juga bertebar beberapa wilayah Indonesia, Seperti, Posa , Ambon, dan sebagainya. 8

Pada dekade ini terbentuklah organisasi kemahasiswaan seperti HMI, organisasi HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) munculnya ketika pada tahun 5 Februari 1947 , HMI ini terformat dan berkembang sebagai organisasi kemahasiswaan independen terbesar. Kongres demi kongres telah dilakukan, konsolidasi organisasi antara lain ditandai oleh pembentukan perwakilan –perwakilan terutama cabang-cabang HMI diberbagai daerah.

Sebagai gambaran, pada periode kongres pertama (1947) terdapat 4 cabang dan pada kongres kedua (1951) bertambah sebuah cabang lagi. Dua kongres ini berlangsung bertempat di Yogyakarta. Ketika kongres diselenggarakan bertempat di Jakarta, jumlah cabang menjadi 8. Kemudian menjadi 12 saat kongres keempat di Bandung (1955), naik lagi menjadi 19 kongres kelima di Medan (1957). Ketiga kongres keenam digelar dimakassar, jumlah cabang bergerak ke angka 23. Lonjakan jumlah cabang yang meroket ketika HMI menggelar kongresnya yang ke-7 di Jakarta pada tahun 1963, yakni menjadi 42 cabang. Naik lagi menjadi 90

8

(8)

cabang pada kongres solo, 1966. Dari segi kuantitas cabang, periode 1963-1966 menunjukkan kenaikan yang signikfikan. 9

Hubungan PB HMI dan PB NU berjalan dengan baik, apalagi para aktivis HMI memiliki kedekatan dengan toko muda NU Subchan ZE, dan hubungan antara HMI dengan NU sangat istimewa, dimana toko HMI memanfaatkan rumah toko muda NU tersebut untuk berkoordinasi melawan PKI. Dan begitu juga Hubungan HMI dengan Muhammadiyah cukup erat sekali, dan apalagi kader-kader muda muhammadiyah juga pernah menjadi aktivis HMI, seperti Lukman Harun, M. Amien Rais, Ahmad Syafi’i Maarif dan A Malik Fadjar, dan muhammadiyah juga membela HMI ketika ancaman pembubaran oleh rezim nasakom yang didominasi komunis. 10 Jadi, HMI memiliki hubungan sangat erat 2 organisasi NU dan muhammadiyah dan bahkan sampai membantu dan membela melawan komunis.

Pada tanggal 10 Januari tahun 1966 Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI) melancarkan demonstrasi dengan beberapa tuntunan yaitu bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), Retool (ganti) kabinet dwikora dan turunkan harga. Kemudian gerakan yang dilakukan oleh mahasiswa/ pemuda bangsa Indonesia pada tahun 1966 inilah yang akan

9

Alfan Alfian, HMI ( Himpunan Mahasiswa Islam) 1963-1966 Menegakkan Pancasila di

Tengah Prahara, (Jakarta : Kompas , 2013), h 1

10

(9)

menumbangkan orde lama dan menghapus PKI yan telah menyimpang dari cita-cita Proklamasi. 11

Perkembangan dari dekade tahun ke tahun semakin pesat gerakan radikalisme yang terdapat di Indonesia, radikal pada sekarang saat ini melalui gerakan gerakan aktor baru yang melakukan pemurnian agama dikalangan masyarakat, dan tidak lagi sesuai dengan syari’at Islam, dengan gerakan ini masyarakat menganggap radikal yang melalui dengan gerakan gerakanya organisasi yang terdapat di Indonesia, sehingga masyarakat menganggap organisasi tersebut adalah radikal, yang selalu melakukan perubahan mengatasanamakan agama, lebih khususnya atas nama Islam, dan organisasi tersebut adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan sebagainya.

Organisasi baru ini memiliki ideologi, pemikiran, dan strategi yang berbeda dengan organisasi sebelumnya. Mereka ditengarai berhaluan puritan, memiliki karakter yang lebih militan, radikal, skripturalis, konservatif, dan ekslusif. Berbagai Ormas baru tersebut memang memiliki platform yang beragam, tetapi pada umumnya memiliki kesamaan visi, yakni pembentukan “ Negara Islam ” (daulah Islamiyah) dan mewujudkan penerapan syari’at Islam, baik dalam wilayah masyarakat, maupun negara. Meskipun spektrum berbagai gerakan ini cukup luas dan kompleks, tetapi secara ideologis, kelompok ini secara keseluruhan menganut paham

11

Ahmad Robiyani, “ Perjuangan Mahasiswa Angkatan 66: Tuntunan Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) “, dalam Jurnal Agama dan Budaya, Vol 15 No2, Juli-Desember 2017, h. 112-113

(10)

“salafisme radikal”, yakni berorientasi pada penciptaan kembali masyarakat salaf (generasi Nabi Muhammad dan para sahabatnya) dengan cara-cara keras dan radikal. Bagi mereka, Islam pada masa kaum Salaf inilah merupakan Islam paling sempurna, masih murni dan bersih dari berbagai tambahan atau campuran (bid’ah) yang dipandang mengotori Islam. Radikalisme religio-historis ini diperkuat dengan pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist secara harfiah. .12

Organisasi yang ideologinya dan gerakanya yang dianggap sebagai organisasi radikal yang pada sekarang saat ini yang salah satu adalah FPI Front Pembela Islam (FPI) merupakan organisasi yang muncul dari para ulama, dai, dan habib yang memiliki ciri Islam tradisional. Mereka mempraktikkan ritual-ritual yang ditentang oleh para pendukungnya gerakan Tarbiyah, Hizbut Tahrir Indonesia, Majelis Mujahidi Indonesia, maupun Lasykar Jihad, yang mengusung purifikasi dan secara pemikiran dekat dengan timur tengah. Kalangan FPI akrab dengan tahlil, berzanji, salawat, dan puji-pujian yang sering diidentikkan dengan bid’ah. 13

FPI segera dibubarkan, karena asas dakwahnya yang lekat dengan kekerasan dinilai tak mencerminkan prinsip-prinsip Rasul. Bahkan menganggap FPI bukan aliran Ahlu Sunnah Wal-Jama’ah. Sedangkan pimpinan pusat pencak Silat Nadhatul Ulama (PP PSNU) Pagar Nusa mengatakan, mengatakan ada tiga pilihan untuk FPI, yaitu mengubah metode dakwah, membubarkan diri, atau dibubarkan. Alasanya, karena

12

Imdadun, Rahmat, Opcit, h. 5

13

(11)

FPI telah merusak citra Islam dengan tindakan-tindakanya karena FPI dianggap merusak keberagamaan kehidupan beragama. 14.

Berdasarkan hasil wawancara awal pada tanggal 15 November 2018 dengan salah satu organisasi masyarakat Islam yang ada di Kota Bukittinggi adalah Front pembela Islam (FPI), dan menyatakan ketua Imam FPI Sumatera Barat, FPI ini berdiri di Bukittinggi pada tahun 2011, berdirinya ini bertujuan untuk mendakwahkan kepada masyarakat di kota Bukittinggi, FPI merupakan ormas Islam yang memiliki bertujuan sendiri yang secara tertutup yang bukan dari pemerintah.

Ketua Imam FPI Sumatera Barat, menyatakan bahwa FPI, pemulaannya memiliki toleransi umat beragama yang berbeda, tidak ada masalah buat FPI, karena Islam mengajarkan kita untuk sikap menghargai dan menghormati satu sama lain. Tetapi, ketua FPI Sumatera Barat ini, kata Front Pembela Islam ini memiliki fungsinya mengedepankan atas pembelaan Agama Islam, Ketua FPI Sumatera Barat menyatakan bahwa, jikalau Agama Islam Dihina, Dikucilkan Islam dengan Agama Iain, maka FPI akan melakukan tindakan dengan demonstrasi , yang bertujuan membela Islam atas penghinaan Agama Islam .15

Masuknya DPW FPI Kota Bukittinggi untuk menegakan amar ma’ruf nahi mungkar , ialah menegakkan dalam kebaikan dan mencegah

14

Abdul Hakim Wahid, “ Model Pemahaman Front Pembela Islam (FPI) Terhadap Al-Qur’an “, dalam Refleksi, h. 81-82

15

Muhammad Busra Al Khalidy, Wawancara Ketua Imam Front Pembela Islam (FPI)

(12)

dalam keburukan, terbentukanya DPW FPI Kota Bukittinggi banyak kalangan masyarakat yang terdapat di kota Bukittinggi ini tidak sesuai dengan syari’at Islam, merajalela tempat-tempat kemaksiatan seperti , perjudian, tempat karoke, dan sebagainya, maka DPW FPI melakukan tindakanya dengan cara menggrebek dan membongkar tempat maksiat, sehingga dianggap kekerasan atau radikal, maka oleh karena itu DPW FPI Bukittinggi muncul di Kota Bukittinggi.

DPW FPI Kota Bukittinggi dianggap masyarakat adalah radikal dalam prilaku maupun tindakan, mereka melakukan tindakanya dalam menegakan amar ma’ruf nahi mungkar dianggap dengan cara kekerasan. Dengan itu, pada penelitian ini memfokuskan tindakan yang dilakukan FPI, apakah tindakan dengan radikal atau tidak radikal. Seharusnya dikatakan radikal seperti apa ? dan menurut mereka arti dari radikalisme seperti apa ?, dan juga bagaimana respon FPI yang dianggap sebagai radikal , maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“RADIKALISME DALAM KACAMATA ORGANISASI

KEAGAMAAN : STUDI FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) KOTA BUKITTINGGGI“

B. Fokus Penelitian

Agar penelitian ini terarah dan mencapai hasil yang diharapkan serta mengingat faktor keterbatasan waktu, biaya, tenaga, maka permasalahan dalam penelitian ini difokuskan penelitiannya adalah

(13)

tindakan Radikalisme Dalam Kacamata Organisasi Keagamaan : Studi Front Pembela Islam Kota Bukittinggi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Konsep Front Pembela Islam (FPI) Tentang Radikalisme di Kota Bukittinggi?

2. Bagaimana Respon Front Pembela Islam (FPI) di Cap Sebagai Radikal di Kota Bukittinggi ?

3. Bagaimana Bentuk Front Pembela Islam (FPI) Dalam Penegakan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar di Kota Bukittinggi?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, tujuan penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui konsep FPI tentang radikalisme 2. Untuk mengetahui respon FPI di cap sebagai radikal

3. Untuk mengetahui bentuk FPI dalam menegakan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar di Kota Bukittinggi

(14)

Hasil dari pelaksanaan ini diharapkan dapat memberikan kegunaan yang berarti mahasiswa melakukan penelitian selanjutnya sebagai memudahkan dalam melakukan penelitian selanjutnya.

1. Kegunaan bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis tentang radikalisme dalam kacamata Organisasi Keagamaan : Studi Front Pembela Islam (FPI) Kota Bukittinggi

2. Kegunaan bagi mahasiswa

Menjadikan pelengkap dalam kesulitan melakukan penelitian.

F. Penjelasan Judul

Agar tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis akan menjelaskan dibawah berikut ini :

Radikalisme : Radikal adalah kelompok yang punya ideologisnya tinggi dan fanatik dan yang

mereka perjuangkan adalah menggantikan tatana nilai dan sistem yang sedang berlangusung. 16

16

Mufid, Achmad Syafi’i, Kasus-Kasus Atual Kehidupan Keagamaan,(Jakarta : Pusilitbag Kehidupan Keagamaan Badan Litbag dan Diklat Kementerian Agama RI, 2014), h. 198

(15)

Kacamata : Lensa tipis untuk mata, gunanya untuk menormalkan atau mempertajam

penlihatan.17

Organisasi Keagamaan :Oganisasi Keagamaan merupakan organisasi yang berperan penting dalam kehidupan sosial politik Indonesia yang seperti Nadhatul Ulama (NU). 18

Studi : Studi adalah penelitian ilmiah, kajian, telaah. 19

FPI : FPI adalah organisasi asasnya adalah Islam yang berorientasi ahlu sunnah wal jam’ah, yang anggotanya terdiri dari lintas organisasi keagamaan dan lintas partai. Dilihat dari akar sosial kelompok aktivis yang menggerakkan FPI, ditemukan adanya berbagai lapisan sosial, sehingga lapisan sosial dimulai terdiri dari Haba’ib, dan

17

Dapertemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kamus Pusat Bahasa, 2008) , h. 611

18

Purwono, Andi, “ Organisasi Keagamaan dan Keamanan Internasional”, Jurnal Politik

Profetik, ( Semarang : Universitas Wahid Hasyim , 2013) , h. 2

19

(16)

ulama, intelektual kampus dan mahasiswa, dan bahkan para preman dan anak jalanan. 20

G. Sistematika Penulisan

Gambaran keseluruhan pembahasan skripsi ini secara umum dapat peneliti disajikan dalam sistematika penulis sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, terdiri dari:

Latar belakang masalah, Fokus masalah, Rumusan masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan hasil penelitian, Penjelasan judul, Sistematika penulis

Bab II Tinjauan Pustaka, terdiri dari :

Radikalisme , Bentuk-Bentuk Radikalisme, Organisasi Keagamaan , Front Pembela Islam (FPI), DPW FPI Kota Bukittinggi, Penelitian Relevan, Kerangka berfikir

Bab III Metode Penelitian

Jenis penelitian, Informan , Teknik pengumpulan data, Teknik analisis

data, Teknik keabsahan data

20

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

A. Radikalisme

1. Pengertian Radikalisme

Kata Radikalisme ditinjau dari segi etimologis berasal dari kata radix adalah akar (pohon), Kata ini dikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif, hingga dapat dipahami bahwa orang yang berfikir radikal pasti memiliki pemahaman secara mendalam, Layaknya akar tadi, serta keteguhan dalam mempertahankan kepercayaanya.1 Radikalisme adalah gerakan yang berpandangan yang menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan agama perdamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek mengunakan kekerasan dalam menyebarkan Agamanya, paham Agama serta paham politik.2

Antara perbedaan radikal dan radikalisme ini hal dua yang berbeda, radikal merupakan perubahan secara mendasar, pokok, dan esensial yang berkonotasikan baik/ netral. Dan sedangkan radikalisme merupakan paham untuk melakukan tindakan- tindakan keras, ekstrim, dan anarkis wujud

1

A Faiz Yunus, , “ Radikalisme, Liberalisme, dan Terorisme: Pengaruhnya Terhadap Agama Islam” dalam Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol 13 No 1, 2017 , h. 81

2

(18)

penolakan terhadap gejala yang dihadapi yang memiliki implikasi/ negatif.

3

Menurut Dawinda yang membedakan antara Radikalisme dan terorisme, jika terorisme merupakan salah satu diantara berbagai instrumen kebijakan para pelakunya, sementara radikalisme adalah esensi dari kebijaksanaan itu sendiri, radikalisme juga mencakup nilai-nilai, tujuan dan concern dari orang-orang merumuskan kebijaksanaan itu. Dawinda mendefenisikan radikalisme sebagai sikap jiwa yang membawa kepada tindakan-tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan politik mapan yang biasanya dengan cara kekerasan dengan mengantinya sistem baru. 4

Pada dasarnya terorisme adalah nafsu yang ingin memaksakkan kehendakanya dengan kekerasan dan ancaman. Dengan demikian, terorisme adalah lawan demokrasi. Seperti yang disebut Gianfranco, terorisme sosiopolitis dapat muncul dinegara demokrasi dan non demokrasi. Tetapi sering muncul di negara demokratis karena atmosfernya kebebasan lebih kondusif melahirkan kelompok-kelompok terorisme.5 Dan Terorisme merupakan masalah moral yang sulit. Karena istilah ini didasarkan asumsi-asumsi sejumlah tindakan kekerasan dan khususnya menyangkut politik (political violence) adalah justifiable atau

3

Baidhowi, “ Islam Tidak Radikalisme dan Terorisme “ dalam Jurnal Seminar Nasional

Hukum, Vol 3 No 1, 2017, h. 201

4

Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga

Post-Modernisme, (Jakarta : Paramadina , 1996) , h. 147

5

Syahrin Harahap, Islam dan Modernitas Dari Teori Modernisasi Hingga Penegakan

(19)

bisa dibenarkan, dan sebagian lagi unjustifable, tidak dapat dijustifikasi. Kekerasan yang dikelompokan ke dalam bagian terakhir ini sering disebut sebagai “ teror” dan “ terorisme”. 6

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), terorisme diartikan tindakan kejahatan dari kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman yang serius terhadap kedaulatan negara, bahaya keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat. Terorisme adalah salah satu bentuk kejahatan yang di organisasi dengan baik (Well-Organized) yang bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa (Extraordinary Crime) yang tidak membedakan sasaran (Indiscriminativ). 7

Keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan tidak mengikatnya UU nomor 15 tahun 2003 tentang pemberlakuan UU surut terorisme akan dinilai eksepsional karena tidak mengakui terorisme sebagai kejahatan luar biasa, padahal, dunia mengutuk terorisme sebagai kejahatan atas kemanusiaan (crime againts humanity). 8

Didalam jurnal A Faiz Yunus, Dawindha mengemukakkan defenisi radikalisme menyamakan dengan terorisme, ia sendiri menggunakan radikalisme dengan membedakan antara keduanya, radikalisme adalah kebijakan dan terorisme bagian dari kebijakan radikal, Defenisi Dawindha

6

Azyumardi Azra, Transformasi Politik Islam Radikalisme, Khilafatisme, dan

Demokrasi, ( Jakarta: Prenadamedia Group : 2016) , h. 151

7

Nasir Abas, Pemberantas Terorisme Memburu Noordin M. Top, ( Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu , 2009), h. 36

8

Azyumardi Azra, Terorisme Perang Global dan Masa Depan Demokrasi, (Depok :Matapena , 2004), h. 27

(20)

lebih nyata bahwa radikalisme itu mengandung sikap jiwa yang membawa tindakan yang bertujuan melemahkan dan mengubah tatanan kemapanan dan mengantinya dengan gagasan baru. Makna yang yang terakhir ini, radikalisme adalah sebagai pemahaman negatif dan bahkan bisa menjadi berbahaya sebagai ekstrim kiri atau kanan.9

Kata “ ekstrem “ berasal dari bahasa latin “ extremus atau exterus “ yang berarti sikap melampau batas kewajaran atau pernyataan diri yang diungkapkan dengan cara berlebihan (exisiting in a very degree, exeeding

the ordinary).10 Dapat merujuk ekstremisme, dalam politik berarti

tergolong kepada kelompok kiri radikal, Ekstrem kiri atau Ekstrem Kanan. Radikalisasi transformasi dari sikap pasif atau aktivisme kepada sikap yang lebih radikal, revolusioner, esktremis, atau militan. 11

Ekstremisme dapat diartikan adalah mengambarkan doktrin atau sikap baik politik maupun agama dalam menyerahkan aksi dengan segala cara untuk mencapai tujuanya. Ekstremisme adalah berlebihan-lebihan dalam beragama, tepatnya menerapkan agama secara kaku dan keras hingga melewati batas kewajaran..12

Dari defenisi diatas dapat dikatakan radikalisme adalah orang yang berpikir yang mendalam, dan menolak yang tidak sesuai dengan kepercayaanya, radikalisme menyamakan dengan terorisme, tetapi tidak radikal adalah terorisme, tetapi radikal bagian dari terorisme yang menuju

9

Ibid , h. 81

10 Toto Tasmara, 7 Menit Mengenal Islam, ( Jakarta : Gema Insani , 2013) , h. 100 11

Ibid

(21)

ke terorisme. isitilah radikalisme sangat berbahaya setiap orang yang berfikir yang mendalam.Mengapa demikian, karena radikalisme ini merujuk ke negatif, dan hingga sampai ekstrem kiri atau kanan, ekstermisme dapat diartikan melakukan gerakan dengan kekerasan yang tidak sewajarnya, maka dapat disimpulkan radikalisme sangat berbahaya dan bahkan menunjuk ke arah ekstremisme.

Kaitan antara agama dan ekstremisme merupakan hal yang mudah ditemui, meskipun pada tataran penilaian banyak orang berusaha mengelak untuk mengaitkan antara agama dan esktermemisme, realitas menunjukkan bahwa ekstremisme atau radikalisme sering dijumpai. Radikalisme atau ekstermisme pada dasarnya ada keengganan bagi banyak kalangan umat beragama untuk melihat potensi keterkaitan antara agama dan ekstremisme. Sikap enggan ini bukan didasarlam semata-mata untuk membela Agama tertentu, tetapi karena fungsi agama memang bukan untuk menodorong tindakan-tindakan yang bersifat ekstrem, radikal, dan berbau negatif

Ada tiga problem utama dalam ekstremisme agama menurut Syaikh Yusuf Qaradhawi, dijelaskan dibawah berikut ini :

1. Tindakan ekstrem atau melampaui batas itu terlalu sulit untuk dapat

disetujui oleh manusia biasa.

2. Tindakan ekstrem atau melampui batas itu tidak berumur panjang

(22)

3. Praktik-praktik yang melampui batas itu membahayakan dan

melanggar hak dan kewajiban 13

Didalam jurnal Nurjannah, Thalib menyatakan Radikalisme dalam Islam menunjuk pada munculnya berbagai gerakan Islam yang menggunakan berbagai bentuk kekerasan dalam rangka perjuangan untuk mendirikan “ Negara Islam”. Dan Radikalisme Islam adalah suatu gerakan yang memiliki ciri radikal dengan indikator adanya karakter keras dan tegas, cenderung tanpa kompromi dalam mencapai agenda-agenda tertentu yang berkaitan dengan kelompok muslim tertentu, bahkan dengan pandangan dunia (world View) Islam tertentu sebuah agama. 14

Horace M Kallen yang mengidentifikasi tiga kecenderungan umum radikalisasi sebagai berikut :

1. Radikalisasi merupakan respon terhadap kondisi yang sedang berlangsung. Biasanya respons ini muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan dan perlawanan, Masalah masalah yang ditolak berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dipandang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kondisi yang ditolak.

2. Radikalisasi tidak berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan tersebut dengan tatanan lain. Ciri ini menunjukan bahwa dalam radikalisasi terkandung suatu prorgam atau pandangan dunia (world view) tersendiri. Kaum radikalis berupaya

13 Mu’nim A Sirry, Membendung Militansi Agama Iman dan Politik dalam Masyarakat

Modern, ( Jakarta : Erlangga , 2003) , h. 30-35

14

Nurjannah, “ Faktor Pemicu Munculnya Radikalisme Islam Atas Nama Dakwah “ dalam Jurnal Dakwah, Vol XIV No 2, 2013, h. 180

(23)

keras untuk menjadikan tatanan tersebut ganti dari tatanan yang sudah ada.

3. Kuatnya keyakinan kaum radikalis akan kebenaran prorgam atau ideologi yang mereka bawa. Sikap ini pada saat yang sama dibarengi dengan penafian kebenaran sistem lain yang akan diganti 15

2. Sejarah Radikalisme

Dalam catatan sejarah radikalisme Islam, semakin menggeliat pada pasca kemerdekaan sampai pasca reformasi, sejak Kartosuwirjo yang memimpin operasi 1950-an yang dibawah bandera Darul Islam (DI) dalam sebuah gerakan politik yang mengatasnamakan Agama dan sebagainya. Dalam sejarahnya gerakan ini akhirnya dapat digagalkan, akan tetapi kemudian gerakan muncul kembali pada masa pemerintahan seoharto, hanya saja bedanya, gerakan radikalisme di era soeharto sebagian muncul atas rekayasa oleh militer atau melalui inteligen melalui Ali Moertopo dengan opsusnya, ada pula bakin yang merekayasa bekas anggota DI/TII, sebagai direkrut kemudian disuruh melakukan berbagai aksi seperti komando jihaddalam rangka memojokkan Islam.

Setelah Darul Islam (DI), muncul Komando Jihad (Komji) pada tahun 1976 meledakkan tempat ibadah, Pada tahun 1977, Front Pembebasan Muslim Indonesia melakukan hal yang sama dengan tindakan teror oleh pola perjuangan revolusioner Islam pada tahun1978. Tidak lama kemudian pasca reformasi muncul lagi gerakan yang beraroma radikal yang

15

Tim Pusham UII, Bersama Bergerak Riset Aktivis Islam Di Dua Kota, (Yogyakarta : Pusham UII , 2009) , h. 9

(24)

dipimpin oleh azhari dan Nurdin M Top dan gerakan-gerakan radikal lainya yang tertebar wilayah Indonesia, seperti poso, ambon, dan lainya. Semangat radikalisme tentu tidak luput dari persoalan politik. Persoalan politik memang sering kali menimbulkan gejala-gejala tindakan yang radikal. Sehingga berakibat pada kenyamanan umat beragama yang ada di Indonesia dari berbagai ragamnya.

Dalam kontestelasi politik Indonesia, masalah radikalisme Islam makin besar pendukungnya juga makin meningkat. Akan tetapi gerakan ini lambat laun berbeda tujuan, serta tidak punya pola seragam. Ada yang sekedar memperjuangkan mengimplementasikan syari’at Islam tanpa keharusan mendirikan negara Islam, namun ada pula memperjuangkan berdirinya negara Islam Indonesia, disamping memperjuangkan berdirinya “ kekhilafan Islam” pola organisasi pun beragam, mulai dari gerakan moral ideologi seperti, Mejelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sampai gaya militer seperti layskar jihad, FPI. 16

3. Ciri – Ciri Radikalisme

Ciri radikalisme dan terorisme dilihat dari dua kategori dijelaskan dibawah berikut ini:

a. Ciri radikalisme dan terorisme yang dimiliki kaum radikalisme dan terorisme yang dimiliki oleh kaum radikalis-terorisme yang dimiliki oleh kaum radikalis-teroris militan dan keras yang memang selalu ditemukan dalam sejarah umat manusia

16

Ahmad Asrori, “ Radikalisme Di Indonesia Antara Historisitas dan Antropisitas “, Dalam Jurnal Studi Agama dan Pemikiran Islam, Vol 9, No 2, Desember 2015, h. 255-257

(25)

b. Ciri- ciri radikalis-teroris yang ditemukan pada orang-orang yang sesungguhnya bukan radikalis dan teroris militan, melainkan memiliki ciri-ciri yang potensial untuk berkembang menjadi radikalis dan teroris.

Secara garis besar ada sepuluh yang menjadi ciri kaum radikalis dan teroris akan dijelaskan dibawah berikut ini:

a. Tekstualis dan kaku dalam bersikap dan memahami teks-teks suci.

b. Ekstrem, fundamentalis, dan ekslusif. c. Ekslusif

d. Selalu bersemangat mengoreksi orang lain

e. Kaum radikalis membenarkan dengan cara kekerasan f. Kaum radikalis memiliki kesetiaan lintas negara

g. Kaum radikalis yang semangat menonjol adalah rekonstruksi musuh yang sering tidak jelas. maksudnya adalah yang tidak sepahamnya denganya

h. Melakuan perang matian (outwar) terhadap yang dianggap musuh agamanya dan yang melakukan kemungkaran.

i. Kaum radikalis sangat konsern pada isu-isu penegakan negara agama.

(26)

j. Kaum radikalis sangat menekankan tauhidiyyah hakimiyyah dan menghukum kafir orang tidak menjadikan agama sebagai dasar hukum bernegara dan bermasyakat. 17

4. Bentuk-Bentuk Radikalisme

Menurut Fathur, Radikalisme itu terdiri dari tiga tingkatan, yaitu : 1. Radikal mind (radikal dalam pemikiran)

2. Radikal attitude (radikal dalam berprilaku) 3. Radikal in action (radikal dalam tindakan).

Menurut Fathur, dari tiga tingkatan radikal diatas, yang paling bahaya adalah radikal in action, karena yang berkaitan dengan orang lain. Hal itulah yang menjadi problem utama, mereka untuk memaksakan pahamnya kepada orang lain lewat jalur kekerasan. 18 5. Faktor-Faktor Penyebab Radikalisme

Penyebab Radikalisme ini muncul disebabkan oleh 2 faktor dibawah ini :

1. Faktor Internal

Faktor ini dari dalam umat Islam sendiri, dan faktor ini dilandasi oleh kondisi umat Islam sendiri yang telah menyimpang dari norma-norma agama. Kehidupan sekuler yang mulai merasuk dalam kehidupan umat Islam dengan segala dampaknya

17

Syahrin Harahap, Upaya Kolektif Mencegah RadikalismeTerorisme, ( Depok :Prenadamedia Gruop, 2017), h. 21-23

18

Nu Online, https://www.nu.or.id/post/read/51509/inilah-tiga-bentuk-radikalisme-agama

(27)

mendorong mereka untuk melakukan gerakan-gerakan kembali kepada dasar (fundamen) Islam.

2. Faktor Eksternal

Faktor ini dari luar umat Islam, yakni sikap yang dilakukan oleh rezim penguasa maupun hegemoni barat diantaranya sebagai berikut :

a. Sikap represif rezim penguasa terhadap kelompok-kelompok Islam.

b. Krisis kepemimpinan yang terjadi pada pasca orde baru yang ditunjukkkan dengan lemahnya penegakkan hukum, seperti, Ambon

c. Praktik kemaksiatan yang terjadi dimasyarakat mendorong gerakan Islam yang menyatakan bahwa syari’at menjadi solusi terbaik terhadap kondisi tersebut. 19

Maka dari uraian diatas dijelaskan, faktor-faktor disebabkan gerakan Islam Radikal ini adalah faktor internal, faktor ini yang berasal dari umat Islam itu sendiri, untuk melakukan sebuah perubahan yang tidak sesuai dengan syari’at Islam, dan maka melakukan gerakan.

Yang kedua faktor eksternal ini yang berasal dari luar umat Islam, terjadinya kesenjangan antara pemerintah dengan kelompok

19

Tata Sukayat, “ Radikalisme Islam atas Nama Dakwah Hisbah Front Pembela Islam (FPI) “ dalam Jurnal Ilmu Dakwah : Academic Journal For Homilectic Studies, Vol 12 No 1 , 2018, h. 3-4

(28)

kelompok Islam, sehingga kelompok Islam melakukan gerakan, dan pemerintah menganggap adaalah gerakan Islam Radikal . 6. Deradikalisasi

Deradikalisasi secara bahasa dari kata radikal yang berimbuhan dari “de” dan akhiran “sasi”. Deradikalisasi diambil istilah dari inggris ialah “ Deradikalization” dan kata dasarnya ideal ialah radikal. Radikal berasal bahasa latin “ radix” yang artinya akar, yang dimaksud deradikalisasi adalah sebuah langka merubah sikap cara pandang yang dianggap keras yang menjadi lunak, toleran, pluralis, dan moderat. 20

Untuk membendung arus pergerakan Radikalisasi, tidak cukup hanya mengandalkan pada keberadaan pada aktir tunggal, Katakanlah pihak keamanan lebih cenderung pada penggunaan pendekatan keamanan (security approach), tetapi juga perlu didesain suatu pendekatan semesta dimana semua pemangku kepentingan (stakholders) bergerak secara bersama-sama. Salah satu insitusi yang perlu didorong terlibat lebih aktif dalam membendung arus radikalisasi adalah pendidikan. Maka disini adalah proses deradikalisasi.

Di dalam konsep deradikalisasi perluaasan makna , menurut Institue for Strategie Dialogue, konsep ini pada mulanya kekaburan dari sisi defenisi, karena tiap- tiap kalangan memiliki pemahaman secara berbeda, yang dimaksud dengan perluasan makna, deradikalisasi tidak harus dipahami sebagai proses moderasi terhadap keyakinan dan prilaku

20

Rahmat Suprapato, Dkk, “ Deradikalisasi Agama Melalui Pendekatan Da’i Hijrah “ Dalam Jurnal Seminar Nasional Pendidikan, Sains, dan Teknologi, h. 4

(29)

seseorang sebelumnya terlibat dalam organisasi radikal, tetapi sebagai “ Deteksi secara dini, mengangkal sejak awal, dan menyasar berbagai lapisan potensial dengan beragam bentuk dan varian yang relevan bagi

masing-masing kelompok yang menjadi sasaran.21

B. Organisasi Keagamaan

1. Pengertian Organisasi

Ada banyak pengertian organisasi dijelaskan pengertianya dibawah ini:

1. Organisasi adalah entiti sosial yang mempunyai tujuan tertentu, sistem aktivitasnya terstruktur dan terkoordinasi, serta berkaitan dengan lingkungan eksternal namun ditentukan oleh batas-batas yang dapat diidentifikasi.

2. Organisasi adalah suatu bentuk relasi sosial yang dihasilkan oleh ikatan antarpersonal yang memiliki aturan untuk membatasi berbagai fungsi yang bersifat regular yang menata tindakan secara individual dan relasi sosial, dari relas sosial itu terbentuk mempunyai staf adminstrasi.

3. Organisasi adalah pluralitas dari bagian-bagian, yang mengelola diri mereka melalui keterkaitan diantara mereka (berinteraksi antarbagian secar tak terpisahkan), yang melewati proses adaptasi dengan lingkungan eksternal untuk mencapai tujuan tertentu.

21

Arifin,Syamsul, Studi Islam Kontemporer Arus Radikalisasidan Multikulturalisme di

(30)

4. Organisasi merupakan kumpulan dua atau lebih orang yang terlibat dalam suatu relasi kerja sama untuk melaksanakan tujuan kolektif berdasarkan struktur hierarki yang relatif stabil.

22

Organisasi dibangun dari suatu keputusan yang disadari atau disengaja oleh individu atau sekumpulan individu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu melalui kerja sama dengan disiplin tinggi dari sumber daya manusia dan sumber-sumber daya material. Oleh karena itu, organisasi sekecil apa pun akan membutuhkan kontrol dan monitoring terhadap hubungan-hubungan antara tujuan dengan tata cara dan hasil yang akan telah proses. 23

2. Unsur, Karakteristik, dan Dimensi Organisasi a. Unsur-Unsur Organisasi

Setiap organisasi pasti memiliki unsur-unsur di dalamnya. Unsur-unsur tersebut, yakni ada sejumlah orang. Organisasi terbentuk oleh dua orang atau lebih yang menyatakan kesediaan mereka untuk berkerja sama secara sukarela atau dengan tekanan perarturan tertentu, yang menjalankan tujuan bersama yang telah disepakati. Kemudian, tujuan tersebut dirumuskan dalam seperangkat peranan yang dirinci atas tugas dan fungsi yang harus dijalankan, melalui struktur dan hierarki

22

Liliweri, Alo, Sosiologi & Komunikasi Organisasi, ( Jakarta : PT Bumi Aksara , 2014), h. 50-51

23

Ruddy Agusyanto, Jaringan Sosial dalam Organisasi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 2014), h. 38

(31)

jabatan, berdasarkan tata aturan komunikasi secara vertikal, horizontal, maupun diagonal , dan yang selalu berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial, atau kultural sekelilingnya.

b. Karakteristik Organisasi

Organisasi juga punya karakteristik. Berelson dan Steiner membagi karakteristik organisasi menjadi 4, yaitu:

1. Formalitas, yaitu Tipikal dari organisasi adalah memiliki seperangkat tujuan, kebijakan, prosedure, dan regulasi yang tertulis.

2. Hierarki, yakni penggambarkan kerja organisasi yang seluruh perannya dirumuskan dalam struktur piramid. 3. Impersoanalitas, yakni penggambaran pola-pola

komunikasi yang berbasis pada relasi kerja, atau relasi yang tida berbasis pada hubungan-hubungan personal. 4. Jangka panjang, yakni menggambarkan kerja organisasi

yang selalu dibentuk untuk menjalankan suatu tugas jangka panjang.

c. Dimensi Organisasi

Organisasi dapat digambarkan melalui dimensi kontekstual (contextual dimensions) dan dimensi struktural (structural dimensions). Dimensi kontekstual merupakan karakteristik dari organizational setting yang memengaruhi dimensi struktural.

(32)

Dimensi struktural merupakan dimensi yang menggambarkan karakteristik internal organisasi.

Tabel 2.1. perbandingan antara dimensi kontekstual dan Struktural dari Organisasi

Kontekstual Struktural

Organisasi dipandang

sebagai sebab dari dimensi struktural, disebut pula sebagai variabel bebas.

Organisasi dipandang sebagai akibat atau efek atau variabel tidak bebas.

Ukuran: indikator yang diukur jumlah karyawan, total penjualan, total kekayaan, dan lain-lain.

Formalisasi: penggunaan dokumen tertulis melalui prosedure dan uraian tugas. Teknologi : alat teknik,

tindakan untuk

mentransformasi masukan ke proses dan menghasilkan keluaran.

Spesialisasi: Jumlah devisi atau subdevisi tugas yang

memisahkan jenis

pekerjaan, jadi ada pembagian kerja.

Lingkungan : semua unsur dari luar yang membatasi organisasi.

Hierarki kewenangan : ditunjukan oleh gasris vertikal dalam pola peta organisasi sekaligus memperlihatkan jumlah tingkatkan organisasi dan rentang kendali.

Tujuan dari strategi : sesuatu

yang akan dicapai

organisasi, serta cara untuk menggapai cita-cita tersebut.

Sentralisasi: berkaitan dengan pola pengambilan keputusan yang dibuat oleh top of the hierachy sekaligus menunjukan bahwa tidak ada keputusan yang diambil karyawan di tingkat bawah. Kebudayaan : nilai,

keyakinan, norma yang dipertukarkan di kalangan

Profesionalisme : faktor-faktor yang mendukung

(33)

karyawan. ditentukan oleh jenis dan tingkat pendidikan formal dan informal, pendidikan dan latihan yang dimiliki oleh karyawan.

Rasional personel:

prosentase perbedaan tipe

personel, misalnya

adminstrative ratio, clerical

ratio, dan lain-lain.24

3. Organisasi Keagamaan

Secara terminoogi organisasi keagamaan adalah salah satu bentuk lembaga kemasyarakatan yang dibentuk atas dasar kesamaan baik kegiatan profesi dan Agama. Organisasi agama disebut Nadhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Salafiyah, Khilafatul Muslimin, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Organisasi keagamaan ini bertujuan mengembangkan dan membina kehidupan beragama yang dimaksud untuk memajukan kepentingan keagamaan umat yang bersangkutan. 25

Organisasi Masyarakat (Ormas) yang berbasis Agama, amalhlah banyak. Keberadaan mereka merupakan faktor pendorong dalam memajukan perkembangan Islam di Nusantara. Dan memiliki

24

Alo Liliweri, Opcit, h. 53-55

25

Bambang Khoiruddin, “ Organisasi Keagamaan dan Interaksi Sosial Masyarakat Islam di Desa Pancasila Kacamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan”, Skripsi , ( Lampung :

(34)

pengikut-pengikut setiap anggota yang terdapat dalam suatu Ormas dan menjalankan aktifitas-aktifitas ormasi-ormasi tersebut. 26

Keberadaan kelompok keagamaan garis keras atau Radikal ,baik yang berkembang secara lokal (home grown) maupun merupakan bagian jejaring dari HTI, perlu juga disebut keberadaan kelompok keagamaan garis keras yang menebar aksi teror diberbagai wilayah di Indonesia. Keberadaan kelompok ini dapat dikatakan sebagai bentuk perkembangan yang ekstrim, sekaligus menakutkan dari kelompok keagamaan radikal karena mengakibatkan korban nyawa dari kalangan sipil, kerusakan terhadap berbagai bangunan (tempat ibadah, kafe, restoran, mal), dan kerugian secara material. 27

C. Front Pembela Islam (FPI)

Sejarah kemunculan FPI di Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1998 atau 24 Rabi’ al-Thanai 1419 dihalaman Pondok Pesantren Al-um, Kampung Utan, Ciputat di Selatan Jakarta oleh sejumlah Habib, ulama, mubaligh, dan aktivis muslim dan disaksikan ratusan santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Habib Muhammad Rizieq terpilih menjadi ketua umum.

Doktrin ideologi keagamaan FPI tidak jauh berbeda dengan NU yang menyatakan berakiadah ahlusunnah wal’ Jam’ah yang menganut

26

Khoirun Niam, “ Ormas Islam dan Isu Keislaman” Dalam Jurnal Komunikasi Islam, Vol 4 No 2, 2014 , h. 237

27

(35)

empat imam mazhab fikih, yakni Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali. Ada tiga latar belakang pembentukan FPI sebagai berikut :

1. Didirikan sebagai “ Attack Dog” polri, mantan kapolri Sutanto

yang kemudian menjadi kepala BIN adalah salah seorang yang sering disebut sebagai donator FPI.

2. Didirikan sebagai basis pendukung Partai Persatuan Pembangunan

(PPP) dibawah pimpinan Hamzah Haz, tetapi ketika tujuan itu gagal, FPI mendefenisikan ulang dirinya sebagai gerakan aksi kemaksiatan

3. Menurut FPI, latar belakang berdirinya FPI sebagai berikut :

a. Penderitaan panjang umat Islam Indonesia karena lemahnya kontrol sosial yang penguasa sipil dan militer akibat banyaknya HAM yang dilakukan oleh oknum penguasa.

b. Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela diseluruh sektor kehidupan.

c. Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat Islam serta umat Islam. 28

Dalam aksinya FPI menyatakan bahwa mereka menggunakan dalil dari Al- Qur’an yang dimulai dengan dialog atau debat mereka berpendapat bahwa amar ma’ruf butuh ketegasan sedangkan dalam nahi mungkar harus lebih tegas lagi dan jika perlu dengan kekerasan. Rizieq berargumen dengan hadis yang menceritakan Nabi SAW

28

Agus Ali Dzawafi, “ Pemahaman Tekstual dan Implikasinya Terhadap Gerakan Dakwah Front Pembela (FPI)”, dalam Jurnal Adzikra, Vol 3 No 1, 2012, h. 26-28

(36)

pernah memecahkan gentong-gentong miras, memukul pemabu di pasar karena meresahkan warga, serta memerintahkan pembakaran Masjid dirar yang dibangun untuk memecah belah umat. Menurut, Rizieq kalau Masjid saja dibakar maka tempat maksiat juga harusnya demikian karena merusak moral umat, dia bahkan mengatakan andaikan Nabi saat ini masih ada, maka bukan tidak mungkin, serang judi, tempat pelacuran, pabrik miras, dan tempat kemaksiatan akan diperintahkan untuk dibakar.29

FPI didirikan sebagai implementasi perintah Allah agar orang-orang beriman menjadi para pembela Allah, pembela Allah maksudnya adalah pembela agama Allah yaitu Islam. Oleh karena itu organisasi diberi nama dengan barisan pembela Islam (Allah) dengan menyetir didalam Q.S. Al-Shaff : 14:













Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong

(agama) Allah 30

Sebagai penolong Allah, tujuan FPI adalah untuk menjadi umat terbaik yang memiliki ciri melakukan Amar Ma’ruf yaitu mengajak untuk melakukan perbuatan baik sesuai pada syari’at Islam dan hukum akal, dan Nahi Mungkar yaitu mencegah perbuatan

29

Ibid, h. 83

(37)

buruk yang dilaran syari’at dan hukum akal. Mereka tidak menyatakan tunduk pada syari’at Islam dan hukum negara selama tidak berbenturan dengan ajaran Islam, hal ini didasarkan pada 2 ayat dalam Q.S. Ali Imran : 104 :































Artinya :

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah

orang-orang yang beruntung.31

Dan juga dalam Q.S Ali Imran : 110:

                          Artinya :

kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka

31

(38)

ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah

orang-orang yang fasik.32

Berdasarkan penjelasan ayat diatas, seluruh umat Islam menyuruh yang ma’ruf yang selalu perbuatan baik dan mencegah yang mungkar dalam perbuatan yang buruk. Oleh kaena itu, FPI tidak berdirinya secara tiba-tiba, dan FPI ini berdirinya, adanya latar belakang yang membentuk yang sering terjadinya kemakasiatan dalam kalangan masyarakat, dan juga tidak sesuai dengan syari’at Islam, disinilah FPI terbentuknya untuk melakukan dakwahnya dan menegakan ketentuan yang berdasarkan AL-Qur’an dan Sunnah.

Dan juga FPI merupakan organisasi yang muncul dari para ulama, dai, dan habib yang memiliki ciri Islam tradisional. Mereka mempraktekan ritual-ritual yang ditentang oleh para pendukungnya gerakan Tarbiyah, HTI, MMI maupun Layskar Jihad. Kalangan FPI akrab dengan tahlil, berzanji, salwat, dan pujian-pujian yang sering diidentikan dengan bid’ah. 33

D. Teori Kekerasan

Kekerasan merupakan suatu tindakan yang dapat melukai, membunuh, merusak, dan menghancurkan lingkungan. Beberapa filsuf dan ilmuwan sosial klasik bersepakat bahwa ada naluri purba manusia seperti yang dimiliki

32

Ibid

33

Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal Transmisi Revivalisme Islam Timur

(39)

oleh hewan.34Pada awalnya beberapa filsuf dan ilmuwan sosial klasik bersepakat bahwa ada naluri purba manusia seperti yang dimiliki oleh hewan. Ibnu kaldun menyebutkan manusia memiliki sifat animal power. Ada kecenderungan manusia untuk menggunakan cara-cara hewan dalam memperjuangkan tujuan-tujuan mereka. Dan kemudian Charles Darwinian ini kemudian memberi pengaruh terhadap dialektika material Karl Marx mengenai pejuang kelas. George Simmel menyebut hostile feeling yaitu perasaan memusuhi ketika dua individu terlibat dalam pertentangan. 35

Dan kemudian Hobbes berpendapat melalui temanya, homo homini lupus atau Man to Man is an Arrant Wolfe yang diartikan manusia adalah serigala bagi serigala lain. Halnya saja menurut Hobbes manusia memiliki kesadaran dan kemampuan untuk mengalkulasi kekerasan.dan kemudian Max Weber mendefenesikan kekerasan adalah bentuk irasionalitas manusia, pandangan irasionalitas menyebut mental kerumunan (crowd mentality) sebagai naluri instingtif yang hidup diluar kesadaran dan akal sehat manusia. dan kemudian dikembangkan konsep kekerasan oleh Johan Galtung.36

Menurut Johan Galtung, kekerasan didefenisikan sebagai akibat perbedaan antara yang potensial dengan yang aktual.Disatu pihak manusia mempunya potensi yang masih berada didalamnya. Sedangkan lain pihak, merealisasikan dan mengembangkan diri dan dunianya dengan nilai-nilai yang

34

Novra Susan, Sosiologi Konflik & Isu-Isu Konflik Kontomporer, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group , 2009) , h. 106

35

Ibid , h. 107

36

(40)

dipegangnya.37 Dan juga Galtung terinspirasi dari Mahatma Gandhi berkontribusi dalam upaya mewujudkan perdamaian menurutnya bukan hanya sekedar negative peach, tetapi juga possitive peach. 38 maka dengan itu, Gandhi berpendapat kekerasan bisa dihapuskan kalau mengetahui penyebabnya. Penyebab kekerasan terletak pada struktur yang salah, bukan pada aktor jahat dipihak lain. Non violence adalah non-kooperasi dengan struktur yang salah, sementara pada saat yang sama mengusulkan dan mengerjakan struktur alternatif, kalau mungkin, bukan menentang aktor dipihak lain itu.39

Maka dengan itu dapat diuraian diatas, dengan menurut Gandhi kekerasan dapat diwujudkan dengan perdamaian, adanya mengetahui penyebab terjadinya melakukan kekerasan, maka dengan itu Galtung terinspirasi dengan pemikiran Gandhi.

Dalam teori konsep kekerasan Galtung.Johan Galtung menciptakan tiga dimensi kekerasan dan Galtung menciptakan tiga ideologi kekerasan sebagai berikut40 :

1. Kekerasan Struktural

Menurut Galtung ketidakadilan yang diciptakan oleh suatu sistem yang menyebabkan manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya (human needs) merupakan konsep kekerasan struktural.

37

Zulfi Mubaraq, Opcit , h. 113

38

Linda Dwi Yenti, “ Pemikiran Johan Galtung Tentang kekerasan Dalam Perpektif Feminisme “ dalam Jurnal Hubungan Internasional Vol 6 Edisi 1, h. 27

39

Thomas Santoso, 2001, “ Kekuasaan dan Kekerasan” dalam Jurnal Masyarakat,

Kebudayaan, dan Politik , Tahun XIV Nomor 4, h. 92

(41)

(structural violence). Kekerasan ini dapat ditunjukan dengan rasa tidak aman karena tekanan-tekanan lembaga militer yang dilandasi oleh kebijakan otoriter, diskriminasi atas ras dan Agama, dan sebagainya. Contoh dalam sejarah Indonesia, pada pemerintah kolonial belanda tidak memberi pendidikan kepada pribumi. 41

2. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung (direct violence) ini lebih kepada penyiksaan atau dalam pemukulan yang membuat orang tersebut mendapatkan luka-luka. Dalam suatu kerusuhan yang menyebabkan orang atau komunitas mengalami luka-luka atau kematian dari serbuan kelompok lainya juga merupakan kekerasan langsung.42

Beberapa contoh konflik kekerasan yang menjadi aksi kekerasan langsung, seperti kekerasan antara etnis dayak dan madura di Kalimantan. Kekerasan terjadi antara etnis Dayak dengan Madura di Kalimantan Barat pada tahun 1999, kekerasan banyak terbunuhnya manusia, rusaknya harta benda dan pengusiran etnis dari tempat tinggalnya. 43

3. Kekerasan Budaya

Kekerasan budaya gabungan dari kekerasan struktural dan langsung, karena sifat budaya inilah muncul dua tipe kekerasan tersebut. Kekerasan budaya (cultural violence) dilihat sebagai sumber lain dari tipe-tipe konflik melalui produksi kebencian, ketakutan, dan

41 Ibid , h. 111 42 Ibid, h. 113 43 Ibid, h. 114

(42)

kecurigaan. Sumber kekerasan budaya ini bisa berangkat dari etnisitas, Agama, maupun ideologi. Galtung menekankan makna kekerasan budaya yang ia maksud bukanlah hendak menyebut kebudayaan sebagai keseluruhan sistemnya. Dan Galtung mendefenisikan kekerasan budaya ialah

“kekerasan budaya adalah aspek-aspek dari kebudayaan, ruang simbolis dari keberadaan masyarakat manusia dicontohkan oleh Agama dan ideologi, bahasa dan seni, ilmu pengetahuan empiris dan formal (logis, matematis) yang bisa digunakan untuk menjustifikasikan atau menlegitimasi kekerasan struktural dan langsung”. 44

Berikut ini adalah tabel dimensi kekerasan yang dibuat oleh Johan Galtung dibawah ini 45:

Tabel 2.2. Model kekerasan Galtung

Kebutuhan Bertahan KebutuhanPada KondisiYang Positif Kebutuhan Identitas Kebutuhan Kebebasan Kekerasan Langsung Pembunuh an Seranganyang menghancurkan sanksi-sanksi mengerikan Desosialisasi, resosialisasi, warga kelas dua Represi, pengusiran Kekerasan Struktural

Ekspoitasi Eksploitasi Penetrasi, segementasi

Marginalisasi, fragmentasi

Teori kekerasan menurut Johan Galtung, yang membagi tiga kekerasan dimulai dari kekerasan langsung, kekerasan struktural dan bahkan kekerasan budaya, dengan itu menggunakan teori kekerasan

44

Ibid, h. 114-115

45

Novri Susan, Sosiologi Konflik Teori-Teori dan Analisis, ( Jakarta : Prenadamedia Group, 2019), h. 101

(43)

Johan Galtung untuk menganalisis tentang Radikalisme dalam kacamata organisasi keagamaan : studi FPI Kota Bukittinggi.

E. Penelitian Relevan

Penelitian relevan sangat berguna untuk perbandingan. Dengan demikian penelitian yang peneliti dilakukan ini benar-benar dilakukan secara orisinil. Adapun penelitian relevan yang peneliti maksud adalah :

1. Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh suadari Lusy Asa Akhrani dari Universitas Brawijaya Fakultas Psikologi pada tahun 2019 dengan berjudul “ Front Pembela Islam : Menggali Akar Konflik Beragama Ditinjau Dari Fanatisme Agama, Prasangka Agama dan Intensi Konflik”. Penelitian ini memfokuskan tentang FPI merupakan prasangka negatif dengan aksinya dikalangan dimasyarakat. “

2. Penelitian yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Amir Mahmud dari Institut Agama Islam Negeri Palangkan Raya Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah pada tahun 2016 dengan berjudul : “ Persepsi Ulama Terhadap Radikalisme Agama (Studi Ulama Kota Palangkarya)” penelitian ini memfokuskan pandangan ulama-ulama yang mengenai arti dari Radikalisme Agama yang di Kota Palangkarya”

3. Penelitian yang ketiga adalah penelitian dilakukan oleh Emna Laisa pada tahun 2014 yang berjudul : “ Islam dan Radikalisme” penelitian

(44)

ini difokuskan mengenai faktor-faktor penyebab Islam sebagai Radikalisme.

4. Penelitian yang keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Sasmiarti pada tahun 2019 yang berjudul “ Sakralisasi Fiqh Pada Masyarakat Islam (Studi Terhadap Majelis Mujahidin Indonesia dan Front Pembela Islam)” penelitian ini difokuskan mengenai latar belakang, proses, serta bentuk sakralisasi fiqh dalam pemahaman keagamaan masyarakat Islam dilakukan oleh kelompok keagamaan yaitu FPI dan MMI.

5. Penelitian yang kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh M Mujji Buddin SM pada tahun 2017 yang berjudul “ Tindakan dan Varian Radikalisme FPI Mojokerto” penelitian ini difokuskan mengenai pemahaman konsep amar ma’ruf nahi mungkar FPI Mojokerto dalam aksinya dan bentuk gerakan sosial yang dilakukan FPI Mojokerto.

Dalam penelitian ini yang berjudul Radikalisme Dalam Kacamata

Organisasi Keagamaan: Studi Front Pembela Islam (FPI) di Kota Bukittinggi untuk mencari data yang memfokuskan penelitian ini adalah respon FPI yang dicap sebagai kelompok radikal.

(45)

F. Kerangka Berpikir

2.1 Diagram Kerangka Berfikir Radikalisme Dalam kacamata Organisasi Keagamaan : Studi Front Pembela Islam di Kota Bukittinggi

RADIKALISME FRONT PEMBELA ISLAM (FPI) BENTUK AMAR MA’RUF NAHI MUNGKAR RESPON DI CAP SEBAGAI RADIKAL KONSEP RADIKALISME

(46)

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam merupakan teknik pengumpulan data. Penelitian kualitatif dapat diartikan mengumpulkan dan menganalisis data berupa kata – kata.1Dalam penelitian kualitattif dilakukan mencakup secara menyeluruh dan mendalam. Dalam hal ini berkaitan dengan masalah yang mengacu kepada berbagai kegiatan dalam proses mencapai kebenaran yang dikejar. 2

Di dalam buku Emzir, menurut Creswell mendefenisikan penelitian kualitatif adalah penelitian kualitatif berkurang bertumpu pada sumber-sumber informasi, tetapi membawa ide-ide yang sama. Creswell menekankan suatu gambaran yang kompleks yang mengajak pembaca ke dalam dimensi jamak dari sebuah masalah atau isu dan menyajikannya dalam semua kompleksitasnya. 3

1

Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan

Penelitian kualitatif Dalam Berbagai Disiplin ilmu, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2014), h.

13

2

Syahrul Salim, Metode Penelitian Kualitatif Konsep dan Aplikasi dalam Ilmu Sosial,

Keagamaan dan Pendidikan, ( Bandung : Cita Pustaka Media , 2011), h. 38

3

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada , 2012), h. 1-2

(47)

Maka penelitian kualitatif lebih tepatnya adalah menganalisis dalam sebuah data, dan penelitian ini menganalisis ketika dalam mencari data mengenai Radikalisme dalam kacamata organisasi keagamaan : Studi FPI kota Bukittinggi.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dan waktu penelitian merupakan penelitian

dilakukan kapan dilaksanakan dan kapan penelitian serta berakhir. Tempat dan waktu penelitian bermanfaat untuk membatasi daerah dan waktu dari variabel-variabel yang diteliti. 4 Penelitian ini dilakukan di lokasi Sekretariat Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Front Pembela Islam (FPI) Kota Bukittinggi di Kelurahan Mandiangin Koto Selayan.

C. Informan

Informan merupakan orang yang memberikan informasi secara lengkap mengenai berbagai hal yang ingin diketahui penelitian. Dalam hal ini peran informan adalah lebih aktif, lebih banyak berbicara. Informan memiliki peran seperti, menjawab pertanyaan- pertanyaan peneliti, memperkenalkan atau mengabungkan peneliti dengan orang lain yang memiliki pengetahuan yang sama, menyediakan akses dan meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai berbagai hal lokasi penelitian dan membantu menafsirkan makna pengamatan penelitian. 5

Dalam penelitian kualitatif informan sangat penting karena informan tidak hanya sebagai sumber data dalam sebuah penelitian, namun

4

Usman Husaini, Metodologi Penelitian Sosial, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2014), h. 41

5

Martono Nanang, Metode Penelitian Sosial Konsep-Konsep Kunci, ( Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2016), h. 121

(48)

juga ikut sebagai pelaku yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya sebuah penelitian berdasarkan informasi yang diberikannya. 6

Dalam teknik sampling peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Purposive sampling merupakan sampel yang bertujuan yang pemilihan sampel secara berurutan yang bertujuan yang memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Satuan berikut dapat dipilih untuk memperluas informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga dapat dipertentangkan atau diisi adanya kesenjangan informasi yang ditemui. 7 Untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya peneliti menggunakan teknik purposive sampling yang membagikan 2 informan yaitu:

1. Informan kunci adalah DPW FPI Kota Bukittinggi.

2. Informan Pendukung adalah Mejelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bukittinggi, Polres Kota Bukitinggi, dan masyarakat.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik observasi , wawancara, dan dokumen dibawah berikut ini:

1. Wawancara

Wawancara adalah tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer, sedangkan

6

Afrizal, Opcit, h. 128

7

Gambar

Tabel  2.1.  perbandingan  antara  dimensi  kontekstual  dan Struktural dari Organisasi
Tabel 2.2. Model kekerasan Galtung   Kebutuhan  Bertahan   KebutuhanPada KondisiYang   Positif   Kebutuhan Identitas  Kebutuhan  Kebebasan   Kekerasan  Langsung   Pembunuhan   Seranganyang  menghancurkan  sanksi-sanksi  mengerikan   Desosialisasi, resosial

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu bagi kegiatan usaha yang menghasilkan limbah telah dilakukan pemantauan dan pengawasan rutin oleh Badan Lingkungan Hidup kota Denpasar dan secara

Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkan melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi

Kelebihan dari sistem pengembangan otomatisasi AC dan lampu pada penelitian ini adalah adanya unsur Artificial Intelegence yang diterapkan pada Raspberry Pi

Sajian berita berjudul “Presiden Jakarta Selatan” ini menarik, karena di satu sisi telah ada hasil sementara hitung cepat Pilpres 2019 dengan keunggulan

Pada pengujian ini didapatkan hasil bahwa saat pemancar mengirimkan data dari sensor dengan jarak 100 hingga 700 meter, data yang diterima oleh rangkaian

Beberapa faktor yang diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan industri perbankan syariah nasional, diantaranya adalah: berdirinya BUS baru baik yang muncul

android/gadget. Selain itu, adanya kebijakan sekolah yang melarang siswa dalam menggunakan dan mengaktifkan gadget pada saat proses pembelajaran, kecuali karena

Bahan organik lainnya yaitu pupuk hayati merupakan suatu bahan yang mengandung mikroorganisme bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah dan kualitas hasil tanaman,